Anda di halaman 1dari 21

TUTORIAL 2

ILMU KEBIDANAN

Kelas/Kelompok: LJ1/LA5
Kadek Noni Angerani 2210101228

Dosen Pembimbing:
Fayakun Nur Rohmah, S.ST., Bdn., M.PH.,

PROGRAM STUDI KEBIDANAN PROGRAM SARJANA


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ‘AISYIYAH
YOGYAKARTA
2023
SKENARIO PEMBELAJARAN TUTORIAL II
Seorang perempuan, umur 17 tahun datang ke PMB bersama dengan ibunya, menyampaikan
belum pernah haid. Setiap bulan merasa nyeri perut secara periodik. Hasil anamnesis: sering
pusing dan tampak pucat. Hasil pemeriksaan bidan: perut tampak membesar di bagian bawah,
sedikit nyeri tekat, inspeksi pada vagina tampak ada tonjolan berwarna biru, Hb 10gr/dL.
Bidan menyempaikan bahwa anak tsb kemungkinan mengalami kelainan genetik pada selaput
dara. Kemudian bidan juga memberikan edukasi tentang kelainan-kelainan genetik pada
organ reproduksi dan melakukan rujukan ke RS.

STEP 1 (Istilah/kata yang belum jelas)


-
STEP 2 (Identifikasi istilah dalam bentuk pertanyaan)
1. Asuhan kebidanan yang dapat dilakukan apa saja? Lutfi
2. Apakah diagnose yang dialami pada remaja tersebut? Novi
3. Faktor apa yang menyebabkan terjadinya kelainan genetic pada selaput dara? audry
4. Apa saja jenis jenis selaput dara pada orga reproduksi Wanita? kadek
5. Mengapa bidan tersebut melakukan pengecekan hb? Devina
6. Tanda dan gejala kelainan selaput dara? yunisa

STEP 3 (BRAINSTORMING)
1. Asuhan kebidanan yang dapat dilakukan apa saja? Lutfi
Jawab: devina
Bidan dapat memberikan edukasi kepada remaja tersebut dan melakukan rujukan
2. Apakah diagnose yang dialami pada remaja tersebut? Novi
Jawaban : kadek
Hymen imperforata
3. Faktor apa yang menyebabkan terjadinya kelainan genetik pada selaput dara?
Audry
Jawaban : lutfi
Genetik yang ada pada anak tersebut atau dari genetic orang tua
4. Apa saja jenis jenis selaput dara pada orga reproduksi Wanita? Kadek
Jawaban : novi
a. Hymen jenis anularis (lobang di tengah selaput berbentuk oval)
b. Hymen jenis bersekat (Septate hymen) Hymen jenis bersekat (Septate hymen)
c. Hymen jenis seperti saringan (Cribriformis)
d. Hymen impervorate (selaput yang sama sekali tidak berlubang)
5. Mengapa bidan tersebut melakukan pengecekan hb? Devina
Jawaban : Amel
Karena saat dilakukan pemeriksaan fisik tampak pucat
6. Tanda dan gejala kelainan selaput dara? Yunisa
Jawaban : rafica
a. Muncul bercak dara, flek atau perdarahan ringan dari liang vagina
b. Timbul rasa tidak nyaman dan nyeri di area liang vagina
c. Muncul lipatan kulit tambahan seperti saat lapisan
d. Nyeri ringan di area vagina, bercak darah

STEP 4 (Menarik kesimpulan)


Asuhan kebidanan pada remaja dengan kelainan organ reproduksi. Dari hasil pemeriksaan
yang dilakukan oleh bidan seperti pemeriksaan data subjektif dan data objektif yang
didapatkan oleh remaja tersebut Perempuan tersebut mengalami kelainan genetic pada selaput
dara dengan ciri ciri perut tampak membesar dibgian bawah, sedikit nyeri tekan, infeksi pada
vagina tampak ada benjolan berwarna biru maka setelah diketahui diagnosenya maka bidan
perlu merujuk remaja tersebut supaya dapat di tangani lebih lanjut. Asuhan kebidanan pada
remaja perempuan yang mengalami kelainan genetik pada selaput dara berdasarkan hasil
pemeriksaan ds do sehingga remaja tersebut dirujuk untuk mendapatkan penanganan yang
tepat

STEP 5 (LO)
1. Apakah pengertian dari kelainan genetik pada organ reproduksi perempuan ( Rafica)
2. Macam macam kelainan genetik pada organ reproduksi perempuan (Lutfi)
3. Tanda dan gejala kelainan genetik pada organ reproduksi perempuan (Noni, vira)
4. Penyebab kelainan genetik pada organ reproduksi ( Noni)
5. Penatalaksanan kelainan genetik pada organ reproduksi( Devina)
6. Komplikasi kelainan genetik pada organ reproduksi(Yunisa)
7. Peran bidan pada kelainan genetic pada organ reproduksi (Amelia)

STEP 6 (Self Study)


