Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN KEJANG DEMAM

Oleh:

NI MADE DWI CAHYANI


NIM: 20.901.25978
KELOMPOK 10

PROGRAM STUDI PROFESI NERS NON REGULER


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKA BALI
DENPASAR
2021
LAPORAN PENDAHULUAN

2.1 KEJANG DEMAM

1. Definisi Kejang Demam

Demam merupakan salah satu bentuk pertahanan tubuh terhadap

masalah yang terjadi dalam tubuh. Demam pada umumnya tidak berbahaya,

tetapi bila demam tinggi dapat menyebabkan masalah serius pada anak.

Masalah yang sering terjadi pada kenaikan suhu tubuh diatas 38ºC yaitu

kejang demam (Ngastiyah, 2012 dalam (Regina Putri, 2017).

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan

suhu 38℃ biasanya terjadi pada usia 3 bulan – 5 tahun. Sedangkan usia < 4

minggu dan pernah kejang tanpa demam tidak termasuk dalam kategori ini.

(Ridha,2017). Kejang demam yang sering disebut step, merupakan kejang

yang terjadi pada saat seorang bayi ataupun anak mengalami demam tanpa

infeksi sestem saraf pusat yang dapat timbul bila seorang anak mengalami

demam tinggi (Sudarmoko, 2013).

Jadi bedasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa kejang demam

adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di

atas 38℃) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium terutama pada anak

umur 3 bulan- 5 tahun.


2. Klasifikasi Kejang Demam

Ada 2 golongan kejang demam menurut Ridha 2017:

a. Kejang demam sederhana

1) Dikeluarga penderita tidak ada riwayat epilepsi

2) Sebelumnya tidak ada riwayat cedera otak oleh penyakit apapun

3) Serangan kejang demam yang pertama terjadi antara usia 6 bulan – 6


tahun

4) Lamanya kejang berlangsung < 20 menit

5) Kejang tidak bersifat tonik klonik

6) Tidak didapatkan gangguan atau abnormalitas pasca kejang

7) Sebelumnya juga tidak didapatkan abnormalitas neurology atau

abnormalitas perkembangan

8) Kejang tidak berulang dalam waktu singkat

9) Tanpa gerakan fokal dan berulang dalam 24 jam.

b. Bila kejang tidak memenuhi kriteria tersebut diatas, maka golongan

sebagai kejang demam kompleks. (Ridha, 2017).

3. Etiologi Kejang Demam

Penentuan etiologi kejang berperan penting dalam tata laksana kejang

selanjutnya. Keadaan ini sangat penting terutama pada kejang yang sulit diatasi

atau kejang berulang. Etiologi kejang yang tersering pada anak dapat dilihat

pada tabel 1.
Tabel 1
Etiologi Kejang
pada Anak

Kejang Demam Sederhana Gangguan metabolik


Infeksi : hipoglikemia
- Infeksi intrakranial: - hiponatremia
meningitis, ensefalitis - hipoksemia
- hipokalsemia
- Shigellosis - Gangguan elektrolit atau dehidrasi
Keracunan : - Defisiensi piridoksin
- Alkohol - Gagal ginjal
- Gagal hati
- Teofilin
- Kelainan metabolik bawaan
- Kokain
Lain-lain:
- Ensefalopati hipertensi Penghentian obat anti epilepsi Trauma
kepala
- Tumor otak
- Perdarahan intrakranial
- Idiopatik

Dikutip dari: Schweich Pj, dkk. Oski’s pediatrics,1999. Dalam (Pudjiadi, et


al, 2011)

4. Manifestasi Klinis

Kejang demam biasanya terjadi pada awal demam. Saat kejang, anak

akan terlihat aneh untuk beberapa saat, hilang kesadaran, tangan dan kaki

kaku, tersentak- sentak atau kelojotan, dan mata berputar-putar sehingga hanya

putih mata yang terlihat. Anak tidak responsive untuk beberapa waktu, napas

akan terganggu dan kulit akan tampak lebih gelap dari biasanya. Namun, tidak

seberapa lama kemudian, anak akan segera normal kembali (Sudarmoko,

2017).
5. Patofisiologi Kejang Demam

Pada keadaan demam, kenaikan suhu sebanyak 1℃ akan menyebabkan

kenaikan kebutuhan metabolisme basal 10-15% dan kebutuhan oksigen

meningkat sebanyak 20%. Pada seorang anak yang berumur 3 tahun

sirkulasi otak mencapai

65% dari seluruh tubuh, dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%.

Pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat menyebabkan terjadinya perubahan

keseimbangan dari membran sel neuron. Dalam waktu yang singkat terjadi

difusi dari ion Kalium maupun ion Natrium melalui membran tadi, akibatnya

terjadinya lepasan muatan listrik. Lepasan muatan listrik ini dapat meluas ke

seluruh sel maupun membran sel tetangganya dengan bantuan neurotransmitter

dan terjadilah kejang. Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan

tergantung pada tinggi atau rendahnya ambang kejang seseorang anak pada

kenaikan suhu tubuhnya. Kebiasaannya, kejadian kejang pada suhu 38ºC,

anak tersebut mempunyai ambang kejang yang rendah, sedangkan pada suhu

40ºC atau lebih anak tersebut mempunyai ambang kejang yang tinggi. Dari

kenyataan ini dapat disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam lebih

sering terjadi pada ambang kejang yang rendah (Ngastiyah, 2007).


6. Pathway

Infeksi bakteri, virus, Rangsang mekanik dan


dan parasit biokimia

Reaksi Inflamasi Perubahan konsentrasi ion di


ruang ekstraseluler

Proses demam Keseimbangan potensial


membrane ATPASE

Difusi Na+ dan K+

Resiko kejang berulang Kejang Aktivitas otot


meningkat

Kurang dari 15 Lebih dari 15


Kurang informasi menit menit Metabolisme
pengobatan perawatan : meningkat
kondisi, prognosis, lanjut,
dan diet. Tidak menimbulkan Perubahan suplay
gejala sisa darah ke otak
Suhu tubuh
meningkat
Defisit Pengetahuan Resiko kerusakan sel
neuron otak

Hipertermia
Resiko perfusi jaringan
serebral tidak efektif
Inkordinasi
konstraksi otot
mulut dan lidah

Resiko cedera
7

7. Pemeriksaan Penunjang

Menurut Mansjoer (2000), beberapa pemeriksaan penunjang yang

dilakukan pada pasien dengan kejang demam adalah meliputi:

a. Elektro encephalograft (EEG)

Untuk pemeriksaan ini dirasa kurang mempunyai nilai prognostik. EEG

abnormal tidak dapat digunakan untuk menduga kemungkinan terjadinya

epilepsi atau kejang demam yang berulang dikemudian hari. Saat ini

pemeriksaan EEG tidak lagi dianjurkan untuk pasien kejang demam yang

sederhana. Pemeriksaan laboratorium rutin tidak dianjurkan dan

dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi.

b. Pemeriksaan cairan cerebrospinal

Hal ini dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya meningitis,

terutama pada pasien kejang demam yang pertama. Pada bayi yang masih

kecil seringkali gejala meningitis fidak jelas sehingga. harus dilakukan

lumbal pungsi pada bayi yang berumur kurang dari 6 bulan dan dianjurkan

untuk yang berumur kurang dari 18 bulan.

8. Penatalaksanaan Kejang Demam

a. Tatalaksana yang dilakukan saat anak datang dalam keadaan kejang adalah:

 Diazepam intravena 0.3 – 0.5 mg/kgBB bolus pelan 1 – 2 mg/menit (3 – 5

menit), dosis maksimal 20 mg.


8

 Bila belum terpasang akses intravena atau dilakukan di Rumah, bisa diberikan

diazepam rektal 0.5 – 0.75 mg/kgBB atau 5 mg untuk BB < 10 kg dan 10

mg untuk BB > 10 kg

 Bila diazepam rektal diberikan oleh orang tua di Rumah, dengan 2 kali

pemberian diazepam rektal berselang 5 menit, kejang masih belum berhenti,

anjurkan ke Rumah Sakit dan diberikan diazepam intravena

 Bila kejang belum berhenti setelah tatalaksana awal, berikan Fenitoin

intravena dosis awal 10 – 20 mg/kgBB/pemberian (kecepatan 1

mg/kgBB/menit atau kurang dari 50 mg/menit)

 Bila kejang berhenti, fenitoin diberikan kembali 4 – 8 mg/kgBB/hari 12 jam

setelah dosis awal.

