Anda di halaman 1dari 75

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Menurut WHO, bayi prematur adalah bayi yang lahir pada usia
kehamilan 37 minggu atau kurang. Sedangkan Himpunan Kedokteran
Fetomaternal POGI di Semarang tahun 2005 menetapkan bahwa persalinan
preterm adalah persalinan yang terjadi pada usia kehamilan 2237 minggu.
Setiap tahun diperkirakan 15 juta bayi lahir prematur dan jumlahnya
semakin meningkat. Hal ini setara dengan lebih dari 1 per 10 bayi lahir
secara prematur. Komplikasi dari persalinan preterm merupakan penyebab
kematian terbanyak pada anak berusia kurang dari 5 tahun, menyebabkan
hampir 1 juta kematian pada tahun 2013. Lebih dari 60% persalinan preterm
terjadi di Afrika dan Asia Selatan. Akan tetapi, persalinan preterm masih
menjadi permasalahan global. Di negara berpendapatan rendah (lower-
income countries) rata-rata 12% bayi lahir secara prematur, sedangkan di
negara berpendapatan tinggi (higher-income countries) persentase
persalinan preterm adalah sekitar 9% (WHO, 2015).
Indonesia merupakan salah satu dari 10 negara dengan kejadian
persalinan preterm paling tinggi yakni sekitar 15.5 per 100 kelahiran hidup
(WHO, 2015). Angka kejadian persalinan kurang bulan di Indonesia belum
ada. Namun, angka kejadian bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR)
dapat mencerminkan angka kejadiannya secara kasar. Angka kejadian
BBLR nasional rumah sakit adalah 27,9% (Himpunan Kedokteran
Fetomarernal POGI, 2011). Menurut Riskesdas (2013) persentase BBLR
tertinggi terdapat di provinsi Sulawesi Tengah (16,9%) dan terendah di
Sumatera Utara (7,2%).
Penyebab kematian perinatal (0-7 hari) yang terbanyak adalah
respiratory disorders (35,9%) dan premature (32,3%), sedangkan untuk
usia (7-28 hari) penyebab kematian yang terbanyak adalah sepsis
neonatorum (20,5%) dan congenital malformations (18,1%). Penyebab

1
kematian bayi yang terbanyak adalah diare (31,4%) dan pnemonia (23,8%).
Sedangkan untuk penyebab kematian anak balita sama dengan bayi, yaitu
terbanyak adalah diare (25,2%) dan pnemonia (15,5%) (Riset Kesehatan
Dasar, 2007).
Permasalahan yang terjadi pada persalinan preterm bukan saja pada
kematian perinatal, melainkan bayi prematur ini sering pula disertai dengan
kelainan, baik kelainan jangka pendek maupun jangka panjang. Kelainan
jangka pendek yang sering terjadi adalah Respiratory Distress Syndrome
(RDS), perdarahan intra/periventrikular, Necrotizing Entero Colitis (NEC),
displasi bronko-pulmonar, sepsis dan paten duktus arteriosus. Adapun
kelainan jangka panjang sering berupa kelainan neurologik seperti cerebral
palsy, retinopati, retardasi mental serta dapat terjadi disfungsi
neurobehavioral dan prestasi di sekolah yang kurang baik. Dengan melihat
permasalahan yang dapat terjadi pada bayi preterm, maka menunda
persalinan preterm bila mungkin masih tetap memberi suatu keuntungan
(Mochtar, 2010).
Pada tahun 2007, American College of Obstetricians and
Gynecologists telah menyimpulkan bahwa agen tokolitik tidak secara nyata
memperpanjang masa gestasi, tetapi mungkin menunda pelahiran pada
beberapa wanita, setidaknya 48 jam. Diperkirakan bahwa 72.733 wanita
yang melahirkan di Amerika Serikat pada tahun 2006 mendapatkan obat
tokolitik. Angka penggunaan tokolitik adalah 1,7% pada tahun 2006 dan
hanya berfluktuasi sedikit sejak tahun 1996 (Martin dkk, 2009). Norwitz
dkk., (2004) melakukan survei interaktif mengenai terapi tokolitik pada
2004 Annual Meeting of The Society of Maternal Fetal Medicine.
Berdasarkan survei interaktif tersebut, magnesium sulfat intravena
merupakan tokolitik yang paling sering digunakan, yakni pada sekitar 70%
responden.
Fung (2009) menyatakan dalam penelitiannya bahwa pemakaian
tokolitik masih merupakan suatu hal yang kontroversial dimana masih
belum jelas ada tidaknya pengaruh ke outcome janin, akan tetapi dapat
diberikan untuk memperpanjang masa kehamilan agar dapat dilakukan

2
pemberian kortikosteroid untuk pematangan paru sehingga mencegah
terjadinya sindrom distress nafas pada bayi. Oleh karena itu, penulisan
referat ini perlu dilakukan agar peran magnesium sulfat sebagai tokolitik
dalam mencegah persalinan preterm dapat diketahui.

1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan referat ini adalah agar dokter muda dapat
memahami peran magnesium sulfat sebagai tokolitik dalam mencegah
persalinan preterm

1.3 Manfaat
1.3.1 Manfaat Teoritis
a. Bagi Institusi
Diharapkan referat ini dapat menjadi sumber ilmu pengetahuan
dan sebagai tambahan referensi dalam bidang Ilmu Obstetri dan
Ginekologi terutama mengenai peran magnesium sulfat sebagai
tokolitik dalam mencegah persalinan preterm.
b. Bagi Akademik
Diharapkan referat ini dapat dijadikan landasan untuk penulisan
karya ilmiah selanjutnya.

1.3.2 Manfaat Praktis


Diharapkan agar dokter muda dapat mengaplikasikan ilmu yang
diperoleh dari referat ini dalam kegiatan kepaniteraan klinik senior
(KKS) dan diterapkan di kemudian hari dalam praktik klinik.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Sistem Reproduksi Wanita


Organ reproduksi pada wanita terbagi atas organ genetalia eksterna dan
organ genetalia interna. Organ genetalia ekterna dan vagina adalah bagian
untuk senggama, sedangkan organ genetalia interna adalah bagian untuk
ovulasi, tempat pembuahan sel telur, transportasi blastokis, implantasi dan
tumbuh kembang janin.1
A. Organ Genitalia Eksterna1
Organ genetalia ekterna terdiri dari vulva (pukas) atau pudenda,
meliputi seluruh struktur eksternal yang dapat dilihat mulai dari pubis
sampai perineum, yaitu mons veneris, labia mayora,labia minora, klitoris
selaput dara (himen), vestibulum, muara uretra, berbagai kelenjar dan
struktur vaskular.

Gambar 2.1. Organ Genitalia Eksterna

4
1) Mons veneris
Mons veneris atau mons pubis adalah bagian menonjol di atas
simfisis dan pada perempuan setelah pubertas ditututpi oleh rambut
kemaluan. Pada perempuan umumnya batas atas rambut melintang
sampai pinggir atas simfisis, sedangkan ke bawah sampai ke sekitar
anus dan paha.

2) Labia mayora
Labia mayora (bibir-bibir besar) terdiri atas bagian kanan dan kiri,
lonjong mengecil ke bawah, terisi oleh jaringan lemak yang serupa
dengan yang ada di mons veneris. Ke bawah dan ke belakang kedua
labia mayora bertemu dan membentuk kommisura posterior. Labia
mayora analog dengan skrotum pada pria. Ligamentum
rotundum berakhir di atas labia mayora. Setelah perempuan
melahirkan beberapa kali, labia mayora menjadi kurang menonjol
dan pada usia lanjut mulai mengeriput. Di bawah kulit terdapat
massa lemak dan mendapat pasokan pleksus vena yang pada cedera
dapat pecah dan menimbulkan hematoma.

3) Labia minora
Labia minora (bibir- bibir kecil atau Nymphae) adalah suatu lipatan
tipis dari kulit sebelah dalam bibir besar. Ke depan kedua bibir kecil
bertemu yang di atas klitoris membentuk preputium
klitoridis. Kebelakang kedua bibir kecil juga bersatu dan
membentuk Fossa naviculare. Fossa naviculare ini pada perempuan
yang belum pernah bersalin tampak utuh, cekung seperti perahu.
Pada perempuan yang pernah melahirkan kelihatan tebal dan tidak
rata. Kulit yang meliputi bibir kecil mengandung banyak glandula
sebasea (kelenjar- kelenjar lemak) dan juga ujung-ujung saraf yang
meneyebabkan bibir kecil sangat sensitif. Jaringan ikatnya
mengandung banyak pembuluh darah dan beberapa otot polos yang
menyebabkan bibir kecil ini dapat mengembang.

5
4) Klitoris
Klitoris berukuran kira-kira sebesar kacang ijo, tertutup
oleh preputium klitoridis dan terdiri atas glands klitoridis, korpus
klitoridis dan dua kurva yang menggantungkan klitoridis ke os pubis.
Glands klitoridis terdiri atas jaringan yang dapat mengembang,
penuh dengan urat saraf, sehingga sangat sensitif.

5) Vestibulum
Vestibulum berbentuk lonjong dengan ukuran panjang dari depan ke
belakang dan dibatasi di depan oleh klitoris, kanan dan kiri oleh labia
minora dan di belakang oleh perineum (fourchette). Embriologik
sesuai dengan sinus urogenitalis. Terdapat 6 lubang/orifisium, yaitu
orifisium urethrae eksternum, introitus vagina, duktus glandulae
bartholini dekstra dan sinistra dan duktus skene dekstra sinistra.
Kurang lebih 1- 1,5 cm di bawah klitoris di temukan orifisium uretra
eksternum (lubang kemih) berbentuk membujur 4 -5 mm dan tidak
jarang sukar di temukan oleh karena tertutup oleh lipatan-lipatan
selaput vagina. Tidak jauh dari lubang kemih, di kiri dan di kanan
bawahnya, dapat dilihat dua ostia skene. Saluran skene (duktus
parauretral) analog dengan kelenjar prostat pada laki- laki. Di kiri
dan di kanan dekat fossa naviculare terdapat kelenjar bartolini.
Kelenjar ini berukuran diameter lebih kurang 1 cm, mempunyai
saluran kecil panjang 1,5 2 cm yang bermuara di vestibulum, tidak
jauh dari fossa naviculare. Pada koitus kelenjar bartholin
mengeluarkan getah.

6) Bulbus vestibuli
Bulbus vestibuli sinistra et dekstra merupakan pengumpulan vena
terletak di bawah selaput lendir vestibulum, dekat ramus osis pubis.
Panjangnya 3 4 cm, lebarnya 1- 2 cm dan tebalnya 0,5 -1 cm.
Bulbus vestibuli mengandung banyak pembuluh darah, sebagian
tertutup oleh muskulus iskio kavernosus dan muskulus konstriktor
vagina. Embriologik sesuai dengan corpus kavernosum penis. Pada

6
waktu persalinan bisaanya kedua bulbus tertarik ke atas ke bawah
arkus pubis, akan tetapi bagian bawah nya yang melingkari vagina
sering mengalami cedera dan sekali- kali timbul hematoma vulva
atau pendarahan.

7) Introitus vagina
Introitus vagina mempunyai bentuk yang berbeda- beda
Introitus vagina di tutupi oleh selaput dara/ himen. Himen ini
mempunyai bentuk yang berbeda-beda dari yang semilunar (bulan
sabit) sampai yang berlubang- lubang atau bersekat (septum).
Konsistensinya pun berbeda-beda, dari yang kaku sampai yang lunak
sekali. Hiatus seminalis (lubang selaput dara) berukuran dari yang
seujung jari sampai yang mudah di lalui oleh dua jari. Umumnya
himen robek pada koitus dan robekan ini terjadi pada tempat jam 5
atau jam 7 dan robekan sampai mencapai dasar selaput dara itu. Pada
beberapa kasus himen tidak mengalami laserasi meskipun senggama
telah berulang kali telah dilakukan. Sesudah persalinan himen robek
di beberapa tempat dan yang dapat di lihat adalah sisa- sisanya
(karunkula himenalis).

8) Perineum
Perineum terletak antara vulva dan anus, panjangnya rata- rata 4 cm.
Jaringan yang mendukung perineum terutama diafragma pelvis dan
diafragma urogenitalis. Difragma pelvis terdiri ats otot-otot levator
ani dan otot koksigis posterior serta fasia yang menutupi kedua otot
ini. Diafragma urogenitalis terletak eksternal dari diafragma pelvis,
yaitu di daerah segitiga antara tuber isiadika dan simfisis pubis.
Diafragma urogenitalis meliputi muskulus tranversus perinei
profunda, otot konstriktor uretra dan internal maupun eksternal yang
menutupinya. Perineum mendapat pasokan darah terutama dari arteri
pudenda interna dan cabang- cabangnya. Persarafan perineum
terutama oleh nervus pudendus dan cabang-cabangnya. Oleh sebab
itu, dalam menjahit robekan perineum dapat dilakukan anastesi blok

7
pudendus. Otot levator ani kiri dan kanan bertemu di tengah-tengah
di antara anus dan vagina yang di perkuat oleh tendon sentral
perineum. Ditempat ini bertemu otot-otot bulbokavernosus,
muskulus tranversus perinei superfisialis, dan sfingter ani eksternal.
Struktur ini membentuk perineal body yang memberikan dukungan
bagi perineum. Dalam persalinan sering menglami laserasi, kecuali
dilakukan episiotomi yang adekuat.

B. Organ Genitalia Interna1


Organ genetalia interna terdiri dari vagina, uterus, tuba fallopi, dan
ovarium.

Gambar 2.2 Organ Genitalia Interna

1) Vagina
Merupakan suatu penghubung antara introitus vagina dan uterus.
Arahnya sejajar dengan arah dari pinggir atas simfisis ke
promontorium. Arah ini penting diketahui pada waktu memasukkan
jari ke dalam vagina saat melakukan pemeriksaan ginekologik.
Dinding depan dan belakang vagina berdekatan satu sama lain,
masing-masing panjangnya berkisar antara 6-8 cm dan 7- 10 cm.

8
Bentuk vagina sebelah dalam yang berlipat lipat disebut rugae. Di
tengah-tengahnya ada bagian yang lebih keras, disebut kolumna
rugarum. Lipatan-lipatan ini memungkinkan vagina dalam persalinan
melebar sesuai dengan fungsinya sebagai bagian lunak jalan lahir.
Epitel vagina terdiri atas epitel gepeng tidak bertanduk,
dibawahnya terdapat jaringan ikat yang mengandung banyak
pembuluh darah. Pada kehamilan terdapat hipervaskularisasi lapisan
jaringan tersebut, sehingga dinding vagina kelihatan kebiru-biruan
yang disebut livide. Dibawah jaringan ikat terdapat otot-otot dengan
susunan yang sesuai dengan susunan otot-otot usus. Bagian
dalamnya terdiri atas m.sirkularis dan bagian luarnya
m.longitudinalis. Bagian atas vagina berasal dari duktus mulleri,
sedangkan bagian bawahnya di bentuk oleh sinus urogenitalis.
Di sebelah depan, dinding vagina berhubungan dengan uretra dan
kandung kemih yang di pisahkan oleh jaringan ikat bisaa disebut
septum vesikovaginalis. Di sebelah belakang, diantara dinding
vagina bagian bagian bawah dan rektum terdapat jaringan ikat
disebut septum rektovaginalis. Seperempat bagian atas dinding
vagina belakang terpisah dari rektum oleh kantong rektouterina yang
bisaa disebut kavum douglasi. Dinding kanan dan kiri vagina
berhubungan dengan muskulus levator ani. Dipuncak vagina
dipisahkan oleh serviks, terbentuk forniks anterior, posterior, dan
lateralis kiri dan kanan. Oleh karena puncak bagian belakang terletak
lebih tinggi daripada bagian depan, maka forniks anterior lebih
dalam daripada posterior. Forniks memiliki arti klinik organ internal
pelvis dapat dipalpasi melalui dinding forniks yang tipis. Selain itu,
forniks posterior dapat digunakan sebagai akses bedah untuk masuk
ke dalam rongga peritonium. Vagina mendapat darah dari:
Arteri uterina, yang melalui cabangnya ke serviks dan vagina
bagian atas 1/3 atas
Arteri vesikalis inferior, yang melalui cabangnya memberikan
darah ke vagina bagian 1/3 tengah

9
Arteri hemoroidalis mediana dan arteri pudendus interna, yang
memberikan darah ke vagina bagian 1/3 bawah. Darah kembali
melalui pleksus vena yang ada, antara lain pleksus pampini
formis ke vena hipogastrika dan vena iliaka ke atas.

