Oleh : Alimuddin1
PROLOG
ilmu hukum, yang juga senantiasa mengalami dinamika dan pasang surut.
naluriah menginginkan hidup dalam suasana yang tenang dan tertib. Oleh
dibidang hukum. Di Amerika, muncul gagasan hukum responsif dari Philippe None
t dan Philip Selznick ataupun Studi Hukum Kritis (The Critical Legal Studies)
yang memang merupakan negara hukum, tidak bisa dihindari akan kemunculan
gagasan hukum dari pakar hukum Indonesia sendiri. Salah satu gagasan yang
Satjipto Rahardjo.
bukan sesuatu yang baru. Namun memang lebih mengkristal sejak beberapa
tahun terakhir. Menurut Qodri Azizy2 , sejak tahun 2002, Satjipto Rahardjo
menyebar. Banyak buku ditulis terkait dengan hukum progresif, baik itu
sejauh pengetahuan penulis, belum ada karya ilmiah yang mengaitkan antara
Adalah suatu kenyataan bahwa nilai dan fikrah umat Islam dalam
sosiologis dan kultural tidak pernah mati dan selalu hadir dalam kehidupan
umat dalam sistem politik manapun, baik masa kolonialisme Belanda, Jepang,
maupun masa kemerdekaan dan pembangunan dewasa ini. Berkat kerja sama
antarsemua kekuatan umat Islam dan kejelian pemerintah membaca aspirasi umat Is
lam dalam rangka pembangunan hukum nasional, maka hukum Islam yang
dengan adanya lembaga Peradilan Agama yang sudah satu atap dengan
peraturan yang khusus diperuntukkan bagi umat Islam dan bersumber dari
2 . A. Qodri Azizy, Menggagas Ilmu Hukum Indonesia, dalam Ahmad Gunawan BS dan
Mu'amar Ramadhan (ed) et. al., Menggagas Hukum Progresif Indonesia, (Cet 1; Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2006), xi.
ajaran Islam dan diformulasikan oleh para ulama Indonesia. Salah satunya
maka menurut hemat penulis, menarik untuk diteliti tentang keterkaitan antara
hukum Islam di Indonesia (dalam hal ini hukum perkawinan) dengan gagasan
hukum progresif.
seperti mesin. Harus ada cara untuk melakukan pembebasan dari hukum formal;
dalam menetapkan hukum), maka ketiga asas pembangunan hukum Islam itu
3 .Rangkuman karakteristik ini juga terdapat pada artikel Mukhtar Zamzami, “Mencari
Jejak Hukum Progresif dalam Sistem Khadi Justice”, Varia Peraadilan, Tahun XXIV No.86 (September
2009), 23.
Dalam konteks perceraian, sebagaimana dijelaskan sebelumnya, bahwa di
yang bahagia dan kekal serta mempersulit terjadinya perceraian. Asas ini
KHI pasal 2.
tidak berhasil serta harus didasarkan kepada alasan-alasan tertentu. maka aturan ini
bisa dikatakan didasari oleh asas-asas tersebut di atas sebagai ratio legis dari
aturan tersebut.
inya perceraian. Hal ini adalah sesuai dengan petunjuk dari hadits Nabi yangmenye
butkan bahwa perceraian adalah seuatu yang halal namun dibenci oleh Allah.
Alasan-alasan yang harus ada ketika tejadi perceraian tidak lain adalah upaya
untuk menekan terjadinya perceraian yang dilakukan secara liar dan sewenang-wen
ang. Hal ini juga sekaligus sebagai perwujudan dari usaha menghilangkan
paham private affairs dalam perceraian. Karena perceraian tidak lagi sepenuhnya
menjadi hak penuh laki-laki, namun ditertibkan oleh negara melalui Pengadilan.
penulis memiliki fungsi seperti saksi sebagaimana yang terdapat pada fikih
jaminan akan kepastian hukum; (b) dapat mengurangi akibat sampingan yang
negat if; (c) dapat mengurangi sikap emosional suami, isteri ataupun keduanya;
(d) sesuai dengan prinsip mempersulit jatuhnya talak karena talak adalah
dilakukan tanpa dilakukan usaha perdamaian sebelumnya. Hal ini dapat dilihat
pada ayat- ayat alQur’an yang berbicara tentang nusyuz isteri maupun suami
Tujuan yang paling mendasar dari aturan perceraian ini sebenarnya adalah
kepentingan suami isteri dan keluarga. Di pihak isteri, aturan ini melindungi para
ian.
Di pihak suami, aturan ini menjadikan para suami tidak sembarangan dalam
kenyataan pahit, yaitu menyaksikan perpisahan orang tua mereka, serta menghinda
rkan terputusnya tali sillaturrahim yang telah terjalin di antara dua keluarga
EPILOG
sekaligus. Selain itu, aturan ini juga telah mengatur hal-hal yang tidak
diatur oleh kitab-kitab fikih, memilih pendapat yang dikeluarkan oleh golongan