 Bila kejang belum berhenti, rawat ruang intensif untuk diberikan obat-obatan

anestesi.

b. Berobat jalan

Tatalaksana rumatan diberikan sampai pada waktu 1 tahun periode bebas

kejang, dan diberhentikan bertahap (tappering off) dalam waktu 1 – 2 bulan

pada:

 Kejang demam kompleks, atau

 Timbulnya kelainan neurologis sebelum atau sesudah kejang (contoh: paresis

Todd, hemiparesis, cerebral palsy, hidrosefalus dan retardasi mental), atau

 Kejang lebih dari 2x dalam 24 jam, atau kurang usia 12 bulan, atau lebih sama

dengan 4x kejadian kejang demam dalam 1 tahun (dipertimbangkan).


9

 Berdasarkan analisis keuntungan dan kerugian, obat-obatan anti-konvulsan

tidak direkomendasikan pada pasien kejang demam sederhana yang terjadi

satu kali atau lebih.

c. Persiapan rujukan ke rumah sakit

Anjurkan orang tua atau pengasuh untuk lakukan hal-hal berikut bila

sedang terjadi kejang demam anak:

 Jangan tahan anak dalam keadaan kejang, posisikan anak di tempat yang

aman (contoh: lantai)

 Sebisa mungkin kepala dimiringkan ke samping agar bila anak muntah,

tidak terjadi aspirasi

 Jangan diberikan apapun ke dalam mulutnya

 Bila orang tua memiliki diazepam sediaan rektal, berikan dengan dosis 5

mg untuk < 10 kg, atau 10 mg untuk > 10 kg

 Bila kejang tidak berhenti dalam 10 menit, segera bawa anak ke Unit

Gawat Darurat terdekat.

d. Medikamentosa

Obat anti-konvulsi yang digunakan saat kejang demam:

 Diazepam

Dosis saat terjadi kejang:

 5 mg sediaan per rectal untuk berat badan < 10 kg

 10 mg sediaan per rectal untuk berat badan > 10 kg


1
0

 0.2 – 0.5 mg/kgBB/kali dapat diulang dalam 4 – 12 jam

 IDAI menyarankan pemberian diazepam oral dengan dosis 0.3

mg/kgBB atau diazepam rektal dengan 0.5 mg/kgBB pada saat demam

karena dapat menurunkan risiko terjadinya kejang. Bekerja sebagai

neurotransmitter inhibitor dengan meningkatkan aktivitas GABA,

menekan pada semua tingkatan sistem saraf pusat.

 Fenitoin

 Dosis awal fenitoin 10 – 20 mg/kgBB/pemberian (kecepatan 1

mg/kgBB/menit atau kurang dari 50 mg/menit).

 Dosis rumatan: 4 – 8 mg/kgBB/hari 12 jam setelah dosis awal.

 Fenitoin bekerja dengan menurunkan aktivitas neuron dengan

mengganggu kerja dari kanal natrium. Tidak boleh diberikan pada

cairan yang mengandung dekstrosa karena risiko presipitasi. Cairan

pengencer yang disarankan adalah NaCl 0.9%.

 Fenobarbital

 Dosis fenobarbital adalah 15 – 20 mg/kgBB/hari IV dengan pemberian

yang tidak melebihi kecepatan 2 mg/kgBB/menit, dan tidak melebihi

1000 mg/dosis. Dapat diulangi dengan dosis 5 – 10 mg/kgBB bolus

setelah 15 – 30 menit bila diperlukan. Dosis maksimal kumulatif

adalah 40 mg/kgBB.

 Beberapa dokter spesialis anak mempertimbangkan pemberian

fenobarbital ketika golongan barbiturat (diazepam) tidak memberikan


1
1

efek klinis. Tidak ditemukan superioritas antara fenobarbital dengan

fenitoin.

 Antikonvulsan Rumatan

Pemberian obat anti-konvulsan yang terus menerus seperti

fenobarbital dan asam valproat serta terapi intermiten dengan diazepam

ditemukan efektif untuk mengurangi kejadian kejang demam.

