Anda di halaman 1dari 16

MOLA HIDATIDOSA PARSIAL

I.

PENDAHULUAN
Mola hidatidosa ialah suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar, dimana

tidak ditemukan janin dan hampir seluruh vili korialis mengalami perubahan
hidropik. Kehamilan mola merupakan gambaran histologi abnormal dari vili korionik
yang terdiri dari proliferasi trofoblas dan edema stroma vili. Mola umumnya terdapat
di dalam kavum uteri, tetapi ada kalanya juga berkembang di tuba falopi dan
ovarium. Mola hidatidosa dibedakan menjadi mola hidatidosa komplit dan mola
hidatidosa parsial.

1,2

Kedua jenis mola ini memiliki karakteristik gambaran

histopatologi dan sitogenetik yang berbeda. 3


Mola hidatidosa merupakan bagian dari Penyakit trofoblastik gestasional
(PTG). Penyakit trofoblastik gestasional melingkupi spektrum yang luas, mulai dari
mola hidatidosa parsial yang tidak berkomplikasi, hingga koriokarsinoma stadium IV.
Berdasarkan klasifikasi WHO, PTG meliputi mola hidatidosa parsial, mola hidatidosa
komplit, mola invasif, koriokarsinoma, tumor trofoblastik area plasenta, tumor
epiteloid, tumor trofoblastik, dan nodul area plasenta yang meluas. 4
Mola hidatidosa parsial dapat terbagi menjadi mola yang disertai dengan
embrio dan mola yang tidak disertai embrio. Penanganan umum mola hidatidosa
parsial membutuhkan penanganan khusus diakibatkan plasenta yang disertai dengan
fetus yang hidup. Keadaan demikian memiliki resiko kelahiran terjadi premature, dan
selanjutnya memiliki resiko terjadinya kehamilan dengan penyakoit trofoblastik
gestasional yang rekuren. Olehnya dibutuhkan penanganan yang lebih lanjut atas
kemungkinan kejadian berulang, dan keadaan yang dapat mengarah menjadi
koriokarsinoma. 4

II.

ANATOMI DAN FISIOLOGI


1.

Uterus dan Adneksa

Uterus merupakan organ fibromuskular dengan ukuran panjang 7-7,5 cm,


lebar di atas 5,25 cm, tebal 2,5 cm. letak uterus dalam keadaan fisiologis adalah
anteversiofleksio (serviks ke depan dan membentuk sudut dengan serviks uteri).
Uterus terdiri dari fundus uteri, korpus uteri dan serviks uteri. Fundus uteri adalah
bagian uterus proksimal, di situ kedua tuba falopi masuk ke uterus. Korpus uteri
adalah bagian uterus yang terbesar. Pada kehamilan bagian ini mempunyai fungsi
utama sebagai tempat janin berkembang. Rongga yang berada di korpus uteri
disebut kavum uteri. Serviks uteri terdiri atas pars vaginalis servisis uteri yang
dinamakan porsio dan pars supravaginalis servisis uteri adalah bagian serviks
yang berada di atas vagina. 2,5
Secara histologik uterus terdiri atas (dari dalam ke luar): endometrium di
korpus uteri danendoserviks di serviks uteri, otot-otot polos, dan lapisan serosa
yakni peritoneum viseral. Endometrium terdiri atas epitel kubik, kelenjar-kelenjar
dan jaringan dengan banyak pembuluh-pembuluh darah yang berkeluk-keluk.
Endometrium melapisi seluruh kavum uteri. Lapisan otot polos di sebelah dalam
berbentuk sirkuler, dan di sebelah luar berbentuk longitudinal. Di antara kedua
lapisan itu terdapat lapisan otot oblik, berbentuk anyaman. Lapisan ini paling
penting pada persalinan, karena sesudah plasenta lahir, berkontraksi kuat dan
menjepit pembuluh-pembuluh darah yang berada di tempat itu dan yang
terbuka.2,5
Uterus ini sebenarnya terapung-apung dalam rongga pelvis dengan
jaringan ikat dan ligamen yang menyokongnya, sehingga terfiksasi dengan baik.
Ligamen yang memfiksasi uterus yaitu ligamen kardinale sinistra et dekstra
(Mackenrodt), ligamen sakro-uterinum sinistra et dekstra, ligamen rotundum
sinistra et dekstra, ligamen latum sinistra et dekstra, ligamen infundibulopelvikum. 2,5
Tuba fallopi merupakan struktur tubular bilateral yang menhubungkan
kavum endometrium dengan kavum peritoneum, rata-rata panjangnya 10 cm. tuba
falopi terdiri atas pars interstisialis, bagian yang terdapat di dining uterus; pars

