Anda di halaman 1dari 45

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

DENGAN DIAGNOSA ABORTUS INKOMPLIT

NAMA

UNIT : ………………………………

DEPARTEMEN KEPERAWATAN

2023
BAB I

TINJAUAN TEORI

A. DEFINISI

Abortus (keguguran) merupakan pengeluaran hasil konsepei sebelum


janin dapat hidup diluar kandungan yang menurut para ahli sebelum usia 16
minggu dan 28 minggu dan memiliki BB 400-1000 gram, tetapi jika terdapat
fetus hidup dibawah 400 gram itu diamggap keajaiban karena semakin tinggi
BB anak waktu lahir makin besar kemungkinan untuk dapat hidup terus
(Sofian dalam Nurarif dan Kusuma, 2015)
Abortus inkomplit adalah sebagian hasil konsepsi telah keluar dari kavum
uteri dan masih ada yang tertinggal dengan usia kehamilan kurang dari 20
minggu atau berat janin kurang dari 500 gram. (Susilowati, 2019)
Abortus merupakan berakhirnya atau pengeluaran hasil konsepsi oleh
akibat-akibat tertentu pada atau sebelum kehamilan berusia 20 minggu atau
berat badan janin kurang dari 500 gram atau buah kehamilan belum mampu
untuk hidup diluar kandungan.(Darmawati, 2011)(Purwaningrum & Fibriana,
2017)

B. ANATOMI FISIOLOGI
1. Vagina
Vagina menghubungkan genitalia eksterna dengan genitalia
interna. Introitus vaginae tertutup pada himen (selaput dara), suatu
lipatan selaput setempat. Pada seorang virgo selaput daranya masih
utuh, dan lubang selaput dara (hiatus himenalis) umumnya hanya dapat
dilalui oleh jari kelingking.
Pada koitus pertama himen robek di beberapa tempat dan sisanya
dinamakan karunkulae mirtiformes. Bentuk lain yang ditemukan pada
himen ialah hymen kribriformis (menunjukkan beberapa lubang), himen
septus, dan sebagainya; kadang-kadang himen tertutup sama sekali
(himen imperforatus). Besarnya lubang himen tidak menentukan apakah
wanita tersebut masih virgo atau tidak.

Hal ini baik diketahui sehubungan dengan kedokteran kehakiman.


Di Indonesia keutuhan selaput dara pada seorang gadis/virgo masih
dihargai sekali; maka selayaknya para dokter memperhatikan hal ini.
Pada seorang gadis yang memerlukan pemeriksaan ginekologik
sebaiknya dilakukan pemeriksaan rektal. Vagina berukuran di depan 6,5
cm dan dibelakang 9,5 cm, sumbunya berjalan kira-kira sejajar dengan
arah pinggir bawah simfisis ke Promontorium. Arah ini penting diketahui
jika memasukkan jari ke dalam vagina pada pemeriksaan ginekologik.

Pada pertumbuhan janin dalam uterus 2/3 bagian atas vagina


berasal dari duktus Miilleri (asal dari entoderm), sedangkan 1/3 bagian
bawahnya dari lipatan-lipatan ektorderm. Hal ini penting diketahui dalam
menghadapi kelainan-kelainan bawaan. Epitel vagina terdiri atas epitel
skuamosa dalam beberapa lapisan. Lapisan tidak mengandung kelenjar,
akan tetapi dapat mengadakan transudasi. Pada anak kecil epitel itu
amat tipis, sehingga mudah terkena infeksi, khususnya oleh gonokokkus.

Mukosa vagina berlipat-lipat horisontal; lipatan itu dinamakan ruga


di tengah-tengah bagian depan dan belakang ada bagian yang lebih
mengeras, disebut kolumna rugarum. Ruga-ruga jelas dapat dilihat pada
VS bagian distal vagina pada seorang virgo atau nullipara, sedang pada
seorang multipara lipatan-lipatan untuk sebagian besar hilang. Di bawah
epitel vagina terdapat jaringan ikat yang mengandung banyak pembuluh
darah. Di bawah jaringan ikat terdapat otot-otot dengan susunan yang
serupa dengan susunan otot usus.

Sebelah luar otot-otot terdapat fasia (jaringan ikat) yang akan


berkurang elastisitasnya pada wanita yang lanjut usianya. Di sebelah
depan dinding vagina bagian bawah terdapat urethra sepanjang 2,5-4
cm.
Bagian atas vagina berbatasan dengan kandung kencing sampai ke
forniks vaginae anterior. Dinding belakang vagina lebih panjang dan
membentuk forniks posterior yang jauh lebih luas daripada forniks
anterior. Di samping kedua forniks itu dikenal pula forniks lateralis
sinistra dan dekstra. Umumnya dinding depan dan belakang vagina dekat
mendekati. Pada wanita yang telah melahirkan anak, pada kedua dinding
vagina sering ditemukan tempat yang kondor dan agak merosot
(sistokele dan rektokele). Pada seorang virgo keadaan ini jarang
ditemukan.

2. Uterus
Uterus pada seorang dewasa berbentuk seperti buah advokat atau
buah peer yang sedikit gepeng. Ukuran panjang uterus adalah 7-7,5 cm,
lebar di tempat yang paling lebar 5,25 cm, dan tebal 2,5 cm. Uterus
terdiri atas korpus uteri (% bagian atas) dan serviks uteri (VS bagian
bawah). Di dalam korpus uteri terdapat rongga (kavum uteri), yang
membuka ke luar melalui saluran (kanalis servikalis) yang terletak di
serviks. Bagian bawah serviks yang terletak di vagina dinamakan porsio
uteri (pars vaginalis servisis uteri), sedangkan yang berada di atas vagina
disebut pars supravaginalis servisis uteri. Antara korpus dan serviks
masih ada bagian yang disebut isthmus uteri.

Bagian atas uterus disebut fundus uteri, di situ tuba Fallopii kanan
dan kiri masuk ke uterus.Dinding uterus terdiri terutama atas
miometrium, yang merupakan otot polos berlapis tiga; yang sebelah luar
longitudinal, yang sebelah dalam sirkuler, yang antara kedua lapisan ini
beranyaman. Miometrium dalam keseluruhannya dapat berkontraksi
dan berrelaksasi.

Kavum uteri dilapisi oleh selaput lendir yang kaya dengan kelenjar,
disebut endometrium.Endometrium terdiri atas epitel kubik, kelenjar-
kelenjar, dan stroma dengan banyak pembuluh-pembuluh darah yang
berkeluk-keluk. Di korpus uteri endometrium licin, akan tetapi di serviks
berkelok-kelok; kelenjar- kelenjar itu bermuara di kanalis servikalis (arbor
vitae). Pertumbuhan dan fungsi endometrium dipengaruhi sekali oleh
hormon steroid ovarium.
Uterus pada wanita dewasa umumnya terletak di sumbu tulang
panggul dalam anteversiofleksio (serviks ke depan atas) dan membentuk
sudut dengan vagina, sedang korpus uteri berarah ke depan dan
membentuk sudut 120°-130° dengan serviks uteri. Di Indonesia uterus
sering ditemukan dalam retrofleksio (korpus uteri berarah ke belakang)
yang pada umumnya tidak memerlukan pengobatan.

Perbandingan antara panjang korpus uteri dan serviks berbeda-


beda dalam pertumbuhan. Pada bayi perbandingan itu adalah 1 : 2,
sedangkan pada wanita dewasa 2:1.

Di luar, uterus dilapisi oleh serosa (peritoneum viserale).Jadi, dari


luar ke dalam ditemukan pada dinding korpus uteri serosa atau
perimetrium miometrium, dan endometrium.Uterus mendapat darah
dari arteria uterina, ranting dari arteria iliakainterna, dan dari arteria
ovarika.

3. Tuba
Tuba Fallopii ialah saluran telur berasal — seperti juga uterus —
dari duktus Miilleri. Rata-rata panjangnya tuba 11-14 cm. Bagian yang
berada di dinding uterus dinamakan pars intertisialis, lateral dari itu (3-6
cm) terdapat pars isthmika yang masih sempit (diameter 2-3 mm), dan
lebih ke arah lateral lagi pars ampullaris yang lebih lebar (diameter 4-10
mm) dan mempunyai ujung terbuka menyerupai anemon yang disebut
infundibulum. Bagian luar tuba diliputi oleh peritoneum viserale, yang
merupakan bagian dari ligamentum latum.

