Anda di halaman 1dari 5

46

BAB IV
ANALISIS KASUS

Sejak ± 1 tahun yang lalu OS mengeluh sering merasa sesak dan batuk-
batuk. Sesak dirasakan terutama jika OS sedang beraktivitas dan sesak tidak
dipengaruhi oleh cuaca. Sesak hilang jika OS beristirahat. Sesak sering disertai
batuk terus-menerus. Batuk disertai dahak yang berwarna putih dan kental.
Terkadang dahak sulit dikeluarkan dan memperberat keluhan OS ketika sesak.
Pada bulan Juni 2017, OS sempat di rawat di RSMP karena merasakan sesak
yang hebat. Sesak tidak hilang meski OS telah beristirahat. Sesak disertai batuk
berdahak terus menerus. OS dirawat selama ± 5 hari di rumah sakit dan
dianjurkan untuk rutin berobat ke Poli penyakit dalam.
Sejak ± 2 hari sebelum masuk rumah sakit yaitu pada tanggal 4 September
2017, pasien mengeluh sesak nafas. OS mengatakan sesak napas tidak
dipengaruhi oleh cuaca dan suhu. Sesak dipengaruh oleh aktivitas dan ketika OS
beristirahat sesak tidak berkurang. Semakin hari sesak bertambah berat. Pasien
mengeluh sangat susah untuk bernapas karena merasa begitu banyak dahak di
tenggorokan dan hidungnya. OS juga mengeluh batuk berdahak warna hijau
terutama di pagi hari. Selain itu, OS juga mengalami mual namun tidak muntah
karena kesulitan untuk mengeluarkan dahak. OS juga mengeluh nafsu makan
menurun. Demam disangkal. Saat mendapatkan perawatan di rumah sakit, OS.
sempat mendapatkan perawatan di ruangan ICU selama ± 6 hari sebelum
dipindahkan ke ruangan Ahmad Dahlan di akibatkan oleh sesak nafas yang berat
disertai dengan takikardi.
OS mengaku tidak memiliki riwayat hipertensi, riwayat penyakit jantung
dan riwayat asma. Riwayat penyakit DM juga disangkal. Sebelum sakit, Os
bekerja sebagai kuli bangunan di bagian pengaduk dan pembawa pasir semen.
Dari gejala tersebut dapat dikatakan bahwa pasien mengalami PPOK.
Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik dengan
karakteristik adanya hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat
47

progresif nonreversibel atau reversibel parsial, serta adanya respons inflamasi


paru terhadap partikel atau gas yang berbahaya.5
Faktor risiko yang penting pada PPOK adalah usia (biasanya usia
pertengahan), dan adanya riwayat pajanan, baik berupa asap rokok, polusi udara,
maupun polusi tempat kerja. Kebiasaan merokok merupakan satu - satunya
penyebab kausal yang terpenting, jauh lebih penting dari faktor penyebab lainnya.
Dalam pencatatan riwayat merokok perlu diperhatikan apakah pasien merupakan
seorang perokok aktif, perokok pasif, atau bekas perokok. Penentuan derajat berat
merokok dengan Indeks Brinkman (IB), yaitu perkalian jumlah rata-rata batang
rokok dihisap sehari dikalikan lama merokok dalam tahun. Interpretasi hasilnya
adalah derajat ringan (0-200), sedang (200-600), dan berat ( >600).5,10
Gejala PPOK terutama berkaitan dengan respirasi Gejala dari PPOK
adalah seperti susah bernafas, batuk kronis dan terbentuknya sputum kronis,
episode yang buruk atau eksaserbasi sering muncul. Salah satu gejala yang paling
umum dari PPOK adalah sesak napas (dyspnea). Orang dengan PPOK umumnya
menggambarkan ini sebagai:. "Saya merasa kehabisan napas," atau "Saya tidak
bisa mendapatkan cukup udara ".17
Orang dengan PPOK biasanya pertama sadar mengalami dyspnea pada
saat melakukan olahraga berat ketika tuntutan pada paru-paru yang terbesar.
Selama bertahun-tahun, dyspnea cenderung untuk bertambah parah secara
bertahap sehingga dapat terjadi pada aktivitas yang lebih ringan, aktivitas sehari-
hari seperti pekerjaan rumah tangga. Pada tahap lanjutan dari PPOK, dyspnea
dapat menjadi begitu buruk yang terjadi selama istirahat dan selalu muncul.17
Orang dengan PPOK kadang-kadang mengalami gagal pernafasan. Ketika
ini terjadi, sianosis, perubahan warna kebiruan pada bibir yang disebabkan oleh
kekurangan oksigen dalam darah, bisa terjadi. Kelebihan karbon dioksida dalam
darah dapat menyebabkan sakit kepala, mengantuk atau kedutan (asterixis). Salah
satu komplikasi dari PPOK parah adalah cor pulmonale, kejang pada jantung
karena pekerjaan tambahan yang diperlukan oleh jantung untuk memompa darah
melalui paru-paru yang terkena dampak.9 Gejala cor pulmonale adalah edema
perifer, dilihat sebagai pembengkakan pada pergelangan kaki, dan dyspnea.16
48

