Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Infertilitas adalah kondisi yang dialami oleh pasangan suami istri yang

telah menikah minimal 1 tahun, melakukan hubungan senggama teratur tanpa

kontrasepsi, namun tidak berhasil memperoleh kehamilan (Prabudi, 2007).

Infertilitas merupakan masalah global dalam sudut pandang kesehatan

reproduksi (Prabudi, 2007). Insiden infertilitas beragam dan terbagi menurut

penyebab infertilitas itu sendiri. Hampir 15% dari pasangan di seluruh dunia

merupakan pasangan infertil (Prabudi, 2007).

Disebut infertilitas primer kalau istri belum pernah hamil walaupun

bersenggama dan dihadapkan kepada kemungkinan kehamilan selama 12 bulan.

Penyelidikan lamanya waktu yang diperlukan untuk menghasilkan kehamilan

menunjukkan bahwa 32,7% hamil dalam satu bulan pertama, 57,0% dalam 3

bulan, 72,1% dalam 6 bulan, 85,4% dalam 12 bulan, dan 93,4% dalam 24 bulan.

Makin lama pasangan itu kawin tanpa kehamilan, makin turun kejadian

kehamilannya. Oleh karena itu, sebagian besar dokter baru menganggap ada

masalah infertilitas kalau pasangan yang ingin punya anak itu telah dihadapkan

kepada kemungkinan kehamilan lebih dari 12 bulan. (Curtis dan Michele, 2006)

Banyak faktor yang terkait dengan kesulitan untuk hamil tersebut, faktor

tersebut 40% terkait dengan faktor istri, 40% terkait dengan faktor suami, 10%

terkait dengan faktor gabungan suami istri, dan sisanya terkait dengan faktor-

1
faktor lain yang sering kali sulit untuk ditemukan penyebabnya atau disebut

dengan istilah infertilitas idiopatik (Hestiantoro, 2009).

Penyakit tuba menjadi penyebab sekitar 15-20% kasus infertilitas primer.

Gangguan pada tuba disebabkan oleh infeksi pada pelvis atau operasi yang

menyebabkan kerusakan jaringan, bekas luka dan perlekatan. Hal ini dapat

mempengaruhi fungsi tuba dan menyebabkan oklusi tuba parsial atau total.

Karena bagian distal tuba umumnya terpengaruh, cairan dapat terakumulasi

dalam tuba yang dapat menyebabkan hidrosalfing. Kemampuan fungsional dari

tuba falopi bukan hanya patensi-nya tetapi juga integritas lapisan mukosa atau

endosalfing. Karena kerusakan apapun pada tuba fallopi cenderung menetap dan

perbaikan akan sulit dilakukan. Disebabkan oleh keterbatasan dalam memeriksa

fungsi tuba, pemeriksaan yang mungkin dilakukan hanya menilai penampakan

themakroskopik dan patensi tuba fallopi.6

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Infertilitas

Infertilitas adalah ketidakmampuan untuk hamil dan melahirkan anak

setelah sekurang-kurangnya satu tahun melakukan hubungan seksual secara

teratur tanpa perlindungan. Menurut Olds et al, definisi infertilitas adalah

ketidakmampuan pasangan suami istri untuk menghasilkan seorang anak yang

hidup sebagai kegagalan dari mengandung atau kegagalan untuk mengandung

bayi yang dapat hidup. (Bobak et al, 2004).

2.2 Klasifikasi Infertilitas

Jenis infertilitas ada dua, yaitu

1. Infertilitas primer

Infertilitas primer yaitu jika istri belum pernah hamil walaupun

bersenggama dan dihadapkan kepada kemungkinan kehamilan selama 12

bulan.

2. Infertilitas sekunder

Infertilitas sekunder yaitu jika istri pernah hamil, akan tetapi kemudian

tidak terjadi kehamilan lagi walaupun bersenggama dan dihadapkan kepada

kemungkinan kehamilan selama 12 bulan. (Wiknjosastro et al, 2005).

3
2.3 Insiden Infertilitas

Insiden fertilitas berkisar antara 10-15% dari pasangan usia subur.

Insidensi infertilitas meningkat sejak 40 tahun terakhir. Sumapraja, dalam

penelitiannya mendapatkan insiden infertilitas sebesar 20% dari pasangan usia

subur sedangkan Southan menyebutkan insiden infertilitas sebesar 10-25% dari

pasangan usia subur (Prabudi, 2007).

