Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Struma adalah pembesaran tiroid kelenjar tiroid yang disebabkan oleh
penambahan jaringan kelenjar tiroid itu sendiri.

BAB II
LAPORAN KASUS

1. Identitas Pasien
Nama : Mawarni
Umur : 50 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Desa Lam Ara Banda Raya, Banda Aceh
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Status : Sudah Menikah
No CM : 1-03-25-51

1
Tanggal Masuk RS : 26 Agutus 2016
Tanggal Pemeriksaan : 28 Agustus 2016

2. Anamnesis
2.1 Keluhan Utama
Benjolan pada leher depan sebelah kiri sejak ± 3 bulan yang lalu
2.2 Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien wanita, berusia 50 tahun datang ke Poli bedah RSUDZA dengan
keluhan adanya yang muncul di leher depan sebelah kiri sejak ± 3 bulan yang lalu.
Awalnya benjolan sebesar kelereng, tapi seiring berjalannya waktu, benjolan
semakin membesar. Pasien tidak merasakan adanya nyeri di daerah leher. Tidak
ada keluhan gangguan bernapas atau gangguan menelan. Pasien tidak
mengeluhkan suara serak, sering berkeringat pada kedua tangannya. Nafsu makan
normal, dan tidak ada penurunan berat badan. Tidak ada keluhan demam, cepat
haus, rasa berdebar-debar, dan sulit tidur. Pasien mengaku tidak pernah tinggal di
lingkungan yang penduduknya banyak menderita penyakit gondok.

2.2 Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien belum pernah mengeluhkan hal yang sama. Riwayat hipertensi,
diabetes mellitus, dan keganasan disangkal.
2.3 Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien mengatakan tidak ada anggota keluarga yang mengalami hal yang
serupa dengan pasien.

3.1 Vital sign (30 agustus 2016)


Tekanan darah : 100/90 mmHg
Heart rate : 73 kali/menit
Respiratory rate : 20 kali/menit
Temperatur : 36,70C

3.2 Pemeriksaan Fisik

Kepala

 Mata : Konjungtiva palpebra inferior pucat (+/+), pupil


isokor 3mm/3mm, sklera ikterik (-/-)

2
 Telinga : dalam batas normal, serumen (+), cairan purulen (-)
 Hidung : Konka nasi inferior dalam batas normal
 Mulut : swelling (-), stomatitis (-), leukoplakia (-),
 Leher : lihat status lokalis

Paru-paru : vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)


Jantung : BJ I> BJ II, reguler, bising (-)
Abdomen
Inspeksi : distensi (-), simetris
Palpasi : nyeri tekan (-), soepel (+), hepar, lien dan renal tidak
teraba
Perkusi : timpani (+)
Auskultasi : peristaltik dalam batas normal

Ekstremitas
 Superior : Edema (-), sianosis (-)
 Inferior : Edema (-), sianosis (-)

Genetalia : Tidak diperiksa


Status lokalis
Regio Colli anterior
Inspeksi : tampak benjolan di leher depan, asimetris, berbatas tegas,
berukuran ± 4 x 3 cm. Warna kulit pada benjolan sama dengan warna kulit
sekitar, bergerak saat menelan (+).
Palpasi : benjolan teraba kenyal, permukaan rata, mobile (mudah
digerakkan), nyeri tekan (-)

4. Pemeriksaan Laboratorium (15 Agustus 2016)


Jenis pemeriksaan Hasil Satuan
Hematologi
- Hemoglobin 12,9 g/dl
- Hematokrit 39 %
- Eritrosit 4,6 10 /mm3
6

3
- Leukosit 9,5 103/mm3
- Trombosit 368 103/mm3
- LED 50 mm/jam
Hitung jenis
- Eosinofil 5 %
- Basofil 1 %
- Netrofil segmen 48 %
- Netrofil batang 0 %
- Limfosit 40 %
- Monosit 6 %

Kimia klinik 241 mg/dL


-Kolesterol total

Elektrolit
- Natrium 146 mmol/L
- Kalium 4,6 mmol/L
- Klorida 104 mmol/L
- Calsium 10,2

Diabetes
- Gula darah sewaktu 104 mg/dl

Ginjal Hipertensi
- Ureum 28 mg/dl
- Kreatinin 0,69 mg/dl

Imunoserologi
(02/06/2016)
Tiroid
-free T4
11,62 pmol/L
-TSHs
1,817 uIU/mL

5. USG Tyroid
Lobus kanan : ukuran normal, intensitas echo heterogen,tampak nodule solid,
Tak tampak kalsificasi.
Lobus kiri : ukuran membesar, intensitas echo heterogen tampak nodule solid
ukuran 4,70x3,23x4,96 cm
Tak tampak kalsifikasi.
Kesan : struma uninodusa bilateral

