BAB I
PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari laporan kasus ini adalah sebagai berikut.
1. Diharapkan seluruh dokter muda dapat memahami kasus psoriasis
vulgaris.
2. Diharapkan dikemudian hari dokter muda mampu mengenali dan
memberikan tatalaksana yang holistik dan sesuai dengan kompetensi
pada pasien psoriasis vulgaris.
1.3 Manfaat
1.3.1 Manfaat Teoritis
a. Bagi Institusi
Diharapkan laporan kasus ini dapat menjadi sumber ilmu
pengetahuan dan sebagai tambahan referensi dalam bidang ilmu
kesehatan kulit dan kelamin terutama tentang psoriasis vulgaris.
b. Bagi Akademik
Dapat dijadikan landasan untuk penulisan laporan kasus selanjutnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Psoriasis
2.1.1. Definisi
Psoriasis ialah penyakit yang penyebabnya autoimun, bersifat
kronik dan residif, ditandai dengan adanya bercak-bercak eritema
berbatas tegas dengan skuama yang kasar, berlapis-lapis dan transparan;
disertai fenomena tetesan lilin, Auspitz, dan Kbner. Psoriasis juga
disebut psoriasis vulgaris berarti psoriasis yang biasa, karena ada
psoriasis lain, misalnya psoriasis pustulosa.1
Psoriasis adalah penyakit peradangan kulit kronik dengan dasar
genetik yang kuat dengan karakteristik perubahan pertumbuhan dan
diferensiasi sel epidermis disertai manifestasi vaskuler, juga diduga
adanya pengaruh sistem saraf. Patogenesis psoriasis digambarkan
dengan gangguan biokimiawi dan imunologik yang menerbitkan
berbagai mediator perusak mekanisme fisiologis kulit dan
mempengaruhi gambaran klinis.8
2.1.2. Epidemiologi
Kasus psoriasis makin sering dijumpai. Meskipun penyakit ini
tidak menyebabkan kematian tetapi menyebabkan gangguan kosmetik,
terlebih mengingat bahwa perjalanannya menahun dan residif.1
Prevalensi psoriasis bervariasi antara 0,1- 11,8% di berbagai
populasi dunia. Insidens pada orang kulit putih lebih tinggi daripada
penduduk kulit berwarna. Di Eropa dilaporkan sebanyak 3-7%, di
Amerika Serikat 1-2%, sedangkan di Jepang 0,6%. Pada bangsa berkulit
hitam, misalnya di Afrika, jarang dilaporkan, demikian pula bangsa
Indian di Amerika.1 Insidens di Asia cenderung rendah (0,4%).2,4
4
2.1.3. Etiopatogenesis
1. Faktor genetik
Faktor genetik berperan pada patogenesis psoriasis.
Kemungkinan psoriasis diwariskan secara poligenik. Banyak faktor
pemicu seperti trauma, infeksi streptokokus dan obat tertentu yang
semua ini bergabung menjadi salah satu keadaan yang
mempengaruhi dalam timbulnya psoriasis. Gen tertentu mungkin
yang menyebabkan epidermis proliferatif, sedangkan yang lainnya
menyebabkan penyimpangan imunitas atau inflamasi.5
Berdasarkan awitan penyakit dikenal dua tipe: psoriasis tipe I
dengan awitan dini bersifat familial dan psoriasis tipe II dengan
awitan lambat bersifat nonfamilial. Hal lain yang menyokong adanya
faktor genetik ialah bahwa psoriasis berkaitan dengan HLA.
5
2. Faktor Imunologik
Lesi kulit psoriasis melibatkan epidermis dan dermis. Terdapat
penebalan epidermis, disorganisasi stratum korneum akibat
hiperproliferasi epidermis dan peningkatan kecepatan mitosis,
disertai peningkatan ekspresi intercellular adhesion molecule 1
(ICAM 1) serta abnormalitas diferensiasi sel epidermis.2
Gambaran histopatologisnya antara lain elongasi rete ridges,
parakeratosis, serta infi ltrasi berbagai sel radang. Sel T CD 3+ dan
CD 8+ dapat ditemukan di sekitar kapiler dermis dan epidermis. Sel
dendritik CD 11c+ biasanya ditemukan di dermis bagian atas. 3,5
Invasi sel CD 8+ ke epidermis berkaitan dengan munculnya lesi
kulit.4 Lesi psoriasis matang umumnya penuh dengan sebukan
limfosit T pada dermis yang terutama terdiri atas limfosit T CD4
dengan sedikit sebukan limfositik dalam epidermis. Sedangkan pada
lesi baru umumnya lebih banyak didominasi oleh limfosit T CD8.