2.4 Etiologi Infertilitas

Secara garis besar penyebab infertilitas dapat dibagi menjadi (Hestiantoro,

2009):

1. Faktor istri (40%).

a. Kondisi vagina, mulut rahim dan rahim

b. Kondisi ovarium dan rongga peritoneum.

c. Kondisi saluran telur atau tuba Fallopii.

2. Faktor suami (40%).

a. Kelainan organ genitalia pria.

b. Faal dan morfologi sel spermatozoa.

3. Faktor gabungan istri dan suami ( 10%).

a. Frekuensi senggama.

b. Antibodi anti sperma.

4. Faktor idiopatik (10%).

4
2.5 Anatomi Reproduksi Wanita

Organ reproduksi wanita terbagi atas organ genitalia eksterna dan

interna. Organ genitalia eksterna dan vagina adalah bagian sanggama, sedangkan

organ genitalia interna adalah bagian untuk ovulasi, tempa pembuahan sel telur,

transportasi blastokis, implantasi, dan tumbuh kembang janin.

1. Genitalia Eksterna

a. Mons Pubis

Mons veneris adalah bagian yang menonjol di atas simfisis dan

pada wanita dewasa ditutup oleh rambut kemaluan. Pertumbuhan rambut

kemaluan ini tergantung dari suku bangsa dan juga dari jenis kelamin.

Pada wanita umumnya batas atasnya melintang sampai pinggir atas

simfisis, sedangkan ke bawah sampai ke sekitar anus dan paha.

(Rachimhadhi T, 2010)

b. Vulva

Vulva ialah tempat bermuaranya sistem urogenital. Disebelah luar

vulva dilingkari oleh labia mayora (bibir besar) yang ke belakang menjadi

satu dan membentuk kommisura posterior dan perineum. Dibawah

kulitnya terdapat jaringan lemak yang serupa dengan yang ada di bawah

mons veneris. Medial dari bibir besar ditemukan bibir kecil (labia minora)

yang kea rah perineum menjadi satu membentuk frenulum labiorum

pudenda. Di depan frenulum ini terletak fossa navikulare. Kanan dan kiri

dekat pada fossa navikulare ini dapat dilihat dua buah lubang kecil tempat

saluran galndula Bartholini bermuara. Ke depan labia minora menjadi satu

5
dan membentuk prepusium klitoridis terletak klitoris. Kira-kira 1,5 cm di

bawah klitoris terdapat orifisium uretra eksternum (lubang kemih). Di

kanan kiri lubang kemih ini terdapat dua lubang kecil dari saluran yang

buntu (duktus parauretralis atau duktus Skene). (Rachimhadhi T, 2010)

Gambar 1. Anatomi Genitalia Eksterna

c. Labia Mayora

Labia mayora (bibir-bibir besar) terdiri atas bagian kanan dan kiri,

lonjong mengecil ke bawah, terisi oleh jaringan lemak yang serupa dengan

yang ada di mons veneris. Ke bawah dan ke belakang kedua labia mayora

bertemu dan membentuk kommisura posterior.

Labia mayora analog dengan skrotum pada pria. Ligamentum

rotundum berakhir pada batas labia mayora. Setelah perempuan

melahirkan beberapa kali, labia mayora menjadi kurang menonjol dan

pada usia lanjut mulai mengeriput. Dibawah kulit terdapat massa lemak

dan mendapat pasokan pleksus vena yang jika cedera dapat timbul

hematoma. (Rachimhadhi T, 2010)

6
d. Labia Minora

Labia minora (bibir-bibir kecil) adalah suatu lipatan tipis dari kulit

sebelah dalam bibir besar. Ke depan kedua bibir kecil bertemu dan

membentuk di atas klitoris preputium klitoridis, dan di bawah klitoris

frenulum klitoridis. Ke belakang kedua bibir kecil juga bersatu dan

membentuk fossa navikulare. Fossa navikulare ini pada wanita yang belum

pernah bersalin tampak masih utuh, cekung seperti perahu; pada wanita

yang pernah melahirkan kelihatan tebal dan tak rata. Kulit yang meliputi

bibir kecil mengandung banyak glandula sebasea (kelenjar-kelenjar

lemak) dan juga ujung-ujung urat saraf yang menyebabkan bibir kecil amat

sensitive. Jaringan ikatnya mengandung banyak pembuluh darah dan

beberapa otot polos yang menyebabkan bibir kecil ini dapat mengembang.