Otot di dinding tuba terdiri atas (dari luar ke dalam) otot


longitudinal dan otot sirkuler.Lebih ke dalam lagi terdapat mukosa yang
berlipat-lipat ke arah longitudinal dan terutama dapat ditemukan di
bagian ampulla. Mukosa

Tuba terdiri atas epitel kubik sampai silindrik, yang mempunyai


bagian-bagian dengan serabut-serabut dan yang bersekresi. Yang
bersekresi mengeluarkan getah, sedangkan yang berserabut dengan
getarannya menimbulkan suatu arus ke arah kavum uteri.

4. Ovarium
Indung telur pada seorang dewasa sebesar ibu jari tangan, terletak
di kiri dan di kanan, dekat pada dinding pelvis di fossa ovarika.Ovarium
berhubungan dengan uterus dengan ligamentum ovarii
proprium.Pembuluh darah ke ovarium melalui ligamentum
Suspensorium ovarii (ligamentum infundibulopel- vikum).

Ovarium terletak pada lapisan belakang ligamentum latum.


Sebagian besar ovarium berada intraperitoneal dan tidak dilapisi oleh
peritoneum.Bagian ovarium kecil berada di dalam ligamentum latum
(hilus ovarii). Di situ masuk pembuluh-pembuluh darah dan saraf ke
ovarium. Lipatan yang menghubung- kan lapisan belakang ligamentum
latum dengan ovarium dinamakan mesovarium.

Bagian ovarium yang berada di dalam kavum peritonei dilapisi oleh


epitel kubik-silindrik, disebut epithelium germinativum.Di bawah epitel
ini terdapat tunika albuginea dan di bawahnya lagi baru ditemukan
lapisan tempat folikel-folikel primordial.Pada wanita diperkirakan
terdapat banyak folikel.Tiap bulan satu folikel, kadang-kadang dua
folikel, berkembang menjadi folikel de Graaf.

Folikel-folikel ini merupakan bagian ovarium yang terpenting, dan


dapat ditemukan di korteks ovarii dalam letak yang beraneka ragam, dan
pula dalam tingkat-tingkat perkembangan dari satu sel telur yang
dikelilingi oleh satu korpus luteum lapisan sel-sel saja sampai folikel de
Graaf yang matang.Folikel yang matang ini terisi dengan likuor follikuli
yang mengadung estrogen, dan siap untuk berovulasi.

Pada waktu dilahirkan bayi mempunyai sekurang-kurangnya


750.000 oogonium. Jumlah ini berkurang akibat pertumbuhan dan
degenerasi folikel- folikel. Pada umur 6-15 tahun ditemukan 439.000,
pada 16-25 tahun 159.000, antara umur 26-35 tahun menurun sampai
59.000, dan antara 34-45 hanya 34.000. Pada masa menopause semua
folikel sudah menghilang.

5. Vulva
Vulva ialah tempat bermuaranya sistem urogenital. Di sebelah luar vulva
dilingkari oleh labia majora (bibir besar) yang ke belakang menjadi satu dan
membentuk kommissura posterior dan perineum. Di bawah kulitnya terdapat
jaringan lemak serupa dengan yang ada di mons veneris. Medial dari bibir
besar ditemukan bibir kecil (labia minora) yang ke arah perineum menjadi satu
dan membentuk frenulum labiorum pudendi. Di depan frenulum ini terletak
fossa navikulare. Kanan dan kiri dekat pada fossa navikulare ini dapat dilihat
dua buah lubang kecil tempat saluran kedua glandulae Bartholini bermuara.
Ke depan labia minora menjadi satu dan membentuk prepusium klitoridis dan
frenulum klitoridis. Di bawah prepusium klitoridis terletak klitoris. Kira-kira 1,5
cm di bawah klitoris terdapat orifisium urethrae eksternum (lubang kemih). Di
kanan kiri lubang kemih ini terdapat dua lubang kecil dari saluran yang buntu.
(Mulyaningasih, 2013)

C. KLASIFIKASI

Menurut Mitayani, 2013


Berdasarkan kejaadiannya dapat dibagi atas dua kelompok:
1. Aborsi spontan
Terjadi dengan tidak didahului faktor-faktor meknis ataupun medisnalis, semata-
mata disebabkan oleh faktor-faktor alamiah.
Klasifikasi abortus spontan:
a. Abortus iminens
Pada abortus ini terlihat perdarahan per vaginam. Pada 50% kasus,
perdarahan tersebut hanya sedikit berhenti setelah berlangsung
beberapa hari, dan kehamilan berlangsung secara normal.
Meskipun demikian, wanita yang mengalaminya mungkin tetap
merasa khawatir akan akibat perdarahan pada bayi. Biasanya
kekhawatirannya akan dapat diatasi dengan menjelaskan kalau
janin mengalami gangguan, maka kehamilannya tidak akan
berlanjut: upaya perawatn untuk meminta dokter membantu
menenteramkan kekhawatiran pasien merupakan tindakan yang
bijaksana. Terapi yang dianjurkan pada abortus iminens adalah
tirah baring dan penggunaan sedatif selama paling sedikit 48
jamdengan observasi cermat terhadap warna dan jenis
drah/jaringan yang keluar dari dalam vagina. Preparat enema dan
laksatif idak boleh diberikan. Pemeriksaan USG terhadap isi uterus
dikerjakan pada stadium ini dan kemudian bisa diulangi lagi 2
minggu kemudian. Pasangan suami-istri dianjurkan untuk tidak
senggama selama periode ini.

b. Abortus insipiens
Abortus ini ditandai oleh kehilangan darah sedang hingga
berat,kontraksi uterus yang menyebabkan nyeri kram pada
abdomen bagian bawah dan dilatasi serviks.

Jika abortus tidak terjadi dalam waktu 24 jam, uterus harus


dikosongkan dengan menggunakan forseps ovum, alat kuret dan
kanula pengisap; semua bahan yang dikirim untuk pemeriksaan
histologi. Antibiotik sering diberikan pada stadium ini.

c. Abortus kompletus
Abortus ini terjadi kalau semua produk oembuahan seperti janin,
selaput ketuban dan plasenta sudah keluar. Perdarahan dan rasa
nyeri kemudian akan berhenti, serviks menutup dan uterus
mengalami involusi.

d. Abortus inkompletus
Abortus ini berkaitan dengan retensi sebagian produk pembuahan
(hampir selalu plasenta) yang tidak begitu mudah terlepas pada
kehamilan dini seperti halnya pada kehamilan aterm. Dalam
keadaan ini, perdarahan tidak segera berkurang sementara serviks
tetap terbuka.

Terapi asuhan keperawatan dan observasi pada abortus ini


dilakukan sama seperti pada abortus insipiens. Namun demikian,
evakuasi uterus harus segers dilakukan setelah diagnosis
ditegakkan untuk mencegah perdarahan lebih lanjut. Perhatian
khusus diberikan pada higiene vulva. Pada sebagian kasus, supresi
laktasi mungkin diperlukan. Preparat gamaglobulin anti-D diberikan
pada wanita dengan Rh-negatif.

e. Missed abortion
Abortus ini terjadi kalau sesudah mengalami abortus iminens,
perdarahan per vaginam berhenti namun produk pembuahan
meninggal dan tetap berada dalam rahim. Tanda-tanda kehamilan
berkurang, yaitu: payudara menjadi lebih kecil dan lebih lunak,
pertumbuhan uterus terhenti, dan wanita tersebut tidak lagi
‘merasa’ hamil. Sesudah beberapa minggu, sekret kecoklatan dapat
terlihat keluar dari dalam vagina dan tanda-tanda eksternal
kehamilan menghilang. Hipofibrinogenemia dapat terjadi. Bekuan
darah dari perdarahan plasennta kadang-kadang memenuhi uterus
untuk membentuk mola karneosa. Evakuasi spontan akhirnya
terjadi pada sekitar usia kehamilan 18 minggu dan sebagian dokter
beranggapan bahwa tindakan yang lebih aman adalah menunggu
evakuasi spontan. Namun demikian, wanita meminta dokter untuk
mengeluarkannya secepat mungkin setelah menyadari bahwa
bayinya sudah meninggal. Keadaan ini memberikan situasi yang
sangat sulit.

f. Abortus akibat inkompetensi serviks


Biasanya terjadi di sekitar usia kehamilan 20 minggu. Serviks
berdilatasi tanpa rasa nyeri dan kantong janin menonjol. Pada
kehamilan berikutnya, abortus dapat dicegah dengan membuat
jahitan seperti tali pada mulut kantong (purse-string suture) yang
dilakukan dengan pembiusan di sekeliling serviks pada titik temu
antara rugae vagina dan serviks yang licin (jahitan Shirodkar).
Jahitan tersebut dibiarkan sampai kehamilan berusia 38 minggu dan
pada saat ini, jahitan dipotong sehingga persalinan spontan
diharapkan akan mulai terjadi. Angka keberhasilan jahitan
Shirodkar mencapai 80% pada kasus-kasus inkompetensi serviks
murni.

g. Abortus habitualis
Abortus ini digunakan kalau seorang wanita mengalami tiga kali atau
lebih abortus spontan yang terjadi berturut-turut. Penyebab abortus
habitualis lebih dari satu (multipel). Dan sering terdapat lebih dari satu
faktor yang terlibat.

h. Abortus septik
Infeksi dapat mempersulit setiap jenis abortus karena resistensi
normal saluran genitalia pada hakikatnya tidak terdapat saat ini.
Abortus kriminalis (abortus ilegal yang dilakukan secara gelap)
masih menjadi penyebab infeksi yang paling serius karena tidak
dilakukan secara aseptik. Faktor lain yang terlibat adalah
keberadaan produk pembuahan, yaitu jaringan plasenta yang mati
di dalam rahim. Infeksi dapat menyerang endometrium dan
menyebar ke bagian lain secara langsung atau tidak langsung untuk
menyebabkan peritonitis, salpingitis, dan septikemia.
2. Abortus provokatus (induced abortion) terjadi karena sengaja dilakukam
dengan memakai obat-obatan maupun alat-alat.

Abortus ini terbagi menjadi dua kelompok:


a. Abortus Medisinalis (Abortus therapeutica)
Merupakan abortus yang diinduksi secara buatan, baik untuk alasan
terapeutik (bila kehamilan dilanjutkan dapat membahayakan jiwa ibu)
maupun alasan lain.

b. Abortus Kriminalis
Abortusyang terjadi oleh karena tindakan-tindakan yang tidak legal atau
tidak berdasarkan indikasi medis.(Susilowati, 2019)

D. MANIFESTASI KLINIS

Seorang wanita diduga mengalami abortus apabila dalam masa


reproduksi mengeluh tentang perdarahan pervaginam setelah mengalami
haid yang terlambat, juga sering terdapat rasa mulas dan keluhan nyeri pada
perut bagian bawah (Mitayani,2013:23).

Setelah dilakukan pemeriksaan ginekologi di dapatkan tanda-tanda sebagai


berikut
1. Inspeksi vulva: perdarahan pervaginam, ada/tidak jaringan hasil
konsepsi, tercium/tidak bau busuk dari vulva.
2. Inspekulo : perdarahan dari kavum uteri, ostium uteri terbuka atau
sudah teertutup, ada/tidak jaringan yang keluar dari ostium,
ada/tidak jaringan yang berbau busuk dari ostium.

3. Colok vagina : posio masih terbuka/sudah tertutup, teraba/tidak


jaringan pada uteri, besar uterus sesuai atau lebih kecil dari usia
kehamilan, tidak nyeri saat porsio digoyangkan, tidak nyeri pada
perabaan adneksia, kavum douglasi tidak menonjol dan tidak nyeri.

E. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

Faktor penyebab terjadinya abortus adalah (Zuliyanti, 2019):


1. Faktor Fetal Abortus pada usia kehamilan awal pada umumnya disebabkan oleh
abnormalitas zigot, atau plasenta. Abnormalitas kromosom ditemukan sekitar
60-75% kasus abortus spontan. Dan angka abortus yang disebabkan kelainan
kromosom akan semakin berkurang seiring dengan bertambahnya usia
kehamilan. Abnormalitas kromosom diturunkan dari gen kedua orang tuanya.

2. Faktor Maternal
a. Kelainan anatomi uterus Adanya kelainan anatomi uterus seperti
Leiomyoma yang besar dan multipel atau adanya sinekia uterus
(Ashermann Syndrome) dapat meningkatkan risiko

abortus.Malformasi kongenital yang disebabkan oleh


abnormalitas fusi Ductus Müllerii dan lesi yang didapat memiliki
pengaruh yang sifatnya masih kontroversial. Pembedahan pada
beberapa kasus dapat menunjukkan hasil yang positif.
Inkompetensia servik bertanggung jawab untuk abortus yang
terjadi pada trimester II. Tindakan cervical cerclage pada beberapa
kasus memperlihatkan hasil yang positif.

b. Infeksi
Beberapa jenis infeksi dan hubungannya dengan abortus telah
diteliti secara luas, misal: Lysteria monocytogenes, Mycoplasma
hominis, Ureaplasma urealyticum, Toxoplasma gondii, dan Virus
(Herpes simplex, Cytomegalovirus, Rubella) memiliki hubungan
yang bervariasi dengan semua jenis abortus spontan. Data
penelitian yang menghubungkan infeksi dengan abortus
menunjukkan hasil yang beragam,sehingga American College of
Obstetricians and Gynecologyst menyatakan bahwa infeksi bukan
penyebab utama abortus trimester awal.

c. Penyakit Metabolik
Abortus sering dihubungkan dengan adanya penyakit metabolik
pada ibu seperti tuberkulosis, Diabetes Mellitus, Hipotiroidisme,
dan anemia.Anemia dapat mengurangi suplai oksigen pada
metabolisme ibu dan janin karena dengan kurangnya kadar
hemoglobin maka berkurang pula kadar oksigen dalam darah. Hal
ini dapat memberikan efek tidak langsung pada ibu dan janin
antara lain kematian janin, meningkatnya kerentanan ibu pada
infeksi dan meningkatkan risiko terjadinya prematuritas pada bayi).

d. Faktor Imunologi
Sindroma Antibodi Fosfolipid adalah gangguan imunologi
autoimunitas yang ditandai dengan adanya antibodi dalam sirkulasi
yang melawan fosfolipid membran dan setidaknya
memperlihatkan satu sindroma klinik spesifik (abortus berulang,
trombosis yang penyebabnya tak jelas dan kematian
janin).Penegakkan diagnosa setidaknya memerlukan satu
pemeriksaan serologis untuk konfirmasi diagnosis (antikoagulansia
lupus, antibodi kardiolipin).Pengobatan pilihan adalah aspirin dan
heparin (atau prednison dalam beberapa kasus tertentu).

e. Trauma Fisik
Trauma yang tidak menyebabkan terhentinya kehamilan sering kali
dilupakan.Yang diingat hanya kejadian tertentu yang dapat
menyebabkan Abortus. Namun, sebagian besar abortus spontan
terjadi beberapa waktu setelah kematian mudigah atau janin
(Smith, 2015).

3. Faktor Paternal
Faktor paternal Tidak banyak yang diketahui tentang faktor paternal
(ayah) dalam terjadinya abortus spontan.yang jelas, translokasi kromosom
pada sperma dapat menyebabkan abortus.

F. MASALAH-MASALAH YANG TERJADI

1. Perdarahan (Hemorrage)
2. Perforasi sering terjadi di waktu dilatasi dan kuretase yang dilakukan oleh
tenaga yang tidak ahli seperti dukun anak, dll
3. Infeksi dan tetanus
4. Payah ginjal akut
5. Syok karena perdarahan banyak dan infeksi berat (sepsis)
(Susilowati, 2019)

G. PATOFISIOLOGI

Pada awal abortus terjadi dalam desidua basalis, diikuti nekrosis jaringan
yang menyebabkan hasil konsepsi terlepas dan dianggap benda asing dalam
uterus. Sehingga menyebabkan uterus berkonsentrasi untuk mengeluarkan
benda asing tersebut. Apabila pada kehamilan kurang dari 8 minggu, nilai
khorialis belum menembus desidua serta mendalam sehingga hasil konsempsi
dapat dikeluarkan seluruhnya. Apabila kehamilan 8 sampai 4 minggu villi
khorialis sudah menembus terlalu dalam sehingga plasenta tidak dapat
dilepaskan sempurna dan menimbulkan banyak pendarahdan daripada
plasenta. Perdarahan tidak banyak jika plasenta tidak lengkap. Peristiwa ini
menyerupai persalinan dalam bentuk miniature.

Hasil konsepsi pada abortus dapat dikeluarkan dalam berbagai bentuk,


adakalanya kantung amnion kosong atau tampak didalamnya benda kecil
tanpa bentuk yang jelas (missed aborted). Apabila mudigah yang mati tidak
dikelurakan dalam waktu singkat, maka ia dapat diliputi oleh lapisan bekuan
darah. Ini uterus dinamakan mola krenta. Bentuk ini menjadi mola karnosa
apabila pigmen darah telah diserap dalam sisinya terjadi organisasi, sehingga
semuanya tampak seperti daging. Bentuk lain adalah mola tuberose dalam hal
ini amnion tampak berbenjol-benjol karena terjadi hematoma antara amnion
dan khorion.

Pada janin yang telah meninggal dan tidak dikeluarkan dapat terjadi
proses modifikasi janin mengering dan karena cairan amnion menjadi kurang
oleh sebab diserap. Ia menjadi agak gepeng (fetus kompresus). Dalam tingkat
lebih lanjut ia menjadi tipis seperti kertas pigmenperkamen.

Kemungkinan lain pada janin mati yang tidak lekas dikeluarkan ialah
terjadinya maserasi, kulterklapas, tengkorak menjadi lembek, perut
membesar karena terasa cairan dan seluruh janin berwarna kemerah-
merahan.(Susilowati, 2019)

H. PATHWAY

I. PENATALAKSANAAN
1. Istirahat baring
Tidur berbaring merupakan unsur penting dalam pengobatan karena
cara ini menyebabkan bertambahnya aliran darah ke uterus dan
berkurangnya rangsang mekanis.
2. Diet tinggi protein dan tambahan vitamin C.
3. Periksa denyut nadi dan suhu badan dua kali sehari bila klien tidak panas dan
empat jam bila pasien panas.
4. Bersihkan vulva minimal dua kali sehari dengan cairan antiseptikuntuk
mencegah infeksi terutama saat masih mengeluarkan cairan coklat.
(Mulyaningasih, 2013)

J. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Tes kehamilan dengan hasil positif bila janin masih hidup, bahkan 2-3 minggu
stelah kehamilan.

2. Pemeriksaan doppler atau USG untuk menentukan apakah janin masih hidup

3. Pemeriksaan kadar fibrinogen darah pada missed abortion (Susilowati,


2019)
BAB II

TINJAUAN KASUS

1. Pengkajian

a. Identitas
1) Identitas pasien berupa nama, alamat, umur, status, agama,
pendidikan, pekerjaan, tanggal lahir, nomor RM, diagnosa medis, jenis
kelamin.

2) Identitas pengguang jawab berupa nama, alamat, tanggallahir, status,


agama, pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan pasien, jenis
kelamin.

b. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama
Keluhan utama yang dirasakan pasien.
2) Riwayat penyakit sekarang
Pengkajian kondisi kesehatan pasien saat ini.
3) Riwayat kesehatan dahulu
Pengkajian riwayat penyakit di masa lalu yang berhubungan kodisi
kesehatan saat ini.

4) Riwayat kesehatan keluarga


Pengkajian riwayat penyakit keluarga, misalnya tentang ada
atau tidaknya riwayat alergi, stroke, penyakit jantung, diabetes
melitus.

c. Pengkajian fungsional Gordon


Perubahan pola kebutuhan dasar manusia sebelum sakit dan sesudah
sakit

1) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan


2) Pola nutrisi
3) Pola eliminasi
4) Pola istirahat dan tidur
5) Pola personal hygiene
6) Pola aktivitas
7) Pola kognitif dan persepsi
8) Pola konsep diri
9) Pola hubungan dan peran
10) Pola seksual dan reproduksi
11) Pola penanganan masalah stress
12) Pola keyakinan dan nilai-nilai
d. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum dan kesadaran umum
2) Tanda tanda vital berupa tekanan darah, nadi, pernapasan, suhu
3) Pemeriksaan head to toe
e. Pemeriksaan penunjang
1) Tes kehamilan dengan hasil positif bila janin masih hidup, bahkan 2-3
minggu stelah kehamilan.

2) Pemeriksaan doppler atau USG untuk menentukan apakah janin


masih hidup

3) Pemeriksaan kadar fibrinogen darah pada missed abortion

2. Diagnosa Keperawatan (SDKI DPP PPNI. 2017 Edisi 1)

a. Nyeri akut b.d agen pendera fisiologis d.d frekuensi nadi meningkat

b. Ansietas b.d kebutuhan tidak terpenuhi d.d tampak gelisah


c. Risiko syok d.d kekurangan volume cairan
d. Risiko ketidakseimabangan cairan d.d perdarahan
e. Resiko infeksi b.d tidak adekuatnya pertahanan sekunder
3. Analisa Data

No Data Etiolgi Masalah Keperawatan


1. DS : Perdarahan dalam desidia Nyeri akut b.d agen
basalis
→ Pasien menagatakan pendera fisiologis d.d
↓ Nekrosis jaringan
sakit dibagian perut sekitar frekuensi nadi

DO : meningkat
Hasil konsepsi
lepas(abbortus)
→ TD : 100/70 mmHg ↓
0
→ Suhu : 36,5 C Vili koliaris merembas
lebih dalam(8-9mg)
→ Nadi : 90 x/menit ↓ Lepas
→ RR : 20 x/menit sebagian

→ Skala nyeri : 5 Plasenta tertinggal dalam
rahim
↓ Tindakan
kuret
↓ Uterus
berkontraksi

Nyeri abdomen

Frekuensi nadi meningkat

Nyeri Akut
3. DS : Perdarahan dalam desidia Risiko syok d.d
basalis
→ Pasien mengatakan kekurangan volume
↓ Nekrosis jaringan
merasa pusing sekitar
cairan

DO :
Hasil konsepsi
lepas(abbortus)
→ Pasien tampak lesu

→ TD : 100/70 mmHg Vili koliaris merembas
lebih dalam(8-9mg)
→ Suhu : 36,50C ↓ Lepas
sebagian
→ Nadi : 90 x/menit ↓ Perdarahan
→ RR : 20 x/menit pervagina

→ Pasien tampak pucat Lemas

↓ intake cairan

Risiko Syok
4. DS : Perdarahan dalam desidia Risiko
basalis
→ Pasien mengatakan ketidakseimabangan
↓ Nekrosis jaringan
merasa pusing sekitar
cairan d.d perdarahan

DO :
Hasil konsepsi
lepas(abbortus)
→ Pasien tampak lesu

→ TD : 100/70 mmHg Vili koliaris merembas
lebih dalam(8-9mg)
→ Suhu : 36,50C ↓ Lepas
→ Nadi : 90 x/menit sebagian
↓ Perdarahan
→ RR : 20 x/menit pervagina

→ Pasien tampak pucat
Lemas

↓ intake cairan

Risiko
Ketidakseimbangan
Cairan
5. DS : Perdarahan dalam desidia Resiko infeksi b.d tidak
basalis
→ Pasien mengatakan adekuatnya
↓ Nekrosis jaringan
dirinya lemas sekitar
pertahanan sekunder

DO :
Hasil konsepsi
lepas(abbortus)
→ Pasien tampak lesu

→ TD : 90/80 mmHg Vili koliaris merembas
lebih dalam(8-9mg)
→ Suhu : 36,50C ↓ Lepas
→ Nadi : 90 x/menit sebagian

→ RR : 20 x/menit Plasenta tertinggal dalam
→ HB 9,5 g/dl (>11 rahim
↓ Tindakan
g/dl) kuret

Hb ↓

Risiko Infeksi
4. Intervensi

No Diagnosis Tujuan SLKI SIKI Rasional


Keperawatan

1. Nyeri akut b.d Setelah Kriteria Hasil : Tingkat Manajemen Nyeri → Berguna dalam
agen pendera dilakukan Nyeri Tindakan/Observasi pengawasan
intervensi 1. Keluhan nyari (4 cukup → Identifikasi lokasi, karakteristik durasi, frekuensi, keefektifan obat,
fisiologis d.d
selama 4 x 24 menurun) kualitas, intensitas nyeri perubahan pada
jam maka karakteristik
frekuensi nadi 2. Gelisah (3 sedang) → Identifikasi skala nyeri
nyeri akan nyeri
meningkat 3. Pola napas (4 cukup → Identifikasi respons nyeri non verbal
menurun → Dapat menurunkan
membaik ) → Identifikasi faktor yang memperberat dan
memperingan nyeri stimulus internal
4. Tekanan darah (3
sedang) → Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
→ Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
→ Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
→ Monitor keberhasilan terapi komplementer yang
sudah diberikan
→ Monitor efek samping penggunaan analgetik
Terapeutik
→ Berikan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi rasa
nyeri (akupresur, terapi musik, biofeedback, terapi
pijat, aromaterapi, teknik imajinasi terbimbing,
kompres hangat dingin, terapi bermain
→ Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
(mis. suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan)
→ Fasilitasi istirahat dan tidur
→ timbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan
strategi meredakan nyeri
Edukasi
→ Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
→ Jelaskan strategi meredakan nyeri
→ Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
→ Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
→ Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi
rasa nyeri Kolaborasi
→ Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

PEMBERIAN ANALGESIK
Tindakan/Observasi
→ Identifikasi karakteristik nyeri (mis. Pencetus,
pereda, kualitas, lokasi, intensitas, frekuensi, durasi)
→ Identifikasi riwayat alergi obat
→ Identifikasi kesesuaian jenis analgesik (mis.
Narkotika, non-narkotika, atau NSAID) dengan
tingkat keparahan nyeri
→ Monitor tanda-tanda vital sebelum dan sesudah
pemberian analgesik
→ Monitor efektifitas analgesik Terapeutik

→ Diskusikan jenis analgesik yang disukai untuk


mencapai analgesia optimal, jika perlu
→ Pertimbangkan penggunaan infus kontinu, atau bolus
opioid untuk mempertahankan kadar dalam serum
→ Tetapkan target efektifitas analgesic untuk
mengoptimalkan respon pasien
→ Dokumentasikan respon terhadap efek analgesic dan
efek yang tidak diinginkan
Edukasi
→ Jelaskan efek terapi dan efek samping obat Kolaborasi

→ Kolaborasi pemberian dosis dan jenis analgesik, sesuai


indikasi
2. Ansietas b.d Setelah Kriteria hasil : Reduksi Ansietas → Untuk menurunkan
kebutuhan dilakukan Tindakan/Observasi kecemasan pasien
tindakan 1. Perilaku gelisah (1
→ Identifikasi saat tingkat ansietas berubah → Untuk mnegetahui
menurun)
tidak terpenuhi keperawatan → Identifikasi kemampuan mengambil keputusan tanda-tanda
4x 24 jam 2. Perilaku tegang(1 → Monitor tanda-tanda ansietas ansietas
d.d tampak
kecemasan menurun)
gelisah Teraupetik → Untuk memahami
klien akan 3. Keluhan pusing (1 → Ciptakan suasana teraupetik untuk menumbuhkan
menurun menurun) kepercayaan
4. Konsentrasi (3 → Temani pasien untuk kurangi kecemasan
sedang) → Pahami situasi yang membuat ansietas kondisi pasien
Terapi
5. Pola tidur (3 sedang) → Relaksasi
Dengarkan dengan penuh peehatian
Tindakan/Observasi
→ Gunakan pendekatan yangtenang dan meyakinkan
→ Identifikasi penurunan tingkiat energi,
→ Tempatkan barang berkonsentrasi,
ketidakmampuan pribadi yang memberikan
atau gejala lain
kenyamanan
yang mengganggu kemampuan kognitif
→Motivasi
→ mengidentifikasi
Identifikasi situasi
teknik relaksasi yangyang memicu
pernah efektif
kecemasan
digunakan
→ Identifikasi
→ Diskusikan kesediaan, kemapuan
perencanaan dan teknik
realistis tentang peristiwa
sebelumnya
yang akan datang
→ Periksan ketegangan otot, frekuensi nadi, tekanan
Edukasi
darah, dan suhu sebelum dan sesudah latihan

→Jelaskan
Monitorprosedur, termasuk
respon terhadap sensasi
terapi yang mungkin
relaksasi
dialami
Teraupetik
→Informasikan
→ secara faktual
Ciptakan lingkungan tenangmengenai
dan tanpadiagnosa,
gangguan
pengobatan dan prognosis
dengan pencahayaan dan suhu ruang nyaman
→ Berikan informasi tertulis tentang persiapan dan
→ Anjurkan keluarga tetap bersama pasien
prosedur teknik relaksasi

→Anjurkan melakukan kegiatan yang tidak kompetitif
Gunakan pakaian longgar

→Anjurkan
Gunakanmengungkapkan
nada suara lembutperasaan
dengandan persepsi
irama lambat
→ Latih kegiatan
dan berirama pengalihan untuk mengurangi
→ ketegangan
Gunakan relaksasi sebagai strategi penunjang dengan
analgesik
→ Latih atau tindakan
penggunaan lain pertahanan diri yang
mekanisme
Edukasi
→ tepat
Jelaskan tujuan, manfaat, batasan, dan jenis relaksasi
→ Latih
yangteknik relaksasi
tersedia
Kolaborasi
→ Jelaskan secara rinci intervensi relaksasi yang pilih
→ Kolaborasi pemberian obat antiansietas
→ Anjurkan mengambil posisi nyaman
→ Anjurkan rileks dan merasakan sensasi relaksasi
→ Anjurkan sering mengulang atau melatih teknik yang
dipilih
→ Demonstrasi dan latih teknik relaksasi
3. Risiko syok Setelah Kriteria hasil : PEMANTAUAN CAIRAN → Untuk mngetahui
dilakukan Tindakan/Observasi keadaan pasien
d.d kekurangan 1. Kekuatan nadi (4
intervensi → Monitor frekuensi dan kekuatan nadi saat ini
volume cairan selama 4 x 24 cukup meningkat)
→ Monitor frekuensi napas → Untuk
jam maka 2. Saturasi oksigen (4 mengatahui
→ Monitor tekanan darah
tingkat syok cukup meningkat) adakah tanda
akan → Monitor berat badan
3. Pucat (5 menurun) hipovolemia
meningkat → Monitor waktu pengisian kapiler
4. Tekanan nadi (5 → Mempermudah
→ Monitor elastisitas atau turgor kulit
membaik) pemantauan
→ Monitor kadar albumin dan protein total kondisi pasien
5. Frekuensi napas (5
membaik) → Monitor hasil pemeriksaan serum
→ Monitor intake dan output cairan
→ Identifikasi tanda-tanda hipovolemia
→ Identifikasi tanda-tanda hipervolemia
→ Identifikasi faktor ketidakseimbangan cairan
Teraupetik
→ Atur waktu pemantauan sesuai dengan kondisi
pasien
→ Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
→ Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
→ Informasikan hasil pemantauan apabila diperlukan

Pencegahan Syok
Tindakan/ Observasi
→ Monitor status kardiopulmonal
→ Monitor status oksigenasi
→ Monitor status cairan
→ Monitor tingkat kesadaran dan respon pupil
→ Periksa riwayat alergi
Teraupetik
→ Berikan oksigenasi untuk mempertahankan saturasi
oksigen >94%
→ Persiapan intubasi dan ventilasi mekanis
→ Pasang jalur IV
→ Pasang kateter urine untuk menilai produksi urine
Edukasi
→ Jelaskan penyebab/faktor risiko syok
→ Jelaskan tanda dan gelaja awal syok
→ Anjurkan melapor jika menemukan tanda dan gejala
awal syok
→ Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
→ Anjurkan menghindari alergen
Kolaborasi

→ Kolaborasi pemberian IV
→ Kolaborasi pemberian transfusi darah
→ Kolaborasi pemberian antiinflamasi
6. Risiko Setelah Kriteria Hasil : Manajemen Cairan → Untuk
ketidakseimabangan dilakukan Tindakan/Observasi mengetahui
intervensi 1. Asupan cairan (5 → Monitor status hidrasi status hidrasi
cairan d.d meningkat)
selama 4 x 24 → Monitor status hemodinamik → Untuk
jam maka 2. Kelembapan → Monitor berat badan
perdarahan mengetahui
keseimbanga membran mukosa Terapeutik
kebutuhan cairan
n cairan akan (5 meningkat) → Catat inteke-output dan hitungan balans cairan 24
jam → Untuk mengetahui
meningkat 3. Dehidrasi (5
→ Berikan asupan cairan sesuaik kebutuhan hilangnya cairan
menurun) karena aktivitas
→ Berikan cairan intravena
4. Tekanan darah (4 Kolaborasi atau muntal,
cukup membaik) → Kolaborasi pemberian diuretik jika perlu diare
5. Turgor kulit (5 → Untuk menjaga
membaik) Pemantauan cairan agar turgor kulit
Observasi tetap elastis
→ Memonitor kehilangan cairan
→ Mengidentifikasi factor resiko
ketidakseimbangan cairan (penyakit kelenjar)
Terapeutik
→ Mengatur interval waktu pemantauan sesuai
dengan kondisi pasien
→ Mendokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
→ Menejaskan prosedur dan tujuan pematauan
→ Me informasikan hasil pemantauan
6. Resiko infeksi Setelah Kriteria Hasil : PENCEGAHAN INFEKSI → Untuk
dilakukan Observasi mengetahui
b.d tidak 1. Demam (5 menurun)
intervensi → Identifikasi riwayat kesehatan dan riwayat alergi adanya riwayat
adekuatnya selama 4 x 24 2. Kemerahan (4 cukup alergi
→ Identifikasi kontraindikasi pemberian imunisasi
pertahanan jam maka menurun ) → Untuk
→ Identifikasi status imunisasi setiap kunjungan ke
tingkat infeksi 3. Nyeri (5 menurun) pencegahan
pelayanan kesehatan
sekunder akan 4. Bengkak (5 menurun) infeksi
menurun Terapeutik
5. Kultur darah (4
→ Berikan suntikan pada pada bayi dibagian paha
cukup membaik)
anterolateral
→ Dokumentasikan informasi vaksinasi
→ Jadwalkan imunisasi pada interval waktu yang tepat
Edukasi
→ Jelaskan tujuan, manfaat, resiko yang terjadi,
jadwal dan efek samping
→ Informasikan imunisasi yang diwajibkan pemerintah
→ Informasikan imunisasi yang melindungiterhadap
penyakit namun saat ini tidak diwajibkan
pemerintah
→ Informasikan vaksinasi untuk kejadian khusus
→ Informasikan penundaan pemberian imunisasi tidak
berarti mengulang jadwal imunisasi kembali
→ Informasikan penyedia layanan pekan imunisasi
nasional yang menyediakan vaksin gratis
BAB II

TINJAUAN KASUS

Ny. D (usia 25 tahun) datang ke IGD RSUD di antar suami pada tanggal 28 Juni 2020
dengan keluhan perdarahan awak kehamilan.Dari pemeriksaan yang di lakukan oleh
perawat di dapatkan :

Pasien mengeluh badan lemas, kepala pusing, muka pucat, konjungtiva anemis,
perdarahan pervagina berwarna merah terang dengan konsistensi cair, pembalut yang di
pakai pasien penuh, nyeri pada abdomen bawah,nyeri seperti di iris – iris, nyeri yang di
rasakan saat bergerak, saat di tanya dari angka 1-10 pasien mengatakan nyerinya di
angka 5, berlangsung selama 4 jam.

HPHT 03 April 2020


TD : 90/80 mmHg
N : 68x/menit
RR : 20x.menit
suhu : 36,50C

HB 9,5 g/dl
HT 30%

Pengkajian

Tanggal masuk : 28 Juli 2020 Jam masuk : 14.00 WIB


Ruang/kelas : Mawar/1 No. RM : 2618
Pengkajian tanggal : 28 Juli 2020 Jam : 14.30 WIB
HPMT : 03 April 2020
Diagnosa Medis :
a. Identitas Pasien
1. Pasien
2. Nama : Ny. D
Umur : 25 Tahun
Alamat : Jl Melati No 26
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Suku Bangsa : Jawa
3. Suami
Nama : Tn. A
Umur : 30 Tahun
Alamat : Jl Melati No 26 Agama
: Islam
Pekerjaan : Swasta
Suku Bangsa : Jawa

b. Riwayat haid
1. Apakah Haid Teratur
Iya
2. Siklus berapa
28 Hari
3. Apakah ada masalah dengan haid Tidak Ada
4. HPHT / HPMT
03 April 2020

c. Riwayat perkawinan
1. Menikah / Belum Menikah
2. Menikah berapa lama
3 Tahun

LEOPOLD
Tujuan : Menentukan bagian terbawah janin
Bagian bawah sudah masuk PAP / belum
a. Riwayat Kehamilan lalu
Hamil Ke Masalah dalam Kehamilan
Tidak Ada Tidak Ada
b. Riwayat persalinan lalu
Partus Proses Lama Tempat Penolong Masalah
Ke persalinannya persalinan persalinan persalinan persalian
Tidak Tidak Ada Tidak Tidak Ada Tidak Ada Tidak Ada
Ada Ada
c. Riwayat nifas lalu
Masalah nifas yang Masalah bayi yang pernah Keadaan anak
dialami dialami
Tidak Ada Tidak Ada Tidak Ada

d. Riwayat Keluarga Berencana


1. Jenis kontrasepsi yang pernah digunakan
Tidak Ada
2. Masalah dengan cara tersebut Tidak Ada
3. Jenis kontrasepsi yang direncanakan setelah
persalian Tidak Ada
4. Jumlah anak yang direncanakan
2 Anak

e. Riwayat Psikososial
1. Alasan ibu datang ke klinik
Pasien mengeluh badan lemas, kepala pusing, muka pucat, konjungtiva anemis,
perdarahan pervagina berwarna merah terang dengan konsistensi cair, pembalut
yang di pakai pasien penuh, nyeri pada abdomen bawah,nyeri seperti di iris – iris,
nyeri yang di rasakan saat bergerak
2. Perubahan yang timbul saat kehamilan Tidak Ada
3. Harapan tentang kehamilannya
Semoga anak yang ada dalam kandungan sehat
4. Orang yang tinggal bersama Suami
5. Orang yang terpenting
Suami

6. Dampak yang terjadi pada keluarga dengan kunjungan ke klinik Tidak Ada
7. Apa suami mau menemani ke klinik Iya
8. Rencana tempat melahirkan Tidak Ada
9. Rencana menyusui Tidak Ada
10. Apakah memelihara kucing
Tidak Ada

f. Kebutuhan Dasar Khusus


1. Ketidaknyamanan
Ibu mengatakan sebelum hamil merasa nyaman, ada perubahan kenyamanan saat
di pagi hari karena sering mual
2. Istirahat tidur
Ibu mengatakan sebelum hamil tidur kurang lebih 7 jam, tidak ada perubahan pola
istirahat saat hamil, tidur sekitar 7 jam.
3. Hygiene prenatal
Ibu tidak mengalami perubahan pola mandi yaitu 2 kali sehari pagi dan sore. Ibu
menggosok giginya setiap selesai makan dan saat akan tidur. Ibu membersihkan
bagian kemaluannya setelah BAK dan BAB dengan cara membersihkan dari arah
depan terlebih dahulu, kemudian bagian belakang. Ibu mengganti bajunya setiap
habis mandi dan menjelang tidur, dan mengganti pakaian dalamnya setelah
mandi atau jika basah.
4. Pergerakan
Ibu mengatakan tidak ada kendala saat bergerak
5. Penglihatan
Ibu mengatakan tidak ada kendala dalam penglihatan
6. Pendengaran
Ibu mengatakan tidak ada kendala saat mendengar
7. Cairan
Ibu mengatakan sebelum hamil minum 5-6 gelas perhari. Sejak hamil yang
sekarang ibu minum 7-8 gelas air putih perhari, dan minum 1 gelas susu setiap
pagi.
8. Nutrisi
Ibu mengatakan sebelum hamil makan 2 kali sehari dengan porsi sedang. Selama
hamil ibu makan 2 kali sehari dengan menu nasi dan lauk pauk. Ibu tidak suka
makan sayur, tidak mempunyai alergi terhadap makanan.
9. Eliminasi
1) Buang air kecil (BAK)
Sebelum hamil buang air kecil 4-5 kali sehari. Selama hamil frekuensi BAK
menjadi bertambah 6-7 kali perhari, terlebih pada malam hari. Tidak ada
keluhan.
2) Buang air besar (BAB)
Ibu mengatakan tidak ada perubahan dalam buang air besar (BAB) 1 kali sehari,
konsistensi lunak dan tidak ada keluhan.
10. Oksigenasi
Ibu mengatakan tidak ada kendala saat bernafas
11. Seksual
Sejak ibu mengetahui hamil sampai usia kehamilan sekarang ibu belum melakukan
hubungan seksual karena ibu merasa khawatir dengan kehamilannya.