ismika, merupakan bagian medial tuba yang sempit seluruhnya; pars ampullaris,
bagian yang berbentuk sebagai saluran agak lebar, tempat konsepsi terjadi;
infundibulum, bagian ujung tuba yang terbuka kea rah abdomen dan mempunyai
fimbria. Fimbria berfungsi untuk menangkap telur untuk kemudian menyalurkan
telur ke dalam tuba. 2,5
Bagian luar tuba diliputi oleh peritoneum viseral, yang merupakan bagian
dari ligamentum latum. Otot di dinding tuba terdiri atas (dari luar ke dalam) otot
longitudinal dan otot sirkuler. Lebih ke dalam lagi didapatkan selaput yang
berlipat-lipat dengan sel-sel yang bersekresi dan bersilia yang khas, berfungsi
untuk menyalurkan telur atau hasil konsepsi kea rah kavum uteri dengan arus
yang ditimbulkan oleh getaran rambut getar tersebut. 2,5
Ovarium terletak bilateral, berwarna putih, strukturnya oval datar yang
menyimpan ovum. Ovarium berukuran panjang kira-kira 4 cm, lebar dan tebal
kira-kira 1,5 cm. pinggir atasnya atau hilusnya berhubungan dengan mesovarium
tempat ditemukannya pembuluh-pembuluh darah dan serabut-serabut saraf untuk
ovarium. Pinggir bawahnya bebas. Permukaan belakangnya menuju ke atas dan
belakang, sedangkan permukaan depannya ke bawah dan depan.ujung yang dekat
pada tuba terletak lebih tinggi daripada ujung yang dekat pada uterus, dan tidak
jarang diselubungi oleh beberapa fimbria dari infundibulum. Ujung ovarium yang
lebih rendah berhubungan dengan uterus dengan ligamentum ovarii proprium
tempat ditemukannya jaringan otot yang menjadi satu dengan yang ada di
ligamentum rotundum. 2,5
Struktur ovarium terdiri atas korteks di sebelah luar yang diliputi oleh
epithelium germinativum yang berbentuk kubik, dan di dalam terdiri dari stroma
serta folikel-folikel primordial; dan medulla di sebelah dalam korteks tempat
terdapatnya stroma dengan pembuluh-pembuluh darah, serabut-serabut saraf, dan
sedikit otot polos. Ovarium memiliki fibromuskular dan medulla vaskuler, serta
pada bagian luar korteks berisi stroma khusus dengan follikel, korpus luteum, dan