(Rachimhadhi T, 2010)

e. Klitoris

Klitoris kira-kira sebesar kacang ijo, tertutup oleh preputium

klitoridis, dan terdiri atas glans klitoridis, korpus klitoridis, dan dua krura

yang menggantungkan klitoris ke os pubis. Glans klitoridis terdiri atas

jaringan yang dapat mengembang, penuh dengan urat saraf, hingga amat

sensitive. (Rachimhadhi T, 2010)

f. Vestibulum

Vestibulum berbentuk lonjong dengan ukuran panjang dari depan

hingga belakang dibatasi klitoris, labia minora, dan perineum.

7
Embriologik sesuai dengan sinus urogenitalis. Kurang lebih 1-1.5cm

dibawah klitoris ditemukan uretraberbentuk membujur 4-5mm dan kadang

sulit terlihat tertutup lipatan vagina. Di kanan kirinya terdapat ostium

Skene yang analog dengan kelenjar prostat pada pria. Pada fossa

navikulare terdapat kelenjar Bartholini dengan diameter kurang dari 1 cm

bermuara di vestibulum. Kelenjar ini mengeluarkan getah saat koitus.

(Rachimhadhi T, 2010)

g. Vagina

Vagina menghubungkan genitalia eksterna dengan genitalia

interna. Introitus vaginae tertutup oleh hymen (selaput dara), suatu lipatan

selaput setempat. Pada seorang virgo selaput daranya masih utuh, dan

lubang selaput dara (hiatus himenalis) umumnya hanya dapat dilalui oleh

jari kelingking.

Pada koitus hymen robek di beberapa tempat dan sisanya

dinamakan karunkulae mirtiformes. Bentuk lain yang ditemukan pada

hymen ialah hymen kribriformis (menunjukkan beberapa lubang), hymen

septus, dan sebagainya; kadang-kadang hymen tertutup sama sekali

(hymen imperforatus). Besarnya lubang hymen tidak menentukan apakah

wanita tersebut masih virgo atau tidak. Hal ini baik diketahui sehubungan

dengan kedokteran kehakiman. Di Indonesia keutuhan selaput dara pada

seorang gadismasih dihargai sekali; maka sebaiknya para dokter

memperhatikan hal itu. Pada seorang gadis yang memerlukan pemeriksaan

8
ginekologik, sebaiknya dilakukan pemeriksaan rectal. (Rachimhadhi T,

2010)

Vagina berukuran di depan 6,5 cm dan dibelakang 9,5 cm,

sumbunya berjalan kira-kira sejajar dengan arah pinggir bawah simfisis ke

promontorium. Arah ini penting diketahui jika memasukkan jari ke dalam

vagina pada pemeriksaan ginekologik.

Pada pertumbuhan janin dalam uterus 2/3 bagian atas vagina

berasal dari duktus Mulleri (asal dari entoderm), sedangkan 1/3 bagian

bagian bawahnya dari lipatan-lipatan ectoderm. Hal ini penting diketahui

dalam menghadapi kelainan-kelainan bawaan.

Epitel vagina terdiri atas epitel skuamosa dalam berbagai lapisan.

Lapisan tidak mengandung kelenjar, akan tetapi dapat mengadakan

transudasi. Pada anak kecil epitel itu amat tipis, sehingga mudah terkena

infeksi, khususnya oleh gonokokkus.

Mukosa vagina berlipat-lipat horizontal; lipatan itu dinamakan

rugae; di tengah-tengah bagian depan dan belakang ada bagian yang lebih

mengeras, disebut kolumna rugarum. Ruga-ruga jelas dapat dilihat pada

1/3 bagian distal vagina pada seorang virgo atau nullipara, sedang pada

seorang multipara lipatan-lipatan untuk sebagian besar hilang. Di bawah

epitel vagina terdapat jaringan ikat yang mengandung banyak pembuluh

darah. Di bawah jaringan ikat terdapat otot-otot dengan susunan yang

serupa dengan susunan otot usus.

