Anda di halaman 1dari 75

SEJARAH KESEHATAN JIWA

A. Sejarah Umum
1. Zaman Purbakala
 Manusia sudah mengenal dan berusaha mengobati orang dengan
gangguan jiwa, tetapi kepercayaan mereka bahwa gangguan jiwa
adalah masuknya roh nenek moyang mereka ke tubuh dan
mengusainya, maka pengobatan yang hingga saat ini masih diyakini
adalah upaya untuk mengeluarkan roh penyebab gangguan jiwa
 Di Mesir sekitar tahun 1500 SM, ada tulisan tentang orang yang
sudah tua, yaitu “Hati Menjadi berat dan tidak dapat mengingat lagi
hari kemarin”
 Tahun berikutnya, didirikan beberapa kuil, yang terkenal pada saat itu
adalah “Kuil Saturn” dipakai untuk merawat orang gangguan jiwa.

2. Zaman Yunani dan Romawi


 Hippocrates (460 – 357 SM), dikenal sebagai bapak Ilmu Kedokteran,
dimana menurutnya bahwa “Penyakit Ayan” bukan penyakit kiamat
tetapi mempunyai penyebab alami seperti penyakit lainnya
 Kuil-kuil tempat perawatan gangguan jiwa adalah hawa segar, air
murni, sinar matahari, dan musik menarik dalam pengobatnnya
 Zaman Romawi, dilakukan pengeluaran darah dan mandi air belerang

Jatuhnya Kerajaan Romawi dan Yunani


 Ilmu Kedokteran umumnya mengalami kemunduran, sehingga pasien
gangguan jiwa biasanya di ikat, di kurung, dipukul, atau dibiarkan
kelaparan. Ada yang dimasukan ke sebuah tong (drum) dan
digulingkan dari atas bukit ke bawah, dan ada pula yg dicemplungkan
ke sungai secara mendadak, yang kesemuanya bermaksud upaya
mengusir roh jahat.
1
3. Zaman Eropah (Abad 17 dan 18)
 Didirikan rumah perawatan penderita gangguan jiwa yg dinamakan
“Alams House” (Rumah amal) atau suaka duniawai (Secular Asylum).
 Tempat-tempat ini juga digunakan sebagai tempat pembuangan
penjahat.
 Pengobatan populer pada masa itu adalah pengeluaran darah,
penderita dipakaikan pakaian gila dan dicambuk.

4. Zaman Phillip Pinel (1745 – 1826)


 Menjadi pengawas RS. Bicetre (Pasien Pria) dan Salpetriere (Pasien
Wanita).
 Kedua RS. ini di huni penjahat, retradasi mental, dan gangguan jiwa.
 Tindakan Pertama Pinel adalah melepaskan penderita gangguan jiwa
dari belengggu mereka

5. Benjamin Rush (1745 – 1813)


Bapak ilmu kedokteran jiwa, ia memperkenalkan cara pengobatan baru
di RS. Pennsylvania yang berdasarkan perlakuan secara moral (Moral
Treatment)

6. Clifford Beers (1825 – 1893)


Seorang mantan pasien gangguan jiwa , beliu menerbitkan bukunya
yang berjudul “A mind that found it self ” (Jiwa yg menemukan dirinya
sendiri), dan di sinilah awal mulainya gerakan kesehatan jiwa.

7. Emil Kraepelin (1855 – 1926)


Seorang peneliti yang sangat tekun dan berorientasi akademik, menulis
buku ilmu kedokteran jiwa pada tahun 1883. Memberikan perbedaan
Psikosa Manik-Depresif dan Dementia Precox. Bersamaan dengang
Kraepelin, kemudian muncullah beberapa pelopor psikiatri dinamik dan
psikiatri modern, seperti Sigmund Freud, Pevlau, dll.

2
B. Sejarah Usaha Keesehatan Jiwa di Indonesia

 Hasil survei tahun 2005, menyebutkan sekitar 2 – 3/1000 penduduk


Indonesia menderita gangguan jiwa berat dan terus meningkat dari tahun
ke tahun. Jika penduduk Indonesia 240 juta, maka terdapat 240.000
orang dengan gangguan jiwa berat.
 Riskesdas tahun 2017 (Depkes, 2008), menyebutkan bahwa gangguan
mental emosional seperti kecemasan dan depresi sebanyak 11.6% dari
populasi orang dewasa, sementara yang menderita gangguan jiwa berat
di Indonesia sebanyak 0,46% atau 4 – 5 per 1000 penduduk indonesia.
 Nyumirah, S (2013), menyebutkan secara global prevalensi gangguan
jiwa 13% dari keseluruhanpenyakit dan diperkirakan mencapai 25% pada
tahun 20130.

Di Indonesia sejak dahulu kala telah dikenal adanya gangguan jiwa,


misalnya :
 Dalam cerita Maha Brata dan Ramayana, terdapat Srikandi Edan
(gila), Gatutkaca Gandrung (yang jatuh cinta lalu perilakunya menjadi
kekanak-kanakan, lucu)
 Pasien gangguan jiwa diperlakukan tidak diketahui dengan jelas,
namun ada pasien yang di taruh di suatu tempat tersendiri (di rumah
, di hutan), di pasung atau dirantai bagi pasien yang berbahaya
 Praktik yang demikian tersebar di seluruh wilayah Indonesia

1. Zaman Kolonial Belanda


Sebelum ada RSJ, pasien gangguan jiwa ditampung di RSU Sipil/ Militer
di Jakarta, Semarang dan Surabaya. Yang ditampung pada umumnya
gangguan jiwa berat (Psikosa), namun tempat yg disediakan RSU tidak
cukup sehingga pada tahun 1862 Pemerintah Hindia Belanda melakukan
sensus pasien gangguan jiwa di pulau Jawa dan Madura, serta
berkeinginan membangun Rumah Sakit Jiwa (RSJ).
3
Adapun RSJ yang dibangun :
 RSJ Bogor ; dibuka pada tgl 1 Juli 1882
 RSJ Lawang ; diresmikan tgl 23 Juni 1902
 RSJ Magelang ; diresmikan tahun 1923
 RSJ Sabang ; didirikan th 1997 dan hancur saat pemboman oleh
sekutu pd perang dunia kedua
Tahun 1910 :
Telah dicoba untuk meninggalkan penjagaan yang terlalu ketat terhadap
pasie dengan memberi kepadanya kebebasan yang lebih besar.

Tahun 1930 :
Mulai dicoba terapi kerja seperti menggarap tanah, dll, namun belum
didukung oleh pengetahuan , psikologi, sosiologoi, dan ilmu pendidikan.

2. Zaman Kemerdekaan
 Tahun 1947 ; Pemerintah RI membentuk Jawatan Urusan Penyakit
Jiwa (JUPJ), namun belum bekerja dengan baik.
 Tahun 1950 Pemerintah RI menugaskan pimpinan JUPJ untuk
melaksanakan hal-hal penting bagi penyelenggaraan dan pembinaan
Kesehatan jiwa di Indonesia
 Tahun 1958 ; JUPJ diubah namanya menjadi Urusan Penyakit Jiwa
(UPJ) ; 1959 menjadi Bagian Penyakit Jiwa ; 1960 Bagian Kesehatan
jiwa dan akhirnya tahun 1966 sampai sat ini menjadi “Direktorat
Kesehatan jiwa” dengan ditetapkan UU Kesehatan jiwa Nomor 3
tahun 1966.

4
C. Sejarah Keperawatan Jiwa
1. Tokoh Utama
1) Florence Nightingale (1859)
Pendiri keperawatan modern dan penulis teks keperawatan pertama
(Notes on Nursing)
2) Harriet Baily (1920)
Menulis buku ajar keperawatan psikiatri yang pertama (Nursing in
Mental Disease)
3) Hildegarde Peplau (1952)
Menulis sebuah buku penting yg menjelaskan tentang kerangka kerja
praktik keperawatan psikiatri (interpersonal relation of nursing)

2. Evolusi Keperawatan Kesehatan Jiwa


Perawatan kesehatan jiwa diberikan di RSJ yang besar (Swasta atau
Pemerintah) yang biasanya terletak jauh dari daerah pemukiman padat.
 Lama rawat seorang pasien biasanya cukup lama dan hanya ada
sedikit mekanisme untuk perawatan lanjutan setelah keluar RS
 Pasien menjadi tergantung dan terintitusionalis sehingga mereka
bukan partisipan aktif dalam perawatan dan pengobatan kesehatan
mereka sendiri
 Anggota keluarga tidak dianggap sebagai bagian dari tim perawatan

Tahun 1960 - 1970


Pergerakan hak-hak sipil merupakan katalis untuk berfokus pada hak-hak
pasien gangguan jiwa.
 Rawat Darurat ; Pengkajian, pemberian perawatan cepat dan tepat
 Rawat Inap 24 jam ; Perawatan berbasis RS untuk stabilisasi gejala
(jangka pendek)
 Hospitalisasi Partial ; Program perawatan untuk individu yang
memerlukan perawatan harian, tetapi bukan perawatan 24 jam

5
sehingga pasien datang selama 6 – 8 jam perhari dan berpartisipasi
dalam berbagai terapi (TAK, latiham ketrampilan, dll)
 Rawat Jalan ; 1 – 2 jam perminggu
 Konsultasi dan Pendidikan

Tahun 1970 - 1980


Perawatan beralih dari Perawatan RS jangka panjang ke lama rawat yang
lebih singkat yang dilanjutkan dengan pengobatan berbasis komunitas
setelah pemulangan

Tahun 1980 - 1990


Biaya perawatan kesehatan yang tinggi dan kebutuhan pembatasan biaya
menjadi fokus nasional

Tahun 1990- sekarang


Perubahan-perubahan yang signifikan dalam perawatan kesehatan jiwa :
1) Menggabungkan struktur dan layanan baru, berupa manajemen kasus,
jalur kritis dan peta perawatan, serta perawatan komunitas berbasis
populasi.
2) Tempat Alternatif adalah memberikan pengobatan di lingkungan yang
nyaman, perawatan dan pengobtan berbasis komunitas

6
KONSEP DASAR ILMU JIWA

A. Defenisi Jiwa

Jiwa adalah bagian dari manusia yang non materi, tidak bisa dipegang tapi
dapat dilihat dari manifestasinya, seperti intelegensi, pikiran, perasaan,
kesadaran, kemauan, dan psikomotor.

Ilmu Kedokteran Jiwa (Psikiater)


Cabang ilmu kedokteran yang mempelajari segala hal yang behubungan
dengan gangguan jiwa yang mencakup pengenalan, pencegahan,
pengobtan, rehabilitasi dan peningkatan kesehatan jiwa.

Ilmu Jiwa (Psikolog)


Ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam hubungannya dengan
lingkungan, dimana dapat memahami, memprediksi, mengevaluasi
perilakunya, mengambil kebijakan tertentu guna mengatasi masalah
individu atau kelompok untuk mencapai kesejahteraan hidup dalam
masyarakat.

Pandangan Holistik
Yaitu pandangan yang menyeluruh dimana memandang manusia secara
komprehensif. Carn Horne menyatakan bila kita memandang manusia
harus secara menyeluruh baik fisik maupun psikis.
 Dahulu, mahluk hidup hanya dipandang dari badannya saja yang
berinteraksi dengan lingkungan, tetapi kini mahluk hidup harus
dipandang dari badan dan jiwa (mental).
 Manusia lebih komplit lagi, yaitu mempunyai badan, jiwa, dan
berinteraksi dengan lingkungan, serta mempunyai roh (sukma)
sebagai transidental dengan Tuhan (Allah).

7
B. Konsep dan Teori Kesehatan Jiwa
1. Teori Psikoanalisa ( Sigmund Freud)
Membagi Struktur Kepribadian Manusia menjadi 3 (tiga) bagaian, yaitu :
1) Id, yaitu aspek biologis, terbentuk sejak lahir dan mengikuti prinsip
kenikmatan
2) Ego, yaitu aspek psikologis, terbentuk sekitar usia 3 tahun, mengikuti
prinsip realitas
3) Super Ego, adalah aspek sosiologik, terbentuk pd usia sekitar 7
tahun, mengikuti prinsip Ideal (sosial)

2. Teori Topografi Jiwa ( Sigmund Freud)


1) Alam Sadar
Individu dapat mendengar, melihat dan merasakan segala sesuatu
yang ada di lingkungan sekitarnya.
2) Alam Prasadar
Menyimpan sesuatu yang didengar, dilihat, dan dirasakannya, yang
kemudian akan keluar bila diperlukan, misalnya : belajar ilmu
3) Alam Tak Sadar
 Pengalaman menyakitkan yang sesungguhnya tidak hilang tetapi
tersimpan di alam tak sadar
 Akan timbul bila ada sesuatu yang tidak menyenangkan berupa
kesalahan bicara, gerakam tubuh, dll
 Akan menjadi asosiasi bebas, analisa dan timbul berupa mimpi

3. Teori Psikobiologi (Adolf Meyer)


Merupakan studi ilmiah tentang hubungan antara struktur dan fungsi
otak, proses biokimia dan hormonal, genetika, pengalaman, lingkungan
dan perilaku manusia. Terkenal dengan Psikobiologik, tapi yang dikelola
hanya pada alam sadar atau prasadar.

8
Contoh :
Seorang ibu dengan interaksi keluarganya (suami/anak) baik, tapi
sering merasa takut bila tetangganya bertengkar. Setelah dianalisa
ternyata ibu tersebut mengalami trauma dimasa kecilnya, dimana ia
pernah melihat bapaknya membanting alat-alat rumah tangga jika
bertengkar dengan ibunya

Neuroanatomi dan Perilaku


1) Serebelum
a. Lobus Frontalis
Bertanggung jawab atas proses pikir yang lebih tinggi,
penalaran abstrak, pengambilan keputusan, bicara dan
gerakan otot volunter
Jika disfungsi, maka cara berpikir tidak logis (psikotik), perilaku
tidak terkendali dan bicara membingungkan
b. Lobus Parietalis
Bertanggung jawab atas fungsi sensorik dan informasi posisi
tubuh
Disfungsi, maka gangguan citra tubuh, kemampuan perawatan
diri menurun
c. Lobus Oxipital
Bertanggung jawab fungsi visual
Disfungsi, maka akan terjadi ilusi visual dan halusinasi
d. Lobus Temporalis
Bertanggung jawab atas penilaian, memori, penciuman,
interpretasi sensori dan pemahaman bunyi
Disfungsi, timbul perilaku kekerasan (PK), Halusinasi
penglihatan dan pendengaran, serta abnormalitas bahasa.