Pada lesi psoriasi terdapat sekitar 17 sitokin yang produksinya
bertambah.1,2
Aktivasi sel T terutama dipengaruhi oleh sel Langerhans. Sel T
serta keratinosit yang teraktivasi akan melepaskan sitokin dan
kemokin, dan menstimulasi inflamasi lebih lanjut. Selain itu, kedua
komponen ini akan memproduksi tumor necrosis factor (TNF ),
yang mempertahankan proses inflamasi.2
Pada psoriasis pembentukan epidermis (turn over time) lebih
cepat, hanya 3-4 hari, sedangkan pada kulit normal lamanya 27 hari.
Nickolkoff (1998) berkesimpulan bahwa psoriasis merupakan
6
3. Faktor Pencetus
Berbagai faktor pencetus diantaranya adalah stres psikis, infeksi
lokal, trauma (fenomena Kbner), endokrin, gangguan metabolik,
obat, juga alkohol dan merokok. Stress psikik merupakan faktor
pencetus utama, mungkin dipengaruhi mekanisme neuroimunologis.
Faktor endokrin rupanya mempengaruhi perjalanan penyakit. Puncak
insiden psoriasis pada waktu pubertas dan menopause. Pada waktu
kehamilan umumnya membaik, sedangkan pada masa pascapartus
memburuk. Gangguan metabolisme contohnya hipokalsemia dan
dialisis telah dilaporkan sebagai faktor pencetus. Obat yang
umumnya dapat menyebabkan residif adalah beta-adrenergik
blocking agents, angiotensin-converting enzyme inhibitors, litium,
anti malaria, non steroid anti-inflamasi, gemfibrosil, beberapa jenis
antibiotik dan pengehentian mendadak kortikosteroid sistemik.1,8
Gambar 2.1. Tanda Auspitz, yaitu adanya titik perdarahan pada kulit bila
skuama dilepaskan.2
2. Geographic Tongue
Geographic tongue atau benign migratory glossitis merupakan
kelainan idiopatik yang berakibat hilangnya papil filiformis lidah.
Lesi biasanya berupa bercak eritematosa berbatas tegas menyerupai
peta dan berpindah-pindah.
9
3. Artritis Psoriatika
Merupakan bentuk klinis psoriasis ekstrakutan yang paling sering
muncul, pada sekitar 40% pasien psoriasis. Terkait kuat dengan
faktor genetik.
2. Psoriasis Gutata
Diameter kelainan biasanya tidak melebihi 1 cm. Timbulnya
mendadak dan diseminata pada tubuh bagian atas serta ekstremitas
proksimal. Umumnya terjadi setelah infeksi Streptococcus di saluran
napas bagian atas atau sehabis influenza atau morbili, terutama pada
anak dan dewasa muda. Dapat juga karena infeksi lain, baik bakteri
atau viral.1,2
4. Psoriasis Eksudativa
Bentuk tersebut sangat jarang. Biasanya kelainan psoriasis
kering, tetapi pada bentuk ini kelainannya eksudatif seperti
dermatitis akut.1
6. Psoriasis Pustulosa
Ada dua pendapat mengenai psoriasis pustulosa, pertama
dianggap sebagai penyakit tersendiri, kedua dianggap sebagai varian
psoriasis. Terdapat dua bentuk psoriasis pustulosa, bentuk lokalisata
dan generalisata. Bentuk lokalisata contohnya psoriasis pustulosa
palm-plantar (Barber). Sedangkan bentuk generalisata, contohnya
psoriasis pustulosa generalisata akut (von Zumbusch).1
7. Eritroderma Psoriatik
Eritroderma psoriatic dapat disebabkan oleh pengobatan topikal
terlalu kuat atau oleh penyakitnya sendiri yang meluas. Biasanya lesi
yang khas untuk psoriasis tidak tampak lagi karena terdapat eritema
dan skuama tebal universal. Ada kalanya lesi psoriasis masih tampak
samar-samar, yakni lebih eritematosa dan kulit lebih meninggi. 1
2.1.6. Diagnosis
Diagnosis psoriasis ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang.