Getah bening (limfe) yang berasal dari 2/3 bagian atas vagina
akan melalui kelenjar getah bening di daerah vasa iliaka, sedangkan
getah bening yang berasal dari 1/3 bagian bawah akan melalui
kelenjar getah bening di regio inguinalis.

2) Uterus
Uterus adalah organ yang tebal, berotot berbentuk buah pir,
terletak di dalam pelvis antara rektum di belakang dan kandung
kemih di depan, ototnya disebut miometrium. Uterus terapung di
dalam pelvis dengan jaringan ikat dan ligamen. Panjang uterus 7
cm, lebar 5 cm, tebal 2,5 cm,tebal dinding 1,25 cm dengan berat 50
g. Pada rahim wanita dewasa yang belum bersalin panjang uterus
adalah 5-8 cm dan beratnya 30-60 g.
Letak uterus dalam keadaan fisiologis adalah anteversiofleksio
(serviks ke depan dan membentuk sudut dengan vagina, sedangkan
korpus uteri ke depan dan membentuk sudut dengan serviks uteri).
Uterus terdiri dari:
Fundus uteri
Bagian uterus yang terletak antara kedua pangkal saluran telur.
Di dalam klinik penting untuk diketahui sampai mana fundus
uteri berada, oleh karena tuanya usia kehamilan dapat ditentukan
dengan perabaan fundus uteri.
Korpus uteri
Bagian uterus yang terbesar pada kehamilan, berfungsi sebagai
tempat janin berkembang. Rongga yang terdapat pada korpus
uteri disebut kavum uteri atau rongga rahim.

10
Serviks uteri
Serviks uteri terdiri atas pars vaginalis uteri yang dinamakan
porsio dan pars supravaginalis servisis uteri, yaitu bagian serviks
yg berada di atas vagina.

3) Tuba Fallopi
Berjalan dari arah lateral kiri dan kanan. Panjang kira-kira 12 cm,
diameter 3-8 cm. Tuba fallopi terdiri atas:
Pars interstitialis, bagian yang terdapat di dinding uterus
Pars ismika/ismus, merupakan bagian medial tuba yang sempit
seluruhnya
Pars ampularis, bagian yang berbentuk saluran agak lebar,
merupakan tempat konsepsi
Infundibulum, bagian ujung tuba yang terbuka kearah abdomen
dan mempunyai fimbriae untuk menangkap telur, kemudian
menyalurkan telur ke tuba.

4) Ovarium
Perempuan pada umumnya mempunyai 2 indung telur kanan dan
kiri. Mesovarium menggantung ovarium di bagian belakang
ligamentum latum kiri dan kanan. Ovarium berukuran kurang lebih
sebesar ibu jari tangan dengan ukuran panjang kira-kira 4cm, lebar
dan tebal kira-kira 1,5cm. Bentuknya bulat telur, beratnya 5-6 g.
Bagian dalam ovarium disebut medula ovari dibuat dari jaringan
ikat. Jaringan yang banyak mengandung pembuluh darah dan serabut
kapiler saraf. Kalenjar ovarika terdapat pada wanita terletak, pada
ovarium disamping kiri dan kanan uterus, menghasilkan hormon
progesteron dan estrogen. Hormon ini dapat mempengaruhi kerja
menentukan sifat-sifat kewanitaan. Misalnya panggul yang besar,
panggul sempit dan lain-lain.

11
Struktur ovarium terdiri atas:
Korteks, bagian luar yang diliputi oleh epitalium germinativum
berbentuk kubik dan di dalamnya terdiri atas stroma serta folikel-
folikel primordial.
Medulla, bagian di sebelah dalam korteks tempat terdapatnya
stroma dengan pembuluh-pembuluh darah, serabut-serabut saraf
dan sedikit otot polos.

Pada wanita diperkirakan jumlah folikelnya adalah 100.000


folikel primer. Setiap bulan sebuah folikel kadang-kadang
berkembang dan ovum dilepaskan yang dalam perkembangannya
akan menjadi folikel de graaf. Folikel de graaf yang matang terdiri
atas:
Ovum, yakni suatu sel besar dengan diameter 0,1 mm yang
mempunyai nukleus deengan anyaman kromatin yang jelas sekali
dan satu nukleolus pula.
Stratum granulosum, yang terdiri atas sel-sel granulosa; yaknio
sel-sel bulat kecil dengan inti yang jelas pada pewarnaan dan
mengelilingi ovum; pada perkembangan lebih lanjut di tengahnya
terdapat suatu rongga terisi likuor follikuli.
Teka interna, suatu lapisan yang melingkari stratum granulosum
dengan sel-sel lebih kecil daripada sel granulosa
Teka eksterna, di luar teka interna yang terbentuk oleh stroma
ovarium yang terdesak.

2.2. Persalinan
Persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi (janin + uri),
yang dapat hidup ke dunia luar, dari rahim melalui jalan lahir atau dengan
jalan lain (Mochtar, 1990).
Persalinan adalah proses membuka dan menipisnya serviks dan janin
turun ke dalam jalan lahir. Kelahiran adalah proses dimana janin dan ketuban
didorong keluar melalui jalan lahir (Saifuddin, 2000).

12
Beberapa istilah yang berhubungan dengan persalinan adalah sebagai
berikut (Mochtar, 1990 dan Wirakusumah, 2015).
1. Menurut cara persalinan
a. Partus biasa (normal): disebut juga partus spontan adalah proses
lahirnya bayi pada letak belakang kepala dengan tenaga ibu sendiri,
tanpa bantuan alat-alat serta tidak melukai ibu dan bayi yang umumnya
berlangsung kurang dari 24 jam.
b. Partus luar biasa (abnormal): ialah persalinan pervaginam dengan
bantuan alat-alat atau melalui dinding perut dengan operasi caesarea.

2. Menurut lamanya kehamilan


a. Abortus (keguguran) adalah terhentinya kehamilan sebelum janin dapat
hidup (viable) pengeluaran buah kehamilan sebelum kehamilan 20
minggu atau bayi dengan berat badan kurang dari 500 gram.
b. Partus immaturus adalah pengeluaran buah kehamilan antara 20 sampai
27 minggu atau bayi dengan berat badan antara 500 1000 gram.
c. Partus prematurus adalah pengeluaran buah kehamilan antara 2836
minggu atau bayi dengan berat badan antara 10002500 gram.
d. Partus maturus atau aterm (cukup bulan) adalah pengeluaran buah
kehamilan antara 3742 minggu atau bayi dengan berat badan 2500
gram atau lebih.
e. Persalinan postmaturus (serotinus) adalah pengeluaran buah kehamilan
setelah 42 minggu.

3. Menurut gravida
a. Gravida adalah seorang wanita yang sedang hamil
b. Primigravida adalah seorang wanita yang hamil untuk pertama kali
c. Para adalah seorang wanita yang pernah melahirkan bayi yang dapat
hidup (viable)
d. Nullipara adalah seorang wanita yang belum pernah melahirkan bayi
viable

13
e. Primipara adalah seorang wanita yang pernah melahirkan bayi hidup
untuk pertama kali
f. Multipara atau pleuripara adalah wanita yang pernah melahirkan bayi
viable beberapa kali (sampai 5 kali)
g. Grande multipara adalah wanita yang pernah melahirkan bayi 6 kali
atau lebih hidup atau mati.

A. Fisiologi Persalinan
Kehamilan secara umum ditandai dengan aktivitas otot polos
miometrium yang relatif tenang yang memungkinkan pertumbuhan dan
perkembangan janin intrauterin sampai dengan kehamilan aterm.
Menjelang persalinan, otot polos uterus mulai menunjukkan aktivitas
kontraksi secara terkoordinasi, diselingi dengan suatu periode relaksasi
dan mencapai puncaknya menjelang persalinan, serta secara berangsur
menghilang pada periode post partum. Mekanisme regulasi yang mengatur
aktivitas kontraksi miometrium selama kehamilan, persalinan dan
kelahiran sampai saat ini masih belum jelas benar (Keman, 2010).
Terjadinya inisiasi persalinan pada manusia belum cukup
dimengerti. Persalinan dapat dipicu oleh satu atau lebih perubahan
endokrin yang signifikan atau perubahan fisik, seperti contoh pada trauma
abdomen. Onset terjadinya persalinan dapat terjadi kapan saja setelah
kehamilan cukup matang, tetapi lebih mungkin terjadi pada saat kehamilan
sudah cukup bulan. Persalinan dapat diinduksi atau distimulasi oleh agen
seperti oksitosin atau prostaglandin E2 (Pernoll, 2011).
Terdapat dua teorema umum yang muncul secara bersamaan tentang
inisiasi persalinan. Secara sederhana, keduanya adalah hilangnya fungsi
faktor pemeliharaan kehamilan (loss of function of pregnancy maintenance
factor) dan sintesis faktor-faktor yang memicu partus (synthesis of factors
that induce parturition). Pendapat-pendapat tertentu dari kedua postulat ini
umumnya dijadikan dasar bagi kebanyakan teori (Cunningham, 2012).
Beberapa peneliti juga berspekulasi bahwa janin yang matang adalah
sumber dari sinyal awal untuk dimulainya partus. Yang lain menyarankan

14
bahwa satu atau lebih uterotonin, yang produksinya meningkat, atau suatu
peningkatan dalam populasi reseptor di miometrium adalah penyebab
utama. Memang sebagian besar teori tentang persalinan memasukkan
peran obligatorik satu atau lebih uterotonin, baik sebagai fenomena primer
atau sekunder dalam proses-proses terakhir persalinan. Keduanya
mengandalkan regulasi cermat atas kontraksi otot polos (Cunningham,
2012).
Menurut Parisaei dan Shailendra (2008) persalinan ditentukan oleh 3
faktor, yaitu passages, passanger dan power.
1. Passages (jalan lahir)
Terdiri dari jalan lahir keras berupa tulang-tulang pelvis dan jalan lahir
lunak yaitu soft tissue.
a. Tulang pelvis
Pelvis terdiri dari 4 tulang yaitu dua tulang inominata, sacrum dan
coccygeus.
b. Soft tissue
Jalan lahir lunak terdiri dari uterus (segmen atas dan segmen bawah),
serviks, otot dasar panggul (pelvic floor), vagina dan perineum.

2. Passanger
Tulang tengkorak pada janin terdiri dari wajah dan cranium.
Cranium terdiri dari dua tulang parietal, dua tulang forntal dan tulang
occipital yang terfiksasi oleh membran yang memungkinkan untuk
terjadinya pergerakkan. Tulang-tulang ini belum menyatu sampai fase
early childhood sehingga dapat terjadi tumpang tindih yang
memungkinkan kepala janin untuk keluar melewati pelvis saat
persalinan; tumpang tindih tulang kranium ini disebut molase. Ukuran
dan posisi kepala janin menentukan apakah janin dapat keluar melewati
jalan lahir.

3. Power
Miometrium merupakan komponen uterus yang berperan dalam
kekuatan his saat persalinan sehingga membantu lahirnya janin.

15
Miometrium terdiri dari 3 lapisan yaitu lapisan luar longitudinal, lapisan
dalam sirkular dan lapisan tengah spiral.
Selama persalinan, dilakukan pemantauan terhadap kontraksi
yang meliputi intensitas, frekuensi dan durasi kontraksi.
Tonus uterus selama kondisi istirahat adalah sekitar 6-12 mmHg;
agar proses persalinan menjadi efektif, terjadi peningkatan tonus sampai
40-60 mmHg. Kontraksi uterus biasanya terjadi 3-4x setiap 10 menit
dan berlangsung sekitar 60 detik agar persalinan dapat berlangsung.
Pada persalinan kala II terdapat kekuatan tambahan berupa kontraksi
volunter diafragma dan otot-otot abdomen yang dilakukan ibu saat
mengejan.

Persalinan dibagi dalam empat kala, yaitu:


1. Kala I (kala pembukaan)
Mulai ketika telah tercapai kontraksi uterus dengan frekuensi,
intensitas dan durasi yang cukup untuk menghasilkan pendataran
dilatasi serviks yang progresif. Kala I persalinan selesai ketika
serviks sudah membuka lengkap (sekitar 10 cm) sehingga
memungkinkan kepala janin lewat. Oleh karena itu, kala I persalinan
disebut stadium pendataran dan dilatasi serviks (Keman, 2010).
Durasi kala 1 adalah 12 jam pada primi dan 6 jam pada multi (Konar,
2016).
Proses ini terbagi dalam dua fase yaitu (Saifuddin, 2000):
a. Fase laten
8 jam, serviks membuka sampai 3 cm.
b. Fase aktif
7 jam, servks membuka dari 3 cm sampai 10 cm. Kontraksi lebih
kuat dan sering selama fase aktif.

2. Kala II (kala pengeluaran)


Dimulai ketika dilatasi serviks sudah lengkap dan berakhir ketika
janin sudah lahir. Kala II persalinan disebut juga sebagai stadium

16
ekspulsi janin (Keman, 2010). Proses ini hanya biasanya berlangsung
2 jam pada primi dan 1 jam pada multi (Saifuddin, 2000).

3. Kala III (kala uri)


Dimulai segera setelah janin lahir dan berakhir dengan lahirnya
plasenta dan selaput ketuban janin. Kala III persalinan disebut juga
sebagai stadium pemisahan dan ekspulsi plasenta (Keman, 2010).
Berlangsung tidak lebih dari 30 menit (Saifuddin, 2000). Rata-rata
durasi kala III adalah 15 menit, baik pada primi ataupun multigravida
(Konar, 2016).

4. Kala IV (kala nifas)


Dimulai dari saat lahirnya plasenta sampai 2 jam pertama post
partum (Saifuddin, 2000).

B. Tanda Persalinan
Beberapa metode dapat digunakan untuk menetukan permulaan
persalinan. Satu metode menunjukkan awitan pada saat kontraksi yang
nyeri menjadi regular. Sayangnya, aktivitas uterus yang menyebabkan rasa
tidak nyaman, tetapi tidak menunjukkan persalinan sebenarnya dapat
terjadi tiap saat selama kehamilan. Persalinan palsu sering berhenti secara
spontan atau dapat segera berkembang menjadi kontraksi yang efektif
(Cunningham, 2012).
Metode kedua menentukan awitan persalinan sebagai permulaan
untuk masuk ke dalam ruang bersalin. Di National Maternity Hospital di
Dublin, dilakukan usaha untuk mengodekan kriteria admisi (ODriscoll
dkk, 1984). Kriteria ini pada kehamilan aterm mengharuskan adanya
kontraksi uterus yang nyeri disertai salah satu tanda berikut ini:
1. Ruptur membran
2. Bloody show
3. Pembukaan serviks komplet.