9
2) Diensefalon
a. Talamus
Menerima dan memancarkan informasi sensorik serta berperan
dalam memori dan pengaturan mood
b. Hipotalamus
 Pusat kontrol viseral utama terhadap tubuh dan sangat penting
bagi Homeostasis
 Mengatur saraf otonom, suhu tubuh, asupan makanan,
keseimbangan air, irama dan dorongan biologik, serta
haluaran hormonal dari kelenjar hipofise anterior
c. Sistem Limbik
Mengatur respons-respons emosional

Neurotransmiter
1) Serotonin
Terlibat dalam gangguan depresi dan ansietas, mungkin juga
gangguan makanan. Banyak obat anti depresan meningkatkan kadar
serotonin pada sinaps
2) Dopamin
Terlibat dalam gangguan Skizophrenia, Obat anti psikotik
menghalangi Dopamin pada reseptornya
3) Asetilkolin
Mengendalikan otot-otot, memori dan koordinasi

4. Teori Behaviorisme (Pevlau)


Seorang ahli Faal yang selalu mengamati anjing bila setiap makan keluar air
liurnya. Kemudian Pavlou berpikir dan selidiki dengan memakai garputala,
saat garputala dibunyikan makanan diberikan, kemudian garputala tetap
dibunyikan tetapi tidak ada makanan, ternyata air liur tetap keluar. Maka
kesimpulannya, keluarnya air liur itu bukan karena makanan tapi
rangsangan yang diberikan, sehingga dikenal dengan “Teori Conditioning”

10
5. Teori Interpersonal (Sulivan )
1) Kepribadian terbentuk melalui interaksi dengan orang terdekat
Ada 3 komponen dengan istilah Sistem Diri :
a. Saya baik
Berkembang sebagai respons terhadap perilaku menerima
persetujuan orang tua / orang lain yang dekat dengannya
b. Saya Buruk
Berkembang sebagai respons terhadap perilaku menerima
ketidaksetujuan orang tua / orang lain yang dekat dengannya, dan
menyebabkan ansietas
c. Bukan Saya
Berkembang sebagai respons terhadap perilaku membangkitkan
kecemasan yang ekstrem dari orang tua atau orang lain yang dekat
dengannya,sehingga perilaku ini tidak diakui sebagai bagian dari
dirinya
2) Ansietas merupakan fenomena interpersonal yang terjadi ketika
seseorang mengalami konflik
3) Kebutuhan dasar individu yang mencakup kepuasan ( kebutuhan
Biologis) dan rasa aman (kebutuhan emosional dan sosial)

11
KONSEP GANGGUAN KESEHATAN JIWA

Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun
sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial
dan ekonomis (UU Kesehatan No. 36 Thn 2009 Psl 1:1)

Kesehatan Jiwa adalah kondisi dimana seorang individu dapat berkembang


secara fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut
menyadari kemampuan sendiri, dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja
secara produktif, dan mampu memberikan kontribusi untuk komunitasnya
(UU Kesehatan Jiwa No. 18 Thn 2014 Psl 1:1).

Kriteria Jiwa Sehat (WHO)


1. Menyesuaikan diri secara konstruktif pada kenyataan (walaupun buruk)
2. Memperoleh kepuasan dari usahanya
3. Lebih puas memberi dari pada menerima
4. Bebas (relatif) dari ketegangan / kecemasan
5. Berhubungan dengan orang lain secara memuaskan, tolong menolong
6. Kekecewaan dipakai sebagai pengalaman di kemudian hari
7. Rasa permusuhan diarahkan pada penyesuaian yang konstruktif / kreatif
8. Daya kasih sayang besar

Penyebab Umum Gangguan Jiwa


Manusia dipandang secara Holistik, yaitu badan, jiwa, dan sosial. Penyesuaian
somato-psiko-sosial dipengaruhi oleh faktor-2 dari ketiga unsur tersebut yang
terus menerus saling mempengaruhi.
1. Faktor Somatik (Somatogenik)
• Neroanatomi, Nerofisiologi, Nerokimia
• Tingkat kematangan dan perkembangan organik
• Faktor pre dan peri-natal

12
2. Faktor Psikologik ( Psikogenik )
• Interaksi ibu – anak yang normal akan timbul rasa percaya dan aman.
Jika abnormal maka dapat menimbulkan perasaan Tidk percaya dan
kebimbangan
• Peranan Ayah
• Persaingan antar saudara kandung
• Intelegensi
• Hubungan dalam keluarga, pekerjaan, permainan dan masyarakat
• Kehilangan yang mengakibatkan kecemasan, depresi, rasa malu, atau
rasa bersalaha
• Konsep diri, meliputi identitas diri, lawan peran yang tidak menentu
• Keterampilan, bakat, dan Kreatifitas
• Pola adaptasi dan pembelaan sebagai reaksi terhadap bahaya
• Tingkat perkembangan emosi

3. Faktor Sosial – Budaya (Sosiogenik)


• Kestabilan keluarga
• Pola mengasuh anak
• Tingkat ekonomi
• Perumahan, yakni perkotaan lawan pedesaan
• Kelompok minoritas, misalnya pendidikan dan kesejahteraan yang tidak
memadai
• Pengaruh sosial dan keagamaan, serta nilai-nilai

Perkembangan Badaniah Yang Salah


1. Faktor Keturunan
Penelitian saudara kembar dan saudara kandung yang salah satunya
menderita Skizofrenia (Coleman, J.C, 1970)

13
Hubungan dengan Persentase
Pasien Skizofrenia menderita Skizofrenia

Kembar Monozigit (satu telur) 86.2 %


Kembar heterozigot (dua telur) 14.5 %
Saudara kandung 14.2 %
Saudara tiri 7.1 %
Masyarakat umum 0.85 %

2. Faktor Konstitusi
Umumnya menunjukkan pada keadaan biologik seluruhnya, termasuk baik
yang diturunkan maupun yang didapat, seperti perkawinan, jenis kelamin,
dan temperamen.

3. Faktor genitalia
Cacat yang dialami sejak lahir dapat mempengaruhi perkembangan jiwa
anak, terlebih berat seperti retardasi mental berat
Tergantung bagaimana individu menilai dan menyesuaikan diri terhadap
keadaan hidupnya yang cacat
Orang tua dapat mempersukar penyesuaian ini dengan perlindungan
yang berlebihan, penolakan atau tuntutan diluar kemampuan anak

Perkembangan psikologis yang salah


1. Deprivasi Dini
Deprivasi (kehilangan) biologik / psikologik pada waktu lahir dapat
mengakibatkan kerusakan yang tidak dapat diperbaiki lagi
Deprivasi Maternal yaitu kehilangan asuhan ibu sendiri di rumah,
terpisah dengan ibu (diasramakan), dapat menimbulkan perkembangan
yang abnormal
Deprivasi dini dapat mengakibatkan perkembangan yang salah ataupun
perkembangan yang terhenti.

14
2. Pola keluarga yang Patogenik
Coleman, C.J. (1976) menguraikan beberapa sikap orang tua yang kurang
bijaksana dan pengaruhnya terhadap anak.
1) Melindungi anak secara berlebihan karena memanjakannya
Pengaruhnya: Anak egois, hanya tau menuntut saja, mudah kecewa,
kurang rasa tanggung jawab, cenderung menolak aturan.

2) Melindungi anak secara berlebihan karena sikap berkuasa


Pengaruhnya : Anak tidak berani, mudah menyerah, pasif, ingin menjadi
“anak emas”, menerima saja segala perintah

3) Penolakan (anak tidak disukai)


Pengaruhnya : Merasa diasingkan, bersikap melawan orang tua, mencari
bantuan orang lain, tidak mampu menerima kasih
sayang.

4) Norma Etika dan Moral yang terlalu tinggi


Pengaruhnya : Mudah merasa bersalah, berdosa dan tidak berarti

5) Disiplin yang terlalu keras


Pengaruhnya : ingin dihargai lebih tinggi dari orang lain

6) Disiplin yang tak teratur atau bertentangan


Pengaruhnya : Tidak ada pendirian, mudah dipengaruhi

7) Perselisihan antara ayah dan ibu (Pernikahan yang cidera)


Pengaruhnya : cenderung menafsirkan orang lain sebagai berbahaya,
sehingga bersikap bermusuhan / agresif
8) Perceraian
Pengaruhnya : Perasaan terasing, gelisah, cemas, rasa setia
berlawanan, berpindah-pindah dari ibu ke ayah
dan sebaliknya.

15
9) Persaingan yang kurang sehat di antara saudara kandung
Pengaruhnya : Sifat bermusuhan, merasa terancam terus-menerus,
kurang percaya diri, perilakunya seperti anak
dibawah umur
10) Nilai-nilai yang buruk (tidak abnormal)
Pengaruhnya : anak meniru dan cenderung melanggar hukum
11) Perfeksionisme dan ambisi (harapan yang terlalu tinggi bagi anak)
Pengaruhnya: Bila gagal, anak menjadi kecewa yang berlebihan, merasa
bersalah,berdosa dan tidak berarti, serta mudah depresi
12) Ayah dan atau ibu Nerotik (menderita gangguan jiwa)
Pengaruhnya : Anak cenderung mewarisi gejala gangguan jiwa

3. Masa Remaja
 Dikenal sebagai masa gawat atau masa badai dan stress
 Perubahan badania dan kematangan sexual
 Perubahan status sosial, belajar mandiri dan bertanggung jawab
 Sering terjadi krisis identitas

Perkembangan Sosiologik Yang Salah


Alfin Tofler mengatakan bahwa yang paling berbahaya di zaman modern
dengan superindustrilisasi adalah kecepatan perubahan dan pergantian yg
makin cepat dalam hal “Ke-sementara-an (transience), Ke-baru-an (Novelty),
Ke-aneka ragaman (diversity)”. Dengan demikian individu yang menerima
rangsangan berlebihan, kemungkinan terjadi kekacauan mental lebih besar,
yaitu :
☺ Future shock (shock masa depan), yaitu kemungkinan terjadi masalah
masa depan
☺ Culture shock (shock kebudayaan), dimana seseorang mengalami
gangguan jiwa karena pengaruh kebudayaan yang serba baru dan asing
baginya

16
Kriteria Gangguan Jiwa
A. Kesadaran
Kemampuan individu mengadakan relasi dengan lingkungan serta diri
sendiri melalui panca inderanya dan limitasi (pembatas) terhadap
lingklungan dan diri sendiri melalui perhatian
1. Tingkat Kesadaran
1) Kesadaran Meninggi
Keadaan dengan respons yang meninggi terhadap rangsangan, mis :
suara-suara terdengar lebih keras, warna warni kelihatan lebih
terang. Hal ini oleh berbagai zat yangg merangsang otak
(Psikostimulant), seperti amfetamin, caffein.
2) Kesadaran Menururn
Suatu keadaan dengan kemampuan persepsi, perhatian dan
pemikiran yang berkurang secara keseluruhan (kuantitatif),
kemuadian muncullah amnesia sebagian atau total
2. Tingkat Penurunan Kesadaran
1) Apatis, yaitu individu mulai mengantuk dan acuh tak acuh
2) Somnolensi, yaitu jelas sudah mengantuk dan rangsangan lebih
keras untuk menarik perhatian
3) Sopor, yakni ingatan, orientasi dan pertimbangan sudah hilang, dan
hanya berespons dengan rangsangan yang keras
4) Sub koma, tidak ada lagi respons terhadap rangsangan yang keras
5) Koma, yaitu bila sudah dalam sekali, reflex pupil melebar dan reflex
muntah hilang, lalu timbul reflex patologi
B. Orientasi
 Kemampuan individu mengenal lingkungan serta hubungan dalam waktu
dan ruang terhadap diri sendiri serta hubungan diri sendiri dengan orang
lain
 Jika individu mengalmi gangguan disebut disorientasi , meliputi orang,
tempat dan waktu

17
C. Daya Ingat
Adapun daya ingat itu berdasarkan 3 proses Utama :
 Registrasi : Mencatat sesuatu pengalaman di dalam SSP
 Retensi : Menyimpan / menahan registrasi
 Recall : Pemanggilan kembali, mengingat / mengeluarkan
kembali catatan itu bila diperlukan.
Gangguan Ingatan
1) Amnesia
Ketidakmampuan mengingat kembali pengalaman, baik yang bersifat
sebagaian, total, maupun retrograd (pengalaman sebelum gangguan)
dan anretrograd (pengalaman sesudah gangguan)
2) Paramnesia
 déjà vu, yaitu pasien seperti sudah pernah melihat sesuatu, tetapi
sebenarnya belum pernah
 Jamais vu adalah pasien seperti belum pernah melihat sesuatu,
tetapi sebenarnya sudah pernah
 Fausse Reconnaissance, yaitu pengenalan kembali sesuatu yang
keliru, misalnya pasien merasa pasti bahwa pengenalannya itu benar,
tapi sesungguhnya tidak benar sama sekali.
 Konfabulasi yaitu secara tidak sadar mengisi lubang-lubang
ingatannya dengan cerita yang tidak sesuai kenyataan, tetap pasien
percaya akan kebenarannya

D. Afek dan Emosi


Afek adalah nada perasaan, baik yang menyenangkan maupun yang tidak
menyenangkan, seperti kebanggaan, kekecewaan, kasih sayang yang
menyertai suatu pikiran dan biasanya berlangsung lama serta kurang
disertai komponen fisiologik.
Emosi adalah manifestasi dari afek keluar dan disertai banyak komponen
fisiologik. Biasanya berlangsung relatif lama, seperti ketakutan, kecemasan,
depresi dan kegembiraan.
18
Afek datar / tumpul
Sedikit merasa / kelihatan gembira atau sedih terhadap sesuatu hal yang
benar-benar menyenangkan atau menyedihkan

Afek dan emosi tak wajar


Tertawa terkikih-kikih pada saat diwawancarai

Afek dan emosi labil


Berubah-ubah secara cepat tanpa pengawasan yang baik, seperti tiba-tiba
marah atau menangis

Depresi
 Komponen Psikologik : Rasa sedih, susah, tak berguna, gagal,
kehilangan, putus asa, penyesalan yang patologis
 Komponen Somatik : Anorexia, konstipasi, rasa dingin, TD dan nadi
menurun

