Anda di halaman 1dari 48

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Psoriasis ialah penyakit yang penyebabnya autoimun, bersifat kronik
dan residif, ditandai dengan adanya bercak-bercak eritema berbatas tegas
dengan skuama yang kasar, berlapis-lapis dan transparan; disertai fenomena
tetesan lilin, Auspitz, dan Kbner.1
Kasus psoriasis makin sering dijumpai. Meskipun penyakit ini tidak
menyebabkan kematian tetapi menyebabkan gangguan kosmetik, terlebih
mengingat bahwa perjalanannya menahun dan residif.1
Psoriasis adalah suatu penyakit inflamasi kulit yang ditandai dengan
proliferasi dan diferensiasi abnormal sel keratinosit yang diperantarai oleh
aktivasi sel T, yang mengenai 2.5% dari populasi dunia. Insidens pada orang
kulit putih lebih tinggi daripada penduduk kulit berwarna. Di Eropa
dilaporkan sebanyak 3-7%, di Amerika Serikat 1-2%, sedangkan di Jepang
0,6%. Pada bangsa berkulit hitam, misalnya di Afrika, jarang dilaporkan,
demikian pula bangsa Indian di Amerika.1 Insidens di Asia cenderung
rendah (0,4%).2,4 Data epidemiologi yang di dapat dari 10 Rumah Sakit di
Indonesia selama tahun 1996-1998 menunjukan bahwa prevalensi penderita
psoriasis bervariasi dari 0.59% - 0-92%.2,45
Penyakit ini terjadi pada segala usia, tetapi umumnya pada orang
dewasa dan jarang ditemukan pada usia di bawah 10 tahun. Kelainan ini
sering ditemukan pada usia 15-30 tahun. Puncak usia kedua adalah 57-60
tahun. Insiden psoriasis pada pria agak lebih banyak daripada wanita,
psoriasis dapat terjadi pada semua usia, tetapi umumnya pada orang
dewasa.1 Seperti lazimnya penyakit kronis, mortalitas psoriasis rendah
namun morbiditas tinggi, dengan dampak luas pada kualitas hidup pasien
ataupun kondisi sosio-ekonominya.2
Menurut Standar Komptensi Dokter Indonesia (SKDI), psoriasis
vulgaris merupakan kasus dengan tingkat kemampuan 3A, yaitu Lulusan
2

dokter mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan terapi


pendahuluan pada keadaan yang bukan gawat darurat. Lulusan dokter
mampu menentukan rujukan yang paling tepat bagi penanganan pasien
selanjutnya. Lulusan dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah kembali
dari rujukan.
Berdasarkan hal tersebut, penulis merasa tertarik untuk membahas
lebih dalam mengenai Psorasis Vulgaris sebagai laporan kasus di
Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD Palembang BARI.

1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari laporan kasus ini adalah sebagai berikut.
1. Diharapkan seluruh dokter muda dapat memahami kasus psoriasis
vulgaris.
2. Diharapkan dikemudian hari dokter muda mampu mengenali dan
memberikan tatalaksana yang holistik dan sesuai dengan kompetensi
pada pasien psoriasis vulgaris.

1.3 Manfaat
1.3.1 Manfaat Teoritis
a. Bagi Institusi
Diharapkan laporan kasus ini dapat menjadi sumber ilmu
pengetahuan dan sebagai tambahan referensi dalam bidang ilmu
kesehatan kulit dan kelamin terutama tentang psoriasis vulgaris.
b. Bagi Akademik
Dapat dijadikan landasan untuk penulisan laporan kasus selanjutnya.

1.3.2 Manfaat Praktis


Diharapkan agar dokter muda dapat mengaplikasikan laporan kasus ini
dalam kegiatan kepaniteraan klinik senior (KKS) dan dapat digunakan
di kemudian hari dalam penegakan diagnosis dan penatalaksanaan.
3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Psoriasis
2.1.1. Definisi
Psoriasis ialah penyakit yang penyebabnya autoimun, bersifat
kronik dan residif, ditandai dengan adanya bercak-bercak eritema
berbatas tegas dengan skuama yang kasar, berlapis-lapis dan transparan;
disertai fenomena tetesan lilin, Auspitz, dan Kbner. Psoriasis juga
disebut psoriasis vulgaris berarti psoriasis yang biasa, karena ada
psoriasis lain, misalnya psoriasis pustulosa.1
Psoriasis adalah penyakit peradangan kulit kronik dengan dasar
genetik yang kuat dengan karakteristik perubahan pertumbuhan dan
diferensiasi sel epidermis disertai manifestasi vaskuler, juga diduga
adanya pengaruh sistem saraf. Patogenesis psoriasis digambarkan
dengan gangguan biokimiawi dan imunologik yang menerbitkan
berbagai mediator perusak mekanisme fisiologis kulit dan
mempengaruhi gambaran klinis.8

2.1.2. Epidemiologi
Kasus psoriasis makin sering dijumpai. Meskipun penyakit ini
tidak menyebabkan kematian tetapi menyebabkan gangguan kosmetik,
terlebih mengingat bahwa perjalanannya menahun dan residif.1
Prevalensi psoriasis bervariasi antara 0,1- 11,8% di berbagai
populasi dunia. Insidens pada orang kulit putih lebih tinggi daripada
penduduk kulit berwarna. Di Eropa dilaporkan sebanyak 3-7%, di
Amerika Serikat 1-2%, sedangkan di Jepang 0,6%. Pada bangsa berkulit
hitam, misalnya di Afrika, jarang dilaporkan, demikian pula bangsa
Indian di Amerika.1 Insidens di Asia cenderung rendah (0,4%).2,4
4

Psoriasis adalah suatu penyakit inflamasi kulit yang ditandai


dengan proliferasi dan diferensiasi abnormal sel keratinosit yang
diperantarai oleh aktivasi sel T, yang mengenai 2.5% dari populasi
dunia. Data epidemiologi yang di dapat dari 10 Rumah Sakit di
Indonesia selama tahun 1996-1998 menunjukan bahwa prevalensi
penderita psoriasis bervariasi dari 0.59% - 0-92%.5
Penyakit ini terjadi pada segala usia, tetapi umumnya pada orang
dewasa dan jarang ditemukan pada usia di bawah 10 tahun. Kelainan ini
sering ditemukan pada usia 15-30 tahun. Puncak usia kedua adalah 57-
60 tahun. Bila terjadi pada usia dini (15-35 tahun), terkait HLA (Human
Leukocyte Antigen) I antigen (terutama HLA Cw6), serta ada riwayat
keluarga, lesi kulit akan lebih luas dan persisten.1,62
Insiden psoriasis pada pria agak lebih banyak daripada wanita.
Beberapa variasi klinisnya antara lain psoriasis vulgaris (85-90%) dan
artritis psoriatika (10%). Seperti lazimnya penyakit kronis, mortalitas
psoriasis rendah namun morbiditas tinggi, dengan dampak luas pada
kualitas hidup pasien ataupun kondisi sosio-ekonominya.2

2.1.3. Etiopatogenesis
1. Faktor genetik
Faktor genetik berperan pada patogenesis psoriasis.
Kemungkinan psoriasis diwariskan secara poligenik. Banyak faktor
pemicu seperti trauma, infeksi streptokokus dan obat tertentu yang
semua ini bergabung menjadi salah satu keadaan yang
mempengaruhi dalam timbulnya psoriasis. Gen tertentu mungkin
yang menyebabkan epidermis proliferatif, sedangkan yang lainnya
menyebabkan penyimpangan imunitas atau inflamasi.5
Berdasarkan awitan penyakit dikenal dua tipe: psoriasis tipe I
dengan awitan dini bersifat familial dan psoriasis tipe II dengan
awitan lambat bersifat nonfamilial. Hal lain yang menyokong adanya
faktor genetik ialah bahwa psoriasis berkaitan dengan HLA.
5

Psoriasis tipe I berhubungan dengan HLA-B13, B17, Bw57, dan


Cw6. Psoriasis tipe II berkaitan dengan HLA-B27 dan Cw 2.1
Bila orang tua tidak menderita psoriasis, risiko mendapat
psoriasis adalah 12%, sedangkan jika salah seorang orang tuanya
menderita psoriasis risikonya mencapai 34-39%.1