1. Apakah pengertian dari kelainan genetik pada organ reproduksi perempuan
Adanya kelainan genetik dapat memengaruhi kesuburan baik secara primer maupun
sekunder. Secara primer, kelainan genetik berdampak langsung pada perkembangan sel-
sel germinal pembentuk sperma dan sel telur. Sedangkan secara sekunder, kelainan
genetik menimbulkan gangguan sistemik, seperti pada sistem hormon dan metabolisme,
yang selanjutnya memengaruhi kesuburan. Pada wanita, kelainan genetik berhubungan
dengan gangguan ovulasi dan pembuahan, kegagalan implantasi hingga keguguran
(Debbiyantina & Oktalia, 2015).
a. Hymen imperforata
Hymen imperforata merupakan anomali genital langka, dimana terjadi obstruksi
aliran keluar vagina pada bagian introitus vagina akibat perkembangan abnormal
dari lapisan epitel yang terhubung ke jaringan hymen sehingga tidak dapat
terbuka dan terjadi obstruksi total(Debbiyantina & Oktalia, 2015) .
b. Atresia kedua labium minus
Suatu kelainan anatomi vagina karena membrana urogenitales tidak menghilang.
Atresia adalah keadaan tidak tertutupnya lubang karena pembawaan sejak lahir
atau karena kelainan pada organ tubuh manusia. Selain itu atresia juga bisa
terjadi pasca melahirkan karena adanya radang sehingga kedua labia melekat
dan menyebabkan amenore sekunder karena darah haid sulit keluar. Pada
seorang perempuan yang mengalami atresia kedua labium minus atau atresia
labia minora biasanya masih dapat melakukan hubungan seksual intercourse
(koitus ) dengan pasangannya walaupun sedikit sukar (Debbiyantina & Oktalia,
2015).
c. Hipoplasi vulva
Hipoplasia vulva adalah kelainan yang terdapat pada bagian vulva. Pada
hipoplasia vulva berarti vulva mengalami perkembangan yang terhambat
sehingga vulva berukuran lebih kecil dari ukuran vulva yang normal. Kejadian
terhambatnya perkembangan vulva ini terjadi pada masa organogenesis.
Biasanya jika menemukan kelainan bawaan hipoplasia vulva maka seringkali
ditemukan bersamaan dengan kelainan genitalia interna dan ciri-ciri seks
sekunder juga tidak berkembang. Kelainan hipoplasia vulva biasanya dapat
terjadi pada keadaan kurangnya kadar estrogen (hipoestrogenisme)
(Debbiyantina & Oktalia, 2015).
d. Septum vagina
Septum vagina adalah sekat sagital vagina dan biasanya terdapat di bagian atas.
Kejadian septum vagina, tidak jarang disertai kelainan uterus (Debbiyantina &
Oktalia, 2015).
e. Aplasia vagina
Aplasia vagina adalah kelainan tidak adanya vagina. Jika bidan melakukan
perabaan hanya ditemukan jaringan tebal saja. Pada lubang vagina hanya
terdapat cekungan yang dangkal atau agak dalam (Debbiyantina & Oktalia,
2015).
f. Atresia Vagina
Atresia vagina adalah terdapat gangguan dalam pembentukan saluran vagina.
Septum yang terbentuk ada pada posisi horizontal. Septum dapat ditemukan
pada bagian proksimal vagina. Dapat juga ditemukan septum di bawah dan pada
sebelah atas himen / selaput dara. Jika penutupan terjadi secara menyeluruh
biasanya akan menyebabkan gangguan. Jika penutupan tidak menyeluruh, maka
biasanya tidak menimbulkan kesulitan, kecuali pada kala II persalinan
(Debbiyantina & Oktalia, 2015).
g. Kista vagina
Kista vagina atau kista kelenjar Bartholin adalah pembengkakan kistik yang
umumnya terjadi pada wanita usia reproduksi, terutama pada wanita berusia 20
hingga 29 tahun, tetapi tidak ada perbedaan antara wanita hamil dan tidak hamil
serta berukuran kecil akibat adanya penyumbatan. Kista Bartholin memiliki
ukuran kecil, yaitu 1-3 cm, biasanya unilateral, dan asimtomatik. Apabila
saluran kelenjar Bartholin tersumbat, maka cairan yang dihasilkan akan
terakumulasi, sehingga saluran membengkak dan membentuk kista (Sari et al.,
2021)
h. Uterus unicornis
Uterus unicornis adalah kondisi langka di mana seorang wanita memiliki satu
uterus yang tidak terbagi atau terpisah menjadi dua bagian, seperti yang
umumnya terjadi. Istilah "unicornis" berasal dari kata Latin "unus" yang berarti
satu, dan "cornu" yang berarti tanduk. Dalam kasus uterus unicornis, uterus
hanya memiliki satu tanduk atau satu rongga.
Kondisi ini terjadi pada tahap perkembangan embrio ketika saluran Müller,
struktur yang berkembang menjadi uterus, tidak terpisah sepenuhnya. Sebagai
hasilnya, uterus terbentuk dengan hanya satu rongga, yang membedakannya dari
uterus normal yang memiliki dua rongga yang terpisah (Rulina Surani, 2018).