Kecemasan
 Komponen Psikologik : khawatir, gugup, tegang, gelisah, rasa tak aman,
takut, dan mudah terkejut.
 Komponen Somatik : palpitasi, keringat dingin pada telapak tangan, TD
meningkat
Eforia
Rasa riang, gembira, senang, bahagia yang berlebihan, tidak sesuai
dengan kenyataan
 Elasi, yaitu eforia yang lebih keras
 Exaltasi, ialah eforia yang sangat keras

Anhedonia
Ketidakmampuan merasakan kesenangan, yaitu tidak timbul perasaan
senang dengan aktivitas yang biasanya menyenangkan

19
E. Gangguan Psikomotor
Kelambatan
♦ Hipokinesa, Hipoaktivitas, yakni pergerakan / aktivitas berkurang
♦ Sub-stupor katatonik, yaitu reaksi terhadap lingkungan sangat berkurang
♦ Katalepsi, yaitu mempertahankan secara kaku posisi tubuh tertentu
♦ Flexibilitas serea, ialah mempertahankan posisi tubuh yang dibuat
padanya oleh orang lain

Peningkatan
♦ Hiperkinesa, Hiperaktivitas
♦ Gaduh gelisah katatonik, dimana aktivitas motorik yang tidak bertujuan,
berkali-kali dilakukan dan tidak dipengaruhi oleh rangsangan dari luar

Istilah-istilah yang menggambarkan gangguan psikomotor :


o Tic : gerakan involunter, sekejap dan berkali-kali mengenai
sekelompok otot atau bagian badan yang relatif kecil
o Grimas : mimik yang aneh dan berulang-ulang
o Ekoproxia : Meniru pergerakan org lain pada saat melihatnya
o Ekolalia : Langsung meniru apa yg dikatakan orang lain
o Negativisme : Menentang nasehat / permintaan orang lain
o Kataplexia : Hilang tonus otot secara mendadak, kelemahan umum
tanpa penurunan kesadaran oleh keadaan emosi
o Verbigerasi : berulang-ulang mengucapkan sebuah kata yang sama,
seperti “saya mau makan,makan, makan, makan, …dst”
o Regiditas : berjalan tidak tegap, kaku

F. Proses Pikir
Gangguan Bentuk Pikir
1. Dereisme / pikran dereisme
Proses mental tidak sesuai/tidak mengikuti kenyataan, logika atau
pengalaman

20
2. Pikiran otistik
Hidup dalam alam pikirannya sendiri, cara berpikir hanya untuk
memuaskan keinginannya yang tidak terpenuhi
3. Pikiran Non Realistik
Bentuk pikiran yang sama sekali tidak berdasarkan kenyataan, mis ;
mengambil kesimpulan yang aneh dan tidak masuk akal ( gejala yang
paling menonjol pada Skizofrenia)

Gangguan Arus Pikir


1. Perseverasi
Berulang-ulang menceritrakan suatu ide, pikiran, atau tema secara
berlebihan
2. Asosiasi Longgar
Mengatakan hal-hal yang tidak ada hubungannya satu sama lain,
misalnya “saya mau makan, semua orang bisa berjalan”
3. Inkoherensia
Gangguan bentuk bicara, sehingga satu kalimat pun sudah sukar
ditangkap atau diikuti maksudnya.
Misalnya “saya minta dijanji, tidur, lahir, dengan pakain lengkap untuk
anak saya satu atau lebih menurut pengadilan Allah dengan
suami jodohnya yang menyinggung segala percobaan ……”
4. Kecepatan bicara
Untuk mengutarakan pikiran, sangat lambat atau sangat cepat
5. Blocking
Jalan pikiran tiba-tiba berhenti / berhenti ditengah sebuah kalimat, dan
pasien tidak dapat menjelaskan mengapa ia berhenti
6. Logorea
Banyak bicara, kata-kata dikeluarkan bertubi-tubi tanpa kontrol,
mungkin koherent ataupun inkoherent
7. Flight Of Ideas (Pikiran melayang)
Pembicaraan melompat-lompat dari satu topik ke topik yang lain
21
8. Asosiasi bunyi
Mengucapkan kata yang mempunyai persamaan bunyi, misalnya “saya
mau makan di tarakan, seakan-akan berantakan”
9. Neologisme
Membentuk kata-kata baru yang tidak difahami oleh umum
Misalnya “saya radiltu, semua partimun”

Gangguan Isi Pikir


1. Extasy : kegembiraan yang luar biasa
2. Fantasi : isi pikiran tentang suatu keadaan / kejadian yang
diinginkan, tetapi tidak nyata
3. Fobi : rasa takut yang irasional terhadap sesuatu benda atau
keadaan yang tidak tepat (Maramis, Hal. 116)
4. Obsesi : isi pikiran yang kokoh timbul, biarpun tidak
dikehendakinya dan diketahui hal itu tidak mungkin
5. Preokupasi : Pikiran terpaku hanya pada sebuah ide saja
6. Pikiran Tak Memadai (PTM) : Tidak cocok dengan banyak hal
7. Rasa salah : Sering merasa bersalah, tapi bukan waham dosa
8. Sering curiga : Tidak percaya pada orang lain, tapi bukan waham curiga
9. Waham : Keyakinan yang tidak sesuai dengan kenyataan
☺ Waham Kejaran : keyakinan ada orang mengganggunya
☺ Waham Somatik : Keyakinan sebagian tubuhnya tidak benar,
misalnya ususnya busuk, dll
☺ Waham Kebesaran : Keyakinan memiliki kekuatan
☺ Waham Keagamaan : Keyakinan sebagai nabi, presiden, dll
☺ Waham DOSA : yakin bahwa dia telah berbuat dosa
☺ Waham nihilistik : yakin dia sudah mati, dunia sudah hancur

22
G. Persepsi
Adalah daya mengenal barang, kualitas atau hubungan serta perbedaan
melalui proses mengamati, mengetahui dan mengartikan setelah panca
inderanya menerima rangsangan.
☺ Halusinasi : Pencerapan tanpa adanya rangsangan apapun pada panca
indera (tidak ada objeknya)
☺I l u s I : Interpretasi / penilaian yang salah tentang pencerapan yang
sungguh terjadi karena rangsangan pada panca indera
☺ Depersonalisasi : Perasaan aneh tentang dirinya, bahwa pribadinya tidak
lagi seperti biasanya
☺ Derealisasi : Perasaan aneh tentang lingkungannya dan tidak sesuai
kenyataan
H. Intelegensi
Kemampuan untuk menyelesaiakan masalah yang baru, melalui pemikiran
dan pertimbangan.
Tingkat Intelegensi :
♣ Sangat Superior : IQ > 130
♣ Superior : IQ 110 – 130
♣ Normal : IQ 86 – 109
♣ Bodoh, bebal : IQ 68 – 85
♣ Debilitas (tolol) : IQ 52 – 67
♣ Imbisilitas (dungu) : IQ 36 -51 (RM sedang)
IQ 20 – 35 (RM berat)
♣ Idiot : IQ < 20

23
PENGGOLONGAN GANGGUAN JIWA

Psikosa
 Psikosa adalahsuatu gangguan jiwa dengan sense of reality (kehilangan
rasa kenyataan), pasien tidak memahami penyakitnya atau tidak merasa
bahwa ia sakit.
 Merupakan gangguan jiwa yang serius , yang timbul karena penyebab
organik (otak) atau fungsional (emosional) dengan menunjukkan
gangguan kemampuan berpikir, bereaksi secara emosional, mengingat,
berkomunikasi, menafsirkan kenyataan serta bertindak tidak sesuai
kenyataan.

Psikosa ditandai dengan :


 Perilaku yang regresif
 Perasaan yang tidak sesuai
 Berkurangnya pengawasan terhadap rangsangan
 Waham dan Halusinasi

Psikosa dapat dibedakan menjadi 2 (dua) kelompok besar, yaitu :


1. Psikosa yang berhubungan dengan sindroma otak organik , meliputi
Delirium dan Dimensia.
2. Psikosa fungsional, yaitu : Skizofrenia, Psikosa Afektif, Psikosa
Paranoid, dan Psikosa reaktif

Skizofrenia
Adalah merupakan suatu bentuk psikosa yang sering dijumpai dimana-mana.
WHO (2010), menyebutkan 7/1000 penduduk dewasa menderita Akizofrenia
dan terbanyak pada usia 15 – 35 tahun. Sebanyak 50% kasus skizofrenia
tidak mendapatkan perawatan yang baik, dan di negara berkembang terdapat
> 90% tidak diobatai.

24
Kraepelin, mengumpulkan gejala-gejala dan sindroma itu serta
menggolongkannya ke dalam satu keastuan yang dikenal “Dimensia Precox”.
Dimensia artinya kemunduran intelegensi, sedangkan precox artinya muda
atau sebelum waktunya.

Eugan Bleuler (1911)


Menganjurkan supaya lebih baik dipakai istilah “Skizofrenia” karena nama ini
tepat sekali menonjolkan gejala utama penyakit tersebut, yaitu jiwa yang
terpecah belah, adanya keretakan , disharmoni antara proses pikir, perasaan
dan perbuatan. Schizos artinya pecah belah / bercabang, Phren artinya jiwa.

Etiologi Skizofrenia
1. Keturunan
Dapat dipastikan ada faktor keturunan menentukan timbulnya Skizofrenia,
dengan hasil penelitian tentang keluarga penderita Skizofrenia :
♣ Saudara tiri, 0.9 – 1.8 %
♣ Saudara kandung, 7 – 15 %
♣ Anak dari salah satu orang tuanya Skizofrenia, 7 – 16 %
♣ Anak dari kedua orang tuanya Skizofrenia, 40 – 68 %
♣ Anak kembar heterozigot, 2 – 15 %
♣ Anak kembal monozigot, 61 – 86 %

2. Endokrin
Diduga karena sering timbulnya skizofrenia pada waktu pubertas,
kehamilan, dan puerpureum, tetapi hal ini tidak dibuktikan
3. Metabolisme
Hipotesa : pasien skizofrenia tampak pucat, agak sianosis pada ujung
extremitas, nafsu makan kurang, BB menurun, tapi tidak dibuktikan
4. Susunan Saraf Pusat (SSP)
Teori somatogenik mencari penyebab skizofrenia pada kelainan badaniah

25
5. Teori Adolf Meyer ( 1906 )
 Tidak disebabkan oleh suatu penyakit badaniah
 Merupakan suatu reaksi yang salah, suatu maladaptif, sehingga lama
kelamaan timbul autisme (menjauhi kenyataan)
6. Teori Sigmund Freud
Termasuk teori Psikogenik, dimana pada skizofrenia terdapat :
 Kelemahan ego, baik psikogenik ataupun somatogenik
 Super ego dikesampingkan dan Id berkuasa
 Transference, yaitu kehilangan kepastian untuk memindahkan,
sehingga terapi psikoanalitik tidak mungkin dilakukan

Gejala-Gejala
Bleuler membagi gejala skizofrenia menjadi 2 (dua) kelompok :
1. Gejala Primer :
 Gangguan proses pikir (bentuk, arus, dan isi)
 Gangguan afek dan emosi
 Parathimi : merasa sedih dan marah pada keadaan yang
seharusnya senang dan gembira
 Paramimi : merasa senang dan gembira, tetapi pasien menangis
 Gangguan / kelemahan kemauan, autisme dan gejala psikomotor

2. Gejala Sekunder :
 Waham
 Halusinasi

Jenis-jenis Skizofrenia
1. Skizofrenia Simplex
 Timbul pertama kali pada masa pubertas dan perlahan-lahan
 Gejala utama adalah emosi dangkal dan kemunduran kemauan
 Gangguan proses pikir sukar ditemukan
 Waham dan Halusinasi jarang

26
 Awalnya mulai kurang memperhatikan keluarga atau menarik diri dari
pergaulan
 Jika tidak ditolong, pasien mengalami kemunduran pekerjaan sehingga
terjadi pengangguran, pengemis, pelacur dan penjahat.
2. Skizofrenia Hebefrenik
 Sering timbul pada masa remaja, awalnya perlahan-lahan (sub akut)
 Gejala menyolok adalah gangguan proses pikir, gangguan kemauan,
dan ada depersonalisasi
 Gangguan psikomotor, yaitu mennerism, neologisme, dan kekanak-
kanakan
 Waham dan Halusinasi banyak sekali dijumpai
3. Skizofrenia Katatonik
Timbul pertma kali pada usia 15 – 30 tahun, yang diawali dengan stress
psikologis.
1) Katatonik Stupor
Tidak ada perhatian sama sekali terhadap lingkungan, dan emosinya
sangat dangkal.
Gejala penting adalah gangguan psikomotor berupa :
 Mutisme : Kadang-kadang mata tertutup, muka topeng, tanpa
mimik
 Stupor : Tidak bergerak sama sekali dalam waktu lama,
beberapa hari, bahkan beberapa bulan
 Negativisme : Bila ganti posisinya ia menentang
 Makanan ditolak, air liur ditahan, air seni dan feses ditahan
2) Gaduh Gelisah Katatonik
 Hiperaktivitas motorik, tapi tidak disertai dengan emosi yang
semstinya dan tidak dipengaruhi oleh rangsangan dari luar
 Penderita terus berbicara dan bergerak saja (sterotypi, neologisme)
 Tidak dapat tidur, tidak makan dan minum sehingga dihidrasi

27
 Pasien sering minta dipulangkan dari rumah sakit pada kondisi
mulai membaik dengan perseverasi seperti menuliskan sebuah
surat dibawah ini :
Do’a !!
Oh ! Tuhan, bolehkan kami pulang, atau pulang pagi, siang lalu
kembali lagi, atas kekuasaan Tuhan di bumi ini kami mohon
dilaksanakan oleh dokter kami, terima kasih.
4. Skizofrenia paranoid
 Sering mulai diatas usia 30 tahun, permulaanya sub-akut / akut
 Gejala menyolok berupa waham primer disertai waham sekunder dan
halusinasi
 Kepribadian sebelum sakit adalah mudah tersinggung, suka
menyendiri, agak congkak, dan kurang percaya pada orang lain.
5. Skizofrenia Episode Akut
 Gejalanya timbul sangat mendadak dan pasien seperti dalam mimpi
 Kesadaran relatif berkabut
 Timbul perasaan seakan-akan terjadi perubahan dunia luar dan diri
sendiri
 Prognosa baik, dalam beberapa minggu atau biasanya < 6 bulan
pasien sudah membaik
6. Skizofrenia residual
 Gejala primernya (Bleuler), tapi tidak jelas adanya gejala sekunder
 Timbul setelah beberapa kali serangan skizofrenia
 Pasien sering bersajak
7. Skizo - Afektif
 Disamping gejal-gejala skizofrenia, menonjol secara bersamaan gejala
depresi atau gejala mania.
 Cenderung sembuh tanpa defek, mungkin juga timbul serangan ulang

28
Pengobatan
1. Farmakoterapi
 Trifluoperazin untuk pasien dengan paranoid
 Fenotiazin (waham dan halusinasi), biasanya waham dan halusinasi
hilang dlam waktu 2 – 3 minggu.
2. ECT (elektro Convulsi terapie / terapi kejang listrik)
3. Psikoterapi dan Rehabilitasi

Psikosa Afektif
Berbeda dengan skizofrenia, yaitu :
☺ Pokok gangguannya terdapat pada afek dan emosi
☺ Kesembuhan penuh sesudah serangan, terutama psikosa manik-depresi
☺ Tidak terdapat disharmonis pada jiwa, baik menurun (depresi), maupun
meningkat (mania)

1. Melankolia Involusi
Timbul pada wanita usia diatas 45 tahun dan pria diatas 55 tahun,
hubungannya dengan penurunan fungsi endokrin dan reproduksi.
Gejala
Beberapa minggu / beberapa bulan permulaan pasien cenderung :
 Mudah marah, pesimis, insomnia
 Mulai tidak suka bekerja, serta sering menangis
 Ragu-ragu dan tidak dapat mengambil keputusan
 Lapang minat menyempit dan menarik diri dari kehidupan sosial

2. Psikosa Manik-Depresi
Lebih sering dijumpai pada kaum wanita dengan perbandingan 2 : 1,
sosial ekonomi yang tinggi. Faktor keturunan 30 %, bangsa Eropa lebih
banyak dari Indonesia.

