Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

INPARTU

A. Pendahuluan
Menurut data WHO sebanyak 99 persen kematian ibu akibat masalah
persalinan atau kelahiran terjadi di negara-negara berkembang. Rasio kematian ibu di
negara-negara berkembang merupakan yang tertinggi dengan 450 kematian ibu per
100 ribu kelahiran bayi hidup jika dibandingkan dengan rasio kematian ibu di
sembilan negara maju dan 51 negara persemakmuran.
Menurut Pusat Data Dan Informasi Kementrian Kesehatan RI Angka
Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan salah satu
indikator pembangunan kesehatan dalam RPJMN 2015-2019 dan SDGs. Menurut
data Survey Demografi Dan Kesehatan Indonesia (SDKI), Angka Kematian Ibu
sudah mengalami penurunan pada periode tahun 1994- 2012 yaitu pada tahun 1994
sebesar 390 per 100.000 kelahiran hidup, tahun 1997 sebesar 334 per100.000
kelahiran hidup, tahun 2002 sebesar 307 per 100.000 kelahiran hidup, tahun 2007
sebesar 228 per 100.000 kelahiran hidup namun pada tahun 2012, Angka Kematian
Ibu meningkat kembali menjadi sebesar 359 per 100.000 kelahiran hidup.
Untuk AKB dapat dikatakan penurunan on the track (terus menurun) dan
pada SDKI 2012 menunjukan angka 32/1.000 KH (SDKI 2012). Dan pada tahun
2015, berdasarkan data SUPAS 2015 baik AKI maupun AKB menunjukan penurunan
(AKI 305/100.000 KH; AKB 22,23/ 1000 KH).Ditinjau berdasarkan laporan profil
kesehatan kab/kota Sumatera Utara jumlah kematian ibu pada tahun 2016 dilaporkan
tercatat sebanyak 239 kematian. Namun bila dikonversi, maka berdasarkan profil
Kabupten/Kota maka AKI Sumatera Utara adalah sebesar 85/100.000 kelahiran
hidup.
Angka tersebut jauh berbeda dan diperkirakan belum menggambarkan AKI
yang sebenarnya pada populasi, terutama bila dibandingkan dari hasil Sensus
Penduduk 2010. AKI di Sumatera Utara sebesar 328/100.000 KH, namun, masih
cukup tinggi bila dibandingkan dengan angka nasional hasil 2010 yaitu sebesar
259/100.000 KH.
Dari data yang bersumber pada Dinas Kesehatan Aceh kabupaten/kota,
diketahui jumlah kematian ibu yang dilaporkan sebanyak 141 kasus dan lahir hidup
101.296 jiwa, maka rasio angka kematian ibu di Aceh kembali menunjukkan
penurunan menjadi 139 per 100.000 lahir hidup. Perhitungan AKI di setiap
kabupaten/kota sulit dilakukan, karena jumlah kelahiran hidup tidak mencapai
100.000 kelahiran dan masih ada kemungkinan under reported. Upaya efektif untuk
menurunkan AKI adalah dengan meningkatkan pertolongan persalinan oleh tenaga
kesehatan di fasilitas kesehatan, serta meningkatkan penggunaan kontrasepsi paska
persalinan dan penanganan komplikasi maternal ( Dinkes Aceh 2018).