i. Uterus bikornis unikollis


Uterus bikornis unikollis adalah uterus yang memiliki satu serviks, akan tetapi
terdapat 2 tanduk masing-masing dengan 1 kavum uteri dan 1 tuba dan 1
ovarium (Debbiyantina & Oktalia, 2015).
j. Uterus arkuatus
Uterus arkus atau uterus arcuatus adalah salah satu variasi bentuk uterus yang
terjadi pada wanita. Pada uterus arkus, dinding rahim memiliki tonjolan atau
lengkungan di bagian tengahnya. Tonjolan ini disebabkan oleh ketidaksepurnaan
penggabungan kedua tabung mullerian selama perkembangan embrio.
Uterus arkus biasanya tidak mempengaruhi kemampuan seorang wanita untuk
hamil atau menjalani kehamilan dengan normal. Namun, pada beberapa kasus,
variasi bentuk ini dapat dikaitkan dengan komplikasi seperti kelainan letak
plasenta atau persalinan prematur. Meskipun demikian, banyak wanita dengan
uterus arkus yang melahirkan secara normal tanpa masalah (Surya, 2015).

k. Kloaka persistens
Pada manusia, perkembangan embrio secara normal melibatkan
pembentukan saluran kemih dan saluran pencernaan yang terpisah,
dengan pembukaan yang terpisah untuk uretra dan anus. Namun, dalam
kasus kloaka persistens, proses pembentukan tersebut tidak terjadi
dengan baik, dan individu yang terkena kondisi ini memiliki satu saluran
tunggal yang menghubungkan kandung kemih, usus, dan organ
reproduksi.
Kloaka persistens adalah kelainan bawaan yang sangat jarang terjadi
pada manusia. Biasanya, pada tahap awal perkembangan embrio, saluran
pencernaan dan kemih terpisah menjadi struktur yang terpisah, tetapi
dalam kasus kloaka persistens, hal ini tidak terjadi. Kondisi ini biasanya
terdeteksi pada saat lahir (Sarullo, F. M., et al. 2020).
l. Atresia ovarium
Atresia ovarium adalah kondisi patologis di mana terjadi gangguan
perkembangan atau penyempitan saluran kelamin pada ovarium (indung telur).
Kondisi ini mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan folikel ovarium dan
mengganggu proses ovulasi normal. Atresia ovarium dapat menyebabkan
infertilitas atau ketidakmampuan untuk hamil (Pratama, R. D., & Anwar, E.
2019)
m. Sindrom turner (disgenesis gonad)
Sindrom Turner, juga dikenal sebagai monosomi X, adalah kelainan
genetik yang hanya terjadi pada perempuan. Sindrom Turner disebabkan
oleh kelainan kromosom seks, di mana salah satu salinan kromosom X
hilang sebagian atau seluruhnya. Biasanya, perempuan memiliki dua
kromosom X (XX), tetapi individu dengan Sindrom Turner hanya memiliki
satu kromosom X yang lengkap atau sebagian (X0).
Sindrom Turner dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan dan
gejala yang beragam. Beberapa gejala umum sindrom Turner meliputi
pertumbuhan yang terhambat, tinggi badan pendek, perkembangan
seksual terhambat atau tidak lengkap, masalah kardiovaskular, kelainan
ginjal, masalah tiroid, masalah pendengaran, serta masalah reproduksi
seperti ketidaksuburan (Pohan, H. T. S., & Susanto, L. H. 2019).

n. Sindrom down
Sindrom Down (SD) merupakan suatu kelainan genetik yang Paling sering
terjadi dan paling mudah diidentifikasi. SD atau yang Lebih dikenal sebagai
kelainan genetik trisomi, di mana terdapat Tambahan kromosom pada
kromosom 21. Kromosom ekstra tersebut Menyebabkan jumlah protein tertentu
juga berlebih sehingga Mengganggu pertumbuhan normal dari tubuh dan
menyebabkan Perubahan perkembangan otak yang sudah tertata
sebelumnya.Selain itu, kelainan tersebut dapat menyebabkan keterlambatan
Perkembangan fisik, ketidakmampuan belajar, penyakit jantung, Bahkan kanker
darah/leukemia. Kelainan ini sama sekali tidak Berhubungan dengan ras, negara,
agama, maupun status sosial Ekonomi.
Sumber : Cohen WI. Down syndrome. Dalam: Maria BL, Gilliam JE, Darby CP,
penyunting. Current management in child neurology. Edisi ke-3. London: BC
Decker Inc; 2005.h. 297-303.

o. Anemia sel sabit


Anemia sel sabit adalah kelainan rantai globin yang diturunkan yang
menyebabkan hemolisis dan kerusakan organ kronis. Anemia sel sabit adalah
bentuk paling umum dari penyakit sel sabit (SCD), dengan penyakit anemia
hemolitik seumur hidup yang membutuhkan transfusi darah, krisis nyeri, dan
kerusakan organ.
Sumber : Sadikin, Mohamad. Sel Darah Merah. Dalam: Rusmiyati, editor.
Biokimia Darah edisi I. Jakarta: Widya Medika; 2016; 3; 20-9.
p. Polycystic Ovary Syndrome (PCOS)
Polycystic Ovary Syndrome (PCOS) atau sindrom polikistik ovarium adalah
kelainan hormonal yang paling sering terjadi pada wanita remaja dan wanita
usia subur di dunia (Humas Sardjito, 2019).
q. Endometriosis
Endometriosis merupakan pertumbuhan yang abnormal dari jaringan
endometrium di luar cavum uteri. Endometriosis sering terjadi pada wanita usia
reproduktif namun belum dapat dijelaskan secara pasti patogenesis terjadinya
endometriosis.
Sumber : Wu IB, Tendean HMM, Mewengkang ME. Gambaran Karakteristik
Penderita Endometriosis di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. J e-Clinic.
2017;5(2):279–85.