17
Sedangkan menurut Mochtar (1990), tanda persalinan dikategorikan
menjadi tanda-tanda permulaan persalinan dan tanda inpartu.
1. Tanda-tanda permulaan persalinan
Sebelum terjadinya persalinan sebenarnya beberapa minggu
sebelumnya wanita memasuki bulannya atau minggunya atau
harinya yang disebut kala pendahuluan (preparatory stage of labor).
Ini memberikan tanda-tanda sebagai berikut.
a. Lightening atau settling atau dropping yaitu kepala turun memasuki
pintu atas panggul terutama pada primigravida. Pada multigravida
tidak begitu kentara.
b. Perut kelihatan lebih melebar, fundus uteri turun
c. Perasaan sering-sering atau susah kencing (polakisuria) karena
kandung kemih tertekan oleh bagian terbawah janin.
d. Perasaan sakit di perut dan di pinggang oleh adanya kontraksi-
kontraksi lemah dari uterus, kadang-kadang disebut false labor
pains
e. Serviks menjadi lembek, mulai mendatar dan sekresinya bertambah
bisa bercampur darah (bloody show).

2. Tanda-tanda inpartu
Gejala dan tanda yang menandakan onset persalinan adalah sebagai
berikut.
a. Rasa sakit oleh adanya his yang datang lebih kuat, sering dan teratur
b. Keluar lendir bercampur darah (show) yang lebih banyak karena
robekan-robekan kecil pada serviks
c. Kadang-kadang ketuban pecah dengan sendirinya
d. Pada pemeriksaan dalam: serviks mendatar, pembukaan telah ada.

Diagnosis persalinan ditegakkan bila terdapat kontraksi yang teratur


dan terasa nyeri disertai pemendekan dan penipisan serviks ( 4cm)
dengan atau tanpa show atau ruptur membran (Parisaei dan Shailendra,
2008).

18
2.3. Partus Prematurus Imminens
A. Definisi
Persalinan preterm adalah pengeluaran buah kehamilan antara 2836
minggu atau bayi dengan berat badan antara 10002500 gram
(Wirakusumah, 2015).
Persalinan preterm adalah persalinan yang berlangsung pada umur
kehamilan 20 37 minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir
(ACOG, 1995).
Himpunan Kedokteran Fetomaternal POGI di Semarang tahun 2005
menetapkan bahwa persalinan preterm adalah persalinan yang terjadi pada
usia kehamilan 22 37 minggu.

B. Klasifikasi
Menurut Moutquin (2003), menurut kejadiannya, persalinan preterm
digolongkan menjadi:
1. Idiopatik/ Spontan
Sekitar 50% penyebab persalinan preterm tidak diketahui. Oleh karena
itu digolongkan pada kelompok idiopatik. Sekitar 12,5% persalinan
preterm spontan didahului oleh ketuban pecah dini (KPD) yang
sebagian besar disebabkan faktor infeksi (korioamnionitis).
2. Iatrogenik/ Elektif
Persalinan preterm buatan/ iatrogenik disebut juga sebagai elective
preterm.

Menurut usia kehamilan, persalinan preterm diklasifikasikan dalam


(Himpunan Kedokteran Fetomaternal POGI, 2011):
1. Preterm/ kurang bulan: usia kehamilan 32 36 minggu.
2. Very preterm/ sangat kurang bulan: usia kehamilan 28 32 minggu
3. Extremely preterm/ ekstrim kurang bulan: usia kehamilan 20 27
minggu.

19
C. Epidemiologi
Angka kejadian prematur yang tinggi masih menjadi pusat perhatian
dunia hingga kini. Tingkat kelahiran prematur di Amerika Serikat sekitar
12,3% dari keseluruhan 4 juta kelahiran setiap tahunnya dan merupakan
tingkat kelahiran prematur tertinggi di antara negara industri (Dirjen Bina
Pelayanan Medik Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2010).
Kejadian persalinan preterm berbeda pada setiap negara, di negara
maju misalnya Eropa, angkanya berkisar antara 5 11%. Di USA pada
tahun 2000, sekitar satu dari sembilan bayi dilahirkan kurang bulan
(11,9%). Di negara yang sedang berkembang, angka kejadiannya masih
jauh lebih tinggi, misalnya di India sekitar 30% Afrika Selatan 15% dan
Sudan 31% (WHO, 2015).
Angka kejadian persalinan kurang bulan di Indonesia belum ada,
namun angka kejadian bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) dapat
mencerminkan angka kejadiannya secara kasar. Angka kejadian BBLR
nasional rumah sakit adalah sekitar 27,9% (Himpunan Kedokteran
Fetomaternal POGI, 2011).

D. Etiologi dan Faktor Predisposisi


Persalinan prematur merupakan kelainan proses yang multifaktorial.
Kombinasi keadaan obstetrik, sosiodemografi dan faktor medik
mempunyai pengaruh terhadap terjadinya persalinan prematur. Kadang
hanya risiko tunggal dijumpai seperti distensi berlebih uterus, ketuban
pecah dini atau trauma (Mochtar, 2010). Kompleksitas ini sangat
membingungkan upaya pencegahan dan pengelolaan komplikasi. Hal ini
terutama terjadi pada ketuban pecah dini dan persalinan kurang bulan
spontan yang bersama-sama menyebabkan 70-80% kelahiran kurang bulan
(Cunningham, 2012).
Dengan demikian, untuk memprediksi kemungkinan terjadinya
persalinan prematur harus dicermati beberapa kondisi yang dapat
menimbulkan kontraksi, menyebabkan persalinan prematur atau seorang

20
dokter terpaksa mengakhiri kehamilan pada saat kehamilan belum genap
bulan (Mochtar, 2010).
Banyak kasus persalinan preterm sebagai akibat proses patogenik
yang merupakan mediator biokimia yang mempunyai dampak terjadinya
kontraksi rahim dan perubahan serviks, yaitu (Mochtar, 2010):
1. Aktivasi aksis kelenjar hipotalamus-hipofisis-adrenal baik pada ibu
maupun janin, akibat stress pada ibu atau janin
2. Inflamasi desidua-korioamnion atau sistemik akibat infeksi asenden
dari traktus genitourinaria atau infeksi sistemik
3. Perdarahan desidua
4. Peregangan uterus patologik
5. Kelainan pada uterus atau serviks.

Ada empat penyebab utama untuk kelahiran kurang bulan di


Amerika Serikat seperti sebagai berikut (Cunningham, 2012).
1. Pelahiran atas indikasi ibu atau janin sehingga persalinan diinduksi atau
bayi dilahirkan dengan pelahiran caesar prapersalinan.
2. Persalinan kurang bulan spontan tak terjelaskan dengan selaput ketuban
utuh
3. Ketuban pecah dini preterm (PPROM) idiopatik
4. Kelahiran kembar dan multijanin yang lebih banyak.

Menurut Himpunan Kedokteran Fetomaternal POGI (2011), faktor


risiko persalinan preterm adalah sebagai berikut.
1. Idiopatik
Apabila faktor penyebab lain tidak ditemukan, sehingga penyebab
persalinan preterm tidak dapat dijelaskan.

2. Iatrogenik (elektif)
Perkembangan teknologi dan etika kedokteran menempatkan janin
sebagai individu yang mempunyai hak atas kehidupannya (fate as a
patient). Apabila kelanjutan kehamilan dapat membahayakan janin,
maka ia harus dipindahkan ke lingkungan luar yang lebih baik dari
rahim ibu. Sebaliknya, bila ibu terancam oleh kehamilannya, maka

21
kehamilan akan diakhiri. Sekitar 25% persalinan preterm termasuk ke
dalam golongan ini. Keadaan yang sering menyebabkan persalinan
preterm elektif adalah:
a. Keadaan ibu
Preeklampsi berat dan eklampsi
Perdarahan antepartum (plasenta previa dan solusio plasenta)
Korioamnionitis
Penyakit jantung yang berat atau penyakit paru/ ginjal yang
berat.

b. Keadaan janin
Gawat janin (anemia, hipoksia, asidosis atau gangguan jantung
janin)
Infeksi intrauterin
Pertumbuhan janin terhambat (PJT)
Isoimunisasi rhesus
Tali pusat kusut (cord entanglement) pada kasus kembar
monokorionik.

3. Faktor sosio-demografik
Yang termasuk kedalam faktor ini adalah:
a. Faktor psiko-sosial, meliputi kecemasan, depresi, keberadaan stres,
respons emosional, dukungan sosial, pekerjaan, pendidikan, perilaku,
aktivitas seksual dan keinginan untuk hamil.
Pendidikan
Menurut Oroh dkk (2015) dalam Jurnal e-Clinic 3(2), pendidikan
biasanya dikaitkan dengan pengetahuan akan pentingnya
pemeliharaan kandungan semasa kehamilan. Latar belakang
pendidikan ibu yang rendah menyulitkan berlangsungnya suatu
penyuluhan kesehatan terhadap ibu karena mereka kurang
menyadari pentingnya informasi-informasi tentang kesehatan ibu
hamil, sehingga mereka tidak mengetahui cara pemeliharaan
kesehatan terutama pada saat hamil.

22
Pekerjaan
Secara teoritis disebutkan bahwa pekerjaan merupakan salah satu
faktor pemicu terjadinya persalinan prematur. Dari hasil
penelitian yang dilakukan oleh Oroh dkk (2015) dalam Jurnal e-
Clinic 3(2) didapatkan bahwa persalinan prematur tertinggi pada
ibu rumah tangga. Hal ini mungkin terjadi karena banyaknya
pekerjaan rumah tangga yang dilakukan ibu selama kehamilan
sehingga menimbulkan stres yang memicu terjadinya persalinan
prematur.

b. Faktor demografik, adalah usia ibu, status marital, kondisi sosio-


ekonomi, ras dan etnik.
Usia
Menurut Oroh dkk (2015) dalam Jurnal e-Clinic 3(2), secara
teoritis disebutkan bahwa usia < 20 atau > 35 tahun merupakan
faktor risiko karena pada usia < 20 tahun, rahim dan panggul
belum tumbuh mencapai ukuran dewasa sedangkan usia > 35
tahun berisiko lebih tinggi mengalami penyulit obstetrik.

4. Faktor maternal
Inkompetensi serviks
Diagnosis serviks inkompeten ditentukan dengan pemeriksaan dalam
dan Bishop score.
Riwayat reproduksi
Pernah mengalami persalinan preterm
Pernah mengalami KPD
Pernah mengalami abortus trimester II
Interval kehamilan < 6 bulan
Paritas nol.
Menurut Edrin dkk (2014) dalam Jurnal Kesehatan Andalas 3(3),
terjadinya persalinan kurang bulan pada nulipara (paritas 0 belum
pernah melahirkan sama sekali) terutama yang berumur belasan
tahun diduga disebabkan kehamilan pertama merupakan

23
pengalaman pertama bagi ibu untuk melahirkan, hal itu akan
menyebabkan timbulnya beberapa penyulit kehamilan. Penyulit
kehamilan ini dapat merupakan ketuban pecah dini, infeksi
selaput ketuban, gemeli, perdarahan antepartum ataupun stres
yang berhubungan dengan lingkungan yang memungkinkan
untuk terjadinya persalinan kurang bulan, baik secara persalinan
spontan maupun buatan.
Kehamilan multifetus
Kehamilan hasil teknologi reproduksi berbantu
Kelainan uterus
Pemeriksaan kehamilan
Kejadian persalinan preterm pada ibu hamil tanpa pemeriksaan
kehamilan meningkat sebanyak 2,8 kali.
Skoring risiko
Skoring risiko Creasy mengelompokkan kehamilan kedalam risiko
rendah apabila hasil skoring risikonya antara 1-5, sedang pada skor
6-9 dan tinggi bila 10.

5. Penyakit medis dan keadaan kehamilan


Hipertensi kronis dan hipertensi dalam kehamilan
Lupus eritematosus sistemik (SLE)
Penyakit paru restriksi
Hipertiroidisme
Diabetes melitus pregestasional dan gestasional
Peyakit jantung
Penyakit ginjal
Hidramnion
Kelainan kongenital
Anemia berat.

24
6. Infeksi
Infeksi genital, terutama oleh vaginosis bakterial.
Infeksi intrauterin
Infeksi ekstrauterin seperti pielonefritis dan periodontitis.

7. Genetik
Beberapa penelitian menyatakan terdapat hubungan antara predisposisi
genetik, eksistensi interaksi gen lingkungan, pengaruh familial dan
intergenerasional dengan persalinan preterm.

E. Diagnosis
Menegakkan diagnosis persalinan preterm terlalu cepat atau lambat
mempunyai risiko meningkatkan morbiditas dan mortalitas neonatus. Pada
kenyataannya kurang dari 50% ibu hamil yang didiagnosis mengalami
persalinan preterm melahirkan bayinya dalam l minggu setelah diagnosis
ditegakkan. Hal ini menunjukkan bahwa tidak mudah menentukan
diagnosis persalinan preterm (Himpunan Kedokteran Fetomaternal POGI,
2011).
Kauffman dan Hokmes (2011) menyatakan bahwa persalinan
preterm adalah keadaan dimana usia gestasi < 37 minggu dengan kontraksi
uterus yang teratur dan terjadi perubahan serviks yang progresif, dilatasi
serviks > 2cm, pemendekan dan penipisan serviks sampai 80% atau terjadi
ruptur selaput ketuban.
Menurut Himpunan Kedokteran Fetomaternal POGI (2011),
diagnosis persalinan preterm dapat dilakukan dengan:
1. Anamnesis: penentuan usia kehamilan, faktor risiko (riwayat obstetri,
perdarahan, infeksi)
2. Gejala dini persalinan preterm
Nyeri perut bawah dan/atau kram dan/atau pelvic pressure
Nyeri pinggang belakang

25
3. Tanda persalinan preterm
Kontraksi uterus : intensitas, frekuensi, durasi.
His yang regular dengan interval tiap 8-10 menit yang disertai
perubahan serviks. Prediksi persalinan preterm yang hanya
berdasarkan kontraksi uterus sulit karena:
Hanya 15% kontraksi tampak pada gambaran kardiotokografi
(KTG)
Pada kehamilan biasa terjadi kontraksi Braxton-Hicks.
Kriteria Creasy dan Heron:
Kontraksi uterus 4 kali dalam 20 menit atau 8 kali dalam satu jam,
dan disertai dengan salah satu keadaan di bawah ini:
Pecahnya kantung amnion
Pembukaan serviks >2
Pendataran serviks >50%.
Pendataran dan pembukaan serviks dinilai dengan pemeriksaan
berkala.
Peningkatan duh vagina
Perubahan serviks
Digital, dengan memeriksa panjang dan pembukaan serviks,
pemeriksaan ini sangat subjektif.
USG abdominal, transvaginal, transperineal.
Perdarahan bercak, bercampur lendir/show)
Memberikan nilai sensitifitas yang relatif rendah namun nilai
prediksi positifnya tinggi
Pemeriksaan fibronektin fetus
Fibronektin fetus merupakan salah satu penanda terbaik, kadar
dalam sekret servikovagina > 50 ng/mL pada gestasi 22 minggu
meningkatkan risiko teradinya persalinan preterm spontan.