Pertimbangan efek samping dari obat-obatan ini dianggap lebih berbahaya

bila dibandingkan dengan risiko yang terjadi akibat kejang demam

sederhana.

Obat rumatan disarankan oleh IDAI untuk kejang demam yang

berpotensi menjadi epilepsi yaitu kejang demam kompleks. Obat anti-

konvulsi rumatan yang dapat diberikan:

 Asam Valproat. Dosis: 15 – 40 mg/kgBB/hari dalam 2 – 3 dosis,

namun  memiliki risiko gangguan fungsi hati terutama pada usia di

bawah 2 tahun

 Fenobarbital. Dosis: 3 – 4 mg/kgBB/hari dalam 1 – 2 dosis.

Penggunaan setiap hari meningkatkan risiko terjadinya kesulitan

belajar dan gangguan perilaku.

 Antipiretik

Pemberian obat anti-piretik secara rutin tidak dianjurkan karena

hasilnya tidak berbeda bermakna dengan pemberiannya hanya pada saat

kejadian demam dalam menurunkan kejadian kejang demam berulang. Obat

anti-piretik yang dianjurkan IDAI adalah:


1
2

 Paracetamol 10 – 15 mg/kgBB/kali, sampai 4 kali sehari

 Ibuprofen 5 – 10 mg/kgBB/kali, 3 – 4 kali sehari

 Zink

Zink diduga berperan dalam patogenesis kejang demam dan

pemberiannya sebagai terapi suportif masih dalam pro dan kontra. Studi

cochrane menyimpulkan bahwa pemberian zink tidak memberikan

keuntungan.

2.2 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

a. Identitas

Lakukan pengkajian identitas seperti nama, alamat, dan pada umur


anak di bawah 6 bulan sampai 4 tahun (Sodidin,2012 dlm Farida &
Selviana, 2016), jenis kelamin, agama, pendidikan, orang tua klien, dll.

b. Keluhan Utama
Kejang merupakan gangguan tersier pada anak yang sering terjadi
bersamaan dengan demam yang melebihi 38oC (Juanita & Manggarwati,
2016). Keluhan utama pada kejang demam dapat mengakibatkan
hipertermi. Hipertermi yaitu peningkatan suhu tubuh di atas normal
(wilkison, 2016).
c. Riwayat Penyakit Sekarang
kejang demam merupakan bangkitan kejang akibat kenaikan suhu
tubuh di atas 38oC yang disebabkan oleh suatu proses
ekstrakranium(Badrul, 2015). Menurut Nurhayati et al., 2017 dalam
penelitian menyebutkan bahwa demam memiliki resiko lebih besar
terjadinya kejang demam pada anak.
1
3

d. Riwayat Penyakit Dahulu


Apakah pasien pernah mengalami kejadian yang sedang di alami
sekarang atau pernah di rawat dengan sakit tertentu. Dewanti (2012)
mendapatkan 86 anak mengalami kejang demam, dan 47,7%
diantaranya mengalami kejang demam berulang. Perbandingan kejadian
kejang demam yang diperoleh peneliti pada kejang demam pertama dan
kejang demam berulang adalah 2 : 1. Hal ini menunjukkan ada perubahan
kejadian kejang demam berulang.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga dengan riwayat pernah menderita kejang demam sebagai
factor resiko untuk terjadi kejang demam pertama adalah kedua orang
tua ataupun saudara.
f. Pemeriksaan Fisik
Batas suhu yang bias mencetuskan kejang demam 38oC atau lebih,

tapi suhu sebenarnya pada waktu kejang sering tidak di ketahui

(Soetomongolo, 1999 dalam Badrul, 2015).

Pemeriksaan fisik yang lainnya bertujuan untuk mencari sumber

infeksi dan kemungkinan adanya infeksi intracranial meningitis atau

ensevalitis (Basuki, 2009 dalam Badrul, 2015).