2. Macam macam kelainan genetik pada organ reproduksi perempuan (Lutfi)


a. Hymen imperforata
b. Atresia kedua labium minus
c. Hipoplasi vulva
d. Septum vagina
e. Aplasia dan atresia vagina
f. Kista vagina
g. Uterus unicornis
h. Uterus bikornis unikollis
i. Uterus arkuatus
j. Kloaka persistens
k. Atresia ovarium
l. Sindrom turner (disgenesis gonad)
m. Superfemale
n. Sindrom down
o. Anemia sel sabit
p. Polycystic Ovary Syndrome (PCOS)
q. Endometriosis
3. Tanda dan gejala kelainan genetik pada organ reproduksi perempuan (Noni, vira)
a. Hymen imperforata
Remaja yang mengalami hymen imperforata biasanya datang dengan keluhan
amenore primer, nyeri perut bagian bawah atau panggul siklik, nyeri punggung,
konstipasi, dan retensi urin karena efek tekanan pada kandung kemih dan uretra.
Jika tidak diobati, kondisi ini juga dapat menyebabkan gejala obstruksi saluran
kemih, konstipasi, atau disuria.
b. Atresia kedua labium minus
c. Hipoplasi vulva
d. Septum vagina
e. Aplasia
f. Atresia vagina
g. Kista vagina
Biasanya tidak ada gejala yang terkait dengan kista vagina. Kita mungkin
melihat benjolan kecil yang menonjol dari dinding vagina atau mengalami rasa
sakit dan ketidak nyamanan saat berhubungan seks atau saat memasukkan
tampon (Sari et al., 2021).
h. Uterus unicornis
i. Uterus bikornis unikollis
j. Uterus arkuatus
k. Kloaka persistens
l. Atresia ovarium
m. Sindrom turner (disgenesis gonad)
n. Superfemale
o. Sindrom down
1. Kepala
Biasanya bagian belakang kepala agak rata yang disebut sebagai brakisefali dan flat
occiput
2. Mata
Mata pada hampir semua anak dan orang dewasa dengan Sindrom Down sipit
miring
3. Rambut
Rambut anak-anak dengan Sindrom Down biasanya lemas dan lurus.
4. Leher
Bayi-bayi yang baru lahir dengan Sindrom Down dapat memiliki kulit berlebihan
pada
bagian belakang leher, namun hal ini biasanya berkurang sewaktu mereka tumbuh.
5. Mulut
Rongga mulut sedikit lebih kecil dari rata-rata, dan lidahnya sedikit lebih besar.
6. Tangan
Kedua tangan cenderung lebar, dengan jari-jari pendek. Jari kelingking
kadangkadang hanya memiliki satu sendi (2 ruas) dan bukan dua seperti biasanya.
7. Kaki
Kedua kaki cenderung pendek dan gemuk dengan jarak yang lebar antara jari kaki
pertama dan kedua (celah sandal), yang mungkin disertai dengan suatu alur rata
pada telapak kaki.
8. Otot dan Persendian
Tungkai dan leher anak-anak kecil dengan
Sindrom Down sering kali terkulai. Lembeknya
ototini dinamakan hipotonia, yang berarti
mempunyai tonus rendah/lemah.
9. Ukuran tubuh
Anak-anak dengan Sindrom Down biasanya
mempunyai berat badan lebih kecil dari pada
berat rata-rata.
Sumber : O’Keefe L. Caring for children with Down syndrome.AAP News 2015;
21:290
p. Anemia sel sabit
 Anemia
Sel sabit mengalami kerusakan 6-12 kali lebih cepat dibandingkan dengan
sel darah merah yang sehat. Kondisi ini bisa berujung pada kurangnya
pasokan oksigen ke seluruh tubuh. Gejala yang bisa terjadi akan hal ini
adalah jantung berdebar, sesak napas, pucat, pusing, mudah marah, ingin
pingsan, dan cepat merasa lelah. 
 Krisis sel sabit
Krisis sel sabit merupakan rasa nyeri yang bisa terjadi pada berbagai
bagian tubuh, seperti perut, sendi, dan dada. Krisis sel sabit juga menjadi
gejala yang paling sering terjadi pada pengidap penyakit anemia sel sabit. 
 Pembengkakan dan nyeri
Penyumbatan pada aliran darah pun dapat menyebabkan tungkai dan
lengan mengalami pembengkakan dan terasa nyeri.
 Infeksi
Penyakit anemia sel sabit bisa mengakibatkan kerusakan pada organ
limpa yang punya peran penting dalam melawan infeksi.
 Masalah penglihatan
Gejala lainnya adalah munculnya masalah penglihatan, misalnya dari
penglihatan menjadi buram atau kabur
Sumber : Sadikin, Mohamad. Anemia. Dalam: Rusmiyati, editor.
Biokimia Darah edisi I.
Jakarta: Widya Medika; 2001; 4; 30-8.