1. Anamnesis
Sebagian pasien datang dengan keluhan gatal ringan.Kelainan kulit
terdiri atas bercak-bercak eritema yang meninggi (plak) dengan
skuama diatasnya yang umumnya simetris. Eritema sirkumskrip dan
merata, tetapi pada stadium penyembuhan, sering eritema yang di
tengah menghilang dan hanya terdapat di pinggir. Skuama berlapis-
lapis, kasar dan berwarna putih seperti mika, serta transparan. Besar
kelainan bervariasi: lentikuler, numular atau plakat, dapat
berkonfluensi.1,8
2. Pemeriksaan Fisik
Pada psoriasis terdapat fenomena tetesan lilin, Auspitz dan Kbner
(isomorfik).
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Spesifik
Ditemukan fenomena tetesan lilin (kaarsvlek phenomena),
Auspitz dan Kbner (isomorfik).1
b. Pemeriksaan Histopatologi
Pada psoriasis tampak gambaran histopatologi sepbagai berikut.1,7
1) Hiperkeratosis atau penebalan lapisan korneum
2) Parakeratosis, yakni terdapatnya inti stratum korneum sampai
hilangnya stratum granulosum
3) Akantosis, merupakan penebalan stratum spinosum dan
elongasi rete ridge epidermis
4) Granulosit neutrofilik bermigrasi melewati epidermis
membentuk mikro abses munro di bawah stratum korneum.
5) Peningkatan mitosis pada stratum basalis.
14
2.1.8. Tatalaksana
Jenis pengobatan psoriasis yang tersedia bekerja menekan gejala
dan memperbaiki penyakit. Tujuan pengobatan adalah menurunkan
keparahan penyakit sehingga pasien dapat beraktivitas dalam pekerjaan,
kehidupan social dan sejahtera untuk tetap dalam kondisi kualitas hidup
yang baik, tidak memperpendek masa hidupnya karena efek samping
obat. Kebanyakan pasien yang tidak dapat lepas dari terapi untuk
mempertahankan keadaan remisi. Prinsip pengobatan yang harus
dipegang adalah sebagai berikut.
a. Sebelum memilih pengobatan, harus dipikirkan evaluasi dampak
penyakit terhadap kualitas hidup pasien. Dikategorikan
15
2. Pengobatan Preventif
Menghindari atau mengurangi faktor pencetus, yaitu stres psikis,
infeksi fokal, endokrin, seta pola hidup lain yang dapat
meningkatkan resiko penurunan sistem imun seperti seks bebas
sehingga bisa tertular penyakit AIDS.3
3. Pengobatan Kuratif
A. Non Farmakologi
Penatalaksaan non-farmakologi salah satunya adalah dengan cara
melakukan edukasi kepada pasien. Adapun hal-hal yang dapat
disampaikan saat edukasi adalah sebagai berikut.
1. Memberitahukan kepada pasien agar tidak menggaruk bercak
yang ada.
2. Terangkan kepada pasien bahwa penyakit yang diderita terjadi
adalah akibat proses autoimun sehingga tujuan pengobatan adalah
untuk mengendalikan penyakit bukan untuk menyembuhkan.
3. Anjurkan pasien untuk rutin kontrol.
B. Farmakologi
1. Sistemik
Untuk menentukan pengobatan sistemik sebaiknya mengikuti
algoritma. Yang membutuhkan penanganan semacam ini biasanya
dipakai pada psoriasis berat, termasuk psoriasis plakat luas,
psoriasis pustulosa generalisata atau psoriasis arthritis.
a. Kortikosteroid
Kortikosteroid dapat mengontrol psoriasis, Prednison 30
mg per hari. Setelah membaik,dosis diturunkan perlahan-lahan,
kemudian diberi dosis pemeliharaan. Penghentian obat secara
mendadak akan menyebabkan kekambuhan dan dapat
terjadinya psoriasis pustulosa generalisata.1
17
b. Obat Sitostatik
Obat yang biasanya digunakan ialah metotreksat.