B. Pengertian
Persalinan adalah proses pengeluaran kelahiran hasil konsepsi yang dapat
hidup diluar uterus melalui vagina ke dunia luar yang terjadi pada kehamilan yang
cukup bulan (37-42 minggu) dengan ditandai adanya kontraksi uterus yang
menyebabkan terjadinya penipisan, dilatasi serviks, dan mendorong janin keluar
melalui jalan lahir dengan presentase belakang kepala tanpa alat atau bantuan (lahir
spontan) serta tidak ada komplikasi pada ibu dan janin (Indah & Firdayanti, 2019).
Persalinan merupakan suatu peristiwa yang sangat penting dalam kehidupan
wanita. Proses persalinan memiliki arti yang berbeda disetiap wanita, dengan belum
adanya pengalaman akan memunculkan kecemasan dan ketakutan yang berlebih
selama proses persalinan. Keadaan ini sering terjadi pada wanita yang pertama kali
melahirkan (Wijaya dkk, 2015).
Persalinan merupakan suatu proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan
plasenta) yang cukup bulan atau dapat hidup diluar kandungan melalui jalan lahir
atau melalui jalan lain, dengan bantuan ataupun tanpa bantuan (kekuatan sendiri)
(Sulistyowati & Nugraheny, 2013).
C. Anatomi Fisiologi
Psikologis ibu yang tidak stabil, peran suami sangat dibutuhkan selama
proses persalinan. Beberapa wujud nyata peran laki- laki saat istrinya melahirkan
adalah memberian dukungan berupa pendampingan selama proses persalinan terjadi,
sehingga dapat mempermudah proses persalinan, memberikan perasaan nyaman,
semangat, rasa percaya diri ibu meningkat, serta mengurangi tindakan medis.
Dukungan seorang suami dalam proses persalinan merupakan sumber kekuatan yang
tidak dapat diberikan oleh tenaga kesehatan. Dukungan suami berupa penguatan,
memberikan semangat istri baik moral maupun material seperti memberikan
dukungan fisik, psikologis, emosi, informasi, penilaian dan keuangan atau finansial
(Marmi, 2012).
Selain memberikan dukungan dan pendampingan peran seorang suami
selama persalinan diantaranya mengambil keputusan tentang tempat pengiriman/
tempat rujukan persalinan, menyiapkan transportasi untuk menuju tepat persalinan
dan juga yang terpenting adalah mengetahui akan komplikasi saat kehamilan dan
persalinan. Peran seorang suami dalam proses persalinan sering dihiraukan, salah
satunya dikarenakan faktor adat istiadat dan kebijakan rumah sakit yang kurang
mendukung (Gebrehiwotet al, 2012).
1. Genetalia eksterna
a. Vulva
b. Mons pubis
c. Labia mayora
d. Labia minora
e. Klitoris
f. Vestibulum
g. Perinium
2. Genetalia internal
a. Vagina
Vagina adalah suatu tuba yang berdinding tipis yang dapat melipat dan
mampu meregang secara luas, merupakan tabung yang dilapisi membran
dar jenis epitelium bergaris khusus yang di aliri banyak pembuluh darah
dan serabut saraf. Karena tonjolan serviks kebagian atas vagina, panjang
dinding anterior vagina hanya sekitar 7,5 cm, sedangkan panjang dinding
posterior sekitar 9 cm. Pada puncak vagina menonjol leher rahim (serviks
uteri) yang disebut porsio.
Bentuk vagina sebelah dalam berlipat-lipat disebut rugae. Dinding vagina
terdiri atas 4 lapisan :
1) Lapisan epitel berlapis; pada lapisan ini tidak terdapat kelenjar tetapi
cairan akan merembes melalui epitel untuk memberikan kelembapan;
2) Jaringan konektil farioler yang di pasok pembuluh darah.
3) Jaringan otot polos berserabut longitudinal dan serkuler.
4) lapisan luar jaringan ikat fibrisa berwarna putih yang bercampur dengan
facia pelvis.
b. Uterus
Uterus merupakan organ muskular yang berongga, berdinding tebal,
berotot, berbentuk buah pir, terletak di dalam pelvis antara rektum di
belakang dan kandung kemih di depan, ototnya di sebut miometrium.
Uterus terapung di dalam pelvis dengan jaringan ikat ligamen. Panjang
uterus kurang lebih 7,5 cm dan lebar 5 cm tebal atau kedalaman 2,5 cm dan
berat 50 gr. Pada rahim wanita yang belum pernah menikah (bersalin),
uterus normal memiliki bentuk simetris, nyeri tekan, licin dan teraba padat.
Ligamen dan otot dasar pelvis menopang uterus, termasuk badan perinium,
secara keseluruhan ada 10 ligamen yang menstabilisasi uterus kedalam
rongga pelvis diantaranya :
Uterus terdiri dari:
1) Fundus uteri (dasar rahim) merupakan bagian uterus yang terletak di
antara kedua pangkal saluran telur;
2) Korpus uteri merupakan bagian uterus yang terbesar pada kehamilan,
bagian ini berfungsi sebagai tempat janin berkembang. Rongga yang
terdapat pada korpus uteri disebut kavum uteri atau rongga rahim;
3) Servik uteri merupakan ujung serviks yang menuju puncak vagina dan
disebut porsio, hubungan antara kavum uteri dan kanalis servikalis
disebut ostium uteri internum.
c. Tuba Fallopi
Tuba fallopi juga dikenal dengan istilah oviduct (saluran telur) dan kadang-
kadang disebut tuba uteri. Sepasang tuba fallopi melekat pada fundus uteri.
Tuba ini memanjang kearah lateral, mecapai ujung bebas ligamen lebar dan
berlekuk-lekuk mengelilingi setiap ovarium. Panjang tuba ini kira-kira 10 cm
dengan diameter 0,6 cm. Setiap tuba mempunyai lapisan peritonium di bagian
luar, lapisan tipis dibagian tengah, dan lapisan mukosa dibagian dalam.
Tuba fallopi terdiri atas:
1) Infundibulum, merupakan bagian yang paling distal. Muara yang berbentuk
seperti terompet dikelilingi oleh fibria. Fibria menjadi bengkok dan hampir
erektil saat ovulasi;
2) Ampula, membangun segmen distal dan segmen tengah tuba. Seperma dan
ovum bersatu dan fertilisasi terjadi di ampula;
3) Istmus, teletak proksimal terhadap ampula, istmus kecil dan padat, sangat
mirip ligamentum teres uteri;
4) Interstisial, melewati miometrium antara fundus dan korpus uteri dan
mempunyai lumen berukuran paling kecil (terowongan), berdiameter
kurang dari 1 mm. Sebelum ovum yang dibuahi dapat melewati lumen ini,
ovum tersebut harus melpaskan sel-sel granulosa yang membungkusnya.
d. Ovarium (indung telur)
Wanita pada umumnya mempunyai 2 indung telur kanan dan kiri, yang
dengan mesovarium menggantung di bagian belakang ligamentum latum, kiri
dan kanan. Ovarium adalah kurang lebih sebesar ibu jari tangan dengan
ukuran panjang kira-kira 4 cm, lebar dan tebal kira-kira 1,5 cm.
Struktur ovarium terdiri atas:
1) kortek di sebelah luar yang diliputi oleh epitelium germinativum yang
berbentuk kubik.
2) medulla disebelah dalam korteks tempat terdapatnya stroma dengan
pembuluh-pembuluh darah,serabut-serabut saraf, dan sedikit otot polos.
Diperkirakan pada wanita terdapat kira-kira 100.000 folikel primer. Tiap
bulan satu folikel akan keluar, yang dalam perkembangannya akan
menjadi folikel de Graaf. Folikel de Graaf yang matang terisi dengan
likuor felikuler, mengandung estrogen dan siap untuk berovulasi.