q. Polycystic Ovary Syndrome (PCOS)


Gangguan menstruasi ringan hingga gangguan fungsi reproduksi dan
metabolisme. Wanita PCOS memiliki kecenderungan diabetes melitus tipe 2 atau
kelainan kardiovaskular.
r. Endometriosis
Gejala klinis paling umum yang terjadi pada penderita endometriosis adalah
nyeri dan infertilitas. Nyeri yang ditimbulkan dapat berupa nyeri panggul kronis,
dismenorea, dispareunia, disuria, dan diskezia.
Sumber : Prawirohardjo S. Ilmu Kandungan. 3rd ed. Anwar M, editor. Jakarta:
PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2011. 239-249 p.

4. Penyebab kelainan genetik pada organ reproduksi ( Noni)


a. Hymen imperforata
Hymen imperforata merupakan suatu malformasi kongenital tetapi dapat juga
terjadi akibat jaringan parut oklusif karena sebelumnya terjadi cedera atau
infeksi. Secara embriologi, hymenmerupakan sambungan antara bulbus
sinovaginal dengan sinus urogenital, berbentuk membranemukosa yang tipis.
Hymen berasal dari endoderm epitel sinus urogenital, dan bukan berasal
dariduktus mullerian. Hymen mengalami perforasi selama masa embrional untuk
mempertahankanhubungan antara lumen vagina dan vestibulum. Hymen
merupakan lipatan membrane irregular dengan berbagai jenis ketebalan yang
menutupi sebagian orifisium vagina, terletak mulai dari dinding bawah uretra
sampai ke fossa navikularis. Hymen Imperforata terbentuk karena ada bagian
yang persisten dari membrane urogenital dan terjadi ketika mesoderm dari
primitive streak yang abnormal terbagi menjadi bagian urogenital dari membran
cloacal (Debbiyantina & Oktalia, 2015).
b. Atresia kedua labium minus
Kelainan kongenital ini disebabkan oleh membrana urogenitalis (membran yang
ada di antara lipatan uretra) yang tidak menghilang. Di bagian depan vulva
dibelakang klitorus ada lubang untuk pengeluaran air kencing dan darah haid.
Kelainan atresia kedua labium minus dapat terjadi sesudah partus sebab hutting,
radang pada daerah vulvadan vagina sehingga menyebabkan kedua labium minus
melekat (Debbiyantina & Oktalia, 2015).
c. Hipoplasi vulva
d. Septum vagina
Penyebab septum vagina biasanya karena adanya ganguan dalam penyat-uan atau
kanalisasi kedua duktus Mulleri. Duktus mulleri adalah cikal jarin-gan dalam
organogenesis yang akan membentuk jaringan vagina bagian atas. Pada
umumnya kelainan ini tidak menimbulkan keluhan pada yang bersangkutan, dan
baru dapat diketahui atau ditemukan pada saat pemeriksaan ginekologik. Pada
sekat vagina, darah menstruasi juga dapat keluar dengan normal. Pada kasus
septum vagina biasanya bidan akan mendapatkan keluhan Dispareuni (nyeri saat
senggama). Pemeriksaan inspeksi dapat dilakukan bidan untuk mengetahui
apakah dispareuni ini disebabkan oleh septum vagina (Debbiyantina & Oktalia,
2015).
e. Aplasia vagina
Kejadian aplasia vagina terjadai karena duktus Muller mengadakan Penyatuan
(fusi) namun dalam perkembanganya terganggu dan tidak terjadi kanalisasi
(pembentukan saluran). Pada kasus ini biasanya rahim atau terus juga mengalami
penyusutan (rudimenter) serta dapat diserta uterus yang lebih kecil dari ukuran
normal (hipoplasia) (Debbiyantina & Oktalia, 2015).
f. Atresia vagina
Sampai saat ini, penyebab atresia vagina masih belum diketahui secara pasti.
Karena penyakit ini merupakan penyakit bawaan, atresia vagina diduga muncul
karena adanya kelainan kromosom atau mutasi genetik pada proses pembentukan
vagina selama kehamilan.
g. Kista vagina
Kista vagina dapat disebabkan mukus yang mengental, infeksi, trauma, atau
inflamasi kronik (Sari et al., 2021).
h. Uterus unicornis
i. Uterus bikornis unikollis
Uterus bikornis merupakan salah satu malformasi uterus diakibatkan oleh
ketidaksempurnaan fusi duktus muller, diduga terjadi akibat mutasi gen yang
mengekspresikan faktor-faktor yang berperan dalam perkembangan duktus
muller.
Sumber: Marni, H., Ferry, F. and Utama, B. I. (2019) ‘Uterus Bikornu’, Journal
Obgin Emas, 2(2), pp. 57–61. doi: 10.25077/aogj.2.2.57-61.2018.
j. Uterus arkuatus
k. Kloaka persistens
l. Atresia ovarium
m. Sindrom turner (disgenesis gonad)
n. Superfemale
o. Sindrom down
Penyebab terjadjnya Sindrom Down karena kelainan susunan kromosom ke-21,
dari 23 kromosom manusia. Pada manusia normal, 23 kromosom tersebut
berpasang-pasangan hingga berjumlah 46. Pada penderita Sindrom Down,
kromosom 21 tersebut berjumlah tiga (trisomi), sehingga total menjadi 47
kromosom.
Sumber : Myrelid A, Gustafsson, Ollars B, Anneren G. Growth Charts for
Down’s syndrome from birth to 18 years of Age. Arch Dis Child 2017; 87:97-
103.
p. Anemia sel sabit
Penyakit anemia sel sabit terjadi karena mutasi gen yang turun temurun dari
kedua orang tua. Untuk penyakit ini bisa muncul, keduanya harus memiliki
kelainan genetik tersebut. Pewarisan genetik ini bernama autosomal resesif. 
Sumber : Bakta, IM. Anemia Hemolitik. Dalam: Kastrifah, Purba DL,
editor.Hematologi Klinik Ringkas edisi I. Jakarta: EGC; 2017; 5; 50-96.
q. Polycystic Ovary Syndrome (PCOS)
Etiologi penyakit ini belum diketahui pasti.2 Penyakit ini termasuk oligogenik
yaitu dipengaruhi faktor genetik dan lingkungan; faktor genetik yang terlibat
adalah X-Linked dominan (Dewi, 2020)
r. Endometriosis
Endometriosis merupakan suatu penyakit yang dapat disebabkan oleh faktor
hormonal. Penyebab pasti endometriosis belum dapat dikemukakan.