Gejala mania :
29
 Gangguan emosi berupa eforia yang tidak sesuai kenyataan, kadang
diserta waham dan halusinasi
 Hiperaktivitas, seperti gelisah, tidak diam di tempat, sobek-sobek
bajunya, dll
 Gangguan proses piker, yaitu arus pikir cepat, asosiasi bunyi, sering
timbul ilusi, dan sering waham kebesaran

Gejala Depresi :
 Gangguan emosi berupa pesimistik, rasa sedih yang hebat, putus
asa dan timbul bahaya bunuh diri, atau membunuh keluarganya
 Aktivitas lemah, stupor, menghindari teman-teman
 Gangguan proses pikir dapat berupa penurunan kemampuan
mengutarakan isi hati
 Keluhan badaniah, yaitu perasaan tertekan pada kepala dan dada,
kedua tungkai terasa berat, sukar tidur, nafsu makan kurang, dan
obstipasi
 Gangguan menstruasi dan impotensi pada pria

Psikosa Paranoid
Khalbaum (1863) adalah orang yang pertama kali menggunakan istilah
paranoid untuk menunjukkan suatu kecurigaan dan kebesaran yang berlebihan.
1. Paranoia
 Biasanya dijumpai pada usia diatas 30 tahun, pria lebih banyak
 Gejala utama adalah waham yang kaku, kokoh dan sistematis
 Waham biasanya bersumber dari suatu kejadian yang nyata, sering
waham kejaran dan kebesaran mengusaianya
 Menyusun cerita yang awalnya dipercaya oleh teman-teman
 Intelegensinya tidak terganggu

2. Parafrenia Involusi
30
 Waham kebesaran yang terorganisir baik.
 Banyak pasien memperlihatkan rasa kekecewaan dan bermusuhan

Psikosa Reaktif
Adalah psikosa fungsional yang timbul karena suatu stress psikologis yang
biasanya datang secara tiba-tiba dan dirasakan besar oleh pasien.
Ada 4 jenis Psikosa reaktif, yaitu : Psikosa depresi reaktif, gaduh gelisah reaktif,
kebingungan reaktif, dan Reaksi paranoid akut.

Nerosa
Adalah suatu kesalahan adaptasi secara emosional karena tidak dapat
diselesaikannya suatu konflik tak sadar, yang dikenal sebagai Psikonerosa.

Klasifikasi Nerosa
1. Nerosa cemas
Bila kecemasan hebat sekali, akan terjadi panik sehingga individu
memperlihatkan sikap agresif dan mengancam.
 Gejala somatik dapat berupa sesak napas, dada tertekan, palpitasi, linu-
linu, nyeri epigastrium, lekas lelah, dan keringat dingin
 Gejala psikologik adalah perasaan was-was, khawatir, tegang terus
menerus, bicara cepat tapi putus-putus

2. Nerosa Histerik
Fungsi badaniah atau mental hilang tanpa dikendalikan pasien.

3. Nerosa Fobik
Biasanya ditandai dengan rasa takut yang sangat hebat terhadap suatu
benda atau keadaan yang oleh individu sebenarnya disadarai sebagai
bukan ancaman. Rasa takut ini mengakibatkan perasaan seperti akan
pingsan, rasa lelah, palpitasi, mual, tremor, dan panik.
4. Nerosa Obsesif-Kompulsif

31
Pada keadaan ini individu menghilangkan kecemasan dengan perbuatan /
buah pikiran yang berulang-ulang.
 Obsesif adalah merupakan kesangsian terhadap apa yang telah
dikerjakan. Misalnya “waktu mau tidur, berulang-ulang melihat apakah
pintu dan jendela sudah dikunci dengan baik”.
 Kompulsif, yaitu Suatu tindakan dilakukan berkali-kali seperti “sering
mencuci tangan (bacterifobia), mengatur barang-barang tertentu pada
posisi tertentu”

5. Nerosa Depresi
Suatu gangguan perasaan dengan ciri-ciri semangat berkurang, rasa harga
diri rendah (HDR), menyalahkan diri sendir, gangguan tidur dan makan

6. Nerosa Depersonalisasi
Suatu keadaan yang didominasi oleh rasa ketidakwajaran dan keasingan
terhadap dirinya sendiri atau lingkungannya.

7. Nerosa Hipokondrik
Pikiran terpaku pada kesehatan fisik dan mentalnya, pasien takut akan
adanya penyakit pada berbagai bagian tubuhnya.

32
KONSEP DASAR KEPERAWATAN JIWA

Pengertian
Perawatan Kesehatan Jiwa adalah suatu bidang spesialistik praktik
keperawatan untuk menerapkan teori perilaku manusia sebagai ilmunya dan
penggunaan diri secara terapeutik sebagai kiatnya (ANA)

Kriteria Sehat Jiwa


Individu yang “Sehat Jiwa” menurut Maria Jahoda ditandai :
1. Berpikir positif pada diri sendiri, percaya dan menerima diri
2. Tumbuh, berkembang dan beraktualisasi
3. Memiliki integritas, mampu bertahan terhadap stress dan mengatasi
kecemasan
4. Memiliki otonomi, dapat menentukan diri sendiri, seimbang antara mandiri
dan tergantung, dapat mengambil keputusan secara mandiri
5. Persepsi realistis, mau berubah, menerima dan mengakui informasi baru,
empati, dan respek terhadap perasaan dan sikap orang lain
6. Menguasai lingkungan ; dapat beradaptasi sesuai peran di masyarakat,
mampu memecahkan masalah dan memperoleh kepuasan dalam hidup,
mampu mengatasi kesendirian, agresi dan frustrasi, mampu membina
hubungan baru yang memuaskan

Peran dan Fungsi Perawat Jiwa


Dalam penerapan askep jiwa, perawat jiwa melakukan aktivitas mencakup 3
area utama (Stuart dan Sundeen, 1995) :
1. Memberikan askep langsung pada pasien
2. Komunikasi
3. Pengelolaan (manajemen) keperawatan

33
Peran Keperawatan Jiwa

1. Peran Prevensi Primer


1) Penyuluhan tentang prinsip-prinsip sehat jiwa
2) Mengefektifkan perubahan, meliputi kondisi kehidupan, kemiskinan dan
pendidikan
3) Memberikan pendidikan tentang kondisi normal, pertumbuhan dan
perkembangan, serta sex educatioan
4) Melakukan rujukan yang sesuai sebelum gangguan jiwa terjadi
5) Membantu pasien di rumah sakit untuk menghindari masalah psikiatri
masa mendatang
6) Memberi dukungan pada anggota keluarga dan meningkatkan fungsi
kelompok
7) Aktif dalam kegiatan masyarakat dan politik akan berdampak pada
kesehatan jiwa

2. Peran Prevensi Sekunder


1) Melakukan skrining dan evaluasi kesehatan jiwa
2) Melakukan home visite
3) Memberikan pelayanan kedarurtan psikiatri di RSU
4) Menciptakan lingkungan terapeutik
5) Melakukan supervisi pasien yang mendapat pengobatan
6) Melakukan pencegahan bunuh diri
7) Memberikan konsultasi
8) Melaksanakan intervensi krisis
9) Memberikan psikoterapi ; individu, keluarga dan kelompok pada
berbagai tingkat usia
10) Memberikan intervensi pada komunitas yang telah teridentifikasi
masalahnya

34
3. Peran Prevensi Tersier
1) Melakukan latihan vokasional dan rehabilitasi
2) Mengorganisasikan “after care” , yaitu pasien yang telah pulang guna
memudahkan transisi dari rumah sakit ke masyarakat
3) Memberikan pilihan “Partial Hospitalization” (rawat jalan) pada pasien

Falsafah Keperawatan Jiwa


2. Individu memiliki harkat dan martabat, maka perlu dihargai
3. Tujuan individu adalah tumbuh, sehat, otonomi dan aktualisasi diri
4. Masing-masing individu berpotensi untuk berubah
5. Manusia adalah mahluk holistik yang berinteraksi dan bereaksi dengan
lingkungan
6. Masing-masing memiliki kebutuhan dasar yang sama
7. Semua perilaku individu bermakna
8. Perilaku individu mencakup persepsi, pikiran, perasaan dan tindakan
9. Individu memiliki kapasitas koping yang bervariasi, dipengaruhi oleh kondisi
genetik, lingkungan, stress, dan sumber yang tersedia
10. Sakit dapat menumbuhkan dan mengembangkan psikologis bagi individu
11. Setiap orang mempunyai hak untuk medapatkan pelayanan kesehatan yang
sama
12. Kesehatan mental adalah komponen kritikal dan penting dari pelayanan
kesehatan yang komprehensif
13. Individu mempunyai hak untuk berpartisipasi dalam membuat keputusan
untuk kesehatan fisik dan mentalnya
14. Tujuan keperawatan adalah meningkatkan kesejahteraan, memaximalkan
fungsi dan meningkatkan aktualisasi diri (meminimalkan kecacatan /
ketidamampuan)
15. Hubungan interpersonal dapat menghasilkan perubahan dan pertumbuhan
pada individu

35
MODEL KONSEP KEPERAWATAN JIWA

1. Model Psikoanalisa (Sigmund Freud)


Gangguan terjadi sebagai akibat tidak terselesaikannya konflik-konflik
pada masa perkembangan. Hal ini terjadi akibat pertahanan ego tidak
dapat mengendalikan ansietas
Gejala : Muncul sebagai upaya untuk mengatasi ansietas
Terapi : Menggunakan tehnik asosiasi bebas dan analisa mimpi

2. Model Interpersonal (Sullivan dan Pevlau)


Pandangan gangguan jiwa menurut model ini adalah akibat dari ansietas
yang timbul atau dialami dalam hubungan interpersonal. Ketakutan
mendasar pada manusia adalah takut ditolak orang lain, sementara
manusia membutuhkan rasa aman dan hubungan interpersonal yang
memuaskan
Proses terapi meliputi :
 Membina trust dengan pasien untuk membangun rasa aman pasien
 Terapis membantu pasien untuk memperoleh trust dan rasa puas
berinteraksi dengan orang lain

3. Model Sosial (Szasz dan Caplan)


Model ini memandang faktor sosial dan lingkungan sebagai penyebab
stress yang menimbulkan ansietas dan gejala gangguan jiwa
Proses terapi :
 Membantu pasien untuk menyesuaikan diri dengan sistem sosial
 Peran Pasien adalah mengekspresikan masalahnya
 Peran terapis, yaitu mengeksplorasi sistem sosial pasien dan sumber-
sumber yang tersedia
Bentuk terapi :

36
 Intervensi krisis, manipulasi lingkungan, dan dukungan sosial
4. Model Existensial (Perls, Ellis, et al)
Model ini menggambarkan kehidupan akan penuh arti jika manusia dapat
menerima dirinya sepenuhnya, yang dicapai melalui hubungan dengan
orang lain
Proses terapi :
Kemampuan pasien dalam mengungkapkan secara verbal semua pikiran
dan mimpinya untuk diinterpretasikan terapis

5. Model Terapi Suportif (Werman dan Rocklan)


Masalah yang muncul diakibatkan oleh faktor bio-psiko-sosial, dimana
penekanannya pada respon mekanisme koping yang terjadi.
Proses terapi :
o Meningkatkan tes realita dan harga diri
o Dukungan sosial dikerahkan
o Respon koping yang adaptif dikuatkan

6. Model Medikal (Meyer, Kraeplin, et al)


Gangguan perilaku sebagai akibat proses penyakit biologis. Gejala
biasanya kombinasi faktor fisiologis, genettik, lingkungan dan sossial.
Proses terapi : Berfokus pada penanganan diagnosis yang meliputi
terapi somatik dan tehnik interpersonal.