Untuk menilai kuantitas sesak napas terhadap kualitas hidup digunakan ukuran
sesak napas sesuai skala sesak menurut British Medical Research Council (MRC)
(Tabel.1).6
Tabel 1. Skala Sesak menurut British Medical Research Council (MRC)

Tabel 2. Skala Sesak


Skala Sesak Keluhan Sesak Berkaitan dengan Aktivitas

0 Tidak ada sesak kecuali dengan aktivitas berat


1 Sesak mulai timbul bila berjalan cepat atau naik
tangga 1 tingkat
2 Berjalan lebih lambat karena merasa sesak
3 Sesak timbul bila berjalan 100 m atau setelah
beberapa menit
4 Sesak bila mandi atau berpakaian

Penatalaksaan pasien ini. Pengobatan hari pertama yang diberikan berupa


pemberian cairan IVFD RL gtt xx/menit, Inj Aminofiline 2x2 amp, Inj.
Dexametason 2x1 amp, Cefixime 2x1 tab 200 mg, OBH Syr 3x1 C, Digoxin
3x0,25 mg tab. Pengobatan pada hari kedua yang diberikan cairan IVFD RL gtt
xx/menit, Inj Aminofiline 2x2 amp 20 mg, Cefixime 2x1 tab 200 mg, OBH Syr
3x1 C, Digoxin 3x0,25 mg tab. Pengobatan pada hari ketiga yang diberikan cairan
IVFD RL gtt xx/menit, Inj Aminofiline 2x2 amp 20 mg, Cefixime 2x1 tab 200
mg, OBH Syr 3x1 C, Digoxin 3x0,25 mg tab, B6 3x1 tab. Pengobatan pada hari
keempat yang diberikan cairan IVFD RL gtt xx/menit, Retphyl 2x1/2 tab 300 mg,
OBH Syr 3x1 C, Digoxin 3x0,25 mg tab, Omeprazol 2x1 Cap, B6 3x1 tab.
Pengobatan pada hari kelima yang diberikan cairan IVFD RL gtt
xx/menit, Retphyl 2x1/2 tab 300 mg, OBH Syr 3x1 C, Digoxin 3x0,25 mg tab,
Omeprazole 2x1 cap, B6 3x1 tab. Pengobatan pada hari keenam yang diberikan
Retphyl 2x1/2 tab 300 mg, OBH Syr 3x1 C, Digoxin 3x0,25 mg tab, Omeprazole
2x1 cap, B6 3x1 tab. Pengobatan pada hari ketujuh yang diberikan Retphyl 2x1/2
tab 300 mg, OBH Syrp 3x1 C, Digoxin 3x0,25 mg tab, B6 3x1 tab.
49