Indikasinya ialah untuk psoriasis, psoriasis pustulosa, psoriasis
arthritis dengan lesi kulit, eritroderma karena psoriasis yang
sukar terkontrol dengan obat standar.
Kontraindikasinya ialah: kelainan hepar, kelainan ginjal,
kelainan hematopoetik, kehamilan, penyakit infeksi aktif
(misalnya tuberculosis), ulkus peptikum, colitis ulserosa, dan
psikosis.
Dosisnya adalah 3x2,5 mg dengan interval 12 jam dalam
seminggu dengan dosis total 7,5 mg. Jika tidak tampak
perbaikan dosis dinaikkan 2,55 mg per minggu. Biasanya
dengan dosis 3x5 mg per minggu telah tampak perbaikan. Cara
lain adalah dengan diberikan i.m 7,525 mg dosis tunggal
setiap minggu. Cara tersebut lebih banyak menimbulkan efek
samping daripada cara pertama. Jika penyakitnya telah
terkontrol, dosis diturunkan atau masa interval diperpanjang
kemudian dihentikan dan kembali ke terapi topikal.
Setiap 2 minggu diperiksa kembali: Hb, jumlah leukosit,
hitung jenis, jumlah trombosit dan urin lengkap. Diperiksa juga
fungsi ginjal dan hati. Bila jumlah leukosit kurang dari 3.500,
metotreksat dihentikan. Jika fungsi hepar normal, biopsi hepar
dilakukan setiap dosis total mencapai 1,5 g. Jika fungsi
abnormal, biopsi dilakukan setiap dosis total mencapai 1g.
Efek sampingnya diantaranya adalah nyeri kepala,
alopesia, juga terhadap saluran cerna, sumsum tulang, hepar,
dan lien. Pada saluran cerna berupa nausea, nyeri lambung dan
diare. Jika hebat dapat terjadi enteritis hemoragik dan perforasi
intestinal. Depresi sumsum tulang berakibat timbulnya
leukopenia, trombositopenia dan kadang anemia. Pada hepar
dapat terjadi fibrosis dan sirosis.1
18
c. Levodopa
Levodopa sebenarnya dipakai untuk penyakit Parkinson.
Di antara penderita Parkinson yang sekaligus menderita
psoriasis, ada yang membaik psoriasinya dengan pengobatan
Levodopa. Dosisnya adalah antara 2 x 250 mg 3 x 500 mg.
Efek sampingnya berupa: mual, muntah, anoreksia, hipotensi,
ganguan psikik dan ganguan jantung.1
d. Diaminodifenilsulfon (DDS)
Dipakai sebagai pengobatan psoriasis pustulosa tipe
Barber dengan dosis 2x100 mg sehari. Efek sampingnya ialah
anemia hemolitik, methemoglobinemia, dan agranulositosis.1
f. Siklosporin
Efeknya adalah sebagai imunosupresif. Dosis 6 mg/kgBB
sehari. Bersifat nefrotoksik dan hepatotoksik. Hasil pengobatan
untuk psoriasis baik, hanya setelah obat dihentikan dapat
terjadi kekambuhan.
19
2. Topikal
a. Preparat Ter
Obat topikal yang biasa digunakan ialah preparat ter,
efeknya ialah anti radang. Menurut asalnya preparat ter dibagi
menjadi 3, yakni yang berasal dari:
- Fosil, misalnya iktiol
- Kayu, misalnya oleum kadini dan oleum ruski
- Batubara, misalnya liantral dan likuor karbonis detergens.