7. Model Stres dan Adaptasi (Calista Roy)


Model ini meyakini bahwa individu berpotensi sehat-sakit, memiliki
kamampuan beradaptasi, baik fisik, konsep diri, peran dan saling
ketergantungan.
Respon adaptif individu dipengaruhi :
 Faktor predisposisi dan Faktor presipitasi
 Penilaian awal terhadap stressor
 Penilaian terhadap sumber koping yang digunakan

37
Proses terapi : Mendukung dan meningkatkan proses adaptif yang Konstruktif

PROSES KEPERAWATAN JIWA

Pengertian
Metoda sistematis dan ilmiah yang digunakan perawat untuk memnuhi
kebutuhan pasien dalam mencapai / mempertahankan keadaan bio-psiko-
sosial-spiritual yang optimal.
Ciri Proses Keperawatan adalah :
 Dinamis, siklik, saling bergantung, luwes, dan terbuka

Pengkajian
Merupakan tahap awal dan dasar utama dalam melakukan asuhan
keperawatan yang mencakup pengelompokan dan jenis data.
 Kelompok data : Data subjektif dan data objektif
 Jenis data : Data primer dan data sekunder

Masalah Keperawatan
Masalah keperawatan diidentifikasi berdasarkan data-data pengkajian, yang
selanjutnya dianalisa dalam bentuk pohon masalah.

Pohon Masalah

Akibat Resti Kekeras Sindroma defisit


Perawatan diri
CP Perubahan sensori
perseptual ;Halusinasi
pendengaran Penurunan
motivasi

Penyebab Kerusakan interaksi


Sosial ; MD

Harga Diri Rendah


38
Dx. Keperawatan
Merupakan suatu pernyataan masalah keperawatan pasien, baik respon sehat
adaptif atau maladaptif serta stressor yang menunjang
Ciri Dx. Keperawatan Jiwa
 Komponen PE / PES
 Anak beranak ; P ↔ E

Saat ini telah digunakan diagnosa keperawatan NANDA 2005 dengan fomulasi
diagnosa atau masalah keperawatan tunggal (P : Problem) dan tidak lagi
berhubungan E (etiologi), serta didukung dengan S (data objektif dan subjektif).

Perencanaan
Serangkaian tindakan untuk mencapai setiap TUK (Tujuan Khusus).
TUK berfokus pada penyelesaian etiologi (E)
TUM berfekus pada penyelesai Problem (P)
Intervensi keperawatan disusun untuk mengatasi etiologinya

39
PSIKOFARMAKA DAN PSIKOTROPIKA

Defenisi
 Obat yang bekerja secara selektif pada SSP dan mempunyai efek utama
terhadap aktivitas mental dan perilaku, digunakan untuk terapi gangguan
psikiatri.
 Penggunaan obat ini untuk meredam (supressan) gejala sasaran
tertentu. Pemilihan obat disesuaikan dengan gejala sasaran yang
dominan yang ingin ditanggulangi.
 Misalnya : jenis obat anti psikosa, gejala sasarannya psikosa. Demikian
halnya dengan Anti Depresi dan Anti Anxietas.

Penggunaan Obat
 Efek Primer : Obat digunakan pada target sindroma / klinis
 Efek Sekunder : Efek samping obat, efek Sekunder timbul lebih dulu
baru efek primer, tetapi keduanya digunakan untuk tujuan terapi.

Prinsip Pemberian Terapi


 Terapi symptomatik : Dosis awal (anjuran), Dosis efektif (mulai supresi),
Dosis optimal (pengendali gejala sasaran)
 Terapi disiase modifying : Dosis optimal – Dosis pemeliharaan (masih
mampu mencegah kekambuhan)

Penggunaan obat psikotropika rasional :


Gejala sasaran dapat diredam, memberi peluang untuk integritas pada Bio-
Psiko-Sosio.

Penggunaan obat psikotropika yang irasional :


Terjadi ketergantungan obat, desintegrasi Bio-Psiki-Sosio, hendaya,
disability atau cacat, makin lama makin berat.

40
Hubungan Perawat – Pasien
 Efektifitas pemberian psikofarmaka sangat tergantung hubungan
perawat - pasien yang harmonis, oleh karena itu perawat seyogyanya
mampu membina hubungan yang dekat (trust) dengan pasien.
 Keadaan ini dibutuhkan karena terapi psikiatri membutuhkan waktu
lama, sehingga dibutuhkan kepatuhan dan ketekunan.
 Perlu informasi yang benar tentang psikofarmaka

Penggolongan Obat Psikotropika


Psikotropika digolongkan berdasarkan :
 Kesamaan efek terhadap supresi gejala sasaran
 Kesamaan berdasarkan susunan kimiawinya
 Kesamaan dalam mekanisme kerja obat

Obat Anti Psikosa = Neuroleptika


Obat acuan : chlorpromazine (CPZ)
Hipotesa : psikosis berkaitan dengan aktivitas neurotransmiter dopamin
yang meningkat (Hiperaktivitas System Dopaminergik Sentral).

Mekanisme Kerja Obat Anti Psikotik


Blokade dopamine, serotinin pada reseptor pasca sinap neuron di otak,
yaitu di system limbik dan ekstra piramidal.
Penggolongan :
1. Phenothiazine : Rantai Aliphatic : Clorpromazine (CPZ).
Rantai Piperazine : Trifluopirazine(Stelazine),
Fluphenazine (Anatensol)
Rantai Piperidine : Thioridazine (Mellerile)
2. Bityropheenone : Haloperidol : Haldol, Serenace
3. Dyphenenil butyl piperidine : Pimozode (Orap F)
4. Benzamide : Sulpiride (Dogmati)
5. Dibenzodiazepine : Clozaoine (Closaril)
41
6. Benzisoxazol : Risperidone (Risperdal).
Obat Anti Depresi = Thymoleptik
Obat acuan : Amitriptyline
Hipotesa : Defisiensi relatif salah satu atau beberapa “Aminergic
Neurotransmiter” yaitu Nooradrenaline, Serotonin dan
dopamine pada sinap neuron SSP khususnya pada
system limbik.

Mekanisme Kerja Obat :


 Menghambat re-uptake aminergic neurotransmitter
 Menghambat penghancuran enzim monoamine oxidase sehingga terjadi
peningkatan jumlah aminergic neurotransmitter pada sinap neuron SSP.

Penggolongan :
1. Tricyclic compound : Amitriptyline (Amitriptyline)
Imipramine (Tofranil)
Amineptine (Survector)
2. Tetracyclic : Maprotiline (Ludionil)
Mianserine (Tolvone)
Amoxapine (Asendin)
3. Mono-Amine-Oxidae-Inhibitor (MAOI) : Moclobemide (Aurorix)
4. Selectiveserotonine Re-Uptake Inhibitor (SSRI) : Paroxetine (Seroxat)
Fluvoxamine (Luvox).
5. Atypical antidepresants : Trazodone (Trazone).

Obat Anti Anxietas = Tranquilizer


Obat acuan : Diazepam / Chlidiazepoxide
Penggolongan :
1. Benzodiazepine : Diazepam :Valium, Mentalium
Chlordiazepoxiide : cetabrium
Bromazepam : Lexotan
Lorazepam : Ativan

42
Prazepam : Equipax
Oxazolam : Serenal-10
Alprazolam : Xanax
Cklozepate : Tranxene
Clobazam : Frisium
2. Non Benzodiazepine : Sulpride : Dogmatil-50
Buspiron : Buspar

Pengawasan Perawat Terhadap Efek Samping Obat

1. Efek samping obat Anti Psikosa


 Sedasi dan inhibisis psikomotor
 Gangguan otonomik berupa hipotensi
 Antikolinergik / parasimpatolitik defekasi ; mulut kering, mata kabur,
gangguan miksi
 Gangguan Extrapiramidal, seperti distonia, syndroma parkinson (tremor)
 Gangguan endokrin, yaitu Aminorrhoe, Gynocomasti
 Gangguan metabolik berupa ikterus

2. Efek samping Anti Depresi


 Sedasi
 Antikolinergik (mulut kering, mata kabur)
 Anti adrenergik (Hipotensi)
 Efek neurotoxic (gelisah, agitasi insomnia)

3. Efek samping Anti Anxietas

 Sedasi dan relaksasi otot

43
44
45
46
47
LAPORAN PENDAHULUAN DAN STRATEGI PELAKSANAAN
TINDAKAN KEPERAWATAN JIWA

Contoh LSP

LAPORAN PENDAHULUAN DAN STRATEGI PELAKSANAAN


(LPSP) KLIEN DENGAN HALUSINASI

A. Laporan Pendahuluan (LP)


1. Pengertian
Halusinasi adalah gangguan pencerapan (persepsi) pasca indera tanpa
adanya rangsangan dari luar yang dapat meliputi semua system
48
penginderaan yang terjadi pada saat kesadaran individu itu penuh/ baik.
Halusinasi merupakan bentuk yang paling sering dari gangguan
persepsi. Bentuk halusinasi ini bisa berupa suara-suara yang bising atau
mendengung, tapi yang paling sering berupa kata-kata yang tersusun
dalam bentuk kalimat yang agak sempurna. Biasanya kalimat tadi
membicarakan mengenai keadaan pasien sedih atau yang dialamatkan
pada pasien itu. Akibatnya pasien bisa bertengkar atau bicara dengan
suara halusinasi itu. Bisa pula pasien terlihat seperti bersikap dalam
mendengar atau bicara keras-keras seperti bila ia menjawab pertanyaan
seseorang atau bibirnya bergerak-gerak. Kadang-kadang pasien
menganggap halusinasi datang dari setiap tubuh atau diluar tubuhnya.
Halusinasi ini kadang-kadang menyenangkan misalnya bersifat tiduran,
ancaman dan lain-lain. Menurut May Durant Thomas (1991) halusinasi
secara umum dapat ditemukan pada pasien gangguan jiwa seperti:
Skizoprenia, Depresi, Delirium dan kondisi yang berhubungan dengan
penggunaan alkohol dan substansi lingkungan. Berdasarkan hasil
pengkajian pada pasien dirumah sakit jiwa ditemukan 85% pasien
dengan kasus halusinasi. Sehingga penulis merasa tertarik untuk
menulis kasus tersebut dengan pemberian Asuhan keperawatan mulai
dari pengkajian sampai dengan evaluasi.

2. Klasifikasi
Klasifikasi halusinasi sebagai berikut :
a. Halusinasi dengar (akustik, auditorik), pasien itu mendengar suara
yang membicarakan, mengejek, menertawakan, atau mengancam
padahal tidak ada suara di sekitarnya.
b. Halusinasi lihat (visual), pasien itu melihat pemandangan orang,
binatang atau sesuatu yang tidak ada.
c. Halusinasi bau / hirup (olfaktori). Halusinasi ini jarang di dapatkan.
Pasien yang mengalami mengatakan mencium bau-bauan seperti bau
bunga, bau kemenyan, bau mayat, yang tidak ada sumbernya.
49
d. Halusinasi kecap (gustatorik). Biasanya terjadi bersamaan dengan
halusinasi bau / hirup. Pasien itu merasa (mengecap) suatu rasa di
mulutnya.
e. Halusinasi singgungan (taktil, kinaestatik). Individu yang bersangkutan
merasa ada seseorang yang meraba atau memukul. Bila rabaab ini
merupakan rangsangan seksual halusinasi ini disebut halusinasi
heptik.

3. Etiologi
Menurut Mary Durant Thomas (1991), Halusinasi dapat terjadi pada klien
dengan gangguan jiwa seperti skizoprenia, depresi atau keadaan
delirium, demensia dan kondisi yang berhubungan dengan penggunaan
alkohol dan substansi lainnya. Halusinasi adapat juga terjadi dengan
epilepsi, kondisi infeksi sistemik dengan gangguan metabolik. Halusinasi
juga dapat dialami sebagai efek samping dari berbagai pengobatan yang
meliputi anti depresi, anti kolinergik, anti inflamasi dan antibiotik,
sedangkan obat-obatan halusinogenik dapat membuat terjadinya
halusinasi sama seperti pemberian obat diatas. Halusinasi dapat juga
terjadi pada saat keadaan individu normal yaitu pada individu yang
mengalami isolasi, perubahan sensorik seperti kebutaan, kurangnya
pendengaran atau adanya permasalahan pada pembicaraan. Penyebab
halusinasi pendengaran secara spesifik tidak diketahui namun banyak
faktor yang mempengaruhinya seperti faktor biologis , psikologis , sosial
budaya,dan stressor pencetusnya adalah stress lingkungan , biologis ,
pemicu masalah sumber-sumber koping dan mekanisme koping.

4. Psikopatologi
Psikopatologi dari halusinasi yang pasti belum diketahui. Banyak teori
yang diajukan yang menekankan pentingnya faktor-faktor psikologik,
fisiologik dan lain-lain. Ada yang mengatakan bahwa dalam keadaan
terjaga yang normal otak dibombardir oleh aliran stimulus yang yang

50
datang dari dalam tubuh ataupun dari luar tubuh. Input ini akan
menginhibisi persepsi yang lebih dari munculnya ke alam sadar.Bila
input ini dilemahkan atau tidak ada sama sekali seperti yang kita jumpai
pada keadaan normal atau patologis, maka materi-materi yang ada
dalam unconsicisus atau preconscious bisa dilepaskan dalam bentuk
halusinasi.
Pendapat lain mengatakan bahwa halusinasi dimulai dengan adanya
keinginan yang direpresi ke unconsicious dan kemudian karena sudah
retaknya kepribadian dan rusaknya daya menilai realitas maka keinginan
tadi diproyeksikan keluar dalam bentuk stimulus eksterna.

