NAMA
UNIT : ………………………………
DEPARTEMEN KEPERAWATAN
2023
BAB I
TINJAUAN TEORI
A. DEFINISI
B. ANATOMI FISIOLOGI
1. Vagina
Vagina menghubungkan genitalia eksterna dengan genitalia
interna. Introitus vaginae tertutup pada himen (selaput dara), suatu
lipatan selaput setempat. Pada seorang virgo selaput daranya masih
utuh, dan lubang selaput dara (hiatus himenalis) umumnya hanya dapat
dilalui oleh jari kelingking.
Pada koitus pertama himen robek di beberapa tempat dan sisanya
dinamakan karunkulae mirtiformes. Bentuk lain yang ditemukan pada
himen ialah hymen kribriformis (menunjukkan beberapa lubang), himen
septus, dan sebagainya; kadang-kadang himen tertutup sama sekali
(himen imperforatus). Besarnya lubang himen tidak menentukan apakah
wanita tersebut masih virgo atau tidak.
2. Uterus
Uterus pada seorang dewasa berbentuk seperti buah advokat atau
buah peer yang sedikit gepeng. Ukuran panjang uterus adalah 7-7,5 cm,
lebar di tempat yang paling lebar 5,25 cm, dan tebal 2,5 cm. Uterus
terdiri atas korpus uteri (% bagian atas) dan serviks uteri (VS bagian
bawah). Di dalam korpus uteri terdapat rongga (kavum uteri), yang
membuka ke luar melalui saluran (kanalis servikalis) yang terletak di
serviks. Bagian bawah serviks yang terletak di vagina dinamakan porsio
uteri (pars vaginalis servisis uteri), sedangkan yang berada di atas vagina
disebut pars supravaginalis servisis uteri. Antara korpus dan serviks
masih ada bagian yang disebut isthmus uteri.
Bagian atas uterus disebut fundus uteri, di situ tuba Fallopii kanan
dan kiri masuk ke uterus.Dinding uterus terdiri terutama atas
miometrium, yang merupakan otot polos berlapis tiga; yang sebelah luar
longitudinal, yang sebelah dalam sirkuler, yang antara kedua lapisan ini
beranyaman. Miometrium dalam keseluruhannya dapat berkontraksi
dan berrelaksasi.
Kavum uteri dilapisi oleh selaput lendir yang kaya dengan kelenjar,
disebut endometrium.Endometrium terdiri atas epitel kubik, kelenjar-
kelenjar, dan stroma dengan banyak pembuluh-pembuluh darah yang
berkeluk-keluk. Di korpus uteri endometrium licin, akan tetapi di serviks
berkelok-kelok; kelenjar- kelenjar itu bermuara di kanalis servikalis (arbor
vitae). Pertumbuhan dan fungsi endometrium dipengaruhi sekali oleh
hormon steroid ovarium.
Uterus pada wanita dewasa umumnya terletak di sumbu tulang
panggul dalam anteversiofleksio (serviks ke depan atas) dan membentuk
sudut dengan vagina, sedang korpus uteri berarah ke depan dan
membentuk sudut 120°-130° dengan serviks uteri. Di Indonesia uterus
sering ditemukan dalam retrofleksio (korpus uteri berarah ke belakang)
yang pada umumnya tidak memerlukan pengobatan.
3. Tuba
Tuba Fallopii ialah saluran telur berasal — seperti juga uterus —
dari duktus Miilleri. Rata-rata panjangnya tuba 11-14 cm. Bagian yang
berada di dinding uterus dinamakan pars intertisialis, lateral dari itu (3-6
cm) terdapat pars isthmika yang masih sempit (diameter 2-3 mm), dan
lebih ke arah lateral lagi pars ampullaris yang lebih lebar (diameter 4-10
mm) dan mempunyai ujung terbuka menyerupai anemon yang disebut
infundibulum. Bagian luar tuba diliputi oleh peritoneum viserale, yang
merupakan bagian dari ligamentum latum.
