Anda di halaman 1dari 30

Laporan Kasus

GANGGUAN CAMPURAN ANXIETAS DAN DEPRESI

Disusun Oleh:

Leo Setyadi 04054821820086


Eriskop Sianturi 04054821820088

Pembimbing:
dr. Bintang Arroyantri P., Sp.KJ

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN JIWA


RUMAH SAKIT ERNALDI BAHAR PALEMBANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2018
HALAMAN PENGESAHAN

Judul Laporan Kasus


Gangguan Campuran Anxietas dan Depresi

Oleh
Leo Setyadi 04054821820086
Eriskop Sianturi 04054821820088

Laporan kasus ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas dalam mengikuti
Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Kesehatan Jiwa Rumah Sakit Ernaldi Bahar
Palembang Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.

Palembang, Oktober 2018


Pembimbing

dr. Bintang Arroyantri P., Sp.KJ

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah melimpahkan berkah, rahmat dan anugerah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan laporan kasus yang berjudul “Gangguan Campuran Anxietas dan
Depresi”. Laporan kasus ini disusun sebagai salah satu syarat Kepaniteraan Klinik
di Bagian Ilmu Kesehatan Jiwa RS Ernaldi Bahar Palembang. Pada kesempatan
ini, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada dr. Bintang Arroyantri P.,
Sp.KJ, selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan selama penulisan
dan penyusunan laporan kasus ini, serta semua pihak yang telah banyak
membantu.
Penulis menyadari bahwa terdapat banyak kekurangan dalam penulisan
laporan kasus ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun dari seluruh pihak agar tulisan ini menjadi lebih baik.
Semoga laporan kasus ini dapat memberikan manfaat dan tambahan pengetahuan
bagi penulis dan pembaca.

Palembang, Oktober 2018

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...............................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN.................................................................................ii
KATA PENGANTAR............................................................................................iii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
BAB II STATUS PASIEN......................................................................................3
2.1 Identifikasi Pasien..........................................................................3
2.2 Anamnesis......................................................................................3
2.3 Pemeriksaan..................................................................................12
2.4 Pemeriksaan Lain.........................................................................16
2.5 Diagnosis Multiaksial...................................................................16
2.6 Diagnosis Differensial..................................................................16
2.7 Terapi............................................................................................17
2.8 Prognosis......................................................................................17
BAB III TINJAUAN PUSTAKA........................................................................18
3.1 Definisi.........................................................................................18
3.2 Epidemiologi................................................................................18
3.3 Etiologi.........................................................................................19
3.4 Stresor Psikososial........................................................................20
3.5 Gambaran Klinis...........................................................................22
3.6 Diagnosis .....................................................................................23
3.7 Diagnosis Banding ......................................................................25
3.8 Tatalaksana ..................................................................................26
3.9 Prognosis .....................................................................................27
BAB IV ANALISIS KASUS................................................................................28
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................31

iv
BAB I
PENDAHULUAN

Gangguan jiwa adalah gangguan secara psikologis atau perilaku yang terjadi
pada seseorang, umumnya terkait dengan penurunan afektif, perilaku, kognitif dan
perseptual. Lebih dari sepertiga orang di kebanyakan negara pernah mengalami
gangguan kesehatan jiwa dalam perjalanan hidup mereka. Penyebab yang sering
disampaikan adalah stress subjektif atau biopsikososial. Pada dasarnya, gangguan
jiwa dibagi menjadi psikosis dan nonpsikosis. Psikosis adalah gangguan jiwa yang
ditandai dengan adanya halusinasi, waham, perilaku kataton, perilaku kacau,
pembicaraan kacau yang pada umumnya disertai tilikan yang buruk. Sedangkan
nonpsikosis merupakan gangguan jiwa pada aspek perasaan, pikiran, dan perilaku
penderita tanpa hilangnya kemampuan individu menilai realita. Gangguan
anxietas berdasarkan PPDGJ-III dan DSM-5 termasuk kedalam gangguan jiwa
1,2,3
nonpsikotik yang berada dalam grup F40-F48.
Anxietas dikarakteristikkan bersifat diffuse, tidak menyenangkan, rasa takut
dan khawatir samar-samar dan seringkali disertai dengan gejala autonom seperti
sakit kepala, keringat dingin, palpitasi, rasa berat di dada, gangguan perut ringan,
dan gelisah yang ditandai dengan ketidakmampuan untuk duduk atau berdiri
dalam waktu lama. Anxietas normal bersifat adaptif berupa respon terhadap
adanya ancaman baik internal maupun eksternal. Anxietas yang patologis
(gangguan anxietas) bila tanda-tanda anxietas tadi berlebihan dan mengganggu
berbagai aspek kehidupan penderita. Gangguan anxietas terdiri dari gangguan
panik, agoraphobia, fobia spesifik, fobia atau gangguan anxietas sosial, gangguan
anxietas menyeluruh dan gangguan anxietas lainnya. 2
Secara epidemiologi, gangguan anxietas merupakan penyakit psikiatri yang
paling umum. Studi yang dilakukan oleh National Comorbidity Survey
menemukan bahwa satu dari empat orang memenuhi setidaknya satu bentuk
kelainan gangguan anxietas dan prevalensi selama 12 bulan mencapai 17,7 persen.

