PNEUMONIA
OLEH :
i
DAFTAR ISI
COVER............................................................................................................i
DAFTAR ISI...................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN...............................................................................1
a. Latar Belakang....................................................................................1
b. Tujuan .................................................................................................3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................4
a. Konsep Medis......................................................................................4
b. Konsep Keperawatan.........................................................................16
BAB PENUTUP.............................................................................................30
a. Kesimpulan..........................................................................................30
b. Saran ...................................................................................................30
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................32
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
1
balita, baik dari aspek individu anak, orang tua (ibu), maupun lingkungan.
Kondisi fisik rumah yang tidak sehat dapat meningkatkan resiko terjadinya
berbagai penyakit yang salah satunya pneumonia. Rumah yang padat
penghuni, pencemaran udara dalam ruangan akibat penggunaan bahan bakar
pada (kayu bakar/arang), dan perilaku merokok dari orang tua merupakan
faktor lingkungan yang dapat meningkatkan kerentanan balita terhadap
pneumonia (Anwar, 2014).
Kondisi lingkungan fisik rumah yang baik memenuhi syarat kesehatan
dan perilaku penggunaan bahan bakar dapat mengurangi resiko terjadinya
berbagai penyakit seperti TB, katarak, dan pneumonia. Rumah yang padat
penghuni, pencemaran udara dalam ruangan akibat penggunaan bahan bakar
padat (kayu bakar/arang), dan perilaku merokok dari orang tua merupakan
faktor lingkungan yang dapat meningkatkan kerentanan balita terhadap
pneumonia.
Anak dengan pneumonia akan mengalami gangguan pernapasan yang
disebabkan karena adanya inflamasi di alveoli paru-paru. Infeksi ini akan
menimbulkan peningkatan produksi sputum yang akan menyebabkan
gangguan bersihan jalan napas, pernapasan cuping hidung, dyspneu dan suara
krekels saat diauskultasi. Apabila keberhasilan jalan napas ini terganggu
maka menghambat pemenuhan suplai oksigen ke otak dan sel-sel di seluruh
tubuh, jika dibiarkan dalam waktu yang lama keadaan ini akan menyebabkan
hiposekmia kemudian terus berkembang menjadi hipoksia berat, dan
penurunan kesadaran serta kematian dari tanda klinis yang muncul pada
pasien dengan pneumonia (Maidarti, 2014).
Faktor resiko lain penyebab pneumonia pada balita adalah riwayat
pemberian ASI ekslusif. ASI ekslusif berguna untuk mengurangi alergi dan
menjamin kesehatan bayi secara optimal sehingga rantai perlindungan
terhadap bayi itu dapat terus berlanjut. Dengan demikian peran ASI sangat
penting, baik saat masih dalam bentuk kolostrum di hari-hari pertama
kemunculan maupun dimasa selanjutnya ASI terus mensuplay zat-zat
kekebalan tubuh yang diperlukan bayi agar tetap sehat (Irsal, dkk, 2017).
Pemberian ASI yang memadai dapat mengurangi morbiditas (jumlah
2
kasus baru) serta mortilitas (jumlah kematian) akibat pneumonia karena dapat
mengurangi kejadian infeksi terhadap saluran pernapasan serta dapat
menurunkan tingkat keparahan infeksi selama masa bayi dan balita, namun
pemberian ASI yang tidak memadai dapat meningkatkan infeksi pada bayi
dan balita.
Penanganan yang telah dilakukan perawat dalam mengatasi kasus
pneumonia ini diantaranya melalui pemberian pelayanan dan asuhan
keperawatan secara komprehensif kepada klien, memberikan pendidikan dan
informasi kepada orangtua klien tentang pneumonia yang diderita klien serta
berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lainnya tentang penanganan kasus
pneumonia pada anak dengan harapan penyakit pneumonia yang diderita
dapat teratasi dengan baik sehingga klien dapat segera disembuhkan.
B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Mampu memberikan Asuhan Keperawatan pada Anakk dengan Pnemonia
2. Tujuan Khusus
a. Menerapkan proses keperawatan meliputi pengkajian, perumusan
diagnosa, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pada Anak dengan
Pnemonia
b. Mendokumentasikan Asuhan Keperawatan pada Anak dengan
Pnemonia
c. Mengidentifikasi faktor pendukung dan penghambat Asuhan
Keperawatan pada Anak dengan pnemonia
3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
A. KONSEP MEDIS
1. Anatomi dan Fisiologi
Anatomi
4
1) Saluran pernafasan bagian atas:
a. Rongga hidung
Rongga hidung dilapisi dengan membran mukosa yang sangat
banyak mengandung vaskular yang disebut mukosa hidung.