2. Faktor Imunologik
Lesi kulit psoriasis melibatkan epidermis dan dermis. Terdapat
penebalan epidermis, disorganisasi stratum korneum akibat
hiperproliferasi epidermis dan peningkatan kecepatan mitosis,
disertai peningkatan ekspresi intercellular adhesion molecule 1
(ICAM 1) serta abnormalitas diferensiasi sel epidermis.2
Gambaran histopatologisnya antara lain elongasi rete ridges,
parakeratosis, serta infi ltrasi berbagai sel radang. Sel T CD 3+ dan
CD 8+ dapat ditemukan di sekitar kapiler dermis dan epidermis. Sel
dendritik CD 11c+ biasanya ditemukan di dermis bagian atas. 3,5
Invasi sel CD 8+ ke epidermis berkaitan dengan munculnya lesi
kulit.4 Lesi psoriasis matang umumnya penuh dengan sebukan
limfosit T pada dermis yang terutama terdiri atas limfosit T CD4
dengan sedikit sebukan limfositik dalam epidermis. Sedangkan pada
lesi baru umumnya lebih banyak didominasi oleh limfosit T CD8.
Pada lesi psoriasi terdapat sekitar 17 sitokin yang produksinya
bertambah.1,2
Aktivasi sel T terutama dipengaruhi oleh sel Langerhans. Sel T
serta keratinosit yang teraktivasi akan melepaskan sitokin dan
kemokin, dan menstimulasi inflamasi lebih lanjut. Selain itu, kedua
komponen ini akan memproduksi tumor necrosis factor (TNF ),
yang mempertahankan proses inflamasi.2
Pada psoriasis pembentukan epidermis (turn over time) lebih
cepat, hanya 3-4 hari, sedangkan pada kulit normal lamanya 27 hari.
Nickolkoff (1998) berkesimpulan bahwa psoriasis merupakan
6

penyakit autoimun. Lebih 90% kasus dapat mengalami remisi setelah


diobati dengan imunosupresif.1

3. Faktor Pencetus
Berbagai faktor pencetus diantaranya adalah stres psikis, infeksi
lokal, trauma (fenomena Kbner), endokrin, gangguan metabolik,
obat, juga alkohol dan merokok. Stress psikik merupakan faktor
pencetus utama, mungkin dipengaruhi mekanisme neuroimunologis.
Faktor endokrin rupanya mempengaruhi perjalanan penyakit. Puncak
insiden psoriasis pada waktu pubertas dan menopause. Pada waktu
kehamilan umumnya membaik, sedangkan pada masa pascapartus
memburuk. Gangguan metabolisme contohnya hipokalsemia dan
dialisis telah dilaporkan sebagai faktor pencetus. Obat yang
umumnya dapat menyebabkan residif adalah beta-adrenergik
blocking agents, angiotensin-converting enzyme inhibitors, litium,
anti malaria, non steroid anti-inflamasi, gemfibrosil, beberapa jenis
antibiotik dan pengehentian mendadak kortikosteroid sistemik.1,8

2.1.4. Gambaran Klinis


Keadaan umum tidak dipengaruhi, kecuali pada psoriasis yang
menjadi eritroderma. Sebagian penderita mengeluh gatal ringan.
Tempat predileksi pada skalp, perbatasan daerah tersebut dengan muka,
ekstremitas bagian ekstensor terutama siku serta lutut, dan daerah
lumbosakral.1
Kelainan kulit terdiri atas bercak-bercak eritema yang meninggi
(plak) dengan skuama diatasnya yang umumnya simetris. Eritema
sirkumskrip dan merata, tetapi pada stadium penyembuhan, sering
eritema yang di tengah menghilang dan hanya terdapat di pinggir.
Skuama berlapis-lapis, kasar dan berwarna putih seperti mika, serta
transparan. Besar kelainan bervariasi: lentikuler, numular atau plakat,
7

dapat berkonfluensi. Penyakit ini dapat menyerang kulit, kuku, mukosa


dan sendi, tetapi tidak mengganggu rambut.1,8
Pada psoriasis terdapat fenomena tetesan lilin, Auspitz dan
Kbner (isomorfik). Kedua fenomena yang disebut lebih dahulu
diangggap khas, sedangkan yang terakhir tak khas, hanya kira-kira 47%
yang positif dan didapati pula pada penyakit lain, misalnya liken planus
dan veruka plana juvenilis.1
Fenomena tetesan lilin ialah skuama dikerok, maka akan timbul
garis-garis putih pada goresan seperti lilin yang digores, disebabkan
oleh berubahnya indeks bias. Cara menggores dapat dengan pinggir
gelas alas.
Pada fenomena Auspitz tampak serum atau darah berbintik-bintik
yang disebabkan oleh papilomatosis. Cara pengerjaannya yaitu dengan
mengerok skuama yang berlapis-lapis, misalnya dengan pinggir gelas
alas. Setelah skuama nya habis, maka pengerokan harus dilakukan
perlahan-lahan, jika terlalu dalam tidak tampak perdarahan berbintik-
bintik, melainkan perdarahan yang merata.

Gambar 2.1. Tanda Auspitz, yaitu adanya titik perdarahan pada kulit bila
skuama dilepaskan.2

Trauma pada kulit penderita psoriasis misalnya garukan, dapat


menyebabkan kelainan yang sama dengan psoriasis dan disebut
fenomena Kbner yang timbul kira-kira setelah 3 minggu.1
8

Gambar 2.2 Fenomena Kbner (isomorfik).


A. Lesi Psoriasi pada kulit 4 minggu pasca biopsi; B. Flare Psoriasi pada
punggung setelah terpapas sinar matahari.2

Psoriasis merupakan penyakit inflamatorik kronik lesi kulit


biasanya merupakan plak eritematosa oval, berbatas tegas, meninggi,
dengan skuama berwarna keperakan, hasil proliferasi epidermis
maturasi prematur dan kornifikasi inkomplet keratinosit dengan retensi
nuklei di stratum korneum (parakeratosis). Meskipun terdapat beberapa
predileksi khas seperti pada siku, lutut, serta sakrum, lesi dapat
ditemukan di seluruh tubuh.2
Gambaran klinis lain yang dapat menyertai psoriasis adalah
deformitas kuku, geographic tongue dan arthritis psoriatika.2
1. Kuku
Perubahan kuku muncul pada sekitar 40% pasien dengan psoriasis.
Lekukan kuku (nail pitting) merupakan gambaran yang paling sering
muncul, pada berbagai jari kecuali jempol. Deformitas kuku lainnya
akibat kerusakan matriks kuku adalah onikodistrofi (kerusakan
lempeng kuku), crumbling nail, serta titik kemerahan pada lunula.

2. Geographic Tongue
Geographic tongue atau benign migratory glossitis merupakan
kelainan idiopatik yang berakibat hilangnya papil filiformis lidah.
Lesi biasanya berupa bercak eritematosa berbatas tegas menyerupai
peta dan berpindah-pindah.
9

3. Artritis Psoriatika
Merupakan bentuk klinis psoriasis ekstrakutan yang paling sering
muncul, pada sekitar 40% pasien psoriasis. Terkait kuat dengan
faktor genetik.

2.1.5. Bentuk Klinis


Pada psoriasis terdapat berbagai bentuk klinis, yaitu:
1. Psoriasis Vulgaris
Bentuk ini ialah yang paling lazim/ tersering (90% pasien),
karena itu disebut vulgaris, dinamakan pula tipe plak karena lesi-
lesinya umumnya berbentuk plak. Lesi ini biasanya dimulai dengan
macula eritematosa berukuran kurang dari 1 cm atau papul yang
melebar kea rah pinggir dan bergabung beberapa lesi menjadi satu,
berdiameter satu sampai beberapa sentimeter. Lingkaran putih pucat
mengelilingi lesi psoriasis plakat dikenal sebagai Wonoroffs ring.
Dengan proses pelebaran lesi yang berjalan bertahap, maka bentuk
lesi dapat beragam seperti bentuk utama kurva linier (psoriasis
girata), lesi mirip cincin (psoriasis anular) dan papul berskuama pada
mulut folikel pilosebaseus (psoriasis folikularis). Hampir 70% pasien
mengeluh gatal, rasa terbakar, nyeri terutama bila kulit kepala
terserang.1,8

Gambar 2.3. Psoriasis Vulgaris.


10

2. Psoriasis Gutata
Diameter kelainan biasanya tidak melebihi 1 cm. Timbulnya
mendadak dan diseminata pada tubuh bagian atas serta ekstremitas
proksimal. Umumnya terjadi setelah infeksi Streptococcus di saluran
napas bagian atas atau sehabis influenza atau morbili, terutama pada
anak dan dewasa muda. Dapat juga karena infeksi lain, baik bakteri
atau viral.1,2

Gambar 2.4. Psoriasis Gutata.

3. Psoriasis Inversa (Psoriasis Fleksural)


Sesuai dengan namanya, psoriasis tersebut mempunyai tempat
predileksi pada daerah lipatan-lipatan kulit seperti aksila,
genitokruris dan leher. Lesi biasanya berbentuk eritema mengkilat
berbatas tegas dengan sedikit skuama.1,2
11

Gambar 2.5. Psoriasis Inversa (Psoriasis Fleksural) pada Lipat Payudara.

Gambar 2.6. Psoriasis Inversa.

