A. Sejarah Umum
1. Zaman Purbakala
Manusia sudah mengenal dan berusaha mengobati orang dengan
gangguan jiwa, tetapi kepercayaan mereka bahwa gangguan jiwa
adalah masuknya roh nenek moyang mereka ke tubuh dan
mengusainya, maka pengobatan yang hingga saat ini masih diyakini
adalah upaya untuk mengeluarkan roh penyebab gangguan jiwa
Di Mesir sekitar tahun 1500 SM, ada tulisan tentang orang yang
sudah tua, yaitu “Hati Menjadi berat dan tidak dapat mengingat lagi
hari kemarin”
Tahun berikutnya, didirikan beberapa kuil, yang terkenal pada saat itu
adalah “Kuil Saturn” dipakai untuk merawat orang gangguan jiwa.
2
B. Sejarah Usaha Keesehatan Jiwa di Indonesia
Tahun 1930 :
Mulai dicoba terapi kerja seperti menggarap tanah, dll, namun belum
didukung oleh pengetahuan , psikologi, sosiologoi, dan ilmu pendidikan.
2. Zaman Kemerdekaan
Tahun 1947 ; Pemerintah RI membentuk Jawatan Urusan Penyakit
Jiwa (JUPJ), namun belum bekerja dengan baik.
Tahun 1950 Pemerintah RI menugaskan pimpinan JUPJ untuk
melaksanakan hal-hal penting bagi penyelenggaraan dan pembinaan
Kesehatan jiwa di Indonesia
Tahun 1958 ; JUPJ diubah namanya menjadi Urusan Penyakit Jiwa
(UPJ) ; 1959 menjadi Bagian Penyakit Jiwa ; 1960 Bagian Kesehatan
jiwa dan akhirnya tahun 1966 sampai sat ini menjadi “Direktorat
Kesehatan jiwa” dengan ditetapkan UU Kesehatan jiwa Nomor 3
tahun 1966.
4
C. Sejarah Keperawatan Jiwa
1. Tokoh Utama
1) Florence Nightingale (1859)
Pendiri keperawatan modern dan penulis teks keperawatan pertama
(Notes on Nursing)
2) Harriet Baily (1920)
Menulis buku ajar keperawatan psikiatri yang pertama (Nursing in
Mental Disease)
3) Hildegarde Peplau (1952)
Menulis sebuah buku penting yg menjelaskan tentang kerangka kerja
praktik keperawatan psikiatri (interpersonal relation of nursing)
5
sehingga pasien datang selama 6 – 8 jam perhari dan berpartisipasi
dalam berbagai terapi (TAK, latiham ketrampilan, dll)
Rawat Jalan ; 1 – 2 jam perminggu
Konsultasi dan Pendidikan
6
KONSEP DASAR ILMU JIWA
A. Defenisi Jiwa
Jiwa adalah bagian dari manusia yang non materi, tidak bisa dipegang tapi
dapat dilihat dari manifestasinya, seperti intelegensi, pikiran, perasaan,
kesadaran, kemauan, dan psikomotor.
Pandangan Holistik
Yaitu pandangan yang menyeluruh dimana memandang manusia secara
komprehensif. Carn Horne menyatakan bila kita memandang manusia
harus secara menyeluruh baik fisik maupun psikis.
Dahulu, mahluk hidup hanya dipandang dari badannya saja yang
berinteraksi dengan lingkungan, tetapi kini mahluk hidup harus
dipandang dari badan dan jiwa (mental).
Manusia lebih komplit lagi, yaitu mempunyai badan, jiwa, dan
berinteraksi dengan lingkungan, serta mempunyai roh (sukma)
sebagai transidental dengan Tuhan (Allah).
7
B. Konsep dan Teori Kesehatan Jiwa
1. Teori Psikoanalisa ( Sigmund Freud)
Membagi Struktur Kepribadian Manusia menjadi 3 (tiga) bagaian, yaitu :
1) Id, yaitu aspek biologis, terbentuk sejak lahir dan mengikuti prinsip
kenikmatan
2) Ego, yaitu aspek psikologis, terbentuk sekitar usia 3 tahun, mengikuti
prinsip realitas
3) Super Ego, adalah aspek sosiologik, terbentuk pd usia sekitar 7
tahun, mengikuti prinsip Ideal (sosial)
8
Contoh :
Seorang ibu dengan interaksi keluarganya (suami/anak) baik, tapi
sering merasa takut bila tetangganya bertengkar. Setelah dianalisa
ternyata ibu tersebut mengalami trauma dimasa kecilnya, dimana ia
pernah melihat bapaknya membanting alat-alat rumah tangga jika
bertengkar dengan ibunya
9
2) Diensefalon
a. Talamus
Menerima dan memancarkan informasi sensorik serta berperan
dalam memori dan pengaturan mood
b. Hipotalamus
Pusat kontrol viseral utama terhadap tubuh dan sangat penting
bagi Homeostasis
Mengatur saraf otonom, suhu tubuh, asupan makanan,
keseimbangan air, irama dan dorongan biologik, serta
haluaran hormonal dari kelenjar hipofise anterior
c. Sistem Limbik
Mengatur respons-respons emosional
Neurotransmiter
1) Serotonin
Terlibat dalam gangguan depresi dan ansietas, mungkin juga
gangguan makanan. Banyak obat anti depresan meningkatkan kadar
serotonin pada sinaps
2) Dopamin
Terlibat dalam gangguan Skizophrenia, Obat anti psikotik
menghalangi Dopamin pada reseptornya
3) Asetilkolin
Mengendalikan otot-otot, memori dan koordinasi
10
5. Teori Interpersonal (Sulivan )
1) Kepribadian terbentuk melalui interaksi dengan orang terdekat
Ada 3 komponen dengan istilah Sistem Diri :
a. Saya baik
Berkembang sebagai respons terhadap perilaku menerima
persetujuan orang tua / orang lain yang dekat dengannya
b. Saya Buruk
Berkembang sebagai respons terhadap perilaku menerima
ketidaksetujuan orang tua / orang lain yang dekat dengannya, dan
menyebabkan ansietas
c. Bukan Saya
Berkembang sebagai respons terhadap perilaku membangkitkan
kecemasan yang ekstrem dari orang tua atau orang lain yang dekat
dengannya,sehingga perilaku ini tidak diakui sebagai bagian dari
dirinya
2) Ansietas merupakan fenomena interpersonal yang terjadi ketika
seseorang mengalami konflik
3) Kebutuhan dasar individu yang mencakup kepuasan ( kebutuhan
Biologis) dan rasa aman (kebutuhan emosional dan sosial)
11
KONSEP GANGGUAN KESEHATAN JIWA
Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun
sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial
dan ekonomis (UU Kesehatan No. 36 Thn 2009 Psl 1:1)
12
2. Faktor Psikologik ( Psikogenik )
• Interaksi ibu – anak yang normal akan timbul rasa percaya dan aman.
Jika abnormal maka dapat menimbulkan perasaan Tidk percaya dan
kebimbangan
• Peranan Ayah
• Persaingan antar saudara kandung
• Intelegensi
• Hubungan dalam keluarga, pekerjaan, permainan dan masyarakat
• Kehilangan yang mengakibatkan kecemasan, depresi, rasa malu, atau
rasa bersalaha
• Konsep diri, meliputi identitas diri, lawan peran yang tidak menentu
• Keterampilan, bakat, dan Kreatifitas
• Pola adaptasi dan pembelaan sebagai reaksi terhadap bahaya
• Tingkat perkembangan emosi
13
Hubungan dengan Persentase
Pasien Skizofrenia menderita Skizofrenia
2. Faktor Konstitusi
Umumnya menunjukkan pada keadaan biologik seluruhnya, termasuk baik
yang diturunkan maupun yang didapat, seperti perkawinan, jenis kelamin,
dan temperamen.
3. Faktor genitalia
Cacat yang dialami sejak lahir dapat mempengaruhi perkembangan jiwa
anak, terlebih berat seperti retardasi mental berat
Tergantung bagaimana individu menilai dan menyesuaikan diri terhadap
keadaan hidupnya yang cacat
Orang tua dapat mempersukar penyesuaian ini dengan perlindungan
yang berlebihan, penolakan atau tuntutan diluar kemampuan anak
14
2. Pola keluarga yang Patogenik
Coleman, C.J. (1976) menguraikan beberapa sikap orang tua yang kurang
bijaksana dan pengaruhnya terhadap anak.