Lendir disekresi secara terus menerus oleh sel-sel goblet yang
melapisi permukaan mukosa hidung dan bergerak ke belakang
ke nasofaring oleh gerakan silia.Hidung berfungsi sebagai
penyaring kotoran, melembabkan serta menghangatkan udara
yang dihirup ke dalam paru- paru.
b. Faring
Faring adalah struktur yang menghubungkan hidung dengan
rongga mulut ke laring. Faring dibagi menjadi tiga region ;
nasofaring, orofaring, dan laringofaring. Fungsi utamanya
adalah untuk menyediakan saluran pada traktus respiratoriun
dan digestif.
c. Laring
laring adalah struktur epitel kartilago yang menghubungkan
faring dengan trachea. Fungsi utamanya adalah untuk
memungkinkan terjadinya lokalisasi. Laring juga melindungi
jalan nafas bawah dari obstruksi benda asing dan
memudahkan batuk.
2) Saluran pernafasan bagian bawah:
5
a. Trakhea
Disokong oleh cincin tulang rawan yang berbentuk seperti
sepatu kuda yang panjangnya kurang lebih 5 inci, tempat
dimana trakea bercabang menjadi bronkus utama kiri dan
kanan dikenal sebagai karina. Karina memiliki banyak saraf
dan dapat menyebabkan bronkospasme dan batuk yang kuat
jika dirangsang.
b. Bronkus
Terdiri atas 2 bagian yaitu broncus kanan dan kiri. Broncus
kanan lebih pendek dan lebar, merupakan kelanjutan dari
trakhea yang arahnya hampir vertikal. Bronchus kiri lebih
panjang dan lebih sempit, merupakan kelanjutan dari trakhea
dengan sudut yang lebih tajam. Cabang utama bronchus
kanan dan kiri bercabang menjadi bronchus lobaris kemudian
bronchus segmentaliis. Bronkus dan bronkiolus dilapisi oleh
sel-sel yang permukaannya dilapisi oleh rambut pendek yang
disebut silia, yang berfungsi untuk mengeluarkan lendir dan
benda asing menjauhi paru menuju laring.
c. Bronkiolus.
Membentuk percabangan menjadi bronkiolus terminalis
yang tidak mempunyai kelenjar lendir dan silia. Bronkiolus
terminalis kemudian menjadi bronkiolus respiratori yang
menjadi saluran transisional antara jalan udara konduksi dan
jalan udara pertukaran gas.
d. Alveoli.
Paru terbentuk oleh sekitar 300 juta alveoli. Terdapat tiga
jenis sel alveolar, sel alveolar tipe I adalah sel epitel yang
membentuk dinding alveolar. Sel alveolar tipe II sel-sel yang
aktif secara metabolik, mensekresi surfactan, suatu fosfolipid
yang melapisi permukaan dalam dan mencegah alveolar agar
tidak kolaps. Sel alveolar tipe III adalah makrofag yang
merupakan sel–sel fagositosis yang besar yang memakan
6
benda asing dan bekerja sebagai mekanisme pertahanan
penting.
e. Alveoulus.
Struktur anatomi yang memiliki bentuk yang berongga.
Terdapat pada parenkim paru-paru, yang merupakan ujung
dari pernapasan, dimana kedua sisi merupakan tempat
pertukaran darah.
f. Paru-paru.
Merupakan alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari
gelembung (gelombung hawa, alveoli).
Fisiologi Pernapasan.
Fungsi paru-paru ialah pertukaran gas oksigen dan karbon dioksida.
Pada pernafasan melalui par-paru atau pernafasan eksterna, oksigen
dipungut melalui hidung dan mulut pada waktu bernafas; oksigen
masuk melalui trakea dan pipa bronchial ke alveoli, dan dapat
berhubungan erat dengan darah di dalam kapiler pulmonaris (Pearce.
C. E, 2009).
Proses fisiologi pernapasan dimana oksigen dipindahkan dari udara ke
dalam jaringan, dan karbondioksida dikeluarkan ke udara ekspirasi
dapat dibagi menjadi 3 stadium. Stadium pertama adalah ventilasi,
yaitu masuknya campuran gas-gas ke dalam dan keluar paru-paru.
stadium kedua adalah transportasi, yang terdiri dari beberapa aspek :
1) Difusi gas-gas antara alveolus dan kapiler paru-paru (respirasi
eksterna) dan antara darah sistemik dan sel-sel jaringan.
2) Distribusi darah dalam sirkulasi pulmonar.
3) Reaksi kimia dan fisik dari O2 dan CO2 dengan darah.
Stadium terakhir adalah respirasi sel atau respirasi interna, yaitu pada
saat metabolik dioksidasi untuk mendapatkan energi, dan CO2 terbentuk
sebagai sampah proses metabolisme sel dan dikeluarkan oleh paru-paru.