4. Ovarium
Indung telur pada seorang dewasa sebesar ibu jari tangan, terletak
di kiri dan di kanan, dekat pada dinding pelvis di fossa ovarika.Ovarium
berhubungan dengan uterus dengan ligamentum ovarii
proprium.Pembuluh darah ke ovarium melalui ligamentum
Suspensorium ovarii (ligamentum infundibulopel- vikum).
5. Vulva
Vulva ialah tempat bermuaranya sistem urogenital. Di sebelah luar vulva
dilingkari oleh labia majora (bibir besar) yang ke belakang menjadi satu dan
membentuk kommissura posterior dan perineum. Di bawah kulitnya terdapat
jaringan lemak serupa dengan yang ada di mons veneris. Medial dari bibir
besar ditemukan bibir kecil (labia minora) yang ke arah perineum menjadi satu
dan membentuk frenulum labiorum pudendi. Di depan frenulum ini terletak
fossa navikulare. Kanan dan kiri dekat pada fossa navikulare ini dapat dilihat
dua buah lubang kecil tempat saluran kedua glandulae Bartholini bermuara.
Ke depan labia minora menjadi satu dan membentuk prepusium klitoridis dan
frenulum klitoridis. Di bawah prepusium klitoridis terletak klitoris. Kira-kira 1,5
cm di bawah klitoris terdapat orifisium urethrae eksternum (lubang kemih). Di
kanan kiri lubang kemih ini terdapat dua lubang kecil dari saluran yang buntu.
(Mulyaningasih, 2013)
C. KLASIFIKASI
b. Abortus insipiens
Abortus ini ditandai oleh kehilangan darah sedang hingga
berat,kontraksi uterus yang menyebabkan nyeri kram pada
abdomen bagian bawah dan dilatasi serviks.
c. Abortus kompletus
Abortus ini terjadi kalau semua produk oembuahan seperti janin,
selaput ketuban dan plasenta sudah keluar. Perdarahan dan rasa
nyeri kemudian akan berhenti, serviks menutup dan uterus
mengalami involusi.
d. Abortus inkompletus
Abortus ini berkaitan dengan retensi sebagian produk pembuahan
(hampir selalu plasenta) yang tidak begitu mudah terlepas pada
kehamilan dini seperti halnya pada kehamilan aterm. Dalam
keadaan ini, perdarahan tidak segera berkurang sementara serviks
tetap terbuka.
e. Missed abortion
Abortus ini terjadi kalau sesudah mengalami abortus iminens,
perdarahan per vaginam berhenti namun produk pembuahan
meninggal dan tetap berada dalam rahim. Tanda-tanda kehamilan
berkurang, yaitu: payudara menjadi lebih kecil dan lebih lunak,
pertumbuhan uterus terhenti, dan wanita tersebut tidak lagi
‘merasa’ hamil. Sesudah beberapa minggu, sekret kecoklatan dapat
terlihat keluar dari dalam vagina dan tanda-tanda eksternal
kehamilan menghilang. Hipofibrinogenemia dapat terjadi. Bekuan
darah dari perdarahan plasennta kadang-kadang memenuhi uterus
untuk membentuk mola karneosa. Evakuasi spontan akhirnya
terjadi pada sekitar usia kehamilan 18 minggu dan sebagian dokter
beranggapan bahwa tindakan yang lebih aman adalah menunggu
evakuasi spontan. Namun demikian, wanita meminta dokter untuk
mengeluarkannya secepat mungkin setelah menyadari bahwa
bayinya sudah meninggal. Keadaan ini memberikan situasi yang
sangat sulit.
g. Abortus habitualis
Abortus ini digunakan kalau seorang wanita mengalami tiga kali atau
lebih abortus spontan yang terjadi berturut-turut. Penyebab abortus
habitualis lebih dari satu (multipel). Dan sering terdapat lebih dari satu
faktor yang terlibat.
h. Abortus septik
Infeksi dapat mempersulit setiap jenis abortus karena resistensi
normal saluran genitalia pada hakikatnya tidak terdapat saat ini.
Abortus kriminalis (abortus ilegal yang dilakukan secara gelap)
masih menjadi penyebab infeksi yang paling serius karena tidak
dilakukan secara aseptik. Faktor lain yang terlibat adalah
keberadaan produk pembuahan, yaitu jaringan plasenta yang mati
di dalam rahim. Infeksi dapat menyerang endometrium dan
menyebar ke bagian lain secara langsung atau tidak langsung untuk
menyebabkan peritonitis, salpingitis, dan septikemia.