1) Melindungi anak secara berlebihan karena memanjakannya
Pengaruhnya: Anak egois, hanya tau menuntut saja, mudah kecewa,
kurang rasa tanggung jawab, cenderung menolak aturan.
15
9) Persaingan yang kurang sehat di antara saudara kandung
Pengaruhnya : Sifat bermusuhan, merasa terancam terus-menerus,
kurang percaya diri, perilakunya seperti anak
dibawah umur
10) Nilai-nilai yang buruk (tidak abnormal)
Pengaruhnya : anak meniru dan cenderung melanggar hukum
11) Perfeksionisme dan ambisi (harapan yang terlalu tinggi bagi anak)
Pengaruhnya: Bila gagal, anak menjadi kecewa yang berlebihan, merasa
bersalah,berdosa dan tidak berarti, serta mudah depresi
12) Ayah dan atau ibu Nerotik (menderita gangguan jiwa)
Pengaruhnya : Anak cenderung mewarisi gejala gangguan jiwa
3. Masa Remaja
Dikenal sebagai masa gawat atau masa badai dan stress
Perubahan badania dan kematangan sexual
Perubahan status sosial, belajar mandiri dan bertanggung jawab
Sering terjadi krisis identitas
16
Kriteria Gangguan Jiwa
A. Kesadaran
Kemampuan individu mengadakan relasi dengan lingkungan serta diri
sendiri melalui panca inderanya dan limitasi (pembatas) terhadap
lingklungan dan diri sendiri melalui perhatian
1. Tingkat Kesadaran
1) Kesadaran Meninggi
Keadaan dengan respons yang meninggi terhadap rangsangan, mis :
suara-suara terdengar lebih keras, warna warni kelihatan lebih
terang. Hal ini oleh berbagai zat yangg merangsang otak
(Psikostimulant), seperti amfetamin, caffein.
2) Kesadaran Menururn
Suatu keadaan dengan kemampuan persepsi, perhatian dan
pemikiran yang berkurang secara keseluruhan (kuantitatif),
kemuadian muncullah amnesia sebagian atau total
2. Tingkat Penurunan Kesadaran
1) Apatis, yaitu individu mulai mengantuk dan acuh tak acuh
2) Somnolensi, yaitu jelas sudah mengantuk dan rangsangan lebih
keras untuk menarik perhatian
3) Sopor, yakni ingatan, orientasi dan pertimbangan sudah hilang, dan
hanya berespons dengan rangsangan yang keras
4) Sub koma, tidak ada lagi respons terhadap rangsangan yang keras
5) Koma, yaitu bila sudah dalam sekali, reflex pupil melebar dan reflex
muntah hilang, lalu timbul reflex patologi
B. Orientasi
Kemampuan individu mengenal lingkungan serta hubungan dalam waktu
dan ruang terhadap diri sendiri serta hubungan diri sendiri dengan orang
lain
Jika individu mengalmi gangguan disebut disorientasi , meliputi orang,
tempat dan waktu
17
C. Daya Ingat
Adapun daya ingat itu berdasarkan 3 proses Utama :
Registrasi : Mencatat sesuatu pengalaman di dalam SSP
Retensi : Menyimpan / menahan registrasi
Recall : Pemanggilan kembali, mengingat / mengeluarkan
kembali catatan itu bila diperlukan.
Gangguan Ingatan
1) Amnesia
Ketidakmampuan mengingat kembali pengalaman, baik yang bersifat
sebagaian, total, maupun retrograd (pengalaman sebelum gangguan)
dan anretrograd (pengalaman sesudah gangguan)
2) Paramnesia
déjà vu, yaitu pasien seperti sudah pernah melihat sesuatu, tetapi
sebenarnya belum pernah
Jamais vu adalah pasien seperti belum pernah melihat sesuatu,
tetapi sebenarnya sudah pernah
Fausse Reconnaissance, yaitu pengenalan kembali sesuatu yang
keliru, misalnya pasien merasa pasti bahwa pengenalannya itu benar,
tapi sesungguhnya tidak benar sama sekali.
Konfabulasi yaitu secara tidak sadar mengisi lubang-lubang
ingatannya dengan cerita yang tidak sesuai kenyataan, tetap pasien
percaya akan kebenarannya
Depresi
Komponen Psikologik : Rasa sedih, susah, tak berguna, gagal,
kehilangan, putus asa, penyesalan yang patologis
Komponen Somatik : Anorexia, konstipasi, rasa dingin, TD dan nadi
menurun
Kecemasan
Komponen Psikologik : khawatir, gugup, tegang, gelisah, rasa tak aman,
takut, dan mudah terkejut.
Komponen Somatik : palpitasi, keringat dingin pada telapak tangan, TD
meningkat
Eforia
Rasa riang, gembira, senang, bahagia yang berlebihan, tidak sesuai
dengan kenyataan
Elasi, yaitu eforia yang lebih keras
Exaltasi, ialah eforia yang sangat keras
Anhedonia
Ketidakmampuan merasakan kesenangan, yaitu tidak timbul perasaan
senang dengan aktivitas yang biasanya menyenangkan
19
E. Gangguan Psikomotor
Kelambatan
♦ Hipokinesa, Hipoaktivitas, yakni pergerakan / aktivitas berkurang
♦ Sub-stupor katatonik, yaitu reaksi terhadap lingkungan sangat berkurang
♦ Katalepsi, yaitu mempertahankan secara kaku posisi tubuh tertentu
♦ Flexibilitas serea, ialah mempertahankan posisi tubuh yang dibuat
padanya oleh orang lain
Peningkatan
♦ Hiperkinesa, Hiperaktivitas
♦ Gaduh gelisah katatonik, dimana aktivitas motorik yang tidak bertujuan,
berkali-kali dilakukan dan tidak dipengaruhi oleh rangsangan dari luar
F. Proses Pikir
Gangguan Bentuk Pikir
1. Dereisme / pikran dereisme
Proses mental tidak sesuai/tidak mengikuti kenyataan, logika atau
pengalaman
20
2. Pikiran otistik
Hidup dalam alam pikirannya sendiri, cara berpikir hanya untuk
memuaskan keinginannya yang tidak terpenuhi
3. Pikiran Non Realistik
Bentuk pikiran yang sama sekali tidak berdasarkan kenyataan, mis ;
mengambil kesimpulan yang aneh dan tidak masuk akal ( gejala yang
paling menonjol pada Skizofrenia)
22
G. Persepsi
Adalah daya mengenal barang, kualitas atau hubungan serta perbedaan
melalui proses mengamati, mengetahui dan mengartikan setelah panca
inderanya menerima rangsangan.
☺ Halusinasi : Pencerapan tanpa adanya rangsangan apapun pada panca
indera (tidak ada objeknya)
☺I l u s I : Interpretasi / penilaian yang salah tentang pencerapan yang
sungguh terjadi karena rangsangan pada panca indera
☺ Depersonalisasi : Perasaan aneh tentang dirinya, bahwa pribadinya tidak
lagi seperti biasanya
☺ Derealisasi : Perasaan aneh tentang lingkungannya dan tidak sesuai
kenyataan
H. Intelegensi
Kemampuan untuk menyelesaiakan masalah yang baru, melalui pemikiran
dan pertimbangan.
Tingkat Intelegensi :
♣ Sangat Superior : IQ > 130
♣ Superior : IQ 110 – 130
♣ Normal : IQ 86 – 109
♣ Bodoh, bebal : IQ 68 – 85
♣ Debilitas (tolol) : IQ 52 – 67
♣ Imbisilitas (dungu) : IQ 36 -51 (RM sedang)
IQ 20 – 35 (RM berat)
♣ Idiot : IQ < 20
23
PENGGOLONGAN GANGGUAN JIWA
Psikosa
Psikosa adalahsuatu gangguan jiwa dengan sense of reality (kehilangan
rasa kenyataan), pasien tidak memahami penyakitnya atau tidak merasa
bahwa ia sakit.
Merupakan gangguan jiwa yang serius , yang timbul karena penyebab
organik (otak) atau fungsional (emosional) dengan menunjukkan
gangguan kemampuan berpikir, bereaksi secara emosional, mengingat,
berkomunikasi, menafsirkan kenyataan serta bertindak tidak sesuai
kenyataan.
Skizofrenia
Adalah merupakan suatu bentuk psikosa yang sering dijumpai dimana-mana.