5. Penatalaksanan kelainan genetik pada organ reproduksi( Devina)


a. Hymen imperforata
Penatalaksanaan yang dilakukan yaitu dengan melakukan operasi himenektomi.
Operasi ini bertujuan untuk membuka lubang vagina dengan cara membuat
sayatan kecil di selaput dara (Debbiyantina & Oktalia, 2015).
b. Atresia kedua labium minus
Membuat insisi untuk memisahan kedua labium minus, melepaskan
perlengketan, menjahit luka-luka yang timbul, dan pemberian antibiotik untuk
mencegah peradangan (Debbiyantina & Oktalia, 2015).
c. Hipoplasi vulva
d. Septum vagina
Perawatannya adalah pembedahan dan harus dilakukan sedini mungkin (Kamal
et al., 2020).
e. Aplasia vagina
Jika bidan mencurigai ada perempuan mengalami aplasia vagina, sebaiknya
segera lakukan konsultasi dan rujukan. Terapi pada kasus in biasanya berbentuk
pembuatan vagina baru (Debbiyantina & Oktalia, 2015).
f. Atresia vagina
- Dilatasi mandiri atau pelebaran mandiri
- Prosedur pembedahan (Tim Redaksi, 2022)
g. Kista vagina
Harus memantau pertumbuhan atau perubahan penampilan selama pemeriksaan
rutin, jika kista tumbuh lebih besar atau menyebabkan gejala yang parah maka
dokter mungkin akan merekomendasikan operasi untuk mengangkat kista. Jika
kista menyebabkan infeksi atau abses, dokter akan mungkin meresepkan
antibiotik (Sari et al., 2021)
h. Uterus unicornis
i. Uterus bikornis unikollis
Tatalaksana uterus bikornis meliputi prosedur operasiselama diindikasikan dan
memungkinkan.
Sumber: Marni, H., Ferry, F. and Utama, B. I. (2019) ‘Uterus Bikornu’, Journal
Obgin Emas, 2(2), pp. 57–61. doi: 10.25077/aogj.2.2.57-61.2018.