26
F. Pencegahan
Beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk mencegah persalinan
preterm antara lain sebagai berikut (Mochtar, 2010).
1. Hindari kehamilan pada ibu terlalu muda (kurang dari 17 tahun)
2. Hindari jarak kehamilan terlalu dekat
3. Menggunakan kesempatan periksa hamil dan memperoleh pelayanan
antenatal yang baik
4. Anjuran tidak merokok maupun mengonsumsi obat terlarang (narkotik)
5. Hindari kerja berat dan perlu cukup istirahat
6. Obati penyakit yang dapat menyebabkan persalinan preterm
7. Kenali dan obati infeksi genital/ saluran kencing
8. Deteksi dan pengamanan faktor risiko terhadap persalinan preterm.

G. Pengelolaan
Menjadi pemikiran pertama pada pengelolaan persalinan preterm
adalah: apakah ini memang persalinan preterm. Selanjutnya mencari
penyebabnya dan menilai kesejahteraan janin yang dapat dilakukan secara
klinis, laboratoris ataupun ultrasonografi meliputi pertumbuhan/ berat
janin, jumlah dan keadaan cairan amnion, presentasi dan keadaan janin/
kelainan kongenital. Bila proses persalinan kurang bulan masih tetap
berlangsung atau mengancam meski telah dilakukan segala upaya
pencegahan, maka perlu dipertimbangkan (Mochtar, 2010):
Seberapa besar kemampuan klinik (dokter spesialis kebidanan, dokter
spesialis kesehatan anak, peralatan) untuk menjaga kehidupan bayi
preterm atau berapa persen yang akan hidup menurut berat dan usia
gestasi tertentu.
Bagaimana persalinan sebaiknya berakhir, pervaginam atau bedah
sesar.
Komplikasi apa yang akan timbul, misalnya perdarahan otak atau
sindroma gawat napas

27
Bagaimana pendapat pasien dan keluarga mengenai konsekuensi
perawatan bayi preterm dan kemungkinan hidup atau cacat.
Seberapa besar dana yang diperlukan untuk merawat bayi preterm
dengan rencana perawatan intensif neonatus.

Ibu hamil yang mempunyai risiko terjadi persalinan preterm dan/


atau menunjukkan tanda-tanda persalinan preterm perlu dilakukan
intervensi untuk meningkatkan neonatal outcomes (Mochtar, 2010).
Manajemen persalinan preterm bergantung pada beberapa faktor,
seperti sebagai berikut (Mochtar, 2010).
Keadaan selaput ketuban
Pada umumnya persalinan tidak dihambat bilamana selaput ketuban
sudah pecah.
Pembukaan serviks
Persalinan akan sulit dicegah bila pembukaan mencapai 4 cm
Umur kehamilan
Makin muda usia kehamilan, upaya pencegahan persalinan makin perlu
dilakukan. Persalinan dapat dipertimbangkan berlangsung bila taksiran
berat janin > 2.000 atau kehamilan > 34 minggu.
Penyebab/ komplikasi persalinan preterm
Kemampuan neonatal intensive care fasilities.

Terapi konservatif (ekspektan) dengan tokolitik, kortikosteroid dan


antibiotika dilakukan jika syarat berikut ini terpenuhi (Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia, 2013).
Usia kehamilan antara 24-34 minggu
Dilatasi serviks kurang dari 3 cm
Tidak ada korioamnionitis (infeksi intrauterin), preeklampsia atau
perdarahan aktif
Tidak ada gawat janin

28
1. Tokolitik
Meski beberapa macam obat telah dipakai untuk menghambat
persalinan, tidak ada yang benar-benar efektif. Namun, pemberian
tokolisis masih perlu dipertimbangkan bila dijumpai kontraksi uterus
yang reguler dengan perubahan serviks (Mochtar, 2010). Tidak ada
tokolitik yang merupakan obat lini pertama (Evans dan DeFranco,
2014). Alasan pemberian tokolisis pada persalinan preterm adalah
(Mochtar, 2010):
a. Mencegah mortalitas dan morbiditas pada bayi prematur
b. Memberi kesempatan bagi terapi kortikosteroid untuk menstimulir
surfaktan paru janin
c. Memberi kesempatan transfer intrauterin pada fasilitas yang lebih
lengkap.
d. Optimalisasi personel.

Jika ditemukan salah satu dari keadaan berikut ini, tokolitik tidak
perlu diberikan dan bayi dilahirkan secara pervaginam atau
perabdominam sesuai kondisi kehamilan (Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia, 2013):
a. Usia kehamilan dibawah 24 dan diatas 34 minggu
b. Pembukaan > 3cm
c. Ada tanda korioamnionitis (infeksi intrauterin), preeklampsia atau
perdarahan aktif
d. Ada gawat janin
e. Janin meninggal atau adanya kelainan kongenital yang kemungkinan
hidupnya kecil.

Tokolitik hanya diberikan pada 48 jam pertama untuk


memberikan kesempatan pemberian kortikosteroid (Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia, 2013).

29
Beberapa macam obat yang dapat digunakan sebagai tokolitik
adalah sebagai berikut (Himpunan Kedokteran Fetomaternal POGI,
2011).
Nifedipin
Nifedipin adalah antagonis kalsium diberikan per oral. Dosis inisial
20 mg, dilanjutkan 10-20 mg, 3-4 kali perhari disesuaikan dengan
aktivitas uterus sampai 48 jam. Dosis maksimal 60 mg/ hari,
komplikasi yang dapat terjadi adalah sakit kepala dan hipotensi.
COX (cyclo-oxygenase)-2 inhibitors; indometacin
Dosis awal 100 mg, dilanjutkan 50 mg per oral setiap 6 jam untuk 8
kali pemberian. Jika pemberian lebih dari dua hari, dapat
menimbulkan oligohidramnion akibat penurunan renal blood flow
janin. Indometacin direkomendasikan pada kehamilan 32 minggu
karena dapat mempercepat penutupan duktus arteriosus.

Magnesium sulfat
Magnesium sulfat dipakai sebagai tokolitik yang diberikan secara
parenteral. Dosis awal 4-6 gram IV diberikan dalam 20 menit, diikuti
1-4 gram per jam tergantung dari produksi urin dan kontraksi uterus.
Bila terjadi efek toksik, berikan kalsium glukonas 1 gram secara IV
perlahan-lahan.
Atosiban
Atosiban adalah suatu analog oksitosin yang bekerja pada reseptor
oksitosin dan vasopresin. Dosis awal 6,75 mg bolus dalam satu
menit, diikuti 18 mg/jam selama 3 jam per infus kemudian 6 mg/jam
selama 45 jam. Dosis maksimal 330 mg.
Beta-2 sympathomimetics
Saat ini sudah banyak ditinggalkan. Preparat yang biasa dipakai
adalah ritrodine, terabutaline, salbutamol, isoxsuprine, fenoterol dan
hexoprenaline. Salbutamol, dengan dosis per infus: 20-50 g/menit,
sedangkan per oral: 4 mg, 2-4 kali/hari (maintenance) atau terbutalin,
dengan dosis per infus: 10-15 g/menit, subkutan: 250 g setiap 6

30
jam sedangkan dosis per oral: 5-7.5 mg setiap 8 jam (maintenance).
Efek samping dari golongan obat ini ialah: hiperglikemia,
hipokalemia, hipotensi, takikardia, iskemi miokardial, edema paru.
Progesteron
Progesteron dapat mencegah persalinan preterm. Injeksi alpha-
hydroxyprogesterone caproate menurunkan persalinan preterm
berulang. Dosis 250 mg (1 mL) IM tiap minggu sampai 37 minggu
kehamilan atau sampai persalinan. Pemberian dimulai 16 21
minggu kehamilan.

2. Kortikosteroid
Pada tahun 1995, National Institutes of Health Cosensus
Development Panel merekomendasikan kortikosteroid untuk
pematangan paru janin pada kasus ancaman kelahiran kurang bulan.
Pemberian terapi kortikosteroid dimaksudkan untuk pematangan
surfaktan paru janin, menurunkan insidensi RDS, mencegah perdarahan
intraventrikuler yang akhirnya menurunkan kematian neonatus.
Kortikosteroid perlu diberikan bilamana usia kehamilan kurang dari 35
minggu. Pemberian steroid ini tidak diulang karena risiko terjadinya
pertumbuhan janin terhambat (Mochtar, 2010). Adapun obat yang dapat
diberikan adalah sebagai berikut (Himpunan Kedokteran Fetomaternal
POGI, 2011).
Betametason
Merupakan obat terpilih, diberikan secara injeksi IM dengan dosis
12 mg dan diulangi 24 jam kemudian. Diberikan selama 2 hari. Efek
optimal dicapai dalam 1 7 hari pemberian. Setelah 7 hari, efeknya
masih meningkat.
Deksametason
Diberikan jika tidak terdapat betametason. Dosis 2 x 5 mg IM per
hari selama 2 hari.

31
3. Antibiotika
Pemberian antibiotika pada persalinan tanpa infeksi tidak
dianjurkan karena tidak dapat meningkatkan luaran persalinan
(Himpunan Kedokteran Fetomaternal POGI, 2011). Antibiotika hanya
diberikan bilamana kehamilan mengandung risiko terjadinya infeksi
seperti pada kasus KPD (Mochtar, 2010). Pada ibu dengan ancaman
persalinan preterm dan terdeteksi adanya vaginosis bakterial, pemberian
klindamisin (2 x 300 mg sehari selama 7 hari) atau metronidazol (2 x
500 mg sehari selama 7 hari), atau eritromisin (2 x 500 mg sehari
selama 7 hari) akan bermanfaat bila diberikan pada usia kehamian < 32
minggu (Himpunan Kedokteran Fetomaternal POGI, 2011).

4. Perencanaan persalinan
Persalinan preterm harus dipertimbangkan kasus perkasus dengan
mengikutsertakan pendapat orang tuanya (Himpunan Kedokteran
Fetomaternal POGI, 2011).
Penderita dengan KPD/ PPROM dilakukan pengakhiran
persalinan pada usia kehamilan 36 minggu. Untuk usia 32 35 minggu
jika ada bukti hasil pemeriksaan maturitas paru, maka kemampuan
rumah sakit (tenaga dan fasilitas perinatologi) sangat menentukan kapan
sebaiknya kehamilan diakhiri (Mochtar, 2010).
Akan tetapi, bila ditemukan adanya bukti infeksi (klinik ataupun
laboratorik), maka pengakhiran persalinan dipercepat/ induksi tanpa
melihat usia kehamilan (Mochtar, 2010). Persiapan persalinan preterm
perlu pertimbangan berdasarkan:
Usia gestasi
Menurut Mochtar (2010), pertimbangan berdasarkan usia gestasi
adalah sebagai berikut.
Usia gestasi 34 minggu atau lebih: dapat melahirkan di tingkat
dasar/ primer, mengingat prognosis relatif baik
Usia gestasi kurang dari 34 minggu: harus dirujuk ke rumah sakit
dengan fasilitas perawatan neonatus yang memadai.

32
Sedangkan menurut Himpunan Kedokteran Fetomaternal POGI
(2011), untuk kehamilan < 32 minggu sebaiknya ibu dirujuk ke
tempat yang mempunyai fasilitas neonatal intensive care unit
(NICU). Kehamilan < 24 minggu dilahirkan pervaginam.
Kehamilan 24 37 minggu diperlukan sesuai dengan risiko
obstetrik lainnya dan disamakan dengan aturan persalinan aterm.

Keadaan selaput ketuban


Bila didapat KPD/ PPROM dengan usia kehamilan kurang dari 28
minggu, maka ibu dan keluarga dipersilahkan untuk memilih cara
pengelolaan setelah diberi konseling dengan baik (Mochtar, 2010).

Masih sering muncul kontroversi dalam cara persalinan kurang


bulan seperti: apakah sebaiknya persalinan berlangsung pervaginam
atau seksio sesarea terutama pada berat janin yang sangat rendah dan
preterm sungsang, pemakaian forseps untuk melindungi kepala janin
dan apakah ada manfaatnya dilakukan episiotomi profilaksis yang luas
untuk mengurangi trauma kepala (Mochtar, 2010).
Bila janin presentasi kepala, maka diperbolehkan partus
pervaginam. Seksio sesarea tidak memberi prognosis yang lebih baik
bagi bayi, bahkan merugikan ibu. Prematuritas janganlah dipakai
sebagai indikasi untuk melakukan seksio sesarea. Oleh karena itu,
seksio sesarea hanya dilakukan atas indikasi obstetrik (Mochtar, 2010).
Pada kehamilan letak sungsang 30 34 minggu, seksio sesarea
dapat dipertimbangkan. Setelah kehamilan lebih dari 34 minggu,
persalinan dibiarkan terjadi karena morbiditas dianggap sama dengan
kehamilan aterm (Mochtar, 2010).
Tidak adanya relaksasi pada pintu keluar vagina, episiotomi untuk
pelahiran mungkin diperlukan setelah kepala janin mencapai perineum.
Data mengenai dampak perinatal tidak mendukung pelahiran rutin
dengan forseps untuk melindungi kepala janin kurang bulan yang
rapuh (Cunningham, 2012).

33
5. Perawatan neonatus
Untuk perawatan bayi preterm baru lahir perlu diperhatikan
keadaan umum, biometri, kemampuan bernafas, kelainan fisik dan
kemampuan minum (Mochtar, 2010).
Keadaan kritis bayi prematur yang harus dihindari adalah
kedinginan, pernafasan yang tidak adekuat atau trauma. Suasana hangat
diperlukan untuk mencegah hipotermia pada neonatus (suhu badan
dibawah 36,5oc), bila mungkin bayi sebaiknya dirawat cara KANGURU
untuk menghindarkan hipotermia. Kemudian dibuat perencanaan
pengobatan dan asupan cairan (Mochtar, 2010).
ASI diberikan lebih sering, tetapi bila tidak mungkin, diberikan
dengan sonde atau dipasang infus. Semua bayi baru lahir harus
mendapat nutrisi sesuai dengan kemampuan dan kondisi bayi (Mochtar,
2010).
Sebaiknya persalinan bayi terlalu muda atau terlalu kecil
berlangsung pada fasilitas yang memadai, seperti pelayanan perinatal
dengan personel dan fasilitas yang adekuat termasuk perawatan
perinatal intensif (Mochtar, 2010).

