ILMU KEBIDANAN
Kelas/Kelompok: LJ1/LA5
Kadek Noni Angerani 2210101228
Dosen Pembimbing:
Fayakun Nur Rohmah, S.ST., Bdn., M.PH.,
STEP 3 (BRAINSTORMING)
1. Asuhan kebidanan yang dapat dilakukan apa saja? Lutfi
Jawab: devina
Bidan dapat memberikan edukasi kepada remaja tersebut dan melakukan rujukan
2. Apakah diagnose yang dialami pada remaja tersebut? Novi
Jawaban : kadek
Hymen imperforata
3. Faktor apa yang menyebabkan terjadinya kelainan genetik pada selaput dara?
Audry
Jawaban : lutfi
Genetik yang ada pada anak tersebut atau dari genetic orang tua
4. Apa saja jenis jenis selaput dara pada orga reproduksi Wanita? Kadek
Jawaban : novi
a. Hymen jenis anularis (lobang di tengah selaput berbentuk oval)
b. Hymen jenis bersekat (Septate hymen) Hymen jenis bersekat (Septate hymen)
c. Hymen jenis seperti saringan (Cribriformis)
d. Hymen impervorate (selaput yang sama sekali tidak berlubang)
5. Mengapa bidan tersebut melakukan pengecekan hb? Devina
Jawaban : Amel
Karena saat dilakukan pemeriksaan fisik tampak pucat
6. Tanda dan gejala kelainan selaput dara? Yunisa
Jawaban : rafica
a. Muncul bercak dara, flek atau perdarahan ringan dari liang vagina
b. Timbul rasa tidak nyaman dan nyeri di area liang vagina
c. Muncul lipatan kulit tambahan seperti saat lapisan
d. Nyeri ringan di area vagina, bercak darah
STEP 5 (LO)
1. Apakah pengertian dari kelainan genetik pada organ reproduksi perempuan ( Rafica)
2. Macam macam kelainan genetik pada organ reproduksi perempuan (Lutfi)
3. Tanda dan gejala kelainan genetik pada organ reproduksi perempuan (Noni, vira)
4. Penyebab kelainan genetik pada organ reproduksi ( Noni)
5. Penatalaksanan kelainan genetik pada organ reproduksi( Devina)
6. Komplikasi kelainan genetik pada organ reproduksi(Yunisa)
7. Peran bidan pada kelainan genetic pada organ reproduksi (Amelia)
k. Kloaka persistens
Pada manusia, perkembangan embrio secara normal melibatkan
pembentukan saluran kemih dan saluran pencernaan yang terpisah,
dengan pembukaan yang terpisah untuk uretra dan anus. Namun, dalam
kasus kloaka persistens, proses pembentukan tersebut tidak terjadi
dengan baik, dan individu yang terkena kondisi ini memiliki satu saluran
tunggal yang menghubungkan kandung kemih, usus, dan organ
reproduksi.
Kloaka persistens adalah kelainan bawaan yang sangat jarang terjadi
pada manusia. Biasanya, pada tahap awal perkembangan embrio, saluran
pencernaan dan kemih terpisah menjadi struktur yang terpisah, tetapi
dalam kasus kloaka persistens, hal ini tidak terjadi. Kondisi ini biasanya
terdeteksi pada saat lahir (Sarullo, F. M., et al. 2020).
l. Atresia ovarium
Atresia ovarium adalah kondisi patologis di mana terjadi gangguan
perkembangan atau penyempitan saluran kelamin pada ovarium (indung telur).
Kondisi ini mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan folikel ovarium dan
mengganggu proses ovulasi normal. Atresia ovarium dapat menyebabkan
infertilitas atau ketidakmampuan untuk hamil (Pratama, R. D., & Anwar, E.
2019)
m. Sindrom turner (disgenesis gonad)
Sindrom Turner, juga dikenal sebagai monosomi X, adalah kelainan
genetik yang hanya terjadi pada perempuan. Sindrom Turner disebabkan
oleh kelainan kromosom seks, di mana salah satu salinan kromosom X
hilang sebagian atau seluruhnya. Biasanya, perempuan memiliki dua
kromosom X (XX), tetapi individu dengan Sindrom Turner hanya memiliki
satu kromosom X yang lengkap atau sebagian (X0).