2. Abortus provokatus (induced abortion) terjadi karena sengaja dilakukam
dengan memakai obat-obatan maupun alat-alat.
b. Abortus Kriminalis
Abortusyang terjadi oleh karena tindakan-tindakan yang tidak legal atau
tidak berdasarkan indikasi medis.(Susilowati, 2019)
D. MANIFESTASI KLINIS
2. Faktor Maternal
a. Kelainan anatomi uterus Adanya kelainan anatomi uterus seperti
Leiomyoma yang besar dan multipel atau adanya sinekia uterus
(Ashermann Syndrome) dapat meningkatkan risiko
b. Infeksi
Beberapa jenis infeksi dan hubungannya dengan abortus telah
diteliti secara luas, misal: Lysteria monocytogenes, Mycoplasma
hominis, Ureaplasma urealyticum, Toxoplasma gondii, dan Virus
(Herpes simplex, Cytomegalovirus, Rubella) memiliki hubungan
yang bervariasi dengan semua jenis abortus spontan. Data
penelitian yang menghubungkan infeksi dengan abortus
menunjukkan hasil yang beragam,sehingga American College of
Obstetricians and Gynecologyst menyatakan bahwa infeksi bukan
penyebab utama abortus trimester awal.
c. Penyakit Metabolik
Abortus sering dihubungkan dengan adanya penyakit metabolik
pada ibu seperti tuberkulosis, Diabetes Mellitus, Hipotiroidisme,
dan anemia.Anemia dapat mengurangi suplai oksigen pada
metabolisme ibu dan janin karena dengan kurangnya kadar
hemoglobin maka berkurang pula kadar oksigen dalam darah. Hal
ini dapat memberikan efek tidak langsung pada ibu dan janin
antara lain kematian janin, meningkatnya kerentanan ibu pada
infeksi dan meningkatkan risiko terjadinya prematuritas pada bayi).
d. Faktor Imunologi
Sindroma Antibodi Fosfolipid adalah gangguan imunologi
autoimunitas yang ditandai dengan adanya antibodi dalam sirkulasi
yang melawan fosfolipid membran dan setidaknya
memperlihatkan satu sindroma klinik spesifik (abortus berulang,
trombosis yang penyebabnya tak jelas dan kematian
janin).Penegakkan diagnosa setidaknya memerlukan satu
pemeriksaan serologis untuk konfirmasi diagnosis (antikoagulansia
lupus, antibodi kardiolipin).Pengobatan pilihan adalah aspirin dan
heparin (atau prednison dalam beberapa kasus tertentu).
e. Trauma Fisik
Trauma yang tidak menyebabkan terhentinya kehamilan sering kali
dilupakan.Yang diingat hanya kejadian tertentu yang dapat
menyebabkan Abortus. Namun, sebagian besar abortus spontan
terjadi beberapa waktu setelah kematian mudigah atau janin
(Smith, 2015).
3. Faktor Paternal
Faktor paternal Tidak banyak yang diketahui tentang faktor paternal
(ayah) dalam terjadinya abortus spontan.yang jelas, translokasi kromosom
pada sperma dapat menyebabkan abortus.
1. Perdarahan (Hemorrage)
2. Perforasi sering terjadi di waktu dilatasi dan kuretase yang dilakukan oleh
tenaga yang tidak ahli seperti dukun anak, dll
3. Infeksi dan tetanus
4. Payah ginjal akut
5. Syok karena perdarahan banyak dan infeksi berat (sepsis)
(Susilowati, 2019)
G. PATOFISIOLOGI
Pada awal abortus terjadi dalam desidua basalis, diikuti nekrosis jaringan
yang menyebabkan hasil konsepsi terlepas dan dianggap benda asing dalam
uterus. Sehingga menyebabkan uterus berkonsentrasi untuk mengeluarkan
benda asing tersebut. Apabila pada kehamilan kurang dari 8 minggu, nilai
khorialis belum menembus desidua serta mendalam sehingga hasil konsempsi
dapat dikeluarkan seluruhnya. Apabila kehamilan 8 sampai 4 minggu villi
khorialis sudah menembus terlalu dalam sehingga plasenta tidak dapat
dilepaskan sempurna dan menimbulkan banyak pendarahdan daripada
plasenta. Perdarahan tidak banyak jika plasenta tidak lengkap. Peristiwa ini
menyerupai persalinan dalam bentuk miniature.
Pada janin yang telah meninggal dan tidak dikeluarkan dapat terjadi
proses modifikasi janin mengering dan karena cairan amnion menjadi kurang
oleh sebab diserap. Ia menjadi agak gepeng (fetus kompresus). Dalam tingkat
lebih lanjut ia menjadi tipis seperti kertas pigmenperkamen.
Kemungkinan lain pada janin mati yang tidak lekas dikeluarkan ialah
terjadinya maserasi, kulterklapas, tengkorak menjadi lembek, perut
membesar karena terasa cairan dan seluruh janin berwarna kemerah-
merahan.(Susilowati, 2019)
H. PATHWAY
I. PENATALAKSANAAN
1. Istirahat baring
Tidur berbaring merupakan unsur penting dalam pengobatan karena
cara ini menyebabkan bertambahnya aliran darah ke uterus dan
berkurangnya rangsang mekanis.
2. Diet tinggi protein dan tambahan vitamin C.
3. Periksa denyut nadi dan suhu badan dua kali sehari bila klien tidak panas dan
empat jam bila pasien panas.
4. Bersihkan vulva minimal dua kali sehari dengan cairan antiseptikuntuk
mencegah infeksi terutama saat masih mengeluarkan cairan coklat.
(Mulyaningasih, 2013)
J. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Tes kehamilan dengan hasil positif bila janin masih hidup, bahkan 2-3 minggu
stelah kehamilan.
2. Pemeriksaan doppler atau USG untuk menentukan apakah janin masih hidup
TINJAUAN KASUS
1. Pengkajian
a. Identitas
1) Identitas pasien berupa nama, alamat, umur, status, agama,
pendidikan, pekerjaan, tanggal lahir, nomor RM, diagnosa medis, jenis
kelamin.
b. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama
Keluhan utama yang dirasakan pasien.
2) Riwayat penyakit sekarang
Pengkajian kondisi kesehatan pasien saat ini.
3) Riwayat kesehatan dahulu
Pengkajian riwayat penyakit di masa lalu yang berhubungan kodisi
kesehatan saat ini.
a. Nyeri akut b.d agen pendera fisiologis d.d frekuensi nadi meningkat
1. Nyeri akut b.d Setelah Kriteria Hasil : Tingkat Manajemen Nyeri → Berguna dalam
agen pendera dilakukan Nyeri Tindakan/Observasi pengawasan
intervensi 1. Keluhan nyari (4 cukup → Identifikasi lokasi, karakteristik durasi, frekuensi, keefektifan obat,
fisiologis d.d
selama 4 x 24 menurun) kualitas, intensitas nyeri perubahan pada
jam maka karakteristik
frekuensi nadi 2. Gelisah (3 sedang) → Identifikasi skala nyeri
nyeri akan nyeri
meningkat 3. Pola napas (4 cukup → Identifikasi respons nyeri non verbal
menurun → Dapat menurunkan
membaik ) → Identifikasi faktor yang memperberat dan
memperingan nyeri stimulus internal
4. Tekanan darah (3
sedang) → Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
→ Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
→ Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
→ Monitor keberhasilan terapi komplementer yang
sudah diberikan
→ Monitor efek samping penggunaan analgetik
Terapeutik
→ Berikan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi rasa
nyeri (akupresur, terapi musik, biofeedback, terapi
pijat, aromaterapi, teknik imajinasi terbimbing,
kompres hangat dingin, terapi bermain
→ Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
(mis. suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan)
→ Fasilitasi istirahat dan tidur
→ timbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan
strategi meredakan nyeri
Edukasi
→ Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
→ Jelaskan strategi meredakan nyeri
→ Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
→ Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
→ Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi
rasa nyeri Kolaborasi
→ Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
PEMBERIAN ANALGESIK
Tindakan/Observasi
→ Identifikasi karakteristik nyeri (mis. Pencetus,
pereda, kualitas, lokasi, intensitas, frekuensi, durasi)
→ Identifikasi riwayat alergi obat
→ Identifikasi kesesuaian jenis analgesik (mis.
Narkotika, non-narkotika, atau NSAID) dengan
tingkat keparahan nyeri
→ Monitor tanda-tanda vital sebelum dan sesudah
pemberian analgesik
→ Monitor efektifitas analgesik Terapeutik
Pencegahan Syok
Tindakan/ Observasi
→ Monitor status kardiopulmonal
→ Monitor status oksigenasi
→ Monitor status cairan
→ Monitor tingkat kesadaran dan respon pupil
→ Periksa riwayat alergi
Teraupetik
→ Berikan oksigenasi untuk mempertahankan saturasi
oksigen >94%
→ Persiapan intubasi dan ventilasi mekanis
→ Pasang jalur IV
→ Pasang kateter urine untuk menilai produksi urine
Edukasi
→ Jelaskan penyebab/faktor risiko syok
→ Jelaskan tanda dan gelaja awal syok
→ Anjurkan melapor jika menemukan tanda dan gejala
awal syok
→ Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
→ Anjurkan menghindari alergen
Kolaborasi
→ Kolaborasi pemberian IV
→ Kolaborasi pemberian transfusi darah
→ Kolaborasi pemberian antiinflamasi
6. Risiko Setelah Kriteria Hasil : Manajemen Cairan → Untuk
ketidakseimabangan dilakukan Tindakan/Observasi mengetahui
intervensi 1. Asupan cairan (5 → Monitor status hidrasi status hidrasi
cairan d.d meningkat)
selama 4 x 24 → Monitor status hemodinamik → Untuk
jam maka 2. Kelembapan → Monitor berat badan
perdarahan mengetahui
keseimbanga membran mukosa Terapeutik
kebutuhan cairan
n cairan akan (5 meningkat) → Catat inteke-output dan hitungan balans cairan 24
jam → Untuk mengetahui
meningkat 3. Dehidrasi (5
→ Berikan asupan cairan sesuaik kebutuhan hilangnya cairan
menurun) karena aktivitas
→ Berikan cairan intravena
4. Tekanan darah (4 Kolaborasi atau muntal,
cukup membaik) → Kolaborasi pemberian diuretik jika perlu diare
5. Turgor kulit (5 → Untuk menjaga
membaik) Pemantauan cairan agar turgor kulit
Observasi tetap elastis
→ Memonitor kehilangan cairan
→ Mengidentifikasi factor resiko
ketidakseimbangan cairan (penyakit kelenjar)
Terapeutik
→ Mengatur interval waktu pemantauan sesuai
dengan kondisi pasien
→ Mendokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
→ Menejaskan prosedur dan tujuan pematauan
→ Me informasikan hasil pemantauan
6. Resiko infeksi Setelah Kriteria Hasil : PENCEGAHAN INFEKSI → Untuk
dilakukan Observasi mengetahui
b.d tidak 1. Demam (5 menurun)
intervensi → Identifikasi riwayat kesehatan dan riwayat alergi adanya riwayat
adekuatnya selama 4 x 24 2. Kemerahan (4 cukup alergi
→ Identifikasi kontraindikasi pemberian imunisasi
pertahanan jam maka menurun ) → Untuk
→ Identifikasi status imunisasi setiap kunjungan ke
tingkat infeksi 3. Nyeri (5 menurun) pencegahan
pelayanan kesehatan
sekunder akan 4. Bengkak (5 menurun) infeksi
menurun Terapeutik
5. Kultur darah (4
→ Berikan suntikan pada pada bayi dibagian paha
cukup membaik)
anterolateral
→ Dokumentasikan informasi vaksinasi
→ Jadwalkan imunisasi pada interval waktu yang tepat
Edukasi
→ Jelaskan tujuan, manfaat, resiko yang terjadi,
jadwal dan efek samping
→ Informasikan imunisasi yang diwajibkan pemerintah
→ Informasikan imunisasi yang melindungiterhadap
penyakit namun saat ini tidak diwajibkan
pemerintah
→ Informasikan vaksinasi untuk kejadian khusus
→ Informasikan penundaan pemberian imunisasi tidak
berarti mengulang jadwal imunisasi kembali
→ Informasikan penyedia layanan pekan imunisasi
nasional yang menyediakan vaksin gratis
BAB II
TINJAUAN KASUS
Ny. D (usia 25 tahun) datang ke IGD RSUD di antar suami pada tanggal 28 Juni 2020
dengan keluhan perdarahan awak kehamilan.Dari pemeriksaan yang di lakukan oleh
perawat di dapatkan :
Pasien mengeluh badan lemas, kepala pusing, muka pucat, konjungtiva anemis,
perdarahan pervagina berwarna merah terang dengan konsistensi cair, pembalut yang di
pakai pasien penuh, nyeri pada abdomen bawah,nyeri seperti di iris – iris, nyeri yang di
rasakan saat bergerak, saat di tanya dari angka 1-10 pasien mengatakan nyerinya di
angka 5, berlangsung selama 4 jam.
