I.
PENDAHULUAN
Mola hidatidosa ialah suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar, dimana
tidak ditemukan janin dan hampir seluruh vili korialis mengalami perubahan
hidropik. Kehamilan mola merupakan gambaran histologi abnormal dari vili korionik
yang terdiri dari proliferasi trofoblas dan edema stroma vili. Mola umumnya terdapat
di dalam kavum uteri, tetapi ada kalanya juga berkembang di tuba falopi dan
ovarium. Mola hidatidosa dibedakan menjadi mola hidatidosa komplit dan mola
hidatidosa parsial.
1,2
II.
ismika, merupakan bagian medial tuba yang sempit seluruhnya; pars ampullaris,
bagian yang berbentuk sebagai saluran agak lebar, tempat konsepsi terjadi;
infundibulum, bagian ujung tuba yang terbuka kea rah abdomen dan mempunyai
fimbria. Fimbria berfungsi untuk menangkap telur untuk kemudian menyalurkan
telur ke dalam tuba. 2,5
Bagian luar tuba diliputi oleh peritoneum viseral, yang merupakan bagian
dari ligamentum latum. Otot di dinding tuba terdiri atas (dari luar ke dalam) otot
longitudinal dan otot sirkuler. Lebih ke dalam lagi didapatkan selaput yang
berlipat-lipat dengan sel-sel yang bersekresi dan bersilia yang khas, berfungsi
untuk menyalurkan telur atau hasil konsepsi kea rah kavum uteri dengan arus
yang ditimbulkan oleh getaran rambut getar tersebut. 2,5
Ovarium terletak bilateral, berwarna putih, strukturnya oval datar yang
menyimpan ovum. Ovarium berukuran panjang kira-kira 4 cm, lebar dan tebal
kira-kira 1,5 cm. pinggir atasnya atau hilusnya berhubungan dengan mesovarium
tempat ditemukannya pembuluh-pembuluh darah dan serabut-serabut saraf untuk
ovarium. Pinggir bawahnya bebas. Permukaan belakangnya menuju ke atas dan
belakang, sedangkan permukaan depannya ke bawah dan depan.ujung yang dekat
pada tuba terletak lebih tinggi daripada ujung yang dekat pada uterus, dan tidak
jarang diselubungi oleh beberapa fimbria dari infundibulum. Ujung ovarium yang
lebih rendah berhubungan dengan uterus dengan ligamentum ovarii proprium
tempat ditemukannya jaringan otot yang menjadi satu dengan yang ada di
ligamentum rotundum. 2,5
Struktur ovarium terdiri atas korteks di sebelah luar yang diliputi oleh
epithelium germinativum yang berbentuk kubik, dan di dalam terdiri dari stroma
serta folikel-folikel primordial; dan medulla di sebelah dalam korteks tempat
terdapatnya stroma dengan pembuluh-pembuluh darah, serabut-serabut saraf, dan
sedikit otot polos. Ovarium memiliki fibromuskular dan medulla vaskuler, serta
pada bagian luar korteks berisi stroma khusus dengan follikel, korpus luteum, dan
korpus albikans. Ovarium dilapisi oleh epitel kuboid. Granulosa dan sel-sel theca
bertanggungjawab terhadap produksi estrogen dan progesteron. 2,5
2. Plasenta
Perkembangan plasenta berasal dari trofoblas blastokis dan merupakan
organ gestasional pertama yang berkembang. Jaringan trofoblas normal mulai
berkembang dalam minggu pertama setelah fertilisasi. Blastokis terdiri dari sel
yang berlokasi di tengah (the inner cell mass) dan lapisan disekitarnya (the outer
cell mass). The inner cell mass berkembang menjadi menjadi jaringan embrio,
sedangkan the outer cell mass membentuk trofoblas, yang kemudian membentuk
plasenta. Trofoblas yang amat hiperplastik itu tumbuh tidak sama tebalnya dan
dalam 2 lapisan. Di sebelah dalam dibentuk lapisan sitotrofoblas (terdiri atas selsel yang mononukleus) dan di sebelah luar lapisan sinsisiotrofoblas, terdiri atas
nulleus-nukleus, tersebar tak rata dalam sitoplasma. Pada awal bulan ke empat
plasenta mempunyai dua komponen yaitu bagian fetal menempel pada korion
frondosum (Chorionic Plate) dan bagian maternal menempel pada desidua basalis