Jumlah udara yang diinspirasi atau diekspirasi pada setiap kali bernapas
disebut volume tidal yaitu sekitar 500 ml. Kapasitas vital paru-paru, yaitu
7
jumlah udara maksimal yang dapat diekspirasi sesudah inspirasi
maksimal sekitar 4500 ml. Volume residu, yaitu jumlah udara yang
tertinggal dalam paru-paru sesudah ekspirasi maksimal sekitar 1500 ml
(Price & Wilson, 2005). Di dalam paru-paru, karbon dioksida, salah satu
hasil buangan metabolisme, menembus membran alveoler-kapiler dari
kapiler darah ke alveoli dan setelah melalui pipa bronkial dan trakea,
dinapaskan keluar melalui hidung dan mulut. Empat proses yang
berhubungan dengan pernapasan pulmoner atau pernapasan eksterna :
8
Nitrogen.........................................................................................79 %
Oksigen..........................................................................................20 %
Karbon dioksida..............................................................................0-0,4 %
Udara yang masuk alveoli mempunyai suhu dan kelembaban atmosfer
Udara yang diembuskan: Nitrogen ........................................79 %
Oksigen..........................................................................................16 %
Karbon dioksida...............................................................................4-0,4%
Daya muat udara oleh paru-paru. Besar daya muat udara oleh paru-
paru ialah 4.500 ml sampai 5000 ml atau 41/2 sampai 5 liter udara.
Hanya sebagian kecil dari udara ini, kira-kira 1/10 nya atau 500 ml
adalah udara pasang surut (tidal air), yaitu yang di hirup masuk dan
dihembuskan keluar pada pernapasan biasa dengan tenang.
Kapasitas vital, volume udara yang dapat di capai masuk dan keluar
paru-paru pada penarikan napas paling kuat disebut kapasitas vital
paru-paru. Diukurnya dengan alat spirometer. Pada seoranng laki-laki,
normal 4-5 liter dan pada seorang perempuan, 3-4 liter. Kapasitas itu
berkurang pada penyakit paru-paru, penyakit jantung (yang
menimbulkan kongesti paru-paru) dan kelemahan otot pernapasan
(Pearce. C. E, 2009).
2. Definisi
Pneumonia adalah suatu proses peradangan dimana terdapat
konsolidasi yang disebabkan pengisian rongga alveoli oleh eksudat.
Pertukaran gas tidak dapat berlangsung pada daerah yang mengalami
konsolidasi, begitupun dengan aliran darah disekitar alveoli, menjadi
terhambat dan tidak berfungsi maksimal. Hipoksemia dapat terjadi,
bergantung pada banyaknya jaringan paru-paru yang sakit (Somantri,
2012).
Pneumonia adalah salah satu penyait peradangan akut parenkim
yang biasanya dari satu infeksi saluran pernafasan bawah akut. Denga
gejala batuk disertai dengan sesak nafas disebabkab agen infeksius seperti
virus bakteri dan fungi (Huda, 2015)
Pneumonia adalah inflamasi paru yang ditandai dengan konsulidasi
9
karena eksudat yang mengisi alveoli dan bronkiolus (Terry & Sharon,
2013). Pneumonia adalah keadaan akut pada paru yang disebabkan oleh
karena infeksi atau iritasi bahan kimia sehingga alveoli terisi oleh eksudat
peradangan (Mutaqin, 2008). Pneumonia adalah suatu radang paru yang
disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur
dan benda asing (Ngastiyah, 2015). Pneumonia adalah peradangan pada
baru yang tidak saja mengenai jaringan paru tapi dapat juga mengenai
jaringan paru tapi dapat juga mengenai bronkioli (Nugroho, 2011).
Pengertian dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa
pneumonia adalah suatu infeksi yang menyerang paru-paru sehingga
gangguan yang ditandai dengan batuk hingga sulitnya untuk bernapas.
3. Etiologi
Menurut (LeMone. Atai, 2016) pneumonia didapatkan oleh 2 penyebab
antara lain : infeksius dan noninfeksius. Penyebab infeksius yaitu
bakteri, virus, jamur, protozoa dan mikroba. Sedangkan penyebab
noninfeksius anatara lain adalah aspirasi isi lambung dan inhalasi gas
beracun atau gas yang mengiritasi. Pneumonia infeksius sering kali
diklasifikasikan sebagai infeksi yang didapat komunitas, infeksi
nosokpomial (didapat dirumah sakit), atau oportunistik (Imun menurun)
Berikut tabel umum penyebab pneumonia pada orang dewasa ( LeMone.
Atal, 2016).
10
pneumophila
Table 2.1 Umum Penyebab Pneumonia
Penyebaran infeksi terjadi melalui droplet dan sering disebabkan oleh
streptoccus pneumonia, melalui slang infuse oleh staphylococcus aureus
sedangkan pada pemakaian ventilator oleh p.aeruginosa dan
enterobacter. Dan masa kini terjadi karena perubahan keadaan pasien
seperti kekebalan tubuh dan penyakit kronis, polusi lingkungan,
penggunaan antibiotik yang tidak tepat (Nurarif & Kusuma, 2015).