WHO (2010), menyebutkan 7/1000 penduduk dewasa menderita Akizofrenia
dan terbanyak pada usia 15 – 35 tahun. Sebanyak 50% kasus skizofrenia
tidak mendapatkan perawatan yang baik, dan di negara berkembang terdapat
> 90% tidak diobatai.
24
Kraepelin, mengumpulkan gejala-gejala dan sindroma itu serta
menggolongkannya ke dalam satu keastuan yang dikenal “Dimensia Precox”.
Dimensia artinya kemunduran intelegensi, sedangkan precox artinya muda
atau sebelum waktunya.
Etiologi Skizofrenia
1. Keturunan
Dapat dipastikan ada faktor keturunan menentukan timbulnya Skizofrenia,
dengan hasil penelitian tentang keluarga penderita Skizofrenia :
♣ Saudara tiri, 0.9 – 1.8 %
♣ Saudara kandung, 7 – 15 %
♣ Anak dari salah satu orang tuanya Skizofrenia, 7 – 16 %
♣ Anak dari kedua orang tuanya Skizofrenia, 40 – 68 %
♣ Anak kembar heterozigot, 2 – 15 %
♣ Anak kembal monozigot, 61 – 86 %
2. Endokrin
Diduga karena sering timbulnya skizofrenia pada waktu pubertas,
kehamilan, dan puerpureum, tetapi hal ini tidak dibuktikan
3. Metabolisme
Hipotesa : pasien skizofrenia tampak pucat, agak sianosis pada ujung
extremitas, nafsu makan kurang, BB menurun, tapi tidak dibuktikan
4. Susunan Saraf Pusat (SSP)
Teori somatogenik mencari penyebab skizofrenia pada kelainan badaniah
25
5. Teori Adolf Meyer ( 1906 )
Tidak disebabkan oleh suatu penyakit badaniah
Merupakan suatu reaksi yang salah, suatu maladaptif, sehingga lama
kelamaan timbul autisme (menjauhi kenyataan)
6. Teori Sigmund Freud
Termasuk teori Psikogenik, dimana pada skizofrenia terdapat :
Kelemahan ego, baik psikogenik ataupun somatogenik
Super ego dikesampingkan dan Id berkuasa
Transference, yaitu kehilangan kepastian untuk memindahkan,
sehingga terapi psikoanalitik tidak mungkin dilakukan
Gejala-Gejala
Bleuler membagi gejala skizofrenia menjadi 2 (dua) kelompok :
1. Gejala Primer :
Gangguan proses pikir (bentuk, arus, dan isi)
Gangguan afek dan emosi
Parathimi : merasa sedih dan marah pada keadaan yang
seharusnya senang dan gembira
Paramimi : merasa senang dan gembira, tetapi pasien menangis
Gangguan / kelemahan kemauan, autisme dan gejala psikomotor
2. Gejala Sekunder :
Waham
Halusinasi
Jenis-jenis Skizofrenia
1. Skizofrenia Simplex
Timbul pertama kali pada masa pubertas dan perlahan-lahan
Gejala utama adalah emosi dangkal dan kemunduran kemauan
Gangguan proses pikir sukar ditemukan
Waham dan Halusinasi jarang
26
Awalnya mulai kurang memperhatikan keluarga atau menarik diri dari
pergaulan
Jika tidak ditolong, pasien mengalami kemunduran pekerjaan sehingga
terjadi pengangguran, pengemis, pelacur dan penjahat.
2. Skizofrenia Hebefrenik
Sering timbul pada masa remaja, awalnya perlahan-lahan (sub akut)
Gejala menyolok adalah gangguan proses pikir, gangguan kemauan,
dan ada depersonalisasi
Gangguan psikomotor, yaitu mennerism, neologisme, dan kekanak-
kanakan
Waham dan Halusinasi banyak sekali dijumpai
3. Skizofrenia Katatonik
Timbul pertma kali pada usia 15 – 30 tahun, yang diawali dengan stress
psikologis.
1) Katatonik Stupor
Tidak ada perhatian sama sekali terhadap lingkungan, dan emosinya
sangat dangkal.
Gejala penting adalah gangguan psikomotor berupa :
Mutisme : Kadang-kadang mata tertutup, muka topeng, tanpa
mimik
Stupor : Tidak bergerak sama sekali dalam waktu lama,
beberapa hari, bahkan beberapa bulan
Negativisme : Bila ganti posisinya ia menentang
Makanan ditolak, air liur ditahan, air seni dan feses ditahan
2) Gaduh Gelisah Katatonik
Hiperaktivitas motorik, tapi tidak disertai dengan emosi yang
semstinya dan tidak dipengaruhi oleh rangsangan dari luar
Penderita terus berbicara dan bergerak saja (sterotypi, neologisme)
Tidak dapat tidur, tidak makan dan minum sehingga dihidrasi
27
Pasien sering minta dipulangkan dari rumah sakit pada kondisi
mulai membaik dengan perseverasi seperti menuliskan sebuah
surat dibawah ini :
Do’a !!
Oh ! Tuhan, bolehkan kami pulang, atau pulang pagi, siang lalu
kembali lagi, atas kekuasaan Tuhan di bumi ini kami mohon
dilaksanakan oleh dokter kami, terima kasih.
4. Skizofrenia paranoid
Sering mulai diatas usia 30 tahun, permulaanya sub-akut / akut
Gejala menyolok berupa waham primer disertai waham sekunder dan
halusinasi
Kepribadian sebelum sakit adalah mudah tersinggung, suka
menyendiri, agak congkak, dan kurang percaya pada orang lain.
5. Skizofrenia Episode Akut
Gejalanya timbul sangat mendadak dan pasien seperti dalam mimpi
Kesadaran relatif berkabut
Timbul perasaan seakan-akan terjadi perubahan dunia luar dan diri
sendiri
Prognosa baik, dalam beberapa minggu atau biasanya < 6 bulan
pasien sudah membaik
6. Skizofrenia residual
Gejala primernya (Bleuler), tapi tidak jelas adanya gejala sekunder
Timbul setelah beberapa kali serangan skizofrenia
Pasien sering bersajak
7. Skizo - Afektif
Disamping gejal-gejala skizofrenia, menonjol secara bersamaan gejala
depresi atau gejala mania.
Cenderung sembuh tanpa defek, mungkin juga timbul serangan ulang
28
Pengobatan
1. Farmakoterapi
Trifluoperazin untuk pasien dengan paranoid
Fenotiazin (waham dan halusinasi), biasanya waham dan halusinasi
hilang dlam waktu 2 – 3 minggu.
2. ECT (elektro Convulsi terapie / terapi kejang listrik)
3. Psikoterapi dan Rehabilitasi
Psikosa Afektif
Berbeda dengan skizofrenia, yaitu :
☺ Pokok gangguannya terdapat pada afek dan emosi
☺ Kesembuhan penuh sesudah serangan, terutama psikosa manik-depresi
☺ Tidak terdapat disharmonis pada jiwa, baik menurun (depresi), maupun
meningkat (mania)
1. Melankolia Involusi
Timbul pada wanita usia diatas 45 tahun dan pria diatas 55 tahun,
hubungannya dengan penurunan fungsi endokrin dan reproduksi.
Gejala
Beberapa minggu / beberapa bulan permulaan pasien cenderung :
Mudah marah, pesimis, insomnia
Mulai tidak suka bekerja, serta sering menangis
Ragu-ragu dan tidak dapat mengambil keputusan
Lapang minat menyempit dan menarik diri dari kehidupan sosial
2. Psikosa Manik-Depresi
Lebih sering dijumpai pada kaum wanita dengan perbandingan 2 : 1,
sosial ekonomi yang tinggi. Faktor keturunan 30 %, bangsa Eropa lebih
banyak dari Indonesia.
Gejala mania :
29
Gangguan emosi berupa eforia yang tidak sesuai kenyataan, kadang
diserta waham dan halusinasi
Hiperaktivitas, seperti gelisah, tidak diam di tempat, sobek-sobek
bajunya, dll
Gangguan proses piker, yaitu arus pikir cepat, asosiasi bunyi, sering
timbul ilusi, dan sering waham kebesaran
Gejala Depresi :
Gangguan emosi berupa pesimistik, rasa sedih yang hebat, putus
asa dan timbul bahaya bunuh diri, atau membunuh keluarganya
Aktivitas lemah, stupor, menghindari teman-teman
Gangguan proses pikir dapat berupa penurunan kemampuan
mengutarakan isi hati
Keluhan badaniah, yaitu perasaan tertekan pada kepala dan dada,
kedua tungkai terasa berat, sukar tidur, nafsu makan kurang, dan
obstipasi
Gangguan menstruasi dan impotensi pada pria
Psikosa Paranoid
Khalbaum (1863) adalah orang yang pertama kali menggunakan istilah
paranoid untuk menunjukkan suatu kecurigaan dan kebesaran yang berlebihan.