korpus albikans. Ovarium dilapisi oleh epitel kuboid. Granulosa dan sel-sel theca
bertanggungjawab terhadap produksi estrogen dan progesteron. 2,5
2. Plasenta
Perkembangan plasenta berasal dari trofoblas blastokis dan merupakan
organ gestasional pertama yang berkembang. Jaringan trofoblas normal mulai
berkembang dalam minggu pertama setelah fertilisasi. Blastokis terdiri dari sel
yang berlokasi di tengah (the inner cell mass) dan lapisan disekitarnya (the outer
cell mass). The inner cell mass berkembang menjadi menjadi jaringan embrio,
sedangkan the outer cell mass membentuk trofoblas, yang kemudian membentuk
plasenta. Trofoblas yang amat hiperplastik itu tumbuh tidak sama tebalnya dan
dalam 2 lapisan. Di sebelah dalam dibentuk lapisan sitotrofoblas (terdiri atas selsel yang mononukleus) dan di sebelah luar lapisan sinsisiotrofoblas, terdiri atas
nulleus-nukleus, tersebar tak rata dalam sitoplasma. Pada awal bulan ke empat
plasenta mempunyai dua komponen yaitu bagian fetal menempel pada korion
frondosum (Chorionic Plate) dan bagian maternal menempel pada desidua basalis
(basal plate).2,5
Plasenta berbentuk bundar atau hampir bundar dengan diameter 15 sampai
20 cm dan tebal lebih kurang 2.5 cm. Beratnya rata-rata 500 gram. Tali-pusat
berhubungan dengan plasenta biasanya di tengah (insersio sentralis). 2
Umumnya plasenta terbentuk lengkap pada kehamilan lebih kurang 16
minggu dengan ruang amnion telah mengisi seluruh kavum uteri. Bila diteliti
benar, maka plasenta sebenarnya berasal dari sebagian besar dari bagian janin,
yaitu vili koriales yang berasal dari korion, dan sebagian kecil dari bagian ibu
yang berasal dari desidua basalis.2
Darah ibu yang berada di ruang intervilier berasal dari arteri spiralis yang
berada di desidua basalis. Pada sistol darah disemprotkan dengan tekanan 70-80
mmHg seperti air mancur ke dalam ruang interviller sampai mencapai chorionic
plate, pangkal dari kotiledon-kotiledon janin. Darah tersebut membasahi semua

vili koriales dan kembali perlahan-lahan dengan tekanan 8 mmHg ke vena-vena di


desidua.2
Plasenta berfungsi sebagai alat yang memberi makanan pada janin,
mengeluarkan sisa metabolisme janin, memberi zat asam dan mengeluarkan CO2,
membentuk hormon, serta penyalur berbagai antibodi ke janin.2

Gambar 1. struktur plasenta


III.

EPIDEMIOLOGI
Insiden mola hidatidosa relatif konstan di USA dan eropa yaitu 1-2 per 1000

kehamilan. Baru-baru ini, jumlah ini meningkat pada beberepa negara di asia. Pada
studi yang dilakukan di Korea melaporkan insidens mola hidatidosa yaitu 2 dari 1000
kelahiran.1
Mola hidatidosa terjadi biasanya pada wanita dibawah 20 dan diatas 40 tahun.
Usia maternal pada spektrum reproduksi yang ekstrim merupakan faktor risiko untuk
terjadinya mola hidatidosa. Wanita usia kurang dari 20 tahun memiliki 1,5-2x lipat
resiko relatif lebih tinggi, wanita usia 36-40 tahun memiliki 2x risiko, dan umur lebih
dari 40 tahun resikonya menjadi 5-10 x lipat.1,6
Terdapat peningkatan resiko untuk terjadi penyakit trofoblastik berulang.
Hampir dari 5000 kehamilan mola, frekuensi rekuren adalah 1,3%. 1,5% untuk mola
hidatidosa komplit dan 2,7% untuk terjadinya mola hidatidosa parsial. Dengan 2
riwayat mola sebelumnya, berkowiz dkk melaporkan bahwa 23% wanita mengalami