4. Psoriasis Eksudativa
Bentuk tersebut sangat jarang. Biasanya kelainan psoriasis
kering, tetapi pada bentuk ini kelainannya eksudatif seperti
dermatitis akut.1

5. Psoriasis Seboroik (Seboriasis)


Gambaran klinis psoriasis seboroik merupakan gabungan antara
psoriasis dan dermatitis seboroik, skuama yang biasanya kering
12

menjadi agak berminyak dan agak lunak. Selain berlokasi pada


tempat yang lazim, juga terdapat pada tempat seboroik.1

6. Psoriasis Pustulosa
Ada dua pendapat mengenai psoriasis pustulosa, pertama
dianggap sebagai penyakit tersendiri, kedua dianggap sebagai varian
psoriasis. Terdapat dua bentuk psoriasis pustulosa, bentuk lokalisata
dan generalisata. Bentuk lokalisata contohnya psoriasis pustulosa
palm-plantar (Barber). Sedangkan bentuk generalisata, contohnya
psoriasis pustulosa generalisata akut (von Zumbusch).1

7. Eritroderma Psoriatik
Eritroderma psoriatic dapat disebabkan oleh pengobatan topikal
terlalu kuat atau oleh penyakitnya sendiri yang meluas. Biasanya lesi
yang khas untuk psoriasis tidak tampak lagi karena terdapat eritema
dan skuama tebal universal. Ada kalanya lesi psoriasis masih tampak
samar-samar, yakni lebih eritematosa dan kulit lebih meninggi. 1

Gambar 2.7. Eritroderma Psoriatik.


13

2.1.6. Diagnosis
Diagnosis psoriasis ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang.
1. Anamnesis
Sebagian pasien datang dengan keluhan gatal ringan.Kelainan kulit
terdiri atas bercak-bercak eritema yang meninggi (plak) dengan
skuama diatasnya yang umumnya simetris. Eritema sirkumskrip dan
merata, tetapi pada stadium penyembuhan, sering eritema yang di
tengah menghilang dan hanya terdapat di pinggir. Skuama berlapis-
lapis, kasar dan berwarna putih seperti mika, serta transparan. Besar
kelainan bervariasi: lentikuler, numular atau plakat, dapat
berkonfluensi.1,8

2. Pemeriksaan Fisik
Pada psoriasis terdapat fenomena tetesan lilin, Auspitz dan Kbner
(isomorfik).

3. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Spesifik
Ditemukan fenomena tetesan lilin (kaarsvlek phenomena),
Auspitz dan Kbner (isomorfik).1
b. Pemeriksaan Histopatologi
Pada psoriasis tampak gambaran histopatologi sepbagai berikut.1,7
1) Hiperkeratosis atau penebalan lapisan korneum
2) Parakeratosis, yakni terdapatnya inti stratum korneum sampai
hilangnya stratum granulosum
3) Akantosis, merupakan penebalan stratum spinosum dan
elongasi rete ridge epidermis
4) Granulosit neutrofilik bermigrasi melewati epidermis
membentuk mikro abses munro di bawah stratum korneum.
5) Peningkatan mitosis pada stratum basalis.
14

6) Edema pada dermis disertai infiltrasi sel-sel polimorfonuklear,


limfosit, monosit dan neutrofil.
7) papilomatosis dan vasodilatasi di subepidermis.
8) Hilangnya stratum granulosum.

2.1.7. Diagnosis Banding


Jika gambaran klinis nya khas, tidaklah sukar membuat
diagnosis. Kalau tidak khas, maka harus dibedakan dengan beberapa
penyakit lain yang tergolong dermatitis eritroskuamosa.
Pada diagnosis banding hendaknya selalu diingat, bahwa
psoriasis terdapat tanda-tanda yang khas yakni skuama kasar,
transparan serta berlapis, fenomena tetesan lilin dan fenomena Auspitz.
Pada stadium penyembuhan, eritema hanya di pinggir hingga
menyerupai dermatofitosis. Perbedaannya adalah pada dermatofitosis
gatal sekali dan pada sediaan langsung ditemukan jamur.
Sifilis stadium II dapat menyerupai psoriasis dan disebut sifilis
psoriasiformis. Adapun dermatitis seboroik, berbeda dengam psoriasis
karena skuamanya berminyak dan kekuningan dan predileksinya
berbeda.

2.1.8. Tatalaksana
Jenis pengobatan psoriasis yang tersedia bekerja menekan gejala
dan memperbaiki penyakit. Tujuan pengobatan adalah menurunkan
keparahan penyakit sehingga pasien dapat beraktivitas dalam pekerjaan,
kehidupan social dan sejahtera untuk tetap dalam kondisi kualitas hidup
yang baik, tidak memperpendek masa hidupnya karena efek samping
obat. Kebanyakan pasien yang tidak dapat lepas dari terapi untuk
mempertahankan keadaan remisi. Prinsip pengobatan yang harus
dipegang adalah sebagai berikut.
a. Sebelum memilih pengobatan, harus dipikirkan evaluasi dampak
penyakit terhadap kualitas hidup pasien. Dikategorikan
15

penatalaksanaan yang berhasil bila ada perbaikan penyakit,


mengurangi ketidaknyamanan dan efek samping.
b. Mengajari pasien agar lebih kritis menilai pengobatan sehingga ia
mendapat informasi sesuai dengan perkembangan penyakit terakhir.
Diharapkan pasien tidak tergantung dokter, dapat mengerti dan
mengenal obat dengan baik termasuk efek sampingnya. Menjelaskan
bahwa pengobatan lebih berbahaya dari penyakitnya sendiri.

Penetapan keparahan psoriasis penting dilakukan untuk


menentukan pengobatan. Diperkirakan 40 cara dipakai untuk penilaian
tersebut. Pengukuran keparahan psoriasis yang biasa dilakukan di
lapangan antara lain dengan Luas Permukaan Badan (LPB), Psoriasis
Area Severity Index (PASI), Dermatology Life Quality Index (DLQI).
Dinyatakan psoriasis dengan keparahan ringan bila body surface area
(BSA) kurang dari 3%, sedangkan bila BSA lebih dari 10% dinyatakan
psoriasis berat.
Selain pengobatan topikal yang diberikan secara runtun ataupun
berpola rotasi dan sekuensial, tersedia pula pengobatan sistemik
konvensional bahkan terapi biologic yang menawarkan penanganan
lebih mengarah ke sasaran patofisiologik psoriasis.
Namun pemilihan pengobatan tidak semudah itu karena ada factor
lain yang mempengaruhi: lokasi lesi, umur, aktivitas, waktu dan
kesehatan pasien secara umum juga menentukan terapi psoriasis
mengkitui algoritma sebagai berikut.
1. Pengobatan Promotif
Menenangkan pasien dan memberikan dukungan emosional adalah
hal yang sangat tidak terhingga nilainya. Menekankan bahwa
psoriasis tidak menular serta suatu saat akan mengalami psoriasis
akan remisi spontan dan tersedianya pengobatan yang bervariasi
untuk setiap bentuk dari psoriasis.3
16

2. Pengobatan Preventif
Menghindari atau mengurangi faktor pencetus, yaitu stres psikis,
infeksi fokal, endokrin, seta pola hidup lain yang dapat
meningkatkan resiko penurunan sistem imun seperti seks bebas
sehingga bisa tertular penyakit AIDS.3

3. Pengobatan Kuratif
A. Non Farmakologi
Penatalaksaan non-farmakologi salah satunya adalah dengan cara
melakukan edukasi kepada pasien. Adapun hal-hal yang dapat
disampaikan saat edukasi adalah sebagai berikut.
1. Memberitahukan kepada pasien agar tidak menggaruk bercak
yang ada.
2. Terangkan kepada pasien bahwa penyakit yang diderita terjadi
adalah akibat proses autoimun sehingga tujuan pengobatan adalah
untuk mengendalikan penyakit bukan untuk menyembuhkan.
3. Anjurkan pasien untuk rutin kontrol.

B. Farmakologi
1. Sistemik
Untuk menentukan pengobatan sistemik sebaiknya mengikuti
algoritma. Yang membutuhkan penanganan semacam ini biasanya
dipakai pada psoriasis berat, termasuk psoriasis plakat luas,
psoriasis pustulosa generalisata atau psoriasis arthritis.
a. Kortikosteroid
Kortikosteroid dapat mengontrol psoriasis, Prednison 30
mg per hari. Setelah membaik,dosis diturunkan perlahan-lahan,
kemudian diberi dosis pemeliharaan. Penghentian obat secara
mendadak akan menyebabkan kekambuhan dan dapat
terjadinya psoriasis pustulosa generalisata.1
17