HB 9,5 g/dl
HT 30%
Pengkajian
b. Riwayat haid
1. Apakah Haid Teratur
Iya
2. Siklus berapa
28 Hari
3. Apakah ada masalah dengan haid Tidak Ada
4. HPHT / HPMT
03 April 2020
c. Riwayat perkawinan
1. Menikah / Belum Menikah
2. Menikah berapa lama
3 Tahun
LEOPOLD
Tujuan : Menentukan bagian terbawah janin
Bagian bawah sudah masuk PAP / belum
a. Riwayat Kehamilan lalu
Hamil Ke Masalah dalam Kehamilan
Tidak Ada Tidak Ada
b. Riwayat persalinan lalu
Partus Proses Lama Tempat Penolong Masalah
Ke persalinannya persalinan persalinan persalinan persalian
Tidak Tidak Ada Tidak Tidak Ada Tidak Ada Tidak Ada
Ada Ada
c. Riwayat nifas lalu
Masalah nifas yang Masalah bayi yang pernah Keadaan anak
dialami dialami
Tidak Ada Tidak Ada Tidak Ada
e. Riwayat Psikososial
1. Alasan ibu datang ke klinik
Pasien mengeluh badan lemas, kepala pusing, muka pucat, konjungtiva anemis,
perdarahan pervagina berwarna merah terang dengan konsistensi cair, pembalut
yang di pakai pasien penuh, nyeri pada abdomen bawah,nyeri seperti di iris – iris,
nyeri yang di rasakan saat bergerak
2. Perubahan yang timbul saat kehamilan Tidak Ada
3. Harapan tentang kehamilannya
Semoga anak yang ada dalam kandungan sehat
4. Orang yang tinggal bersama Suami
5. Orang yang terpenting
Suami
6. Dampak yang terjadi pada keluarga dengan kunjungan ke klinik Tidak Ada
7. Apa suami mau menemani ke klinik Iya
8. Rencana tempat melahirkan Tidak Ada
9. Rencana menyusui Tidak Ada
10. Apakah memelihara kucing
Tidak Ada
g. Pemeriksaan Fisik
1. Pemeriksaan Umum
Keadaan Umum : lemas
Kelainan bentuk badan : Tidak ada
Kesadaran : Compos mentis
Keadaan Vital sign : 100/80 mmHg
Nadi : 68 x/menit
Respirasi : 20 x/menit
Suhu : 36,50C
2. Pemeriksaan kebidanan Muka
Sklera putih, konjungtiva pucat
Leher
Rahang tidak pucat, tidak ada caries gigi
Dada
Tidak ada pembengkakan kelenjar tiroid dan limfe, tidak ada peningkatan
tekanan vena jugularis Perut
1) Inspeksi : Striae livide : tidak ada, Linea nigra: Tidak ada
2) Palpasi : Tidak ada, adanya nyeri tekan
3) Auskultasi : Tidak Ada
Ekstermitas
1) Atas
Kedua tangan tidak oedema, kuku tampak pucat, terpasang infus RL 20 tetes/menit
pada tangan kanan.