4
6. Patologi Anatomi (FNAB)
Lokalisasi : Dilakukan FNAB pada massa di colli anterior didapatkan
aspirat 1 tetes darah
Diagnosis klinik : Nodul tyroid
Mikroskopis : pada sediaan apus tampak kelompokan sel-sel folikel
membentuk gambaran mikrofolikular. Sel dengan inti bulat basofilik,
kromatin halus, sitoplasma eosinofilik. Latar belakang sediaan terdiri dari
massa amorf eosinofilik. Tidak dijumpai tanda keganasan pada sediaan ini.

7. Diagnosis
- Struma nodusa non toksik
8. Diagnosis Banding
9. Terapi
- Bed rest
- NGT, kateter
- Diet sonde 6x200 cc rum
- IVFD NaCl 20 gtt/menit
- IV omeprazole 20 mg/12 jam
- IV Ondansetron 8 mg/8 jam
- Sucralfat syr 3 x CII

7. PLANNING
isthmus

8. PROGNOSIS
- Quo ad vitam : Dubia ad bonam
- Quo ad functionam : Dubia ad malam
- Quo ad sanactionam : Dubia ad malam

5
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
7.1 Anatomi Tiroid Normal (6)
Glandula thyroidea terdiri atas lobus kanan dan kiri yang dihubungkan oleh
istmus yang sempit. Kelenjar ini merupakan organ vaskular yang dibungkus oleh
selubung yang berasal dari lamina pretrachealis fasciae profundae. Batas-batas
lobus yaitu:
 Anterolateral: M. Sternothyroideus, venter superior m. Omohyoideus, m.
Sternohyoideus, dan pinggir anterior M. Sternocleidomastoideus.
 Posterolateral: Selubung carotis dengan a. Carotis communis, v. Jugularis
interna, dan n. Vagus.
 Medial: Larynx, trachea, pharynx, dan esofagus.
Pendarahan pada glandula tiroid adalah:
 Arteri glandula tiroid adalah A. Thyroidea superior, A. Thyroidea inferior,
dan kadang-kadang A. Thyroidea ima.
 Vena glandula thyroidea adalah V. Thyroidea superior, yang bermuara ke
V. Jugularis interna, V. Thyroidea media, yang bermuara ke V. Jugularis
interna dan V. Thyroidea inferior.
Cairan limfe dari glandula thyroidea terutama mengalir ke lateral ke dalam nodi
lymphoidei cervicales profundi. Beberapa pembuluh limfe berjalan turun ke nodi
lymphoidei paratrachealis.

6
3.2 Fisiologi Tiroid (7)
Sel-sel sekretorik utama tiroid, yang dikenal sebagai sel folikel, tersusun
membentuk bola-bola berongga yang masing-masing membentuk satu unit
fungsional yang dinamai folikel. Pada potongan mikroskopik folikel tampak
sebagai cincin sel-sel folikel yang mengelilingi lumen dibagian lumen di bagian
dalam yang terisi oleh koloid, bahan yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan
ekstrasel untuk hormon tiroid.
Konstituen utama koloid adalah suatu molekul protein besar yang dikenal
sebagai tiroglobulin (Tg) yang berkaitan dengan hormon-hormon tiroid dalam
berbagai stadium sintesis. Sel folikel menghasilkan dua hormon yang
mengandung iodium yang berasal dari asam amino tirosin: tetraiodotironin (T4
atau tiroksin) dan triiodotironin (T3). Efek T3 dan T4 yang dimaksud adalah:
 Efek pada Laju Metabolisme dan Produksi Panas
 Efek Metabolisme Antara
 Efek Simpatomimetik
 Efek Pada Sistem Kardiovaskular
 Efek Pada Pertumbuhan dan sistem saraf.