b. Obat Sitostatik
Obat yang biasanya digunakan ialah metotreksat.
Indikasinya ialah untuk psoriasis, psoriasis pustulosa, psoriasis
arthritis dengan lesi kulit, eritroderma karena psoriasis yang
sukar terkontrol dengan obat standar.
Kontraindikasinya ialah: kelainan hepar, kelainan ginjal,
kelainan hematopoetik, kehamilan, penyakit infeksi aktif
(misalnya tuberculosis), ulkus peptikum, colitis ulserosa, dan
psikosis.
Dosisnya adalah 3x2,5 mg dengan interval 12 jam dalam
seminggu dengan dosis total 7,5 mg. Jika tidak tampak
perbaikan dosis dinaikkan 2,55 mg per minggu. Biasanya
dengan dosis 3x5 mg per minggu telah tampak perbaikan. Cara
lain adalah dengan diberikan i.m 7,525 mg dosis tunggal
setiap minggu. Cara tersebut lebih banyak menimbulkan efek
samping daripada cara pertama. Jika penyakitnya telah
terkontrol, dosis diturunkan atau masa interval diperpanjang
kemudian dihentikan dan kembali ke terapi topikal.
Setiap 2 minggu diperiksa kembali: Hb, jumlah leukosit,
hitung jenis, jumlah trombosit dan urin lengkap. Diperiksa juga
fungsi ginjal dan hati. Bila jumlah leukosit kurang dari 3.500,
metotreksat dihentikan. Jika fungsi hepar normal, biopsi hepar
dilakukan setiap dosis total mencapai 1,5 g. Jika fungsi
abnormal, biopsi dilakukan setiap dosis total mencapai 1g.
Efek sampingnya diantaranya adalah nyeri kepala,
alopesia, juga terhadap saluran cerna, sumsum tulang, hepar,
dan lien. Pada saluran cerna berupa nausea, nyeri lambung dan
diare. Jika hebat dapat terjadi enteritis hemoragik dan perforasi
intestinal. Depresi sumsum tulang berakibat timbulnya
leukopenia, trombositopenia dan kadang anemia. Pada hepar
dapat terjadi fibrosis dan sirosis.1
18

c. Levodopa
Levodopa sebenarnya dipakai untuk penyakit Parkinson.
Di antara penderita Parkinson yang sekaligus menderita
psoriasis, ada yang membaik psoriasinya dengan pengobatan
Levodopa. Dosisnya adalah antara 2 x 250 mg 3 x 500 mg.
Efek sampingnya berupa: mual, muntah, anoreksia, hipotensi,
ganguan psikik dan ganguan jantung.1

d. Diaminodifenilsulfon (DDS)
Dipakai sebagai pengobatan psoriasis pustulosa tipe
Barber dengan dosis 2x100 mg sehari. Efek sampingnya ialah
anemia hemolitik, methemoglobinemia, dan agranulositosis.1

e. Etrinat dan Asitresin


Etrinat merupakan retinoid aromatic, digunakan bagi
psoriasis yang sukar disembuhkan dengan obat-obat lain.
Dapat pula digunakan untuk eritroderma psoriatika. Cara
kerjanya belum dapat dipastikan. Pada psoriasis, obat tersebut
mengurangi prolferasi sel epidermal pada lesi psoriasis dan
kulit normal.1
Asitretin merupakan metabolit aktif eterinat yang utama.
Efek samping dan manfaatnya serupa dengan eterinat.
Kelebihannya, waktu paruh eleminasinya hanya 2 hari,
dibandingkan dengan eterinat yang lebih dari 100 hari.

f. Siklosporin
Efeknya adalah sebagai imunosupresif. Dosis 6 mg/kgBB
sehari. Bersifat nefrotoksik dan hepatotoksik. Hasil pengobatan
untuk psoriasis baik, hanya setelah obat dihentikan dapat
terjadi kekambuhan.
19

2. Topikal
a. Preparat Ter
Obat topikal yang biasa digunakan ialah preparat ter,
efeknya ialah anti radang. Menurut asalnya preparat ter dibagi
menjadi 3, yakni yang berasal dari:
- Fosil, misalnya iktiol
- Kayu, misalnya oleum kadini dan oleum ruski
- Batubara, misalnya liantral dan likuor karbonis detergens.

Preparat ter yang berasal dari fosil biasanya kurang efektf


untuk psoriasis, yang cukup efektif adalah yang berasal dari
batu bara dan kayu.1
Pada psoriasi yang telah menahun lebih baik digunakan ter
yang berasal dari batubara karena ter tersebut lebih efektif
daripada ter yang berasal dari kayu dan pada psoriasi yang
menahun kemungkinan timbul iritasinya kecil. Sebaliknya,
pada psoriasis akut dipilih ter dari kayu karena jika dipakai ter
dari batubara dikuatirkan akan terjadi iritasi dan menjadi
eritroderma. 1
Konsentrasi yang biasa digunakan 2-5%, dimulai dengan
konsentrasi rendah, jika tiada pembaikkan konsentrasi akan
dinaikkan. Supaya lebih efektif penetrasinya harus dinaikkan
dengan cara menambah asam salisilat dengan konsentrasi 3-
5%. Sebagai vehikulum harus menggunakan salap, karena
daya penetrasi salap adalah yang terbaik.1

b. Kortikosteroid
Kortkosteroid topikal memberi hasil yang baik. Potensi dan
vehikulum bergantung pada lokasinya.1
Pada scalp, muka dan daerah lipatan digunakan krim, di
tempat lain digunakan salap. Pada daerah muka, lipatan dan
20

genitalia eksterna dipilih potensi sedang. Bila digunakan


potensi kuat pada muka dapat memberi efek samping
telengiektasis, sedangkan dilipatan berupa striae atrofikans.
Pada batang tubuh dan ekstremitas digunakan salap dengan
potensi kuat atau sangat kuat bergantung pada lama penyakit.
Jika telah terjadi perbaikan potensi dan frekuensinya
dikurangi.1
Kortikosteroid topical dibagi menjadi 7 golongan besar,
diantaranya berdasarkan anti-inflamasi dan antimitotic.
Golongan I adalah yang paling kuat daya anti-inflamasi dan
antimitotiknya (super poten) dan golongan VII adalah yang
terlemah (potensi lemah).1
Pada psoriasis dengan tipe plakat memerlukan steroid yang
poten (golongan I) dengan vehikulum salap atau krim. Lama
pemakaiannya tidak dianjurkan lebih dari 2 minggu.1

c. Ditranol (Antralin)
Obat ini dikatakan efektif. Kekurangannya adalah
mewarnai kulit dan pakaian. Konsentrasi yang biasanya
digunakan adalah 0,2-0,8% dalam pasta, salap atau krim. Lama
pemakaian hanya - jam sehari sekali untuk mencegah
iritasi. Penyembuhan dalam 3 minggu.1

d. Pengobatan dengan penyinaran


Sinar ultraviolet mempunyai efek untuk menghambat
mitosis, sehingga dapat digunakan untuk pengobatan psoriasis.
Cara terbaik adalah penyinaran secara alamiah, tetapi tidak
dapat diukur dan jika berlebihan malah dapat memperparah
psoriasis. Kerana itu digunakan ultraviolet yang artifisial yaitu
sinar A yang dikenal sebagai UVA. Sinar tersebut dapat
digunakan secara tersendiri atau berkombinasi dengan psoralen
(8-metoksipsoralen, metoksalen) dan disebut PUVA, atau
21

bersamaan dengan preparat ter yang dikenal dengan cara


pengobatan cara Goeckerman.1
UVB juga dapat digunakan untuk pengobatan psoriasis tipe
plak, gutata, pustular dan eritroderma. Pada yang tipe plak dan
gutata dikombinasi dengan salap likuor karbonis detergems 5
7% yang dioleskan sehari dua kali. Sebelum disinar, dicuci
terlebih dahulu.Target pengobatan adalah pengurangan 75%
skor PASI (Psoriasis Area Severity Index).1

e. Calcipotriol
Calcipotriol adalah sintetik vitamin D berupa salap atau
krim 50mg/g, efeknya ialah antiproliferasi. Perbaikan setelah
satu minggu. Efektifvitas salap ini sedikit lebih baik daripada
salap betametason 17-valerat.1
Efek samping pada 4-20% penderita berupa iritasi yakni
rasa terbakar dan tersengat, dapat pula terlihat eritema dan
skuamasai. Rasa tersebut akan menghilang setelah beberapa
hari sesudah obat dihentikan.1

f. Tazaroten
Obat ini merupakan molekul retinoid asetilinik topical,
efeknya menghambat proliferasi dan normalisasi petanda
dferensiasi keratinosit dan menghambat petanda proinflamasi
pada sel radang yang menginfiltrasi kulit. Tersedia dalam
bentuk gel dank rim dengan konsentrasi 0,05% dan 0,1%. Bila
dikombinasikan dengan steroid topikal potensi sedang dan kuat
akan mempercepat penyembuhan dan mengurangi iritasi.1

g. Emolien
Efek emolien adalah melembutkan permukaan kulit. Pada
batang tubuh selain lipatan, ekstremitas atas dan bawah
22

biasanya digunakan vaselin, fungsinya seperti emolien yakni


untuk meninggikan daya penetrasi bahan aktif. Emolien lain
adalah lanolin dan minyak mineral. Emolien sendiri tidak
mempunyai efek antipsoriasis.1

2.1.9. Komplikasi
Pasien dengan psoriasis memiliki angka morbiditas dan mortalitas
yang meningkat terhadap gangguan kardiovaskuler terutama pada
pasien psoriasis berat dan lama. Risiko infark miokard terutama sekali
terjadi pada pasien psoriasis berat dan lama. Risiko infark miokard
terutama sekali terjadi pada pasien psoriasis usia muda dalam jangka
waktu panjang. Pasien psoriasis juga mempunyai peningkatan risiko
limfoma magnum. Gangguan emosional yang diikuti masalah depresi
sehubungan dengan manifestasi klinis berdampak terhadap menurunnya
harga diri, penolakan social, merasa malu, masalah seksual dan
gangguan kemampuan profesional. Semuanya diperberat dengan
perasaan gatal dan nyeri, keadaan ini menyebabkan penurunan kualitas
hidup pasien.8
Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien psoriasis berat adalah
hipotermia dan hipoalbuminemia sekunder terhadap pengelupasan kulit
yang berlebihan. Dapat juga terjadi gagal jantung dan pneumonia.
Sebanyak 10-17% pasien dengan psoriasis pustulosa generalisata (PPG)
menderita atralgia, mialgia dan lesi mukosa.8

2.1.10. Prognosis
Meskipun psoriasis tidak menyebabkan kematian, tetapi bersifat
kronis dan residif.1
Psoriasis guttata biasanya akan hilang sendiri (self limited) dalam
12-16 minggu tanpa pengobatan, meskipun pada beberapa pasien
menjadi lesi plakat kronik. Psoriasis tipe plakat kronis berlangsung
seumur hidup, dan interval antar gejala tidak dapat diprediksi. Remisi
23

spontan dapat terjadi pada 50% pasien dalam waktu yang bervariasi.
Eritroderma dan generalized pustular psoriasis memiliki prognosis yang
lebih buruk dengan kecenderungan menjadi persisten.