(basal plate).2,5
Plasenta berbentuk bundar atau hampir bundar dengan diameter 15 sampai
20 cm dan tebal lebih kurang 2.5 cm. Beratnya rata-rata 500 gram. Tali-pusat
berhubungan dengan plasenta biasanya di tengah (insersio sentralis). 2
Umumnya plasenta terbentuk lengkap pada kehamilan lebih kurang 16
minggu dengan ruang amnion telah mengisi seluruh kavum uteri. Bila diteliti
benar, maka plasenta sebenarnya berasal dari sebagian besar dari bagian janin,
yaitu vili koriales yang berasal dari korion, dan sebagian kecil dari bagian ibu
yang berasal dari desidua basalis.2
Darah ibu yang berada di ruang intervilier berasal dari arteri spiralis yang
berada di desidua basalis. Pada sistol darah disemprotkan dengan tekanan 70-80
mmHg seperti air mancur ke dalam ruang interviller sampai mencapai chorionic
plate, pangkal dari kotiledon-kotiledon janin. Darah tersebut membasahi semua
EPIDEMIOLOGI
Insiden mola hidatidosa relatif konstan di USA dan eropa yaitu 1-2 per 1000
kehamilan. Baru-baru ini, jumlah ini meningkat pada beberepa negara di asia. Pada
studi yang dilakukan di Korea melaporkan insidens mola hidatidosa yaitu 2 dari 1000
kelahiran.1
Mola hidatidosa terjadi biasanya pada wanita dibawah 20 dan diatas 40 tahun.
Usia maternal pada spektrum reproduksi yang ekstrim merupakan faktor risiko untuk
terjadinya mola hidatidosa. Wanita usia kurang dari 20 tahun memiliki 1,5-2x lipat
resiko relatif lebih tinggi, wanita usia 36-40 tahun memiliki 2x risiko, dan umur lebih
dari 40 tahun resikonya menjadi 5-10 x lipat.1,6
Terdapat peningkatan resiko untuk terjadi penyakit trofoblastik berulang.
Hampir dari 5000 kehamilan mola, frekuensi rekuren adalah 1,3%. 1,5% untuk mola
hidatidosa komplit dan 2,7% untuk terjadinya mola hidatidosa parsial. Dengan 2
riwayat mola sebelumnya, berkowiz dkk melaporkan bahwa 23% wanita mengalami
kehamilan mola ketiga kalinya. Wanita dengan riwayat mola hidatidosa memiliki
resiko 10 kali lebih tinggi untuk menderita kehamilan mola kedua dan 1000 kali lebih
tinggi terkena koriokarsinoma dari pada wanita dengan riwayat hanya hamil normal.
Wanita dengan keadaan sosial ekonomi rendah memiliki resiko 10 kali untuk terkena
kehamilan mola.1 Untuk mola hidatidosa parsial, dilaporkan kejadiannya jarang
terjadi. Meski kemungkinan rekuren tinggi untuk terjadi, mola hidatidosa parsial
rekuren (RPHM) sangat jarang. Diperkirakan RPHM terjadi dalam 0,005 0,01%
untuk semua kehamilan. Kasus pertama RPHM dipublikasikan oleh Honore LH pada
tahun 1987. Laporan kasus RPHM yang telah dilaporkan hingga saat ini berjumlah 10
laporan kasus dalam literatur kedokteran berbahasa Inggris. 4
Mola hidatidosa parsial dapat berkembang menjadi penyakit trofoblastik
gestasional lanjut, namun sangat jarang terjadi, hanya sekitar 0,5%.1
IV.
belum diketahui dengan pasti penyebabnya. Berbagai teori telah diajukan, misalnya:
teori infeksi, teori defisiensi makanan, terutama protein tinggi, teori kebangsaan, teori
consanguinity.2 Teori yang paling cocok dengan keadaan adalah teori dari Acosta
Sison yaitu defisiensi protein, karena kenyataan membuktikan bahwa penyakit ini
lebih banyak ditemukan pada wanita dari golongan sosial ekonomi rendah. Akhirakhir ini dianggap bahwa kelainan tersebut terjadi karena pembuahan sebuah sel telur
dimana intinya telah hilang atau tidak aktif lagi oleh sebuah sel sperma yang
mengandung 23 X (haploid) kromosom, kemudian membelah menjadi 46 XX,
sehingga mola hidatidosa bersifat homozigot, wanita dan androgenesis. Kadang
terjadi pembelahan oleh dua sperma, sehingga terjadi 46 XX atau 46 XY.2,1,5
Beberapa teori yang digunakan untuk menjelaskan terjadinya mola hidatidosa.