5. Tanda dan Gejala


Pasien dengan halusinasi cenderung menarik diri, sering di dapatkan
duduk terpaku dengan pandangan mata pada satu arah tertentu,
tersenyum atau bicara sendiri, secara tiba-tiba marah atau menyerang
orang lain, gelisah, melakukan gerakan seperti sedang menikmati
sesuatu. Juga keterangan dari pasien sendiri tentang halusinasi yang di
alaminya (apa yang di lihat, di dengar atau di rasakan).
6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien halusinasi dengan cara :
a. Menciptakan lingkungan yang terapeutik
Untuk mengurangi tingkat kecemasan, kepanikan dan ketakutan
pasien akibat halusinasi, sebaiknya pada permulaan pendekatan di
lakukan secara individual dan usahakan agar terjadi knntak mata,
kalau bisa pasien di sentuh atau di pegang. Pasien jangan di isolasi
baik secara fisik atau emosional. Setiap perawat masuk ke kamar atau
mendekati pasien, bicaralah dengan pasien. Begitu juga bila akan
meninggalkannya hendaknya pasien di beritahu. Pasien di beritahu
tindakan yang akan di lakukan. Di ruangan itu hendaknya di sediakan
sarana yang dapat merangsang perhatian dan mendorong pasien

51
untuk berhubungan dengan realitas, misalnya jam dinding, gambar
atau hiasan dinding, majalah dan permainan.
b. Melaksanakan program terapi dokter
Sering kali pasien menolak obat yang di berikan sehubungan dengan
rangsangan halusinasi yang di terimanya. Pendekatan sebaiknya
secara persuatif tapi instruktif. Perawat harus mengamati agar obat
yang di berikan betul di telannya, serta reaksi obat yang di berikan.
c. Menggali permasalahan pasien dan membantu mengatasi masalah
Setelah pasien lebih kooperatif dan komunikatif, perawat dapat
menggali masalah pasien yang merupakan penyebab timbulnya
halusinasi serta membantu mengatasi masalah yang ada.
Pengumpulan data ini juga dapat melalui keterangan keluarga pasien
atau orang lain yang dekat dengan pasien.
d. Memberi aktivitas pada pasien
Pasien di ajak mengaktifkan diri untuk melakukan gerakan fisik,
misalnya berolah raga, bermain atau melakukan kegiatan. Kegiatan ini
dapat membantu mengarahkan pasien ke kehidupan nyata dan
memupuk hubungan dengan orang lain. Pasien di ajak menyusun
jadwal kegiatan dan memilih kegiatan yang sesuai.
e. Melibatkan keluarga dan petugas lain dalam proses perawatan
Keluarga pasien dan petugas lain sebaiknya di beritahu tentang data
pasien agar ada kesatuan pendapat dan kesinambungan dalam
proses keperawatan, misalny dari percakapan dengan pasien di
ketahui bila sedang sendirian ia sering mendengar laki-laki yang
mengejek. Tapi bila ada orang lain di dekatnya suara-suara itu tidak
terdengar jelas. Perawat menyarankan agar pasien jangan menyendiri
dan menyibukkan diri dalam permainan atau aktivitas yang ada.
Percakapan ini hendaknya di beritahukan pada keluarga pasien dan
petugaslain agar tidak membiarkan pasien sendirian dan saran yang
di berikan tidak bertentangan.

52
B. Strategi Pelaksanaan (SP)
Masalah Utama : Halusinasi pendengaran

1. Proses Keperawatan
a. Kondisi klien:
1) Petugas mengatakan bahwa klien sering menyendiri di kamar
2) Klien sering ketawa dan tersenyum sendiri
3) Klien mengatakan sering mendengar suara-suara yang
membisiki dan isinya tidak jelas serta melihat setan-setan.
b. Diagnosa keperawatan:
Gangguan persepsi sensori: halusinasi dengar
2. Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
a. Tindakan Keperawatan untuk Pasien
Tujuan tindakan untuk pasien meliputi:
1) Pasien mengenali halusinasi yang dialaminya
2) Pasien dapat mengontrol halusinasinya
3) Pasien mengikuti program pengobatan secara optimal
SP 1 Pasien : Membantu pasien mengenal halusinasi, menjelaskan cara-
cara mengontrol halusinasi, mengajarkan pasien
mengontrol halusinasi dengan cara pertama: menghardik
halusinasi

Fase Orientasi :
”Selamat pagi bapak, Saya Mahasiswa Keperawatan Poltekkes Ternate
yang akan merawat bapak, Nama Saya Hastika, senang dipanggil Tika.
Nama bapak siapa?Bapak Senang dipanggil apa”
”Bagaimana perasaan bapak hari ini? Apa keluhan bapak saat ini”
”Baiklah, bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang suara yang selama
ini bapak dengar tetapi tak tampak wujudnya? Di mana kita duduk? Di
ruang tamu? Berapa lama? Bagaimana kalau 30 menit”

53
Fase Kerja :
”Apakah bapak mendengar suara tanpa ada ujudnya?Apa yang dikatakan
suara itu?”
”Apakah terus-menerus terdengar atau sewaktu-waktu? Kapan yang paling
sering bapak dengar suara itu? Berapa kali sehari bapak alami? Pada
keadaan apa suara itu terdengar? Apakah pada waktu sendiri?”
” Apa yang bapak rasakan pada saat mendengar suara itu?”
”Apa yang bapak lakukan saat mendengar suara itu? Apakah dengan cara
itu suara-suara itu hilang? Bagaimana kalau kita belajar cara-cara untuk
mencegah suara-suara itu muncul?
” bapak , ada empat cara untuk mencegah suara-suara itu muncul.
Pertama, dengan menghardik suara tersebut. Kedua, dengan cara
bercakap-cakap dengan orang lain. Ketiga, melakukan kegiatan yang
sudah terjadwal, dan yang ke empat minum obat dengan teratur.”
”Bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu, yaitu dengan menghardik”.
”Caranya sebagai berikut: saat suara-suara itu muncul, langsung bapak
bilang, pergi saya tidak mau dengar, … Saya tidak mau dengar. Kamu
suara palsu. Begitu diulang-ulang sampai suara itu tak terdengar lagi. Coba
bapak peragakan! Nah begitu, … bagus! Coba lagi! Ya bagus bapak D
sudah bisa”

Terminasi :
”Bagaimana perasaan bapak setelah peragaan latihan tadi?” Kalau suara-
suara itu muncul lagi, silakan coba cara tersebut ! bagaimana kalu kita buat
jadwal latihannya. Mau jam berapa saja latihannya? (Saudara masukkan
kegiatan latihan menghardik halusinasi dalam jadwal kegiatan harian
pasien). Bagaimana kalau kita bertemu lagi untuk belajar dan latihan
mengendalikan suara-suara dengan cara yang kedua? Bapak D maunya
Jam berapa? Bagaimana kalau dua jam lagi? Berapa lama kita akan
berlatih? Dimana tempatnya”
”Baiklah, sampai jumpa.”
54
SP 2 Pasien : Melatih pasien mengontrol halusinasi dengan cara kedua:
bercakap-cakap dengan orang lain

Fase Orientasi:
“Selamat pagi bapak Bagaimana perasaan bapak saat ini? Apakah suara-
suaranya masih muncul? Apakah sudah dipakai cara yang telah kita latih?
Berkurangkan suara-suaranya Bagus! Sesuai janji kita tadi saya akan latih
cara kedua untuk mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap dengan
orang lain. Kita akan latihan selama 20 menit. Mau di mana? Di sini saja?

Fase Kerja:
“Cara kedua untuk mencegah/mengontrol halusinasi yang lain adalah
dengan bercakap-cakap dengan orang lain. Jadi kalau bapak mulai
mendengar suara-suara, langsung saja cari teman untuk diajak ngobrol.
Minta teman untuk ngobrol dengan bapak Contohnya begini; … tolong,
saya mulai dengar suara-suara. Ayo ngobrol dengan saya! Atau kalau ada
orang dirumah misalnya istri, anak bapak katakan: bu, ayo ngobrol dengan
bapak sedang dengar suara-suara. Begitu bapak, coba bapak lakukan
seperti yang saya lakukan tadi. Ya, begitu. Bagus! Coba sekali lagi! Bagus!
Nah, latih terus ya bapak!”

Terminasi:
“Bagaimana perasaan bapak setelah latihan ini? Jadi sudah ada berapa
cara yang bapak pelajari untuk mencegah suara-suara itu? Bagus, cobalah
kedua cara ini kalau bapak mengalami halusinasi lagi. Bagaimana kalau
kita masukkan dalam jadwal kegiatan harian bapak. Mau jam berapa latihan
bercakap-cakap? Nah nanti lakukan secara teratur serta sewaktu-waktu
suara itu muncul! Besok pagi saya akan kemari lagi. Bagaimana kalau kita
latih cara yang ketiga yaitu melakukan aktivitas terjadwal? Mau jam
berapa? Bagaimana kalau jam 10.00? Mau di mana/Di sini lagi? Sampai
besok ya. Selamat pagi”

55
SP 3 Pasien : Melatih pasien mengontrol halusinasi dengan cara ketiga,
yaitu melaksanakan aktivitas terjadwal

Fase Orientasi:
“Selamat pagi bapak Bagaimana perasaan bapak hari ini? Apakah suara-
suaranya masih muncul ? Apakah sudah dipakai dua cara yang telah kita
latih ? Bagaimana hasilnya ? Bagus ! Sesuai janji kita, hari ini kita akan
belajar cara yang ketiga untuk mencegah halusinasi yaitu melakukan
kegiatan terjadwal. Mau di mana kita bicara? Baik kita duduk di ruang tamu.
Berapa lama kita bicara? Bagaimana kalau 30 menit? Baiklah.”

Fase Kerja :
“Apa saja yang biasa bapak lakukan? Pagi-pagi apa kegiatannya, terus jam
berikutnya (terus ajak sampai didapatkan kegiatannya sampai malam). Wah
banyak sekali kegiatannya. Mari kita latih dua kegiatan hari ini (latih
kegiatan tersebut). Bagus sekali bapak bisa lakukan. Kegiatan ini dapat
bapak lakukan untuk mencegah suara tersebut muncul. Kegiatan yang lain
akan kita latih lagi agar dari pagi sampai malam ada kegiatan.
Fase Terminasi :
“Bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap cara yang ketiga
untuk mencegah suara-suara? Bagus sekali! Coba sebutkan 3 cara yang
telah kita latih untuk mencegah suara-suara. Bagus sekali. Mari kita
masukkan dalam jadwal kegiatan harian bapak Coba lakukan sesuai jadwal
ya! (Saudara dapat melatih aktivitas yang lain pada pertemuan berikut
sampai terpenuhi seluruh aktivitas dari pagi sampai malam) Bagaimana
kalau menjelang makan siang nanti, kita membahas cara minum obat yang
baik serta guna obat. Mau jam berapa? Bagaimana kalau jam 12.00 pagi?
Di ruang makan ya! Sampai jumpa.”

SP 4 Pasien: Melatih pasien menggunakan obat secara teratur

56
Fase Orientasi:
“Selamat pagi bapak Bagaimana perasaan bapak hari ini? Apakah suara-
suaranya masih muncul ? Apakah sudah dipakai tiga cara yang telah kita
latih ? Apakah jadwal kegiatannya sudah dilaksanakan ? Apakah pagi ini
sudah minum obat? Baik. Hari ini kita akan mendiskusikan tentang obat-
obatan yang bapak minum. Kita akan diskusi selama 20 menit sambil
menunggu makan siang. Di sini saja ya bapak?”

Fase Kerja:
“Bapak adakah bedanya setelah minum obat secara teratur. Apakah suara-
suara berkurang/hilang ? Minum obat sangat penting supaya suara-suara
yang bapak dengar dan mengganggu selama ini tidak muncul lagi. Berapa
macam obat yang bapak minum ? (Perawat menyiapkan obat pasien) Ini
yang warna orange (CPZ) 3 kali sehari jam 7 pagi, jam 1 siang dan jam 7
malam gunanya untuk menghilangkan suara-suara. Ini yang putih (THP) 3
kali sehari jam nya sama gunanya untuk rileks dan tidak kaku. Sedangkan
yang merah jambu (HP) 3 kali sehari jam nya sama gunanya untuk pikiran
biar tenang. Kalau suara-suara sudah hilang obatnya tidak boleh
diberhentikan. Nanti konsultasikan dengan dokter, sebab kalau putus obat,
bapak akan kambuh dan sulit untuk mengembalikan ke keadaan semula.
Kalau obat habis bapak bisa minta ke dokter untuk mendapatkan obat lagi.
bapak juga harus teliti saat menggunakan obat-obatan ini. Pastikan obatnya
benar, artinya bapak harus memastikan bahwa itu obat yang benar-benar
punya bapak Jangan keliru dengan obat milik orang lain. Baca nama
kemasannya. Pastikan obat diminum pada waktunya, dengan cara yang
benar. Yaitu diminum sesudah makan dan tepat jamnya bapak juga harus
perhatikan berapa jumlah obat sekali minum, dan harus cukup minum 10
gelas per hari”

Terminasi:

57
“Bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap tentang obat?
Sudah berapa cara yang kita latih untuk mencegah suara-suara? Coba
sebutkan! Bagus! (jika jawaban benar). Mari kita masukkan jadwal minum
obatnya pada jadwal kegiatan bapak Jangan lupa pada waktunya minta
obat pada perawat atau pada keluarga kalau di rumah. Nah makanan
sudah datang. Besok kita ketemu lagi untuk melihat manfaat 4 cara
mencegah suara yang telah kita bicarakan. Mau jam berapa? Bagaimana
kalau jam 10.00. sampai jumpa.”

b. Tindakan Keperawatan Kepada Keluarga


1) Tujuan:
a) Keluarga dapat terlibat dalam perawatan pasien baik di di
rumah sakit maupun di rumah
b) Keluarga dapat menjadi sistem pendukung yang efektif untuk
pasien.
2) Tindakan Keperawatan
Keluarga merupakan faktor penting yang menentukan
keberhasilan asuhan keperawatan pada pasien dengan
halusinasi. Dukungan keluarga selama pasien di rawat di rumah
sakit sangat dibutuhkan sehingga pasien termotivasi untuk
sembuh. Demikian juga saat pasien tidak lagi dirawat di rumah
sakit (dirawat di rumah). Keluarga yang mendukung pasien
secara konsisten akan membuat pasien mampu
mempertahankan program pengobatan secara optimal. Namun
demikian jika keluarga tidak mampu merawat pasien, pasien
akan kambuh bahkan untuk memulihkannya lagi akan sangat
sulit. Untuk itu perawat harus memberikan pendidikan kesehatan
kepada keluarga agar keluarga mampu menjadi pendukung yang
efektif bagi pasien dengan halusinasi baik saat di rumah sakit
maupun di rumah.

58
Tindakan keperawatan yang dapat diberikan untuk keluarga
pasien halusinasi adalah:
a) Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat
pasien
b) Berikan pendidikan kesehatan tentang pengertian halusinasi,
jenis halusinasi yang dialami pasien, tanda dan gejala
halusinasi, proses terjadinya halusinasi, dan cara merawat
pasien halusinasi.
c) Berikan kesempatan kepada keluarga untuk memperagakan
cara merawat pasien dengan halusinasi langsung di
hadapan pasien
d) Beri pendidikan kesehatan kepada keluarga perawatan
lanjutan pasien

SP 1 Keluarga : Pendidikan Kesehatan tentang pengertian halusinasi, jenis


halusinasi yang dialami pasien, tanda dan gejala
halusinasi dan cara-cara merawat pasien halusinasi.