2.2. Psoriasis Area Severity Index (PASI)


Banyak cara yang digunakan untuk mengukur tingkat keparahan
psoriasis, namun yang sering digunakan adalah metode Fredriksson T,
Pettersson U (1987) yang telah banyak dimodifikasi oleh peneliti lain.
Psoriasis Area and Severity Index (PASI) adalah metode yang digunakan
untuk mengukur intensitas kuantitatif penderita berdasarkan gambaran klinis
dan luas area yang terkena, cara ini digunakan ntuk mengevaluasi perbaikan
klinis setelah pengobatan (Gudjonsson dan Elder, 2012). PASI merupakan
baku emas pengukuran tingkat keparahan psoriasis. Beberapa elemen yang
diukur oleh PASI adalah eritema, skuama dan ketebalan lesi dari setiap lokasi
di permukaan tubuh seperti kepala, badan, lengan dan tungkai. Bagian
permukaan tubuh dibagi menjadi 4 bagian antara lain: kepala (10%),
abdomen, lengan (20%), dada dan punggung (30%) dan tungkai termasuk
bokong (40%). Luasnya area yang tampak pada masing-masing area tersebut
diberi skor 0 sampai dengan 6.7
24

Tabel 2.1 Skor PASI

Keterangan:
a. Karakteritis klinis yang dinilai adalah eritema (E), skuama (S), dan
ketebalan lesi/indurasi (T).
b. Karakteristik klinis tersebut diberi skor sebagai berikut; tidak ada lesi =0,
ringan=1, sedang=2, berat=3 dan sangat berat=4.
c. Nilai derajat keparahan diatas dikalikan dengan weighting factor sesuai
dengan area permukaan tubuh; kepala = 0,1, tangan/lengan = 0,2, badan =
0,3, tungkai/kaki = 0,4.
d. Total nilai PASI diperoleh dengan cara menjumlahkan keempat nilai yang
diperoleh dari keempat bagian tubuh.7
25

Interpretasi:
Total nilai PASI kurang dari 10 dikatakan sebagai psoriasis ringan, nilai
PASI antara 10-30 dikatakan sebagai psoriasis sedang, dan nilai PASI lebih
dari 30 dikatakan sebagai psoriasis berat.7
26

BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien


Nama : Tn. SU
No RM : 53.89.35
Tanggal Lahir : 2 September 1956
Usia : 61 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Bangsa : Indonesia
Agama : Islam
Status Marital : Menikah
Pekerjaan : Pensiun
Alamat : Dusun II RT 004, Skonjing, Tanjung Raja,
Kabupaten Ogan Ilir, Sumatera Selatan

3.2 Anamnesis
Hasil anamnesis didapatkan secara autoanamnesis pada tanggal 8 Agustus
2017 pukul 11.50 WIB.

3.2.1 Keluhan Utama


Terdapat bercak kemerahan yang meninggi di seluruh tubuh 4 bulan yang
lalu.

3.2.2 Keluhan Tambahan


Rasa gatal, terdapat sisik pada kepala dan daerah yang terdapat bercak
kemerahan serta bengkak pada kedua kaki.
27

3.2.3 Riwayat Perjalanan Penyakit


Sekitar 4 bulan yang lalu, os mengaku timbul bercak kemerahan
yang meninggi pada seluruh tubuh (wajah, belakang telinga, dada,
punggung, lengan, tungkai, kaki) secara serentak dan tiba-tiba. Ukuran
bercak bervariasi dari sebesar ujung jarum pentul sampai seukuran uang
logam. Semakin lama, bercak kemerahan tampak semakin meluas dan
banyak yang bergabung menjadi satu. Sisik tidak ditemukan pada daerah
yang kemerahan tetapi dijumpai pada kepala berbentuk bercak putih
kering seperti ketombe. Sisik pada kepala ini tidak berminyak dan
berwarna kekuningan. Rambut tidak mengalami kerontokan. Keluhan ini
disertai dengan rasa gatal yang hilang timbul dan mengganggu aktivitas.
Gatal tidak semakin bertambah apabila os berkeringat. Keluhan ini
dirasakan lebih hebat saat os sedang banyak pikiran. Os juga mengaku
terjadi pembengkakan pada kaki kanan dan kiri yang apabila ditekan
dengan jari lambat kembali seperti semula. Os mengaku beberapa hari
sebelum keluhan muncul, sering kelelahan karena pola hidup sekarang
berubah, dari yang sebelumnya rutin bekerja di kantor menjadi mengurus
cucu dirumah karena sudah pensiun. Os juga tidak mengkonsumsi
makanan ataupun obat-obatan tertentu sebelum keluhan timbul. Akibat
keluhan ini, os datang berobat ke praktek dokter swasta dan diberikan
tatalaksana berupa bedak salicyl talk dan dua macam obat pil yang
berbentuk bulat dan berwarna putih, salah satu obat berukuran lebih besar.
Os juga disarankan untuk dirujuk ke dokter spesialis kulit dan kelamin.
Sekitar 3,5 bulan yang lalu os datang kembali ke puskesmas karena
keluhan tidak berkurang. Di Puskesmas, os diberikan terapi berupa salep
racikan berwarna putih dan dua macam obat-obatan yang sama seperti
yang diberikan oleh dokter umum sebelumnya.
Tiga bulan yang lalu, karena keluhan menetap dan tidak ada
perbaikan, os datang berobat ke Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD
Palembang BARI. Os diberikan pengobatan berupa metilprednisolon 3x4
mg, cetrizine 2x1 mg, ranitidine 2x1 mg, salep berwarna putih yang
28

digunakan untuk badan 3x sehari dan minyak kelapa untuk kepala. Setelah
mengkonsumsi obat-obatan ini os merasakan keluhannya berkurang.
Kemerahan pada seluruh tubuh mulai hilang dan berganti bercak
kehitaman. Seiring dengan hilangnya bercak kemerahan, timbul sisik-sisik
berlapis, kasar dan berwarna putih pada bekas daerah kemerahan. Sisik
berdarah jika dilepaskan. Bengkak pada kedua kaki pun dengan cepat
menghilang dan gatal juga dirasakan berkurang. Os rutin kontrol ke
Poliklinik seminggu 1x dan meneruskan pengobatannya.
Saat pemeriksaan tidak tampak lagi kemerahan dan bengkak pada
seluruh tubuh. Gatal terkadang masih dirasakan. Masih tampak sisik pada
kepala, punggung, kaki dan tungkai bawah.

3.2.4 Riwayat Penyakit Dahulu


1. Riwayat keluhan yang sama sebelumnya disangkal
2. Riwayat diabetes melitus disangkal
3. Riwayat hipertensi disangkal
4. Riwayat penyakit ginjal disangkal
5. Riwayat alergi makanan dan alergi obat-obatan disangkal.

3.2.5 Riwayat Pengobatan


Tidak ada.

3.2.6 Riwayat Penyakit Keluarga


1. Riwayat keluhan yang sama dalam keluarga disangkal
2. Riwayat alergi makanan dan alergi obat-obatan disangkal
3. Riwayat diabetes melitus disangkal
4. Riwayat hipertensi disangkal.
29

3.2.7 Riwayat Kebiasaan


1. Riwayat merokok dan minum alkohol disangkal
2. Sejak 4,5 bulan yang lalu os mengalami perubahan kebiasaan dari
yang sebelumnya bekerja di kantor menjadi mengurus cucu dirumah
karena sudah pension.
3. Tidak pernah menggunakan pakaian lembab.