4. Manifestasi Klinis
a) Demam: Sering tampak sebagai tanda infeksi yang pertama. Paling
sering terjadi pada usia 6 bulan – 3 tahun dengan suhu mencapai 39,5-
40,5 bahkan dengan infeksi ringan. Mungkin malas dan peka rangsang
atau terkadang euforia dan lebih aktif dari normal, beberapa anak
bicara dengan kecepatan yang tidak biasa.
b) Meningismus: yaitu tanda-tanda meningeal tanpa infeksi meningen.
Terjadi dengan awitan demam yang tiba-tiba dengan disertai sakit
kepala, nyeri dan kekakuan pada punggung dan leher, adanya tanda
kerning dan brudzinski, dan akan berkurang saat suhu turun.
c) Anoreksia: Merupakan hal yang umum yang disertai dengan penyakit
masa kanak-kanak. Seringkali merupakan bukti awal dari penyakit.
Menetap sampai derajat yang lebih besar atau lebih sedikit melalui
tahap demam dari penyakit, sering memanjang ke tahap pemulihan.
d) Muntah: Anak kecil mudah muntah bersamaan dengan penyakit yang
merupakan petunjuk untuk awitan infeksi. Biasanya berlangsung
singkat, tetapi dapat menetap selama sakit.
e) Diare: Biasanya ringan, diare sementara tetapi dapat menjadi berat.
Sering menyertai infeksi pernafasan. Khususnya karena virus.
f) Nyeri abdomen: Merupakan keluhan umum. Kadang tidak bisa
dibedakan dengan nyeri apendiksitis.
g) Sumbatan nasal: Pasase nasal kecil dari bayi mudah tersumbatoleh
pembengkakan mukosa dan eksudasi, dapat mempengaruhi pernafasan
dan menyusu oada bayi.
h) Keluaran nasal: Sering menyertai infeksi pernafasan. Mungkin
11
encerdan sedikit (rinorea) atau kental dan purulen, bergantung pada
tipe dan atau tahap infeksi.
i) Batuk: Merupakan gambaran umum pada penyakit pernafasan. Dapat
menjadi bukti hanya selama fase akut.
j) Bunyi pernafasan: Seperti batuk, mengi, mengorok. Auskultasi
terdengar mengi, krekels.
k) Sakit tenggorokan: Merupakan keluhan yang sering terjadi pada anak
yang lebih besar. Ditandai dengan anak akan menolak untuk minum
dan makan per oral.
12
mendeteksi antigen virus dengan atau tanpa kultur virus jika
,mfasilitas tersedia.
6. Penatalaksanaan
Kepada penderita yang penyakitnya tidak terlalu berat, bisa
diberikan antibiotik per oral dan tetap tinggal dirumah. Penderita yang
lebih tua dan penderita dengan sesak nafas atau dengan penyakit jantung
atau penyakit paru lainnya, harus dirawat antibiotik diberikan melalui
infus. Mungkin perlu diberikan oksigen tambahan, cairan intravena dan
alat bantu nafas mekanik. Selanjutnya menurut Amin dan Hardhi (2015),
kebanyakan penderita akan memberikan respon terhadap pengobatan dan
keadaannya membaik dalam waktu 2 minggu. Penatalaksanaan umum
yang dapat diberikan antara lain:
a. Oksigen 1-2 L/menit.
b. IVFD dekstosen 10%: NaCI 0,9%=3:1, + KCI 10 mEq/500 mI
cairan. Jumlah cairan sesuai berat badan, kenaikan suhu, dan status
hidrasi.
c. Jika sesak tidak terlalu berat, dapat dimulai makanan enteral
bertahap melalui selang nasogastric dengan feeding drip.
d. Jika sekresi lender berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin
normal dan beta agonis untuk memperbaiki transport mukosilier.
Penetalaksanaan untuk pneumonia bergantung pada penyebab, antibiotic
diberikan sesuai hasil kultur.
Untuk kasus pneumonia community based:
1. Ampisilin 100 mg/kg BB/hari dalam 4 kali pemberian
2. Kloramfenikol 75 mg/kg BB/hari dalam 4 kali pemberian
Untuk kasus pneumonia hospital based:
1. Sefatoksim 100 mg/kg BB/hari dalam 2 kali pemberian
2. Amikasin 10-15 mg/kg BB/hari dalam 2 kali pemberian.
7. Komplikasi
Menurut Mutaqin (2008), komplikasi yang dapat terjadi pada anak dengan
pneumonia adalah:
a. Pleurisi
13
b. Atelektasis
c. Empiema
d. Abses paru
e. Edema pulmonary
f. Infeksi super perikarditis
g. Meningitis
h. Arthritis
8. Pathway
14
B. Konsep Keperawatan
15
1. Pengkajian
2) Distress pernapasan
3) Grunting
c. Observasi adanya
1) Bukti inspeksi : peningkatan suhu, pembesaran kelenjar limfe
servikal, membrane mukosa terinflamasi, dan rabas purulent
sari hidung, telinga, atau paru-paru (sputum).