1. Paranoia
Biasanya dijumpai pada usia diatas 30 tahun, pria lebih banyak
Gejala utama adalah waham yang kaku, kokoh dan sistematis
Waham biasanya bersumber dari suatu kejadian yang nyata, sering
waham kejaran dan kebesaran mengusaianya
Menyusun cerita yang awalnya dipercaya oleh teman-teman
Intelegensinya tidak terganggu
2. Parafrenia Involusi
30
Waham kebesaran yang terorganisir baik.
Banyak pasien memperlihatkan rasa kekecewaan dan bermusuhan
Psikosa Reaktif
Adalah psikosa fungsional yang timbul karena suatu stress psikologis yang
biasanya datang secara tiba-tiba dan dirasakan besar oleh pasien.
Ada 4 jenis Psikosa reaktif, yaitu : Psikosa depresi reaktif, gaduh gelisah reaktif,
kebingungan reaktif, dan Reaksi paranoid akut.
Nerosa
Adalah suatu kesalahan adaptasi secara emosional karena tidak dapat
diselesaikannya suatu konflik tak sadar, yang dikenal sebagai Psikonerosa.
Klasifikasi Nerosa
1. Nerosa cemas
Bila kecemasan hebat sekali, akan terjadi panik sehingga individu
memperlihatkan sikap agresif dan mengancam.
Gejala somatik dapat berupa sesak napas, dada tertekan, palpitasi, linu-
linu, nyeri epigastrium, lekas lelah, dan keringat dingin
Gejala psikologik adalah perasaan was-was, khawatir, tegang terus
menerus, bicara cepat tapi putus-putus
2. Nerosa Histerik
Fungsi badaniah atau mental hilang tanpa dikendalikan pasien.
3. Nerosa Fobik
Biasanya ditandai dengan rasa takut yang sangat hebat terhadap suatu
benda atau keadaan yang oleh individu sebenarnya disadarai sebagai
bukan ancaman. Rasa takut ini mengakibatkan perasaan seperti akan
pingsan, rasa lelah, palpitasi, mual, tremor, dan panik.
4. Nerosa Obsesif-Kompulsif
31
Pada keadaan ini individu menghilangkan kecemasan dengan perbuatan /
buah pikiran yang berulang-ulang.
Obsesif adalah merupakan kesangsian terhadap apa yang telah
dikerjakan. Misalnya “waktu mau tidur, berulang-ulang melihat apakah
pintu dan jendela sudah dikunci dengan baik”.
Kompulsif, yaitu Suatu tindakan dilakukan berkali-kali seperti “sering
mencuci tangan (bacterifobia), mengatur barang-barang tertentu pada
posisi tertentu”
5. Nerosa Depresi
Suatu gangguan perasaan dengan ciri-ciri semangat berkurang, rasa harga
diri rendah (HDR), menyalahkan diri sendir, gangguan tidur dan makan
6. Nerosa Depersonalisasi
Suatu keadaan yang didominasi oleh rasa ketidakwajaran dan keasingan
terhadap dirinya sendiri atau lingkungannya.
7. Nerosa Hipokondrik
Pikiran terpaku pada kesehatan fisik dan mentalnya, pasien takut akan
adanya penyakit pada berbagai bagian tubuhnya.
32
KONSEP DASAR KEPERAWATAN JIWA
Pengertian
Perawatan Kesehatan Jiwa adalah suatu bidang spesialistik praktik
keperawatan untuk menerapkan teori perilaku manusia sebagai ilmunya dan
penggunaan diri secara terapeutik sebagai kiatnya (ANA)
33
Peran Keperawatan Jiwa
34
3. Peran Prevensi Tersier
1) Melakukan latihan vokasional dan rehabilitasi
2) Mengorganisasikan “after care” , yaitu pasien yang telah pulang guna
memudahkan transisi dari rumah sakit ke masyarakat
3) Memberikan pilihan “Partial Hospitalization” (rawat jalan) pada pasien
35
MODEL KONSEP KEPERAWATAN JIWA
36
Intervensi krisis, manipulasi lingkungan, dan dukungan sosial
4. Model Existensial (Perls, Ellis, et al)
Model ini menggambarkan kehidupan akan penuh arti jika manusia dapat
menerima dirinya sepenuhnya, yang dicapai melalui hubungan dengan
orang lain
Proses terapi :
Kemampuan pasien dalam mengungkapkan secara verbal semua pikiran
dan mimpinya untuk diinterpretasikan terapis
37
Proses terapi : Mendukung dan meningkatkan proses adaptif yang Konstruktif
Pengertian
Metoda sistematis dan ilmiah yang digunakan perawat untuk memnuhi
kebutuhan pasien dalam mencapai / mempertahankan keadaan bio-psiko-
sosial-spiritual yang optimal.
Ciri Proses Keperawatan adalah :
Dinamis, siklik, saling bergantung, luwes, dan terbuka
Pengkajian
Merupakan tahap awal dan dasar utama dalam melakukan asuhan
keperawatan yang mencakup pengelompokan dan jenis data.
Kelompok data : Data subjektif dan data objektif
Jenis data : Data primer dan data sekunder
Masalah Keperawatan
Masalah keperawatan diidentifikasi berdasarkan data-data pengkajian, yang
selanjutnya dianalisa dalam bentuk pohon masalah.
Pohon Masalah
Saat ini telah digunakan diagnosa keperawatan NANDA 2005 dengan fomulasi
diagnosa atau masalah keperawatan tunggal (P : Problem) dan tidak lagi
berhubungan E (etiologi), serta didukung dengan S (data objektif dan subjektif).
Perencanaan
Serangkaian tindakan untuk mencapai setiap TUK (Tujuan Khusus).
TUK berfokus pada penyelesaian etiologi (E)
TUM berfekus pada penyelesai Problem (P)
Intervensi keperawatan disusun untuk mengatasi etiologinya
39
PSIKOFARMAKA DAN PSIKOTROPIKA
Defenisi
Obat yang bekerja secara selektif pada SSP dan mempunyai efek utama
terhadap aktivitas mental dan perilaku, digunakan untuk terapi gangguan
psikiatri.
Penggunaan obat ini untuk meredam (supressan) gejala sasaran
tertentu. Pemilihan obat disesuaikan dengan gejala sasaran yang
dominan yang ingin ditanggulangi.
Misalnya : jenis obat anti psikosa, gejala sasarannya psikosa. Demikian
halnya dengan Anti Depresi dan Anti Anxietas.
Penggunaan Obat
Efek Primer : Obat digunakan pada target sindroma / klinis
Efek Sekunder : Efek samping obat, efek Sekunder timbul lebih dulu
baru efek primer, tetapi keduanya digunakan untuk tujuan terapi.
40
Hubungan Perawat – Pasien
Efektifitas pemberian psikofarmaka sangat tergantung hubungan
perawat - pasien yang harmonis, oleh karena itu perawat seyogyanya
mampu membina hubungan yang dekat (trust) dengan pasien.
Keadaan ini dibutuhkan karena terapi psikiatri membutuhkan waktu
lama, sehingga dibutuhkan kepatuhan dan ketekunan.
Perlu informasi yang benar tentang psikofarmaka
Penggolongan :
1. Tricyclic compound : Amitriptyline (Amitriptyline)
Imipramine (Tofranil)
Amineptine (Survector)
2. Tetracyclic : Maprotiline (Ludionil)
Mianserine (Tolvone)
Amoxapine (Asendin)
3. Mono-Amine-Oxidae-Inhibitor (MAOI) : Moclobemide (Aurorix)
4. Selectiveserotonine Re-Uptake Inhibitor (SSRI) : Paroxetine (Seroxat)
Fluvoxamine (Luvox).