3.3 Pemeriksaan Fisik


3.3.1 Status Generalis
Keadaan Umum
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
Nadi : 86 x/menit, regular.
Suhu : 36,9 C
Pernapasan : 18 x/menit
Keadaan Spesifik
Kepala : Lihat status dermatologikus
Leher : Tidak ada kelainan
Thoraks : Lihat status dermatologikus
Abdomen : Lihat status dermatologikus
Genitalia : Tidak diperiksa
Ekstremitas : Lihat status dermatologikus.
30

3.3.2. Status Dermatologikus

Gambar 3.1. Regio Scalp


Pada regio scalp terdapat skuama halus multiple.

Gambar 3.2. Regio Thoracoabdominalis


Pada regio thoracoabdominalis terdapat makula hipopigmentasi multiple
irregular.
31

Gambar 3.3. Regio Vertebralis


Pada regio vertebralis terdapat skuama halus multiple.

Gambar 3.4. Regio Pedis Dextra et Sinistra.

Pada regio pedis dextra et sinistra terdapat skuama psoriasiform


multiple.
32

Gambar 3.5. Regio Pedis Dextra.


Pada regio pedis dextra terdapat skuama psoriasiform multiple.

Gambar 3.6 Regio Pedis Sinistra.


Pada regio pedis sinistra terdapat skuama psoriasiform multiple.
33

Gambar 3.7. Regio Cruris Dextra et Sinistra


Pada regio cruris dextra et sinistra terdapat skuama halus.

3.4 Diagnosa Banding


1. Psoriasis vulgaris
2. Eritroderma
3. Neurodermatitis

3.5 Pemeriksaan Penunjang


Beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk
membantu menegakkan diagnosis adalah sebagai berikut.
1. Fenomena tetesan lilin
Skuama akan berubah warnanya menjadi putih pada goresan, seperti
lilin yang digores, disebabkan oleh berubahnya indeks bias. Cara
menggores dapat dengan pinggir gelas alas.

2. Fenomena Auspitz
Tampak serum atau darah berbintik-bintik disebabkan oleh
papilomatosis. Cara pengerjaannya adalah skuama yang berlapis-lapis
dikerok, misalnya dengan pinggir gelas alas. Setelah skuamanya habis,
34

maka pengerokan harus dilakukan secara perlahan, jika terlalu dalam


tidak akan tampak perdarahan yang berbintik-bintik, melainkan
perdarahan yang merata.

3. Fenomena Kbner
Keadaan dimana trauma pada kulit penderita psoriasis, misalnya
garukan dapat menyebabkan kelainan yang sama dengan kelainan
psoriasis dan timbul setelah 3 minggu.

Fenomena tetesan lilin, Auspitz dan Kbner merupakan tanda khas


pada kasus psoriasis. Akan tetapi, pada pasien ini pemeriksaan tidak
dilakukan karena lesi sudah tidak khas akibat telah mendapatkan terapi
selama 3 bulan. Kemungkinan jika dilakukan saat pasien pertama kali
datang ketiga fenomena ini positif.

3.6 Diagnosis Kerja


Psoriasis vulgaris.

3.7 Penatalaksanaan
A. Non Farmakologi
Penatalaksaan non-farmakologi salah satunya adalah dengan cara
melakukan edukasi kepada pasien. Adapun hal-hal yang dapat
disampaikan saat edukasi adalah sebagai berikut.
1. Memberitahukan kepada pasien agar tidak menggaruk bercak yang
ada.
2. Terangkan kepada pasien bahwa penyakit yang diderita terjadi
adalah akibat proses autoimun sehingga tujuan pengobatan adalah
untuk mengendalikan penyakit bukan untuk menyembuhkan.
3. Anjurkan pasien untuk rutin kontrol.
35

B. Farmakologi
1. Sistemik
- Antihistamin
Diberikan untuk mengurangi keluhan gatal. Obat yang
dapat diberikan adalah Cetrizine HCL tab 10 mg 1x sehari
selama 7 hari.

- Kortikosteroid
Pada kasus ini os sudah mendapatkan terapi kortikosteroid
selama 3 bulan. Sekarang, os sudah harus mendapatkan
kortikosteroid sistemik sebagai maintenance karena pemberian
kortikosteroid sistemik super poten tidak boleh melebihi 2
minggu dan kortikosteroid topikal tidak boleh melebihi 4 6
minggu.
Adapun cara menentukan dosis pemeliharaan ditentukan
dengan menurunkan dosisnya berangsur-angsur. Untuk
mencegah terjadinya supresi korteks adrenal, KS dapat diberikan
selang sehari sebagai dosis tunggal pada pagi hari (jam 8), karena
kadar kortisol tertinggi dalam darah pada pagi hari. Keburukan
pemberian dosis selang sehari ialah pada hari bebas obat penyakit
dapat kambuh.
Untuk mencegahnya, pada hari yang seharusnya bebas obat
masih diberikan KS dengan dosis yang lebih rendah pada hari
pemberian obat. Kemudian perlahan-lahan dosisnya diturunkan.
Bila dosis telah mencapai7,5 mg prednisone, selanjutnya pada
hari yang seharusnya bebas obat tidak diberikan KS lagi.
Alasannya ialah karena bila diturunkan berarti hanya 5 mg dan
dosis ini merupakan dosis fisiologik. Seterusnya dapat diberikan
selang sehari.
Pada pasien ini, dosis pemeliharaan yang diberikan
bergantung pada dosis awal pemberian KS. Misalkan pada awal
os mendapatkan terapi berupa prednison 30 mg/ hari, maka dosis
36

maintenance sekarang adalah 7,5 mg prednisone diselingi dengan


satu hari bebas obat.

2. Topikal
- Emolien
Dapat diberikan vaselin ataupun minyak mineral untuk
melembabkan kulit.

3.8 Prognosis
Quo ad vitam : bonam
Quo ad functionam : bonam
Quo ad sanationam : malam
Quo ad cosmetica : dubia ad malam.
37

BAB IV
PEMBAHASAN

Kasus ini membahas seorang pasien dengan inisial Tn. SU, 61 tahun,
pensiun yang bertempat tinggal di Tanjung Raja, Kabupaten Ogan Ilir, Sumatera
Selatan yang diperiksa pada tanggal 8 Agustus 2017.
Berdasarkan anamnesis didapatkan bahwa os datang dengan keluhan
terdapat bercak kemerahan yang meninggi di seluruh tubuh (wajah, belakang
telinga, dada, punggung, lengan, tungkai, kaki) 4 bulan yang lalu. Selain itu,
terdapat sisik pada kepala berbentuk bercak putih kering seperti ketombe. Sisik
pada kepala ini tidak berminyak dan berwarna kekuningan. Keluhan ini disertai
dengan rasa gatal. Dari status dermatologikus didapatkan kelainan berupa plak
eritema universal dengan ukuran variatif yang kelamaan menjadi konfluens
disertai skuama pada regio scalp. Pada psoriasis vulgaris, kelainan kulit terdiri
atas bercak-bercak eritema yang meninggi (plak) dengan skuama diatasnya.
Skuama berlapis-lapis, kasar dan berwarna putih seperti mika, serta transparan.
Besar kelainan bervariasi dari lentikuler, numular atau plakat, dapat
berkonfluensi.1 Sebagian penderita mengeluh gatal ringan. Tempat predileksi pada
skalp, perbatasan daerah tersebut dengan muka, ekstremitas bagian ekstensor
terutama siku serta lutut, dan daerah lumbosakral. Sebagian penderita mengeluh
gatal ringan.1
Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik, dapat dipikirkan tiga
diagnosis banding yaitu psoriasis vulgaris, eritroderma dan neurodermatitis.
Jika dilihat dari aspek epidemiologi, ketiga diagnosis banding ini
mendekati kasus. Pada kasus pasien adalah seorang laki-laki berusia 61 tahun
berkebangsaan Indonesia. Berdasarkan teori, psoriasis agak lebih banyak terjadi
pada laki-laki dan bisa mengenai semua usia tetapi lebih sering pada dewasa.
Eritroderma juga dapat mengenai seluruh usia dan pada neurodermatitis usia yang
tersering adalah 30 50 tahun.1 (Tabel 4.1)
38

Tabel 4.1. Diagnosis Banding berdasarkan Epidemiologi


Diagnosis Banding

Kasus Psoriasis Vulgaris Eritroderma Neurodermatitis


Epidemiologi Pasien laki-laki, 61 Agak lebih banyak Bisa mengenai Puncak insiden
tahun, terjadi pada laki-laki seluruh usia.1 pada usia 30 50
berkebangsaan dan bias mengenai tahun, wanita
Indonesia. semua usia tetapi lebih sering
lebih sering dewasa.1 daripada pria. 1

Berdasarkan etiologi, pada kasus keluhan-keluhan dirasakan lebih hebat saat


os sedang banyak pikiran dan kelelahan. Psoriasis dapat terjadi akibat berbagai
faktor diantaranya faktor genetik, faktor imunologik dan faktor-faktor pencetus
seperti stress psikis, infeksi fokal, trauma, endokrin, gangguan metabolik, obat,
juga alkohol dan meroko dimana stress psikis merupakan faktor yang paling
berperan. Eritroderma diakibatkan oleh alergi obat-obatan, perluasan penyakit
kulit serta akibat penyakit sistemik. Sedangkan neurodermatitis diakibatkan oleh
penyakit yang mendasari seperti gagal ginjal kronis, obstruksi saluran empedu,
limfoma Hodgkin, hipertiroid, penyakit kulit seperti dermatitis atopi dan
dermatitis kontak alergika, gigitan serangga dan aspek psikologis dengan tekanan
emosi.1 Berdasarkan teori, etiologi yang paling sesuai dengan kasus adalah pada
psoriasis vulgaris, dimana stress psikis merupakan pencetus utama psoriasis,
meskipun hal serupa juga ditemui pada neurodermatitis.

