Anda di halaman 1dari 32

KONSEP DASAR

KEPERAWATAN

JIWA
Tim Dosen Keperawatan Jiwa
Prodi Diploma 3 Keperawatan
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Unismuh Makassar
Abd. Halim, S,Kep., M.Kes
Prodi D3 Keperawatan
FKIK Unismuh Makassar
• Dari Jaman
Purbakala telah
terdapat tanda-
tanda yang
menunjukkan
bahwa pada waktu
itu manusia sudah
mengenal dan
berusaha mengobati
gangguan jiwa.
• Di Peru  ditemukan
tengkorak yang dilubangi
dengan maksud untuk
mengeluarkan roh jahat
dari penderita
penyakit ayan
atau
perilaku
kekerasan
•Usaha-usaha untuk
mengobati dipengaruhi
oleh sistim magik-
keagamaan  universal
“Telah nampak kerusakan di darat
dan di laut disebabkan karena
perbuatan tangan-tangan manusia,
supaya Allah merasakan kepada
mereka sebahagian dari (akibat)
perbuatan mereka, agar mereka
kembali (ke jalan yang benar)”

(Q.S. Ar Ruum (30) : 41)


• Di Yunani dan Roma  Penderita
gangguan jiwa diikat, dikurung,
dipukuli, dikandangkan,
dicemplungkan ke sungai atau
dibiarkan kelaparan
* Di Arab  lebih berperikemanusiaan
Digunakan tempat pemandian, diet
yang tepat, wewangian dan musik yang
halus dalam suasana santai.
• Di Eropa  didirikan rumah
perawatan penderita
gangguan jiwa yang
dinamakan Asilum “rumah
amal”, “rumah kontrak”, atau
“suaka duniawi”. Juga
digunakan sebagai tempat
pembuangan penjahat.
Cara pengobatannya dengan
pengeluaran darah. Penderita
dipakaikan “pakaian gila” dan
dicambuk
• Di Perancis  terdapat rumah sakit untuk pria
(Bicêtre) dan penderita wanita (Salpêtrière). Di
huni oleh penjahat, retardasi mental dan
gangguan jiwa. Pengawasnya adalah Phillipe
Pinel (1745-1826).
• Di Amerika  Benjamin Rush (1745-1813), di
Rumah Sakit Pennsylvania memperkenalkan
cara pengobatan baru “moral treatment”
 Dorothea Dix, pionir wanita dalam usaha
kemanusiaan penyembuhan dan pemeliha-
raan para penderita gangguan mental.
• Clifford Whittingham
Beers (1876-1943), seorang
usahawan yang terkenal,
mantan penderita
menulis buku “A mind
that found itself” (jiwa
yang menemukan dirinya
sendiri) dan memulai
suatu gerakan kesehatan
jiwa.
Program nasional yang
disusunnya adalah :
1. Perbaikan dalam metode
pemeliharaan dan
penyembuhan para penderita
mental
2. Kampanye memberikan
informasi-informasi,
agar orang mau bersikap lebih
inteligen, dan
lebih human atau
berperikemanusiaan
terhadap orang-orang sengsara
penderita
penyakit emosi dan mental
3. Memperbanyak riset untuk penyelidikan
sebab-musabab timbulnya penyakit mental,
dan mengembangkan terapi
penyembuhannya.
4. Memperbesar usaha-usaha edukatif dan
penerangan guna mencegah
timbulnya penyakit mental
dan gangguan-gangguan
emosi.
Asuhan keperawatan yang diberikan
sebelum abad ke-18 masih berupa
penjagaan (sipir) dengan kualitas
asuhan yang sangat buruk (dibuang ke
hutan, dipasung, diolok-olok, dianggap
sakti).
Pada akhir abad ke-19, perawat jiwa
sudah merupakan sebuah profesi dan
pada abad ke-20, spesialisasi perawat
jiwa telah diakui dengan peran dan
fungsi yang unik.
Mulai akhir abad ke-19 hingga 20 mulai dilakukan
penyelidikan sebab-musabab gangguan jiwa dan
bentuk-bentuknya. Antara lain :
•Martin Charcot (1825-1893)  histerik
(kepribadian dramatis dan reaktif) dan terapi
hipnosa