H. Komplikasi
Persalinan preterm merupakan salah satu keadaan gawat dalam
bidang kesehatan. Rasio kematian pada neonatus dengan berat badan lahir
rendah adalah 40 kali lebih tinggi dibandingkan dengan bayi dengan berat
badan lahir normal yang lahir cukup bulan (Pernoll, 2001).
Berbagai jenis morbiditas, terutama dikarenakan sistem organ yang
imatur secara signifikan meningkat pada bayi yang lahir sebelum usia
kehamilan 37 minggu dibandingkan dengan mereka yang lahir aterm
(Cunningham, 2012). Kejadian cerebral palsy pada persalinan preterm 10
kali lebih tinggi dibandingkan pada neonatus yang lahir cukup bulan.
Kejadian defisit mental juga 5 kali lebih tinggi pada persalinan preterm.
Gangguan penglihatan dan pendengaran, gangguan emosional dan

34
gangguan adaptasi sosial juga lebih banyak terjadi pada bayi prematur
dibandingkan dengan bayi yang lahir cukup bulan (Pernoll, 2001).
Sekitar 75% kematian perinatal disebabkan oleh kurang bulan. Bayi
kurang bulan, terutama dengan usia kehamilan < 32 minggu mempunyai
risiko kematian 70 kali lebih tinggi karena kesulitan untuk beradaptasi
dengan kehidupan diluar rahim akibat ketidakmatangan sistem organ
tubuh seperti paru-paru, jantung, ginjal dan hati. Kematian janin sering
disebabkan oleh sindroma gawat nafas/ RDS, perdarahan intraventrikuler,
displasia bronkopulmoner, sepsis dan enterokolitis nekrotikans (Himpunan
Kedokteran Fetomaternal POGI, 2011).
Masalah lain yang dapat timbul adalah masalah perkembangan
neurologi yang bervariasi dan gangguan neurologis berat, seperti serebral
palsi, gangguan intelektual, retardasi mental gangguan sensoris (gangguan
penglihatan, tuli) sampai gangguan yang lebih ringan seperti kelainan
perilaku, kesulitan belajar dan berbahasa, gangguan konsentrasi/ atensi dan
hiperaktif (Himpunan Kedokteran Fetomaternal POGI, 2011).

35
Tabel 2.1 Masalah-Masalah Utama Jangka Pendek dan Jangka
Panjang pada Bayi dengan Berat Badan Lahir Sangat Rendah.
Organ atau Masalah Jangka Panjang
Masalah Jangka Pendek
Sistem
Paru-paru Sindrom distress pernafasan, Displasia bronkopulmoner,
kebocoran udara, displasia penyakit nafas reaktif, asma
bronkopulmoner dan apneu
prematuritas
Gastrointestinal/ Hiperbilirubinemia, gangguan Gagal tumbuh, sindrom short-
nutrisional makan, NEC, gangguan bowel, kolestasis
pertumbuhan
Imunologi Infeksi nosokomial, imunodefisiensi, Infeksi respiratory synctial
infeksi perinatal virus, bronkiolitis

Sistem saraf Perdarahan intraventrikular, Cerebral palsy, hidrosefalus


pusat leukomalasia periventrikuler, atrofi serebral, hambatan
hidrosefalus neurodevelopmental,
gangguan pendengaran

Oftalmologi Retinopati prematuritas Kebutaan, ablasio retina,


miopia, strabismus

Kardiovaskular Hipotensi, duktus arteriosus paten, Hipertensi pulmonal,


hipertensi pulmonal hipertensi saat dewasa

Renal Ketidakseimbangan air dan Hipertensi saat dewasa


elektrolit, gangguan asam-basa
Hematologi Anemia iatrogenik, memerlukan
transfusi berulang, anemia
prematuritas
Endokrinologi Hipoglikemia, kadar tiroksin rendah Kelemahan regulasi glukosa,
sementara, defisiensi kortisol. peningkatan resistensi insulin

Sumber: Eichenwald dan Stark (2008) dalam buku Obstetri Williams.

2.4. Amnion
2.4.1. Embriologi Cavum Amnion
Selaput amnion merupakan jaringan avaskular yang lentur tetapi
kuat. Bagian dalam selaput yang berhubungan dengan cairan merupakan
jaringan sel kuboid yang asalnya ektoderm.Bagian luar dari selaput ialah
jaringan mesenkim yang berasal dari mesoderm. Lapisan amnion ini
berhubungan dengan korion leave. Lapisan dalam
amnion merupakanmikrovili yang berfungsi mentransfer cairan dan
metabolik. Lapisan ini menghasilkan zat penghambat metalloproteinase-
1. Sel mesenkim berfungsi menghasilkan kolagen sehingga selaput

36
menjadi lentur dan kuat. Selaput amnion juga meliputi tali pusat,
sebagian cairan akan berasal pula dari difusi pada tali pusat.12
Sejak awal kehamilan cairan amnion telah dibentuk. Cairan
amnion merupakan pelindung dan bantalan untuk proteksi sekaligus
menunjang pertumbuhan. Osmolalitas, kadar natrium, ureum, kreatinin
tidak berbeda dengan kadar pada serum ibu yang menandakan kadar di
cairan amnion merupakan hasil difusi dari ibunya. Fungsi cairan amnion
yang juga penting ialah menghambat bakteri karena mengandung zat
seperti fosfat dan seng.12

2.4.2. Cairan Amnion


Di dalam ruang yang diliputi oleh selaput janin yang terdiri dari
lapisan amnion dan korion, terdapat likuor amnii atau yang sering
disebut air ketuban. Volume likuor amnii pada hamil cukup bulan
adalah 1000 ml1500 ml, warnanya putih, agak keruh, serta mempunyai
bau yang khas (agak amis). Cairan ini memiliki pH 7,2 dan berat jenis
1,008 yang terdiri atas 98% air. Sisanya terdiri dari garam anorganik
serta bahan organik dan bila diteliti benar, terdapat rambut lanugo
(rambut halus yang berasal dari bayi), sel-sel epitel, dan verniks kaseosa
(lemak yang meliputi kulit bayi). Protein ditemukan rata-rata 2.6% gram
per liter, sebagian besar sebagai albumin.12

37
Gambar 2.8 Rasio Lesitin dan Sfingomielin12

Terdapat lesitin dan sfingomielin yang sangatlah penting untuk


mengetahui apakah janin memiliki paru yang sudah siap untuk
berfungsi. Dengan peningkatan kadar lesitin permukaan alveolus paru
diliputi oleh zat yang dinamakan surfaktan dan merupakan syarat untuk
berkembangnya paru danbernapas. Untuk menilai hal ini, digunakan
perbandingan antara lesitin dan sfingomielin.13
Pada saat persalinan warna cairan amnion ini terkadang menjadi
agak kehijauan karena sudah tercampur dengan mekonium (kotoran
pertama yang dikeluarkan bayi dan mengandung empedu). Berat jenis
likuor akan menurun berdasarkan dengan tuanya umur kehamilan.13
Pada usia kehamilan< 8 minggu, cairan amnion dihasilkan oleh
transudasi cairan melalui amnion dan kulit janin. Pada usia kehamilan 8
minggu, janin mulai menghasilkan urin yang masuk kedalam rongga
amnion. Urin janin secara cepat menjadi sumber utama produksi cairan
amnion. Saat menjelang aterm, janin menghasilkan 800 ml 1000 ml
urin. Paru janin menghasilkan sejumlah cairan 300 ml per hari saat
aterm, namun sebagian besar ditelan sebelum masuk ruang amnion.13

38
2.4.3. Absorbsi Cairan Amnion
Pada usia kehamilan < 8 minggu, cairan amnion transudatif
direabsorbsi secara pasif. Pada usia kehamilan 8 minggu, janin mulai
melakukanproses menelan. Proses ini secara cepat akan menjadi
mekanisme utama absorbsi cairan amnion. Menjelang aterm, melalui
proses menelan terjadi absorbsi cairan sebesar 500 ml 1000 ml per
hari.13
Absorbsi cairan amnion dalam jumlah sedikit juga terjadi melalui
selaput amnion dan masuk kedalam aliran darah janin. Menjelang aterm,
jalur ini melakukan absorbsi sebesar 250 ml.Sejumlah kecil cairan
amnion melintasi membran amnion dan masuk ke aliran darah ibu
sebesar 10 ml per hari pada usia kehamilan menjelang aterm.12
Pada usia kehamilan 34 minggu, volume cairan amnion mencapai
maksmial (750 ml 800 ml) dan setelah itu akan menurun, sehingga
pada usia kehamilan 40 minggu volume cairan amnion 600 ml. Dan
melewati usia 40 minggu, jumlah cairan amnion akan terus menurun.12
Secara klinik cairan amnion akan dapat bermanfaat untuk deteksi
dini kelainan kromosom dan kelainan DNA dari 12 minggu 20
minggu. Cairan amnion yang terlalu banyak disebut polihidramnion (> 2
Liter) yang mungkin berkaitan dengan diabetes atau trisomi 18.
Sebaliknya, cairan yang kurang disebut oligohidramnion yang berkaitan
dengan kelainan ginjal janin, trisomi 21 atau 13, atau hipoksia janin.
Oligohidramnion dapat dicurigai bila terdapat kantong amnion yang
kurang dari 2 x 2 cm, atau indeks cairan pada 4 kuadran kurang dari 5
cm. Setelah 38 minggu, volume akan berkurang, tetapi pada post-term
oligohidramnion merupakan penanda serius apalagi bila bercampur
mekonium.12

2.4.4. Fungsi Cairan Amnion


Adapun fungsi cairan amnion adalah sebagai berikut:12
1. Sebagai pelindung bagi janin terhadap trauma dari luar
2. Melindungi talipusat dari tekanan

39
3. Memungkinkan pergerakan janin secara bebas sehingga mendukung
perkembangan sistem muskuloskeletal janin
4. Berperan dalam perkembangan paru janin
5. Melumasi kulit janin
6. Mencegah korioamnionitis pada ibu dan infeksi janin melalui sifat
bakteriostatik
7. Membantu mengendalikan suhu tubuh janin

2.4.5. Pemeriksaan Volume Cairan Amnion


Pemeriksaan dengan ultrasonografi adalah metode akurat untuk
memperkirakan volume cairan amnion dibandingkan pengukuran tinggi
fundus uteri. Penentuan AFI (Amniotic Fluid Index) adalah metode
semikuantitatif untuk memperkirakan volume cairan amnion.14

Gambar 2.9 Pengukuran cairan amnion berdasarkan empat kuadran.18

AFI adalah jumlah dari kantung amnion vertikal maksimum dalam


cm pada masing-masing empat kuadran uterus. AFI normal pada usia
kehamilan lebih dari 20 minggu: 5 20 cm. Mulai dari awal bulan
kelima, janin menelan cairan amnionnya sendiri dan diperkirakan janin
meminum cairan amnionnya 400ml/hari yaitu sekitar separuh dari
jumlah totalnya. Urin janin masuk ke dalam cairan amnion setiap hari
pada bulan kelima, tetapi urin ini sebagian besar adalah air, karena

40
plasenta saat itu berfungsi sebagai tempat pertukaran sisa-sisa
metabolisme. Pada saat lahir, membran amniokorion membentuk gaya
hidrostatik yang akan membantu melebarkan saluran leher rahim.15

2.5. Oligohidramnion
2.5.1. Definisi
Oligohidramnion adalah suatu keadaan abnormal dimana volume
cairan amnion kurang dari normal. Volume ketuban normal seharusnya
mencapai 300-500ml, tetapi pada kasus oligohidramnion volume air
ketuban kurang dari normal.(Linda K.Brown dan V. Ruth Bennett)
Oligohidramnion adalah suatu keadaan dimana air ketuban kurang dari
normal, yaitu kurang dari 500 cc atau setengah liter.16
Pada suatu keadaan tertentu banyaknya air ketuban berkurang dari
normal. Bila sampai kurang dari 500 cc maka akan disebut sebagai
oligohidramnion. Biasanya cairannya kental, keruh, berwarna kuning
kehijau-hijauan. Oligohidramnion merujuk pada jumlah cairan amnion
yang lebih sedikit (kurang dari 400ml).15
Oligohidramnion adalah kondisi di mana cairan ketuban terlalu
sedikit, yang didefinisikan sebagai indeks cairan amnion (AFI) di bawah
persentil 5. Volume cairan ketuban meningkat selama masa kehamilan,
dengan volume sekitar 30 ml pada 10 minggu kehamilan dan puncaknya
sekitar 1 L di 34-36 minggu kehamilan.15

2.5.2. Epidemiologi
Sekitar 8% wanita hamil memiliki cairan ketuban yang terlalu
sedikit. Oligohidramnion dapat terjadi kapan saja selama kehamilan,
tetapi pada umumnya sering terjadi pada trimester akhir masa
kehamilan. Sekitar 12% wanita yang masa kehamilannya melampaui
batas waktu perkiraan lahir (usia kehamilan 42 minggu) mengalami
oligohidramnion karena jumlah cairan ketuban yang berkurang hampir
setengah dari jumlah normal pada masa kehamilan. Di Amerika Serikat,

41
oligohidroamnion merupakan komplikasi pada 0.5% 5.5% kehamilan.
Severe oligohidramnion terjadi pada 0.7% kehamilan.16

2.5.3. Etiologi
Penyebab pasti oligohidroamnion belum diketahui sepenuhnya.
Mayoritas wanita hamil yang mengalami oligohidramnion tidak
diketahui pasti apa penyebabnya. Penyebab oligohidramnion yang telah
diketahui adalah cacat bawaan janin dan bocornya kantung/membran
cairan ketuban yang mengelilingi janin dalam rahim. Sekitar 7% bayi
yang mengalami oligohidramnion mengalami cacat bawaan, seperti
gangguan ginjal dan saluran kemih karena jumlah urin yang
diproduksi janin berkurang.17
Oligohidramnion hampir selalu tampak jelas jika terdapat obstruksi
saluran kemih janin atau agenesis ginjal. Agenesis ginjal merupakan
penyulit pada sekitar 1 dari 4000 kelahiran. Pada sonografi tidak terlihat
ginjal, dan kelenjar adrenal biasanya membesar dan menempati fosa
ginjal. Tanpa ginjal, tidak ada pembentukan urin, dan terjadi
oligohidramnion berat yang menyebabkan hipoplasia paru, kontraktur
ekstremitas, wajah tertekan yang khas, dan akhirnya kematian. Sebanyak
15% - 25% kasus yang dilaporkan berkaitan dengan anomali-anomali
janin. Kebocoran kronis akibat adanya defek di membran dapat cukup
banyak mengurangi volume cairan, tetapi umumnya segera terjadi
persalinan. Terpajan inhibitor ACE juga dilaporkan berkaitan dengan
oligohidramnion.19
Etiologi sekunder lainnya, misalnya pada ketuban pecah
dini (premature rupture of the membrane = PROM). Penyebab sekunder
biasanya dikaitkan dengan pecahnya membran ketuban, kehamilan post-
term sehingga terjadinya penurunan fungsi plasenta, gangguan
pertumbuhan janin, penyakit kronis yang diderita ibu seperti hipertensi,
diabetes mellitus, gangguan pembekuan darah, serta adanya penyakit
autoimun seperti Lupus Eritematosus Sistemik.12

42
Masalah lain yang juga berhubungan dengan oligohidramnion
adalah masalah karena pengobatan yang dilakukan untuk menangani
tekanan darah tinggi, yang dikenal dengan nama angiotensin-converting
enxyme inhibitor (contohnya captopril), dapat merusak ginjal janin dan
menyebabkan oligohidramnion parah dan dapat menyebabkan kematian
janin. Wanita yang memiliki penyakit tekanan darah tinggi yang kronis
seharusnya berkonsultasi terlebih dahulu dengan ahli kesehatan sebelum
merencanakan kehamilan untuk memastikan bahwa tekanan darahnya
dapat tetap terawasi baik dan pengobatan yang mereka gunakan aman
diminum selama masa kehamilan.16

2.5.4. Faktor Risiko


Wanita dengan kondisi-kondisi di bawah ini memiliki insiden
oligohidramnion yang tinggi:19
1. Anomali kongenital (misalnya: agenesis ginjal, sindrom potter).
2. Retardasi pertumbuhan intra uterin.
3. Ketuban pecah dini (24-26 minggu).

