Anda di halaman 1dari 10

Nama : Epifania Tutuboy

NIM : 221100629
Prodi S1 Keperawatan
Mata Kuliah Keperawatan Jiwa I

SEJARAH PERKEMBANGAN KEPERAWATAN JIWA

Zaman Mesir Kuno

Pada zaman ini, gangguan jiwa dianggap disebabkan karena adanya roh jahat yang bersarang di otak. Oleh karena itu, cara menyembuhkannya dengan membuat lubang pada tengkorak
kepala untuk mengeluarkan roh jahat yang bersarang di otak tersebut.

Hal ini terbukti dengan ditemukannya lubang di kepala pada orang yang pernah mengalami gangguan jiwa. Selain itu, ditemukan pada tulisan Mesir Kuno tentang siapa saja yang pernah
kena roh jahat dan telah dilubangi kepalanya.

Tahun-tahun berikutnya, pasien yang mengalami gangguan jiwa diobati dengan dibakar, dipukuli, atau dimasukkan dalam air dingin dengan cara diajak jalan melewati sebuah jembatan
lalu diceburkan dalam air dingin dengan maksud agar terkejut, yakni semacam syok terapi dengan harapan agar gangguannya menghilang.

Hasil pengamatan berikutnya diketahui ternyata orang yang menderita skizofrenia tidak ada yang mengalami epilepsi (kejang atau hiperplasia). Padahal penderita epilepsi setelah
kejangnya hilang dapat pulih kembali. Oleh karenanya, pada orang skizofrenia dicoba dibuat hiperplasia dengan membuat terapi koma insulin dan terapi kejang listrik (elektro convulsif
theraphy).

Zaman Yunani (Hypocrates)

Pada zaman ini, gangguan jiwa sudah dianggap suatu penyakit. Upaya pengobatannya dilakukan oleh dokter dan orang yang berdoa untuk mengeluarkan roh jahat. Pada waktu itu, orang
sakit jiwa yang miskin dikumpulkan dan dimasukkan dalam rumah sakit jiwa. Jadi, rumah sakit jiwa lebih banyak digunakan sebagai tempat penampungan orang gangguan jiwa yang
miskin, sehingga keadaannya sangat kotor dan jorok. Sementara orang kaya yang mengalami gangguan jiwa dirawat di rumah sendiriPada tahun 1841, Dorothea Line Dick melihat
keadaan perawatan gangguan jiwa. Ia tersentuh hatinya, sehingga berusaha memperbaiki pelayanan kesehatan jiwa. Bersamaan dengan itu, Herophillus dan Erasistratus memikirkan apa
yang sebenarnya ada dalam otak, sehingga ia mempelajari anatomi otak pada binatang. Khale kurang puas hanya mempelajari otak, sehingga ia berusaha mempelajari seluruh sistem
tubuh hewan (Notosoedirjo, 2001).

Zaman Vesalius

Vesalius tidak yakin hanya dengan mempelajari anatomi hewan saja, sehingga ia ingin mempelajari otak dan sistem tubuh manusia. Namun, membelah kepala manusia untuk dipelajari
merupakan hal yang mustahil, apalagi mempelajari seluruh sistem tubuh manusia. Akhirnya, ia berusaha mencuri mayat manusia untuk dipelajari. Sayangnya kegiatannya tersebut
diketahui masyarakat, sehingga ia ditangkap, diadili, dan diancam hukuman mati (pancung). Namun, ia bisa membuktikan bahwa kegiatannya itu untuk kepentingan keilmuan, maka
akhirnya ia dibebaskan. Versailus bahkan mendapat penghargaan karena bisa menunjukkan adanya perbedsuatu penyakit. Naia dan binatang. Sejak sat itu dapat diterima bahwa
gangguan jiwa adalah suatu penyakit. Namun kenyataannya, pelayanan di rumah sakit jiwa tidak pernah berubah pasien yang mengalami gangguan jiwa dirantai, karena petugasnya
khawatir dengan keadaan.

Revolusi Prancis I

Phillipe Pinel, seorang direktur di RS Bicetri Prancis, berusaha memanfaatkan Revolusi Prancis untuk membebaskan belenggu pada pasien gangguan jiwa. Revolusi Prancis ini dikenal
dengan revolusi humanisme dengan semboyan utamanya "Liberty, Equality, Fraternity". Ia meminta kepada walikota agar melepaskan belenggu untuk pasien gangguan jiwa. Pada
awalnya, walikota menolak. Namun, Pinel menggunakan alasan revolusi, yaitu "Jika tidak, kita harus siap diterkam binatang buas yang berwajah manusia. Perjuangan ini diteruskan oleh
murid- murid Pinel sampai Revolusi II.