2. Diagnosa Keperawatan (SDKI, 2016)


a. Resiko perfusi jaringan serebral tidak efektif
b. Hipertermia
c. Resiko Cedera
d. Defisit Pengetahuan
1
4

3. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Kriteria Hasil dan Intervensi (SIKI)
Keperawatan Tujuan (SLKI)
Resiko perfusi Setelah dilakukan asuhan Manajemen peningkatan tekanan intrakranial
jaringan serebral keperawatan selama ... x 24 Observasi
tidak efektif jam perfusi jaringan membaik 1. Identifikasi penyebab peningkatan tekanan intrakranial
dengan kriteria hasil: 2. Monitor tanda dan gejala peningkatan TIK
Perfusi serebral 3. Monitor status pernapasan
 Tingkat kesadaran Terapeutik
meningkat (5) 4. Minimalkan stimulus dengan menyediakan lingkungan yang
 Tekanan intrakranial tenang
menurun (5) 5. Berikan posisi semi fowler
 Gelisah menurun (5) 6. Hindari pemberian cairan IV hipotonik

 Demam menurun (5) 7. Pertahankan suhu tubuh normal

 Kesadaran membaik (5) Kolaborasi


8. Kolaborasi pemberian sedasi dan antikonvulsan , jika perlu
 Refleks saraf membaik (5)

Perawatan Sirkulasi
Observasi
1
5

1. Periksa sirkulasi perifer (mis. Nadi perifer, suhu, warna)

Manajemen Sensasi Perifer


Observasi
1. periksa perbedaan sensasi panas atau dingin
2. identifikasi penyebab perubahan sensasi
Terapiutik
1. Hindari pemakian benda-benda yang berlebihan suhunya
Edukasi
1. Anjurkan penggunaan thermometer untuk menguji suhu
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian analgesik, jika perlu
2. Kolaborasi pemberian kortikosteroid, jika perlu

Hipertermi Setelah dilakukan asuhan Manajemen hipertermi


keperawatan selama ... x 24 Observasi
jam suhu tubuh kembali 1. Identifikasi penyebab hipertermi ( misalnya dehidrasi, terpapar
1
6

normal dengan kriteria hasil: lingkungan panas, penggunaan inkubator)


Termoregulasi 2. Monitor suhu tubuh
 Menggigil menurun (5) 3. Monitor kadar elektrolit
 Kulit merah menurun (5) 4. Monitor komplikasi akibat hipertermi

 Kejang menurun (5) Terapeutik

 Piloereksi menurun (5) 5. Sediakan lingkungan yang dingin

 Kutis memorata menurun 6. Longgarkan atau lepaskan pakaian


7. Berikan cairan oral
(5)
8. Lakukan pendinginan eksternal (mis. Selimut hipotermia atau
 Pucat menurun (5)
kompres dingin pada dahi leher dada, abdomen aksila)
 Takikardi menurun(5)
9. Hindari pemberian antipiretik atau aspirin
 Dasar kuku sianotik
10. Berikan oksigen jika perlu
menurun (5)
Edukasi
 Hipoksia menurun (5)
11. Anjurkan tirah baring
 Suhu tubuh membaik (5)
Kolaborasi
 Suhu kulit membaik(5)
12. Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena, jika perlu

Manajemen kejang
Observasi
1
7

1. Monitor terjadinya kejang berulang


2. Monitor karakteristik kejang ( mis. Aktivitas motorik dan progresi
kejang)
3. Monitor status neurologis
4. Monitor tanda-tanda vital
Terapeutik
5. Baringkan pasien agar tidak terjatuh
6. berikan alasan di bawah kepala jika memungkinkan
7. Pertahankan kepatenan jalan nafas
8. Longgarkan pakaian, terutama di bagian leher
9. Dampingi selama periode kejang
10. Jauhkan benda-benda berbahaya terutama benda tajam
11. Catat durasi kejang
12. Reorientasi ikan setelah periode kejang
13. Dokumentasikan periode terjadinya kejang
14. Pasang akses IV , jika perlu
15. Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
16. anjurkan keluarga menghindari memasukkan apapun ke dalam
1
8

mulut pasien saat periode kejang


17. Anjurkan keluarga tidak menggunakan kekerasan untuk menahan
gerakan pasien
Kolaborasi
18. Kolaborasi pemberian antikonvulsan jika perlu