kehamilan mola ketiga kalinya. Wanita dengan riwayat mola hidatidosa memiliki
resiko 10 kali lebih tinggi untuk menderita kehamilan mola kedua dan 1000 kali lebih
tinggi terkena koriokarsinoma dari pada wanita dengan riwayat hanya hamil normal.
Wanita dengan keadaan sosial ekonomi rendah memiliki resiko 10 kali untuk terkena
kehamilan mola.1 Untuk mola hidatidosa parsial, dilaporkan kejadiannya jarang
terjadi. Meski kemungkinan rekuren tinggi untuk terjadi, mola hidatidosa parsial
rekuren (RPHM) sangat jarang. Diperkirakan RPHM terjadi dalam 0,005 0,01%
untuk semua kehamilan. Kasus pertama RPHM dipublikasikan oleh Honore LH pada
tahun 1987. Laporan kasus RPHM yang telah dilaporkan hingga saat ini berjumlah 10
laporan kasus dalam literatur kedokteran berbahasa Inggris. 4
Mola hidatidosa parsial dapat berkembang menjadi penyakit trofoblastik
gestasional lanjut, namun sangat jarang terjadi, hanya sekitar 0,5%.1
IV.

ETIOLOGI DAN PATOGENESIS


Walaupun penyakit ini sudah dikenal sejak abad ke-6, tetapi sampai sekarang

belum diketahui dengan pasti penyebabnya. Berbagai teori telah diajukan, misalnya:
teori infeksi, teori defisiensi makanan, terutama protein tinggi, teori kebangsaan, teori
consanguinity.2 Teori yang paling cocok dengan keadaan adalah teori dari Acosta
Sison yaitu defisiensi protein, karena kenyataan membuktikan bahwa penyakit ini
lebih banyak ditemukan pada wanita dari golongan sosial ekonomi rendah. Akhirakhir ini dianggap bahwa kelainan tersebut terjadi karena pembuahan sebuah sel telur
dimana intinya telah hilang atau tidak aktif lagi oleh sebuah sel sperma yang
mengandung 23 X (haploid) kromosom, kemudian membelah menjadi 46 XX,
sehingga mola hidatidosa bersifat homozigot, wanita dan androgenesis. Kadang
terjadi pembelahan oleh dua sperma, sehingga terjadi 46 XX atau 46 XY.2,1,5
Beberapa teori yang digunakan untuk menjelaskan terjadinya mola hidatidosa.
Pertama teori Missed Abortion. Mudigah mati pada kehamilan 3 5 minggu (missed
abortion). Karena itu terjadi gangguan peredaran darah sehingga terjadi penimbunan
cairan dalam jaringan mesenkim dari villi dan akhirnya terbentuklah gelembung-

gelembung. Menurut Reynolds, kematian mudigah itu disebabkan oleh kekurangan


gizi berupa asam folat dan histidine pada kehamilan hari ke 13 dan 21. Hal ini
kemudian menyebabkan gangguan angiogenesis. Kedua, teori neoplasma dari Park
yang mengatakan bahwa yang abnormal adalah sel-sel trofoblas, yang mempunyai
fungsi abnormal juga, dimana terjadi resorpsi cairan yang berlebihan ke dalam vili
sehingga timbul gelembung. Hal ini menyebabkan gangguan peredaran darah dan
kematian mudigah.2,1
Mola hidatidosa parsial memperlihatkan karakteristik edema fokal pada
jaringan vili vaskular, hiperplasia trofoblastik fokal, dan sering terdapat adanya
jaringan embrio atau seperti selaput ketuban, talipusat atau kadang terdapat bentuk
jaringan fetus yang utuh, dengan >90% kejadiannya adalah karotip triploid. Triploid
ini diperkirakan muncul sebagai akibat dari fertilisasi sebuah oosit haploid oleh dua
spermatozoa (diandric) atau akibat dari fertilisasi dua oosit haploid oleh satu
spermatozoa. Mola hidatidosa parsial klasik memiliki kariotip triploid (69 kromosom)
dan keduanya terdapat kromosom paternal dan maternal. Pola kromosom sex yang
paling umum yaitu XXY. Genetik triploid dapat menyebabkan dua fenotip. Jika
kromosom haploid tambahan berasal dari paternal, menyebabkan mola hidatidosa
parsial. Jika berasal dari maternal maka janin berkembang.1,3,7

Gambar 2. Pembentukan genetik mola hidatidosa parsial 7

Mola hidatidosa parsial dapat terbagi menjadi mola yang disertai dengan
embrio dan mola yang tidak disertai embrio. Gambaran histologi menunjukan vili
korionik yang kurang membengkak dibanding pada mola yang komplit dan biasanya
hanya merupakan perubahan fokal. Mola hidatidosa parsial merupakan penyatuan
abnormal dari dua sperma dengan satu ovum dengan kromosom yang lengkap,
menghasilkan kariotip triploid. 3,8
V.