9
Sebelah luar otot-otot terdapat fasia (jaringan ikat) yang akan

berkurang elastisitasnya pada wanita yang lanjut usianya. Disebelah depan

dinding vagina bagian bawah terdapat uretra panjang 2,5-4 cm. Bagian

atas vagina berbatasan dengan kandung kencing sampai ke forniks vagiane

anterior. Dinding belakang vagina lebih panjang dan membentuk forniks

anterior. Di samping kedua forniks itu dikenal pula forniks lateralis sinistra

dan dekstra.

Umumnya dinding depan dan belakang vagina dekat mendekati.

Pada wanita yang telah melahirkan anak, pada kedua dinding vagina sering

ditemukan tempat yang kondor dan agak merosot (sistokele dn rektokele).

Pada seorang virgo keadaan ini jarang ditemukan. (Rachimhadhi T, 2010)

Gambar 2. Anatomi Vagina

h. Uterus

Uterus pada seorang dewasa berbentuk seperti buah advokat atau

buah peer yang sedikit gepeng. Ukuran panjang uterus adalah 7-7,5 cm,

10
lebar di tempat yang paling lebar 5,25 cm, dan tebal 2,5 cm. Uterus terdiri

atas korpus uteri (2/3 bagian atas) dan serviks uteri (1/3 bagian bawah).

Di dalam korpus uteri terdapat rongga (kavum uteri), yang membuka

ke luar melalui saluran (kanalis servikalis) yang terletak di serviks. Bagian

bawah serviks yang terletak di vagina di namakan portio uteri (pars

vaginalis servisis uteri), sedangkan yang berada di atas vagina disebut pars

supravaginalis servisis uteri. Antara korpus dan serviks masih ada bagian

yang disebut isthmus uteri.

Bagian atas uterus disebut fundus uteri, di situ tuba Fallopii kanan

dan kiri masuk ke uterus. Dinding uterus terdiri terutama atas miometrium,

yang mengandung otot polos berlapis tiga; yang sebelah luar longitudinal,

yang sebelah dalam sirkuler, yang antara kedua lapisan ini beranyaman.

Miometrium dalam keseluruhannya dapat berkontraksi dan berrelaksasi.

Kavum uteri dilapisi oleh selaput lendir yang kaya dengan kelenjar,

disebut endometrium. Endometrium tas epitel kubik, kelenjar-kelenjar,

dan stroma dengan banyak pembuluh-pembuluh darah yang berlekuk-

lekuk. Di korpus uteri endometrium licin, akan tetapi di serviks berkelok-

kelok ; kelenjar-kelenjar itu bermuara di kanalis servikalis (arbor vitae).

Pertumbuhan dan fungsi endometrium dipengaruhi sekali oleh hormone

steroid ovarium.

Uterus pada wanita dewaswa umumnya terletak di sumbu tulang

panggul dalam anteversiofleksio (ke depan atas) dan membentuk sudut

1200-1300 dengan serviks uteri. Di Indonesia uterus sering ditemukan

11
dalam retrofleksio (korpus uteri berarah ke belakang), yang pada

umumnya tidak memerlukan pengobatan.

Perbandingan antara panjang korpus uteri dan serviks berbeda-beda

dalam pertumbuhan. Pada bayi perbandingan itu adalah 1: 2, sedangkan

pada wanita dewasa 2:1. Di luar, uterus dilapisi oleh serosa (peritoneum

viserale). Jadi, dari luar ke dalam ditemukan pada dinding korpus uteri

serosa atau perimetrium, miometrium, dan endometrium.

Uterus ini sebenarnya terapung-apung dalam rongga pelvis dengan

jaringan ikat dan ligamenta yang menyokongnya, sehingga terfiksasi

dengan baik. Ligamenta yang memfiksasi uterus adalah:

1. Ligamentum kardinale sinistrum et dekstrum (Mackenrodt) yakni

ligamentum yang terpenting, mencegah supaya uterus tidak turun,

terdiri atas jaringan ikat tebal, dan berjalan dari serviks dan puncak

vagina ke arah lateral dinding pelvis. Di dalamnya ditemukan banyak

pembuluh darah, antara lain vena dan arteria uterina.

2. Ligamentum sakro-uterinum sinistrum et dekstrum, yakni ligamentum

yang menahan uterus supaya tidak banyak bergerak, berjalan dari

serviks bagian belakang, kiri dan kanan, ke arah os sakrum kiri dan

kanan.