5. Atypical antidepresants : Trazodone (Trazone).
42
Prazepam : Equipax
Oxazolam : Serenal-10
Alprazolam : Xanax
Cklozepate : Tranxene
Clobazam : Frisium
2. Non Benzodiazepine : Sulpride : Dogmatil-50
Buspiron : Buspar
43
44
45
46
47
LAPORAN PENDAHULUAN DAN STRATEGI PELAKSANAAN
TINDAKAN KEPERAWATAN JIWA
Contoh LSP
2. Klasifikasi
Klasifikasi halusinasi sebagai berikut :
a. Halusinasi dengar (akustik, auditorik), pasien itu mendengar suara
yang membicarakan, mengejek, menertawakan, atau mengancam
padahal tidak ada suara di sekitarnya.
b. Halusinasi lihat (visual), pasien itu melihat pemandangan orang,
binatang atau sesuatu yang tidak ada.
c. Halusinasi bau / hirup (olfaktori). Halusinasi ini jarang di dapatkan.
Pasien yang mengalami mengatakan mencium bau-bauan seperti bau
bunga, bau kemenyan, bau mayat, yang tidak ada sumbernya.
49
d. Halusinasi kecap (gustatorik). Biasanya terjadi bersamaan dengan
halusinasi bau / hirup. Pasien itu merasa (mengecap) suatu rasa di
mulutnya.
e. Halusinasi singgungan (taktil, kinaestatik). Individu yang bersangkutan
merasa ada seseorang yang meraba atau memukul. Bila rabaab ini
merupakan rangsangan seksual halusinasi ini disebut halusinasi
heptik.
3. Etiologi
Menurut Mary Durant Thomas (1991), Halusinasi dapat terjadi pada klien
dengan gangguan jiwa seperti skizoprenia, depresi atau keadaan
delirium, demensia dan kondisi yang berhubungan dengan penggunaan
alkohol dan substansi lainnya. Halusinasi adapat juga terjadi dengan
epilepsi, kondisi infeksi sistemik dengan gangguan metabolik. Halusinasi
juga dapat dialami sebagai efek samping dari berbagai pengobatan yang
meliputi anti depresi, anti kolinergik, anti inflamasi dan antibiotik,
sedangkan obat-obatan halusinogenik dapat membuat terjadinya
halusinasi sama seperti pemberian obat diatas. Halusinasi dapat juga
terjadi pada saat keadaan individu normal yaitu pada individu yang
mengalami isolasi, perubahan sensorik seperti kebutaan, kurangnya
pendengaran atau adanya permasalahan pada pembicaraan. Penyebab
halusinasi pendengaran secara spesifik tidak diketahui namun banyak
faktor yang mempengaruhinya seperti faktor biologis , psikologis , sosial
budaya,dan stressor pencetusnya adalah stress lingkungan , biologis ,
pemicu masalah sumber-sumber koping dan mekanisme koping.
4. Psikopatologi
Psikopatologi dari halusinasi yang pasti belum diketahui. Banyak teori
yang diajukan yang menekankan pentingnya faktor-faktor psikologik,
fisiologik dan lain-lain. Ada yang mengatakan bahwa dalam keadaan
terjaga yang normal otak dibombardir oleh aliran stimulus yang yang
50
datang dari dalam tubuh ataupun dari luar tubuh. Input ini akan
menginhibisi persepsi yang lebih dari munculnya ke alam sadar.Bila
input ini dilemahkan atau tidak ada sama sekali seperti yang kita jumpai
pada keadaan normal atau patologis, maka materi-materi yang ada
dalam unconsicisus atau preconscious bisa dilepaskan dalam bentuk
halusinasi.
Pendapat lain mengatakan bahwa halusinasi dimulai dengan adanya
keinginan yang direpresi ke unconsicious dan kemudian karena sudah
retaknya kepribadian dan rusaknya daya menilai realitas maka keinginan
tadi diproyeksikan keluar dalam bentuk stimulus eksterna.
51
untuk berhubungan dengan realitas, misalnya jam dinding, gambar
atau hiasan dinding, majalah dan permainan.
b. Melaksanakan program terapi dokter
Sering kali pasien menolak obat yang di berikan sehubungan dengan
rangsangan halusinasi yang di terimanya. Pendekatan sebaiknya
secara persuatif tapi instruktif. Perawat harus mengamati agar obat
yang di berikan betul di telannya, serta reaksi obat yang di berikan.
c. Menggali permasalahan pasien dan membantu mengatasi masalah
Setelah pasien lebih kooperatif dan komunikatif, perawat dapat
menggali masalah pasien yang merupakan penyebab timbulnya
halusinasi serta membantu mengatasi masalah yang ada.
Pengumpulan data ini juga dapat melalui keterangan keluarga pasien
atau orang lain yang dekat dengan pasien.
d. Memberi aktivitas pada pasien
Pasien di ajak mengaktifkan diri untuk melakukan gerakan fisik,
misalnya berolah raga, bermain atau melakukan kegiatan. Kegiatan ini
dapat membantu mengarahkan pasien ke kehidupan nyata dan
memupuk hubungan dengan orang lain. Pasien di ajak menyusun
jadwal kegiatan dan memilih kegiatan yang sesuai.
e. Melibatkan keluarga dan petugas lain dalam proses perawatan
Keluarga pasien dan petugas lain sebaiknya di beritahu tentang data
pasien agar ada kesatuan pendapat dan kesinambungan dalam
proses keperawatan, misalny dari percakapan dengan pasien di
ketahui bila sedang sendirian ia sering mendengar laki-laki yang
mengejek. Tapi bila ada orang lain di dekatnya suara-suara itu tidak
terdengar jelas. Perawat menyarankan agar pasien jangan menyendiri
dan menyibukkan diri dalam permainan atau aktivitas yang ada.
Percakapan ini hendaknya di beritahukan pada keluarga pasien dan
petugaslain agar tidak membiarkan pasien sendirian dan saran yang
di berikan tidak bertentangan.
52
B. Strategi Pelaksanaan (SP)
Masalah Utama : Halusinasi pendengaran
1. Proses Keperawatan
a. Kondisi klien:
1) Petugas mengatakan bahwa klien sering menyendiri di kamar
2) Klien sering ketawa dan tersenyum sendiri
3) Klien mengatakan sering mendengar suara-suara yang
membisiki dan isinya tidak jelas serta melihat setan-setan.
b. Diagnosa keperawatan:
Gangguan persepsi sensori: halusinasi dengar
2. Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
a. Tindakan Keperawatan untuk Pasien
Tujuan tindakan untuk pasien meliputi:
1) Pasien mengenali halusinasi yang dialaminya
2) Pasien dapat mengontrol halusinasinya
3) Pasien mengikuti program pengobatan secara optimal
SP 1 Pasien : Membantu pasien mengenal halusinasi, menjelaskan cara-
cara mengontrol halusinasi, mengajarkan pasien
mengontrol halusinasi dengan cara pertama: menghardik
halusinasi
Fase Orientasi :
”Selamat pagi bapak, Saya Mahasiswa Keperawatan Poltekkes Ternate
yang akan merawat bapak, Nama Saya Hastika, senang dipanggil Tika.
Nama bapak siapa?Bapak Senang dipanggil apa”
”Bagaimana perasaan bapak hari ini? Apa keluhan bapak saat ini”
”Baiklah, bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang suara yang selama
ini bapak dengar tetapi tak tampak wujudnya? Di mana kita duduk? Di
ruang tamu? Berapa lama? Bagaimana kalau 30 menit”
53
Fase Kerja :
”Apakah bapak mendengar suara tanpa ada ujudnya?Apa yang dikatakan
suara itu?”
”Apakah terus-menerus terdengar atau sewaktu-waktu? Kapan yang paling
sering bapak dengar suara itu? Berapa kali sehari bapak alami? Pada
keadaan apa suara itu terdengar? Apakah pada waktu sendiri?”
” Apa yang bapak rasakan pada saat mendengar suara itu?”
”Apa yang bapak lakukan saat mendengar suara itu? Apakah dengan cara
itu suara-suara itu hilang? Bagaimana kalau kita belajar cara-cara untuk
mencegah suara-suara itu muncul?
” bapak , ada empat cara untuk mencegah suara-suara itu muncul.
Pertama, dengan menghardik suara tersebut. Kedua, dengan cara
bercakap-cakap dengan orang lain. Ketiga, melakukan kegiatan yang
sudah terjadwal, dan yang ke empat minum obat dengan teratur.”
”Bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu, yaitu dengan menghardik”.