b. Kortikosteroid
Kortkosteroid topikal memberi hasil yang baik. Potensi dan
vehikulum bergantung pada lokasinya.1
Pada scalp, muka dan daerah lipatan digunakan krim, di
tempat lain digunakan salap. Pada daerah muka, lipatan dan
20
c. Ditranol (Antralin)
Obat ini dikatakan efektif. Kekurangannya adalah
mewarnai kulit dan pakaian. Konsentrasi yang biasanya
digunakan adalah 0,2-0,8% dalam pasta, salap atau krim. Lama
pemakaian hanya - jam sehari sekali untuk mencegah
iritasi. Penyembuhan dalam 3 minggu.1
e. Calcipotriol
Calcipotriol adalah sintetik vitamin D berupa salap atau
krim 50mg/g, efeknya ialah antiproliferasi. Perbaikan setelah
satu minggu. Efektifvitas salap ini sedikit lebih baik daripada
salap betametason 17-valerat.1
Efek samping pada 4-20% penderita berupa iritasi yakni
rasa terbakar dan tersengat, dapat pula terlihat eritema dan
skuamasai. Rasa tersebut akan menghilang setelah beberapa
hari sesudah obat dihentikan.1
f. Tazaroten
Obat ini merupakan molekul retinoid asetilinik topical,
efeknya menghambat proliferasi dan normalisasi petanda
dferensiasi keratinosit dan menghambat petanda proinflamasi
pada sel radang yang menginfiltrasi kulit. Tersedia dalam
bentuk gel dank rim dengan konsentrasi 0,05% dan 0,1%. Bila
dikombinasikan dengan steroid topikal potensi sedang dan kuat
akan mempercepat penyembuhan dan mengurangi iritasi.1
g. Emolien
Efek emolien adalah melembutkan permukaan kulit. Pada
batang tubuh selain lipatan, ekstremitas atas dan bawah
22
2.1.9. Komplikasi
Pasien dengan psoriasis memiliki angka morbiditas dan mortalitas
yang meningkat terhadap gangguan kardiovaskuler terutama pada
pasien psoriasis berat dan lama. Risiko infark miokard terutama sekali
terjadi pada pasien psoriasis berat dan lama. Risiko infark miokard
terutama sekali terjadi pada pasien psoriasis usia muda dalam jangka
waktu panjang. Pasien psoriasis juga mempunyai peningkatan risiko
limfoma magnum. Gangguan emosional yang diikuti masalah depresi
sehubungan dengan manifestasi klinis berdampak terhadap menurunnya
harga diri, penolakan social, merasa malu, masalah seksual dan
gangguan kemampuan profesional. Semuanya diperberat dengan
perasaan gatal dan nyeri, keadaan ini menyebabkan penurunan kualitas
hidup pasien.8
Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien psoriasis berat adalah
hipotermia dan hipoalbuminemia sekunder terhadap pengelupasan kulit
yang berlebihan. Dapat juga terjadi gagal jantung dan pneumonia.
Sebanyak 10-17% pasien dengan psoriasis pustulosa generalisata (PPG)
menderita atralgia, mialgia dan lesi mukosa.8
2.1.10. Prognosis
Meskipun psoriasis tidak menyebabkan kematian, tetapi bersifat
kronis dan residif.1
Psoriasis guttata biasanya akan hilang sendiri (self limited) dalam
12-16 minggu tanpa pengobatan, meskipun pada beberapa pasien
menjadi lesi plakat kronik. Psoriasis tipe plakat kronis berlangsung
seumur hidup, dan interval antar gejala tidak dapat diprediksi. Remisi
23
spontan dapat terjadi pada 50% pasien dalam waktu yang bervariasi.
Eritroderma dan generalized pustular psoriasis memiliki prognosis yang
lebih buruk dengan kecenderungan menjadi persisten.
Keterangan:
a. Karakteritis klinis yang dinilai adalah eritema (E), skuama (S), dan
ketebalan lesi/indurasi (T).
b. Karakteristik klinis tersebut diberi skor sebagai berikut; tidak ada lesi =0,
ringan=1, sedang=2, berat=3 dan sangat berat=4.
c. Nilai derajat keparahan diatas dikalikan dengan weighting factor sesuai
dengan area permukaan tubuh; kepala = 0,1, tangan/lengan = 0,2, badan =
0,3, tungkai/kaki = 0,4.
d. Total nilai PASI diperoleh dengan cara menjumlahkan keempat nilai yang
diperoleh dari keempat bagian tubuh.7
25
Interpretasi:
Total nilai PASI kurang dari 10 dikatakan sebagai psoriasis ringan, nilai
PASI antara 10-30 dikatakan sebagai psoriasis sedang, dan nilai PASI lebih
dari 30 dikatakan sebagai psoriasis berat.7
26
BAB III
LAPORAN KASUS
3.2 Anamnesis
Hasil anamnesis didapatkan secara autoanamnesis pada tanggal 8 Agustus
2017 pukul 11.50 WIB.
digunakan untuk badan 3x sehari dan minyak kelapa untuk kepala. Setelah
mengkonsumsi obat-obatan ini os merasakan keluhannya berkurang.