2.5.5. Diagnosis
Kecurigaan terjadinya oligohidramnion dari pemeriuksaan fisik
adalah bila tinggi fundus uteri lebih rendah dari yang diharapkan atau
dari usia kehamilan yang seharusnya. Pada pemeriksaan Ultrasonografi
ditemukan:19,12
1. Jumlah cairan amnion < 300 ml
2. Ukuran kantung amnion vertikal 2 cm tidak ada
3. AFI < 95 persentile untuk usia kehamilan tertentu
4. Pada kehamilan aterm AFI < 5 cm.

43
2.5.6. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang dapat terjadi adalah sebagai berikut:16
1. Uterus tampak lebih kecil dari usia kehamilan dan tidak ada
ballotemen.
2. Ibu merasa nyeri di perut pada setiap gerakan janin.
3. Sering berakhir dengan partus premature.
4. Bunyi jantung janin sudah terdengar mulai bulan kelima & terdengar
lebih jelas
5. Persalinan lebih lama daripada biasanya.
6. Pada saat his akan terasa sakit sekali.
7. Bila ketuban pecah, air ketuban yang keluar sedikit sekali bahkan
tidak ada yang keluar.

2.5.7. Patofisiologi
AFV (Amniotic Fluid Volume) meningkat secara bertahap pada
kehamilan dengan volume sekitar 30ml pada kehamilan 10 minggu dan
mencapai puncaknya sekitar 1L pada kehamilan 34-36 minggu. AFV
menurun pada akhir trimester pertama dengan volume sekitar 800ml
pada minggu ke-40. Berkurang lagi menjadi 350 ml pada kehamilan 42
minggu dan 250 ml pada kehamilan 43 minggu. Tingkat penurunan
sekitar 150 ml/minggu pada kehamilan 38-43 minggu. Mekanisme
perubahan tingkat produksi AFV belum diketahui dengan pasti
meskipun diketahui berhubungan dengan aliran keluar-masuk cairan
amnion pada proses aktif. Cairan amnion mengalami sirkulasi dengan
tingkat pertukaran sekitar 3600ml/jam.13 Faktor utama yang
mempengaruhi AFV:
1. Pengaturan fisiologis aliran oleh fetus
2. Pergerakan air dan larutan di dalam dan yang melintasi membrane
3. Pengaruh maternal pada pergerakan cairan transplasenta
Beberapa keadaan yang dapat menyebabkan oligohidramnion
adalah kelainan kongenital, PJT, ketuban pecah, kehamilan post-term,
insufisiensi plasenta, dan obat-obatan (misalnya dari golongan

44
antiprostaglandin). Kelainan kongenital yang paling sering adalah
kelainan saluran kemih (kelainan ginjal bilateral dan obstruksi uretra)
dan kelainan kromosom (triploidi, trisomi 18 dan 13). Trisomi 21 jarang
memberikan kelainan pada sauran kemih sehingga tidak menimbulkan
oligohidramnion. Insufisiensi plasenta oleh sebab apapun dapat
menyebabkan hipoksia janin. Hipoksia janin yang berlangsung kronis
akan memicu mekanisme redistribusi darah. Salah satu dampaknya
adalah terjadinya penurunan aliran darah ke ginjal, produksi urin
berkurang dan terjadi oligohidramnion.12 Secara umum, oligohidramnion
berhubungan dengan:
1. Ruptur membran amnion/Rupture of Amniotic Membranes (ROM)
2. Gangguan kongenital dari jaringan fungsional ginjal atau yang
disebut obstructive uropathy
3. Keadaan-keadaan yang mencegah pembentukan urin atau masuknya
urin ke kantong amnion.
4. Fetal urinary tract malformations, seperti renal agenesis, cystic
dysplasia dan atresia uretra.
5. Reduksi kronis dari produksi urin fetus sehingga menyebabkan
penurunan perfusi ginjal
6. Sebagai konsekuensi dari hipoksemia yang menginduksi redistribusi
cardiac output fetal.
7. Pada growth-restricted fetuse, hipoksia kronis menyebabkan
kebocoran aliran darah dari ginjal ke organ-organ vital lainnya.
8. Anuria dan oliguria.
9. Post-term gestation
10. Penurunan aliran darah dari ginjal fetus dan penurunan produksi urin
fetus.

45
Gambar 2.10 Patofisiologi Terjadinya Oligohidramnion18

2.5.8. Penatalaksanaan
Supaya volume cairan ketuban kembali normal, pada umumnya
akan dianjurkan ibu hamil untuk menjalani pola hidup sehat, terutama
makan makanan dengan asupan gizi berimbang. Pendapat bahwa satu-
satunya cara untuk memperbanyak cairan ketuban adalah dengan
memperbanyak porsi dan frekuensi minum adalah salah. Dan tidak benar
bahwa kurangnya air ketuban membuat janin tidak bisa lahir normal
sehingga harus dioperasi atau perabdominam. Bagaimanapun juga,
persalinan perabdominam merupakan pilihan terakhir pada kasus
oligohidramnion.16
Ibu hamil juga direkomendasikan untuk menjalani pemeriksaan
USG setiap minggu bahkan lebih sering untuk mengamati apakah jumlah
cairan ketuban terus berkurang atau tidak. Jika indikasi berkurangnya
cairan ketuban tersebut terus menerus berlangsung, disarankan supaya
persalinan dilakukan lebih awal dengan bantuan induksi untuk mencegah
komplikasi selama persalinan dan kelahiran.19,17
Jika wanita mengalami oligohidramnion di saat-saat mendekati
persalinan, dapat dilakukan tindakan memasukan larutan salin kedalam
rahim. Infus cairan kristaloid untuk mengganti cairan amnion yang

46
berkurang secara patologis sering digunakan selama persalinan untuk
mencegah penekanan tali pusat.19

2.5.9. Komplikasi
Oligohidramnion yang terjadi oleh sebab apapun akan berpengaruh
buruk kepada janin. Komplikasi yang sering terjadi adalah PJT,
hipoplasia paru, deformitas pada wajah dan skelet, kompresi tali pusat
dan aspirasi mekonium pada masa intrapartum, dan kematian janin.12
Mekanisme atau patofisiologi terjadinya oligohidramnion dapat
dikaitkan dengan adanya sindroma potter, dimana keadaan tersebut
merupakan suatu keadaan kompleks yang berhubungan dengan gagal
ginjal bawaan dan berhubungan dengan oligohidramnion.
Oligohidroamnion menyebabkan bayi tidak memiliki bantalan terhadap
dinding rahim. Tekanan dari dinding rahim menyebabkan gambaran
wajah yang khas (wajah Potter). Selain itu karena ruang di dalam rahim
sempit, maka anggota gerak tubuh akan menjadi abnormal atau
mengalami kontraktur dan terpaku pada posisi abnormal.
Oligohidroamnion juga menyebabkan terhentinya perkembangan paru
(hipoplasia paru) sehingga pada saat lahir paru tidak berfungsi
sebagaimana mestinya. Pada sindroma potter, kelainan yang utama
adalah gagal ginjal bawaan baik karena kegagalan pembentukan ginjal
atau yang disebut agenesis ginjal bilateral ataupun karena penyakit ginjal
lainnya yang akan menyebabkan ginjal gagal berfungsi. Dalam keadaan
normal, ginjal membentuk cairan amnion sebagai urin dan dengan tidak
adanya cairan amnion menyebabkan gambaran yang khas dari sindroma
potter.12,16 Gejala sindrom Potter berupa:
1. Wajah Potter (kedua mata terpisah jauh, terdapat lipatan epikantus,
pangkalhidung yang lebar, telinga yang rendah dan dagu yang
tertarik ke belakang)
2. Urin tidak terproduksi
3. Gawat pernafasan

47
Hipoplasia paru dilaporkan berkaitan dengan oligohidramnion
awitan dini dan terjadi pada sekitar 15% janin dengan oligohidramnion
yang teridentifikasi selama dua trimester pertama. Pada kehamilan ini,
terdapat beberapa kemungkinan yang dapat menyebabkan hipoplasia
paru. Pertama, penekanan pada toraks dan pengembangan paru. Kedua,
tidak adanya gerakan bernafas janin akan mengurangi aliran masuk
cairan ke paru.Ketiga dan yang paling diterima mengusulkan bahwa
pada keadaan oligohidramnion terjadi kegagalan menahan cairan amnion
atau peningkatan aliran keluar disertai dengan gangguan pertumbuhan
dan perkembangan paru. Oleh karena itu, jumlah cairan amnion yang
dihirup oleh janin normal berperan penting dalam pertumbuhan paru.19

2.5.10. Prognosis
Prognosis janin buruk pada oligohidramnion awitan dini dan hanya
separuh janin yang bertahan hidup. Sering terjadi persalinan prematur
dan kematian neonatus. Oligohidramnion berkaitan dengan pelekatan
antara amnion dan bagian-bagian janin serta dapat menyebabkan cacat
serius termasuk amputasi. Selain itu, dengan tidak adanya cairan
amnion, janin mengalami tekanan dari semua sisi dan menunjukkan
penampilan yang aneh disertai cacat muskuloskeletal seperti jari tabuh.19
Indeks cairan amnion yang kurang dari 5 cm setelah 34 minggu
berkaitan dengan peningkatan risiko kelainan hasil akhir janin. Sebagai
contoh, kehamilan dengan indeks cairan amnion intrapartum kurang dari
5 cm berisiko besar mengalami deselerasi denyut jantung janin variabel,
sesar atas indikasi distres janin, dan skor Apgar 5 menit yang kurang dari
7.19

2.6. Ketuban Pecah Sebelum Waktunya


2.6.1 Definisi
Ketuban pecah sebelum waktunya adalah uatu keadaan pecahnya
selaput ketuban baik dalam kehamilan maupun dalam persalinan
sebelum pembukaan 3 cm (sebelum fase aktif, masih dalam fase laten)1.

48
Bila ketuban pecah sebelum waktunya terjadi sebelum usia
kehamilan 37 minggu maka disebut ketuban pecah dini pada persalinan
prematur atau preterm premature rupture of membrane (PPROM).

2.6.2 Etiologi
Penyebab Ketuban Pecah Sebelum Waktunya meliputi9:
a. Hipermotilitas rahim yang sudah lama terjadi sebelum ketuban pecah.
b. Selaput ketuban terlalu tipis.
c. Pengaruh dari luar yang melemahkan ketuban seperti infeksi genitalia
dan meningkatnya enzim proteolitik. Masa interval sejak ketuban
pecah sampai terjadi kontraksi disebut fase laten. Makin panjang fase
laten, makin tinggi kemungkinan infeksi.
d. Riwayat KPSW sebelumnya.
e. Merokok selama kehamilan.
f. Faktor-faktor lain yang merupakan predisposisi adalah multipara,
malposisi, disproporsi, cervix incompeten, dan lain-lain

2.6.3 Patofisiologi
Ketuban pecah dalam persalinan pada umumnya disebabkan oleh
kotraksi uterus dan peregangan berulang. Selaput ketuban pecah karena
pada daerah tertentu terjadi perubahan biokimia yang menyebabkan
selaput ketuban inferior rapuh, bukan karena seluruh selaput ketuban
rapuh.1
Terdapat keseimbangan antara sintesis dan degradasi ekstraselular
matriks. Perubahan struktur, jumlah sel, dan katabolisme kolagen
menyebabkan aktivitas kolagen berubah dan menyebabkan selaput
ketuban pecah.1
Degradasi kolagen dimediasi oleh matriks metalloproteinase
(MMP) yang dihambat oleh inhibitor jaringan spesifik dan inhibitor
protease.1
Mendekati waktu persalinan, keseimbangan antara MMP dan
TMP-1 mengarah pada degradasi proteolitik dari matriks ekstraseluler

49
dan membran janin. Aktivitas degradasi proteolitik ini meningkat
menjelang persalinan.1
Selain itu terdapat teori yang mengatakan meningkatnya marker-
marker apoptosis di membrane fetal pada ketuban pecah sebelum
waktunya berbanding dengan membrane pada kehamilan yang normal.
Banyak penelitian yang mengatakan bahwa ketuban pecah sebelum
waktunya terjadi karena gabungan aktivitas-aktivitas degradasi kolagen
dan kematian sel yang membawa pada kelemahan dinding membran
fetal.2

2.6.4 Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang.1
a. Anamnesis
Dari anamnesis didapatkan penderita merasa basah pada vagina atau
mengeluarkan cairan yang banyak secara tiba-tiba dari jalan lahir.
b. Pemeriksaan Inspekulo
Nilai keadaan umum serviks, lihat dan perhatikan apakah memang
air ketuban keluar dari kanalis servisis dan apakah ada bagian yang
sudah pecah.
c. Nitrazine Test
Gunakan kertas lakmus (litmus). Bila menjadi biru (basa), air
ketuban. Jika menjadi merah, air kemih.
d. Mikroskopis: terlihat lanugo dan verniks kaseosa
e. USG: menilai jumlah cairan ketuban, menentukanusia kehamilan,
berat janin, letak janin, dan letak plasenta

2.6.5 Penatalaksanaan
1. Konservatif
Dilakukan apabila kehamilan preterm. Rawat di rumah sakit, berikan
antibiotik (ampisilin 4 x 500 mg atau eritromisin dan metronidazole
2 x 500 mg selama 7 hari). Jika umur kehamilan <32 34 minggu,

50
dirawat selama air ketuban masih keluar, atau sampai air ketuban
tidak lagi keluar. Jika usia kehamilan 32 37 minggu, belum inpartu,
tidak ada infeksi, bisa beri dexametasone, observasi tanda-tanda
infeksi, dan kesejahteraan janin. Terminasi pada kehamilan 37
minggu. Jika usia kehamilan 32 37 minggu, sudah inpartu, tidak
ada infeksi, berikan tokolitik (salbutamol), deksametason, dan
induksi setelah 24 jam. Jika usia kehamilan 32 37 minggu, ada
infeksi, berikan antibiotik dan lakukan induksi, nilai tanda-tanda
infeksi. Pada usia kehamilan 32 37 minggu berikan steroid untuk
pacu kematangan paru janin.

2. Aktif
Kehamilan > 37 minggu, induksi dengan oksitosin. Bila gagal seksio
sesarea. Dapat diberikan misoprostol 25 50 mikrogram
intravaginal/6 jam maksimal 4 kali. Bila ada tanda infeksi berikan
antibiotik dan persalinan diakhiri.
Bila skor pelvik < 5, lakukan pematangan serviks, kemudian
induksi. Jika tidak berhasil, akhiri dengan seksio sesarea.
Bila skor pelvik > 5, induksi persalinan.

Gambar 2.1. Bishop Score.