2) Batuk : karakteristik batuk (bila ada) : dalam keadaan apa
batuk terdengar (misalanya pada malam hari, atau pagi hari),
16
sifat batuk (paroksimal dengan atau tanpa mengi), frekuensi
batuk berhubungsn dengan menelan atau aktivitas.
3) Mengi (wheezing) ekspirasi atau inspirasi, nada tinggi,
memanjang, secara lambat progresif atau tiba-tiba,
berhubungan dengan pernafasan sulit.
4) Sianosis : perhatikan distribusi (perifer, perioral, fasial,
batang tubuh serta wajah), derajat, durasi, berhubungan
dengan aktivitas.
5) Nyeri dada : mungkin merupakan keluhan anak yang lebih
besar. Perhatikan lokasi dan situasi : terlokasir atau
menyebar, menyebar dari dasar leher atau abdomen, dangkal
atau tajam, dalam atau superfisial, berhubungan dengan
pernafasan cepat, dangkal, atau mengorok.
6) Sputum : anak-anak yang lebih besar dapat memberikan
sampel sputum; perhatikan volume, warna, viskositas, dan
bau.
7) Pernafasan buruk : dapat berhubungan dengan beberapa
infeksi pernafasan.
d. Pada klien pneumonia, pengkajian head to toe yang di lakukan
lebih di fokuskan pada :
1) Sistem pernafasan
inspeksi : sianosis, tachipnea, dispnea, penggunaan otot bantu,
pelebaran nasal, sputu, purulen.
Perkusi : pekak
2. Sirkulasi : takikardia, penampilan pucat
3. Psikologi dan faktor perkembangan
Usia, tingkat intervensi, pengalaman berpisah dengan orang tua,
mekanisme koping yang dipakai sebelumnya, kebiasaan
(pengalaman yang tidak menyenangkan, waktu tidur/rutinitas
17
pemberian pola makan).
4. Pengetahuan orang tua dan keluarga
Pengalaman dengan penyakit pernafasan, pemahaman akan
kebutuhan interventi pada distress pernafasan, dan tingkat
pengetahuan.
e. Pemeriksaan pneumonia pada anak dapat dilihat denga
1. Penilaian keadaan umum anak, frekuensi napas, dan nadi harus
dilakukan pada saat awal pemeriksaan lain yang dapat
menyebabkan anak gelisah atau rewel
2. Penilaian keadaan umum antara lain meliputi kesadaran dan
kemampuan makan atau minum
3. Gejala distress pernapasan seperti takipnea, retraksi subkostal,
batuk, krepitasi, dan penurunan suara parau
4. Demam dan sianosis
5. Anak dibawah 5 tahun mungkin tidak menunjukkan gejala
pneumonia yang klasik. Pada anak yan demam dan sakit akut,
terdapat gejala nyeri yang diproyeksikan ke abdomen. Pada
bayi muda, terdapat gejala pernapasan tak teratur dan hipoksia
2. Diagnosis Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah keputusan klinis mengenai seseorang,
keluarga, atau masyarakat sebagai akibat dari masalah kesehatan atau
proses kehidupan yang aktual atau potensial (Hidayat,
2008).Komponen-komponen dalam pernyataan diagnosa keperawatan
meliputi masalah (problem), penyebab (etiologi), dan data (sign and
symptom).
Menurut SDKI 2016 diagnosa keperawatan yang sering terjadi pada
pasien dengan Pneumonia ada lima, yaitu sebagai berikut:
a. Bersihan jalan nafas tidakefektifan b/d inflamasi dan obstruksi
jalan nafas.
b. Pola nafas tidakefektifan b/d hiperventilasi
c. Kekurangan volume cairan b/d intake oral tidak adekuat, takipneu
demam.