Revolusi Kesehatan Jiwa II

Dengan diterima gangguan jiwa sebagai suatu penyakit, maka terjadilah perubahan orientasi pada organo biologis. Pada saat ini, Qubius menuntut agar gangguan jiwa masuk dalam
bidang kedokteran. Oleh karena itu, ganguan jiwa dituntut mengikuti paradigma natural sciences, yaitu ada taksonomi (penggolongan penyakit) dan nosologi (ada tanda/gejala penyakit).
Akhirnya, Emil Craepelee mampu membuat penggolongan dari tanda-tanda gangguan jiwa. Sejak saat itu, kesehatan jiwa terus berkembang dengan berbagai tokoh dan spesfikasinya
masing-masing.
Revolusi Kesehatan Jiwa III

Pola perkembangan pada Revolusi Kesehatan Jiwa II masih berorientasi pada berbasis rumah sakit (hospital base), maka pada perkembangan berikutnya dikembangkanlah basis
komunitas (community base) dengan adanya upaya pusat kesehatan mental komunitas (community mental health centre) yang dipelopori oleh J.F. Kennedy. Pada saat inilah disebut
revolusi kesehatan jiwa III.

SEJARAH PERKEMBANGAN KEPERAWATAN JIWA DIINDONESIA

Sejarah dan perkembangan keperawatan jiwa di indonesia sangat dipengaruhi oleh faktor sosial ekonomi akibat penjajahan yang dilakukan oleh kolonial Belanda, inggris dan jepang.
Perkembangannya dimulai pada masa penjajahan Belanda samapai pada masa kemerdekaan. Dulu kala gangguan jiwa dianggap kerasukan dan terapi yang dilakukan yaitu dengan
mengeluarkan roh jahat dan diasingkan jauh dari pemukiman. Pada zaman kolonial sebelum ada Rumah Sakit Jiwa ( RSJ ) di indonesia, pasien gangguan jiwa ditampung di RS Sipil atau
RS Militer di jakarta, Semarang, dan surabaya, yang ditampung pada umumnya penderita gangguan jiwa berat. Berdirinya RSJ pertama kali yaitu di RSJ Bogor (1882), kemudian tahun
1902 di RSJ Lawang, tahun 1923 di Magelang, tahun 1927 di RSJ Sabang, 1933 Di Bali. RSJ ini didirikan jauh dari perkotaan. Perawatan pasien bersifat isolasi & penjagaan (custodial
care). Karena adanya stigma dari masyarakat sehingga keluarga menjauhkan diri dari pasien. Pengobatan pada zaman peradaban telah mengabungkan berbagai pendekatan pengobatan
seperti: memberikan ketenangan, mencukupi asupan gizi yang baik, melaksanakan kebersihan badan yang baik, mendengarkan musik dan melakukan aktivitas rekreasi. Diakhir abad 19
sampai abad 20, Peran perawat jiwa menjadi yang sangat besar, karena peran perawat menjadi sangat penting menjadi bagian dari tim kesehatan, mengelolah pemberian obat penenang
dan memberikan terapi. Sedangkan fokus pemberian asuhan keperawatan jiwa pada abad ke 21 adalah membanggakan asuhan keperawatan berbasis komunitas dengan menekankan
upaya promotif preventif, kuratif dan rehabilitatif melalui pengembangan pusat kesehatan mental, praktek mandiri, pelayanan di rumah sakit, pelayanan day care, home visite dan hospice
care dan pengembangan management pasien care.
Referensi:

Cochrane,E.M.,Barkway P.,Nizette D.2010.Mosby's Pocketbook of Mental Health.Australia: Elsevier.

Sejarah perkembangan keperawatan jiwa di Indonesia dimulai sejak zaman dahulu kala, ketika gangguan jiwa dianggap kerasukan, sehingga para dukun berusaha mengeluarkan roh jahat[1].
Perkembangan keperawatan jiwa di Indonesia dimulai sejak zaman Kolonial. Sebelum ada RSJ di Indonesia, pasien gangguan jiwa ditampung di RS Sipil atau RS Militer di Jakarta, Semarang, dan
Surabaya, yang ditampung pada umumnya penderita gangguan jiwa berat[1]. Pada tahun 1970-1980, perawatan beralih dari perawatan rumah sakit jangka panjang ke lama rawat yang lebih singkat.
Fokus perawatan bergeser ke arah community based care / service (Pengobatan berbasis komunitas)[1]. Pada akhir abad ke-20, biaya perawatan kesehatan yang tinggi dan kebutuhan pembatasan
biaya menjadi focus nasional[1]. Awal abad 21, fokus perawatan pada preventif atau pengobatan berbasis komunitas, yang menggunakan berbagai pendekatan, antara lain melalui pusat kesehatan
mental, praktek mandiri, dan pelayanan di luar rumah sakit[3].