Kemerahan pada seluruh tubuh mulai hilang dan berganti bercak
kehitaman. Seiring dengan hilangnya bercak kemerahan, timbul sisik-sisik
berlapis, kasar dan berwarna putih pada bekas daerah kemerahan. Sisik
berdarah jika dilepaskan. Bengkak pada kedua kaki pun dengan cepat
menghilang dan gatal juga dirasakan berkurang. Os rutin kontrol ke
Poliklinik seminggu 1x dan meneruskan pengobatannya.
Saat pemeriksaan tidak tampak lagi kemerahan dan bengkak pada
seluruh tubuh. Gatal terkadang masih dirasakan. Masih tampak sisik pada
kepala, punggung, kaki dan tungkai bawah.
2. Fenomena Auspitz
Tampak serum atau darah berbintik-bintik disebabkan oleh
papilomatosis. Cara pengerjaannya adalah skuama yang berlapis-lapis
dikerok, misalnya dengan pinggir gelas alas. Setelah skuamanya habis,
34
3. Fenomena Kbner
Keadaan dimana trauma pada kulit penderita psoriasis, misalnya
garukan dapat menyebabkan kelainan yang sama dengan kelainan
psoriasis dan timbul setelah 3 minggu.
3.7 Penatalaksanaan
A. Non Farmakologi
Penatalaksaan non-farmakologi salah satunya adalah dengan cara
melakukan edukasi kepada pasien. Adapun hal-hal yang dapat
disampaikan saat edukasi adalah sebagai berikut.
1. Memberitahukan kepada pasien agar tidak menggaruk bercak yang
ada.
2. Terangkan kepada pasien bahwa penyakit yang diderita terjadi
adalah akibat proses autoimun sehingga tujuan pengobatan adalah
untuk mengendalikan penyakit bukan untuk menyembuhkan.
3. Anjurkan pasien untuk rutin kontrol.
35
B. Farmakologi
1. Sistemik
- Antihistamin
Diberikan untuk mengurangi keluhan gatal. Obat yang
dapat diberikan adalah Cetrizine HCL tab 10 mg 1x sehari
selama 7 hari.
- Kortikosteroid
Pada kasus ini os sudah mendapatkan terapi kortikosteroid
selama 3 bulan. Sekarang, os sudah harus mendapatkan
kortikosteroid sistemik sebagai maintenance karena pemberian
kortikosteroid sistemik super poten tidak boleh melebihi 2
minggu dan kortikosteroid topikal tidak boleh melebihi 4 6
minggu.
Adapun cara menentukan dosis pemeliharaan ditentukan
dengan menurunkan dosisnya berangsur-angsur. Untuk
mencegah terjadinya supresi korteks adrenal, KS dapat diberikan
selang sehari sebagai dosis tunggal pada pagi hari (jam 8), karena
kadar kortisol tertinggi dalam darah pada pagi hari. Keburukan
pemberian dosis selang sehari ialah pada hari bebas obat penyakit
dapat kambuh.
Untuk mencegahnya, pada hari yang seharusnya bebas obat
masih diberikan KS dengan dosis yang lebih rendah pada hari
pemberian obat. Kemudian perlahan-lahan dosisnya diturunkan.
Bila dosis telah mencapai7,5 mg prednisone, selanjutnya pada
hari yang seharusnya bebas obat tidak diberikan KS lagi.
Alasannya ialah karena bila diturunkan berarti hanya 5 mg dan
dosis ini merupakan dosis fisiologik. Seterusnya dapat diberikan
selang sehari.
Pada pasien ini, dosis pemeliharaan yang diberikan
bergantung pada dosis awal pemberian KS. Misalkan pada awal
os mendapatkan terapi berupa prednison 30 mg/ hari, maka dosis
36
2. Topikal
- Emolien
Dapat diberikan vaselin ataupun minyak mineral untuk
melembabkan kulit.