18
d. Intoleransi aktivitas b/d isolasi respiratory
e. Defisiensi pengetahuan b/d perawatan anak pulang
3. Intervensi
Perencanaan adalah suatu proses penyusunan sebagai intervensi
keperawatan yang dibutuhkan untuk mencegah, menurunkan, atau
mengurangi masalah-masalah pasien (Hidayat, 2008). Adapun
perencanaan berdasarkan diagnosa menurut (SDKI, 2016) yang mungkin
timbul pada pasien pneumonia yaitu :
a. Bersihan jalan napas tidak efektif (D.0001)
b. Gangguan pertukaran gas (D.0003)
c. Risiko infeksi (D.0142)
d. Nyeri akut (D.0077)
e. Hipertermi (D.0130)
f. Risiko ketidaseimbangan cairan (D.0036)
g. Kesiapan peningkatan nutrisi (D.0026)
h. Gangguan pola tidur (D.0055)
i. Intoleransi aktivitas (D.0056)
j. Ansietas (D.0080)
19
No Diagnosis (SDKI) SLKI SIKI
1 Bersihan jalan napas tidak Tujuan: setelah dilakukan perawatan Latihan Batuk Efektif (1.01006)
efektif (D.0001) 3x24 jam bersihan jalan napas teratasi 6. Identifikasi kemampuan batuk
KH: Bersihan Jalan Napas (L.01001) 7. Monitor adanya retensi sputum
Kode indikator SA ST 8. Monitor tanda dan gejala infeksi saluran napas
L.0100 Batuk Efektif 3 5 9. Atur posisi semi fowler
1 10.Buang sekret pada tempat aputum
L.0100 Frekuensi Napas 3 5 11.Jelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif
1 12.Kolaborasi pemberian mukolitik atau ekspektorat, jika
L.0100 Pola Napas 3 5 perlu
1 Manajemen Jalan Napas (1.01011)
Keterangan: 1. Mengidentifikasi dan mengelola kepatenan jalan napas
1 = Menurun 2. Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas)
2 = Cukup menurun 3. Berikan minuman hangat
3 = Sedang 4. Berikan oksigen, jika perlu
4 = Cukup meningkat 5. Ajarkan batuk efektif
5 = Meningkat
2 Gangguan pertukaran gas Tujuan: setelah dilakukan perawatan Pemantauan Respirasi (1.01014)
(D.0003) 3x24 jam gangguan pertukaran gas 1. Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya napas
teratasi 2. Monitor pola napas
KH: Pertukaran Gas (L.01003) 3. Monitor kemampuan batuk efektif
Kode Indikasi SA ST 4. Monitor adanya sumbatan jalan napas
L.01003 Sianosis 3 5 5. Dokumentasikan hasil pemantauan
L.01003 Pola napas 3 5 6. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
L.01003 Warna kulit 3 5 Terapi Oksigen (1.01026)
1 = Menurun 1. Monitor kecepatan aliran oksigen
2 = Cukup menurun 2. Monitor efektifitas terapi oksigen
3 = Sedang 3. Monitor kemampuan melepaskan oksigen saat makan
4 = Cukup meningkat 4. Monitor tingkat kecemasan akibat terapi oksigen
5 = Meningkat 5. Bersihkan sekret pada mulut, hidung dan trakea, jika perlu
6. Pertahankan kepatenan jalan napas
7. Berikan oksigen tambahan, jika perlu
20
8. Ajarkan pasien dan keluarga cara menggunakan oksigen
dirumah
9. Kolaborasi penentuan dosis oksigen
10. Kolaborasi penggunaan oksigen saat aktivitas atu saat
tidur
3 Risiko infeksi (D.0142) Tujuan: setelah dilakukan perawatan Pencegahan Infeksi (1.14539)
3x24 jam risiko infeksi teratasi 1. Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik
KH: Kontrol risiko (L.141228) 2. Batasi jumlah pengunjung
Kode Indikasi SA ST 3. Berikan perawatan kulit pada area edema
L.14122 Kemampuan 3 5 4. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien
8 mengidentifikasi dan lingkungan pasien
faktor risiko 5. Pertahankan teknik aseptik pada pasien berisiko tinggi
L.14122 Kemampuan 3 5 6. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
8 mengubah 7. Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
perilaku 8. Ajarkan etika batuk
L.14122 Penggunaan 3 5 9. Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau luka operasi
8 fasilitas 10. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
kesehatan 11. Ajurkan meningkatkan asupan cairan
1 = Menurun 12. Kolaborasi pemberian imunisasi, jika perlu
2 = Cukup menurun
3 = Sedang
4 = Cukup meningkat
5 = Meningkat
4 Nyeri akut (D.0077) Tujuan: setelah dilakukan perawatan Manajemen Nyeri (1.08238)
3x24 jam nyeri akut teratasi 1. Identifikasi lokasi, karakteristik durasi, frekuensi, kualitas,
KH: Kontrol Nyeri (L.08063) intensitas nyeri
Kode Indikasi SA ST 2. Identifikasi skala nyeri
L.0806 Kemampuan 3 5 3. Identifikasi respon nyeri non verbal
3 mengenali onset 4. Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan
nyeri nyeri
L.0806 Kemampuan 3 5 5. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
3 mengenali 6. Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah
penyebab nyeri diberikan
21
L.0806 Dukungan orang 3 5 7. Fasilitas istirahat dan tidur
3 terdekat 8. Kontrol lingkungan yang memperberat nyeri
1 = Menurun 9. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
2 = Cukup menurun 10.Jelaskan strategi meredakan nyeri
3 = Sedang 11.Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
4 = Cukup meningkat 12.Kolaborasi pemberian analgetik
5 = Meningkat
5 Hipertermi (D.0130) Tujuan: setelah dilakukan perawatan Manajemen Hipertermia (1.15506)
3x24 jam hipertermi teratasi 1. Identifikasi penyebab hipertermia
KH: Termogulasi (L.14134) 2. Monitor suhu tubuh
Kode Indikasi SA ST 3. Monitor kadar elektrolit