”Caranya sebagai berikut: saat suara-suara itu muncul, langsung bapak
bilang, pergi saya tidak mau dengar, … Saya tidak mau dengar. Kamu
suara palsu. Begitu diulang-ulang sampai suara itu tak terdengar lagi. Coba
bapak peragakan! Nah begitu, … bagus! Coba lagi! Ya bagus bapak D
sudah bisa”
Terminasi :
”Bagaimana perasaan bapak setelah peragaan latihan tadi?” Kalau suara-
suara itu muncul lagi, silakan coba cara tersebut ! bagaimana kalu kita buat
jadwal latihannya. Mau jam berapa saja latihannya? (Saudara masukkan
kegiatan latihan menghardik halusinasi dalam jadwal kegiatan harian
pasien). Bagaimana kalau kita bertemu lagi untuk belajar dan latihan
mengendalikan suara-suara dengan cara yang kedua? Bapak D maunya
Jam berapa? Bagaimana kalau dua jam lagi? Berapa lama kita akan
berlatih? Dimana tempatnya”
”Baiklah, sampai jumpa.”
54
SP 2 Pasien : Melatih pasien mengontrol halusinasi dengan cara kedua:
bercakap-cakap dengan orang lain
Fase Orientasi:
“Selamat pagi bapak Bagaimana perasaan bapak saat ini? Apakah suara-
suaranya masih muncul? Apakah sudah dipakai cara yang telah kita latih?
Berkurangkan suara-suaranya Bagus! Sesuai janji kita tadi saya akan latih
cara kedua untuk mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap dengan
orang lain. Kita akan latihan selama 20 menit. Mau di mana? Di sini saja?
Fase Kerja:
“Cara kedua untuk mencegah/mengontrol halusinasi yang lain adalah
dengan bercakap-cakap dengan orang lain. Jadi kalau bapak mulai
mendengar suara-suara, langsung saja cari teman untuk diajak ngobrol.
Minta teman untuk ngobrol dengan bapak Contohnya begini; … tolong,
saya mulai dengar suara-suara. Ayo ngobrol dengan saya! Atau kalau ada
orang dirumah misalnya istri, anak bapak katakan: bu, ayo ngobrol dengan
bapak sedang dengar suara-suara. Begitu bapak, coba bapak lakukan
seperti yang saya lakukan tadi. Ya, begitu. Bagus! Coba sekali lagi! Bagus!
Nah, latih terus ya bapak!”
Terminasi:
“Bagaimana perasaan bapak setelah latihan ini? Jadi sudah ada berapa
cara yang bapak pelajari untuk mencegah suara-suara itu? Bagus, cobalah
kedua cara ini kalau bapak mengalami halusinasi lagi. Bagaimana kalau
kita masukkan dalam jadwal kegiatan harian bapak. Mau jam berapa latihan
bercakap-cakap? Nah nanti lakukan secara teratur serta sewaktu-waktu
suara itu muncul! Besok pagi saya akan kemari lagi. Bagaimana kalau kita
latih cara yang ketiga yaitu melakukan aktivitas terjadwal? Mau jam
berapa? Bagaimana kalau jam 10.00? Mau di mana/Di sini lagi? Sampai
besok ya. Selamat pagi”
55
SP 3 Pasien : Melatih pasien mengontrol halusinasi dengan cara ketiga,
yaitu melaksanakan aktivitas terjadwal
Fase Orientasi:
“Selamat pagi bapak Bagaimana perasaan bapak hari ini? Apakah suara-
suaranya masih muncul ? Apakah sudah dipakai dua cara yang telah kita
latih ? Bagaimana hasilnya ? Bagus ! Sesuai janji kita, hari ini kita akan
belajar cara yang ketiga untuk mencegah halusinasi yaitu melakukan
kegiatan terjadwal. Mau di mana kita bicara? Baik kita duduk di ruang tamu.
Berapa lama kita bicara? Bagaimana kalau 30 menit? Baiklah.”
Fase Kerja :
“Apa saja yang biasa bapak lakukan? Pagi-pagi apa kegiatannya, terus jam
berikutnya (terus ajak sampai didapatkan kegiatannya sampai malam). Wah
banyak sekali kegiatannya. Mari kita latih dua kegiatan hari ini (latih
kegiatan tersebut). Bagus sekali bapak bisa lakukan. Kegiatan ini dapat
bapak lakukan untuk mencegah suara tersebut muncul. Kegiatan yang lain
akan kita latih lagi agar dari pagi sampai malam ada kegiatan.
Fase Terminasi :
“Bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap cara yang ketiga
untuk mencegah suara-suara? Bagus sekali! Coba sebutkan 3 cara yang
telah kita latih untuk mencegah suara-suara. Bagus sekali. Mari kita
masukkan dalam jadwal kegiatan harian bapak Coba lakukan sesuai jadwal
ya! (Saudara dapat melatih aktivitas yang lain pada pertemuan berikut
sampai terpenuhi seluruh aktivitas dari pagi sampai malam) Bagaimana
kalau menjelang makan siang nanti, kita membahas cara minum obat yang
baik serta guna obat. Mau jam berapa? Bagaimana kalau jam 12.00 pagi?
Di ruang makan ya! Sampai jumpa.”
56
Fase Orientasi:
“Selamat pagi bapak Bagaimana perasaan bapak hari ini? Apakah suara-
suaranya masih muncul ? Apakah sudah dipakai tiga cara yang telah kita
latih ? Apakah jadwal kegiatannya sudah dilaksanakan ? Apakah pagi ini
sudah minum obat? Baik. Hari ini kita akan mendiskusikan tentang obat-
obatan yang bapak minum. Kita akan diskusi selama 20 menit sambil
menunggu makan siang. Di sini saja ya bapak?”
Fase Kerja:
“Bapak adakah bedanya setelah minum obat secara teratur. Apakah suara-
suara berkurang/hilang ? Minum obat sangat penting supaya suara-suara
yang bapak dengar dan mengganggu selama ini tidak muncul lagi. Berapa
macam obat yang bapak minum ? (Perawat menyiapkan obat pasien) Ini
yang warna orange (CPZ) 3 kali sehari jam 7 pagi, jam 1 siang dan jam 7
malam gunanya untuk menghilangkan suara-suara. Ini yang putih (THP) 3
kali sehari jam nya sama gunanya untuk rileks dan tidak kaku. Sedangkan
yang merah jambu (HP) 3 kali sehari jam nya sama gunanya untuk pikiran
biar tenang. Kalau suara-suara sudah hilang obatnya tidak boleh
diberhentikan. Nanti konsultasikan dengan dokter, sebab kalau putus obat,
bapak akan kambuh dan sulit untuk mengembalikan ke keadaan semula.
Kalau obat habis bapak bisa minta ke dokter untuk mendapatkan obat lagi.
bapak juga harus teliti saat menggunakan obat-obatan ini. Pastikan obatnya
benar, artinya bapak harus memastikan bahwa itu obat yang benar-benar
punya bapak Jangan keliru dengan obat milik orang lain. Baca nama
kemasannya. Pastikan obat diminum pada waktunya, dengan cara yang
benar. Yaitu diminum sesudah makan dan tepat jamnya bapak juga harus
perhatikan berapa jumlah obat sekali minum, dan harus cukup minum 10
gelas per hari”
Terminasi:
57
“Bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap tentang obat?
Sudah berapa cara yang kita latih untuk mencegah suara-suara? Coba
sebutkan! Bagus! (jika jawaban benar). Mari kita masukkan jadwal minum
obatnya pada jadwal kegiatan bapak Jangan lupa pada waktunya minta
obat pada perawat atau pada keluarga kalau di rumah. Nah makanan
sudah datang. Besok kita ketemu lagi untuk melihat manfaat 4 cara
mencegah suara yang telah kita bicarakan. Mau jam berapa? Bagaimana
kalau jam 10.00. sampai jumpa.”
58
Tindakan keperawatan yang dapat diberikan untuk keluarga
pasien halusinasi adalah:
a) Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat
pasien
b) Berikan pendidikan kesehatan tentang pengertian halusinasi,
jenis halusinasi yang dialami pasien, tanda dan gejala
halusinasi, proses terjadinya halusinasi, dan cara merawat
pasien halusinasi.
c) Berikan kesempatan kepada keluarga untuk memperagakan
cara merawat pasien dengan halusinasi langsung di
hadapan pasien
d) Beri pendidikan kesehatan kepada keluarga perawatan
lanjutan pasien
Fase Kerja:
“Apa yang Ibu rasakan menjadi masalah dalam merawat bapak Apa yang
Ibu lakukan?”