51
2.6.6 Komplikasi
Komplikasi yang timbul bergantung pada usia kehamilan. Dapat
terjadi infeksi maternal ataupun neonatal persalinan prematur, hipoksia
karena kompresi tali pusat, deformitas janin, meningkatnya insiden
seksio sesarea, atau gagalnya persalinan normal.2
a. Persalinan prematur
Setelah ketuban pecah biasanya disusl oleh persalinan. Periode laten
tergantung umur kehamilan. Pada kehamilan aterm 90% terjadi
dalam 24 jam setelah ketuban pecah. Pada kehamilan antara 28 34
minggu 50% persalinan dalam 24 jam. Pada kehamilan kurang dari
26 minggu persalinan terjadi dalam 1 minggu.
b. Infeksi
Risiko infeksi ibu dan anak meningkat pada KPSW. Pada ibu terjadi
korioamnionitis. Pada bayi dapat terjadi septicemia, pneumonia,
omfalitis. Sepsis neonatorum adalah infeksi aliran darah yang
bersifat invasive dan ditandai dengan ditemukannya bakteri dalam
cairan tubuh seperti darah, cairan sumsum tulang, atau air kemih.
c. Hipoksia dan Asfiksia
Dengan pecahnya ketuban terjadi oligohidramnion yang menekan
tali pusat hingga terjadi asfiksia atau hipoksia. Terdapat hubungan
antara terjadinya gawat janin dan derajat oligohidramnion, semakin
sedikit air ketuban, semakin gawat.
d. Sindrom Deformitas Janin
Ketuban yang pecah terlalu dini menyebabkan pertumbuhan janin
terhambat, kelainan disebekan kompresi muka dan anggota badan
janin, serta hipoplasi pulmonary

2.6.7 Prognosis
Prognosis ditentukan oleh cara penatalaksanaan dan komplikasi-
komplikasi yang mungkin timbul serta umur kehamilan.2

52
2.7. Letak Lintang
2.7.1 Definisi
Letak lintang adalah suatu letak janin dengan sumbu panjang janin
tegak lurus terhadap sumbu panjang ibu.pb Frekuensi untuk terjadinya
letak lintang adalah 0,4% dari seluruh kehamilan.sar

2.7.2 Etiologi dan Faktor Predisposisi


Adapun etiologi dari letak lintang adalah sebagai berikut.pl
1. Semua faktor yang menghalangi turunnya kepala kedalam panggul,
misalnya pangul sempit, plasenta previa, tumor previa, mioma uteri
dan anomali fetus.
2. Semua factor yang memudahkan fetus bergerak, misalnya dinding
perut kendor (multiparitas, abdomen pendulans), hidramnion dan
prematuritas.
3. Keadaan cavum uteri yang menyebabkan sumbu panjang kira-kira
sama dengan sumbu melintang, misalnya uterus bikornus, uterus
subseptus dan plasenta terletak di fundus uteri.

Umumnya penyebab terjadinya letak lintang belum jelas, tetapi ada


beberapa factor predisposisi seperti sebagai berikut.pb
Multiparitas
Bayi kembar
Hidramnion
Oligohidramnion
Hidrosefalus
Anensefalus
Letak sungsang pada kehamilan sebelumnya
Anomali uterus
Tumor-tumor dalam panggul.

53
2.7.3 Diagnosispl
A. Pemeriksaan Luar
Inspeksi
Didapatkan perut terlihat melebar ke samping.
Palpasi
Leopold I: tinggi fundus uteri lebih rendah dibandingkan
dengan umur kehamilan.
Leopold II: teraba bokong atau kepala janin pada salah satu
sisi
Leopold III & IV: denyut jantung janin terdengar jelas sekitar
pusat.

B. Pemeriksaan Dalampl
Setelah ketuban pecah, pada pemeriksaan dalam akan mudah diraba:
Sisi dada: tulang iga sebagai garis-garis
Skapula atau acromion sebagai penunjuk
Klavikula: arah penutupan aksila menunjukkan posisi kepala.
Kadang-kadang tangan kanan atau kiri menumbung kedalam
vagina dan keluar dari vulva.

C. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang berupa USG dan radiologi hanya dilakukan
apabila dengan pemeriksaan dalam ditemukan kesulitan.pl USG
dilakukan pada usia kehamilan 32 34 minggu.pb

2.7.4 Penatalaksanaan
Dapat dilakukan penatalaksanaan dengan pilihan sebagai berikut.pl
1. Versi luar
Versi adalah suatu prosedur mengubah presentasi janin dengan
melakukan manipulasi fisik, baik mengubah salah satu kutub ke
kutub yang lain pada presentasi memanjang, ataupun mengubah letak
oblik atau lintang menjadi presentasi memanjang. Pada versi

54
eksternal, manipulasi dilakukan pada dinding abdomen. Versi
internal, manipulasi dilakukan di dalam rongga uterus.cu563
Pada janin letak lintang dapat dilakukan versi luar, hanya bila
tidak ada kontra indikasi. Adapun kontra indikasi versi adalah jika
pelahiran per vaginam bukanlah pilihan seperti pada kasus plasenta
previa atau status janin tidak stabil. Riwayat insisi pada uterus
sebelumnya merupakan kontra indikasi relatif, meskipun dalam
penelitian yang kecil disebutkan bahwa versi eksternal tidak
menyebabkan ruptur uterus pada wanita yang pernah mengalami
pelahiran Caesar. Sebaiknya versi pada keadaan letak lintang
dilakukan pada umur kehamilan diatas 32 minggu.pl, cu563
2. Versi ekstraksi
Dapat dilakukan pada gemelli anak kedua, jika ketuban baru pecah/
dipecahkan.
3. Seksio caesarea
Merupakan pertolongan utama pada letak lintang.

55
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1. Identitas Pasien


Pasien
Nama : Ny. Y
TTL : Baturaja, 21 Mei 1990
Umur : 27 tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Pendidikan : SD
Agama : Islam
Alamat : Jalan Muhajirin No. 4, Kelurahan Palem Raya RT 06 RW
01. Kecamatan Indralaya Utara, Kabupaten Ogan Ilir,
Sumatra Selatan.
Suku : Komering
No. RM : 54.58.42
MRS : Rabu, 1 November 2017 pukul 01.30 WIB.

Suami Pasien
Nama : Sobirin
TTL : Indralaya, 9 Oktober 1984
Umur : 33 tahun
Pekerjaan : Petani
Pendidikan : SD
Agama : Islam
Alamat : Jalan Muhajirin No. 4, Kelurahan Palem Raya RT 06 RW
01. Kecamatan Indralaya Utara, Kabupaten Ogan Ilir,
Sumatra Selatan.
Suku : Komering.

56
3.2. Anamnesis
Dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 3 November 2017 pukul
08.00 WIB.

A. Keluhan Utama
Keluar air-air dari kemaluan sebanyak 3 kali ganti kain sejak 4,5 jam
SMRS pada hamil kurang bulan.

B. Riwayat Perjalanan Penyakit


Pasien datang dengan keluhan keluar air-air dari kemaluan sebanyak 3
kali ganti kain sejak 4,5 jam SMRS. Pasien juga mengaku keluar
darah bercampur lendir dari kemaluan sejak 5 jam SMRS, keluhan ini
pernah dirasakan 3 bulan sebelumnya, tetapi darah yang keluar hanya
berupa flex seujung jari. Selain itu pasien juga mengeluh sakit perut
menjalar ke pinggang yang semakin lama semakin nyeri dan sering.
Dua hari SMRS pasien mengaku mengalami demam tinggi, menggigil,
disertai mual dan muntah. Riwayat trauma, pernah diurut ataupun coitus
tidak ada. Ibu mengaku hamil kurang bulan, gerakan anak masih
dirasakan.

C. Riwayat Menstruasi
Usia Menarke : 13 tahun
Sikluas Haid : 28 hari
Lama Haid : 6 hari, 2-3 kali ganti pembalut/hari
Keluhan Saat Haid : Tidak ada
HPHT : 2 April 2017
TP : 9 Januari 2018

D. Riwayat Perkawinan
Status Pernikahan : 1x
Lama Menikah : 11 tahun
Usia Menikah : 16 tahun

57
E. Riwayat Kontrasepsi
Menggunakan pil KB pada tahun 2009 2011
KB suntik tiap 3 bulan pada tahun 2013 2016.

F. Riwayat ANC
Trimester I : (-)
Trimester II : 1 kali.

G. Riwayat Kehamilan dan Persalinan


1. Hamil ke-1: Preterm/ 2008/ Laki-laki/ 800 gram/ Bidan/ RS
Linggau/ Spontan
2. Hamil ke-2: Aterm/ 2009/ Perempuan/ 3000 gram/ Bidan/ Praktek
Bidan/ Spontan
3. Hamil ke-3: Posterm/ 2012/ Perempuan & Laki-Laki/ 2500 gram &
2300 gram/ Bidan/ Praktek Bidan/ Spontan
4. Kehamilan saat ini.

H. Riwayat Penyakit Terdahulu


Pasien meyangkal memiliki riwayat penyakit hipertensi, asma, penyakit
jantung, diabetes mellitus, serta kejang-kejang saat hamil sebelumnya.
Terdapat riwayat alergi makanan tinggi protein seperti telur, udang dan
ikan laut. Riwayat alergi obat tidak ada.

I. Riwayat Penyakit Keluarga


Pasien meyangkal di keluarga memiliki riwayat penyakit hipertensi,
asma, penyakit jantung, diabetes mellitus, alergi makanan dan obat-
obatan serta kejang-kejang saat hamil sebelumnya.

58
3.3. Pemeriksaan Fisik
A. Status Generalis
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tinggi Badan : 155 cm
Berat Badan : 47 kg
Tekanan Darah : 110/60 mmHg
Nadi : 60 x/menit
Pernapasan : 20 x/menit
Suhu : 36,6C

Pemeriksaan Fisik
Kepala : Normocephali
Mata : Conjungtiva anemi (-/-), sklera ikterik (-/-) edema
periorbital (-/-)
Leher : Pembesaran KGB (-), pemesaran kelenjar thyroid (-)
Thorax : Inspeksi : simetris, retraksi sela iga (-)
Palpasi : stem fremitus (+/+) sama kanan dan kiri
Perkusi: sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : vesikuler (+/+) ronki (-/-) wheezing (-/-)
Cor : Inspeksi : iktus kordis tidak tampak
Palpasi : iktus kordis tidak teraba
Perkusi : batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : bunyi jantung I/II (+/+) normal, regular.
Murmur (-) gallop (-)
Abdomen : Inspeksi: perut membesar sesuai umur kehamilan, luka
bekas operasi (-), striae gravidarum (+)
Auskultasi: bising usus (+) normal
Perkusi : tidak dilakukan
Palpasi : hepar dan lien sulit dinilai
Genitalia : discharge (-)
Ekstremitas : akral dingin (-/-) edema (-/-)

59
B. Status Obstetrikus
Pemeriksaan Luar
Leopold I : TFU: 3 jari diatas pusar/ 22 cm/ teraba
punggung.
Leopold II : teraba kepala di kanan, janin melintang
Leopold III : Bagian terbawah tidak teraba
Leopold IV : Konvergen, belum masuk pintu atas
panggul
DJJ : 132x/menit
His : < 2x dalam 10 menit, 20 30 detik
Taksiran Berat Janin : (22-13) x 155= 1,395 gram.

Pemeriksaan Dalam
Posisi portio : Medial
Konsistensi : Lunak
Pembukaan : 4 cm
Ketuban : (-)
Pendataran : 25%
Presentasi : Belum dapat dinilai
Penurunan : 4/5
UUK : Tidak teraba
Sutura : Tidak teraba
Inspekulo : Tidak dilakukan

60
3.4. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
Dilakukan pemeriksaan darah rutin pada tanggal 1 November 2017 pukul
13.00 WIB dengan hasil sebagai berikut.
Hematologi Hasil Nilai Normal
Hemoglobin 13,8 12-14 g/dl
Leukosit 15.900 5.000 10.000/ul
Trombosit 180.000 150.000 400.000/ul
Hematokrit 38 37-43%
Hitung Jenis
Basofil 0 0 1%
Eosinofil 1 1 3%
Neutrofil Batang 2 2 6%
Neutrofil Segmen 86 50 70%
Limfosit 5 20 40%
Monosit 5 2 8%
Golongan Darah
ABO AB
Rhesus +
Waktu Perdarahan 3 1 6 menit
Waktu Pembekuan 12 10 15 menit

61
Pemeriksaan USG
Dilakukan pemeriksaan USG pada tanggal 1 November 2017 pukul 10.00
WIB dengan hasil sebagai berikut.

Kesan:
Janin tunggal hidup lintang, kepala di sebelah kanan
DJJ (+), gerakan (+)
Cairan ketuban <<<
Usia kehamilan: 23 24 minggu

62
3.5. Diagnosis Kerja
G4P3A0 hamil 23-24 minggu inpartu kala I fase aktif dengan partus
prematurus imminens + ketuban pecah sebelum waktunya janin tunggal
hidup letak lintang dengan oligohidramnion.

3.6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan saat assesement awal pada tanggal 1 November 2017
pukul 01.30 WIB adalah sebagai berikut.
Observasi KU dan TTV
Observasi his dan DJJ
IVFD Dextrose 5% + MgSO4 40% 1 flash gtt 20 x/menit
Injeksi Dexamethasone 2 x 2 amp
Injeksi Cefotaxime 2 x 1 gram
Histolan 2 x 1 tab
Pemasangan Dower Catheter
Rencana USG

3.7. Follow Up
Hari/Tanggal Follow Up
Rabu, 1 November 2017 S/ Os masuk melalui PONEK pukul 01.20 WIB dengan
Pukul 01.30 WIB keluhan keluar air-air sejak pukul 21.00 WIB. Os mengaku
hamil 7 bulan, anak ke-4. R/ abortus (-). R/ anak ke-1:
(+), anak ke-3 kembar.
HPHT: 2 April 2017
TP: 9 Januari 2018.
O/ KU: Baik
TD: 110/70 mmHg
N: 82 x/m
RR: 20 x/m
T: 36,1o c
Palpasi TFU 2 jari bawah pusar
PD: Pembukaan 2 cm. Ketuban (-) merembes

63
Skala nyeri 2
A/ KPSW + PPI pada G4P4A0 hamil 30 minggu
P/ Observasi KU dan TV
Observasi his dan DJJ
IVFD D5 + MgSO4 40% 1 flash gtt 20x/menit
DC (+)
Injeksi Cefotaxime 2 x 1 gram
Injeksi Dexamethasone 2 x 2 amp
Histolan 2 x 1 tab
Rabu, 1 April 2017 Ibu pindah dari PONEK ke VK
Pukul 02.00 WIB
Rabu, 1 April 2017 S/ (-)
Pukul 10.00 WIB O/ Dilakukan USG:
JTH letak lintang
DJJ (+), gerak janin (+)
Cairan ketuban <<<
Usia kehamilan 23 24 minggu
A/ Hamil 23 24 minggu JTH letli + oligohidramnion
P/ Tatalaksana teruskan.
Rabu, 1 November 2017 S/ Keluar air-air
Pukul 18.00 WIB O/ KU: Baik
TD: 100/60 mmHg
N: 80x/menit
RR: 20x/menit
T: 36,0C
A/ KPSW + PPI pada G4P3A0 hamil 23 24 minggu letli +
oligohidramnion
P/ Observasi KU dan TTV
IVFD D5 + MgSO4 40% 1 flash gtt 20x/menit
Injeksi Cefotaxime 2 x 1 gram
Injeksi Dexamethasone 2 x 2 amp
Histolan 2 x 1 tab