j. Uterus arkuatus
k. Kloaka persistens
l. Atresia ovarium
m. Sindrom turner (disgenesis gonad)
n. Superfemale
o. Sindrom down
1. Terapi Sel Punca (Stem Cell)
Sel punca adalah sel induk yang belum berdiferensiasi dan dapat
berkembang menjadi berbagai jenis sel yang berbeda di dalam tubuh dan belum
memiliki bentuk dan fungsi spesifik layaknya sel lain pada organ tubuh. Sel
punca mempunyai tiga ciri utama, yaitu sel yang mampu membelah diri sendiri
secara terus - menerus, spesialisasi pembelahannya belum terarah dan
dengan induksi yang spesifik, sel punca dapat membelah menjadi sel yang
diinginkan seperti sel jantung, sel syaraf, sel otot dan sebagainya. Ada 3 jenis
transplantasi / pencangkokan sel punca, yaitu autologous (stem cell diperoleh
dari
pasien sendiri), allogeneic (sel punca dari orang lain), dan xenotransplantasi (sel
punca dari makhluk lain/ binatang).
2. Operasi Plastik
Operasi plastik dapat dilaksanakan untuk mengubah penampilan anak-
anak dan bukan tingkah laku atau perkembangan intelektual anak dengan
sindrom
Down. Hal ini biasanya dilakukan karena keinginan orang tua agar penampilan
anak tidak menjadi pusat perhatian saat ditempat umum, yang akan mengganggu
rasa percaya diri anak.
3. Terapi Integrasi Sensoris
Terapi ini terdiri atas membuat gerakan-gerakan seperti mengajukan
anak. Membuatnya merangkak dan merangsang kulitnya dengan material dari
berbagai tekstur seperti memegang bola yang kasar berambut. Anak diberi
latihan yang berulang-ulang untuk mendapat pengalaman sentuhan dan
sensasi. Bila anak mendapatkan rangsangan yang berlebihan maka otak
mereka akan mengalami masalah dalam menyaring banyak sensasi dalam
sekali masuk.
4. Terapi Vitamin
Dosis tinggi vitamin dan mineral merupakan pengobatan lain yang
disarankan bagi anak-anak dengan ketidak mampuan intelektual. Walaupun
ada sejumlah kelainan bawaan lahir yang berespon terhadap vitamin tertentu,
sindrom Down bukanlah salah satu dari kelainan-kelainan itu. Percobaan-
percobaan dosis tinggi vitamin pada anak-anak dengan sindrom Down telah
gagal menunjukan adanya perbaikan pada anak-anak yang diobati.
5. Obat-Obatan Psikotropika
Banyak substansi telah dicobakan pada sindrom Down tanpa ada
bukti efek yang bermanfaat. Belakangan ini, obat-obat yang memperbaiki
hiperaktivitas pada sejumlah anak-anak telah dipergunakan pada anak-anak
dengan sindrom Down.
6. Terapi Kromosom dengan pembungkaman kelebihan Gen pada
kromosom 21
Pada sindrom Down kelebihan satu kromosom 21 dapat dibungkam oleh
tim ilmuwan Dr. Jeanne Lawrence dari University of Massachusetts Medical
School, Amerika Serikat (2013). Penelitian dilakukan dengan mengambil sel
kulit
dari laki-laki
Sindrom Down, Sultana Faradz
94
89
penderita sindrom Down dan sel-sel diprogram ulang kembali ke tahap embrio di
da- lam percobaan laboratorium dengan mengunakan sel punca embrionik.
Salinan gen XIST dari kromosom X disisipkan kedalam kromosom 21 ekstra
pada
sel-sel binatang model tikus, yang berfungsi membungkam aktifitas keletbihan
kromosom 21 tersebut.
Sumber :
ConnorJMandFerguson-SmithMA.(2016):EssentialMedicalGenetics.6thed
Wiley-Blackwell.ScientificPublication.Oxford.
p. Anemia sel sabit
1) Transfusi darah
Terapi transfusi ini bertujuan untuk menambahkan jumlah hemoglobin normal
dalam darah sehingga dapat mencegah proses polimerisasi. Bila penderita
kerap kali mengalami krisis, terutama vasooklusi, maka terapi ini perlu
dilakukan dalam jangka panjang. Akan tetapi, perlu diperhatikan pula efek
samping dari terapi transfusi ini, yaitu terjadinya hyperviscosity, yang
disebabkan karena penambahan hematokrit berbanding lurus dengan dengan
viskositas darah, hypersplenism, keracunan besi, dan kemungkinan infeksi,
yang disebabkan karena screening darah yang kurang akurat.
2) Terapi gen
Terapi gen ini menggunakan stem cell dan virus sebagai vektornya, Human
Immunodefiency Virus (HIV), dan Human Foamy Virus (HFV).
3) Transplantasi sumsum tulang
4) Mengaktifkan sintesa HbF
5) Pemberian agen anti sickling
6) Penurunan MCHC
7) Jika terjadi krisis, berikan suasana hangat, infus salin fisiologik 3 L/hari, atasi
infeksi, berikan analgesik secukupnya.
Sumber: Suwiryawan, G. A., Yasa, I. W. P. S. and Dewi, D. R. (2013) ‘Anemia
sel sabit’, Department of Clinical Pathology Faculty of Medicine Udayana
University /Sanglah Hospital, pp. 1–12. Available at:
https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum/article/download/6292/4782.

q. Polycystic Ovary Syndrome (PCOS)


- Perubahan gaya hidup dan nutrisi
- Pendekatan farmakologi (Dewi, 2020)
r. Endometriosis
Penatalaksaan endometriosis dapat dilakukanvdengan medika mentosa dan
operasi(Wu et al., 2017).