Citations:

[1] https://grhasia.jogjaprov.go.id/berita/41/sejarah-perkembangan-keperawatan-jiwa.html

[2] https://journal.unnes.ac.id/sju/jih/article/view/40490/16871

[3] http://repository.uki.ac.id/2703/1/BMPKEPERAWATANJIWA.pdf

[4] https://grhasia.jogjaprov.go.id/berita/93/sejarah-keperawatan-jiwa.html

[5] https://osf.io/cmk3v/download/?format=pdf
KERANGKA PICOT

N PICO Pembenaran dan Critical Thingking


O
Framework
1. Population Population dalam jurnal ini adalah 17 responden yang berhasil
bertahan dari percobaan bunuh diri di Kota Malang
2. Intervention Intervensi yang ada dalam jurnal ini adalah kampanye informasi,
program dukungan psikososial, dan layanan kesehatan mental yang
mudah diakses. Dukungan sosial juga dianggap sangat penting dalam
menanggapi lonjakan kasus bunuh diri dan dampak kesehatan mental
yang ditimbulkan oleh pandemi.
3. Comparison Dalam jurnal ini, tidak ada perbandingan yang dilakukan antara dua
atau lebih kelompok atau variabel. Jurnal ini lebih fokus untuk
menangani mental orang-orang yang ingin bunuh diri
4. Outcome Outcome dalam jurnal ini adalah penyorotan faktor-faktor seperti
tekanan psikologis, akses terbatas terhadap layanan kesehatan mental,
stigma sosial, dan peran dukungan sosial dalam mengatasi lonjakan
kasus bunuh diri. Rekomendasi kebijakan termasuk pengembangan
kampanye edukasi untuk mengurangi stigma, meningkatkan
kesadaran kesehatan mental, reformasi kebijakan kesehatan,
peningkatan akses terhadap layanan kesehatan mental, dan penguatan
jaringan dukungan sosial.hasil penelitian ini menggaris bawahi
pentingnya dukungan sosial sebagai faktor kunci dalam menjaga
kesehatan mental

5. Time Juni 2023


Bagian I: Alat Penilaian Metode Campuran (MMAT), versi 2018

Kategori desain Tanggapan


Kriteria kualitas metodologis
penelitian Ya TIDAK Tidak tahu Komentar
Pertanyaan penyaringan S1. Apakah ada pertanyaan penelitian yang jelas?  Pertanyaan penelitian yang jelas dari artikel tersebut adalah: "
(untuk semua tipe)
pertanyaan penelitian yang jelas adalah bagaimana pengalaman
individu yang berhasil bertahan dari percobaan bunuh diri di Kota
Malang dan faktor-faktor apa yang memainkan peran penting dalam
kelangsungan hidup mereka setelah menghadapi situasi kritis
tersebut?".
S2. Apakah data yang dikumpulkan  Data yang dikumpulkan, melalui wawancara langsung dengan 17
memungkinkan untuk menjawab pertanyaan
partisipan yang dipilih secara cermat menggunakan metode purposive
penelitian?
sampling, memungkinkan untuk menjawab pertanyaan penelitian
tentang pengalaman individu yang berhasil bertahan dari percobaan
bunuh diri di Kota Malang dan faktor-faktor yang memainkan peran
penting dalam kelangsungan hidup mereka setelah menghadapi situasi
kritis tersebut.