3. Ligamentum rotundum sinistrum et dekstrum, yakni ligamentum yang

menahan uterus dalam antefleksi dan berjalan dari sudut fundus uteri

kiri dan kanan, ice daerah inguinal kiri dan kanan. Pada kehamilan

kadang-kadang terasa sakit di daerah inguinal waktu berdiri cepat

12
karena uterus berkontraksi kuat, dan ligamentum rotundum menjadi

kencang serta mengadakan tarikan pada daerah inguinal. Pada

persalinan is pun teraba kencang dan terasa sakit bila dipegang.

(Rachimhadhi T, 2010)

Gambar 4. Anatomi Uterus

i. Tuba Fallopii

Tuba Fallopii ialah saluran telur berasal seperti juga uterus dari

duktus Mulleri. Rata-rata panjangnya tuba 11-14 cm. Tuba terdiri atas:

1. Pars interstisialis, bagian yang terdapat di dinding uterus;

2. Pars isthmika, merupakan bagian medial tuba yang sempit seluruhnya

3. Par ampullaris, bagian yang berbentuk sebagai saluran agak lebar,

tempat konsepi terjadi.

4. Infundibulum, bagian ujung tuba yang terbuka kea rah abdomen dan

mempunyai fimbria.

13
5. Fimbria penting artinya bagi tuba untuk menangkap telur untuk

kemudian menyalurkan telur ke dalam tuba. Bentuk infundibulum

seperti anemone (binatang laut) Bagian yang berada di dinding uterus

dinamakan pars interstisialis,lateral dari itu (3-6 cm) terdapat pars

isthmika yang masih sempit (diameter 2-3 mm) dan lebih kearah lateral

lagi. Pars ampularis yang lebih lebar (diameter 4-10 mm) bagian

mempunyai ujung yang terbuka menyerupai anemon yang disebut

infundibulum. (Rachimhadhi T, 2010)

Gambar 5. Anatomi Tuba Fallopi

j. Ovarium

Indung telur pada seorang dewasa sebesar ibu jari tangan, terletak di

kiri dan kanan, dekat pada dinding pelvis di fossa ovarika. Ovarium

berhubungan dengan uterus dengan ligamentumovarii propium. Pembuluh

darah ke ovarium melalui ligamentum suspensorium ovarii (ligamentum

infundibulopelvikum). (Rachimhadhi T, 2010)

14
Ovarium terletak pada lapisan belakang ligamentum latum.

Sebagian besar ovarium berada intraperitoneal dan tidak dilapisi oleh

peritoneum. Bagian ovarium kecil berada di dalam ligamnetum latum

(hilus ovarii),. Disitu masuk pembuluh-pembuluh darah dan saraf ke

ovarium. Lipatan yang menghubungkan lapisan belakang ligamentum

latum dengan ovarium dinamakan mesovarium. Struktur ovarium terdiri

atas:

1. Korteks di sebelah luar yang diliputi oleh epithelium germinativum

yang berbentuk kubik, dan di dalam terdiri dari stroma serta folikel-

folikel primordial.

2. Medulla di seblah dalam korteks tempat terdapatnya stroma dengan

pembuluh-pembuluh darah, serabut-serabut saraf, dan sedikit otot

polos.

3. Bagian ovarium yang berada di dalam kavum peritonei dilapisi oleh

epitel kubik-silindrik, disebut epitel germinativum. Dibawah epitel ini

terdapat tunika albuginea dan dibawahnya lagi baru ditemukan lapisan

tempat folikel-folikel primordial. Pada wanita diperkirakan terdapat

banyak folikel. Tiap bulan satu folikel, kadang-kadang dua folikel,

berkembang menjadi folikel de Graff. Folikel-folikel ini merupakan

bagian ovarium yang terpenting, dan dapat di temukan di korteks ovarii

dalam letak yang beraneka ragam, dan pula dalam tingkat-tingkat

perkembangan dari satu sel telur yang dikelilingi oleh satu lapisan sel-

sel saja sampai folikel de Graff yang matang. Folikel yang matang ini

15
terisi dengan likuor follikuli yang mengandung estrogen, dan siap

untuk berovulasi. (Rachimhadhi T, 2010)