3.3 Karsinoma Tiroid

Karsinoma tiroid adalah suatu kanker pada kelenjar tiroid, gejala awalnya
ditandai dengan adanya pembengkakan kelenjar tiroid yang berbentuk nodul yang
padat.Neoplasma tiroid sering timbul sebagai pembesaran tiroid yang memiliki
ciri khusus. Kadang-kadang mirip goiter nodular jinak. Kebanyakan nodular
tersebut jinak, tetapi beberapa nodula goiter bersifat karsinoma. Untuk
menentukan apakah nodula tiroid ganas atau tidak, harus dinilai faktor-faktor
risiko dan gambaran klinis massa tersebut dan harus dilakukan beberapa
pemeriksaan laboratorium (7)
Klasifikasi karsinoma tiroid dibedakan atas dasar asal sel yang berkembang
menjadi sel ganas, dan tingkat keganasannya.(2)
1. Asal Sel
a) Tumor berasal dari sel folikulare
Jinak: Adenoma Folikulare, Konvensional, Varian
Ganas: Karsinoma

7
 Berdiferensiasi baik: karsinoma folikulare, karsinoma
papilare (konvensional, varian)
 Berdiferensiasi buruk (karsinoma insular)
 Tak berdifensiasi (anaplastik)
b) Tumor berasal dari sel C (berhubungan dengan tumor
neuroendokrin)
 Karsinoma Medulare
c) Tumor berasal dari sel folikulare dan sel C
 Sarkoma
 Limfoma Malignum (dan neoplasma hematopoetik yang
berhubungan)
 Neoplasma Miselaneus
2. Tingkat keganasan
a) Tingkat keganasan rendah: karsinoma papilare, karsinoma folikulare
(dengan invasi minimal)
b) Tingkat Keganasan Menengah: karsinoma folikulare (dengan invasi
luas), karsinoma medulare, limfoma maligna, karsinoma tiroid
berdiferensiasi buruk
c) Tingkat keganasan tinggi: karsinoma tidak berdiferensisasi dan
haemangioendothelioma maligna (angiosarcoma)

Gambar 2.1 Karsinoma Tiroid

8
3.3.1 Epidemiologi Karsinoma Tiroid Folikular
Insidensi karsinoma tiroid meningkat di Inggris lebih cepat dibandingkan
karsinoma lain yang menyerang laki-laki maupun wanita. Penyebab peningkatan
ini masih belum diketahui.(4) Risiko karsinoma pada nodul tiroid adalah tinggi,
sekitar 50% pada anak-anak dibawah usia 14 tahun. Tetapi pada orang dewasa,
risiko itu kurang dari 10%. Laki-laki mempunyai insidensi nodul tiroid yang
bersifat karsinoma yang lebih tinggi dibandingkan dengan perempuan. (8) Namun
ada referensi lain yang mengatakan sebagian besar kasus terjadi pada orang
dewasa. Juga dikatakan adanya predominansi perempuan pada pasien yang
menderita karsinoma tiroid pada usia muda dan pertengahan, dan hal ini berkaitan
dengan ekspresi reseptor estrogen di epitel tiroid neoplastik.(3)
Diperkirakan 10% dari karsinoma tiroid yang terjadi adalah karsinoma
tiroid folikular termasuk tipe oksifilik dan insular. Data dari Pusat Kanker Florida
memperkirakan berdasarkan klasifikasi histologis, karsinoma folikular
merupakan kasus stabil pada proporsi kasus kanker terbesar. Walaupun, 80 persen
lebih tinggi insidensi karsinoma papiler yang terjadi, hanya dua dari banyak
kematian akibat karinoma papiler dibandingkan karsinoma folikular. Sehingga hal
ini menunjukkan umumnya mortalitas lebih tinggi terjadi pada karsinoma
folikular.(4)

3.3.2 Faktor Risiko dan Etiologi Karsinoma Tiroid Folikular


1. Faktor Genetik
Pentingnya faktor genetik digarisbawahi dengan adanya kasus kanker tiroid
dalam keluarga. Karsinoma tiroid medularis familial terjadi pada neoplasma
endokrin multipel tipe 2 yang berkaitan dengan protoonkogen RET di sel germ
line. Baik mutasi loss of function di gen APC pada poliposis adenomatosa familial
maupun perubahan gen PTEN pada penyakit Cowden (Sindrom Hemartoma
multipel), berkaitan dengan predisposisi herediter mengidap kanker tiroid. Baru-
baru ini, ditemukan translokasi kromosom, t(2;3) (q13;p25) pada beberapa kasus
karsinoma folikular tiroid. Translokasi ini menyebabkan fusi gen untuk faktor
transkripsi tiroid PAX8 ke gen PPARγ1, menghasilkan sebuah protein onkogenik
baru. Meskipun tampaknya cukup spesifik untuk karsinoma folikular tiroid,