g. Pemeriksaan Fisik
1. Pemeriksaan Umum
Keadaan Umum : lemas
Kelainan bentuk badan : Tidak ada
Kesadaran : Compos mentis
Keadaan Vital sign : 100/80 mmHg
Nadi : 68 x/menit
Respirasi : 20 x/menit
Suhu : 36,50C
2. Pemeriksaan kebidanan Muka
Sklera putih, konjungtiva pucat
Leher
Rahang tidak pucat, tidak ada caries gigi
Dada
Tidak ada pembengkakan kelenjar tiroid dan limfe, tidak ada peningkatan
tekanan vena jugularis Perut
1) Inspeksi : Striae livide : tidak ada, Linea nigra: Tidak ada
2) Palpasi : Tidak ada, adanya nyeri tekan
3) Auskultasi : Tidak Ada
Ekstermitas
1) Atas
Kedua tangan tidak oedema, kuku tampak pucat, terpasang infus RL 20 tetes/menit
pada tangan kanan.
2) Bawah
Kedua kaki tidak oedema, tidak ada varices, kuku merah muda,refleks patella positif
Genetalia
Genitalia eksterna : Terdapat pengeluaran darah pervaginam, berwarna merah segar,
tidak ada gumpalan, tidak ada jaringan yang keluar.
Ispekulo : Terlihat pengeluaran darah dari kavum uteri, tidak berbau, ostium uteri
tertutup.
Pemeriksaan dalam : Tidak ada pembukaan

h. Pemeriksaan Penunjang
Urine :+ Proteine urine : Tidak Ada
Glukosa : Tidak Ada
Darah :HB : 9,5 g/dl (> 11g/dl)
HT : 30% (37-43%)
Gol darah : A+
Fases : Baik
USG : Tidak Ada
Papsmear : Tidak Ada
i. Terapi : RL 20 tetes/menit
j. Analisa Data
NO Data Fokus Problem Etiologi
1. DS : Nyeri Perdarahan dalam desidia
Akut basalis
→ Pasien mengatakan nyeri pada

perut bawah, nyeri seperti di iris
Nekrosis jaringan sekitar
– iris dan nyeri di rasakan saat

bergerak berlangsung selama 4 jam
Hasil konsepsi
DO : lepas(abbortus)

→ TD : 90/80 mmHg
Vili koliaris merembas lebih
→ Suhu : 36,50C
dalam(8-9mg)
→ Nadi : 68 x/menit

→ RR : 20 x/menit Lepas sebagian
→ P : Nyeri timbul saat digerakkan ↓
→ Q : Nyeri seperti di iris-iris Plasenta tertinggal dalam
→ R : Nyeri dibagian perut bawah rahim

→ S : Skala nyeri 5
Tindakan kuret
→ T : 4 Jam

Uterus berkontraksi

Nyeri abdomen

Frekuensi nadi meningkat

Nyeri Akut
2. DS : Ansietas Perdarahan dalam desidia
→ Pasien mengeluh pusing basalis
→ Pasien mengaatakan bingung ↓
dengan apa yang terjadi DO : Nekrosis jaringan sekitar
→ TD : 90/80 mmHg ↓
→ Suhu : 36,50C Hasil konsepsi
→ Nadi : 68 x/menit lepas(abbortus)
→ RR : 20 x/menit ↓
→ Pasien tampak pucat Vili koliaris merembas lebih
dalam(8-9mg)
→ Pasien tampak gelisah

→ Konungtiva anemis
Lepas sebagian

Plasenta tertinggal dalam
rahim

Tindakan kuret

Uterus berkontraksi

Nyeri abdomen

Frekuensi nadi meningkat

Gelisah ↓
Ansietas

FORMAT DIAGNOSA KEPERAWATAN

NO Daftar diagnosa Diagnosa teratasi Tanggal Teratasi


Keperawatan
1. Nyeri akut b.d agen
pendera fisiologis d.d 
frekuensi nadi
meningkat
2. Ansietas b.d kebutuhan
tidak terpenuhi d.d 
tampak gelisah

FORMAT PERENCANAAN

Tanda Tangan
Diagnosa Rencana Tujuan
NO Rencana Tindakan dan Nama
Keperawatan dan Kriteria Hasil
Terang
1. Nyeri akut b.d Setelah dilakukan Manajemen Nyeri
agen pendera intervensi selama Tindakan/Observasi
fisiologis d.d 4 x 24 jam maka → Identifikasi lokasi, karakteristik durasi,
frekuensi nadi nyeri akan frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
meningkat menurun dengan → Identifikasi skala nyeri
kriteria hasil :
→ Identifikasi respons nyeri non verbal

1. Keluhan → Identifikasi faktor yang


memperberat dan
nyari (4 cukup
memperingan nyeri
menurun)
→ Identifikasi pengetahuan dan
2. Gelisah (3
keyakinan tentang nyeri
sedang)
→ Identifikasi pengaruh budaya
3. Pola napas (4
terhadap respon nyeri
cukup
membaik ) → Identifikasi pengaruh nyeri pada
kualitas hidup
4. Tekanan darah
(3 sedang) → Monitor keberhasilan terapi
komplementer yang sudah diberikan
→ Monitor efek samping penggunaan
analgetik
Terapeutik
→ Berikan teknik nonfarmakologi untuk
mengurangi rasa nyeri (akupresur,
terapi musik, biofeedback, terapi
pijat, aromaterapi, teknik imajinasi
terbimbing, kompres hangat dingin,
terapi bermain
→ Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri (mis. suhu
ruangan, pencahayaan, kebisingan)
→ Fasilitasi istirahat dan tidur
→ timbangkan jenis dan sumber nyeri
dalam pemilihan strategi meredakan
nyeri
Edukasi
→ Jelaskan penyebab, periode, dan
pemicu nyeri
→ Jelaskan strategi meredakan nyeri
→ Anjurkan memonitor nyeri secara
mandiri
→ Anjurkan menggunakan analgetik
secara tepat
→ Ajarkan teknik nonfarmakologis
danmengurangi
untuk persepsi rasa nyeri Kolaborasi
→ Latih kegiatan pengalihan untuk
→ Kolaborasi pemberian analgetik, jika
mengurangi ketegangan
perlu penggunaan mekanisme
→ Latih
2. Ansietas b.d Setelah dilakukan Reduksi Ansietas
pertahanan diri yang tepat
kebutuhan tindakan →
Tindakan/Observasi
Latih teknik relaksasi
tidak terpenuhi keperawatan 4x Kolaborasi
→ Identifikasi saat tingkat ansietas
d.d tampak → Kolaborasi
berubah pemberian obat
24 jam kecemasan
gelisah antiansietas
klien akan → Identifikasi kemampuan mengambil
menurun dengan keputusan
kriteria hasil : → Monitor
Terapi tanda-tanda ansietas
Relaksasi
Teraupetik
Tindakan/Observasi
→ Identifikasi
→ Ciptakan penurunan
suasana tingkiat
teraupetik untuk
1. Perilaku energi, ketidakmampuan
menumbuhkan kepercayaan
gelisah (1 berkonsentrasi, atau gejala lain yang
→ Temani pasien untuk kurangi
menurun) mengganggu kemampuan kognitif
kecemasan
→ Identifikasi teknik relaksasi yang
2. Perilaku → Pahami
pernah efektif yang
situasi membuat
digunakan
tegang(1 → Identifikasi
ansietas kesediaan, kemapuan
menurun) dan teknik sebelumnya
→ Dengarkan dengan penuh peehatian
3. Keluhan → Periksan ketegangan otot, frekuensi
→ Gunakan pendekatan yangtenang dan
pusing (1 nadi, tekanan darah, dan suhu
meyakinkan
menurun) sebelum dan sesudah latihan
→ Monitor
→ Tempatkanresponbarang
terhadappribadi
terapi yang
4. Konsentrasi memberikan kenyamanan
relaksasi
(3 sedang) → Motivasi mengidentifikasi situasi yang
Teraupetik
→ Ciptakan
memicu kecemasan
lingkungan tenang dan
5. Pola tidur (3
sedang) tanpa gangguan dengan pencahayaan
→ Diskusikan perencanaan realistis
dan suhu ruang nyaman
tentang peristiwa yang akan datang
→ Berikan informasi tertulis tentang
Edukasi
persiapan dan prosedur teknik
→ Jelaskan prosedur, termasuk sensasi
relaksasi
yang mungkin dialami
→ Gunakan pakaian longgar
→ Informasikan
Gunakan nada secara
suarafaktual
lembutmengenai
dengan
diagnosa,
irama pengobatan
lambat dan prognosis
dan berirama
→ Gunakankeluarga
→ Anjurkan relaksasitetap
sebagai strategi
bersama
penunjang
pasien dengan analgesik atau
tindakan lain
→ Anjurkan melakukan kegiatan yang
Edukasi
tidak kompetitif
→ Jelaskan tujuan, manfaat, batasan,
→ Anjurkan
dan jenismengungkapkan perasaan
relaksasi yang tersedia
→ Jelaskan secara rinci intervensi
relaksasi yang pilih
→ Anjurkan mengambil posisi nyaman
Anjurkan sering mengulang atau
melatih teknik yang dipilih
→ Demonstrasi dan latih teknik
relaksasi