Pertama teori Missed Abortion. Mudigah mati pada kehamilan 3 5 minggu (missed
abortion). Karena itu terjadi gangguan peredaran darah sehingga terjadi penimbunan
cairan dalam jaringan mesenkim dari villi dan akhirnya terbentuklah gelembung-
Mola hidatidosa parsial dapat terbagi menjadi mola yang disertai dengan
embrio dan mola yang tidak disertai embrio. Gambaran histologi menunjukan vili
korionik yang kurang membengkak dibanding pada mola yang komplit dan biasanya
hanya merupakan perubahan fokal. Mola hidatidosa parsial merupakan penyatuan
abnormal dari dua sperma dengan satu ovum dengan kromosom yang lengkap,
menghasilkan kariotip triploid. 3,8
V.
MANIFESTASI KLINIS
Secara makroskopik mola hidatidosa parsial sering menyerupai hasil konsepsi
normal dengan embrio yang awalnya ada. Embrio tesebut dapat berkembang terus
dan penegakan diagnosis dapat terjadi pada sekitar minggu ke-9 hingga 34 kehamilan.
Namun embrio dapat pula tidak berkembang/mati sehingga pada minggu ke 8-9
kehamilan, timbul gejala atau perdarahan, dan seringkali diagnosis mola hidatidosa
parsial sulit diketahui dan salah didiagnosis dengan missed abortion pada trimester
kedua. 1, 6
Tanda yang dapat ditemukan pada penderita mola hidatidosa parsial yakni
pembesaran uterus. Seiring usia kehamilan, uterus membesar normal, dan ditemukan
pembesaran yang tidak lazim (melebihi ukuran sesuai dengan usia kehamilan) hanya
pada 4% kasus. Penegakan diagnosis dengan pemeriksaan USG jarang didapatkan di
usia kehamilan muda. 6
Manifestasi klinis mola hidatidosa parsial biasanya tidak memiliki gejala
hormonal seperti yang dialami pasien dengan mola komplit, dan jarang terjadi
preeklampsia. Secara umum, pasien dengan mola parsial datang dengan tanda-tanda
dan gejala missed abortion atau incomplete abortion, yang tampak melalui
perdarahan yang ireguler atau terdeteksi melalui pemeriksaan USG rutin. Perdarahan
timbul berwarna merah segar karena berasal dari jaringan mola yang lepas dari
dinding uterus. Kadang-kadang timbul bekuan darah yang tersimpan dalam kavum
uterus yang kemudian akan mencair dan keluar berwarna merah ungu akibat proses
oksidasi. Perdarahan uterus abnormal yang bervariasi dari spotting sampai perdarahan
yang banyak dan dapat pertama kali terlihat antara minggu keenam dan kedelapan
setelah amenore.1 Perdarahan pada mola parsial ini terjadi dalam 75% kasus. 6
Selain perdarahan, hiperemesis dapat terjadi disebabkan oleh peningkatan
sekresi -hCG, meskipun belum pernah dipastikan sebagai penyebab hiperemesis
pada kehamilan normal. Peningkatan sekresi -hCG cukup moderat, namun tidak
terlalu tinggi pada mola hidatidosa parsial. Hiperemesis yang ditandai dengan mual
dan muntah yang berat. Keluhan hiperemesis terdapat pada 14-18% kasus pada
kehamilan kurang dari 24 minggu. 1
Anxietas dan tremor dapat terjadi. Serum hCG merupakan glikoprotein yang
mirip dengan TSH yang merangsang kelenjar tiroid menghasilkan hormom tiroid
sehingga terjadi hipertirodisme dan memberikan gambaran tirotoksikosis seperti
anxietas dan tremor.6
Gambaran Mola hidatidosa parsial
Umumnya 69,XXX atau 69,XXY
Kariotip
Patologi
Embrio-fetus
Amnion, RBC fetus
Edema vili
Trofoblastik hyperplasia
Inklusi stroma trofoblas
Gambaran klinis
Diagnosis
Ukuran uterus
Kista theca-lutein
Peningkatan -HCG
Komplikasi
Neoplasia trofoblas gestasional
Ada
Ada
Fokal, variabel
Fokal
Ada
Missed abortion
Lebih kecil dari usia kehamilan
Jarang
0,5%
Jarang
<5-10%
VI.