Tabel 4.2. Diagnosis Banding berdasarkan Etiologi


Diagnosis Banding

Kasus Psoriasis Vulgaris Eritroderma Neurodermatitis


Etiologi Keluhan-keluhan Akibat berbagai faktor Alergi obat-obatan, Diakibatkan oleh penyakit
dirasakan lebih diantaranya faktor genetik, perluasan penyakit yang mendasari seperti
hebat saat sedang faktor imunologik dan kulit serta akibat gagal ginjal kronis,
banyak pikiran & faktor-faktor pencetus penyakit sistemik.1 obstruksi saluran empedu,
kelelahan.1 seperti stress psikis, infeksi limfoma Hodgkin,
fokal, trauma, endokrin, hipertiroid, penyakit kulit
gangguan metabolik, obat, seperti dermatitis atopi
juga alkohol dan meroko dan dermatitis kontak
dimana stress psikis alergika, gigitan serangga
merupakan faktor yang dan aspek psikologis
palng berperan..1 dengan tekanan emosi.1
39

Bila ditinjau dari gejala klinis, pada kasus diketahui bahwa terdapat bercak
kemerahan yang meninggi di seluruh tubuh (wajah, belakang telinga, dada,
punggung, lengan, tungkai, kaki) 4 bulan yang lalu. Bercak kemerahan tersebut
timbul secara serentak, ukuran bervariasi dari sebesar ujung jarum pentul sampai
seukuran uang logam. Semakin lama, bercak kemerahan tampak semakin meluas
dan banyak yang bergabung menjadi satu. Sisik tidak ditemukan pada daerah yang
kemerahan tetapi dijumpai pada kepala berbentuk bercak putih kering seperti
ketombe. Sisik pada kepala ini tidak berminyak dan berwarna kekuningan.
Keluhan ini disertai dengan rasa gatal yang hilang timbul dan mengganggu
aktivitas, gatal tidak semakin bertambah apabila os berkeringat. Pada eritroderma
kelainan kulit berupa eritema universalis (90 100%) yang dapat disertai skuama
dengan adanya riwayat alergi obat sebelumnya, akibat perluasan penyakit kulit
lain ataupun ada riwayat penyakit sistemik sebelumnya. Pada neurodermatitis,
rasa gatal biasanya timbul pada waktu tidak sibuk, bila muncul susah untuk
ditahan dan setelah luka baru hilang rasa gatalnya untuk sementara (karena diganti
rasa nyeri). Lesi biasanya tunggal, pada awalnya berupa plak eritematosa, sedikit
edematosa, lambat laun edema dan eritema menghilang, bagian tengah berskuama
dan menebal, likenifikasi dan ekskoriasi, sekitar hiperpigmentasi, batas dengan
kulit normal tidak jelas. Diagnosis banding psoriasis vulgaris lebih mendekati bila
dibandingkan dengan eritroderma ataupun neurodermatitis, karena pada kasus ini
tidak ada riwayat konsumsi obat-obatan tertentu, penyakit kulit sebelumnya yang
meluas ataupun penyakit sistemik untuk dapat menegakkan diagnosis eritroderma.
Neurodermatitis juga kurang mendekati, karena pada neurodermatitis keluhan
gatal lebih berat dan menonjol serta lesi disertai edema dan likenifikasi.
40

Tabel 4.3. Diagnosis Banding berdasarkan Gejala Klinis


Diagnosis Banding

Kasus Psoriasis Vulgaris Eritroderma Neurodermatitis

Gambar

Bercak kemerahan yang Kelainan kulit terdiri Kelainan kulit berupa Gatal (+) biasanya
meninggi di seluruh atas bercak - bercak eritema universalis (90 pada waktu tidak sibuk,
tubuh (wajah, belakang eritema yang meninggi 100%) yang dapat bila muncul susah
telinga, lengan, dada, (plak) dengan skuama disertai skuama untuk ditahan dan
punggung, tungkai dan dengan adanya riwayat setelah luka baru hilang
diatasnya yang umum-
kaki). Bercak kemerah- alergi obat sebelum- rasa gatalnya. Lesi
nya simetris. Eritema
an, serentak, ukuran nya, akibat perluasan biasanya tunggal, pada
variatif dari miliar sirkumskrip dan merata. awalnya berupa plak
penyakit kulit lain
Gejala numular. Kelamaan, Skuama berlapis-lapis, ataupun ada riwayat eritematosa, sedikit
Klinis bercak merah tampak kasar dan berwarna penyakit sistemik edematosa, lambat laun
semakin meluas dan putih seperti mika, serta sebelumnya.1 edema dan eritema
banyak yang bergabung transparan. Besar kelain- menghilang, bagian
menjadi satu. Sisik (+) an bervariasi: lentikuler, tengah berskuama dan
pada kepala, berbentuk numular atau plakat, menebal, likenifikasi
bercak putih kering dapat berkonfluensi.1,8 dan ekskoriasi, sekitar
seperti ketombe. Gatal hiperpigmentasi, batas
(+) hilang timbul, gatal dengan kulit normal
tidak bertambah apabila tidak jelas.1
os berkeringat.

Berdasarkan daerah predileksi maka didapatkan kelainan kulit pada seluruh


tubuh (wajah, belakang telinga, dada, punggung, lengan, tungkai, kaki).
Berdasarkan teori dikatakan bahwa daerah predileksi untuk psoriasis vulgaris
adalah scalp, perbatasan daerah scalp dan muka, esktremitas bagian ekstensor
terutama siku serta lutut dan daerah lumbosacral. Daerah predileksi eritroderma
adalah pada hampir seluruh tubuh karena bersifat universalis (90 100%). Untuk
neurodermatitis, predileksinya adalah dimana saja, tetapi yang biasa ditemukan
adalah pada scalp, tengkuk, samping leher, lengan bagian ekstensor, pubis, vulva,
skrotum, perianal, paha bagian medial, lutut, tungkai bawah bagian lateral,
pergelangan kaki bagian depan dan punggung kaki. Jika dilihat berdasarkan
41

predileksi, diagnosis banding eritroderma dan neurodermatitis tidak dapat


disingkirkan karena terjadi pada daerah-daerah yang sama.

Tabel 4.4. Diagnosis Banding berdasarkan Predileksi


Diagnosis Banding
Kasus
Psoriasis Vulgaris Eritroderma Neurodermatitis
Predileksi Seluruh tubuh (wajah, Scalp, perbatasan Pada hampir seluruh Dimana saja, tetapi yang
belakang telinga, dada, daerah scalp dan tubuh karena bersifat biasa ditemukan adalah
punggung, lengan, muka, esktremitas universalis (90100%).1 pada scalp, tengkuk,
tungkai, kaki) bagian ekstensor samping leher, lengan
terutama siku serta bagian ekstensor, pubis,
lutut dan daerah vulva, skrotum, perianal,
lumbosacral.1 paha bagian medial, lutut,
tungkai bawah bagian
lateral, pergelangan kaki
bagian depan dan
punggung kaki.1

Berdasarkan epidemiologi, etiologi, gejala klinik, dan predileksi yang telah


dibahas, maka diagnosis kerja pada kasus ini lebih mengarah ke psoriasis vulgaris.
Pemeriksaan penunjang seperti fenomena tetesan lilin, fenomena Auspitz dan
fenomena Kbner sebaiknya dilakukan dalam memastikan diagnosis karena
merupakan tanda khas pada kasus psoriasis. Akan tetapi, pada pasien ini
pemeriksaan tidak dilakukan karena lesi sudah tidak khas akibat telah
mendapatkan terapi selama 3 bulan. Kemungkinan jika dilakukan saat pasien
pertama kali datang ketiga fenomena ini positif.1
Dalam menangani pasien dengan psoriasis vulgaris, perlu dilakukan
perhitungan terhadap skor Psoriasis Area Severity Index (PASI) nya. PASI adalah
metode yang digunakan untuk mengukur intensitas kuantitatif penderita
berdasarkan gambaran klinis dan luas area yang terkena, berperan dalam evaluasi
perbaikan klinis setelah pengobatan.7
42

Bagian Tubuh dan Nilainya


Karakteristik
Skor Ekstremitas Ekstremitas
Plak Kepala Badan
atas Bawah

Eritema (E) Tidak ada = 0 0 0 0 0


Minimal = 1
Tebal Lesi (T) Sedang = 2 0 0 0 1
Parah = 3
Skuama (S) Sangat Parah = 4 1 0 1 3
Total 1 0 1 4
Nilainya x 0,1 x 0,2 X 0,3 X 0,4
A. Total Permukaan Area 0,1 0 0,3 1,6