•Emil Kraepelin (1855-1926)  membedakan


psikosa manik-depresif dan dementia praecox
(kemunduran intelegensia muda)
• Sigmund Freud (1856-1939)
 teori libido (gaya yang
melambangkan naluri seksual),
struktur kepribadian
(id,ego,superego) dan topografi
jiwa (bawah sadar, prasadar,
alam sadar)
• Carl Gustav Jung (1876-1961)
 teori alam bawah sadar
kolektif, individualisasi (proses
perkembangan kepribadian),
introversi (pengaruh aksi dan
reaksi dunia pribadi) dan
extroversi (pengaruh dunia luar)
• Alfred Adler (1870-1937)
teori Psikologi Individual
(hubungan individu dan
lingkungan sosialnya
serta sangkut paut antara
badan-jiwa)
• Eugen Bleuler (1857-1939)
 studi tentang

Skizofrenia
• Adolf Meyer (1866-1950)
teori psikobiologi
(masalah hidup
tergantung
keadaan genetik,
Konstitusional
dan sosialnya)
• Karen Horney (1885-1952)
 pandangan holistik
terhadap manusia
• Linda Richard (1873)
Bekerja di New England
Hospital (NEH)
Perawat yang mengembangkan
keperawatan jiwa yang lebih
baik
Dia mengorganisasi bagaimana
pelayanan keperawatan jiwa
agar masuk ke dalam program
pendidikan atau pengembangan
pendidikan saat itu di NEH