Resiko Cidera Setelah dilakukan asuhan Manajemen kesehatan lingkungan


keperawatan selama ... x 24 Observasi
jam tidak terjadi cedera 1. Identifikasi kebutuhan keselamatan (mis. Kondisi fisik, fungsi
dengan kriteria hasil: kognitif dan riwayat perilaku)
Tingkat cedera 2. Monitor perubahan status keselamatan
 Kejadian cedera menurun Terapeutik
(5) 3. Jelaskan bahaya keselamatan lingkungan (mis. Fisik biologi dan
 Luka atau lecet menurun kimia) , jika memungkinkan
(5) 4. Modifikasi lingkungan untuk meminimalkan bahaya dan risiko
 Ketegangan otot 5. Sediakan alat bantu keamanan lingkungan
menurun(5) 6. Gunakan perangkat pelindung

 Agitasi menurun(5) 7. Lakukan program skrining bahaya lingkungan

 Frekuensi nadi membaik(5) Edukasi


8. Ajarkan individu, keluarga, dan kelompok resiko tinggi bahaya
1
9

 Frekuensi nafas lingkungan


membaik(5)
Pencegahan cedera
Kontrol kejang Observasi
 Kemampuan 1. Identifikasi area lingkungan yang berpotensi menyebabkan cedera
mengidentifikasi faktor 2. Identifikasi obat yang berpotensi menyebabkan cedera
risiko atau pemicu kejang Terapeutik
meningkat (5) 3. Sediakan pencahayaan yang memadai
 Kemampuan mencegah 4. Gunakan lampu tidur selama jam tidur
faktor risiko atau pemicu 5. Sosialisasikan pasien dan keluarga dengan lingkungan ruang
kejang meningkat (5) rawat

 Kemampuan melaporkan 6. Pertahankan posisi tempat tidur di posisi terendah saat digunakan

efek samping obat 7. Pastikan roda tempat tidur atau kursi roda dalam kondisi terkunci

meningkat (5) 8. gunakan pengaman tempat tidur sesuai dengan kebijakan fasilitas

 Kepatuhan meminum obat pelayanan kesehatan

meningkat (5) 9. Tingkatkan frekuensi observasi dan pengawasan pasien sesuai

 Mendapatkan obat yang kebutuhan

dibutuhkan menurun (5) Edukasi


10. Jelaskan alasan intervensi pencegahan jatuh ke pasien dan
 Melaporkan frekuensi
2
0

kejang menurun(5) keluarga

Manajemen kejang
Observasi
19. Monitor terjadinya kejang berulang
20. Monitor karakteristik kejang ( mis. Aktivitas motorik dan progresi
kejang)
21. Monitor status neurologis
22. Monitor tanda-tanda vital
Terapeutik
23. Baringkan pasien agar tidak terjatuh
24. berikan alasan di bawah kepala jika memungkinkan
25. Pertahankan kepatenan jalan nafas
26. Longgarkan pakaian, terutama di bagian leher
27. Dampingi selama periode kejang
28. Jauhkan benda-benda berbahaya terutama benda tajam
29. Catat durasi kejang
30. Reorientasi ikan setelah periode kejang
31. Dokumentasikan periode terjadinya kejang
2
1

32. Pasang akses IV , jika perlu


33. Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
34. anjurkan keluarga menghindari memasukkan apapun ke dalam
mulut pasien saat periode kejang
35. Anjurkan keluarga tidak menggunakan kekerasan untuk menahan
gerakan pasien
Kolaborasi
36. Kolaborasi pemberian antikonvulsan jika perlu

Defisit Setelah dilakukan asuhan Edukasi kesehatan


pengetahuan keperawatan selama ... x 24 Observasi
jam tingkat pengetahuan 1. Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi
membaik dengan kriteria hasil: 2. identifikasi faktor-faktor yang dapat meningkatkan dan
Tingkat pengetahuan menurunkan motivasi perilaku hidup bersih dan sehat
 Perilaku sesuai anjuran Terapeutik
meningkat (5) 3. Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan
 Verbalisasi minat dalam 4. Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai dengan kesepakatan
belajar meningkat (5) 5. Beri kesempatan untuk bertanya
 Kemampuan menjelaskan
2
2

pengetahuan tentang suatu Edukasi


topik meningkat(5) 6. Jelaskan faktor risiko yang dapat mempengaruhi kesehatan
 Kemampuan 7. Ajarkan perilaku hidup bersih dan sehat
menggambarkan 8. Ajarkan strategi yang dapat dilakukan untuk meningkatkan
pengalaman sebelum yang perilaku hidup bersih dan sehat
sesuai dengan topik
meningkat (5) Edukasi manajemen demam
 Perilaku sesuai dengan Observasi
pengetahuan meningkat (5) 1. Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi
 Pertanyaan tentang masalah Terapeutik
yang dihadapi menurun (5) 2. Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan

 Persepsi yang keliru 3. jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan

terhadap masalah menurun 4. Berikan kesempatan untuk bertanya

(5) Edukasi
5. Jelaskan cara mengukur suhu tubuh, nadi, pernapasan dan tekanan
 Tidak menjalani
darah pasien
pemeriksaan yang tepat
6. Ajarkan cara memberikan kompres hangat
menurun (5)
7. Anjurkan menggunakan selimut hipotermia sesuai kebutuhan
8. Anjurkan menggunakan pakaian yang menyerap keringat
2
3

9. Anjurkan intake yang adekuat


10. Ajarkan cara memonitor intake dan output cairan
11. Anjurkan pemberian analgetik, jika diperlukan
2
4

4. Implementasi
Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana
keperawatan yang telah di susun pada tahap perencanaan. Ukuran intervensi
keperawatan yang diberikan kepada klien terkait dengan dukungan,
pengobatan, tindakan untuk memperbaiki kondisi, pendidikan untuk klien-
keluarga, atau tindakan untuk mencegah masalah kesehatan yang muncul
dikemudian hari (Atmirah, 2016).

5. Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan
yang menandakan seberapa jauh diagnosis keperawatan, rencana tindakan dan
pelaksaan sudah berhasil tercapai (Atmirah, 2016)
Evaluasi formatif (proses) Adalah evaluasi yang dilakukan selama proses
asuhan keperawatan dan bertujuan untuk menilai hasil implementasi secara
bertahap sesuai dengan kegiatan yang dilakukan, system penulisan evaluasi
formatif ini biasanya ditulis dalam catatan kemajuan atau menggunakan
system
S     : Subjective (Data dari pasien sendiri)
O    : Objective (Data dari observasi)
A    : Assesment (Masalah sudah teratasi apa belum)
P     : Planning (Rencana yang akan dilakukan)
Evaluasi sumatif (hasil) adalah evaluasi akhir yang bertujuan untuk
menilai secara keseluruhan, sistem penulisan evaluasi sumatif ini dalam
bentuk catatan naratif atau laporan ringkasan.
2
5

DAFTAR PUSTAKA

Atmirah, L. S. (2016). Laporan Pendahuluan Personal Hygiene,. Retrieved 09 06,


2020, from Scribd: https://id.scribd.com/document/318724868/Laporan-
Pendahuluan-Personal-Hygiene

Diarini, E.D.A., 2017. Asuhan Keperawatan Anak Kejang Demam Pada Klien An. Y
Dan An. H Dengan Masalah Keperawatan Hipertermi Di Ruang
Bougenvile Di Rsud Dr. Haryoto Lumajang. Karya Tulis Ilmiah. Lumajang :
Akademi Keperawatan Lumajang Akademi Keperawatan Lumajang.

Farida, J. & Selviana, M., 2016. Peningkatan Self Efficacy Ibu Melalui Metode
Chalk And Talk Tentang Penanganan Pertama Kejang Demam Pada Balita Di
Desa Plosowahyu Kabupaten Lamongan. Jurnal Ilmiah Kesehatan, Vol. 9,
No. 2, Pp.178-85.

Hidayat, A.A., 2012. Riset Keperawatan Dan Penulisan Teknik Ilmiah. Jakarta:
Salemba Medika.

Hk, N., Susilawati, F. & Amatiria, G., 2017. Faktor-Faktor Yang Berpengaruh
Dengan Kejadian Kejang Demam Pada Pasien Anak Dirumh Sakit Dalam
Wilayah Provinsi Lampung. XIII (1), 94-102.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia.
(2016). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Jakarta: DPP PPNI. .

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia .
Jakarta: DPP PPNI.
2
6

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (1 ed.,
Vol. 2). Jakarta: PPNI.

Anda mungkin juga menyukai