1
2

Wanita lebih beresiko menderita gangguan anxietas. Prevalensi gangguan anxietas


menurun dengan semakin tingginya status sosioekonomi. 2
Gangguan anxietas berkaitan dengan tingkat morbiditas yang signifikan dan
tidak jarang bersifat kronik dan resisten terhadap pengobatan. Gangguan anxietas
seringkali bebarengan (coexist) dengan depresi. Suatu episode depresif seringkali
memperburuk keadaan gangguan anxietas yang sudah ada sebelumnya.
Pembuatan diagnosis tergantung dari mana yang jelas-jelas timbul lebih dahulu
dan mana yang lebih dominan pada saat pemeriksaan. 2,3
Laporan kasus ini disusun membahas gangguan campuran anxietas dan
depresi sebagai salah satu kompetensi sebagai dokter umum agar dapat
mengidentifikasi, menegakkan diagnosis, kemudian menentukkan tatalaksana
awal dan merujuk pasien sehingga morbiditas dapat diturunkan.
BAB II
STATUS PASIEN

2.1 Identifikasi Pasien


Nama : Ny. RM
Umur : 68 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Status Perkawinan : Menikah
Suku/Bangsa : Sumatera selatan
Pendidikan : Tidak Tamat SD
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Alamat : Lorong Jaya Laksana RT 12 RW 3 Palembang
Datang ke RS : 24 September 2018
Cara ke RS : Diantar oleh keluarga (anak pasien)
Tempat Pemeriksaan : Poli Psikiatri Rumah Sakit Ernaldi Bahar

2.2 Anamnesis
A. Alloanamnesis
Diperoleh dari : Tn. RA
Jenis kelamin : Laki-laki
Hubungan dengan pasien : Anak

a. Sebab utama
Os sering tinggal di rumah anaknya dibanding rumah sendiri

b. Keluhan utama
Os memikirkan anaknya di luar kota dan takut menghadapi
kematian

c. Riwayat perjalanan penyakit


± 3 bulan sebelum masuk rumah sakit, os mengatakan takut
menghadapi kematian. Os merasa amal dan ibadah yang
dimilikinya masih kurang sebagai bekal kematian nanti sehingga os
merasa sedih, gelisah dan sulit tidur. Nafsu makan juga dirasakan
os menurun. Os mengatakan jarang sholat. Os juga mengeluh
sangat khawatir dengan keadaan ketiga anaknya semenjak mereka
merantau. Os takut bila terjadi apa-apa pada anaknya. Os juga

3
4

merasa lebih nyaman jika tinggal di rumah anaknya yang tinggal di


dekat rumah os dibanding di rumahnya sendiri dan melakukan
kegiatan sehari-hari. Os mengaku tidak mendengar suara-suara
bisikan atau melihat bayang-bayangan. Os tidak merasa mudah
lelah dan minat dirasakan tetap baik. Kecemasan juga diakui hanya
disebabkan oleh karena anak-anaknya yang berada di luar kota.
Kegiatan seperti makan, mandi dan memasak dapat dilakukan
sendiri. Keluarga merasa os menjadi terlalu khawatir sehingga
menjadi sering murung. Os sering dihibur oleh keluarganya agar
tidak terlalu memikirkan yang tidak-tidak dan dimotivasi untuk
selalu berpikir positif. Os merasa lebih baik.
± 7 hari sebelum masuk rumah sakit, os dibawa ke dokter
oleh anaknya dengan keluhan banyak pikiran. Keluhan suara-suara
bisikan atau melihat bayang-bayangan disangkal os. Minat
dirasakan tetap baik dan os merasa tidak mudah lelah. Kecemasan
juga tetap diakui hanya disebabkan oleh karena anak-anaknya yang
berada di luar kota. Kegiatan seperti makan, mandi dan memasak
masih dapat dilakukan sendiri. Dokter lalu menasehati os supaya
tidak terlalu mengkhawatirkan anaknya yang di luar kota dan tidak
terlalu takut dalam menghadapi kematian. Os juga dikatakan
memiliki darah tinggi dan penyakit maag, sehingga diberikan obat
darah tinggi, obat maag dan vitamin.
± 3 hari sebelum masuk rumah sakit, keluarga merasakan os
masih tetap banyak pikiran. Os menjadi semakin susah tidur dan
kurang makan. Os terkadang menangis memikirkan anaknya yang
di luar kota dan gelisah. Keluhan suara-suara bisikan atau melihat
bayang-bayangan disangkal os. Minat dirasakan tetap baik dan os
merasa tidak mudah lelah. Kecemasan juga tetap diakui hanya
disebabkan oleh karena anak-anaknya yang berada di luar kota.
Kegiatan seperti makan dan mandi dapat dilakukan sendiri, namun
memasak tidak lagi sehingga anak mengantarkan makanan ke
rumah. Keluarga lalu membawa os ke Rumah Sakit Ernaldi Bahar.
5

d. Riwayat penyakit dahulu


- Riwayat trauma kepala disangkal
- Riwayat kejang disangkal
- Riwayat penyakit dengan keluhan yang sama disangkal
- Riwayat penyakit darah tinggi disangkal
- Riwayat penyakit kencing manis disangkal

e. Riwayat premorbid
- Lahir : lahir spontan, langsung menangis
- Bayi : tumbuh kembang baik
- Anak-anak : sosialisasi baik
- Remaja : sosialisasi baik
- Dewasa : sosialisasi baik

f. Riwayat pendidikan
SD (sampai kelas 3 SD)

g. Riwayat pekerjaan
Ibu Rumah Tangga

h. Riwayat konsumsi obat-obatan dan alkohol


Riwayat konsumsi obat-obatan dan alkohol disangkal

i. Riwayat gaya hidup


Kebiasaan merokok disangkal

j. Riwayat perkawinan
Os menikah 1 kali dan mempunyai 1 orang suami dan 7 orang
anak, 3 laki-laki dan 4 perempuan.