3.8 Prognosis
Quo ad vitam : bonam
Quo ad functionam : bonam
Quo ad sanationam : malam
Quo ad cosmetica : dubia ad malam.
37
BAB IV
PEMBAHASAN
Kasus ini membahas seorang pasien dengan inisial Tn. SU, 61 tahun,
pensiun yang bertempat tinggal di Tanjung Raja, Kabupaten Ogan Ilir, Sumatera
Selatan yang diperiksa pada tanggal 8 Agustus 2017.
Berdasarkan anamnesis didapatkan bahwa os datang dengan keluhan
terdapat bercak kemerahan yang meninggi di seluruh tubuh (wajah, belakang
telinga, dada, punggung, lengan, tungkai, kaki) 4 bulan yang lalu. Selain itu,
terdapat sisik pada kepala berbentuk bercak putih kering seperti ketombe. Sisik
pada kepala ini tidak berminyak dan berwarna kekuningan. Keluhan ini disertai
dengan rasa gatal. Dari status dermatologikus didapatkan kelainan berupa plak
eritema universal dengan ukuran variatif yang kelamaan menjadi konfluens
disertai skuama pada regio scalp. Pada psoriasis vulgaris, kelainan kulit terdiri
atas bercak-bercak eritema yang meninggi (plak) dengan skuama diatasnya.
Skuama berlapis-lapis, kasar dan berwarna putih seperti mika, serta transparan.
Besar kelainan bervariasi dari lentikuler, numular atau plakat, dapat
berkonfluensi.1 Sebagian penderita mengeluh gatal ringan. Tempat predileksi pada
skalp, perbatasan daerah tersebut dengan muka, ekstremitas bagian ekstensor
terutama siku serta lutut, dan daerah lumbosakral. Sebagian penderita mengeluh
gatal ringan.1
Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik, dapat dipikirkan tiga
diagnosis banding yaitu psoriasis vulgaris, eritroderma dan neurodermatitis.
Jika dilihat dari aspek epidemiologi, ketiga diagnosis banding ini
mendekati kasus. Pada kasus pasien adalah seorang laki-laki berusia 61 tahun
berkebangsaan Indonesia. Berdasarkan teori, psoriasis agak lebih banyak terjadi
pada laki-laki dan bisa mengenai semua usia tetapi lebih sering pada dewasa.
Eritroderma juga dapat mengenai seluruh usia dan pada neurodermatitis usia yang
tersering adalah 30 50 tahun.1 (Tabel 4.1)
38
Bila ditinjau dari gejala klinis, pada kasus diketahui bahwa terdapat bercak
kemerahan yang meninggi di seluruh tubuh (wajah, belakang telinga, dada,
punggung, lengan, tungkai, kaki) 4 bulan yang lalu. Bercak kemerahan tersebut
timbul secara serentak, ukuran bervariasi dari sebesar ujung jarum pentul sampai
seukuran uang logam. Semakin lama, bercak kemerahan tampak semakin meluas
dan banyak yang bergabung menjadi satu. Sisik tidak ditemukan pada daerah yang
kemerahan tetapi dijumpai pada kepala berbentuk bercak putih kering seperti
ketombe. Sisik pada kepala ini tidak berminyak dan berwarna kekuningan.
Keluhan ini disertai dengan rasa gatal yang hilang timbul dan mengganggu
aktivitas, gatal tidak semakin bertambah apabila os berkeringat. Pada eritroderma
kelainan kulit berupa eritema universalis (90 100%) yang dapat disertai skuama
dengan adanya riwayat alergi obat sebelumnya, akibat perluasan penyakit kulit
lain ataupun ada riwayat penyakit sistemik sebelumnya. Pada neurodermatitis,
rasa gatal biasanya timbul pada waktu tidak sibuk, bila muncul susah untuk
ditahan dan setelah luka baru hilang rasa gatalnya untuk sementara (karena diganti
rasa nyeri). Lesi biasanya tunggal, pada awalnya berupa plak eritematosa, sedikit
edematosa, lambat laun edema dan eritema menghilang, bagian tengah berskuama
dan menebal, likenifikasi dan ekskoriasi, sekitar hiperpigmentasi, batas dengan
kulit normal tidak jelas. Diagnosis banding psoriasis vulgaris lebih mendekati bila
dibandingkan dengan eritroderma ataupun neurodermatitis, karena pada kasus ini
tidak ada riwayat konsumsi obat-obatan tertentu, penyakit kulit sebelumnya yang
meluas ataupun penyakit sistemik untuk dapat menegakkan diagnosis eritroderma.