“Ya, gejala yang dialami oleh Bapak itu dinamakan halusinasi, yaitu
mendengar atau melihat sesuatu yang sebetulnya tidak ada bendanya.
59
”Tanda-tandanya bicara dan tertawa sendiri,atau marah-marah tanpa
sebab”
“Jadi kalau anak Bapak/Ibu mengatakan mendengar suara-suara,
sebenarnya suara itu tidak ada.”
“Kalau Bapak mengatakan melihat bayangan-bayangan, sebenarnya
bayangan itu tidak ada.”
”Untuk itu kita diharapkan dapat membantunya dengan beberapa cara. Ada
beberapa cara untuk membantu ibu agar bisa mengendalikan halusinasi.
Cara-cara tersebut antara lain: Pertama, dihadapan Bapak, jangan
membantah halusinasi atau menyokongnya. Katakan saja Ibu percaya
bahwa anak tersebut memang mendengar suara atau melihat bayangan,
tetapi Ibu sendiri tidak mendengar atau melihatnya”.
”Kedua, jangan biarkan Bapak melamun dan sendiri, karena kalau
melamun halusinasi akan muncul lagi. Upayakan ada orang mau bercakap-
cakap dengannya. Buat kegiatan keluarga seperti makan bersama, sholat
bersama-sama. Tentang kegiatan, saya telah melatih Bapak untuk
membuat jadwal kegiatan sehari-hari. Tolong Ibu pantau pelaksanaannya,
ya dan berikan pujian jika dia lakukan!”
”Ketiga, bantu Bapak minum obat secara teratur. Jangan menghentikan
obat tanpa konsultasi. Terkait dengan obat ini, saya juga sudah melatih
Bapak untuk minum obat secara teratur. Jadi Ibu dapat mengingatkan
kembali. Obatnya ada 3 macam, ini yang orange namanya CPZ gunanya
untuk menghilangkan suara-suara atau bayangan. Diminum 3 X sehari
pada jam 7 pagi, jam 1 siang dan jam 7 malam. Yang putih namanya THP
gunanya membuat rileks, jam minumnya sama dengan CPZ tadi. Yang biru
namanya HP gunanya menenangkan cara berpikir, jam minumnya sama
dengan CPZ. Obat perlu selalu diminum untuk mencegah kekambuhan”
”Terakhir, bila ada tanda-tanda halusinasi mulai muncul, putus halusinasi
Bapak dengan cara menepuk punggung Bapak. Kemudian suruhlah Bapak
60
menghardik suara tersebut. Bapak sudah saya ajarkan cara menghardik
halusinasi”.
”Sekarang, mari kita latihan memutus halusinasi Bapak. Sambil menepuk
punggung Bapak, katakan: bapak, sedang apa kamu?Kamu ingat kan apa
yang diajarkan perawat bila suara-suara itu datang? Ya..Usir suara itu,
bapak Tutup telinga kamu dan katakan pada suara itu ”saya tidak mau
dengar”. Ucapkan berulang-ulang, pak”
”Sekarang coba Ibu praktekkan cara yang barusan saya ajarkan”
”Bagus Bu”
Fase Terminasi:
“Bagaimana perasaan Ibu setelah kita berdiskusi dan latihan memutuskan
halusinasi Bapak?”
“Sekarang coba Ibu sebutkan kembali tiga cara merawat bapak?”
”Bagus sekali Bu. Bagaimana kalau dua hari lagi kita bertemu untuk
mempraktekkan cara memutus halusinasi langsung dihadapan Bapak?”
”Jam berapa kita bertemu?”
Baik, sampai Jumpa. Selamat pagi
SP 2 Keluarga: Melatih keluarga praktek merawat pasien langsung
dihadapan pasien
Fase Orientasi:
“Selamat pagi”
“Bagaimana perasaan Ibu pagi ini?”
”Apakah Ibu masih ingat bagaimana cara memutus halusinasi Bapak yang
sedang mengalami halusinasi?Bagus!”
”Sesuai dengan perjanjian kita, selama 20 menit ini kita akan
mempraktekkan cara memutus halusinasi langsung dihadapan Bapak”.
”mari kita datangi bapak”
Fase Kerja:
61
”Selamat pagi pak” ”pak, istri bapak sangat ingin membantu bapak
mengendalikan suara-suara yang sering bapak dengar. Untuk itu pagi ini
istri bapak datang untuk mempraktekkan cara memutus suara-suara yang
bapak dengar. pak nanti kalau sedang dengar suara-suara bicara atau
tersenyum-senyum sendiri, maka Ibu akan mengingatkan seperti ini”
”Sekarang, coba ibu peragakan cara memutus halusinasi yang sedang
bapak alami seperti yang sudah kita pelajari sebelumnya. Tepuk punggung
bapak lalu suruh bapak mengusir suara dengan menutup telinga dan
menghardik suara tersebut” (saudara mengobservasi apa yang dilakukan
keluarga terhadap pasien)Bagus sekali!Bagaimana pak? Senang dibantu
Ibu? Nah Bapak/Ibu ingin melihat jadwal harian bapak. (Pasien
memperlihatkan dan dorong istri/keluarga memberikan pujian) Baiklah,
sekarang saya dan istri bapak ke ruang perawat dulu” (Saudara dan
keluarga meninggalkan pasien untuk melakukan terminasi dengan keluarga
Fase Terminasi:
“Bagaimana perasaan Ibu setelah mempraktekkan cara memutus
halusinasi langsung dihadapan Bapak?”
”Dingat-ingat pelajaran kita hari ini ya Bu. ibu dapat melakukan cara itu bila
Bapak mengalami halusinas”.
“bagaimana kalau kita bertemu dua hari lagi untuk membicarakan tentang
jadwal kegiatan harian Bapak. Jam berapa Ibu bisa datang?Tempatnya di
sini ya. Sampai jumpa.”
Fase Orientasi
“Selamat pagi Bu, sesuai dengan janji kita kemarin dan sekarang ketemu
untuk membicarakan jadual bapak selama dirumah”
“Nah sekarang kita bicarakan jadwal bapak di rumah? Mari kita duduk di
ruang tamu!”
62
“Berapa lama Ibu ada waktu? Bagaimana kalau 30 menit?”
Fase Kerja
“Ini jadwal kegiatan bapak yang telah disusun. Jadwal ini dapat dilanjutkan.
Coba Ibu lihat mungkinkah dilakukan. Siapa yang kira-kira akan memotivasi
dan mengingatkan?” Bu jadwal yang telah dibuat tolong dilanjutkan, baik
jadwal aktivitas maupun jadwal minum obatnya”
“Hal-hal yang perlu diperhatikan lebih lanjut adalah perilaku yang
ditampilkan oleh bapak selama di rumah.Misalnya kalau bapak terus
menerus mendengar suara-suara yang mengganggu dan tidak
memperlihatkan
perbaikan, menolak minum obat atau memperlihatkan perilaku
membahayakan orang lain. Jika hal ini terjadi segera bawa kerumah sakit
untuk dilakukan pemeriksaan ulang dan di berikan tindakan”
Fase Terminasi
“Bagaimana Ibu? Ada yang ingin ditanyakan? Coba Ibu sebutkan cara-cara
merawat bapak Bagus(jika ada yang lupa segera diingatkan oleh perawat.