D. Etiologi
Selama kehamilan, didalam tubuh perempuan terdapat dua hormon yang
dominan yaitu esterogen dan progesteron. Hormon esterogen berfungsi untuk
meningkatkan sensitivitas otot rahim serta memudahkan penerimaan rangsangan
dari luar seperti rangsangan oksitosin, prostaglandin, dan mekanis. Sedangkan,
hormon progesteron berfungsi untuk menurunkan sensitivitas otot rahim,
menghambat rangsangan dari luar seperti rangsangan oksitosin, prostaglandin dan
mekanis serta menyebabkan otot rahim dan otot polos relaksasi (Sulistyawati,
dkk, 2013).
Sampai saat ini hal yang menyebabkan mulainya proses persalinan belum
diketahui sehingga hanya ada teori-teori antara lain disebabkan oleh hormon,
struktur rahim, sirkulasi rahim, pengaruh tekanan pada saraf, dan nutrisi. Dengan
demikian dapat disebutkan beberapa teori yang dapat menyebabkan persalinan
menurut Rohani (2013) sebagai berikut :
a. Teori Keregangan Otot rahim mempunyai kemampuan meregang dalam
batas tertentu. Setelah batas waktu tersebut terjadi kontraksi sehingga
persalinan dapat dimulai. Keadaan uterus terus membesar dan menjadi
tegang yang mengakibatkan iskemia otot-otot uterus.
b. Teori Penurunan Progesteron Proses penuaan plasenta terjadi mulai umur
kehamilan 28 minggu, dimana terjadi penimbunan jaringan ikat sehingga
pembuluh darah mengalami penyempitan dan buntu. Produksi progesteron
mengalami penurunan sehingga otot rahim lebih sensitive terhadap
oksitosin. Akibatnya, otot rahim mulai berkontraksi setelah tercapai tingkat
penurunan progesteron tertentu.
c. Teori Oksitosin Internal Oksitosin dikeluarkan oleh kelenjar hipofisis pars
posterior. Perubahan keseimbangan esterogen dan progesteron dapat
mengubah sensitivitas otot rahim sehingga sering terjadi kontraksi Braxton
Hicks. Menurunnya konsentrasi progesteron akibat tuanya usia kehamilan
menyebabkan oksitosin meningkatkan aktifitas sehingga persalinan
dimulai.
d. Teori Prostaglandin Konsentrasi prostaglandin meningkat sejak umur
kehamilan 15 minggu yang dikeluarkan oleh desidua. Pemberian
prostaglandin saat hamil dapat menimbulkan kontraksi otot rahim sehingga
hasil konsepsi dapat dikeluarkan. Prostaglandin dianggap sebagai pemicu
terjadinya persalinan

E. Manifestasi klinis
Menurut Sondakh, 2015 tanda dan gelala persalinan meliputi :
1. Ibu merasakan ingin meneran bersamaan dengan terjadinya kontraksi
2. Ibu merasakan makin meningkatnya tekanan pada rectum atau vaginanya
3. Perineum terlihat menonjol
4. Vulva vagina, dan spingter ani terlihat membuka
5. Peningkatan pengeluaran lendir dan darah

F. Patofisiologi
Persalinan pada wanita melibatkan serangkaian peristiwa yang progesif
dimulai dengan aktivasi hypothalamic pituitary adrenal (HPA) dan peningkatan
corticotropin releasing hormone (CRH) plasenta, hal ini menyebabkan penurunan
fungsi progesterone dan aktivasi esterogen yang kemudian akan mengaktivasi CAPs,
oksitosin, dan prostaglandin. Peristiwa biologis ini akan menyebabkan pematangan
serviks, kontraksi uterus, aktivasi desidua dan membrane janin serta pada kala II
persalinan akan meningkatkan oksitosin ibu.
Persalinan dibagi menjadi 4 tahap. Pada kala I serviks membuka dari sampai
10 cm. Kala I dinamakan juga kala pembukaan. Kala II dinamakan dengan kala
pengeluaran karena kekuatan his dan kekuatan mengejan, janin di dorong keluar
sampai lahir. Dalam kala III atau disebut juga kalaurie, plasenta terlepas dari dinding
uterus dan dilahirkan. Kala IV mulai dari lahirnya plasenta sampai 2 jam kemudian
(Sumarah, 2011). Inpartu ditandai dengan keluarnya lendir bercampur darah karena
serviks mulai membuka dan mendatar. Darah berasal dari pecahnya pembuluh darah
kapiler sekitar kanalis servikalis karena pergeseranpergeseran ketika serviks mendatar
dan membuka (Rohani, 2013).
Kala I adalah kala pembukaan yang berlangsung antara pembukaan 0-10 cm
atau pembukaan lengkap. Proses ini terjadi dua fase yakni fase laten selama 8 jam
dimana serviks membuka sampai 3 cm dan fase aktif selama 7 jam dimana serviks
membuka dari 3-10 cm. Kontraksi lebih kuat dan sering terjadi salama fase aktif.
Pada permulaan his kala pembukaan berlangsung tidak begitu kuat sehingga
parturient atau ibu yang sedang bersalin masih dapat berjalam-jalan (Sulistyawati,
2013 ).
Kala II merupakan kala pengeluaran bayi dimulai dari pembukaan lengkap
sampai bayi lahir. Uterus dengan kekuatan hisnya ditambah kekuatan meneran akan
mendorong bayi hingga lahir. Proses ini biasanya berlangsung 2 jam pada
primigravida dan 1 jam pada multigravida. Diagnosis persalinan ditegakkan dengan
melakukan pemeriksaan dalam untuk memastikan pembukaan sudah lengkap dan
kepala janin sudah tampak di vulva dengan diameter 5-6 cm (Sulistyawati, 2013 ).
Gejala utama kala II menurut Jenny J.S Sondakh (2013) yakni :