k. Keadaan sosial ekonomi


Os tinggal bersama suami dan cucu dari anak terakhirnya dengan
sosial ekonomi menengah ke bawah.

l. Riwayat keluarga
Riwayat anggota keluarga dengan gangguan jiwa disangkal.
- Pedigree:

Keterangan:
: Pasien
: Laki-laki
6

: Perempuan

B. Autoanamnesis dan Observasi


Wawancara dan observasi dilakukan pada Senin, 24 September 2018
pukul 10.30 s.d.11.30 WIB di Poli Psikiatri Rumah Sakit Ernaldi Bahar
Palembang. Wawancara dilakukan dengan menggunakan Bahasa Indonesia
dan bahasa Palembang. Pasien memiliki tingkat kesadaran compos mentis
sehingga dapat dianamnesis (kooperatif). Pasien berperawakan kurus dan
berpenampilan sesuai.

Tabel 1. Percakapan terhadap pasien dan dokter muda


INTERPRETASI
PEMERIKSA PASIEN
PSIKOPATOLOGI
“Selamat pagi, Ibu. “Iyo pagi dok.” Kontak fisik, mata 7
Perkenalkan saya Eriskop (tersenyum dan dan verbal baik.
dan ini teman saya Leo, membalas jabatan
dokter muda bagian jiwa.” tangan)
(tersenyum dan
mengulurkan tangan)

“Jadi Bu, kami nak izin “Boleh.” Bicara jelas.


nanyo-nanyo tentang
keluhan Ibu, boleh, Bu?”

“Namanyo siapa Bu?” “Rumina dok.” Perhatian baik,


konsentrasi baik.

“Umurnyo berapa Bu?” “Lahirnyo tahun 1950 Sikap kooperatif.


dok. Dak inget lagi kalo
umur berapo.”
(tertawa kecil)

“Tinggalnyo dimano kito “Di Lorong Jaya Daya ingat baik.


Bu?” Laksana dok.”

“Ibu tau ini hari apo?” “Senin, dok.” Orientasi waktu


baik.

“Ini lagi dimano Bu?” “Di rumah sakit.” Orientasi tempat


baik.

“Ini siapo Bu?” “Ini anak aku dok yang Orientasi orang
ke 6.” baik.

“Suaminyo dimano, Bu?” “Di rumah dok.” Daya ingat baik.

“Tinggal dirumah dengan “Dengan suami dengan Daya ingat baik.


siapo Bu?” cucung dok.”

“Anak ada berapo, Bu? “Ada 7 dok. 4 betino, 3 Daya ingat baik.
lanang.”
8

2.3 Pemeriksaan
A. Status Internus
Keadaan Umum
- Sensorium : Compos Mentis
- Frekuensi nadi : 81 x/menit
- Tekanan darah : 130/80 mmHg
- Suhu : 36,30C
- Frekuensi napas : 20 x/menit

B. Status Neurologikus
1) Syaraf kepala (pancaindera) : tidak ada kelainan
2) Gejala rangsang meningeal : tidak ada kelainan
3) Mata:
- Gerakan : baik ke segala arah
- Persepsi mata : baik, diplopia tidak ada, visus normal
- Pupil : bentuk bulat, sentral, isokor, Ø 3mm/3mm
- Refleks cahaya : +/+
- Refleks kornea : +/+
- Pemeriksaan oftalmoskopi: tidak dilakukan
4) Motorik
Lengan Tungkai
Fungsi Motorik
Kanan Kiri Kanan Kiri
Gerakan Normal
Kekuatan
5/5
Tonus Eutonik Eutonik Eutonik Eutonik
Klonus - - - -
Refleks fisiologis + + + +
Refleks patologis - - - -

5) Sensibilitas : normal
6) Susunan syaraf vegetatif : tidak ada kelainan
7) Fungsi luhur : tidak ada kelainan
8) Kelainan khusus : tidak ada

C. Status Psikiatrikus
Keadaan Umum
a. Sensorium : Kompos Mentis
b. Perhatian : Adekuat
c. Sikap : Kooperatif
d. Inisiatif : Adekuat
9

e. Tingkah laku motorik : Normoaktif


f. Ekspresi fasial : Sedih
g. Cara bicara : Lancar
h. Kontak psikis : Adekuat
Kontak fisik : Adekuat
Kontak mata : Adekuat
Kontak verbal : Adekuat

Keadaan Khusus (Spesifik)


a. Keadaan afektif
Afek : depresi
Mood : cemas

b. Hidup emosi
Stabilitas : stabil
Dalam-dangkal : normal
Pengendalian : terkendali
Adekuat-Inadekuat : adekuat
Echt-unecht : Echt
Skala diferensiasi : normal
Einfuhlung : bisa dirasakan
Arus emosi : normal

c. Keadaan dan fungsi intelektual


Daya ingat : baik
Daya konsentrasi : baik
Orientasi orang/waktu/tempat : baik
Luas pengetahuan umum : sesuai
Discriminative judgement : baik
Discriminative insight : terganggu
Dugaan taraf intelegensi : tidak dinilai
Depersonalisasi dan derealisasi : tidak ada

d. Kelainan sensasi dan persepsi


Ilusi : tidak ada
10

Halusinasi : tidak ada

e. Keadaan proses berpikir


Arus pikiran
- Flight of ideas : tidak ada
- Inkoherensi : tidak ada
- Sirkumstansial : tidak ada
- Tangensial : tidak ada
- Terhalang (blocking) : tidak ada
- Terhambat (inhibition) : tidak ada
- Perseverasi : tidak ada
- Verbigerasi : tidak ada