MANIFESTASI KLINIS
Secara makroskopik mola hidatidosa parsial sering menyerupai hasil konsepsi

normal dengan embrio yang awalnya ada. Embrio tesebut dapat berkembang terus
dan penegakan diagnosis dapat terjadi pada sekitar minggu ke-9 hingga 34 kehamilan.
Namun embrio dapat pula tidak berkembang/mati sehingga pada minggu ke 8-9
kehamilan, timbul gejala atau perdarahan, dan seringkali diagnosis mola hidatidosa
parsial sulit diketahui dan salah didiagnosis dengan missed abortion pada trimester
kedua. 1, 6
Tanda yang dapat ditemukan pada penderita mola hidatidosa parsial yakni
pembesaran uterus. Seiring usia kehamilan, uterus membesar normal, dan ditemukan
pembesaran yang tidak lazim (melebihi ukuran sesuai dengan usia kehamilan) hanya
pada 4% kasus. Penegakan diagnosis dengan pemeriksaan USG jarang didapatkan di
usia kehamilan muda. 6
Manifestasi klinis mola hidatidosa parsial biasanya tidak memiliki gejala
hormonal seperti yang dialami pasien dengan mola komplit, dan jarang terjadi
preeklampsia. Secara umum, pasien dengan mola parsial datang dengan tanda-tanda
dan gejala missed abortion atau incomplete abortion, yang tampak melalui
perdarahan yang ireguler atau terdeteksi melalui pemeriksaan USG rutin. Perdarahan
timbul berwarna merah segar karena berasal dari jaringan mola yang lepas dari
dinding uterus. Kadang-kadang timbul bekuan darah yang tersimpan dalam kavum
uterus yang kemudian akan mencair dan keluar berwarna merah ungu akibat proses
oksidasi. Perdarahan uterus abnormal yang bervariasi dari spotting sampai perdarahan

yang banyak dan dapat pertama kali terlihat antara minggu keenam dan kedelapan
setelah amenore.1 Perdarahan pada mola parsial ini terjadi dalam 75% kasus. 6
Selain perdarahan, hiperemesis dapat terjadi disebabkan oleh peningkatan
sekresi -hCG, meskipun belum pernah dipastikan sebagai penyebab hiperemesis
pada kehamilan normal. Peningkatan sekresi -hCG cukup moderat, namun tidak
terlalu tinggi pada mola hidatidosa parsial. Hiperemesis yang ditandai dengan mual
dan muntah yang berat. Keluhan hiperemesis terdapat pada 14-18% kasus pada
kehamilan kurang dari 24 minggu. 1
Anxietas dan tremor dapat terjadi. Serum hCG merupakan glikoprotein yang
mirip dengan TSH yang merangsang kelenjar tiroid menghasilkan hormom tiroid
sehingga terjadi hipertirodisme dan memberikan gambaran tirotoksikosis seperti
anxietas dan tremor.6
Gambaran Mola hidatidosa parsial
Umumnya 69,XXX atau 69,XXY

Kariotip
Patologi
Embrio-fetus
Amnion, RBC fetus
Edema vili
Trofoblastik hyperplasia
Inklusi stroma trofoblas
Gambaran klinis
Diagnosis
Ukuran uterus
Kista theca-lutein
Peningkatan -HCG
Komplikasi
Neoplasia trofoblas gestasional

Ada
Ada
Fokal, variabel
Fokal
Ada
Missed abortion
Lebih kecil dari usia kehamilan
Jarang
0,5%
Jarang
<5-10%

Tabel 1. Gambaran Mola hidatidosa parsial 1

VI.