Neurodermatitis juga kurang mendekati, karena pada neurodermatitis keluhan
gatal lebih berat dan menonjol serta lesi disertai edema dan likenifikasi.
40
Gambar
Bercak kemerahan yang Kelainan kulit terdiri Kelainan kulit berupa Gatal (+) biasanya
meninggi di seluruh atas bercak - bercak eritema universalis (90 pada waktu tidak sibuk,
tubuh (wajah, belakang eritema yang meninggi 100%) yang dapat bila muncul susah
telinga, lengan, dada, (plak) dengan skuama disertai skuama untuk ditahan dan
punggung, tungkai dan dengan adanya riwayat setelah luka baru hilang
diatasnya yang umum-
kaki). Bercak kemerah- alergi obat sebelum- rasa gatalnya. Lesi
nya simetris. Eritema
an, serentak, ukuran nya, akibat perluasan biasanya tunggal, pada
variatif dari miliar sirkumskrip dan merata. awalnya berupa plak
penyakit kulit lain
Gejala numular. Kelamaan, Skuama berlapis-lapis, ataupun ada riwayat eritematosa, sedikit
Klinis bercak merah tampak kasar dan berwarna penyakit sistemik edematosa, lambat laun
semakin meluas dan putih seperti mika, serta sebelumnya.1 edema dan eritema
banyak yang bergabung transparan. Besar kelain- menghilang, bagian
menjadi satu. Sisik (+) an bervariasi: lentikuler, tengah berskuama dan
pada kepala, berbentuk numular atau plakat, menebal, likenifikasi
bercak putih kering dapat berkonfluensi.1,8 dan ekskoriasi, sekitar
seperti ketombe. Gatal hiperpigmentasi, batas
(+) hilang timbul, gatal dengan kulit normal
tidak bertambah apabila tidak jelas.1
os berkeringat.
Tidak ada = 0
< 10% = 1
Presentasi daerah
10 29% = 2
tubuh yang
30 49% = 3
terkena (Nilai
50 69% = 4
antara 1-6) 1 0 2 2
70 89% = 5
90 100% =6
B. Total Permukaan Area X %
0,1 x 1 0x0 0,3 x 2 1,6 x 2
Daerah yang Terkena
Nilai Total = 0,1 + 0 + 0,6 + 3,2 = 3,9
Interpretasi:
Total nilai PASI kurang dari 10 dikatakan sebagai psoriasis ringan, nilai PASI
antara 10-30 dikatakan sebagai psoriasis sedang, dan nilai PASI lebih dari 30
dikatakan sebagai psoriasis berat.7
- Kortikosteroid
Pada kasus ini os sudah mendapatkan terapi kortikosteroid selama
3 bulan. Sekarang, os sudah harus mendapatkan kortikosteroid sistemik
sebagai maintenance karena pemberian kortikosteroid sistemik super
45
2. Topikal
- Emolien
Emolien sebaiknya digunakan selama terapi, digunakan setelah mandi
untuk mencegah kekeringan, mengurangi ketebalan skuama, mengurangi
nyeri akibat fisura dan mengurangi rasa gatal pada lesi tahap awal. Dapat
diberikan vaselin ataupun minyak mineral untuk melembabkan kulit.
46
BAB V
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
4. Siregar, R.S. 1991. Atlas Berwarna: Saripati Penyakit Kulit. Jakarta. EGC.
5. Deny, F. dkk., 2004. Respon Klinis dan Histologik pada Psoriasis Vulgaris
Tipe Plak Rekalsitran yang di Terapi Metotreksat di RS Dr. M. Djamil
Padang. Padang. Majalah Kedokteran Andalas.
7. Cindy, W., 2013. Hubungan HDL dan Trigliserida Sebagai Faktor Risiko
Terjadinya Psoriasis Vulgaris. Bali. FK UNUD
8. Menaldi, SL. 2016. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke-7. Jakarta.
Balai Pustaka Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hal 213-221.