Isi Pikiran
- Waham : tidak ada
- Pola Sentral : tidak ada
- Fobia : tidak ada
- Konfabulasi : tidak ada
- Perasaan inferior : tidak ada
- Kecurigaan : tidak ada
- Rasa permusuhan : tidak ada
- Perasaan berdosa : tidak ada
- Hipokondria : tidak ada
- Ide bunuh diri : tidak ada
- Ide melukai diri : tidak ada
- Lain-lain : tidak ada

Pemilikan pikiran
- Obsesi : tidak ada
- Aliensi : tidak ada

f. Keadaan dorongan instinktual dan perbuatan


Hipobulia : tidak ada
Vagabondage : tidak ada
Stupor : tidak ada
Pyromania : tidak ada
Raptus/Impulsivitas : tidak ada
Mannerisme : tidak ada
11

Kegaduhan umum : tidak ada


Autisme : tidak ada
Deviasi seksual : tidak ada
Logore : tidak ada
Ekopraksi : tidak ada
Mutisme : tidak ada
Ekolalia : tidak ada
Lain-lain : tidak ada

g. Kecemasan : ada

h. Dekorum
Kebersihan : cukup
Cara berpakaian : cukup
Sopan santun : cukup

i. Reality testing ability


RTA tidak terganggu

2.4 Pemeriksaan Lain


a. Pemeriksaan radiologi/foto thoraks : tidak dilakukan
b. Pemeriksaan radiologi/ CT scan : tidak dilakukan
c. Pemeriksaan darah rutin dll : tidak dilakukan
d. Pemeriksaan LCS : tidak dilakukan
e. Pemeriksaan elektroensefalogram : tidak dilakukan

2.5 Diagnosis Multiaksial


Aksis I : F41.2 Gangguan Campuran Anxietas dan Depresi
Aksis II : Tidak ada diagnosis
Aksis III : Hipertensi terkontrol
Aksis IV : Masalah dengan “primary suppot group”
Aksis V : GAF scale 70-61

2.6 Diagnosis Differensial


F32.0 Episode Depresif Ringan
F34.1 Distimia
F41.1 Gangguan Cemas Menyeluruh

2.7 Terapi
a. Psikofarmaka
- Alprazolam 3 x 0,25 mg
- Venlafaxine 3 x 25 mg
12

b. Psikoterapi
Suportif
Memberikan dukungan dan perhatian kepada pasien serta memberikan
motivasi hidup.
Kognitif
Menerangkan tentang gejala penyakit pasien yang timbul akibat
kekhawatiran terhadap anak yang di luar kota dan pikiran yang
pesimis akan kematian, serta sikap dalam menghadapi masalah
tersebut.
Keluarga
Memberikan penyuluhan bersama dengan pasien yang diharapkan
keluarga dapat membantu dan mendukung kesembuhan pasien.
Religius
Bimbingan keagamaan agar pasien menjalankan ibadah sesuai ajaran
agama yang dianutnya, yaitu menjalankan sholat lima waktu,
menegakkan amalan sunah seperti mengaji, berzikir, dan berdoa
kepada Allah SWT.

2.8 Prognosis
Quo ad vitam : Bonam
Quo ad fungsionam : Dubia
Quo ad sanationam : Dubia
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi 2,4


Anxietas adalah respon terhadap situasi tertentu yang mengancam, dan
merupakan hal yang normal terjadi menyertai perkembangan, perubahan,
pengalaman baru atau yang belum pernah dilakukan, serta dalam menemukan
identitas diri dan arti hidup. Anxietas adalah reaksi yang dapat dialami siapapun.
Namun, anxietas yang berlebihan, apalagi yang sudah menjadi gangguan akan
menghambat fungsi seseorang dalam kehidupan. Anxietas menjadi abnormal
(gangguan anxietas) bila tingkatnya tidak sesuai dengan proporsi ancaman, atau
bila sepertinya datang tanpa ada penyebabnya yaitu, bila bukan merupakan respon
terhadap perubahan lingkungan. Dalam bentuknya yang ekstrem, anxietas dapat
mengganggu fungsi sehari-hari.
Depresi merupakan ganguan emosional atau suasana hati yang buruk yang
ditandai dengan kesedihan yang berkepanjangan, putus harapan, perasaan bersalah
dan tidak berarti. Sehingga seluruh proses mental (berpikir, berperasaan dan
berperilaku) tersebut dapat mempengaruhi motivasi untuk beraktivitas dalam
kehidupan sehari-hari maupun pada hubungan interpersonal.
Anxietas yang berlarut-larut dapat menyebabkan depresi, terutama pada
orang-orang yang selama hidupnya mudah putus asa dan tidak kuat menghadapi
masalah hidupnya. Suatu episode depresif seringkali memperburuk keadaan
gangguan anxietas yang sudah ada sebelumnya.