9
proses molekular ini hanya diekspresikan oleh 20% tumor. (3) Ditemukannya
goiter pada seseorang yang mempunyai riwayat keluarga positif karsinoma jenis
ini, merupakan faktor yang penting untuk diagnosis keganasan tiroid.(9)
2. Radiasi Pengion
Pajanan ke radiasi pengion, terutama selama dua dekade pertama kehidupan,
muncul sebagai salah satu faktor predisposisi terpenting timbulnya kanker tiroid.
Dahulu terapi radiasi digunakan secara bebas pada pengobatan sejumlah lesi di
kepala dan leher pada bayi dan anak, termasuk pembesaran tonsil reaktif , akne
dan tinea kapitis. Sampai 9% orang yang mendapat terapi semacam ini selama
masa anak-anak kemudian mengidap keganasan tiroid, biasanya beberapa dekade
setelah pajanan.(3) Insiden kontak radiasi selama masa kanak-kanak pada
penderita karsinoma tiroid di bawah usia 15 tahun dilaporkan mencapai 50%; dan
untuk pasien dibawah usia 30 tahun mencapai 20%. Insiden meningkat dalam 5
tahun pertama setelah kontak radiasi dan terus meningkat hingga 30 tahun untuk
kemudian mulai menurun.(9)
Dari beberapa penelitian, dikatakan bahwa adanya paparan dari sinar radiasi
dalam jangka panjang memberikan efek karsinogenik atau mutagenik akan
menyebabkan terjadinya mutasi somatik pada gen TSHR yang menyebabkan
hormon tiroid menjadi terlalu aktif (hipertiroid) untuk merangsang reseptor
tersebut untuk mengaktifkan dirinya secara terus-menerus yang mendorong
terjadinya pertumbuhan berlebih dan menyebabkan terjadinya hiperplasia dari
kelenjar dan dalam jangka waktu yang relatif lama dapat berkembang menjadi
tumor yang bersifat jinak (adenoma) maupun ganas (karsinoma) (8).
Selain itu, insidensi karsinoma tiroid juga meningkat secara substansial pada
mereka yang selamat dari bom-bom di Jepang dan mereka yang terpajan dengan
radiasi pengion setelah bencana reaktior nuklir Cherbonyl. Sebagian besar kanker
yang muncul dalam situasi ini adalah kanker tiroid papilaris, dan sebagian besar
memperlihatkan tata ulang gen RET.(3)
3. Penyakit Tiroid yang Sudah Ada
Gondok multinodular kronis dilaporkan merupakan faktor predisposisi pada
beberapa kasus karena daerah dengan gondok endemik akibat defesiensi yodium
memperlihatkan prevalensi karsinoma folikular yang lebih tinggi. (3)

10
Kasus defisiensi yodium dan pengobatan antitiroid jangka panjang dapat
menyebabkan terjadinya peningkatan insiden kanker tiroid. Obat antitiroid tidak
memiliki efek mutagenik yang dapat menyebabkan perkembangan sel yang
abnormal pada kelenjar tiroid, melainkan menyebabkan terjadinya penurunan
sintesis dari hormon tiroid yang akan mengakibatkan peningkatan dari serum TSH
sebagai umpan balik negatif untuk menstimulasi pertumbuhan kelenjar tiroid dan
mensintesis hormon tiroid sehingga terjadi hiperplasia dari sel-sel tiroid dan
dalam waktu yang lama dapat merangsang perkembangan sel-sel tumor (10).
3.3.3 Patofisiologi Karsinoma Tiroid Folikular
Karsinoma folkularis menyusun sekitar 20% dari semua kanker tiroid.
Penyebaran menurut jenis kelamin dan usia serupa dengan penyebaran kanker
papilar, meskipun insiden sedikit lebih tinggi pada usia lanjut. Kanker ini adalah
bentuk yang pertumbuhannya paling lamban. Tumor sangat mirip tiroid normal,
meskipun pada suatu saat dapat berkembang secara progresif, cepat menyebar ke
tempat-tempat yang jauh letaknya. Tumor ini tidak hanya secara histologis
menyerupai folikel tiroid, tetapi juga dapat menangkap RAI. Cara metastasis
melalui aliran darah ke tempat-tempat yang jauh letaknya seperti paru dan tulang.
Seperti tumor papilar, pertumbuhan kanker jenis ini adalah lambat, berkembang
dalam waktu bertahun-tahun. Pengobatan dengan tiroidektomi total atau hampir
total, disertai dengan pengangkatan kelenjar getah bening yang terserang. Kalau
terjadi metastasis dan metastasis tersebut sanggup menangkap RAI, maka ablasi
metastasis dengan RAI dosis tinggi dapat dilakukan. Setelah tiroidektomi total
(baik dengan operasi atau dengan RAI), tiroglobulin merupakan suatu petunjuk
adanya kekambuhan (11).

3.3.4 Patologi Karsinoma Tiroid Folikular


Karsinoma folikular mungkin jelas tampak infiltratif berbatas tegas. Secara
mikroskopis, sebagian besar karsinoma folikular terdiri atas sel yang relatif
seragam dan membentuk folikel kecil, mirip dengan tiroid normal. (3)
Sel terbungkus kapsul, kebanyakan unisentrik. Tetapi sel-sel dapat
bergerombol dan tampak ganas dengan kapsul dan invasi vaskuler. Penyebaran
melalui darah ke tulang, paru-paru, atau hati seringkali timbul pada permulaan.
(12)

11
Lesi ini memerlukan pengambilan sampel histologik yang ekstensif sebelum
dapat dibedakan dengan adenoma folikular. Ditemukan baru-baru ini kelainan
molekular akibat pembentukan gen fusi PAX8-PPARγ1 mungkin dapat membantu
diagnosis kanker folikular. Namun, lesi folikular yang gambaran nukleusnya
tipikal untuk karsinoma papilar harus dianggaap sebagai karsinoma papilar. (3)

3.3.5 Gambaran Klinis


Kecurigaan klinis adanya karsinoma tiroid yang dikonfirmasi dengan
pemeriksaan patologis, dibagi dalam kecurigaan tinggi, sedang dan rendah.
Kecurigaan tinggi adalah riwayat neoplasma endokrin multipel dalam keluarga;
pertumbuhan tumor cepat; nodul teraba keras; fiksasi daerah sekitar; paralisis pita
suara; pembesaran kelenjar limfe regional; adanya metastasis jauh.(11)
Kecurigaan sedang adalah usia kurang dari 20 tahun atau lebih dari 60
tahun; riwayat radiasi leher; jenis kelamin pria dengan nodul soliter; tidak jelas
adanya fiksasi daerah sekitar; diameter lebih besar dari 4 cm dan kistik. Yang
termasuk kecurigaan rendah adalah tanda dan gejala di luar yang disebutkan
diatas.(11)
Sebagian besar kasus, keluhan atau gejala pertama karsinoma tiroid berupa
massa di leher, baik neoplasma intratiroid, nodul tiroid, atau metastasis di kelenjar
getah bening regional. Kemungkinan nodul bersifat ganas hanya sekitar 5-10%,
tergantung dari: umur, jenis kelasmin, riwayat keterpaparan terhadap radiasi,
riwayat keluarga, dan juga faktor-faktor lain. Diagnosis pasti sebagai gold
standart melalui pemeriksaan sitologi dan konfirmasi sitologi (Patologi Anatomi)
(11).
Nodul ganas umumnya padat, soliter, dan tidak menangkap radioaktivitas
pada sidik tiroid (nodul dingin); sekitar 5-10% nodul dingin kemungkinan ganas.
Massa nodul/ neoplasia biasanya keras, sukar digerakkan dari dasarnya (seperti
terfiksasi), dan semakin lama membesar sehingga menimbulkan keluhan dan
gejala mekanik seperti obstruksi esofagus dan trakea, atau penekanan pada pita
suara. (9). Karsinoma folikular umumnya bermanifestasi sebagai nodul tiroid
soliter yang “dingin”. Pada kasus yang jarang, tumor ini mungkin hiperfungsional.
Neoplasma ini cenderung bermetastasis melalui aliran darah paru, tulang, dan hati.
Metastasis ke kelenjar regional jarang terjadi.(3)