PENEGAKAN DIAGNOSIS
Mola

hidatidosa

parsial

disertai

dengan

perkembangan

embrio

memperlihatkan riwayat anamnesis pasien yang terkadang tidak khas, tidak


seperti pada mola komplit. Keluhan hieperemesis kadang tidak terlalu berat,

perdarahan yang terjadi tida terlalu hebat dan jarang dikeluhkan adanya keluar
jaringan mola seperti buah anggur. Jarang dikeluhkan oleh pasien adanya
tanda toksemia gravidarum. Mola hidatidosa parsial juga jarang memberiksan
gejala-gejala hormonal seperti hiperemesis berat dan toksemia. 1,6,9
Pada

pemeriksaan

fisik,

didapatkan

pembesaran

uterus,

dengan

pembesaran yang melebihi ukuran sesuai dengan usia kehamilan hanya terjadi
pada 4% kasus. Pada auskultasi dapat ditemukan terdengar bunyi denyut
jantung janin. 2,6
Pada pemeriksaan ultrasonografi dapat ditemukan adanya fetus. Pada
kehamilan trimester I gambaran mola hidatidosa tidak spesifik, sehingga
seringkali sulit dibedakan dari kehamilan anembrionik, missed abortion,
abortus inkomplit, atau mioma uteri. Plasenta terlihat membesar dan terdapat
lesi anechoik yang difus dan multiple.6, 10

Gambar 3. Pemeriksaan USG pada usia gestasi 31 minggu dengan disertai


mola parsial 10
Mola hidatidosa parsial pada umumnya kurang menunjukkan hubungan
dengan peningkatan kadar -hCG, penelitian menggunakan antibodi
monoklonal dengan sensitivitas dan spesifitas tinggi untuk mengukur kadar hCG dan subunit bebasnya memberi kesimpulan bahwa sel-sel trofoblas pada
mola hidatidosa komplit dan parsial berbeda secara signifikan dalam hal
sekresi subunit bebas dari -hCG. Mola hidatidosa komplit mempunyai kadar
serum yang lebih tinggi dari presentasi -hCG bebas dibandingkan mola

10

hidatidosa parsial. Sebaliknya mola hidatidosa parsial mempunyai kadar


serum yang lebih tinggi dari persentasi -hCG bebas dibandingkan mola
hidatidosa komplit. Rata-rata perbandingan dari persentasi -hCG terhadap hCG pada mola hidatidosa komplit dan partial yakni 20,9 dan 2,4, berturutturut (P<0,005). 3
Pada pemeriksaan gambaran histopatologi, mola hidatidosa dicirikan oleh
abnormalitas pada vili korionik yang terdiri dari berbagai derajat proliferasi
trofoblas dan edema vili pada stroma. Trofoblas berhubungan dengan
kehamilan mola, berbeda dengan proliferasi normal trofoblas yang terjadi
tidak hanya pada ujung vili pada plasenta normal, tetapi pada semua
permukaan vili. Keberadaan vili hidropik lebih sedikit pada mola hidatidosa
parsial daripada mola hidatidosa komplit. Sisterna sentralis kurang banyak
pada umumnya, dan hidrops yang lebih fokal pada mola hidatidosa parsial.
Proliferasi trofoblas minimal. Mola hidatidosa parsial dihubungkan dengan
embrio dan sirkulasinya, oleh karena itu, vilinya dapat berisi kapiler dan selsel darah. 3

Gambar 4. Vili korionik vaskuler pada kehamilan normal di trimester pertama.