Sindrom Turner dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan dan
gejala yang beragam. Beberapa gejala umum sindrom Turner meliputi
pertumbuhan yang terhambat, tinggi badan pendek, perkembangan
seksual terhambat atau tidak lengkap, masalah kardiovaskular, kelainan
ginjal, masalah tiroid, masalah pendengaran, serta masalah reproduksi
seperti ketidaksuburan (Pohan, H. T. S., & Susanto, L. H. 2019).
n. Sindrom down
Sindrom Down (SD) merupakan suatu kelainan genetik yang Paling sering
terjadi dan paling mudah diidentifikasi. SD atau yang Lebih dikenal sebagai
kelainan genetik trisomi, di mana terdapat Tambahan kromosom pada
kromosom 21. Kromosom ekstra tersebut Menyebabkan jumlah protein tertentu
juga berlebih sehingga Mengganggu pertumbuhan normal dari tubuh dan
menyebabkan Perubahan perkembangan otak yang sudah tertata
sebelumnya.Selain itu, kelainan tersebut dapat menyebabkan keterlambatan
Perkembangan fisik, ketidakmampuan belajar, penyakit jantung, Bahkan kanker
darah/leukemia. Kelainan ini sama sekali tidak Berhubungan dengan ras, negara,
agama, maupun status sosial Ekonomi.
Sumber : Cohen WI. Down syndrome. Dalam: Maria BL, Gilliam JE, Darby CP,
penyunting. Current management in child neurology. Edisi ke-3. London: BC
Decker Inc; 2005.h. 297-303.
j. Uterus arkuatus
k. Kloaka persistens
l. Atresia ovarium
m. Sindrom turner (disgenesis gonad)
n. Superfemale
o. Sindrom down
1. Terapi Sel Punca (Stem Cell)
Sel punca adalah sel induk yang belum berdiferensiasi dan dapat
berkembang menjadi berbagai jenis sel yang berbeda di dalam tubuh dan belum
memiliki bentuk dan fungsi spesifik layaknya sel lain pada organ tubuh. Sel
punca mempunyai tiga ciri utama, yaitu sel yang mampu membelah diri sendiri
secara terus - menerus, spesialisasi pembelahannya belum terarah dan
dengan induksi yang spesifik, sel punca dapat membelah menjadi sel yang
diinginkan seperti sel jantung, sel syaraf, sel otot dan sebagainya. Ada 3 jenis
transplantasi / pencangkokan sel punca, yaitu autologous (stem cell diperoleh
dari
pasien sendiri), allogeneic (sel punca dari orang lain), dan xenotransplantasi (sel
punca dari makhluk lain/ binatang).
2. Operasi Plastik
Operasi plastik dapat dilaksanakan untuk mengubah penampilan anak-
anak dan bukan tingkah laku atau perkembangan intelektual anak dengan
sindrom
Down. Hal ini biasanya dilakukan karena keinginan orang tua agar penampilan
anak tidak menjadi pusat perhatian saat ditempat umum, yang akan mengganggu
rasa percaya diri anak.
3. Terapi Integrasi Sensoris
Terapi ini terdiri atas membuat gerakan-gerakan seperti mengajukan
anak. Membuatnya merangkak dan merangsang kulitnya dengan material dari
berbagai tekstur seperti memegang bola yang kasar berambut. Anak diberi
latihan yang berulang-ulang untuk mendapat pengalaman sentuhan dan
sensasi. Bila anak mendapatkan rangsangan yang berlebihan maka otak
mereka akan mengalami masalah dalam menyaring banyak sensasi dalam
sekali masuk.
4. Terapi Vitamin
Dosis tinggi vitamin dan mineral merupakan pengobatan lain yang
disarankan bagi anak-anak dengan ketidak mampuan intelektual. Walaupun
ada sejumlah kelainan bawaan lahir yang berespon terhadap vitamin tertentu,
sindrom Down bukanlah salah satu dari kelainan-kelainan itu. Percobaan-
percobaan dosis tinggi vitamin pada anak-anak dengan sindrom Down telah
gagal menunjukan adanya perbaikan pada anak-anak yang diobati.
5. Obat-Obatan Psikotropika
Banyak substansi telah dicobakan pada sindrom Down tanpa ada
bukti efek yang bermanfaat. Belakangan ini, obat-obat yang memperbaiki
hiperaktivitas pada sejumlah anak-anak telah dipergunakan pada anak-anak
dengan sindrom Down.
6. Terapi Kromosom dengan pembungkaman kelebihan Gen pada
kromosom 21
Pada sindrom Down kelebihan satu kromosom 21 dapat dibungkam oleh
tim ilmuwan Dr. Jeanne Lawrence dari University of Massachusetts Medical
School, Amerika Serikat (2013). Penelitian dilakukan dengan mengambil sel
kulit
dari laki-laki
Sindrom Down, Sultana Faradz
94
89
penderita sindrom Down dan sel-sel diprogram ulang kembali ke tahap embrio di
da- lam percobaan laboratorium dengan mengunakan sel punca embrionik.