12
3.3.6 Diagnosis dan Pemeriksaan
Beberapa pemeriksaan dapat dilakukan dalam mengevaluasi nodul tiroid
dan ada yang dapat digunakan untuk membantu dalam apakah nodul tiroid
tersebut jinak ataupun ganas, antara lain:
a. Pemeriksaan fisik (9)
Kebanyakan dari nodul tiroid ditemukan sendiri oleh pasien atau
saat pemeriksaan fisik. Palpasi dapat memperkirakan lokasi dan ukuran
dari nodul, walaupun tidak akurat. Nodul yang teraba biasanya
mempunyai ukuran lebih dari 1,5 cm, namun hal ini juga bergantung
pada letak dan bentuk dari leher pasien. Pemeriksaan fisik dapat juga
untuk melihat pergerakan nodul saat menelan. Mengestimasi adanya
pembesaran limfonodi di sekitar leher yaitu di daerah supraklavikular dan
jugulo-carotid, yang sering terjadi pada karsinoma papiler, juga dapat
diketahui melalui pemeriksaan daerah leher.
Selain lokasi dan ukuran, palpasi juga dapat memperkirakan
konsistensi dari nodul. Adanya konsistensi nodul yang padat dan ireguler
atau menempel pada jaringan sekitar, paralisis dari pita suara, disertai
dengan pembesaran kelenjar limfe yang terpalpasi, dapat mengarah pada
kecurigaan keganasan.
b. Pemeriksaan laboratorium (8)
Pengukuran kadar serum Thyroid Stimulating Hormone (TSH)
dilakukan untuk menyingkirkan disfungsi tiroid, namun pemeriksaan ini
tidak berguna untuk membedakan jenis jinak atau ganas.
Pemeriksaan terhadap kadar serum tiroglobulin adalah pertanda
tumor yang berguna untuk digunakan sebagai follow up pasca
dilakukannya pembedahan karsinoma tiroid. Beberapa studi
menunjukkan bahwa pemeriksaan rutin dari kalsitonin pada pasien
dengan nodul tiroid bisa digunakan untuk diagnosis preoperatif dari
karsinoma tiroid meduler.
c. Pencitraan (8)
Peran skintigrafi tiroid dalam evaluasi diagnostik dari nodul tiroid
bisa digunakan untuk membedakan antara nodul hangat, yang biasanya
adalah jinak, dan nodul dingin. Pemeriksaan skintigrafi ini memiliki
sensitifitas yag rendah untuk mendeteksi nodul tiroid yang kecil dan
tidak berguna untuk nodul yang bersifat kistik. Ultrasonografi (USG)

13
tiroid yang dilakukan dengan frekuensi tinggi (7,5-13 MHz), menjadi
banyak digunakan sebagai pilihan pertama untuk evaluasi dari sebuah
nodul. USG dapat mendeteksi adanya nodul padat yang berukuran 3 mm
dan kistik nodul yang berukuran 2 mm. Dengan teknim pencitraan dari
USG juga dapat membedakan komponen dari nodul, yaitu padat, kistik,
atau campuran, serta dapat memperkirakan ukuran dari nodul tersebut.
Beberapa ciri yang didapatkan dari hasil USG dapat mengarah menuju
keganasan, seperti misalnya nodul yang hipoekoik, tepi yang ireguler,
adanaya mikrokalsifikasi dan hipervaskularisasi. Akan tetapi nilai
prediktif dari USG tidak terlalu tinggi, sehingga semua nodul tiroid harus
dilakukan biopsi jarum halus untuk menentukan diagnosis secara lebih
akurat.
d. Biopsi Aspirasi Jarum Halus (BAJAH)/Fine Needle Aspiration Biopsy
(FNAB)
Biopsi aspirasi jarum halus adalah pengambilan sejumlah kecil
bagian dari sel atau cairan dari tiroid nodul menggunakan jarum yang
sangat kecil. Prosedur ini aman untuk dilakukan. Sel-sel yang telah
diambil akan dianalisa menggunakan mikroskop oleh ahli sitologi dan
kemudian dapat dikategorikan menjadi jinak atau ganas.(8)
Hasil BAJAH diketagorikan kedalam empat ketagori yaitu: jinak,
mencurigakan (termasuk adenoma folikulare, Hurtle, dan gambaran yang
sugestif tapi tidak konklusif karsinoma tiroid papilare), ganas, dan tidak
adekuat.(2)
Jenis karsinoma yang dapat segera ditentukan ialah karsinoma
papilare, medulare, atau anaplastik. Sedangkan pada jenis karsinoma
folikulare, untuk membedakannyadari adenoma folikulare, harus
dilakukan pemeriksaan histopatologi yang dapat memperlihatkan adanya
invasi kapsul tumor atau invasi vaskular. Mengingat secara sitologi tidak
dapat membedakan adenoma folikulare dari karsinoma folikulare maka
keduanya dikelompokkan menjadi neoplasma folikulare intermediate
atau suspicious. Pada kelompok suspicious, angka kejadian karsinoma
folikulare berkisar 20% dengan angka tertinggi terjadi pada kelompok
dengan ukuran nodul besar, usia bertambah dan kelamin laki-laki.(2)

14
Sekitar 15-20% pemeriksaan BAJAH, memeberikan hasil
inadequate dalam hal material/sampel. Pada keadaan seperti
inidianjurkan untuk mengulang BAJAH dengan bantuan USG (guided
USG) sehinggga pengambilan sampel menjadi lebih akurat.(2)
Pemeriksaan potong beku (frozen section) pada saat operasi
berlangsung, tidak memberikan keterangan banyak untuk neoplasma
folikulare.(2)
e. Terapi supresi Siroksin (untuk diagnostik)
Salah satu cara meminimalisasi hasil negatif palsu pada BAJAH
ialah dengan terapi supresi TSH dengan tiroksin. Yang dimaksud terapi
supresi TSH dengan L-Tiroksin ialah menekan sekresi TSH dari hipofisis
sampai kadar TSH dibawah batas nilai terendah angka normal.
Rasionalitas supresi TSH berdasarkan bukti bahwa TSH merupakan
stimulator kuat untuk fungsi kelenjar tiroid dan penyembuhannya. Cara
ini diharapkan dapat memisahkan nodul yang memberikan respon dan
tidak, dan kelompok terakhir ini lebih besar kemungkinan ganasnya.
Tetapi, dengan adanya reseptor TSH di sel-sel karsinoma tiroid mengecil
dengan terapi supresi.(2)

3.3.7 Penatalaksanaan Karsinoma Tiroid Folikular


Berdasarkan tipe dan stage pada tumor tiroid, terapi yang diberikan
mungkin lebih dari 1 macam terapi, bergantung kepada pasien dan kesepakatan
tim dokter yang dapat terdiri dari:
 Seorang dokter bedah: seorang dokter yang mengobati kanker dengan
pembedahan.
 Seorang ahli endokrin: seorang dokter yang mengobati kelainan pada kelenjar
yang menghasilkan hormone.
 Seorang ahli radioterapi: seorang dokter yang menggunakan radiasi untuk
mengobati kanker.
 Seorang onkologi: dokter yang menggunakan kemoterapi dan obatan lain untuk
mengobati kanker.

Setelah kanker tiroid didiagnosa dan ditentukan stasenya, tim dokter akan
berdiskusi dengan pasien untuk menentukan penatalaksanaan yang tepat kepada
pasien. Penatalaksanaan pada pasien dengan kanker tiroid dapat meliputi:
1. Pembedahan
a. Lobectomy

15
b. Tiroidectomy
c. Pengangkatan Jaringan Limfe
2. Pengobatan Radioiodine
3. Pengobatan radiasi External Beam
4. Kemoterapi
5. Target terapi
Diagnosis tumor tiroid folikuler masih belum jelas apabila berdasarkan
pemeriksaan FNAB. Apabila hasil biopsy tidak jelas, maka kebanyakan ahli
menetapkan tumor folikuler sebagai diagnose. Hanya 2 dari 10 tumor tiroid
folikuler menjadi kanker sehingga langkah selanjutnya yang akan diambil adalah
Lobectomy yaitu pembedahan untuk mengambil setengah dari kelenjar tiroid yang
mempunyai tumor. Bila tumor folikuler berubah menjadi kanker, maka operasi
kedua dibutuhkan yaitu pengangkatan kelenjar tiroid sisa atau disebut
Tiroidektomi. Bila pasien hanya menginginkan hanya sekali operasi, dokter boleh
langsung mengangkat semua kelenjar tiroid pasien pada operasi pertama.(13)
Kalau terjadi metastasis dan metastasis tersebut mampu menangkap RAI,
maka ablasi metastasis dengan RAI dosis tinggi dapat dilakukan. Setelah
tiroidektomi otal (baik dengan operasi atau dengan RAI), tiroglobulin serum
seharusnya tidak lagi terdeteksi. Kadarnya akan meningkat dalam serum pasien
yang mengalami metastasis, dan peningkatan kadar tiroglobulin merupakan suatu
petunjuk adanya kekambuhan.(9)

BAB IV
ANALISA KASUS

Pasien wanita, berusia 50 tahun datang ke Poli bedah RSUDZA dengan


keluhan adanya yang muncul di leher depan sebelah kiri sejak ± 3 bulan yang lalu.
Awalnya benjolan sebesar kelereng, tapi seiring berjalannya waktu, benjolan
semakin membesar. Pasien tidak merasakan adanya nyeri di daerah leher. Tidak
ada keluhan gangguan bernapas atau gangguan menelan. Pasien tidak
mengeluhkan suara serak, sering berkeringat pada kedua tangannya, nafsu makan

16
normal, dan tidak ada penurunan berat badan. Tidak ada keluhan demam, cepat
haus, rasaberdebar-debar, rasa cemas, dan sulit tidur. Pasien mengaku tidak pernah
tinggal di lingkungan yang penduduknya banyak menderita penyakit gondok.