3.2 Epidemiologi 2,4


Gangguan anxietas merupakan penyakit psikiatri yang paling umum. Studi
yang dilakukan oleh National Comorbidity Survey menemukan bahwa satu dari
empat orang memenuhi setidaknya satu bentuk kelainan gangguan anxietas dan
prevalensi selama 12 bulan mencapai 17,7 persen. Wanita lebih beresiko

13
14

menderita gangguan anxietas. Prevalensi gangguan anxietas menurun dengan


semakin tingginya status sosioekonomi.
Pada depresi, wanita dua kali lebih banyak dari pria, tetapi pria lebih
berkecenderungan bunuh diri. Di Amerika Serikat, 17% orang pernah mengalami
depresi pada suatu saat dalam hidup mereka, dengan jumlah penderita saat ini
lebih dari 19 juta orang. Di negara-negara berkembang, WHO memprediksi
bahwa pada tahun 2020, depresi akan menjadi salah satu gangguan mental yang
banyak dialami.
Untuk saat ini, data epidemiologi gangguan campuran anxietas dan depresi
masih belum ada. Tetapi, ada beberapa pendapat mengatakan perkiraan prevalensi
gangguan ini 10 sampai 15 persen di fasilitas kesehatan tingkat pertama. Pendapat
lainnya mengatakan prevalensinya adalah 1 persen dari populasi umum.

3.3 Etiologi 2
Ada empat bukti yang mengarahkan gejala anxietas dan gejala depresi
secara kausal terkait di beberapa pasien. Pertama, beberapa peneliti melaporkan
bahwa terdapat penemuan neuroendokrin yang sama dengan gangguan campuran
ini, terutama pada gangguan panik, yaitu kurangnya respon kortisol terhadap
hormon adrenokortikotropin, tumpulnya respon hormon pertumbuhan terhadap
klonidin, dan tumpulnya respon hormon TSH dan prolaktin terhadap hormon
tirotropin. Kedua, beberapa penelitian mendapatkan bahwa hiperaktifitas sistem
noradrenergik merupakan penyebab pada beberapa pasien depresi dan gangguan
panik. Secara spesifiknya, beberapa studi menemukan peningkatan konsentrasi
metabolit norepinefrin (MHPG) di dalam urin, plasma, atau cairan serebrospinal
pada pasien depresi dan pasien gangguan panik yang sedang dalam serangan akut.
Serotonin dan GABA dapat terlibat sebagai penyebab gangguan campuran
anxietas dan depresi sama seperti gangguan depresi dan anxietas lainnya. Ketiga,
beberapa studi mendapatkan obat-obatan serotonergik, seperti fluoxetine dan
clomipramine, berguna dalam mengobati kedua gangguan depresif dan gangguan
anxietas. Keempat, banyak studi keluarga mendapatkan data bahwa gejala
15

anxietas dan depresi secara genetik berhubungan setidaknya pada beberapa


keluarga.

3.4 Stresor Psikososial 5


Stresor psikososial adalah setiap keadaan peristiwa yang menyebabkan
perubahan dalam kehidupan seseorang sehingga orang itu terpaksa beradaptasi
atau menyesuaikan diri untuk menanggulanginya. Namun, tidak semua orang
mampu melakukan adaptasi dan mengatasi stresor tersebut sehingga timbulah
keluhan-keluhan antara lain berupa cemas dan depresi.
Dari sekian banyak jenis stresor psikososial yang terjadi dalam kehidupan
sehari-hari, para ahli memberikan beberapa beberapa contoh antara lain sebagai
berikut:
1. Perkawinan
Terjadinya ketidaksetiaan berupa perselingkuhan.

2. Orang Tua
Masalah orang tua yakni kondisi tatanan sosial dan ekonomi,
masalah anak yakni kenakalan remaja, pergaulan bebas, kehamilan di
luar nikah, aborsi, atau penyalahgunaan NAPZA (narkotika,
psikotropika, dan zat adiktif)

3. Hubungan Interpersonal
Hubungan antar sesama yang tidak baik dapat menjadi sumber
stres. Misalnya hubungan yang tidak sehat dengan kawan dekat atau
kekasih, antara sesama rekan, antara atasan dan bawahan,
pengkhianatan dan sebagainya.

4. Pekerjaan
Kehilangan pekerjaan menyebabkan pengangguran akan
berdampak pada gangguan kesehaan bahkan bisa sampai menyebabkan
kematian. Dengan pengangguran, maka terlalu banyak beban pekerjaan
sementara waktu yang tersedia sangat sempit sehingga dapat
menyebabkan stres pula.
16

Tekanan yang banyak dalam pekerjaan dan persaingan yang ketat


juga dapat menyebabkan stres.

5. Keuangan
Masalah keuangan dalam kehidupan sehari-hari ternyata
merupakan salah satu stresor utama. Misalnya, pendapatan lebih kecil
dari pengeluaran, terlibat hutang, usaha bangkrut, masalah warisan, dan
lain-lain.

6. Hukum
Keterlibatan seseorang dalam masalah hukum dapat merupakan
sumber stres. Misalnya, tuntutan hukum, pengadilan, penjara dan lain
sebagainya.

7. Perkembangan
Perkembangan yang dimaksud di sini adalah tahapan
perkembangan fisik mapun mental seseorang. Misalnya masalah
remaja, masa dewasa, menopause, usia lanjut dan lain sebagainya.

8. Penyakit Fisik
Berbagai penyakit fisik terutama yang kronis atau cedera yang
menyebabkan invaliditas dapat menyebabkan stres pada diri seseorang.