Penatalaksaan pada pasien sesuai dengan teori, yang menyatakan bahwa


prinsip penatalaksanaan PPOK eksaserbasi akut adalah mengatasi segera
eksaserbasi yang terjadi dan mencegah terjadinya kematian. Risiko kematian dari
eksaserbasi sangat berhubungan dengan terjadinya asidosis respiratorik, adanya
komorbid, dan kebutuhan akan alat ventilasi.6 Penatalaksanaan eksaserbasi akut di
rumah sakit dapat dilakukan secara rawat jalan atau rawat inap dan dilakukan di
poliklinik rawat jalan, ruang rawat inap, unit gawat darurat, atau ruang ICU. Betuk
tatalaksana yang dapat diberikan kepada pasien dengann serangan PPOK
eksaserbasi akut terbagi atas 2 yaitu melalui terapi farmakologi dan non
famakologi. Terapi farmakologi dapat diberikan obat-obat golongan bronkodilator,
kortikosteroid, antibiotika, dan mukolitik yang memiliki kerja untuk
mengembalikan, menstabilkan, dan mencegah pemburukan pada pasien pasca
PPOK eksaserbasi akut. Selain terapi non farmakologi yang dapat diberikan
adalah terapi oksigen, pemasangan ventilasi mekanik, pemberian nutrisi adekuat,
serta program rehabilitasi.5
Hal lain yang harus diberikan adalah pendidikan atau edukasi, karena
keterbatasan obat-obatan yang tersedia dan masalah sosiokultural lainnya, seperti
keterbatasan tingkat pendidikan dan pengetahuan penduduk, keterbatasan
ekonomi dan sarana kesehatan, edukasi di Puskesmas ditujukan untuk mencegah
bertambah beratnya penyakit dengan cara menggunakan obat yang tersedia
dengan tepat, menyesuaikan keterbatasan aktivitas serta mencegah eksaserbasi.
Keseimbangan nutrisi antara protein lemak dan karbohidrat juga harus dijaga.
Asupan nutrisi diberikan dalam porsi kecil tetapi sering. Kekurangan kalori dapat
menyebabkan meningkatnya derajat sesak. Pemberian karbohidrat yang
berlebihan menghasilkan CO2 yang berlebihan. Dan yang terakhir adalah tahap
rehabiltasi dimana pasien harus diberikan latihan pernapasan dengan pursed-lips,
latihan ekspektorasi dan latihan otot pernapasan dan ektsremitas.
Pada interpretasi EKG didapatkan hasil, Asinus rhytm, Axis normal, Ritme
aritmia, HR 120x/mnt, gelombang P tidak terlihat, interval PR pendek, QRS
kompleks lebar, ST elevasi pada lead II dan AVF, Gelombang T Inverted lead II
dan AVF. Dapat disimpulkan bahwa OS mengalami suatu Supraventrikular
50

Takikardi dan memiliki riwayat CAD sebelumnya. Keadaan ini telah sesuai teori,
SVT dipicu oleh mekanisme reentry. Hal ini dapat disebabkan oleh
denyut atrium prematur atau denyut ektopik ventrikel. SVT diamati
tidak hanya pada orang sehat, melainkan juga terjadi pada pasien
dengan infark miokard sebelumnya, prolaps katup mitral, penyakit
jantung rematik, perikarditis, pneumonia, penyakit paru-paru kronis,
dan keracunan alkohol saat ini. Toksisitas digoxin juga dapat
dikaitkan dengan SVT. SVT memiliki onset dan terminasi palpitasi
yang tiba-tiba, sedangkan sinus takikardi memiliki onset yang
mengalami percepatan ataupun perlambatan secara bertahap. Dengan
adanya gejala yang khas pada anamnesis yaitu onset yang tiba-tiba,
cepat, palpitasi yang reguler, dapat ditegakkan diagnosis SVT tanpa
dibutuhkannya pemeriksaan EKG berulang . 1 9
Presentasi EKG pada pasien dengan SVT biasanya terdapat
QRS kompleks yang sempit (QRS interval kurang daru 120msec),
tetapi beberapa kasus dapat dijumpa QRS kompleks yang lebar jika
berhubungan dengan pre existing or rate related bundle branch block .
Pada kompleks QRS yang lebar lebih baik kita mengasumsikan
takikardi berasal dari ventrikel sampai dapat dibuktikan. Setelah
kembali keirama sinus rhytm ke 12 lead EKG harus diperhatikal ada
atau tidaknya gelombang delta ( slurred upstroke at the onset of QRS
complex), yang mengindikasi adanya jalur tambahan ( accessory
pathway). Adapun bukti adanya preexcitation dapat minimal jika jalur
tambahan terletak jauh dari nodus sinus atau jika jalur tambahan
“concealed”.

Anda mungkin juga menyukai