Peragakan percakapan berikut ini dengan pasangan saudara.


Fase Orientasi:
“Selamat pagi Bapak/Ibu!”“Saya yudi perawat yang merawat Bapak”
“Bagaimana perasaan Ibu hari ini? Apa pendapat Ibu tentang Bapak?”
“Hari ini kita akan berdiskusi tentang apa masalah yang Bapak alami dan
bantuan apa yang Ibu bisa berikan.”
“Kita mau diskusi di mana? Bagaimana kalau di ruang tamu? Berapa lama
waktu Ibu? Bagaimana kalau 30 menit”

Fase Kerja:
“Apa yang Ibu rasakan menjadi masalah dalam merawat bapak Apa yang
Ibu lakukan?”
“Ya, gejala yang dialami oleh Bapak itu dinamakan halusinasi, yaitu
mendengar atau melihat sesuatu yang sebetulnya tidak ada bendanya.
59
”Tanda-tandanya bicara dan tertawa sendiri,atau marah-marah tanpa
sebab”
“Jadi kalau anak Bapak/Ibu mengatakan mendengar suara-suara,
sebenarnya suara itu tidak ada.”
“Kalau Bapak mengatakan melihat bayangan-bayangan, sebenarnya
bayangan itu tidak ada.”
”Untuk itu kita diharapkan dapat membantunya dengan beberapa cara. Ada
beberapa cara untuk membantu ibu agar bisa mengendalikan halusinasi.
Cara-cara tersebut antara lain: Pertama, dihadapan Bapak, jangan
membantah halusinasi atau menyokongnya. Katakan saja Ibu percaya
bahwa anak tersebut memang mendengar suara atau melihat bayangan,
tetapi Ibu sendiri tidak mendengar atau melihatnya”.
”Kedua, jangan biarkan Bapak melamun dan sendiri, karena kalau
melamun halusinasi akan muncul lagi. Upayakan ada orang mau bercakap-
cakap dengannya. Buat kegiatan keluarga seperti makan bersama, sholat
bersama-sama. Tentang kegiatan, saya telah melatih Bapak untuk
membuat jadwal kegiatan sehari-hari. Tolong Ibu pantau pelaksanaannya,
ya dan berikan pujian jika dia lakukan!”
”Ketiga, bantu Bapak minum obat secara teratur. Jangan menghentikan
obat tanpa konsultasi. Terkait dengan obat ini, saya juga sudah melatih
Bapak untuk minum obat secara teratur. Jadi Ibu dapat mengingatkan
kembali. Obatnya ada 3 macam, ini yang orange namanya CPZ gunanya
untuk menghilangkan suara-suara atau bayangan. Diminum 3 X sehari
pada jam 7 pagi, jam 1 siang dan jam 7 malam. Yang putih namanya THP
gunanya membuat rileks, jam minumnya sama dengan CPZ tadi. Yang biru
namanya HP gunanya menenangkan cara berpikir, jam minumnya sama
dengan CPZ. Obat perlu selalu diminum untuk mencegah kekambuhan”
”Terakhir, bila ada tanda-tanda halusinasi mulai muncul, putus halusinasi
Bapak dengan cara menepuk punggung Bapak. Kemudian suruhlah Bapak

60
menghardik suara tersebut. Bapak sudah saya ajarkan cara menghardik
halusinasi”.
”Sekarang, mari kita latihan memutus halusinasi Bapak. Sambil menepuk
punggung Bapak, katakan: bapak, sedang apa kamu?Kamu ingat kan apa
yang diajarkan perawat bila suara-suara itu datang? Ya..Usir suara itu,
bapak Tutup telinga kamu dan katakan pada suara itu ”saya tidak mau
dengar”. Ucapkan berulang-ulang, pak”
”Sekarang coba Ibu praktekkan cara yang barusan saya ajarkan”
”Bagus Bu”

Fase Terminasi:
“Bagaimana perasaan Ibu setelah kita berdiskusi dan latihan memutuskan
halusinasi Bapak?”
“Sekarang coba Ibu sebutkan kembali tiga cara merawat bapak?”
”Bagus sekali Bu. Bagaimana kalau dua hari lagi kita bertemu untuk
mempraktekkan cara memutus halusinasi langsung dihadapan Bapak?”
”Jam berapa kita bertemu?”
Baik, sampai Jumpa. Selamat pagi
SP 2 Keluarga: Melatih keluarga praktek merawat pasien langsung
dihadapan pasien

Berikan kesempatan kepada keluarga untuk memperagakan cara merawat


pasien dengan halusinasi langsung dihadapan pasien.

Fase Orientasi:
“Selamat pagi”
“Bagaimana perasaan Ibu pagi ini?”
”Apakah Ibu masih ingat bagaimana cara memutus halusinasi Bapak yang
sedang mengalami halusinasi?Bagus!”
”Sesuai dengan perjanjian kita, selama 20 menit ini kita akan
mempraktekkan cara memutus halusinasi langsung dihadapan Bapak”.
”mari kita datangi bapak”

Fase Kerja:

61
”Selamat pagi pak” ”pak, istri bapak sangat ingin membantu bapak
mengendalikan suara-suara yang sering bapak dengar. Untuk itu pagi ini
istri bapak datang untuk mempraktekkan cara memutus suara-suara yang
bapak dengar. pak nanti kalau sedang dengar suara-suara bicara atau
tersenyum-senyum sendiri, maka Ibu akan mengingatkan seperti ini”
”Sekarang, coba ibu peragakan cara memutus halusinasi yang sedang
bapak alami seperti yang sudah kita pelajari sebelumnya. Tepuk punggung
bapak lalu suruh bapak mengusir suara dengan menutup telinga dan
menghardik suara tersebut” (saudara mengobservasi apa yang dilakukan
keluarga terhadap pasien)Bagus sekali!Bagaimana pak? Senang dibantu
Ibu? Nah Bapak/Ibu ingin melihat jadwal harian bapak. (Pasien
memperlihatkan dan dorong istri/keluarga memberikan pujian) Baiklah,
sekarang saya dan istri bapak ke ruang perawat dulu” (Saudara dan
keluarga meninggalkan pasien untuk melakukan terminasi dengan keluarga

Fase Terminasi:
“Bagaimana perasaan Ibu setelah mempraktekkan cara memutus
halusinasi langsung dihadapan Bapak?”
”Dingat-ingat pelajaran kita hari ini ya Bu. ibu dapat melakukan cara itu bila
Bapak mengalami halusinas”.
“bagaimana kalau kita bertemu dua hari lagi untuk membicarakan tentang
jadwal kegiatan harian Bapak. Jam berapa Ibu bisa datang?Tempatnya di
sini ya. Sampai jumpa.”

SP 3 Keluarga : Menjelaskan perawatan lanjutan

Fase Orientasi
“Selamat pagi Bu, sesuai dengan janji kita kemarin dan sekarang ketemu
untuk membicarakan jadual bapak selama dirumah”
“Nah sekarang kita bicarakan jadwal bapak di rumah? Mari kita duduk di
ruang tamu!”
62
“Berapa lama Ibu ada waktu? Bagaimana kalau 30 menit?”

Fase Kerja
“Ini jadwal kegiatan bapak yang telah disusun. Jadwal ini dapat dilanjutkan.
Coba Ibu lihat mungkinkah dilakukan. Siapa yang kira-kira akan memotivasi
dan mengingatkan?” Bu jadwal yang telah dibuat tolong dilanjutkan, baik
jadwal aktivitas maupun jadwal minum obatnya”
“Hal-hal yang perlu diperhatikan lebih lanjut adalah perilaku yang
ditampilkan oleh bapak selama di rumah.Misalnya kalau bapak terus
menerus mendengar suara-suara yang mengganggu dan tidak
memperlihatkan
perbaikan, menolak minum obat atau memperlihatkan perilaku
membahayakan orang lain. Jika hal ini terjadi segera bawa kerumah sakit
untuk dilakukan pemeriksaan ulang dan di berikan tindakan”

Fase Terminasi
“Bagaimana Ibu? Ada yang ingin ditanyakan? Coba Ibu sebutkan cara-cara
merawat bapak Bagus(jika ada yang lupa segera diingatkan oleh perawat.
Ini jadwalnya. Sampai jumpa”

INTI STRATEGI PELAKSANAAN GANGGUAN JIWA

Isolasi Sosial Pasien Keluarga


SP I p SP I k
1. Mengidentifikasi penyebab isolasi 1. Mendiskusikan masalah
sosial pasien yang dirasakan
2. Berdiskusi dengan pasien tentang keluarga dalam
keuntungan berinteraksi dengan merawat pasien.
orang lain 2. Menjelaskan
3. Berdiskusi dengan pasien tentang pengertian, tanda dan
kerugian tidak berinteraksi dengan gejala isolasi sosial yang
orang lain. dialami pasien beserta
4. Mengajarkan pasien cara proses terjadinya
berkenalan dengan satu orang 3. Menjelaskan cara-cara
5. Menganjurkan pasien memasukkan merawat pasien isolasi
kegiatan latihan berbincang- sosial
bincan dengan orang lain dalam SP II k
kegiatan harian. 1. Melatih keluarga
SP II p mempraktekkasn cara
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan merawat pasien
63
harian pasien. dengan isolasi sosial.
2. Memberikan kesempatan kepada 2. Melatih keluarga
pasien mempraktekkan cara melakukan cara
berkenalan dengan satu orang. merawat langsung
3. Membantu pasien memasukkan kepada pasien isolasi
kegiatan berbincang-bincang sosial
dengan orang lain sebagai salah SP III
satu kegiatan harian. 1. Membantu keluarga
SP III p membuat jadwal
1. Mengevaluasi jadwal kegiantan aktifitas di rumah
harian pasien termasuk minum obat
2. Memberikan kesempatan kepada [discharge planning]
berkenalan dengan dua orang 2. Menjelaskan follow up
atau lebih pasien setelah pulang
3. Menganjurkan pasien memasukkan
dalam jadwal kegiatan harian
Harga Diri Pasien Keluarga
Rendah SP I p SP I k
1. Mengidentifikasi kemampuan dan 1. Mendiskusikan masalah
aspek positif yang dimiliki pasien yang dirasakan
2. Mermbantu pasien menilai keluarga dalam
kemampuan pasien yang masih merawat pasien
dapat digunakan 2. Menjelaskan
3. Membantu pasien memilih pengertian, tanda dan
kegiatan yang akan dilatih sesuai gejala harga diri rendah
dengan kemampuan pasien yang dialami pasien
4. Melatih pasien sesuai kemampuan beserta proses
yang dipilih terjadinya

5. Memberikan pujian yang wajar 3. Menjelaskan cara-cara


terhadap keberhasilan pasien merawat pasien harga
6. Menganjurkan pasien memasukkan diri rendah
dalam jadwal kegiatan harian SP II k
SP II p 1. Melatih keluarga
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan mempraktekkan cara
harian pasien merawat pasien
2. Melatih kemampuan kedua dengan harga diri
3. Menganjurkan pasien memasukkan rendah
dalam jadwal kegiatan harian 2. Melatih keluarga
melakukan cara
perawat langsung
kepada pasien harga
diri rendah
SP III k
1. Membantu keluarga
membuat jadwal

64
aktifitas di rumah
termasuk minum obat
[discharge planning]
2. Menjelaskan follow up
pasien setelah pulang
Halusinasi Pasien Keluarga
SP I p SP I k
1. Mengidentifikasi jenis halusinasi 1. Mendiskusikan masalah
pasien yang dirasakan
2. Mengidentifikasi isi halusinasi pasien keluarga dalam
3. Mengidentifikasi waktu halusinasi merawat pasien
pasien 2. Menjelaskan
4. Mengidentifikasi frekuensi halusinasi pengertian, tanda dan
pasien gejala halusinasi, dan
5. Mengidentifikasi situasi yang jenis halusinasi yang
menimbulkan halusinasi dialam pasien beserta
6. Mengidentifikasi respons pasien proses terjadinya
terhadap halusinasi 3. Menjelaskan cara-cara
7. Mengajarkan pasien menghardik merawat pasien
halusinasi halusinasi
8. Menganjurkan pasien memasukkan SP II k
cara menghardik halusinasi dalam 1. Melatih keluarga
jadwal kegiatan harian mempraktekkan
SP II p cara merawat
1. Mengvaluasi jadwal kegiatan pasien dengan
harian pasien Halusinasi
2. Melatih pasien mengendalikan 2. Melatih keluarga
halusinasi dengan cara bercakap- melakukan cara
cakap dengan orang lain merawat langsung
3. Menganjukan pasien memasukkan kepada pasien
dalam jadwal kegiatan harian Halusinasi
SP III p SP III k
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan 1. Membantu kelaurga
harian pasien membuat jadwal
2. Melatih pasien mengendalikan aktifitas di rumah
halusinasi dengan melakukan termasuk minum obat
kegiatyan [kegiatan yang biasa [discharge planning]
dilakukan pasien]
3. Menganjurkan pasien memasukkan 2. Menjelaskan follow up
dalam jadwal kegiatan harian pasien setelah pulang
SP IV p
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan
harian pasien
2. Memberikan pendidikan kesehatan
tentang penggunaan obat secara
teratur

65
3. Menganjurkan pasien memasukkan
dalam jadwal kegiatan harian
Defisit Pasien Keluarga
Perawatan SP I p SP I k
Diri 1. Menjelaskan pentingnya 1. Mendiskusikan masalah
kebersihan diri yang dirasakan
2. Menjelaskan cara menjaga keluarga dalam
kebersihan diri merawat pasien
3. Membantu pasien mempraktekan 2. Menjelaskan
cara menjaga kebersihan diri pengertian, tanda dan
4. Menganjurkan pasien memasukkan gejala defisit
dalam jadwal kegiatan harian perawatan diri, dan
SP II p jenis defisit perawatan
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan perawatan diri yang
harian pasien dialami pasien
2. Menjelaskan cara makan yang 3. Menjelaskan cara-cara
baik merawat pasien defisit
3. Membantu pasien mempraktekkan perawatan diri
cara makan yang baik SP II k
4. Menganjurkan pasien memasukkan 1. Melatih keluarga
dalam jadwal kegiatan harian mempraktekkan cara
SP III p merawat pasien
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan dengan defisit
harian pasien perawatan diri
2. Menjelaskan cara eliminasi yang 2. Melatih keluarga
baik melakukan cara
3. Membantu pasien mempraktekkan merawat langsung
cara eliminasi yang baik dan kepada pasien defisit
memasukkan dalam jadwal perawatan diri
4. Menganjurkan pasien memasukkan SP III k
dalam jadwal kegiatan harian 1. Membantu keluarga
SP IV p membuat jadwal
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan aktifitas di rumah
harian pasien termasuk minum obat
2. Menjelaskan cara berdandan [discharge planning]
3. Membantu pasien mempraktekkan 2. Menjelaskan follow up
cara berdandan pasien setelah pulang
4. Menganjurkan pasien memasukkan
dalam jadwal kegiatan harian
Waham SP I p SP I k
1. Membantu orientasi realita 1. Mendiskusikan masalah
2. Mendiskusikan kebutuhan yang yang dirasakan
tidak terpenuhi keluarga dalam
3. Membantu pasien memenuhi merawat pasien
kebutuhannya 2. Menjelaskan
4. Menganjurkan pasien memasukkan pengertian, tanda dan

66
dalam jadwal kegiatan harian gejala waham, dan
SP II p jenis waham yang
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan dialami pasien beserta
harian pasien proses terjadinya
2. Berdiskusi tentang kemampuan 3. Menjelaskan cara-cara
yang dimiliki merawat pasien
3. Melatih kemampuan yang dimiliki waham
SP III p SP II k
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan 1. Melatih keluarga
harian pasien mempraktekkan cara
2. Memberikan pendidikan kesehatan merawat pasien
tentang penggunaan obat secara dengan waham
teratur 2. Melatih keluarga
3. Menganjurkan pasien memasukkan melakukan cara
dalam jadwal kegiatan harian merawat langsung
kepada pasien waham
SP III k
1. Membantu keluarga
membuat jadwal
aktifitas di rumah
termasuk minum obat
2. Mendiskusikan sumber
rujukan yang bisa
dijangkau keluarga.

Resiko SP I p SP I k
Bunuh Diri 1. Mengidentifikasi benda-benda 1. Mendiskusikan masalah
yang dapat membahayakan yang dirasakan
pasien keluarga dalam
2. Mengamankan benda-benda merawat pasien
yang dapat membahayakan 2. Menjelaskan
pasien pengertian, tanda dan
3. Melakukan kontrak treatment gejala resiko bunuh diri,
4. Mengajarkan cara mengendalikan dan jenis perilaku
dorongan bunuh diri bunuh diri yang dialami
5. Melatih cara mengendalikan pasien beserta proses
dorongan bunuh diri terjadinya
SP II p 3. menjelaskan cara-cara
1. Mengidentifikasn aspek positif merawat pasien resiko
pasien bunuh diri
2. Mendorong pasien untuk berpikir SP II k
positif terhadap diri 1. Melatih keluarga
3. Mendorong pasien untuk mempraktekkan cara
menghargai diri sebagai individu merawat pasien
yang berharga dengan resiko bunuh
SP III p diri

67
1. Mengidentifikasi pola coping yang 2. Melatih keluarga
biasa diterapkan pasien melakukan cara
2. Menilai pola coping yang biasa merawat langsung
dilakukan kepada pasien resiko
3. Mengidentifikasi pola coping yang bunuh diri
konstruktif SP III k
4. Mendorong pasien memilih pola 1. Membantu keluarga
coping yang konstruktif membuat jadwal
5. Menganjurkan pasien menerapkan aktifitas di rumah
pola coping konstruktif dalam termasuk minum obat
kegiatan harian 2. Mendiskusikan sumber
SP IV p rujukan yang bisa
1. Membuat rencana masa depan dijangkau oleh
yang realistis bersama pasien keluarga
2. Mengidentifikasi cara mencapai
rencana masa depan yang realistis
3. Memberi dorongan pasien
melakukan kegiatan dalam rangka
meraih masa depan yang realistis

Perilaku Kekerasan pada Anak


Masalah Tindakan Keperawatan untuk Pasien Tindakan Keperawatan
Keperawatan untuk Keluarga
Resiko SP I p SP I k
Perilaku 1. Mendiskusikan penyebab PK anak 1. Mengidentifikasi
Kekerasan 2. Mendiskusikan tanda dan gejala kemampuan keluarga
PK anak dalam merawat
3. Mendiskusikan PK yang biasanya pasien
dilakukan oleh anak 2. Menjelaskan peran
4. Mendiskusikan akibat PK serta keluarga dalam
5. Melatih anak mencegah PK merawat pasien
dengan cara fisik: tarik nafas 3. Menjelaskan cara
dalam merawat anak PK
6. Memasukkan ke jadwal kegiatan SP II k
harian 1. Melatih keluarga
SP II p merawat anak PK
1. Mendiskusikan jadwal kegiatan 2. Menjelaskan tentang
harian dalam mencegah PK obat untuk mengatasi
secara fisik PK*
2. Melatih cara sosial untuk SP III k
68
mengekspresikan marah 1. Menjelaskan sumber
3. Menganjurkan pasien rujukan yang tersedia
memasukkan ke jadwal kegiatan untuk mengatasi anak
harian PK
SP III p 2. Mendorong untuk
1. Mendiskusikan jadwal kegiatan memanfaatkan
harian mencegah PK dengan cara sumber rujukan yang
sosial tersedia.
2. Melatih cara spiritual untuk
mencegah PK
3. Menganjurkan memasukkan ke
jadwal kegiatan harian
SP IV p
1. Mendiskusikan jadwal kegiatan
harian mencegah PK dengan cara
spiritual
2. Mendiskusikan manfaat obat
3. Menjelaskan kerugian jika tidak
patuh obat
4. Menjelaskan 5 benar dalam
pemberian obat

* Jika pasien mendapatkan obat untuk mengatasi agitasi

Depresi pada Anak


Masalah TIndakan Keperawatan untuk Pasien TIndakan Keperawatan
Keperawatan untuk Keluarga
Resiko Bunuh SP I p SP I k
Diri 1. Membina hubungan saling 1. Membina hubungan
percaya dengan anak saling percaya
2. Membantu memodifikasi pikiran 2. Menjelaskan masalah
negatif resiko bunuh diri pada
3. Mencegah perilaku merusak diri anak.
SP II p 3. Menjelaskan cara
1. Mengidentifikasi pola pikir negatif mencegah bunuh diri
yang masih ada anak
2. Membantu memodifikasi pikiran 4. Mendorong keluarga
negatif untuk
3. Mencegah perilaku merusak diri 5. mengawasi anak
SP III p secara ketat.
Meningkatkan harga diri anak: SP II k
1. Membantu anak mengidentifikasi 1. Menjelaskan cara
aspek positif diri mendukung anak
2. Membantu anak mengubah pola pikir
69
mengembangkan cita-cita dan negatif
masa depannya 2. Menjelaskan cara
3. Membantu anak merencanakan mendukung anak
masa depannya mengubah pola pikir
4. Memberikan reinforcement negatif
kemampuan anak 3. Menganjurkan
SP IV p memberikan
1. mendiskusikan pentingnya dukungan pada anak
perawatan diri SP III k
2. Mendiskusikan cara-cara 1. Menjelakan tahap
perawatan diri perkembangan anak
3. Mendiskusikan dan mendorong 2. menjelaskan fasilitasi
pelaksanaan perawatan diri perkembangan yang
bisa dilakukan
keluarga
3. Menjelaskan dan
mendorong keluarga
mencegah bunuh diri
pada anak
4. Menjelaskan sumber
rujukan yang bisa
dijangkau oleh
keluarga

Demensia pada Lansia


Masalah TIndakan Keperawatan untuk Pasien Tindakan Keperawatan
Keperawatan untuk Keluarga
Gangguan SP I p SP I k
Proses Pikir: 1. Membina hubungan saling 1. Membina hubungan
Pikun percaya saling percaya
2. Mengorientasikan waktu, tempat, 2. Menjelaskan masalah
orang di sekitar pasien demensia pada lansia
3. Memberikan pujian pada pasien 3. Menjelaskan cara
SP II p perawatan lansia
1. Mengorientasikan waktu, tempat, demensia
orang di sekitar pasien 4. Melatih keluarga
2. Melatih pasien dalam perawatan merawat lansia
diri dengan demensia
3. Melatih pasien menyusun jadwal SP II k
kegiatan harian 1. Mengevaluasi
SP III p perawatan yang
1. Mengorientasikan waktu, tempat, dilakukan oleh
orang keluarga terhadap
2. Mendiskusikan jadwal kegiatan lansia
70
harian 2. Mengidentifikasi
3. Mendorong upaya perawatan diri kendala yang
dihadapi
3. Mencari solusi cara
perawatan yang lebih
efektif
4. Mendorong keluarga
menerapkan solusi
yang telah ditetapkan
5. Mendiskusikan sumber
rujukan yang bisa
dijangkau oleh
keluarga

Depresi pada Lansia

Masalah TIdnakan Keperawatan untuk Pasien TIndakan Keperawatan


Keperawatan untuk Keluarga
Resiko Bunuh SP I p SP I k
Diri 1. Mengidentifikasi benda-benda 1. Mendiskusikan
yang dapat membahayakan masalah yang
pasien dirasakan keluarga
2. Mengamankan benda-benda dalam merawat
yang dapat membahayakan pasien
pasien 2. Menjelaskan
3. Melakukan kontrak treatment pengertian, tanda
4. Mengajarkan cara mengendalikan dan gejala resiko
dorongan bunuh diri bunuh diri, dan jenis
5. Melatih cara mengendalikan perilaku bunuh diri
dorongan bunuh diri yang dialami pasien
SP II p beserta proses
1. Mengidentifikasi aspek positif terjadinya
pasien 3. Menjelaskan cara-
2. Mendorong pasien untuk berpikir cara merawat pasien
positif terhadap diri resiko bunuh diri
3. Mendorong pasien untuk
menghargai diri sebagai individu
yang berharga SP II k
SP III p 1. Melatih keluarga
1. Mengidentifikasi pola coping yang mempraktekkan cara
biasa diterapkan pasien merawat pasien
2. Menilai pola coping yang biasa dengan resiko bunuh
dilakukan diri
3. Mengidentifikasi pola coping yang 2. Melatih keluarga
konstruktif melakukan cara
4. Mendorong pasien memilih pola merawat langsung

71
coping yang konstruktif kepada pasien resiko
5. Menganjurkan pasien menerapkan bunuh diri
pola coping konstruktif dalam SP III k
kegiatan harian 1. Membantu keluarga
SP IV p membuat jadwal
1. Membuat rencana masa depan aktifitas di rumah
yang realistis bersama pasien termasuk minum obat
2. Mengdentifikasi cara mencapai 2. Mendjiskusikan
rencana masa depan yang realistis sumber rujukan yang
3. Memberi dorongan pasien bisa dijangkau
melakukan kegiatan dalam rangka keluarga.
meraih masa depan yang realistis

SISTEMATIKA (PROPOSAL) TAK

Contoh Proposal TAK

Sebagai contoh TAK Sosialisasi (TAKS) Sesi 1, maka proposalnya meliputi hal-
hal berikut :
A. Tujuan
Pasien mampu memperkenalkan diri dengan menyebutkan nama lengkap,
nama panggilan, asal dan hobi

B. Setting tempat
1. Pasien dan terapis duduk bersama dalam lingkaran
2. Ruangan nyaman dan tenang

C. Alat yang digunakan


72
1. Tape recorder
2. Kaset (marilah kemari) dari Titiek Puspa
3. Boal tenis
4. Buku catatan dan pupen
5. Jadwal kegiatan pasien

D. Metode yang digunakan


1. Dinamika kelompok
2. Diskusi dan tanya jawab
3. Bermain peran / simulasi
4. Alat dan metode yang digunakan
E. Kelompok Terapis
1. Leader
2. Co Leader
3. Fasilitator
4. Observer
5. Operator
F. Langkah kegiatan :
1. Tahap Persiapan
a. Memilih pasien sesuai indikasi, yitu isolasi sosial ; menarik diri
b. Membuat kontreak dengan pasien
c. Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan

2. Tahap Orientasi
a. Memberi slam terapeutik ; dari terapis
b. Evaluasi / validasi : Menanyakan perasaan pasien saat ini
c. Kontrak
 Menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu memeperkenalkan diri
 Menjelaskan aturan main, yaitu minta izin ke terapis jika ada
pasien yang mau meninggalkan kegiatan, lamanya waktu
kegiatan (45 menit).

73
3. Tahap Kerja
a. Jelaskan prosedur kegiatan, yaitu dengan menggunakan kaset pada
tape rekorder akan dihidupkan dan bola diedarakan berlawanan
dengan arah jarum jam
b. Hidupkan kaset dan bola diedarkan
c. Pada saat tape dimatikan, anggota kleompok (pasien) yang
memegang bola mendapat giliran untuk menyampaikan salam,
menyebut nama lengkap, nama panggilan, asal dan hobi, dimulai dari
terapis sebagai contoh.
d. Tulis nama panggilan diatas kertas / papan nama dan tempel/ pakai
e. Ulangi b,c, dan d sampai semua anggota kleompok (pasien)
mendapat giliran
f. Beri pujian untuk tiap keberhasilan pasien dengan memberi tepuk
tangan

4. Tahap terminasi
a. Evaluasi
 Menanyakan perasaan pasien setelah mengikuti TAK
Bagaimana perasaannya mas-mas, mba-mba atau bpk/ibu .....
setelah kita bermain tadi (bisa tanyakan satu-satu atau beberapa
orang saja dari semua anggota kelompok atau pasien)
 Memberi pujian atas keberhasilan kelompok

b. Rencana tindak lanjut


 Menganjurkan tiap anggota kelompok (pasien) melatih
memperkenalkan diri kepada orang lain dalam kehidupan sehari-
hari
 Memasukkan kegiatan memperkenalkan diri pada jadwal kegiatn
harian pasien
74
c. Kontrak yang akan datang
 Menyepakati kegiatan berikut, yaitu berkenalan dengan anggota
kelompok
 Menyepakati waktu dan tempat

G. Evaluasi dan dokumentasi


Evaluasi dilakukan pada sat proses TAK berlanmgsung, khususnya pada
tahap kerja untuk menilai kemampuan pasien melakukan TAK, sesuai
tujuan TAKS sesi 1 (satu) dengan menggunakan formolir evaluasi.

75

Anda mungkin juga menyukai