11

Gambar 5. Vili Korionik pada mola hidatidosa parsial3


Pemeriksaan Lain
Pemeriksaan lain yang harus dilakukan adalah pemeriksaan darah lengkap,
foto toraks untuk melihat gambaran emboli udara atau metastase ke paru, faal
pembekuan, dan pemeriksaan T3 dan T4 bila terdapat gejala tirotoksikosis.
Meskipun mola hidatidosa parsial jarang memberikan gejala-gejala hormonal
seperti tirotoksikosis namun bila ditemukan gejala seperti anxietas atau
tremor, pemeriksaan T3 dan T4 dapat dilakukan. 2, 9
Sekali diagnosis mola telah ditegakkan, pemeriksaan foto toraks harus
dilakukan. Dengan adanya fetus yang ditemukan, kehamilan dapat diteruskan
dengan pertimbangan bahwa keadaan maternal stabil, tidak ada perdarahan,
tirotoksikosis, atau tidak timbul hipertensi berat. Pasien harus diberikan
informed consent menagnani kemungkinan resiko terjadinya morbiditas

12

maternal yang dapat berlangsung parah dari komplikasi yang mungkin muncul
dalam melanjutkan kehamilan. 9,8
Penegakan diagnosis genetik prenatal dengan menggunakan pengambilan
sampel vili korialis dan atau amniosintesis direkomendasikan untuk
mengevaluasi karyotipe fetus. 9,8
VII.

DIAGNOSIS BANDING
Penyakit trofoblas gestasional harus dibedakan dari kehamilan normal

atau ektopik. Ultrasonografi berguna, dan level hCG meningkatkan akurasi


diagnosis. Analisis jaringan yang diperoleh dari dilatasi dan kuretase untuk
histologi dan kandungan DNA. 8,9
1. Kehamilan ganda
Kehamilan ganda merupakan suatu kehamilan dengan dua janin atau lebih.
Untuk

mempertimbangkan

ketepatan

diagnosis,

haruslah

difikirkan

kemungkinan kehamilan kembar bila didapatkan hal-hal berikut : (1) besarnya


uterus melebihi lamanya amenore (2) uterus bertambah lebih cepat dari
biasanya (3) penambahan berat badan ibu yang mencolok yang tidak
disebabkan edema atau obesitas (4) banyak bagian kecil teraba (5) teraba
bagian besar janin (6) teraba dua balotemen. Diagnosis pasti dapat ditentukan
dengan (1) terabanya 2 kepala, 2 bokong dan satu atau dua punggung (2)
terdengar dua denyut jantung yang letaknya berjauhan dengan perbedaan
kecepatan paling sedikit 10 denyut permenit (3) sonogram dapat membuat
diagnosis kehamilan kembar pada triwulan pertama (4) roentgen foto pada
abdomen.1,2
2. Hidramnion
Hidramnion atau kadang-kadang disebut juga polihidramnion adalah
keadaan dimana banyaknya air ketuban melebihi 2000 cc. Diagnosis
hidramnion mudah ditegakkan apabila ditemukan uterus yang lebih besar dari
tua kehamilan, bagian dan detak jantung janin sukar ditentukan. Bila
meragukan dapat dilakukan pemeriksaan radiologik atau ultrasonografi.2

13

3. Abortus
Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin
dapat hidup diluar kandungan dan sebagai batasan digunakan kehamilan
kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram. Pada
pemeriksaan USG tampak daerah anekhoik di dalam kavum uteri yang
bentuknya kadang-kadang menyerupai kantong gestasi, sehingga dapat
disalahtafsirkan sebagai kehamilan ganda. Derah anekhoik tersebut berasal
dari perdarahan subkorionik. Gambaran USG pada abortus inkomplitus tidak
spesifik. 2
VIII. PENATALAKSANAAN
Mola hidatidosa merupakan penyakit yang dapat diobati. Penatalaksanaan
mola ini sangat dipengaruhi oleh keinginan pasien untuk sembuh dan senantiasa
memantau keadaan dan melaksanakan pengobatan. Mola hidatidosa parsial sangat
jarang berkembang menjadi keganasan. Bila kehamilan diteruskan dengan
pertimbangan