1. His semakian kuat dengan interval 2 sampai 3 menit dengan durasi 50 sampai
100 detik.
2. Menjelang akhir kala I ketuban pecah yang ditandai dengan pengeluaran
cairan secara mendadak.
3. Ketuban pecah pada pembukaan mendekati lengkap diikuti keinginan untuk
mengejan akibat tertekannya pleksus frankenhauser.
4. Kedua kekuatan his dan mengejan lebih mendorong kepala bayi sehingga
kepala membuka pintu, subocciput bertindak sebagai hipoglobin kemudian
secara berturut-turut lahir ubun-ubun besar, dahi, hidung dan muka, serta
kepala seluruhnya.
5. Kepala lahir seluruhnya dan diikuti oleh putar paksi luar, yaitu penyesuaian
kepala pada punggung.
6. Setelah putar paksi luar berlangsung maka persalinan bayi ditolong dengan
dengan cara memegang kepala pada os occiput dan di bawah dagu, kemudian
ditarik dengan mengunakan cunam ke bawah untuk melahirkan bahu depan
dan ke atas untuk melahirkan bahu belakang. Setelah kedua bahu lahir ketiak
dikait untuk melahirkan sisa badan bayi, kemudian bayi lahir diikuti oleh sisa
air ketuban. Kala III adalah waktu untuk pelepasan plasenta dan pengeluaran
plasenta. Setelah kala II yang berlangsung tidak lebih dari 30 menit, kontraksi
uterus berhenti sekitar 5 sampai 10 menit. Dengan lahirnya bayi dan proses
retraksi uterus, maka plasenta lepas dari lapisan nitabusch. Lepasnya plasenta
sudah dapat diperkirakan dengan memperhatikan tanda tanda sebagai berikut :
a. Uterus menjadi berbentuk bundar danUterus terdorong ke atas karena
plasenta dilepas ke segmen bawah rahim
b. Tali pusat bertambah panjang
c. Terjadi perdarahan
Plasenta dan selaput ketuban harus diperiksa secara teliti setelah
dilahirkan, bagian plasenta lengkap atau tidak. Bagian permukaan maternal
yang normal memiliki 6 sampai 20 kotiledon. Jika plasenta tidak lengkap maka
disebut ada sisa plasenta serta dapat mengakibatkan perdarahan yang banyak
dan infeksi (Sondakh, 2013).
Kala IV dimulai dari lahirnya plasenta selama 1 sampai 2 jam. Pada
kala IV dilakukan observasi terhadap perdarahan pasca persalinan, paling sering
terjadi pada 2 jam pertama. Observasi yang dilakukan menurut Sulistyawati
(2013) adalah sebagai berikut : Tingkat kesadaran pasien,Pemeriksaan tanda-
tanda vital yakni tekanan darah, nadi, dan pernafasan, Kontraksi uterus.
Terjadinya perdarahan. Perdarahan dianggap masih normal bila jumlahnya
tidak melebihi 400 sampai 500 cc.

G. Pathway
H. Komplikasi
Adapun beberapa komplikasi menurut Mustika. 2013 adalah :
1. Persalinan macet
2. Rupture uteri
3. Infeksi atau sepsis
4. Perdarahan
5. Ketuban pecah dini (KPD)
6. Malpresentasi dan Malposisi janin
7. Pre-eklamsia dan eklamsia

I. Pemeriksaan Diagnostic
1. Pemeriksaan laboraturium Cairan yang keluar dari vagina diperiksa dengan
Tes Lakmus (tes nitrazin), jika kertas lakmus merah berubah menjadi biru
menunjukkan adanya air ketebuan atau bisa melakukan pemeriksaan
Mikroskopik (tes pakis), dengan meneteskan air ketuban pada gelas objek dan
dibiarkan kering.Pemeriksaan mikroskopik menunjukkan gambaran daun
pakis
2. Pemeriksaan ultrasonografi (USG) Pemeriksaan USG untuk memeriksa
oligohidramnion sangat membantu apabila belum jelas tentang adanya tanda-
tanda ketuban sudah pecah (Mustika, 2013:250).