9. Faktor Keluarga
Anak dan remaja dapat pula mengalami stres yang disebabkan
karena kondisi keluarga yang tidak harmonis. Sikap orang tua terhadap
anak yang dapat menimbulkan stres antara lain:
 Hubungan kedua orang tua yang tidak harmonis
 Kedua orang tua jarang di rumah dan tidak ada waktu untuk
bersama dengan anak-anaknya
 Komunikasi antara orang tua dan anak tidak dua arah
 Orang tua bercerai atau berpisah
 Salah satu orang tua menderita gangguan jiwa atau gangguan
kepribadian
17

 Orang tua dalam mendidik anak kurang sabar, pemarah, keras,


otoriter dan lain sebagainya
10. Trauma
Seseorang yang baru saja mengalami bencana alam, kecelakaan
transportasi, kebakaran, kerusuhan, peperangan, kekerasan, penculikan,
perampokan, perkosaan dan lain sebagainya, merupakan pengalaman
traumatis yang dapat menyebabkan stres.

3.5 Gambaran Klinis 2,3


Rasa cemas memiliki dua komponen utama: sensasi fisiologis (contohnya
palpitasi dan berkeringat) dan keadaan gelisah, gugup atau takut. Rasa malu juga
dapat meningkatkan anxietas. Kebanyakan orang akan berusaha untuk
menyembunyikan keadaan cemas, jika orang lain tahu, maka mereka tidak akan
memperlihatkan intensitas sebenarnya dari cemasnya kepada orang lain.
Anxietas dikarakteristikkan bersifat diffuse, tidak menyenangkan, rasa takut
dan khawatir samar-samar dan seringkali disertai dengan gejala autonom seperti
sakit kepala, keringat dingin, palpitasi, rasa berat di dada, gangguan perut ringan,
dan gelisah yang ditandai dengan ketidakmampuan untuk duduk atau berdiri
dalam waktu lama. Gejala anxietas yang muncul setiap masing-masing orang
berbeda.
Selain efek motorik dan viseral, anxietas mempengaruhi pikiran, persepsi,
dan cara belajar. Hal itu cenderung menghasilkan kebingungan dan distorsi
persepsi, tidak hanya ruang dan waktu, tetapi juga orang dan menginterpretasikan
kejadian sekarang. Distorsi tersebut dapat mengganggu proses belajar dengan
menurunkan konsentrasi, mengurangi recall memori, dan menggangu kemampuan
asosiasi.
Aspek terpenting dari emosi yang terkena adalah gangguan dalam memilih
fokus perhatian. Orang yang sedang cemas/anxietas dalam situasi yang tidak
nyaman mengalami gangguan dalam memilih informasi sebagai fokus
perhatiannya dan mengabaikan informasi-informasi lain di lingkungan. Informasi
yang dipilih akan meyakinkan mereka. Jika mereka memilih informasi-informasi
18

yang membenarkan rasa takut mereka, maka malah akan memperberat gejala
anxietas. Bila mereka memilih informasi yang dapat menenangkan mereka, maka
rasa cemas dapat berkurang, akan tetapi gagal dalam mengambil tindakan
alternatif yang diperlukan dalam situasi genting tersebut.
Menurut PPDGJ-III, gejala depresi, yaitu:
a. Gejala utama:
 Afek depresif
 Kehilangan minat dan kegembiraan, dan
 Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah
(rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan menurunnya
aktivitas.

b. Gejala lainnya:
 Konsentrasi dan perhatian berkurang
 Harga diri dan kepercayaan diri berkurang
 Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna
 Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis
 Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri
 Tidur terganggu
 Nafsu makan berkurang

3.6 Diagnosis 2,3


Kriteria diagnosis gangguan campuran anxietas dan depresif mengharuskan
adanya gejala subsindrom anxietas dan depresi serta adanya beberapa gejala
somatis, seperti tremor, palpitasi, mulut kering, dan rasa perut bergejolak.
Sejumlah studi pendahuluan menunjukkan bahwa kemampuan dokter umum
untuk mendeteksi pasien mendiertia gangguan campuran ini masih rendah
walaupun kurangnya pengenalan ini dapat mencerminkan kurangnya kriteria
diagnostik yang sesuai bagi pasien.
19

1. PPDGJ – III (F41.2 Gangguan Campuran Anxietas dan Depresi)


 Terdapat gejala-gejala anxietas maupun depresif, dimana masing-
masing tidak menunjukkan rangkaian gejala yang cukup berat
untuk menegakkan diagnosis tersendiri. Untuk anxietas, beberapa
gejala otonomik harus ditemukkan walaupun tidak terus menerus,
di samping rasa cemas atau kekhawatiran berlebihan.
 Bila ditemukan anxietas berat disertai depresi yang lebih ringan,
maka harus dipertimbangkan kategori gangguan anxietas lainnya
atau gangguan anxietas fobik.
 Bila ditemukan sindrom depresi dan anxietas yang cukup berat
untuk menegakkan masing-masing diagnosis, maka kedua
diagnosis tersebut harus harus dikemukakan, dan diagnosis
gangguan campuran tidak dapat digunakan. Jika karena sesuatu hal
hanya dapat dikemukakan satu diagnosis maka gangguan depresif
harus diutamakan.
 Bila gejala-gejala tersebut berkaitan erat dengan stres kehidupan
yang jelas, maka harus digunakan kategori F43.2 gangguan
penyesuaian.