Data umum pasien yaitu wanita dengan umur 50 tahun.


Dari anamnesis pasien didapatkan pasien mengeluhkan adanya benjolan
pada leher, benjolan semakin lama dirasakan semakin membesar. Pasien
mengeluhkan adanya kesulitan menelan, penurunan nafsu makan, penurunan
berat badan.
Pasien juga dilakukan pemeriksaan Patologi Anatomi Tiroid (2 Mai 2016)
didapatkan hasil neoplasma folikular. Gambaran mikroskopisnya yaitu tampak
sebaran dan kelompokan sel-sel epitel folikel membentuk gambaran
mikrofolikular sel dengan inti bulat, beberapa hipokromatik, sitoplasma
eosinofilik. Hal ini sesuai dengan teori bahwa pada gambaran histologis
menyerupai folikel tiroid normal.(11)

Pada pasien ini diberikan terapi suportif dan terapi medikamentosa.


Terapi suportif yaitu:
 IVFD NaCl 20 gtt/i
Terapi medikamentosa seperti:
 Inj Omeperazole 20mg /12 jam
 Inj Ondansetron 8mg / 8 jam
 Sucralfat Syr 3xCII
Hasil pemeriksan laboratorium elektrolit darah pada pasien ini menunjukkan
adanya hiponatremia sehingga kadar natrium pasien harus dikoreksi dengan
memberikan cairan NaCl. Dari hasil endoskopi tanggal 21 januari 2015 pada
pasien didapatkan hasil gastritis ringan. Omeperazole merupakan obat golongan
H-2 Receptor antagonis dimana dapat mengurangi produksi asam lambung agar
inflamasi berkurang. Pada pasien didapatkan adanya keluhan mual dan muntah
sehingga diberikan ondansetron dimana obat ini bersifat anti emetic sehingga
menurunkan kejadian mual dan muntah pada pasien. Pada pasien ini diberikan
sucralfat syrup dengan tujuan memproteksi dinding mukosa lambung agar tidak
mudah terjadi inflamasi.

17
DAFTAR PUSTAKA

18
1. Oktahermoniza , Harahap WA, Tofrizal , Rasyid R. 2013. Analisis Ketahanan Hidup
Lima Tahun Kanker Tiroid yang Dikelola di RSUP Dr. M. Djamil Padang. Jurnal
Kesehatan Andalas. p. 151-155.
2. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I dkk. 2000. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Jakarta:Interna Publishing. p. 2031-2036.
3. Robbins, Kumar dan Cotran. 2007. Buku Ajar Patologi. Edisi 7. Jakarta:
EGC. p: 820-823.
4. Wondisfor FE, dan Radovick S. 2009. Clinical Mangement of Thyroid
Disease. Philadelphia: Saunders Elsevier. p: 383-391.
5. Snell, RS. 2006. Anatomi Klinik. Jakarta: EGC. p:705-706
6. Sherwood, L. Fisiologi Manusia. Jakarta:EGC. p:757 dan 760
7. Pasaribu ET. Epidemiologi dan Gambaran Klinis Kanker Tiroid. Majalah
Kedokteran Nusantara. 2006; 39: p. 270-272.
8. Suyatno PE. Kanker Kelenjar Tiroid. Bedah Onkologi Diagnostik dan Terapi Jakarta:
Sagung Seto; 2010.
9. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi. Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit; 2005;:
p. 1232-1234.
10. Wismayana IPA, Martadiani ED, Astuti L. F-Fluorodeoxyglucose (18FDG) Positron-
Emission Tomography (PET) Sebagai Modalitas Imaging Penatalaksanaan Kanker
Tiroid. Fakultas Kedokteran UNUD. 2013; 1: p. 3-5.
11. Permadi PS, Saraswati MR. Penilaian Kadar Serum Thyroid Stimulating Hormone
Sensitive Sebagai Deteksi Dini Kanker Tiroid. Fakultas Kedokteran Universitas
Udayana. ; 1: p. 4-6.
12. Scwartz, SI.2000. Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah. Jakarta: EGC.
13. American Cancer Society. Thyroid Cancer 2016. Atlanta, Ga: American
Cancer Society; 2016.
14. Kumari, R et al. The Bethesda System for Reporting Thyroid Cytopathology.
Indian J Otolaryngol Head Neck Surg. 2012. 64(4):305–311.
15. Rahma, M. Faktor risiko kejadian gastritis di wilayah kerja Puskesmas
kampili kabupaten gowa. Universitas Hasanuddin. 2013. 1(1):1-2.

19

Anda mungkin juga menyukai