J. Penatalaksanaan
Persiapan penting yang harus diingat adalah (Kemenkes RI., 2014):
1. Persiapan Penolong
2. Persiapan tempat persalinan, peralatan dan bahan
3. Persiapan tempat dan lingkungan untuk kelahiran bayi
4. Persiapan ibu dan keluarga
a. Persiapan untuk ibu dengan memberikan asuhan sayang ibu untuk kala II
dengan cara memberikan penjelasan:
1) Suami/keluarga tetap mendampingi ibu selama proses persalinan.
2) Keluarga terlibat dalam memberikan asuhan, misalnya ibu berganti
posisi, rangsangan taktil, memberikan makan atau minum, teman
bicara ataupun memberikan dukungan dan semangat.
3) Menjelaskan tahapan dan kemajuan proses persalinan.
4) Ibu harus tenang dan minta untuk menyampaikan apa diinginkan agar
bisa dibantu.
5) Ibu dapat ibu memilih posisi yang paling nyaman untuk proses
melahirkan.
6) Bila pembukaan lengkap, anjurkan ibu hanya meneran bila ada
dorongan kuat dan spontan untuk meneran. Jangan menganjurkan
meneran berkepanjangan dan menahan nafas dan anjurkan beristirahat
diantara kontraksi.
b. Membersihkan perineum ibu Membersihkan vulva dan perineum dengan
gulungan kapas atau kasa menggunakan air matang (DTT), untuk pencegahan
infeksi pada persalinan kala II. Bila keluar tinja, bersihkan dengan alas
bokong.
c. Mengosongkan kandung kemih Jelaskan pada ibu minimal 2 jam sekali ibu
kencing atau bila kandung kemih terasa penuh, bisa di kamar mandi atau bisa
dibantu dengan duduk di wadah penampung urin (pispot). Jangan melakukan
kateterisasi kandung kemih secara rutin sebelum atau setelah kelahiran bayi
dan/atau placenta kecuali terjadi retensi urin.
d. Bila ada tanda doranteknusperjolvulka (dorongan meneran, tekanan pada anus
dan penonjolan pada perenium serta vulva membuka) disertai ibu ingin
meneran, lakukan periksa dalam untuk memastikan pembukaan sudah lengkap
(10 cm).
e. Amniotomi Setelah dicek dengan periksa dalam pembukaan servix sudah
lengkap (10 cm ), bila selaput ketuban belum pecah, beri tahu ibu ketuban
akan dipecah. Cek warna air ketuban. Jika terdapat meconium, kemungkinan
bayi mengalami hipoksia sehingga pertolongan bayi setelah lahir perlu
dipersiapkan.
f. Lakukan pimpinan persalinan dan lakukan pemantauan DJJ setiap 5-10 menit,
dan pastikan ibu istirahat diantara kontraksi serta beri cukup minum.
g. Bila ada indikasi, lakukan episiotomi (perineum kaku, DJJ 160 x/menit).
h. Minta keluarga untuk melakukan stimulasi putting susu agar membantu
kekuatan dan kualitas kontraksi.
i. Jika bayi tidak lahir setelah 60 menit dipimpin, ibu segera di rujuk
kemungkinan turunnya kepala bayi karena ada disproporsi kepala-panggul
(CPD).
DAFTAR PUSTAKA

Dinkes Provinsi Aceh, Profil Kesehatan Provinsi Aceh Tahun 2018, Banda Aceh:

Dinkes Provinsi Aceh, 2018.

Gebrehiwotet, Wulandari D. 2012. Asuhan Kebidanan Nifas. Yogyakarta: Nuha

Medika

Indah, Firdayanti, & Nadyah. (2019). Manajemen Asuhan Kebidanan Intranatal Pada

Ny “N” dengan Usia Kehamilan Preterm di RSUD Syekh Yusuf Gowa Tanggal

01 Juli 2018. Jurnal Midwifery, 1(1), 1–14

Jenny J.S Sondakh, Andarsari R, Wening. 2013. Gambaran Pengetahuan, Sikap dan

Praktik Ibu Post Natal Terhadap Kunjungan Neonatus di BPS Hj Sri Wahyuni

kota Semarang Tahun 2013. Jurnal. Semarang

Kemenkes RI. 2014. Ditjen Bina Gizi dan KIA. Direktorat Bina Kesehatan Ibu

Pedoman Pelayanan Antenatal Terpadu Edisi 02. Jakarta: Kementerian

Kesehatan RI.

Marmi. 2012. Asuhan Kebidanan Patologis. Jakarta: Salemba Medika

Norma Nita, Dwi Mustika. 2013. “Asuhan Kebidanan Patologi”.Yogyakarta : Nuha

Medika.

Rohani, Gunardi ER, Koesno H. 2013. Buku Panduan Praktis Pelayanan

Kontrasepsi. Jakarta: P.T. Bina Pustaka


Sondakh Jenny J.S.2013.Asuhan Kebidanan Persalinan Dan Bayi Baru Lahir.

Malang: Erlangga

Sulistyawati, A. & Nugraheny, E. (2013). Asuhan Kebidanan pada Ibu Bersalin.

Jakarta: Salemba Medika

Sumarah.2011. Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita.Jakarta: Salemba Medika

Wijaya, D. E., Rillyani, Wandini, R., & Wardiyah, A. (2015). Pengaruh

Pendampingan Suami Terhadap Lamanya Persalinan Kala II di Ruang Delima

RSUD DR.H. Abdul Moeloek Lampung. Jurnal Keperawatan, 6, 6- 14.

Anda mungkin juga menyukai