Penilaian lebih lanjut mungkin tidak layak atau tidak tepat jika jawabannya adalah 'Tidak' atau 'Tidak tahu' pada salah satu atau kedua pertanyaan
penyaringan.
1. Kualitatif 1.1. Apakah pendekatan kualitatif tepat untuk  Pendekatan kualitatif yang digunakan dalam penelitian ini tepat untuk
menjawab pertanyaan penelitian? menjawab pertanyaan penelitian tentang pengalaman individu yang
berhasil bertahan dari percobaan bunuh diri di Kota Malang dan
faktor-faktor yang memainkan peran penting dalam kelangsungan
hidup mereka setelah menghadapi situasi kritis tersebut. Pendekatan
kualitatif memungkinkan peneliti untuk mengeksplorasi secara
mendalam aspek psikologis, sosial, dan emosional yang terlibat dalam
proses pemulihan individu tersebut.
1.2. Apakah metode pengumpulan data kualitatif  Metode pengumpulan data kualitatif yang menggunakan wawancara
memadai untuk menjawab pertanyaan penelitian? langsung dengan 17 partisipan yang dipilih secara cermat melalui
metode purposive sampling dianggap memadai untuk menjawab
pertanyaan penelitian tentang pengalaman individu yang berhasil
bertahan dari percobaan bunuh diri di Kota Malang dan faktor-faktor
yang memainkan peran penting dalam kelangsungan hidup mereka
setelah menghadapi situasi kritis tersebut.
1.3. Apakah temuan yang diperoleh berasal dari  Temuan yang diperoleh dalam penelitian ini berasal dari data yang
data secara memadai? diperoleh secara memadai melalui wawancara langsung dengan 17
partisipan yang dipilih secara cermat menggunakan metode purposive
sampling. Pendekatan kualitatif dan metode pengumpulan data yang
digunakan memungkinkan peneliti untuk mendapatkan wawasan
mendalam tentang pengalaman individu yang berhasil bertahan dari
percobaan bunuh diri di Kota Malang dan faktor-faktor yang
memainkan peran penting dalam kelangsungan hidup mereka setelah
menghadapi situasi kritis tersebut.
1.4. Apakah interpretasi hasil cukup didukung oleh  Interpretasi hasil dalam penelitian ini cukup didukung oleh data yang
data? diperoleh melalui wawancara langsung dengan 17 partisipan
menggunakan metode purposive sampling. Data kualitatif yang
dikumpulkan memberikan wawasan mendalam tentang pengalaman
individu yang berhasil bertahan dari percobaan bunuh diri di Kota
Malang dan faktor-faktor yang memainkan peran penting dalam
kelangsungan hidup mereka setelah menghadapi situasi kritis tersebut.
1.5. Apakah terdapat koherensi antara sumber,  Terdapat koherensi yang kuat antara sumber, pengumpulan, analisis,
pengumpulan, analisis, dan interpretasi data dan interpretasi data kualitatif dalam penelitian ini. Penelitian ini
kualitatif? mengadopsi metode artikel ilmiah dengan pendekatan kualitatif,
menggunakan wawancara langsung dengan 17 partisipan yang dipilih
secara cermat melalui metode purposive sampling. Data yang
diperoleh dari wawancara tersebut kemudian dianalisis dengan teknik
analisis deskriptif untuk memahami pola-pola umum dan variasi
dalam pengalaman individu terkait dengan faktor-faktor yang
memainkan peran penting dalam kelangsungan hidup mereka setelah
menghadapi situasi kritis tersebut.
2. Uji coba terkontrol 2.1. Apakah pengacakan dilakukan dengan tepat?
secara acak kuantitatif 2.2. Apakah kelompok-kelompok tersebut
sebanding pada awal?
2.3. Apakah ada data hasil yang lengkap?
2.4. Apakah penilai hasil tidak mengetahui
intervensi yang diberikan?
2.5 Apakah peserta mematuhi intervensi yang
diberikan?
3. Kuantitatif non-acak 3.1. Apakah peserta mewakili populasi sasaran?
3.2. Apakah pengukuran tepat mengenai hasil dan
intervensi (atau paparan)?
3.3. Apakah ada data hasil yang lengkap?
3.4. Apakah perancu diperhitungkan dalam desain
dan analisis?
3.5. Selama masa studi, apakah intervensi
diberikan (atau paparan terjadi) sebagaimana
dimaksud?
4. Deskriptif kuantitatif 4.1. Apakah strategi pengambilan sampel relevan
untuk menjawab pertanyaan penelitian?
4.2. Apakah sampelnya mewakili populasi
sasaran?
4.3. Apakah pengukurannya tepat?
4.4. Apakah risiko bias non-respons rendah?
4.5. Apakah analisis statistik tepat untuk
menjawab pertanyaan penelitian?
5. Metode campuran 5.1. Apakah ada alasan yang memadai untuk
menggunakan desain metode campuran untuk
menjawab pertanyaan penelitian?
5.2. Apakah berbagai komponen penelitian
terintegrasi secara efektif untuk menjawab
pertanyaan penelitian?
5.3. Apakah keluaran dari integrasi komponen
kualitatif dan kuantitatif diinterpretasikan secara
memadai?
5.4. Apakah perbedaan dan inkonsistensi antara
hasil kuantitatif dan kualitatif telah diatasi secara
memadai?
5.5. Apakah berbagai komponen penelitian
mematuhi kriteria kualitas masing-masing tradisi
metode yang digunakan?

DAFTAR PUSTAKA

Ah Yusuf,dkk 2015. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika.

BUKU AJAR KEPERAWATAN JIWA - Google Books

Wulandari, D., & Elviany, R. (2024). DAMPAK KESEHATAN MENTAL DAN LONJAKAN KASUS BUNUH DIRI DI ERA MODERN. Liberosis: Jurnal Psikologi dan Bimbingan
Konseling, 2(1), 51-60.

Anda mungkin juga menyukai