Ini jadwalnya. Sampai jumpa”
64
aktifitas di rumah
termasuk minum obat
[discharge planning]
2. Menjelaskan follow up
pasien setelah pulang
Halusinasi Pasien Keluarga
SP I p SP I k
1. Mengidentifikasi jenis halusinasi 1. Mendiskusikan masalah
pasien yang dirasakan
2. Mengidentifikasi isi halusinasi pasien keluarga dalam
3. Mengidentifikasi waktu halusinasi merawat pasien
pasien 2. Menjelaskan
4. Mengidentifikasi frekuensi halusinasi pengertian, tanda dan
pasien gejala halusinasi, dan
5. Mengidentifikasi situasi yang jenis halusinasi yang
menimbulkan halusinasi dialam pasien beserta
6. Mengidentifikasi respons pasien proses terjadinya
terhadap halusinasi 3. Menjelaskan cara-cara
7. Mengajarkan pasien menghardik merawat pasien
halusinasi halusinasi
8. Menganjurkan pasien memasukkan SP II k
cara menghardik halusinasi dalam 1. Melatih keluarga
jadwal kegiatan harian mempraktekkan
SP II p cara merawat
1. Mengvaluasi jadwal kegiatan pasien dengan
harian pasien Halusinasi
2. Melatih pasien mengendalikan 2. Melatih keluarga
halusinasi dengan cara bercakap- melakukan cara
cakap dengan orang lain merawat langsung
3. Menganjukan pasien memasukkan kepada pasien
dalam jadwal kegiatan harian Halusinasi
SP III p SP III k
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan 1. Membantu kelaurga
harian pasien membuat jadwal
2. Melatih pasien mengendalikan aktifitas di rumah
halusinasi dengan melakukan termasuk minum obat
kegiatyan [kegiatan yang biasa [discharge planning]
dilakukan pasien]
3. Menganjurkan pasien memasukkan 2. Menjelaskan follow up
dalam jadwal kegiatan harian pasien setelah pulang
SP IV p
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan
harian pasien
2. Memberikan pendidikan kesehatan
tentang penggunaan obat secara
teratur
65
3. Menganjurkan pasien memasukkan
dalam jadwal kegiatan harian
Defisit Pasien Keluarga
Perawatan SP I p SP I k
Diri 1. Menjelaskan pentingnya 1. Mendiskusikan masalah
kebersihan diri yang dirasakan
2. Menjelaskan cara menjaga keluarga dalam
kebersihan diri merawat pasien
3. Membantu pasien mempraktekan 2. Menjelaskan
cara menjaga kebersihan diri pengertian, tanda dan
4. Menganjurkan pasien memasukkan gejala defisit
dalam jadwal kegiatan harian perawatan diri, dan
SP II p jenis defisit perawatan
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan perawatan diri yang
harian pasien dialami pasien
2. Menjelaskan cara makan yang 3. Menjelaskan cara-cara
baik merawat pasien defisit
3. Membantu pasien mempraktekkan perawatan diri
cara makan yang baik SP II k
4. Menganjurkan pasien memasukkan 1. Melatih keluarga
dalam jadwal kegiatan harian mempraktekkan cara
SP III p merawat pasien
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan dengan defisit
harian pasien perawatan diri
2. Menjelaskan cara eliminasi yang 2. Melatih keluarga
baik melakukan cara
3. Membantu pasien mempraktekkan merawat langsung
cara eliminasi yang baik dan kepada pasien defisit
memasukkan dalam jadwal perawatan diri
4. Menganjurkan pasien memasukkan SP III k
dalam jadwal kegiatan harian 1. Membantu keluarga
SP IV p membuat jadwal
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan aktifitas di rumah
harian pasien termasuk minum obat
2. Menjelaskan cara berdandan [discharge planning]
3. Membantu pasien mempraktekkan 2. Menjelaskan follow up
cara berdandan pasien setelah pulang
4. Menganjurkan pasien memasukkan
dalam jadwal kegiatan harian
Waham SP I p SP I k
1. Membantu orientasi realita 1. Mendiskusikan masalah
2. Mendiskusikan kebutuhan yang yang dirasakan
tidak terpenuhi keluarga dalam
3. Membantu pasien memenuhi merawat pasien
kebutuhannya 2. Menjelaskan
4. Menganjurkan pasien memasukkan pengertian, tanda dan
66
dalam jadwal kegiatan harian gejala waham, dan
SP II p jenis waham yang
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan dialami pasien beserta
harian pasien proses terjadinya
2. Berdiskusi tentang kemampuan 3. Menjelaskan cara-cara
yang dimiliki merawat pasien
3. Melatih kemampuan yang dimiliki waham
SP III p SP II k
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan 1. Melatih keluarga
harian pasien mempraktekkan cara
2. Memberikan pendidikan kesehatan merawat pasien
tentang penggunaan obat secara dengan waham
teratur 2. Melatih keluarga
3. Menganjurkan pasien memasukkan melakukan cara
dalam jadwal kegiatan harian merawat langsung
kepada pasien waham
SP III k
1. Membantu keluarga
membuat jadwal
aktifitas di rumah
termasuk minum obat
2. Mendiskusikan sumber
rujukan yang bisa
dijangkau keluarga.
Resiko SP I p SP I k
Bunuh Diri 1. Mengidentifikasi benda-benda 1. Mendiskusikan masalah
yang dapat membahayakan yang dirasakan
pasien keluarga dalam
2. Mengamankan benda-benda merawat pasien
yang dapat membahayakan 2. Menjelaskan
pasien pengertian, tanda dan
3. Melakukan kontrak treatment gejala resiko bunuh diri,
4. Mengajarkan cara mengendalikan dan jenis perilaku
dorongan bunuh diri bunuh diri yang dialami
5. Melatih cara mengendalikan pasien beserta proses
dorongan bunuh diri terjadinya
SP II p 3. menjelaskan cara-cara
1. Mengidentifikasn aspek positif merawat pasien resiko
pasien bunuh diri
2. Mendorong pasien untuk berpikir SP II k
positif terhadap diri 1. Melatih keluarga
3. Mendorong pasien untuk mempraktekkan cara
menghargai diri sebagai individu merawat pasien
yang berharga dengan resiko bunuh
SP III p diri
67
1. Mengidentifikasi pola coping yang 2. Melatih keluarga
biasa diterapkan pasien melakukan cara
2. Menilai pola coping yang biasa merawat langsung
dilakukan kepada pasien resiko
3. Mengidentifikasi pola coping yang bunuh diri
konstruktif SP III k
4. Mendorong pasien memilih pola 1. Membantu keluarga
coping yang konstruktif membuat jadwal
5. Menganjurkan pasien menerapkan aktifitas di rumah
pola coping konstruktif dalam termasuk minum obat
kegiatan harian 2. Mendiskusikan sumber
SP IV p rujukan yang bisa
1. Membuat rencana masa depan dijangkau oleh
yang realistis bersama pasien keluarga
2. Mengidentifikasi cara mencapai
rencana masa depan yang realistis
3. Memberi dorongan pasien
melakukan kegiatan dalam rangka
meraih masa depan yang realistis
71
coping yang konstruktif kepada pasien resiko
5. Menganjurkan pasien menerapkan bunuh diri
pola coping konstruktif dalam SP III k
kegiatan harian 1. Membantu keluarga
SP IV p membuat jadwal
1. Membuat rencana masa depan aktifitas di rumah
yang realistis bersama pasien termasuk minum obat
2. Mengdentifikasi cara mencapai 2. Mendjiskusikan
rencana masa depan yang realistis sumber rujukan yang
3. Memberi dorongan pasien bisa dijangkau
melakukan kegiatan dalam rangka keluarga.
meraih masa depan yang realistis
Sebagai contoh TAK Sosialisasi (TAKS) Sesi 1, maka proposalnya meliputi hal-
hal berikut :
A. Tujuan
Pasien mampu memperkenalkan diri dengan menyebutkan nama lengkap,
nama panggilan, asal dan hobi
B. Setting tempat
1. Pasien dan terapis duduk bersama dalam lingkaran
2. Ruangan nyaman dan tenang
2. Tahap Orientasi
a. Memberi slam terapeutik ; dari terapis
b. Evaluasi / validasi : Menanyakan perasaan pasien saat ini
c. Kontrak
Menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu memeperkenalkan diri
Menjelaskan aturan main, yaitu minta izin ke terapis jika ada
pasien yang mau meninggalkan kegiatan, lamanya waktu
kegiatan (45 menit).
73
3. Tahap Kerja
a. Jelaskan prosedur kegiatan, yaitu dengan menggunakan kaset pada
tape rekorder akan dihidupkan dan bola diedarakan berlawanan
dengan arah jarum jam
b. Hidupkan kaset dan bola diedarkan
c. Pada saat tape dimatikan, anggota kleompok (pasien) yang
memegang bola mendapat giliran untuk menyampaikan salam,
menyebut nama lengkap, nama panggilan, asal dan hobi, dimulai dari
terapis sebagai contoh.
d. Tulis nama panggilan diatas kertas / papan nama dan tempel/ pakai
e. Ulangi b,c, dan d sampai semua anggota kleompok (pasien)
mendapat giliran
f. Beri pujian untuk tiap keberhasilan pasien dengan memberi tepuk
tangan
4. Tahap terminasi
a. Evaluasi
Menanyakan perasaan pasien setelah mengikuti TAK
Bagaimana perasaannya mas-mas, mba-mba atau bpk/ibu .....
setelah kita bermain tadi (bisa tanyakan satu-satu atau beberapa
orang saja dari semua anggota kelompok atau pasien)
Memberi pujian atas keberhasilan kelompok
75