L.1413 Menggigil 3 5 4. Monitor haluara urine
4 5. Sediakan lingkungan yang dingin
L.1413 Pucat 3 5 6. Longgarkan atau lepaskan pakaian
4 7. Basahi dan kipasi permukaan tubuh
L.1413 Kejang 3 5 8. Berikan cairan oral
4 9. Berikan oksigen, jika perlu
1 = Menurun 10. Anjurkan tirah baring
2 = Cukup menurun 11. Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena, jika
3 = Sedang perlu
4 = Cukup meningkat
5 = Meningkat
6 Risiko ketidaseimbangan Tujuan: setelah dilakukan perawatan Manajemen Cairan (1.03098)
cairan (D.0036) 3x24 jam ketidakseimbangan cairan 1. Monitor status hidrasi
teratasi 2. Monitor berat badan harian
KH: Keseimbangan Cairan (L.03020) 3. Monitor berat badan sebelum dan sesudah dialisis
Kode Indikasi SA ST 4. Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
L.0302 Asupan cairan 3 5 5. Monitor status hemodinamik
0 6. Catat intake-output dan hitung balans cairan 24jam
L.0302 Kelembapan 3 5 7. Berikan asupan cairan, sesuai kebutuhan
0 membran 8. Berikan cairan intravena, jika perlu
mukosa 9. Kolaborasi pemberian diuretik
22
L.0302 Berat badan 3 5
0
1 = Menurun
2 = Cukup menurun
3 = Sedang
4 = Cukup meningkat
5 = Meningkat
7 Kesiapan peningkatan Tujuan: setelah dilakukan perawatan Edukasi Nutrisi (1.12395)
nutrisi (D.0026) 3x24 jam kesiapan peningkatan nutrisi 1. Periksa status gizi, status alergi, progam diet.
teratasi 2. Identifikasi kemampuan dan waktu yang tepat menerima
KH: Status Nutrisi (L.03030) informasi
Kode Indikasi SA ST 3. Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan
L.0303 Porsi makanan 3 5 4. Berikan kesempatan untuk bertanya
0 yang dihabiskan 5. Ajarkan cara melaksanakan diet sesuai program
L.0303 Frekuensi 3 5 6. Demontrasikan cara membersihkan mulut
0 makan 7. Ajarkan pasien atau keluarga memonitor asupan kalori
L.0303 Nafsu makan 3 5 dan makanan
0 8. Ajarkan pasien dan keluarga memantau kondisi
1 = Menurun kekurangan nutrisi
2 = Cukup menurun 9. Anjurkan mendemonstrasikan cara memberikan makan,
3 = Sedang menghitung kalori, menyiapakan makanan sesuai
4 = Cukup meningkat program diet
5 = Meningkat
8 Gangguan pola tidur Tujuan: setelah dilakukan perawatan Dukungan Tidur (1.05174)
(D.0055) 3x24 jam gangguan pola tidur teratasi 1. Identifikasi pola aktivitas dan tidur
KH: Pola Tidur (L.05045) 2. Identifikasi faktor pengganggu tidur
Kode Indikasi SA ST 3. Identifikasi makanan dan minuman yang mengganggu
L.0504 Keluhan saat 3 5 tidur
5 tidur 4. Identifikasi obat yang dikonsumsi
L.0504 Keluhan sering 3 5 5. Modifikasi lingkungan
5 terjaga 6. Tetapkan jadwal tidur rutin
L.0504 Keluhan tidak 3 5 7. Jelaskan pentingnya tidur cukup selama sakit
8. Anjurkan menepati kebiasaan waktu tidur
23
5 puas tidur 9. Anjurkan menghindari makanan atau minumam yang
1 = Menurun mengganggu tidur
2 = Cukup menurun
3 = Sedang
4 = Cukup meningkat
5 = Meningkat
9 Intoleransi aktivitas Tujuan: setelah dilakukan perawatan Manajemen Energi (1.05178)
(D.0056) 3x24 jam intoleransi aktivitas teratasi 1. Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan
KH: Toleransi Aktivitas (L.05047) kelelahan
Kode Indikasi SA ST 2. Monitor kelelahan fisik dan emosional
L.0504 Saturasi 3 5 3. Monitor pola dan jam tidur
7 oksigen 4. Sediakan lingkkungan nyaman dan rendah stimulus
L.0504 Kecepatan 3 5 5. Lakukan latihan rentang gerak pasif dan atau aktif
7 berjalan 6. Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan
L.0504 Jarak berjalan 3 5 7. Anjurkan tirah baring
7 8. Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
1 = Menurun 9. Ajarkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan
2 = Cukup menurun 10. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan
3 = Sedang asupan makanan
4 = Cukup meningkat
5 = Meningkat
10 Ansietas (D.0080 Tujuan: setelah dilakukan perawatan Terapi Relaksasi (1.00326)
3x24 jam Ansietas teratasi 1. Identifikasi penurunan tingkat energi, ketidakmampuan
KH: Tingkat Ansietas (L.09093) berkonsentrasi, atau gejala lain yang mengganggu
Kode Indikasi SA ST kemampuan kognitif
L.0909 Perilaku gelisah 3 5 2. Identifikasi teknik relaksasi yang pernah efektif
3 digunakan
L.0909 Perasaan 3 5 3. Monitor respon terhadap terapi relaksasi
3 keberdayaan 4. Ciptakan lingkungan tenang dan tanpa gangguan dengan
L.0909 orientasi 3 5 pencahayaan dan suhu ruang nyaman, jika
3 memungkinkan
1 = Menurun 5. Berikan informasi tertulis tentang persiapan dan prosedur
teknik relaksasi
24
2 = Cukup menurun 6. Gunakan pakain longgar
3 = Sedang 7. Gunakan nada suara lembut dengan irama lambat dan
4 = Cukup meningkat berirama
5 = Meningkat 8. Anjurkan mengambil posisi nyaman
9. Anjurkan rileks dan merasakan sensasi rileksasi
10. Anjurkan sering menglangi atau melatih teknik yang
dipilih
11. Demonstrasikan dan latih teknik relaksasi
25
4. Implementasi
a) Pada pnemonia berat atau asupan per oral kurang, diberikan cairan
intravena dan dilakukan balans cairan ketat
26
c) Makrolid diberikan jika M.pneumonia atau C.pneumonia dicurigai
sebagai penyebab.