FORMAT PELAKSANAAN

NO TGL JAM IMPLEMENTASI JAM EVALUASI (SOAP) PARAF

1 29/07/ 09.00 → Melakukan kunjungan 16.10 S:


2020 pertama → Ny.D mengatakan nyeri saat
09.05 → Melakukan bergerak
pemeriksaan ttv
→ Ny.D mengatakan bingung
Nyeri dengan apayang terjadi O :
→ Mengidentifikasi
09.10 → TD : 90/80 mmHg
lokasi, karakteristik
→ Suhu : 36,50C
durasi, frekuensi,
kualitas, intensitas → Nadi : 68 x/menit
nyeri → RR : 20 x/menit
→ Mengidentifikasi → P : Nyeri timbul saat
09.15 digerakkan
skala nyeri
→ Mengidentifikasi → Q : Nyeri seperti di iris-iris
09.20 respons nyeri non → R : Nyeri dibagian perut
verbal bawah
→ Mengidentifikasi → S : Skala nyeri 5
09.25 faktor yang → T : 4 Jam
memperberat dan → Pasien tampak gelisah
memperingan nyeri
→ Mengidentifikasi A:
09.30 pengetahuan dan - Masalah belum teratasi.
keyakinan tentang
P:
nyeri
Mengulagi dan melanjutkan
→ Mengidentifikasi
intervensi
pengaruh budaya
09.35 → Melakukan pemeriksaan ttv
terhadap respon nyeri
→ Monitor keberhasilan terapi
→ Mengidentifikasi
komplementer yang sudah
pengaruh nyeri pada
09.40 diberikan
kualitas hidup
→ Monitor efek samping
penggunaan analgetik

Ansietas → Periksan ketegangan otot,


09.45 → Mengidentifikasi saat frekuensi nadi, tekanan
tingkat ansietas darah, dan suhu sebelum
berubah dan sesudah latihan
→ Mengidentifikasi → Monitor respon terhadap
09.50 kemampuan terapi relaksasi
mengambil keputusan → Monitor tanda-tanda
→ Mengidentifikasi ansietas
penurunan tingkiat → Berikan teknik
09.55
energi, nonfarmakologi untuk
ketidakmampuan mengurangi rasa nyeri
berkonsentrasi, atau (akupresur, terapi musik,
gejala lain yang biofeedback, terapi pijat,
mengganggu aromaterapi, teknik
kemampuan kognitif imajinasi terbimbing,
→ Mengidentifikasi kompres hangat dingin,
10.00 teknik relaksasi yang terapi bermain
pernah efektif → Lakukan kontrol
digunakan lingkungan yang
→ Mengidentifikasi memperberat rasa nyeri
kesediaan, (mis. suhu ruangan,
10.05
kemapuan dan teknik pencahayaan, kebisingan)
sebelumnya → Berikan fasilitasi istirahat dan
tidur
→ Ciptakan suasana teraupetik
untuk menumbuhkan
kepercayaan
2 30/07/ 13.00 → Melakukan kunjungan 20.00 S:
2020 kedua → Ny.D mengatakan nyeri
13.05 → Melakukan sudah berkurang sedikit
pemeriksaan ttv saat bergerak O :
Nyeri → TD : 100/80 mmHg
13.10
→ Monitor keberhasilan
→ Suhu : 37,50C
terapi komplementer
→ Nadi : 70 x/menit
yang sudah diberikan
→ RR : 20 x/menit
→ Monitor efek samping
13.15 → P : Nyeri timbul saat
penggunaan analgetik
digerakkan
→ Monitor tanda-tanda
13.20 → Q : Nyeri seperti di iris-iris
vital sebelum dan
sesudah pemberian → R : Nyeri dibagian perut
analgesik bawah

→ Monitor efektifitas → S : Skala nyeri 4


13.25 analgesik → T : 3 Jam
13.30 → Periksan ketegangan → Pasien tampak gelisah
otot, frekuensi nadi,
tekanan darah, dan A:
suhu sebelum dan
- Masalah belum teratasi.
sesudah latihan
13.35 P:
→ Berikan teknik
nonfarmakologi untuk Mengulagi dan melanjutkan
mengurangi rasa nyeri intervensi
(akupresur, terapi → Melakukan pemeriksaan ttv
musik, biofeedback, → Penyampaian materi
terapi pijat, tentang nyeri
aromaterapi, teknik → Anjurkan memonitor nyeri
imajinasi terbimbing, secara mandiri
kompres hangat
→ Anjurkan menggunakan
dingin, terapi bermain
analgetik secara tepat
→ Lakukan Kontrol
→ Ajarkan teknik
lingkungan yang
13.40 nonfarmakologis untuk
memperberat
mengurangi rasa nyeri
rasa nyeri (mis.
suhu ruangan, → Anjurkan keluarga tetap
bersama pasien
pencahayaan,
kebisingan) → Anjurkan melakukan
kegiatan yang tidak
→ Berikan fasilitasi kompetitif
istirahat dan tidur
→ Anjurkan mengungkapkan
13.45 Ansietas perasaan dan persepsi
→ Monitor respon
terhadap terapi
13.50 relaksasi
→ Monitor tanda-tanda
ansietas
→ Ciptakan suasana
13.55
teraupetik untuk
menumbuhkan
14.00
kepercayaan
3 31/07/ 08.30 → Melakukan kunjungan 15.40 S:
2020 ketiga → Ny.D mengatakan nyeri
08.35 → Melakukan berkurang sedikit seperti
pemeriksaan ttv kemarin O :
Nyeri → TD : 110/80 mmHg
08.40 → Penyampaian materi → Suhu : 37,50C
tentang nyeri
→ Anjurkan memonitor → Nadi : 70 x/menit
09.15
nyeri secara mandiri → RR : 18 x/menit
09.20 → Anjurkan → P : Nyeri timbul saat
menggunakan digerakkan
analgetik secara tepat → Q : Nyeri seperti di iris-iris
09.25 → Ajarkan teknik → R : Nyeri dibagian perut
nonfarmakologis bawah
untuk mengurangi → S : Skala nyeri 4
rasa nyeri Ansietas
→ T : 1 Jam
→ Anjurkan keluarga → Pasien tampak gelisah
tetap bersama pasien
09.30
→ Anjurkan melakukan
A:
kegiatan yang tidak
09.35 kompetitif - Masalah belum teratasi.
→ Anjurkan P:
mengungkapkan Mengulagi dan mengevaluasi
09.40 perasaan dan persepsi pengetahuan keluarga

4 1/08/ 10.00 → Melakukan kunjungan 16.40 S:


2020 keempat → Ny.D mengatakan sudah
10.05 → Melakukan tidak nyeri O :
pemeriksaan ttv
→ TD : 120/80 mmHg
→ Latih kegiatan
10.10 → Suhu : 37,50C
pengalihan untuk
→ Nadi : 90 x/menit
mengurangi
ketegangan → RR : 20 x/menit

→ Latih penggunaan
10.15 mekanisme A:
pertahanan diri yang - Masalah teratasi.
tepat P:
10.20 → Latih teknik relaksasi Intervensi dihentikan
10.25 → Anjurkan mengambil
posisi nyaman
→ Anjurkan rileks dan
merasakan sensasi
10.30
relaksasi
→ Anjurkan sering
10.35 mengulang atau
melatih teknik yang
dipilih
→ Demonstrasi dan latih
10.40 teknik relaksasi
DAFTAR PUSTAKA

Bahrudin, M. (2018). Patofisiologi Nyeri (Pain). Saintika Medika, 13(1), 7.


https://doi.org/10.22219/sm.v13i1.5449

Darmawati. (2011). Mengenali abortus dan faktor yang berhubungan dengan


kejadian abortus. Idea Nursing Journal, II(1).

Mulyaningasih, D. (2013). Asuhan Keperawatan Pada Abortus.

Oliver, J. (2018). Tanda dan Gejala Nyeri. Journal of Chemical Information and
Modeling, 53(9), 1689–1699.

Purwaningrum, E. D., & Fibriana, A. I. (2017). HIGEIA JOURNAL OF PUBLIC HEALTH.


1(3), 84–94.

Susilowati, R. U. (2019). LAPORAN PENDAHULUAN ABORTUS.

Zuliyanti, R. (2019). TINJAUAN PUSTAKA. 5–18.

Anda mungkin juga menyukai