bahwa

keadaan

maternal

stabil,

tidak

ada

perdarahan,

tirotoksikosis, atau tidak timbul hipertensi berat, maka pasien harus diiberikan
informed consent mengenai kemungkinan resiko terjadinya morbiditas maternal
yang dapat berlangsung parah dari komplikasi yang mungkin muncul dalam
melanjutkan kehamilan. 8
Bila kehamilan diakhiri atau embrio mati, dilakukan tindakan kuretasi
suction jaringan. Kuretase dilakukan untuk pasien yang masih ingin fertile.
Sebelumnya pasien dilakukan pemeriksaan kondisi kesehatan sekunder,
konsultasi kemungkinan kehamilan mola selanjutnya, dan kemungkinan
terjadinya perubahan menjadi keganasan. Kemudian dilanjutkan dengan
kemoterapi dengan lini pertama kombinasi agen kemoterapi yakni metotrexate
dan asam folinik. Adapun regimen kemoterapi lain dicantumkan dalam tabel
berikut. 8

14

Tabel 2. Regimen kemoterapi untuk PTG resiko rendah 8


Bila pasien tidak ingin lagi fertile, dapat dilakukan operasi histerektomi
dengan mola secara in situ. Pada pasien usia muda, ovarium tetap dipertahankan.8
Dilakukan pemantauan selanjutnya untuk mencegah terjadinya keganasan,
yakni : 8
-

Pemeriksaan kadar -hCG dalam waktu 2 minggu (diambil dengan 3

kali interval pengambilan sampel yang berbeda),


Pemeriksaan jaringan mola (histologi)
Tidak ada tanda-tanda metastasis

15

DAFTAR PUSTAKA

1. Cunningham FG, Hauth JC, et al. Gestational Trophoblastic Disease. Rouse


D, Rainey B et al (editors) in William Obstetric. Edisi 22. United States of
America. McGRAW-HILL. 2005. P. 157-60
2. Prawirohardjo S, Wiknjosastro H. Mola Hidatidosa dalam Ilmu Kandungan
Edisi ketiga. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2007. h.
260-7
3. B.A.M.Lisman et al. Vasculogenesis in complete and partial hydatidiform
mole pregnancies studied with CD34 immunohistochemistry. Human
Reproduction Vol.20, No.8 pp. 23342339, 2005
4. Shakuntala PN, et al. Reproductive Wastage in Recurrent Partial Hydatidiform
Mole: A Clinical Dilemma. Online Journal of Health and Allied Sciences.
South India. Volume 11, No. 4; Oct-Dec 2012
5. Garg R and Giontoli RL.Chapter 22, Anatomical of the Female Pelvis,
Chapter 45, Gestational Trophoblastic Disease. Fortner KB, Szymanski LM
(Editors). In The John Hopkins Manual of Gynecology and Obstetric, 3 rd
edition. Maryland. Lippincott Williams & Wilkins. 2007: P. 269-71, 527 - 29
6. Hanretty P.Kevin. Vaginal Bleeding in Pregnancy-Hydatidiform Mole. In
Obstetrics Illustrated Sixth Edition. United Kingdom: Elsevier. 2004. P.178-83
7. Savage Philip, Seckl Michael. Chapter 15: Trophoblast disease. In Dewhursts
Text Book of Obstetrics & Gynaecology Seventh Edition. United Kingdom:
Blackwell. 2007. P.117-23
8. Hui t. See, ralph s. Freedman, andrzej p. Kudelka, and john j. Kavanagh.
Gestational trophoblastic disease. In : gynecologic cancer. M. D. Anderson
cancer care series. Usa: Springer. 2006 P 226-38
9. Lisa E Moore, MD, FACOG. Hydatidiform Mole Follow-up. Emedicine,
Medscape. Available at : http://emedicine.medscape.com/article/254657followup#showall. Cited on June, 18th 2013
10. Tamrakar SR, Chawla CD. Preterm Gestation Along with Partial
Hydatidiform Mole and Alive Foetus. Kathmandu Univ Med J
2011;35(3):222-4.

16

Anda mungkin juga menyukai