Salinan gen XIST dari kromosom X disisipkan kedalam kromosom 21 ekstra
pada
sel-sel binatang model tikus, yang berfungsi membungkam aktifitas keletbihan
kromosom 21 tersebut.
Sumber :
ConnorJMandFerguson-SmithMA.(2016):EssentialMedicalGenetics.6thed
Wiley-Blackwell.ScientificPublication.Oxford.
p. Anemia sel sabit
1) Transfusi darah
Terapi transfusi ini bertujuan untuk menambahkan jumlah hemoglobin normal
dalam darah sehingga dapat mencegah proses polimerisasi. Bila penderita
kerap kali mengalami krisis, terutama vasooklusi, maka terapi ini perlu
dilakukan dalam jangka panjang. Akan tetapi, perlu diperhatikan pula efek
samping dari terapi transfusi ini, yaitu terjadinya hyperviscosity, yang
disebabkan karena penambahan hematokrit berbanding lurus dengan dengan
viskositas darah, hypersplenism, keracunan besi, dan kemungkinan infeksi,
yang disebabkan karena screening darah yang kurang akurat.
2) Terapi gen
Terapi gen ini menggunakan stem cell dan virus sebagai vektornya, Human
Immunodefiency Virus (HIV), dan Human Foamy Virus (HFV).
3) Transplantasi sumsum tulang
4) Mengaktifkan sintesa HbF
5) Pemberian agen anti sickling
6) Penurunan MCHC
7) Jika terjadi krisis, berikan suasana hangat, infus salin fisiologik 3 L/hari, atasi
infeksi, berikan analgesik secukupnya.
Sumber: Suwiryawan, G. A., Yasa, I. W. P. S. and Dewi, D. R. (2013) ‘Anemia
sel sabit’, Department of Clinical Pathology Faculty of Medicine Udayana
University /Sanglah Hospital, pp. 1–12. Available at:
https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum/article/download/6292/4782.
STEP 7 (Reporting)
DAFTAR PUSTAKA
Debbiyantina, & Oktalia, J. (2015). Kelainan Bawaan Alat Genetalia Perempuan (1st ed.).
Australian Aid.
Dewi, N. L. P. R. (2020). Pendekatan Terapi Polycystic Ovary Syndrome (PCOS). Cermin
Dunia Kedokteran, 47(11), 703. https://doi.org/10.55175/cdk.v47i11.1201
Humas Sardjito. (2019). Polycystic Ovary Syndrome (PCOS) Pada Remaja.
Https://Sardjito.Co.Id/. https://sardjito.co.id/2019/09/30/polycystic-ovary-syndrome-
pcos-pada-remaja/
Kamal, E. M., Lakhdar, A., & Baidada, A. (2020). Penatalaksanaan septum vagina
transversal dengan komplikasi hematokolpos pada remaja putri: Laporan kasus.
Www.Ncbi.Nlm.Nih.Gov.
Marni, H., Ferry, F. and Utama, B. I. (2019) ‘Uterus Bikornu’, Journal Obgin Emas, 2(2), pp.
57–61. doi: 10.25077/aogj.2.2.57-61.2018.
Octavianny, A. (2016). Hubungan Kista Endometriosis Dengan Kejadian Infertilitas Di Rsud
Tugurejo Semarang Dan Rsud Kota Semarang. Unimus, 1(1), 1–69.
Palomba, S., Santagni, S., Falbo, A., & Sala, G. B. La. (2015). Komplikasi dan tantangan
yang terkait dengan sindrom ovarium polikistik: perspektif saat ini.
Https://Www.Ncbi.Nlm.Nih.Gov/.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4527566/
Sari, R. P., Faris, A., & Setyawati, T. (2021). A case report : kista bartholin berukuran besar
pada kehamilan dengan tatalaksana eksisi. Jurnal Medical Profession (MedPro), 3(3),
221–226.
Tim Redaksi. (2022). Atresia Vagina. Www.Ai-Care.Id. https://www.ai-care.id/healthpedia-
penyakit/atresia-vagina
Wu, I. B., Tendean, H. M. M., & Mewengkang, M. E. (2017). Gambaran Karakteristik
Penderita Endometriosis di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. E-CliniC, 5(2).
https://doi.org/10.35790/ecl.5.2.2017.18568
Suwiryawan, G. A., Yasa, I. W. P. S. and Dewi, D. R. (2013) ‘Anemia sel sabit’,
Department of Clinical Pathology Faculty of Medicine Udayana University /Sanglah
Hospital, pp. 1–12. Available at:
https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum/article/download/6292/4782.
Syafrudin, Hamidah. (2017). Kebidanan Komunitas. Jakarta: EGC.