2. DSM-IV-TR (300.00 Gangguan Anxietas Lainnya)


 Mood disforik yang berulang atau menetap dan bertahan sedikitnya
1 bulan.
 Mood disforik disertai empat (atau lebih) gejala berikut selama
sedikitnya 1 bulan:
1. Kesulitan berkonsentrasi atau pikiran kosong
2. Gangguan tidur (sulit untuk jatuh tertidur atau tetap tidur atau
gelisah, tidur tidak puas)
3. Lelah atau kurang energi
20

4. Iritabilitas
5. Khawatir
6. Mudah menangis
7. Hipervigilance
8. Antisipasi hal terburuk
9. Tidak ada harapan (pesimis yang menetap akan masa depan)
10. Haga diri yang rendah atau rasa tidak berharga
 Gejala menimbulkan penderitaan yang secara klinis bermakna atau
hendaknya dalam area fungsi sosial, pekerjaan atau fungsi penting
lain
 Gejala tidak disebabkan oleh efek fiologis langsung suatu zat
(contoh seperti penyalahgunaan obat atau pengobatan) atau
keadaan medis umum
 Semua hal berikut ini:
1. Kriteria tidak memenuhi gangguan depresif berat, gangguan
distimik, gangguan panik, atau gangguan anxietas
menyeluruh
2. Kriteria saat ini tidak memenuhi gangguan mood atau
anxietas lain (termasuk gangguan anxietas atau gangguan
mood, dalam remisi parsial)
3. Gejala tidak lebih mungkin disebabkan gangguan jiwa lain

3.7 Diagnosis Banding 2


Diagnosis banding mencakup gangguan anxietas dan depresi lainnya serta
ganguan kepribadian. Dari semua bentuk gangguan anxietas, gangguan anxietas
menyeluruh yang kemungkinan bertumpang tindih dengan gangguan campuran
anxietas dan depresi. Di antara gangguan mood, gangguan distimik dan depresi
ringan (minor) yang paling sering tumpang tindih dengan gangguan campuran
anxietas dan depresi. Untuk gangguan kepribadian, gangguan kepribadian
menghindar, dependen, dan obsesif kompulsif bisa memiliki gejala yang
menyerupai gejala gangguan campuran anxietas dan depresi. Diagnosis
21

somatoform dapat dipertimbangkan, Hanya melalui status riwayat psikiatrik,


pemeriksaan status mental, dan kriteria pedoman diagnosis yang dapat membantu
dokter untuk membedakan kondisi-kondisi tersebut.

3.8 Tatalaksana 2
Masih belum ada data studi yang dapat dijadikan rujukan untuk mengobati
pasien dengan gangguan anxietas dan depresi ini. Disarankan kepada dokter untuk
memberikan pengobatan berdasarkan gejala yang tampak, mempertimbangkan
derajat keparahan, dan sesuai pengalaman yang dimiliki terhadap berbagai
modalitas pengobatan.
Pendekatan psikoterapeutik mungkin pendekatan terbatas waktu, seperti
terapi kognitif atau modifikasi perilaku, walaupun beberapa klinisi melakukan
pendekatan psikoteurapeutik yang tidak terstruktur seperti psikoterapi berorientasi
tilikan.
Farmakoterapi gangguan campuran anxietas dan depresi termasuk obat
antianxietas saja, obat antidepresan saja atau keduanya. Di antara obat
antianxietas, beberapa data mengindikasikan penggunaan triazolobenzodiazepin
(seperti alprazolam) karena efektivitas dalam mengobati depresi disertai dengan
anxietas. Obat-obatan yang mempengaruhi reseptor serotonin 5-HT1, seperti
buspirone dapat diberikan. Diantara obat antidepresan, meskipun teori
noradrenergik menghubungkan gangguan kecemasan dan gangguan depresi,
antidepresan serotonergik (seperti fluoxetine) merupakan golongan obat yang
paling efektif dalam mengobati gangguan campuran anxietas dan depresi.
Venlafaxine adalah jenis obat antidepresan yang telah disetujui oleh FDA untuk
mengobati depresi, gangguan anxietas menyeluruh, dan pilihan pertama untuk
gangguan campuran.
22

3.9 Prognosis 2
Berdasarkan data klinis saat ini, gambaran klinis anxietas lebih menonjol
atau gambaran klinis depresif yang lebih menonjol, atau campuran dua gambaran
klinis tersebut dengan sama besar sejak onset. Selama perjalanan penyakit,
dominasi gejala anxietas atau depresif dapat muncul bergantian. Prognosis dari
gangguan ini masi belum diketahui hingga saat ini.
BAB IV
ANALISIS KASUS