64
DC (+)
R/ USG ulang besok
Kamis, 2 November S/ keluar air-air
2017 Pukul 05.00 WIB O/ KU: Baik
DJJ: 131 x/m
A/ KPSW + PPI pada G4P3A0 hamil 23 24 minggu letli
+ oligohidramnion
P/ Observasi KU + TTV
IVFD D5 + MgSO4 40% 1 flash gtt 20x/menit
Injeksi Cefotaxime 2 x 1 gram
Injeksi Dexamethasone 2 x 2 amp
Histolan 2 x 1 tab
DC (+)
R/ USG ulang besok
Kamis, 2 November S/ Keluar air-air
2017 Pukul 07.00 WIB O/ KU: Baik
Sens: CM
TD: 110/60 mmHg, HR: 78 x/m, RR: 20 x/m, T: 36,5oc
TFU: 3 jari diatas pusar
A/ G4P3A0 hamil preterm dengan KPSW +
oligohidramnion JTH letli
P/ Observasi KU + TTV
IVFD D5 + MgSO4 40% 1 flash gtt 20x/menit
Injeksi Cefotaxime 2 x 1 gram
Injeksi Dexamethasone 2 x 2 amp
Histolan 2 x 1 tab
DC (+)
R/ USG ulang
Kamis, 2 November S/ (-)
2017 Pukul 10.00 WIB O/ KU: Baik
TD: 110/70 mmHg
TFU: 3 jari bawah pusar

65
A/ G4P3A0 hamil preterm dengan KPSW +
oligohidramnion JTH letli
P/ Observasi KU + TTV
IVFD D5 + MgSO4 40% 1 flash gtt 20x/menit
Injeksi Cefotaxime 2 x 1 gram
Injeksi Dexamethasone 2 x 2 amp
Histolan 2 x 1 tab
C (+)
R/ USG ulang
Kamis, 2 November S/ (-)
2017 Pukul 12.00 WIB O/ PD: pembukaan 2 3 cm
A/ G4P3A0 hamil 23 24 minggu inpartu kala I fase aktif
dengan KPSW + PPI
P/ IVFD RL + induksin 1 amp gtt XX
Cefotaxime 2x1
R/ Lakukan intoto
Kamis, 2 November S/ (-)
2017 Pukul 16.00 WIB O/ KU: Baik
TD: 120/70 mmHg, HR: 80 x/m
TFU: 4 jari bawah pusar, memanjang, puka
PD: 2 cm, ketuban (+) merembes, portio lunak
A/ KPSW + PPI pada G4P3A0 hamil 23 -24 minggu letli +
oligohidramnion
P/ Observasi KU + TTV
Observasi kemajuan persalinan
Tatalaksana diteruskan.
Kamis, 2 November PD: 2 cm, ketuban (-), kepala H-II
2017 Pukul 18.30 WIB DJJ: (+) 130 x/m
IVFD RL + I oxytocin gtt 20 x/m kolf I
Kamis, 2 November S/ (-)
2017 Pukul 21.00 WIB O/ KU: baik
TFU 4 jari bawah pusar, memanjang puka DJJ 135 x/m

66
A/ KPSW + PPI pada G4P3A0 hamil 23 -24 minggu letli +
oligohidramnion
P/ Observasi KU + TTV
Observasi his dan DJJ
Jumat, 3 November 2017 S/ Perut terasa mules sejak 4 jam yang lalu, hilang timbul
Pukul 07.00 WIB O/ KU: Baik
Sens: CM
TD: 110/60 mmHg, HR: 52 x/m, RR: 20 x/m, T: 36,6oc
A/ G4P3A0 hamil preterm 23 24 minggu dengan KPSW +
oligohidramnion JTH letli
P/ Observasi KU + TTV
Observasi his dan DJJ
Jumat, 3 November 2017 S/ Os merasa perutnya semakin sakit da nada rasa
Pukul 09.30 WIB dorongan ingin meneran
O/ KU: Baik
TD: 110/70 mmHg, N: 81 x/m, RR: 20 x/m, T: 36,5oc
PD: pembukaan 8 cm, portio lunak, ketuban (-), kepala H-
II, his (+) DJJ: 121 x/m
A/ G4P3A0 hamil 23 24 minggu inpartu kala I fase aktif
JTH preskep dengan KPSW
P/ Observasi KU + TTV
Berikan posisi yang nyaman saat meneran
Siapkan alat dan didekatkan
Jumat, 3 November 2017 S/ Os mengaku ingin meneran
Pukul 10.15 WIB O/ KU: Baik
TD: 120/80 mmHg, N: 82 x/m
PD: pembukaan lengkap, ketuban (-), kepala H-II, DJJ:
110x/m
A/ G4P3A0 hamil 23 24 minggu inpartu kala II JTH
preskep
P/ Observasi KU + TTV
Memimpin persalinan

67
Pukul 10.30 bayi laki-laki lahir spontan terbungkus selaput
lengkap dengan plasenta, A/S 1/1, BB: 600 gr, PB: 31
cm,RR: 6 x/m.
Dilakukan VTP + RJP > 5 siklus
Injeksi epinefrin 0,6 cc
Dilakukan VTP + RJP > 5 siklus
Dilakukan evaluasi
Pupil midriasis maksimum (+/+) monitor EKG flat
HR: tidak teraba
Os dinyatakan meninggal dunia oleh dokter jaga (dr.
Anisah) pkl. 10.50 WIB.
Perdarahan biasa, kontraksi uterus baik, perineum utuh.
Jumat, 3 November 2017 S/ (-)
Pukul 12.00 WIB O/ TD: 110/80 mmHg
A/ P4A0 post partum spontan intoto
P/ IVFD RL + oxytocin 2 amp gtt XX
Cefotaxime 3x1
Asam mefenamat 6
Neurodex 2x
Jumat, 3 November 2017 S/ Os pindahan dari VK
Pukul 12.15 WIB O/ KU: Baik
Perdarahan biasa, kontraksi uterus (+) baik
A/ Post partum spontan dengan KPSW
P/ Observasi KU + TTV
Observasi perdarahan
IVFD RL + ind 2 amp
Amoxicilin
Asam mefenamat
Neurodex
Jumat, 3 November 2017 S/ (-)
Pukul 14.00 WIB O/ KU: Baik
Perdarahan biasa, kontraksi uterus (+) baik

68
A/ Post partum spontan a/i KPSW
P/ Observasi KU + TTV
Observasi perdarahan
IVFD RL + ind 2 amp
Amoxicilin
Asam mefenamat
Neurodex
Sabtu, 4 November 2017 S/ (-)
Pukul 06.00 WIB O/ KU: Baik
TD: 120/80 mmHg, N: 80 x/m
Perdarahan biasa, kontraksi uterus (+) baik
A/ Post partum spontan a/i KPSW
P/ Observasi KU + TTV
Observasi perdarahan
IVFD sudah di aff
Amoxicilin
Asam mefenamat
Neurodex
Sabtu, 4 November 2017 S/ (-)
Pukul 07.00 WIB O/ KU: Baik
TD: 120/80 mmHg, N: 83 x/m, T: 36,6oc
Perdarahan biasa, kontraksi uterus baik
A/ Post partum spontan dengan KPSW
P/ IVFD RL gtt XX/m
Amoxicilin
Asam mefenamat
Neurodex.

69
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Apakah diagnosis sudah tepat?


Dilaporkan sebuah kasus tentang seorang wanita berusia 29 tahun
mengaku hamil kurang bulan datang ke Pelayanan Obstetri Neonatologi
Emergensi Komprehensif (PONEK) RSUD Palembang Bari pada tanggal
13 April 2017 pukul 20.20 WIB dengan keluhan sakit pinggang disertai
sesak nafas. Ibu mengaku sakit pinggang sejak 1 minggu yang lalu dan
sesak sejak awal kehamilan namun memberat sejak 1 jam sebelum masuk
rumah sakit.
Pengambilan data pada kasus ini dilakukan dengan menggunakan
data primer melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik langsung kepada
pasien, data sekunder yaitu melalui rekam medik. Dalam kesempatan kali
ini dilakukan telaah kasus mulai dari identitas pasien sampai pada lembar
follow up pasien.
1 minggu yang lalu pasien mengeluh sakit pinggang bagian bawah.
Ibu juga mengeluh sesak nafas dan pusing sejak awal kehamilan yang
semakin lama semakin berat. Sesak semakin berat sejak 1 jam sebelum
masuk rumah sakit. Pada awal kehamilan mual dan muntah terus-menerus.
Riwayat trauma tidak ada, riwayat coitus tidak ada, riwayat urut tidak ada,
riwayat keluar lendir darah tidak ada, dan riwayat keluar air-air tidak ada.
Ibu mengaku kurang bulan, gerakan anak masih dirasakan.
Pada pemeriksaan fisik, pasien tampak sakit sedang dan anemia
disertai takipneu. Status obstetrikus meliputi pemeriksaan dalam dan luar,
untuk pemeriksaan luar didapatkan TFU processus xiphoideus
umbilikus, punggung kiri, memanjang, belum masuk pintu atas panggul,
DJJ 130x/menit dan his tidak ada. Pada pemeriksaan dalam didapatkan
posisi portio posterior, konsistensi lunak, pembukaan 1 cm, selaput
ketuban ada, belum terdapat pendataran, presentasi belum dapat dinilai,

70
penurunan belum dapat dinilai, UUK belum dapat dinilai, dan sutura
belum dapat dinilai. Inspekulo tidak dilakukan.
Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik pada kasus ini
maka penulisan diagnosis awal pada kasus ini adalah G2P1A0 hamil 33-34
minggu belum inpartu dengan PPI dan anemia berat, janin tunggal hidup
presentasi kepala. Namun, berdasarkan tinjauan pustaka menurut
Prawirohardjo (2010) kriteria diagnosis partus prematurus iminens adalah:
Kontraksi yang berulang sedikitnya setiap 7-8 menit sekali atau 2-3
kali dalam waktu 10 menit
Adanya nyeri pada punggung bawah (low back pain)
Perdarahan bercak
Perasaan menekan daerah serviks
Pemeriksaan serviks menunjukkan telah terjadi pembukaan
sedikitnya 2 cm, dan penipisan 50-80%
Presentasi janin rendah, sampai mencapai spina isiadika
Selaput ketuban pecah dapat merupakan tanda awal terjadinya
persalinan preterm
Terjadi pada usia kehamilan 22-37 minggu

Pada kasus hanya didapatkan 2 kriteria untuk diagnosis PPI, yaitu


adanya nyeri punggung bawah (low back pain) dan terjadi pada usia
kehamilan 22-37 minggu. Sehingga pada kasus kurang memenuhi kriteria
partus prematurus iminens.
Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik pada kasus ini
pasien mengalami takipneu dan pusing, hal ini diakibatkan anemia yang
dialami penderita. Hal ini dibuktikan dengan hasil pemeriksaan
laboratorium, yaitu pemeriksaan darah rutin dengan kadar Hemoglobin 4,3
gr/dl. Berdasarkan tinjauan pustaka, anemia adalah kondisi ibu dengan
kadar hemoglobin dibawah 11 gr/dl pada trimester I dan III atau kadar
lebih kecil 10,5 gr/dl pada trimester II. Kadar Hb 9 - 10 gr/dl disebut
anemia ringan, Hb 7-8 gr/dl disebut anemia sedang, dan Hb < 7 gr/dl
disebut anemia berat.6

71
Dari pemeriksaan leopold 1-4 yang dilakukan dapat disimpulkan
pada Ibu ini terdapat satu janin dengan presentasi kepala dalam keadaan
hidup ditandai dengan adanya denyut jantung janin yang baik yaitu, antara
120-160 kali per menit.

4.2 Apakah penatalaksanaan sudah tepat?


Pada pasien diambil penatalaksanaan PPI yaitu mempertahankan
kehamilan se-aterm mungkin, melalui cara tirah baring, menghambat
proses persalinan preterm dengan tokolitik. Pemberian tokolitik pada
pasien ini berupa MgSO4. Hal ini sesuai dengan teori Prawirohardjo
(2010) bahwa jenis-jenis agen tokolitik yang dapat digunakan adalah
kalsium antagonis, obat -mimetik, MgSO4, dan penghambat produksi
prostaglandin. Dan diberikan terapi kortikosteroid berupa injeksi
Dexamethasone. Hal ini sesuai dengan teori Prawirohardjo (2010) bahwa
pemberian kortikosteroid dimaksudkan untuk pematangan surfaktan paru
janin pada persalinan preterm. Pasien juga diberikan injeksi Cefotaxime.
Hal ini sesuai teori bahwa pemberian antibiotik profilaksis digunakan
untuk mencegah terjadinya infeksi.
Tatalaksana anemia pada pasien diberikan transfusi Packed Red
Blood Cell (PRC). Hal ini sesuai dengan teori bahwa transfusi PRC
diberikan untuk meningkatkan daya angkut oksigen pada pasien-pasien
anemia berat dengan kadar Hb < 7 gr/dl.
Pada 14 April 2017 diberikan Calcii glukonas post transfusi 3 kolf
PRC. Hal ini karena kadar Kalium dalam darah simpan 21 hari dapat naik
setinggi 32 mEq/L, sedangkan batas dosis infus kalium adalah 20
mEq/jam. Hiperkalemia menyebabkan aritmia sampai fibrilasi
ventrikel/cardiac arrest. Untuk mencegah hal ini diberikan Calsium
Glukonas 5 mg/kgBB I.V. Maksud pemberian kalsium disini karena
kalsium merupakan antagonis terhadap hiperkalemia.
Pada 17 April 2017, pasien diresepkan Amoxicilin, Hystolan,
Phenobarbital, dan Neurodex. Amoxicilin merupakan antibiotik golongan
penicilin. Hystolan merupakan isoxsuprine HCL yang digunakan untuk

72
relaksasi uterus. Phenobarbital merupakan obat antikonvulsi dan
antiepilepsi golongan barbiturat, termasuk ke dalam golongan D dalam
kategori keamanan obat dalam kehamilan. Golongan D adalah terdapat
bukti positif mengenai risiko terhadap janin manusia, tetapi besarnya
manfaat terapeutik yang diperoleh mungkin lebih besar dari risikonya.
Setelah anemia terkoreksi pasien dipulangkan dan dijadwalkan kontrol
kehamilan 2 minggu kemudian yaitu pada tanggal 2 Mei 2017.

73
74
BAB V
PENUTUP

5.1. Kesimpulan
Persalinan preterm adalah pengeluaran buah kehamilan antara 2836
minggu atau bayi dengan berat badan antara 10002500 gram
(Wirakusumah, 2015). Menurut usia kehamilan, persalinan preterm
diklasifikasikan menjadi preterm/ kurang bulan (usia kehamilan 32 36
minggu), very preterm/ sangat kurang bulan (usia kehamilan 28 32 minggu
dan extremely preterm/ ekstrim kurang bulan (usia kehamilan 20 27
minggu).
Persalinan preterm dapat menyebabkan kelainan jangka pendek
maupun jangka panjang. Kelainan jangka pendek yang sering terjadi adalah
Respiratory Distress Syndrome (RDS), perdarahan intra/periventrikular,
Necrotizing Entero Colitis (NEC), displasi bronko-pulmonar, sepsis dan
paten duktus arteriosus. Adapun kelainan jangka panjang sering berupa
kelainan neurologik seperti cerebral palsy, retinopati, retardasi mental serta
dapat terjadi disfungsi neurobehavioral dan prestasi di sekolah yang kurang
baik.
Dengan melihat permasalahan yang dapat terjadi pada bayi preterm,
maka menunda persalinan preterm memberikan suatu keuntungan. Upaya
penundaan dapat dilakukan dengan pemberian agen tokolitik yang diberikan
pada 48 jam pertama untuk memberikan kesempatan pemberian
kortikosteroid untuk pematangan paru janin. Salah satu agen tokolitik
adalah magnesium sulfat. Secara klinis, magnesium dalam dosis
farmakologi dengan dosis awal 4 g i.v diikuti dengan infus secara kontinu 2
g/jam biasanya menunda persalinan.

75

Anda mungkin juga menyukai