2) Bawah
Kedua kaki tidak oedema, tidak ada varices, kuku merah muda,refleks patella positif
Genetalia
Genitalia eksterna : Terdapat pengeluaran darah pervaginam, berwarna merah segar,
tidak ada gumpalan, tidak ada jaringan yang keluar.
Ispekulo : Terlihat pengeluaran darah dari kavum uteri, tidak berbau, ostium uteri
tertutup.
Pemeriksaan dalam : Tidak ada pembukaan
h. Pemeriksaan Penunjang
Urine :+ Proteine urine : Tidak Ada
Glukosa : Tidak Ada
Darah :HB : 9,5 g/dl (> 11g/dl)
HT : 30% (37-43%)
Gol darah : A+
Fases : Baik
USG : Tidak Ada
Papsmear : Tidak Ada
i. Terapi : RL 20 tetes/menit
j. Analisa Data
NO Data Fokus Problem Etiologi
1. DS : Nyeri Perdarahan dalam desidia
Akut basalis
→ Pasien mengatakan nyeri pada
↓
perut bawah, nyeri seperti di iris
Nekrosis jaringan sekitar
– iris dan nyeri di rasakan saat
↓
bergerak berlangsung selama 4 jam
Hasil konsepsi
DO : lepas(abbortus)
↓
→ TD : 90/80 mmHg
Vili koliaris merembas lebih
→ Suhu : 36,50C
dalam(8-9mg)
→ Nadi : 68 x/menit
↓
→ RR : 20 x/menit Lepas sebagian
→ P : Nyeri timbul saat digerakkan ↓
→ Q : Nyeri seperti di iris-iris Plasenta tertinggal dalam
→ R : Nyeri dibagian perut bawah rahim
↓
→ S : Skala nyeri 5
Tindakan kuret
→ T : 4 Jam
↓
Uterus berkontraksi
↓
Nyeri abdomen
↓
Frekuensi nadi meningkat
↓
Nyeri Akut
2. DS : Ansietas Perdarahan dalam desidia
→ Pasien mengeluh pusing basalis
→ Pasien mengaatakan bingung ↓
dengan apa yang terjadi DO : Nekrosis jaringan sekitar
→ TD : 90/80 mmHg ↓
→ Suhu : 36,50C Hasil konsepsi
→ Nadi : 68 x/menit lepas(abbortus)
→ RR : 20 x/menit ↓
→ Pasien tampak pucat Vili koliaris merembas lebih
dalam(8-9mg)
→ Pasien tampak gelisah
↓
→ Konungtiva anemis
Lepas sebagian
↓
Plasenta tertinggal dalam
rahim
↓
Tindakan kuret
↓
Uterus berkontraksi
↓
Nyeri abdomen
↓
Frekuensi nadi meningkat
↓
Gelisah ↓
Ansietas
FORMAT PERENCANAAN
Tanda Tangan
Diagnosa Rencana Tujuan
NO Rencana Tindakan dan Nama
Keperawatan dan Kriteria Hasil
Terang
1. Nyeri akut b.d Setelah dilakukan Manajemen Nyeri
agen pendera intervensi selama Tindakan/Observasi
fisiologis d.d 4 x 24 jam maka → Identifikasi lokasi, karakteristik durasi,
frekuensi nadi nyeri akan frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
meningkat menurun dengan → Identifikasi skala nyeri
kriteria hasil :
→ Identifikasi respons nyeri non verbal
FORMAT PELAKSANAAN
→ Latih penggunaan
10.15 mekanisme A:
pertahanan diri yang - Masalah teratasi.
tepat P:
10.20 → Latih teknik relaksasi Intervensi dihentikan
10.25 → Anjurkan mengambil
posisi nyaman
→ Anjurkan rileks dan
merasakan sensasi
10.30
relaksasi
→ Anjurkan sering
10.35 mengulang atau
melatih teknik yang
dipilih
→ Demonstrasi dan latih
10.40 teknik relaksasi
DAFTAR PUSTAKA
Oliver, J. (2018). Tanda dan Gejala Nyeri. Journal of Chemical Information and
Modeling, 53(9), 1689–1699.