Keinginannya agar ODGJ dirawat sebagaimana sakit


fisik, tidak lagi dipenjara, pasung atau diikat, dll
Pada akhir perang dunia II, pelayanan
kesehatan terbesar yang diberikan terkait
dengan masalah kesehatan jiwa dan
peningkatan program terapi pada veteran
perang. Terapi Sikap pada tahun 1947 mulai
diperkenalkan oleh Weiss, dimana perawat
menggunakan sikap untuk perbaikan pasien
dengan observasi, penerimaan, respek,
pemahaman, perhatian dan partisipasi
pasien dalam realita. Pada tahun 1950, obat
psikotropika untuk sakit mental mulai
dipergunakan.
Mellow dan Tudor mulai tahun 1950
memperkenalkan tentang Terapi
Keperawatan, dimana hubungan perawat
dan pasien skizofrenia merupakan dasar
proses terapeutik. Pada tahun 1952,
Peplau membuat kerangka kerja yang
sistematik bagi perawat jiwa yaitu
Hubungan Interpersonal dalam
Keperawatan yang mendeskripsikan
kemampuan, aktifitas dan peran perawat
jiwa, dimana proses terapeutik signifikan.
Komunitas terapeutik mulai
diperkenalkan oleh Jones tahun 1953,
dimana penggunaan lingkungan sosial
pasien mulai diperhatikan. Pasien
sebagai partisipan aktif dan dilibatkan
dalam masalah harian masyarakat.
Tahun 1963, Jurnal Keperawatan
Psikiatri mulai diterbitkan. Standar
perawatan psikiatri dibuat oleh ANA
tahun 1973.
USAHA KESEHATAN JIWA DI
INDONESIA
Di Indonesia, tindakan masyarakat terhadap
penderita gangguan jiwa antara lain dengan
cara memasung, diikat atau dirantai bila
penderita berbahaya bagi lingkungannya atau
dirinya sendiri.
• Bila tidak berbahaya maka tidak
jarang kita melihat penderita
gangguan jiwa berkeliaran di desa
ataupun di kota sambil mencari
makanan dan menjadi tontonan ataupun
objek lelucon, malahan ….
ada juga yang
menganggapnya
sebagai orang sakti
RSJ pertama  RSJ Bogor (1 Juli 1882)
RSJ Lawang (23 Juni 1902)
RSJ Dadi Makassar (1920)
RSJ Magelang (1923)
RSJ Sabang (1927)
Perawatan pasien bersifat isolasi dan
penjagaan di tempat yang
terasing/terpencil untuk
membiasakan diri pasien dengan situasi
rumah sakit, menghindarkan stigma
dari masyarakat
Terapi yang diberikan dengan cara
dibungkus, terapi mandi, berjemur,
kesibukan dan pekerjaan lain.
Pada tahun 1900-an, mulai digiatkan
gerakan no restrain dan terapi kerja
bagi pasien gangguan jiwa. Jawatan
Urusan Penyakit Jiwa (JUPJ) telah
terbentuk disusul dengan
Penyelenggaraan dan Pembinaan
kesehatan Jiwa.
Akhir 1930, pendidikan
keperawatan mengembangkan
bahwa pengetahuan terkait
dengan keperawatan jiwa sangat
penting diterapkan di semua
bagian RS.
Sudah ada terapi somatik  shock
therapy, psychosurgery dan
electroconvulsive therapy (ECT).
Perawatan pada saat itu masih
berfokus pada perawatan fisik
seperti medikasi, nutrisi,
kebersihan dan aktifitas-aktifitas
di bangsal.
Di masa ini masih sangat terbatas
pelatihan-pelatihan terkait
keperawatan jiwa. Kebanyakan
masih menggunakan prinsip
medical surgical nursing.
Pada tahun 1966 diterbitkan UU
tentang Kesehatan Jiwa No. 3
tahun 1966  jalan lebih
terbuka untuk mengembangkan
potensi yang ada. Dan pada
tahun 1973 lahirlah PPDGJ I dan
program integrasi kesehatan
jiwa di puskesmas.
Pada tahun 2000-an, asuhan
keperawatan mulai ditekankan
penanganan jiwa untuk korban bencana
alam, pengembangan kesehatan jiwa
masyarakat (CMHN), pendidikan
perawat spesialis jiwa, pengembangan
asuhan keperawatan kesehatan jiwa
(NANDA, NOC, NIC), serta
pengembangan organisasi keperawatan
jiwa serta pelaksanaan konferensi
nasional jiwa.
Jambore Kesehatan Jiwa yang dilaksanakan pada tanggal 8-9 Oktober 1995
dihadiri oleh pasien dan tenaga kesehatan dari seluruh rumah sakit jiwa di
Indonesia termasuk di antaranya perawat dari rumah sakit jiwa. Momen ini
digunakan oleh perawat-perawat lulusan SPRB Bogor dengan dipimpin oleh
bapak Haruman, BS untuk melakukan sarasehan keperawatan jiwa dan
melontarkan ide pembentukan organisasi profesi keperawatan jiwa.
Peserta sarasehan setuju untuk membentuk organisasi peminatan
keperawatan jiwa yang kemudian diresmikan berdirinya pada tanggal 9
Oktober 1995 dengan nama organisasi Himpunan Perawat Jiwa Indonesia
disingkat HPKJI dan ditetapkannya Bapak Drs Haruman BS sebagai Ketua
Umum HPKJI.
Program awal yang dilaksanakan adalah konsolidasi organisasi dan
berafiliasi dengan Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Pada tahun 2006 terjadi perubahan nama organisasi menjadi
Ikatan Perawat Kesehatan Jiwa Indonesia (IPKJI). Nama baru
ini disepakati dalam Musyawarah Nasional tahun 2006 di
RSJP Magelang yang sekaligus mengukuhkan Bapak Drs
Haruman BS sebagai Ketua Umum IPKJI.
Ketua PP IPKJI sekarang :
Tjahjanti Kristyanigsih, Ns, M. Kep., Sp. Kep.J

VISI IPKJI
menjadi wadah Nasional
perawat jiwa Indonesia yang
memiliki kekuatan suara
komunitas perawat jiwa dan
peduli terhadap pelayanan
kesehatan keperawatan jiwa
yang bermutu bagi masyarakat

Anda mungkin juga menyukai