d) Amoksisilin diberikan sebagai pilihan pertama jika S.pneumonia
sangat mungkin sebagai penyebab.
e) Jika S.aureus dicurigai sebagai penyebab, diberikan makrolid atau
kombinasi flucloxacillin dengan amoksisilin.
f) Antibiotik intravena diberikan pada pasien pneumonia yang tidak
dapat menerima obat per oral (misal karena muntah) atau termasuk
dalam derajat pneumonia berat
g) Antibiotik intravena yang dianjurkan adalah ampisilin dan
kloramfenikol, co-amoxiclam, ceftriaxone,cefuroxim, dan cefotaxim
h) Pemberian antibiotik oral harus dipertimbangkan jika terdapat
perbaikan setelah mendapat antibiotik intravena.
27
1,2 gram S.pneumonia(alternatif
untuk anak alergi beta
lactam, lebih jarang
menimbulkan flebitis
pada pemberian IV
daripada eritromisin)
Eritromicin 10mg/kg/kali Tiap 6 jam Rendah S.pneumoniae
dosis tunggal chlamyadia
maks 1 gram pneumonia,
maicoplasma
pneumonia
5. Evaluasi
28
BAB 3
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Pneumonia adalah penyakit akut yang mengenai jaringan paru-paru
(alveoli), dengan tanda dan gejala seperti : Batuk, dispnea, lemah, demam,
pusing, nyeri dada pleuritik, napas cepat dan dangkal, menggigil, sesak napas,
produksi sputum dan, berkeringat. Pneumonia adalah inflamasi atau infeksi
pada parenkim paru. Pneumonia disebabkan oleh satu atau lebih agens yaitu :
virus, bakteri (mikoplasma), fungi, parasit atau aspirasi zat asing.
Asuhan keperawatan pada anak yang menderita pnemonia sering
didapatkan tanda gejala yang tidak jauh dari gangguan pernapasan, maka dari
itu diambil diagnosis keperawatan yang berhubungan dengan gangguan napas
tersebut. Asuhan keperawatan pada anak dengan kasus pnemonia ini sangat
berbeda dengan asuhan keperawatan yang dilakukan pada orang dewasa,
karena anak-anak cenderung lebih tidak nyaman dan terkadang terhalang
dengan rasa cemas anak akan lingkungan yang berbeda.
B. SARAN
1. Rumah Sakit
pelayanan kesehatan.
29
2. Institusi Pendidikan
Menambah literatur/referensi tentang asuhan keperawatan pada klien
pneumonia.
3. Studi Kasus Selanjutnya
Meningkatkan kemampuan dan pemahaman tentang masalah
pneumonia dan dapat menerapkan dalam asuhan keperawatan.
Memberikan asuhan keperawatan pada pneumonia secara
komprehensif.
30
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, A., & Dharmayanti, I. (2014). Pneumoni Pada Anak Balita di Indonesia.
Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional , 359-360.
Betz, Cecily L., Sowden, Linda A. 2009. Buku Saku Keperawatan Pediatri Edisi
5. Jakarta: EGC.
LeMone, P., Burke, M.K., dan Bauldoff. G. 2016. Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah. Vol 4. Ed Ke-5. Jakarta: EGC.
Tim POKJA SDKI DPP PPNI. 2016. Standart Intervensi Keperawatan Indonesia.
Dewan PPNI: Jakarta.
Tim POKJA SIKI DPP PPNI. 2016. Standart Intervensi Keperawatan Indonesia.
Dewan PPNI: Jakarta.
Tim POKJA SLKI DPP PPNI. 2016. Standart Intervensi Keperawatan Indonesia.
Dewan PPNI: Jakarta.
31