4. Folikel de graaf yang matang terdiri atas :

a. Ovum, yakni suatu sel besar dengan diameter 0,1 mm, yang

mempunyai nucleus dengan anyaman kromatin yang jelas sekali

dan satu nucleolus pula.

b. Stratum granulosum yang terdiri atas sel-sel granulose, yakni sel-

sel bulat kecil dengan inti yang jelas pada pewarnaan dan

mengelilingi ovum; pada perkembangan lebih lanjut terdapat di

tengahnya suatu rongga terisi likuor follikuli.

c. Teka interna, suatu lapisan yang melingkari stratum granulosum

dengan sel-sel lebih kecil daripada sel granulose.

d. Di luar teka interna ditemukan teka eksterna, terbentuk oleh stroma

ovarium yang terdesak. (Rachimhadhi T, 2010)

Pada ovulasi folikel yang matang dan yang mendekati permukaan

ovarium pecah dan melepaskan ovum ke rongga perut. Sel-sel granulosa yang

melekat pada ovum dan yang membentuk korona radiata bersama-sama ovum

ikut dilepas. Sebelum dilepas, ovum mulai mengalami pematangan dalam 2

tahap sebagai persiapan untuk dapat dibuahi. (Rachimhadhi T, 2010)

Setelah ovulasi, sel-sel stratum granulosum di ovarium mulai

berproliferasi dan masuk ke ruangan bekas tempat ovum dan likuor follikuli.

Demikian pula jaringan ikat dan pembuluh-pembulith darah kecil yang ada di

situ. Biasany a timbul perdarahan sedikit, yang menyebabkan bekas folikel

16
diberi nama korpus rubrum. Umur korpus rubrum ini hanya sebentar. Di

dalam sel-selnya timbul pigmen kuning, dan korpus rubrum menjadi korpus

luteum. Sel-selnya membesar dan mengandung lutein dengan banyak kapiler

dan jaringan ikat di antaranya. Di tengah-tengah masih terdapat bekas

perdarahan. Jika tidak ada pembuahan ovum, sel-sel yang besar serta

mengandung lutein mengecil dan menjadi atrofik, sedangkan jaringan ikatnya

bertambah. Korpus luteum lambat laun menjadi korpus albikans. Jika

pembuahan terjadi, korpus luteum tetap ada, malahan menjadi lebih besar,

sehingga mernpunyai diameter 2,5 cm pada kehamilan 4 bulan. (Rachimhadhi

T, 2010)

Pada waktu dilahirkan bayi mempunyai sekurang-kurangnya 750.000

oogonium. Jumlah ini berkurang akibat pertumbuhan dan degenerasi folikel-

folikel. Pada umur 6-15 tahun ditemukan 439.000. pada 16-25 tahun 159.000,

antara umur 26-35 tahun menurun sampai 59.000 dan antara 34-45 hanya

34.000. Pada masa menopause semua folikel sudah menghilang.

(Rachimhadhi T, 2010)

2.6 Hidrotubasi

Hidrotubasi adalah pemeriksaan untuk menilai kelancaran (patensi)

saluran telur (tuba fallopi), dengan cara memasukkan cairan (larutan obat /

antibiotik) dengan alat hidrotubator melalui vagina, mulut rahim (kanalis

servikalis), rongga rahim (kavum uterus), dan menuju ke saluran telur (tuba

fallopi). (Nugraha, 2014)

17
Dasar pemeriksaannya adalah bahwa cairan dapat melewati kedua

saluran telur dengan baik bilamana tidak ada sumbatan atau obstruksi pada tuba

fallopi. Zjika terdapat penciutan atau (spasme) atau sumbatan parsial atau

striktur (sebagian) maka tekanan cairan akan meningkat tetapi masih dapat

masuk, sedangkanjika terdapat sumbatan total (oklusi) maka tekanan cairan akan

menjadi maksimal (berat) sehingga cairan terhalang masuk dan akan tumpah

(regurgitasi). (Nugraha, 2014)

a. Hidrotubasi Ini Tidak Dilakukan Jika :

1. Hamil

2. Menstruasi

3. Alergi

4. Peradangan

5. Pendarahan

6. Setelah kuretase. (Nugraha, 2014)

b. Persiapan pasien sebelum hidrotubasi :

1. Hidrotubasi dilakukan pada hari ke 9-10 siklus haid (pada siklus normal

+ 28 hari) dan tidak sedang haid.