Tidak ada = 0
< 10% = 1
Presentasi daerah
10 29% = 2
tubuh yang
30 49% = 3
terkena (Nilai
50 69% = 4
antara 1-6) 1 0 2 2
70 89% = 5
90 100% =6
B. Total Permukaan Area X %
0,1 x 1 0x0 0,3 x 2 1,6 x 2
Daerah yang Terkena
Nilai Total = 0,1 + 0 + 0,6 + 3,2 = 3,9

Interpretasi:
Total nilai PASI kurang dari 10 dikatakan sebagai psoriasis ringan, nilai PASI
antara 10-30 dikatakan sebagai psoriasis sedang, dan nilai PASI lebih dari 30
dikatakan sebagai psoriasis berat.7

Jadi berdasarkan perhitungan, didapatkan skor PASI pasien adalah 3,9


yang menunjukkan bahwa psoriasis ringan. Skor PASI yang rendah
menunjukkan bahwa pengobatan direspon baik.
43

Pada kasus ini penatalaksanaan yang diberikan adalah penatalaksanaan


non-farmakologi dan farmakologi. Penatalaksaan non-farmakologi salah satunya
adalah dengan cara melakukan edukasi kepada pasien. Adapun hal-hal yang
dapat disampaikan saat edukasi adalah sebagai berikut.
1. Memberitahukan kepada pasien agar tidak menggaruk bercak yang ada.
2. Terangkan kepada pasien bahwa penyakit yang diderita terjadi adalah akibat
proses autoimun sehingga tujuan pengobatan adalah untuk mengendalikan
penyakit bukan untuk menyembuhkan.
3. Anjurkan pasien untuk rutin kontrol.

Penatalaksaan farmakologi pada kasus ini dilakukan dengan memberikan


pengobatan sistemik dan topikal.
1. Sistemik
- Antihistamin
Pada kasus ini diberikan antihistamin untuk mengurangi keluhan
gatal. Ada beberapa jenis antihistamin, seperti terlampir pada table
berikut.
44

Tabel 7. Penggolongan Antihistamin, Dosis, Masa Kerja, Aktivitas Antikolinergik7


Golongan dan Dosis Anak Masa Aktivitas Komentar
Contoh Obat <6 tahun Kerja kolinergik
ANTIHISTAMIN GENERASI I
Etanolamin
Karbinoksamin 4 mg 3-4 jam +++ Sedasi ringan sampai sedang
Difenhidramin 6,25-12,5 4-6 jam +++ Sedasi kuat, anti-motion
mg sicknesss
Dimenhidrinat 12,5-25 mg 4-6 jam +++ Sedasi kuat, anti-motion sickness
Etilenediamin
Pirilamin 25 mg 4-6 jam + Sedasi sedang
Tripelenamin 25 mg 4-6 jam + Sedasi sedang
Piperazin
Hidroksizin 25-50 mg 6-24 jam - Sedasi kuat
Siklizin 25-50mg 4-6 jam - Sedasi ringan, anti-motion
Meklizin 12,5-25 mg 12-24 jam - sickness
Sedasi ringan, anti-motion
sickness
Alkilamin
Klorfeniramin 1-2 mg 4-6 jam + Sedasi ringan, komponen obat flu
Bromfeneramin 1-2 mg 4-6 jam + Sedasi ringan
Derivat Fenotiazin
Prometazin 6,25-12,5 4-6 jam +++ Sedasi kuat, antiemetic
mg
ANTIHISTAMIN GENERASI II
Loratadin 5 mg 24 jam - Masa kerja lebih lama
Cetirizine 5 mg 12-24 jam - Masa kerja lebih lama

Obat yang dapat diberikan adalah Cetrizine HCL tab 10 mg 1x


sehari selama 7 hari. Pemilihan cetirizine sebagai antihistamin pada
kasus ini didasarkan atas efek sedatifnya yang rendah dan masa kerja
nya yang lebih lama sehingga efektif karena hanya diberikan 1x/ hari.

- Kortikosteroid
Pada kasus ini os sudah mendapatkan terapi kortikosteroid selama
3 bulan. Sekarang, os sudah harus mendapatkan kortikosteroid sistemik
sebagai maintenance karena pemberian kortikosteroid sistemik super
45

poten tidak boleh melebihi 2 minggu dan kortikosteroid topikal tidak


boleh melebihi 4 6 minggu.
Adapun cara menentukan dosis pemeliharaan ditentukan dengan
menurunkan dosisnya berangsur-angsur. Untuk mencegah terjadinya
supresi korteks adrenal, KS dapat diberikan selang sehari sebagai dosis
tunggal pada pagi hari (jam 8), karena kadar kortisol tertinggi dalam
darah pada pagi hari. Keburukan pemberian dosis selang sehari ialah
pada hari bebas obat penyakit dapat kambuh.
Untuk mencegahnya, pada hari yang seharusnya bebas obat masih
diberikan KS dengan dosis yang lebih rendah pada hari pemberian obat.
Kemudian perlahan-lahan dosisnya diturunkan. Bila dosis telah
mencapai7,5 mg prednisone, selanjutnya pada hari yang seharusnya
bebas obat tidak diberikan KS lagi. Alasannya ialah karena bila
diturunkan berarti hanya 5 mg dan dosis ini merupakan dosis fisiologik.
Seterusnya dapat diberikan selang sehari.
Pada pasien ini, dosis pemeliharaan yang diberikan bergantung
pada dosis awal pemberian KS. Misalkan pada awal os mendapatkan
terapi berupa prednison 30 mg/ hari, maka dosis maintenance sekarang
sudah harus mencaapai 7,5 mg prednison diselingi dengan satu hari
bebas obat.

2. Topikal
- Emolien
Emolien sebaiknya digunakan selama terapi, digunakan setelah mandi
untuk mencegah kekeringan, mengurangi ketebalan skuama, mengurangi
nyeri akibat fisura dan mengurangi rasa gatal pada lesi tahap awal. Dapat
diberikan vaselin ataupun minyak mineral untuk melembabkan kulit.
46

Psoriasis adalah penyakit yang diakibatkan oleh autoimun. Meskipun tidak


menyebabkan kematian, tetapi bersifat kronik dan residif, sehingga berpengaruh
pada prognosis.
1. Quo ad vitam pada kasus ini adalah bonam karena tidak mengancam jiwa.
2. Quo ad fungsionam pada kasus ini adalah bonam karena tidak
mengakibatkan gangguan fungsi organ tubuh lainnya.
3. Quo ad sanationam pada kasus ini adalah malam karena penyakit ini tidak
dapat disembuhkan, hanya dapat ditekan saja gejalanya.
4. Quo ad cosmetica pada kasus ini adalah dubia ad malam karena kelainan
kulit ini bersifat residif sehingga sewaktu-waktu dapat muncul kembali.
47

BAB V
KESIMPULAN

1. Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang telah dilakukan, diagnosis


kerja pada kasus ini adalah psoriasis vulgaris yang ditandai dengan adanya
eritroskuamosa.
2. Psoriasis vulgaris merupakan penyakit autoimun yang bersifat kronik dan
residif yang dapat timbul akibat faktor genetik, imunologik ataupun karena
adanya faktor pencetus. Adapun pada kasus ini faktor pencetusnya adalah
stress psikis.
3. Tatalaksana psoriasis vulgaris mencakup non medikmentosa yakni dengan
edukasi pasien dan medikamentosa berupa pengobatan sistemik dan topikal.
48

DAFTAR PUSTAKA

1. Djuanda, A. 2007. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke 5. Jakarta.


Balai Pustaka Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hal 147-148; 189-
200.

2. Yuliastuti, D. 2015. Psoriasis. CDK-235/ Vol. 42 No. 12 (Diakses pada


tanggal 8 Agustus 2017).

3. Sinaga, Dameria. 2013. Pengaruh Stress Psikologis Terhadap Pasien


Psoriasis. Jurnal Ilmiah Widya. Vol.1 No.2. FK UKI. 129-134. (Diakses pada
tanggal 8 Agustus 2017).

4. Siregar, R.S. 1991. Atlas Berwarna: Saripati Penyakit Kulit. Jakarta. EGC.

5. Deny, F. dkk., 2004. Respon Klinis dan Histologik pada Psoriasis Vulgaris
Tipe Plak Rekalsitran yang di Terapi Metotreksat di RS Dr. M. Djamil
Padang. Padang. Majalah Kedokteran Andalas.

6. Astindari A., 2014. Perbedaan Dermatitis Seboroik dan Psoriasis Vulgaris


Berdasarkan Manifestasi Klinis dan Histopatologi. Surabaya. FK UNAIR.

7. Cindy, W., 2013. Hubungan HDL dan Trigliserida Sebagai Faktor Risiko
Terjadinya Psoriasis Vulgaris. Bali. FK UNUD

8. Menaldi, SL. 2016. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke-7. Jakarta.
Balai Pustaka Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hal 213-221.

Anda mungkin juga menyukai