Ny. RM, perempuan, 68 tahun, agama Islam, menikah, bekerja sebagai ibu
rumah tangga datang ke Poli Rumah Sakit Ernaldi Bahar Palembang pada tanggal
24 September 2018. Pasien datang dibawa oleh keluarganya yaitu anaknya.
Wawancara dan observasi dilakukan pada hari Senin, 24 Agustus 2018 pukul
10.30-11.30 WIB di Poli Rumah Sakit Ernaldi Bahar Palembang. Wawancara
dilakukan dengan menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Palembang. Pasien
memiliki tingkat kesadaran compos mentis dan kooperatif sehingga dapat
dianamnesis. Pasien berperawakan sedang dan berpenampilan sesuai.
Berdasarkan hasil wawancara, 3 bulan sebelum masuk rumah sakit, pasien
mengalami gejala depresi dan anxietas yaitu kecemasan akan anak-anaknya yang
berada di luar kota dan takut menghadapi kematian. Pasien merasa amal dan
ibadah yang dimilikinya masih belum cukup sebagai bekal kelak menghadapi
kematian sehingga pasien menjadi gelisah, sedih dan sulit tidur. Kecemasan akan
anak-anaknya mulai terjadi ketika anak laki-lakinya merantau. Pasien menjadi
sering murung, namun keluarga pasien menghibur pasien.
Melalui autoanamnesis dan alloanamnesis lebih lanjut, pasien mengaku
bahwa pasien dikatakan sering tinggal di rumah anaknya dibanding rumah sendiri
sehingga di bawa oleh keluarganya ke rumah sakit. Pasien juga menjadi semakin
sulit tidur dan susah makan. Terkadang pasien sampai menangis memikirkan
anaknya yang ada di luar kota.
Pada observasi dan wawancara, ditemukan perhatian yang adekuat, tingkah
laku motorik yang normal, cara bicara yang lancar, afek depresi dan mood cemas.
Pada pasien juga ditemukan discriminative insight yang terganggu dimana pasien
tidak mengetahui penyebab dari keluhan yang dialaminya. Kecemasan juga
dialami pasien. Status internus dan neurologikus dalam batas normal. Reality
Testing Ability pasien masih baik.
Berdasarkan hasil pemeriksaan dan mengacu pada buku PPDGJ III, keadaan
pasien ini memenuhi kriteria diagnosis untuk diagnosis F41.2 Gangguan
Campuran Anxietas dan Depresi yaitu suatu gangguan dimana terdapat gejala-

23
24

gejala subsindrom depresi dan anxietas serta adanya beberapa gejala somatis
dimana gejala depresi dan anxietas tidak cukup berat untuk menegakkan diagnosis
tersendiri.
Kriteria diagnosis untuk gangguan ini adalah:
 Terdapat gejala-gejala anxietas maupun depresif, dimana masing-masing
tidak menunjukkan rangkaian gejala yang cukup berat untuk menegakkan
diagnosis tersendiri. Untuk anxietas, beberapa gejala otonomik harus
ditemukkan walaupun tidak terus menerus, di samping rasa cemas atau
kekhawatiran berlebihan.
 Bila ditemukan anxietas berat disertai depresi yang lebih ringan, maka harus
dipertimbangkan kategori gangguan anxietas lainnya atau gangguan anxietas
fobik.
 Bila ditemukan sindrom depresi dan anxietas yang cukup berat untuk
menegakkan masing-masing diagnosis, maka kedua diagnosis tersebut harus
harus dikemukakan, dan diagnosis gangguan campuran tidak dapat
digunakan. Jika karena sesuatu hal hanya dapat dikemukakan satu diagnosis
maka gangguan depresif harus diutamakan.
 Bila gejala-gejala tersebut berkaitan erat dengan stres kehidupan yang jelas,
maka harus digunakan kategori F43.2 gangguan penyesuaian.

Pasien pada kasus ini, aksis I dapat diagnosis dengan gangguan campuran
anxietas dan depresi yang berdasarkan pada:
1. Diagnosis gangguan depresif tidak dapat ditegakkan karena pada pasien ini
hanya ditemukan 1 gejala utama dari 3 gejala utama, yang mana untuk
menegakkan diagnosis depresi dibutuhkan minimal 2 gejala utama dan 2
gejala lainnya. Gejala yang ada berupa afek depresif.
2. Diagnosis gangguan anxietas juga tidak dapat dikelompokkan menjadi
gangguan anxietas tertentu. Pada kasus ini, anxietas tidak berasal dari objek
yang spesifik, keadaan atau situasi tertentu yang dihindari sehingga tidak
dapat didiagnosis sebagai gangguan anxietas fobik. Pada pasien juga tidak
dapat didiagnosis dengan gangguan cemas menyeluruh karena onset yang
kurang dari 6 bulan dan tidak ditemukan “free floating anxiety”.
25

Pada aksis II, tidak ada diagnosis karena tidak ditemukan adanya gangguan
kepribadian pada pasien. Aksis III, diagnosisnya adalah hipertensi terkontrol
karena riwayat terdiagnosis darah tinggi 1 minggu sebelum masuk rumah sakit,
namun tekanan darah normal sekarang. Aksis IV, masalah dengan “primary
suppot group”. Dan pada aksis V, pasien mengalami beberapa gejala ringan dan
menetap, disabilitas ringan dalam fungsi yaitu memasak, secara umum masih baik
sehingga GAF scale os adalah 70-61.
DAFTAR PUSTAKA

1. Insel, T. R. dan P. S. Wang. 2010. Rethinking Mental Illness. JAMA. 303


(19): 1970-1971.
2. Sadock, B. J., Virginia A. S. dan Pedro R. 2015. Synopsis of Psychiatry (Edisi
ke-11). Lippicott Williams & Wilkins, Philadephia, Amerika.
3. Maslim, Rusdi. 2013. Diagnosis Gangguan Jiwa: Rujukan Ringkas dari
PPDGJ-III dan DSM-5. Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unila Atma Jaya:
Jakarta.
4. Dirgayunita, A. 2016. Depresi: Ciri, Penyebab, dan Penanganannya. Journal
An-nafs: Kajian dan Penelitian Psikologi. 1 (1): 1-13.
5. Hawari, D. 2011. Manajemen Stres, Cemas, dan Depresi. Jakarta: Fakultas
kedokteran Universitas Indonesia.

26

Anda mungkin juga menyukai