2. Pasien tidak perlu puasa senggama (abstinensi).

3. Pasien tidak dalam keadaan demam tinggi, atau sakit berbahaya di alat

kelamin (misalnya infeksi atau perdarahan vagina).

4. Pasien harus puasa sekurang-kurangnya 6 jam sebelum tindakan.

5. Pasien harus mengososngkan kandung kemih sebelum tindakan.

18
6. Untuk menhgindari kecemasan, biasanya sebelum tindakan pasien

diberikan obat penenang, dan setelah tindakan diberika obat penghilang

rasa nyeri ( analgetik).

7. Setelah tindakann dan bilamana telah sadar dari pengaruh obat penenang,

pasien boleh pulang.

8. Pasien mungkin akan mengalami kram ringan satu jam setelah tindakan

(setelah manfaat obat penenang hilang). (Nugraha, 2014)

c. Prosedur Hidrotubasi

Satu jam sebelum pemeriksaan, dokter bisa memberikan obat anti

nyeri atau bahkan pembiusan jika dirasa perlu. Pasien melepas baju dan ganti

baju piyama. Pasien berbaring dengan posisi lithotomi (paha

mengangkang). Dokter memasukkan alat melalui vagina terus masuk ke

rahim. Cairan disemprotkan. Umumnya Hidrotubasi ini berlangsung sekitar

15 menit dan tidak memerlukan rawat inap. Bisa saja ibu mengalami flek

setelah hidrotubasi, tapi itu adalah hal yang normal. Hidrotubasi ini

digunakan untuk terapi / pengobatan obstruksi tuba fallopi, sekaligus

mengecek (diagnosa) obstruksi tidaknya tuba fallopi tersebut. (Nugraha,

2014)

19
d. Efek Samping Dari Hidrotubasi

1. Hidrotubasi berulang dapat merusak motilitas tuba fallopi dan

kemampuan ayunan silia, yang mengakibatkan terjadinya kehamilan

ektopik dan beberapa kondisi lain.

2. Setiap satu kali dai hidrotubasi berdampak iritasi pada saluran dan

meningkatkan kemungkinan infeksi. Beberapa pasien dengan

penyumbatan ringan bahkan didapati semakin memburuk setelah terlalu

sering hidrotubasi.

3. Hanya satu waktu hidrotubasi tidak dapat memeriksa penyakit persis,

jadi jika seseorang memilih cara hidrotubasi untuk mengobati penyakit,

operasi laparoskopi mungkin diperlukan. Hidrotubasi berulang dapat

dengan mudah menyebabkan hidrosalpinx dikarenakan infeksi dan iritasi

saluran.

4. Sebagai tuba fallopi adalah tipis, hidrotubasin berulang dapat

menyebabkan saluran tuba tidak berfungsi. (Nugraha, 2014)

20
DAFTAR PUSTAKA

Bobak, L.M., Lowdermilk, D.L., Jensen M.D., Perry, S.E. 2004. Maternal Nursing

4th ed. St. Louis, Missauri: Mosby Co.

Curtis, Michele G. Glass' Office Gynecology ed 6th. Texas, Lippincott Williams &

Wilkins ; 2006. Hal : 342-345.

Hestiantoro, Andon. 2009. Tatalaksana Pemeriksaan Dalam Infertilitas. Jurnal

Cermin Dunia Kedokteran 170/ vol.36. No 41.Juli-Agustus 2009. Hal: 145.

Kuswondo, Gunawan. 2002. Analisis Semen pada Pasangan Infertil. Thesis.

Semarang: Bagian/SMF Obstetri Ginekologi Fakultas Kedokteran

Universitas Diponegoro RSUP Dr. Kariadi.

Rachimhadhi T. Anatomi Alat Reproduksi. In: Ilmu Kebidanan. 4th ed. Jakarta:

Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2010. 115-29.

Wiknjosastro, Hanifa; Saifuddin, A. Bari dan Trijatmo Rachimhadhi. 2005. Ilmu

Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Hal

68-75.

Yudha Nugraha. Hidrotubasi (terapi tiup) saluran indung telur. Diakses pada :

http://www.elifmedika.com/2014/04/hidrotubasi.html. (30 Mei 2017, pukul

21.19)

21

Anda mungkin juga menyukai