PENEGAKAN DIAGNOSIS
Mola
hidatidosa
parsial
disertai
dengan
perkembangan
embrio
perdarahan yang terjadi tida terlalu hebat dan jarang dikeluhkan adanya keluar
jaringan mola seperti buah anggur. Jarang dikeluhkan oleh pasien adanya
tanda toksemia gravidarum. Mola hidatidosa parsial juga jarang memberiksan
gejala-gejala hormonal seperti hiperemesis berat dan toksemia. 1,6,9
Pada
pemeriksaan
fisik,
didapatkan
pembesaran
uterus,
dengan
pembesaran yang melebihi ukuran sesuai dengan usia kehamilan hanya terjadi
pada 4% kasus. Pada auskultasi dapat ditemukan terdengar bunyi denyut
jantung janin. 2,6
Pada pemeriksaan ultrasonografi dapat ditemukan adanya fetus. Pada
kehamilan trimester I gambaran mola hidatidosa tidak spesifik, sehingga
seringkali sulit dibedakan dari kehamilan anembrionik, missed abortion,
abortus inkomplit, atau mioma uteri. Plasenta terlihat membesar dan terdapat
lesi anechoik yang difus dan multiple.6, 10
10
11
12
maternal yang dapat berlangsung parah dari komplikasi yang mungkin muncul
dalam melanjutkan kehamilan. 9,8
Penegakan diagnosis genetik prenatal dengan menggunakan pengambilan
sampel vili korialis dan atau amniosintesis direkomendasikan untuk
mengevaluasi karyotipe fetus. 9,8
VII.
DIAGNOSIS BANDING
Penyakit trofoblas gestasional harus dibedakan dari kehamilan normal
mempertimbangkan
ketepatan
diagnosis,
haruslah
difikirkan
13
3. Abortus
Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin
dapat hidup diluar kandungan dan sebagai batasan digunakan kehamilan
kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram. Pada
pemeriksaan USG tampak daerah anekhoik di dalam kavum uteri yang
bentuknya kadang-kadang menyerupai kantong gestasi, sehingga dapat
disalahtafsirkan sebagai kehamilan ganda. Derah anekhoik tersebut berasal
dari perdarahan subkorionik. Gambaran USG pada abortus inkomplitus tidak
spesifik. 2
VIII. PENATALAKSANAAN
Mola hidatidosa merupakan penyakit yang dapat diobati. Penatalaksanaan
mola ini sangat dipengaruhi oleh keinginan pasien untuk sembuh dan senantiasa
memantau keadaan dan melaksanakan pengobatan. Mola hidatidosa parsial sangat
jarang berkembang menjadi keganasan. Bila kehamilan diteruskan dengan
pertimbangan
bahwa
keadaan
maternal
stabil,
tidak
ada
perdarahan,
tirotoksikosis, atau tidak timbul hipertensi berat, maka pasien harus diiberikan
informed consent mengenai kemungkinan resiko terjadinya morbiditas maternal
yang dapat berlangsung parah dari komplikasi yang mungkin muncul dalam
melanjutkan kehamilan. 8
Bila kehamilan diakhiri atau embrio mati, dilakukan tindakan kuretasi
suction jaringan. Kuretase dilakukan untuk pasien yang masih ingin fertile.
Sebelumnya pasien dilakukan pemeriksaan kondisi kesehatan sekunder,
konsultasi kemungkinan kehamilan mola selanjutnya, dan kemungkinan
terjadinya perubahan menjadi keganasan. Kemudian dilanjutkan dengan
kemoterapi dengan lini pertama kombinasi agen kemoterapi yakni metotrexate
dan asam folinik. Adapun regimen kemoterapi lain dicantumkan dalam tabel
berikut. 8
14
15
DAFTAR PUSTAKA
16