6. Komplikasi kelainan genetik pada organ reproduksi(Yunisa)


a. Hymen imperforata
Banyak remaja perempuan tidak mengetahui bila mereka memiliki hymen
imperforata sampai menstruasi pertama mereka. Komplikasi bisa terjadi akibat
penumpukan darah menstruasi di vagina yang terlalu banyak. Bila tidak dideteksi
sejak dini dan diobati, hymen imperforata dapat menyebabkan infeksi pada
vagina, gangguan ginjal, masalah kesuburan dan endometriosis (suatu kondisi di
mana lapisan endometrium tumbuh di luar rahim) (Debbiyantina & Oktalia,
2015).
b. Atresia kedua labium minus
c. Hipoplasi vulva
d. Septum vagina
e. Aplasia vagina
f. atresia vagina
g. Kista vagina
Jika tidak diobati, kista dapat terinfeksi kemudian menjadi abses dan berukuran
semakin besar (Sari et al., 2021)
h. Uterus unicornis
i. Uterus bikornis unikollis
j. Uterus arkuatus
k. Kloaka persistens
l. Atresia ovarium
m. Sindrom turner (disgenesis gonad)
n. Superfemale
o. Sindrom down
p. Anemia sel sabit
q. Polycystic Ovary Syndrome (PCOS)
Komplikasi yang dapat terjadi adalah hipertensi akibat kehamilan, preeklampsia,
diabetes melitus gestasional (Palomba et al., 2015).
r. Endometriosis
Komplikasi dari endometriosis sering berhubungan dengan adanya fibrosis dan
jaringan parut yang tidak hanya berefek pada organ yang terkena, namum juga
dapat meyebabkan obstruksi kolon dan ureter (Octavianny, 2016).

7. Peran bidan pada kelainan genetic pada organ reproduksi (Amelia)


Dalam upaya pelayanan kebidanan yang berfokus pada kesehatan reproduksi, peran
bidan salah satunya adalah sebagai pelaksana, memberi asuhan kebidanan pada wanita
gangguan sistem reproduksi:
a. Mengkaji status kesehatan asuhan responden
b. Menentukan diagnosis, prognosis, prioritas, dan kebutuhan asuhan
c. Menyusun rencana asuhan sesuai prioritas masalah bersama responden
d. Melaksanakan asuhan kebidanan sesuai dengan rencana
e. Mengevaluasi bersama responden hasil asuhan yang telah diberikan
f. Membuat rencana tindak lanjut bersama responden
g. Membuat catatan dan laporan asuhan.
Bidan menggunakan seluruh keterampilannya bukan hanya untuk memberi
asuhan pada keadaan fisik normal saja tapi bidan juga bisa mendorong dan memberi
motivasi untuk membicarakan tentang masalah kesehatannya dalam suasana yang
mendukung dan terjamin kerahasiannya (Syafrudin, 2017).

STEP 7 (Reporting)
DAFTAR PUSTAKA

Debbiyantina, & Oktalia, J. (2015). Kelainan Bawaan Alat Genetalia Perempuan (1st ed.).
Australian Aid.
Dewi, N. L. P. R. (2020). Pendekatan Terapi Polycystic Ovary Syndrome (PCOS). Cermin
Dunia Kedokteran, 47(11), 703. https://doi.org/10.55175/cdk.v47i11.1201
Humas Sardjito. (2019). Polycystic Ovary Syndrome (PCOS) Pada Remaja.
Https://Sardjito.Co.Id/. https://sardjito.co.id/2019/09/30/polycystic-ovary-syndrome-
pcos-pada-remaja/
Kamal, E. M., Lakhdar, A., & Baidada, A. (2020). Penatalaksanaan septum vagina
transversal dengan komplikasi hematokolpos pada remaja putri: Laporan kasus.
Www.Ncbi.Nlm.Nih.Gov.
Marni, H., Ferry, F. and Utama, B. I. (2019) ‘Uterus Bikornu’, Journal Obgin Emas, 2(2), pp.
57–61. doi: 10.25077/aogj.2.2.57-61.2018.
Octavianny, A. (2016). Hubungan Kista Endometriosis Dengan Kejadian Infertilitas Di Rsud
Tugurejo Semarang Dan Rsud Kota Semarang. Unimus, 1(1), 1–69.
Palomba, S., Santagni, S., Falbo, A., & Sala, G. B. La. (2015). Komplikasi dan tantangan
yang terkait dengan sindrom ovarium polikistik: perspektif saat ini.
Https://Www.Ncbi.Nlm.Nih.Gov/.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4527566/
Sari, R. P., Faris, A., & Setyawati, T. (2021). A case report : kista bartholin berukuran besar
pada kehamilan dengan tatalaksana eksisi. Jurnal Medical Profession (MedPro), 3(3),
221–226.
Tim Redaksi. (2022). Atresia Vagina. Www.Ai-Care.Id. https://www.ai-care.id/healthpedia-
penyakit/atresia-vagina
Wu, I. B., Tendean, H. M. M., & Mewengkang, M. E. (2017). Gambaran Karakteristik
Penderita Endometriosis di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. E-CliniC, 5(2).
https://doi.org/10.35790/ecl.5.2.2017.18568
Suwiryawan, G. A., Yasa, I. W. P. S. and Dewi, D. R. (2013) ‘Anemia sel sabit’,
Department of Clinical Pathology Faculty of Medicine Udayana University /Sanglah
Hospital, pp. 1–12. Available at:
https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum/article/download/6292/4782.
Syafrudin, Hamidah. (2017). Kebidanan Komunitas. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai