Anda di halaman 1dari 93

LAPORAN ILMIAH BERPIKIR KRITIS

ASUHAN KEBIDANAN BAYI BARU LAHIR PATOLOGIS

PADA BAYI NY. A USIA 0 JAM DENGAN ASFIKSIA SEDANG

DI RSUD LIMPUNG BATANG

Dosen Pengampu : Elisa Ulfiana, SSiT, M.Kes

DISUSUN OLEH :

RATNA NUR KUMALA (P1337424417005)

ELVIA AMALIA YUANTI (P1337424417024)

ALYSSA SHABRINA A (P1337424417039)

PRODI SARJANA TERAPAN KEBIDANAN SEMARANG

JURUSAN KEBIDANAN SEMARANG DAN PROFESI BIDAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN SEMARANG

TAHUN AJARAN 2019/2020


KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan
rahmat, hidayah, dan inayah Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan
laporan ilmiah yang berjudul “Asuhan Kebidanan pada By.Ny.A umur 0 jam dengan
Asfiksia sedang” dengan dosen pengampu Ibuu Elisa Ulfiana, S.SiT, M.Kes.

Laporan ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan laporan ilmiah ini.Untuk
itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan laporan ilmiah ini.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada banyak
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu
dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca supaya
kami dapat memperbaiki laporan ilmiah ini.

Akhir kata, kami berharap semoga laporan ilmiah ini dapat bermanfaat untuk
teman-teman sekalian dan masyarakat maupun inspirasi untuk pembaca.

Semarang, 22 Januari 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................i

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................................1

A. Latar Belakang..............................................................................................................1

B. Rumusan Masalah.........................................................................................................2

C. Tujuan............................................................................................................................2

D. Manfaat..........................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................................3

A. Ukuran Epidemiologi dalam Pelayanan Kebidanan.................................................3

B. Ukuran Dasar Epidemiologi.........................................................................................3

C. Angka Kelahiran...........................................................................................................4

D. Insidens Prevalens.........................................................................................................5

BAB I PENUTUP.....................................................................................................................9

A. Kesimpulan....................................................................................................................9

B. Saran...............................................................................................................................9

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................10

ii
9

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia menduduki peringkat tertinggi ketiga diantara negara –

negara ASEAN seperti Singapura, Malaysia, Thailand, dan Filipina. Tahun 2010 per 1000 kelahiran hidup

sebanyak 4 jiwa di Singapura, 12 jiwa di Malaysia, 38 jiwa di Filipina, sedangkan di Indonesia, menurut

Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2005 sekitar 54 per kelahiran hidup (Depkes RI, 2007).

Walaupun pada tahun 2004 angka tersebut mengalami penurunan yaitu menjadi 32 per 1000 kelahiran

hidup, akan tetapi angka ini masih jauh dari target pencapaian tahun 2010 yaitu 15 per 1000 kelahiran hidup

(Saifudin, 2014).

Di Indonesia angka kematian neonatal sebesar 25 per 1000 kelahiran hidup. Dari hasil survey

demografi kesehatan Indonesia pada tahun 2007 penyebab utama kematian neonatal dini adalah Berat Badan

Lahir Rendah (BBLR) sebanyak (35%), asfiksia (33,6%), tetanus (31,4%). Angka tersebut cukup

memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap morbiditas dan mortalitas bayi baru lahir (Wijaya, 2011).

Sementara World Health Organisation (WHO) tahun 2011 dalam laporannya menjelaskan bahwa

asfiksia neonatus merupakan urutan pertama penyebab kematian. Pada tahun 2007 yaitu asfiksia neonatus

sebesar 33 %, setelah itu BBLR sebesar 19,0 % dan prematuritas sebesar 19 %.

Menurut Manuaba (2015), asfiksia adalah keadaan dimana bayi yang baru dilahirkan tidak segera

bernapas secara spontan dan teratur setelah dilahirkan. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam rahim

yang berhubungan dengan faktor – faktor yang timbul dalam kehamilan,

persalinan, dan setelah kelahiran.


Menurut Hasan (2015), bila terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan oksigen selama

kehamilan atau persalinan, akan terjadi asfiksia yang lebih berat. Keadaan ini akan mempengaruhi fungsi sel

tubuh dan bila tidak teratasi akan menyebabkan kematian.


10

Penatalaksanaan Asfiksia yaitu dengan cara mencegah kehilangan panas dan mengeringkan tubuh

bayi, meletakan posisi bayi sedikit ekstensi, membersihkan jalan nafas, menilai bayi (Saifudin, 2014).

Tindakan yang tepat dan melakukan pertolongan kegawatdaruratan pada bayi baru lahir dengan asfiksia

yaitu tujuan mengenal bayi dengan asfiksia neonatus. Sehingga tindakan bidan dalam memberikan asuhan

pada bayi baru lahir dengan asfiksia adalah bidan harus dapat mengenali dengan baik pada bayi baru lahir

dengan asfiksia dan melakukan tindakan yang di mulai dari resusitasi, membebaskan jalan nafas,

mengusahakan bantuan medis, merujuk dengan benar serta memberikan perawatan lanjutan pada bayi secara

tepat dan sistematis (Kriebs, 2010).

Berdasarkan data yang diperoleh dari RSUD Karanganyar dari bulan Januari 2019 sampai Oktober

2019 terdapat Bayi Baru Lahir sebesar 1090 Orang. Bayi Baru Lahir Normal Sebesar 298 orang (27,33%),

Asfiksia Ringan 441 bayi (40,45%), Berat Badan Lahir Rendah 170 bayi (15,59%), bayi dengan caput 170

bayi (15,59%), Asfiksia Sedang 95 bayi (8,71%), bayi dengan ikterik 31 bayi (2,84%), Asfiksia berat 25 bayi

(2,29%).

Berdasarkan uraian diatas, Asfiksia Sedang masih terlalu tinggi, maka dari itu Asfiksia Sedang

memerlukan penanganan yang segera supaya bayi bisa diselamatkan dan tidak berlanjut menjadi Asfiksia

Berat. Oleh karena itu penulis tertarik mengambil judul “Asuhan Kebidanan Pada Bayi Baru Lahir

Bayi Ny. S dengan Asfiksia Sedang di RSUD Limpung”.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan permasalahan yaitu “Bagaimana
penatalaksanaan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir Ny. S dengan Asfiksia Sedang di RSUD Limpung?”.

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Melaksanakan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan Asfiksia Sedang.
2. Tujuan Khusus
a. Penulis mampu :
11

1) Melaksanakan pengkajian pada bayi baru lahir Ny. S dengan Asfiksia Sedang secara lengkap
dan sistematis.
2) Menginterpretasikan data berupa diagnosa kebidanan, masalah, kebutuhan bayi baru lahir
dengan Asfiksia Sedang.
3) Menentukan diagnosa potensial pada bayi baru lahir Ny. S dengan Asfiksia Sedang.
4) Melakukan antisipasi tindakan pada bayi baru lahir Ny. S dengan Asfiksia Sedang.
5) Merencanakan tindakan pada bayi baru lahir Ny. S dengan Asfiksia Sedang.

6) Melakukan rencana tindakan pada bayi baru lahir Ny. S dengan Asfiksia Sedang.

7) Melakukan evaluasi terhadap asuhan yang telah dilakukan pada bayi baru lahir Ny. S
dengan Asfiksia Sedang.
b. Penulis dapat menganalisis kesenjangan antara teori dan kenyataan di lapangan termasuk
faktor pendukung dan penghambat.
c. Penulis mampu memberi alternatif pemecahan masalah jika terdapat kesenjangan pada
asuhan kebidanan yang telah diberikan pada bayi baru lahir dengan Asfiksia Sedang.

D. Manfaat
1. Bagi penulis

Meningkatkan pengetahuan, wawasan, dan ketrampilan penulis dalam menerapkan asuhan kebidanan
pada bayi baru lahir dengan Asfiksia sedang.

2. Bagi profesi

Memberi wawasan bagi profesi atau tenaga kesehatan lainnya dalam menangani kasus pada bayi baru
lahir dengan Asfiksia Sedang sesuai dengan standar asuhan kebidanan.

3. Bagi Institusi

a. Rumah Sakit

Meningkatkan pelayanan kebidanan khususnya pada penanganan asuhan kebidanan pada bayi baru
lahir dengan Asfiksia Sedang.

b. Pendidikan

Menambah referensi dan sumber bacaan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan Asfiksia
Sedang.
12
13

BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Teori Medis

1. Asfiksia Neonatorium

a. Konsep Dasar

Asifiksia Neonatorium adalah keadaan dimana bayi tidak

dapat segera bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir (Ai

yeyeh & Lia, 2013:249).

Asfiksia neonatorum adalah kegagalan nafas secara spontan

dan teratur pada saat lahir atau beberapa saat setelah saat lahir yang

ditandai dengan hipoksemia, hiperkarbia, dan asidosis (Anik &

Eka, 2013:296).

Asfiksia adalah kegagalan untuk memulai dan melanjutkan

pernafasan secara spontan dan teratur pada saat bayi baru lahir atau

beberapa saat sesudah lahir. Bayi mungkin lahir dalam kondisi

asfiksia (Asfiksia Primer) atau mungkin dapat bernafas tetapi

kemudian mengalami asfiksia beberapa saat setelah lahir ( Asfiksia

Skunder) ( Icesmi & Sudarti, 2014:158).

b. Klasifikasi Asfiksia

Menurut Anik dan Eka (2013:296) klasifikasi asfiksia

berdasarkan nilai APGAR :

1) Asfiksia berat dengan nilai APGAR 0-3.


2) Asfiksia ringan sedang dengan nilai 4-6.

3) Bayi normal atau sedikit asfiksia dengan nilai APGAR 7-9.

4) Bayi normal dengan nilai APGAR 10.


14

Menurut Icesmi dan Sudarti (2014:159) klasifikasi asfiksia dibagi

menjadi:

1) Vigorous baby

Skor APGAR 7-10, bayi sehat kadang tidak memerlukan

tindakan istimewa

2) Moderate asphyksia

Skor APGAR 4-6

3) Severe asphyksia

Skor APGAR 0-3

Menurut Vidia dan Pongki (2016:364) klasifikasi asfiksia

terdiri dari :

1) Bayi normal atau tidak asfiksia : Skor APGAR 8-10. Bayi

normal tidak memerlukan resusitasi dan pemberian oksigen

secara terkendali.

2) Asfiksia Ringan : Skor APGAR 5-7. Bayi dianggap sehat, dan

tidak memerlukan tindakan istimewa, tidak memerlukan

pemberian oksigen dan tindakan resusitasi.

3) Asfiksia Sedang : Skor APGAR 3-4. Pada Pemeriksaan fisik

akan terlihat frekuensi jantung lebih dari 100 kali/menit, tonus


otot kurang baik atau baik, sianosis, refleks iritabilitas tidak ada

dan memerlukan tindakan resusitasi serta pemberian oksigen

sampai bayi dapat bernafas normal.

4) Asfiksia Berat : Skor APGAR 0-3. Memerlukan resusitasi

segera secara aktif dan pemberian oksigen terkendali, karena

selalu disertai asidosis, maka perlu diberikan natrikus

dikalbonas 7,5% dengan dosis 2,4 ml/kg berat badan, dan

cairan glukosa 40% 1-

2 ml/kg berat badan, diberikan lewat vena umbilikus. Pada

pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung kurang dari 100

kali/menit, tonus otot buruk, sianosis berat, dan kadang-kadang

pucat, refleks iritabilitas tidak ada.

c. Etiologi dan faktor Resiko

Asfiksia neonatorum dapat terjadi selama kehamilan, pada

proses persalinan dan melahirkan atau periode segera setelah lahir.

Janin sangat bergantung pada pertukaran plasenta untuk oksigen,

asupan nutrisi dan pembuangan produk sisa sehingga gangguan

pada aliran darah umbilical maupun plasental hampir selalu akan

menyebabkan asfiksia (Anik & Eka, 2013:297).

Penyebab asfiksia menurut Anik & eka (2013:297) adalah :

1) Asfiksia dalam kehamilan :

a) Penyakit infeksi akut

b) Penyakit infeksi kronik

c) Keracunan oleh obat-obat bius


d) Uremia dan toksemia gravidarum

e) Anemia berat

f) Cacat bawaan

g) Trauma

2) Asfiksia dalam persalinan :

a) Kekurangan O2 :

(1) Partus lama (rigid serviks dan atonia /insersi uteri)

(2) Ruptur uteri yang memberat, kontraksi uterus terus-

menerus mengganggu sirkulasi darah ke plasenta

(3) Tekanan terlalu kuat dari kepala anak pada plasenta

(4) Prolaps fenikuli tali pusat akan tertekan antara kepala

dan panggul

(5) Pemberian obat bius terlalu banyak dan tidak tepat pada

waktunya

(6) Perdarahan banyak: plasenta previa dan solusio plasenta

(7) Kalau plasenta sudah tua : postmaturitas (serotinus,

disfungsi uteri)

b) Paralisis pusat pernafasan :

(1) Trauma dari luar seperti tindakan forceps

(2) Trauma dari dalam seperti akibat obat bius


Menurut ai yeyeh & Lia (2013:250). Beberapa faktor yang

dapat menimbulkan gawat janin (Asfiksia) :

1) Gangguan sirkulasi menuju janin, menyebabkan adanya

gangguan aliran pada tali pusat seperti : lilitan tali pusat, simpul

tali pusat, tekanan pada tali pusat, ketuban telah pecah,

kehamilan lewat waktu, pengaruh obat, karena narkoba saat

persalinan.

2) Faktor ibu misalnya, gangguan his: tetania uterihipertoni,

turunnya tekanan darah dapat mendadak, perdarahan pada

plasenta previa, solusio plasenta, vaso kontriksi arterial,

hipertensi pada kehamilan dan gestosis preeklamsia-eklamsia,

gangguan pertukaran nutrisi/O2, solusio plasenta.

Menurut Vidia & Pongki (2016:362), beberapa kondisi tertentu

pada ibu hamil dapat menyebabkan gangguan sirkulasi darah

uteroplasenter sehingga pasokan oksigen ke bayi menjadi

berkurang. Hipoksia bayi di dalam rahim ditunjukkan dengan

gawat janin yang dapat berlanjut menjadi asfiksia bayi baru lahir,

Beberapa faktor tertentu diketahui dapat menjadi penyebab

terjadinya asfiksia pada bayi baru lahir, diantaranya adalah faktor

ibu, tali pusat dan bayi berikut ini :

1) Faktor Ibu

a) Pre Eklamsi dan Eklamsi


b) Perdarahan abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta)

c) Partus lama atau partus macet

d) Demam selama persalinan Infeksi berat (malaria, sifilis,

TBC, HIV)

e) Kehamilan Lewat Waktu (sesudah 42 minggu kehamilan)

2) Faktor Tali Pusat

a) Lilitan Tali Pusat

b) Tali Pusat Pendek

c) Simpul Tali Pusat

d) Prolapsus Tali Pusat

3) Faktor Bayi

a) Bayi Prematur (sebelum 37 minggu kehamilan)

b) Persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar,

distosia bahu, ekstraksi vakum, ekstraksi forsep)

c) Kelainan bawaan (kongenital)

d) Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan)

d. Patofisiologi

Menurut Anik & Eka (2013:298), patofisiologi asfiksia

neonatorum, dapat dijelaskan dalam dua tahap yaitu dengan

mengetahui cara bayi memperoleh oksigen sebelum dan setelah

lahir, dan dengan mengetahui reaksi bayi terhadap kesulitan selama

masa transisi normal, yang dijelaskan sebagai berikut :

1) Cara bayi memperoleh oksigen sebelum dan setelah lahir :


a) Sebelum lahir, paru janin tidak berfungsi sebagai sumber

oksigen atau jalan untuk mengeluarkan karbondioksida.

(1) Pembuluh arteriol yang ada di dalam paru janin dalam

keadaan konstriksi sehingga tekanan oksigen (pO2)

parsial rendah.

(2) Hampir seluruh darah dari jantung kanan tidak dapat

melalui paru karena konstriksi pembuluh darah janin,

sehingga darah dialirkan melalui pembuluh yang

bertekanan lebih rendah yaitu duktus arteriosus

kemudian masuk ke aorta.

b) Setelah lahir, bayi akan segera bergantung pada paru-paru

sebagai sumber utama oksigen.

(1) Cairan yang mengisi alveoli akan diserap kedalam

jaringan paru, dan alveoli akan berisi udara.

(2) Pengisian alveoli oleh udara akan memungkinkan

oksigen mengalir kedalam pembuluh darah disekitar

alveoli.

c) Arteri dan vena umbikalis akan menutup sehingga

menurunkan tahanan pada sirkulasi plasenta dan

meningkatkan tekanan darah sistemik. Akibat tekanan

udara dan peningkatan kadar oksigen di alveoli, pembuluh

darah paru akan mengalami relaksasi sehingga tahanan

terhadap aliran darah berkurang.


d) Keadaan relaksasi tersebut dan peningkatan tekanan darah

sistemik, menyebabkan tekanan pada arteri pulmonalis

lebih rendah dibandingkan tekanan sistemik sehingga aliran

darah paru meningkat sedangkan aliran pada duktus

arteriosus menurun.

(1) Oksigen yang diabsorbsi dialveoli oleh pembuluh darah

divena pulmonalis dan darah yang banyak mengandung

oksigen kembali ke bagian jantung kiri, kemudian

dipompakan keseluruh tubuh bayi baru lahir.

(2) Pada kebanyakan keadaan, udara menyediakan oksigen

(21%) untuk menginisiasi relaksasi pembuluh darah

paru.

(3) Pada saat kadar oksigen meningkat dan pembuluh paru

mengalami relaksasi, duktus arteriosus mulai

menyempit.

(4) Darah yang sebelumnya melalui duktus arteriosus

sekarang melalui paru-paru, akan mengambil banyak

oksigen untuk dialirkan keseluruh jaringan tubuh.

e) Pada akhir masa transisi normal, bayi menghirup udara dan

menggunakan paru-parunya untuk mendapatkan oksigen.

(1) Tangisan pertama dan tarikan nafas yang dalam akan

mendorong cairan dari jalan nafasnya.


(2) Oksigen dan pengembangan paru merupakan rangsang

utama relaksasi pembuluh darah paru.

(3) Pada saat oksigen masuk adekuat dalam pembuluh

darah, warna kulit bayi akan berubah dari abu-abu/biru

menjadi kemerahan.

2) Reaksi bayi terhadap kesulitan selama masa transisi normal :

a) Bayi baru lahir akan melakukan usaha untuk menghirup

udara kedalam paru-parunya.

(1) Hal ini mengakibatkan cairan paru keluar dari alveoli ke

jaringan insterstitial di paru sehingga oksigen dapat

dihantarkan ke arteriol pulmonal dan menyebabkan

arteriol berelaksasi.

(2) Jika keadaan ini terganggu maka arteriol pulmonal akan

tetap kontriksi, alveoli tetap terisi cairan dan pembuluh

darah arteri sistemik tidak mendapat oksigen.

b) Pada saat pasokan oksigen berkurang, akan terjadi kontriksi

arteriol pada organ seperti usus, ginjal, otot dan kulit,

namun demikian aliran darah ke jantung dan otak tetap

stabil atau meningkat untuk mempertahankan pasokan

oksigen.

(1) Penyesuaian distribusi aliran darah akan menolong

kelangsungan fungsi organ-organ vital.

(2) Walaupun demikian jika kekurangan oksigen

berlangsung terus maka terjadi kegagalan peningkatan


curah jantung, penurunan tekanan darah, yang

mengakibatkan aliran darah ke seluruh organ berkurang.

c) Sebagai akibat dari kekurangan perfusi oksigen dan

oksigenasi jaringan, akan menimbulkan kerusakan jaringan

otak yang irreversible, kerusakan organ tubuh lain, atau

kematian.

(1) Keadaan bayi yang membahayakan akan

memperlihatkan satu atau lebih tanda-tanda klinis :

(2) Tanda-tanda tonus otot tersebut seperti :

(a) Tonus otot buruk karena kekurangan oksigen pada

otak, otot dan organ lain: depresi pernafasan karena

otak kekurangan oksigen.

(b) Brakikardia (penurunan frekuensi jantung) karena

kekurangan oksigen pada otot jantung atau sel otak.

(c) Tekanan darah rendah karena kekurangan oksigen

pada otot jantung, kehilangan darah atau

kekurangan aliran darah yang kembali ke plasenta

sebelum dan selama proses persalinan.

(d) Takipnu (pernafasan cepat) karena kegagalan

absorbsi cairan paru-paru dan sianosis karena

kekurangan oksigen didalam darah.

Menurut Vidia dan Pongki (2016:362), penafasan spontan BBL

tergantung pada kondisi janin pada masa kehamilan dan persalinan.


Bila terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan o2

selama kehamilan atau persalinan akan terjadi asfiksia yang berat.

Keadaan ini akan mempengaruhi fungsi sel tubuh dan bila tidak

teratasi akan menyebabkan kematian asfiksia yang terjadi dimulai

suatu periode apnu disertai dengan penurunan frekuensi. Pada

penderita asfiksia berat, usaha bernafas tidak tampak dan bayi

selanjutnya berada pada periode apnu kedua. Pada tingkat ini

terjadi brakikardi dan penurunan tekanan darah. Pada asfiksia

terjadi pula gangguan metabolisme dan penurunan keseimbangan

asam-basa pada tubuh bayi. Pada tingkat pertama hanya terjadi

asidosis respiratorik. Bila berlanjut dalam tubuh bayi akan terjadi

proses metabolisme an aerobic yang berupa glikolisis glikogen

tubuh, sehingga glikogen tubuh terutama pada jantung dan hati

akan berkurang. Pada tingkat selanjutnya akan terjadi perubahan

kardiovaskular yang disebabkan oleh beberapa keadaan diantaranya

1) Hilangnya sumber glikogen dalam jantung akan mempengaruhi

fungsi jantung.

2) Terjadinya asidosis metabolik yang akan menimbulkan

kelemahan otot jantung.

3) Pengisian udara alveolus yang kurang adekuat akan

mengakibatkan tetap tingginya resistensi pembuluh darah paru

sehingga sirkulasi darah ke paru dan ke sistem sirkulasi tubuh

lain akan mengalami gangguan.


4) Gejala dan Tanda-tanda Asfiksia :

a) Tidak bernafas atau nafas mega-megap

b) Warna kulit kebiruan

c) Kejang

d) Penurunan kesadaran

e) DJJ lebih dari 100x/menit atau kurang dari 100x/menit tidak

teratur

f) Mekonium dalam air ketuban pada janin letak kepala

e. Diagnosis

Menurut Ai yeyeh dan Lia (2013:250), Asfiksia yang terjadi

pada bayi biasanya merupakan kelanjutan dari anoksia/hipoksia

janin. Diagnosis anoksia/hipoksia janin dapat dibuat dalam

persalinan dengan ditemukannya tanda-tanda gawat janin. Tiga hal

yang perlu mendapat perhatian yaitu:

1) Denyut jantung janin : frekuensi normal ialah antara 120 dan

160 denyutan semenit. Apabila frekuensi denyutan turun

sampai dibawah 100 permenit diluar his dan lebih-lebih jika

tidak teratur, hal itu merupakan tanda bahaya.

2) Mekonium dalam air ketuban : adanya mekonium pada

presentasi kepala mungkin menunjukkan gangguan oksigenasi

dan gawat janin, karena terjadi rangsangan nervus X, sehingga

pristaltik usus meningkat dan sfingter ani terbuka. Adanya

mekonium dalam air ketuban pada presentasi kepala dapat


merupakan indikasi untuk mengakhiri persalinan bila hal itu

dapat dilakukan dengan mudah.

3) Pemeriksaan Ph darah janin : adanya asidosis menyebabkan

turunnya PH. Apabila PH itu turun sampai bawah 7,2 hal ini

dianggap sebagai tanda bahaya.

Menurut Anik dan Eka (2013:302), untuk menegakkan

diagnosis, dapat dilakukan dengan berbagai cara dan pemeriksaan

berikut ini:

1) Anamnesis : anamnesis diarahkan untuk mencari faktor resiko

terhadap terjadinya asfiksia neonatorium.

2) Pemeriksaan fisik : memperhatikan apakah terdapat tanda-

tanda berikut atau tidak, antara lain:

a) Bayi tidak bernafas atau menangis

b) Denyut jantung kurang dari 100x/menit

c) Tonus otot menurun

d) Bisa didapatkan cairan ketuban ibu bercampur mekonium,

atau sisa mekonium pada tubuh bayi

e) BBLR

3) Pemeriksaan penunjang

Laboratorium : hasil analisis gas darah tali pusat menunjukkan

hasil asidosis pada darah tali pusat jika:

a) PaO2 < 50 mm H2o

b) PaCO2 > 55 mm H2
c) pH < 7,30

f. Komplikasi

Menurut Anik dan Eka (2013:301) Asfiksia neonatorum dapat

menyebabkan komplikasi pasca hipoksia, yang dijelaskan menurut

beberapa pakar antara lain berikut ini:

1) Pada keadaan hipoksia akut akan terjadi redistribusi aliran

darah sehingga organ vital seperti otak, jantung, dan kelenjar

adrenal akan mendapatkan aliran yang lebih banyak

dibandingkan organ lain. Perubahan dan redistribusi aliran

terjadi karena penurunan resistensi vascular pembuluh darah

otak dan jantung serta meningkatnya asistensi vascular di

perifer.

2) Faktor lain yang dianggap turut pula mengatur redistribusi

vascular antara lain timbulnya rangsangan vasodilatasi serebral

akibat hipoksia yang disertai saraf simpatis dan adanya

aktivitas kemoreseptor yang diikuti pelepasan vasopressin.

3) Pada hipoksia yang berkelanjutan, kekurangan oksigen untuk

menghasilkan energy bagi metabolisme tubuh menyebabkan

terjadinya proses glikolisis an aerobik. Produk sampingan

proses tersebut (asam laktat dan piruverat) menimbulkan

peningkatan asam organik tubuh yang berakibat menurunnya

pH darah sehingga terjadilah asidosis metabolic. Perubahan

sirkulasi dan metabolisme ini secara bersama-sama akan

menyebabkan kerusakan sel baik sementara ataupun menetap.


Menurut Vidia dan Pongki (2016:365), komplikasi meliputi

berbagai organ :

1) Otak : Hipoksik iskemik ensefalopati, edema serebri,

palsiserebralis

2) Jantung dan Paru : Hipertensi pulmonal persisten pada

neonatus, perdarahan paru, edema paru

3) Grastrointestinal : Enterokolitis nekrotikan

4) Ginjal : Tubular nekrosis akut, siadh

5) Hematologi : Dic

g. Penatalaksanaan

Menurut Vidia dan Pongki (2016:365), penatalaksanaan

Asfiksia meliputi :

1) Tindakan Umum

a) Bersihkan jalan nafas : Kepala bayi diletakkan lebih rendah

agar lendir mudah mengalir, bila perlu digunakan

laringoskop untuk membantu penghisapan lendir dari

saluran nafas yang lebih dalam.

b) Rangsang refleks pernafasan : dilakukan setelah 20 detik

bayi tidak memperlihatkan bernafas dengan cara memukul

kedua telapak kaki menekan tanda achilles.

c) Mempertahankan suhu tubuh.

2) Tindakan Khusus

a) Asfiksia Berat
Berikan o2 dengan tekanan positif dan intermenten

melalui pipa endotrakeal. Dapat dilakukan dengan tiupan

udara yang telah diperkaya dengan o2. o2 yang diberikan

tidak lebih 30 cm H 20. Bila pernafasan spontan tidak

timbul lakukan massage jantung dengan ibu jari yang

menekan pertengahan sternum 80-100 x/menit.

b) Asfiksia Sedang/Ringan

Pasang Relkiek pernafasan (hisap lendir, rangsang

nyeri) selama 30-60 detik. Bila gagal lakukan pernafasan

kodok (Frog Breathing) 1-2 menit yaitu kepala bayi

ekstensi maksimal beri o2 1-21/menit melalui kateter dalam

hidung, buka tutup mulut dan hidung serta gerakkan dagu

ke atas- bawah secara teratur 20 x/menit.

c) Penghisapan cairan lambung untuk mencegah regurgitasi.

h. Cara Resusitasi

Menurut Vidia dan Pongki (366:2016) agar tindakan resusitasi

dapat dilaksanakan dengan cepat dan efektif, kedua faktor utama

yang perlu dilakukan adalah :

1) Mengantisipasi kebutuhan akan resusitasi lahirnya bayi dengan

depresi dapat terjadi tanpa diduga, tetapi tidak jarang kelahiran

bayi dengan depresi atau asfiksia dapat diantisipasi dengan

meninjau riwayat antepartum dan intrapartum.


2) Mempersiapkan alat dan tenaga kesehatan yang siap dan trampil.

Persiapan minimum antara lain :

a) Alat pemanas siap pakai

Gambar 2.1

b) Alat penghisap

Gambar 2.2

c) Alat sungkup dan balon resusitasi


Gambar 2.3

d) Oksigen

Gambar 2.4

e) Alat intubasi

Gambar 2.5

f) Obat-obatan
Prinsip-prinsip resusitasi yang efektif :

(1) Tenaga kesehatan yang siap pakai dan terlatih dalam

resusitasi neonatal harus merupakan tim yang hadir

pada setiap persalinan.

(2) Tenaga kesehatan dikamar bersalin tidak hanya harus

mengetahui apa yang harus dilakukan, tetapi juga harus

melakukannya dengan efektif dan efisien.

(3) Tenaga kesehatan yang terlibat dalam resusitasi bayi

harus bekerjasama sebagai satu tim yang terkoordinasi.

(4) Prosedur resusitasi harus dilaksanakan dengan segera

dan tiap tahapan berikutnya ditentukan khusus atas

dasar kebutuhan dan reaksi dari pasien.

(5) Segera seorang bayi memerlukan alat-alat dan resusitasi

harus tersedia dan siap pakai.

Langkah-langkah resusitasi :

Resusitasi neonatus merupakan suatu prosedur yang

diaplikasikan untuk neonatus yang gagal bernafas secara

spontan :

(1) Letakkan bayi di lingkungan yang hangat kemudian

keringkan tubuh bayi dan selimuti tubuh bayi untuk

mengurangi evaporasi.

(2) Sisihkan kain yang basah kemudian tidurkan bayi

telentang pada alas yang datar.


(3) Ganjal bahu dengan kain setinggi 1 cm (snifing positor).

(4) Hisap lendir dengan penghisap lendir de lee dari mulut,

apabila mulut sudah bersih kemudian lanjutkan ke

hidung.

(5) Lakukan rangsangan taktil dengan cara menyentil

telapak kaki bayi dan mengusap-usap punggung bayi.

(6) Nilai pernafasan jika nafas spontan lakukan penilaian

denyut jantung selama 6 detik, hasil kalikan 10. Denyut

jantung >100x/menit, nilai warna kulit jika

merah/sianosis perifer lakukan observasi, apabila biru

beri oksigen. Denyut jantung <100 x/menit, lakukan

ventilasi tekanan positif.

(a) Jika pernafasan sulit (megap-megap) lakukan

ventilasi tekanan positif.

(b) Ventilasi tekanan positif/PPV dengan memberikan

o2 100% melalui ambubag atau masker, masker

harus menutupi hidung dan mulut tetapi tidak

menutupi mata, jika tidak ada ambubag beri

bantuan dari mulut ke mulut, kecepatan PPV 40-60

x/menit.

(c) Setelah 30 detik lakukan penilaian denyut jantung

selama 6 detik, hasil kalikan 10.

(d) Lakukan penilaian denyut jantung setiap 30 detik

setelah kompresi dada.


(e) Denyut jantung 80x/menit kompresi jantung

dihentikan, lakukan PPV sampai denyut jantung

>100x/menit dan bayi dapat nafas spontan.

(f) Jika denyut jantung 0 atau < 10x/menit, lakukan

pemberian epinefrin 1:10.000 dosis 0,2 – 0,3 mL/kg

BB secara IV.

(g) Lakukan penilaian denyut jantung janin, jika

>100x/menit hentikan obat.

(h) Jika denyut jantung <80x/menit ulangi pemberian

epineprin sesuai dosis diatas tiap 3-5 menit.

(i) Lakukan penilaian denyut jantung, jika denyut

jantung tetap/tidak respons terhadap di atas dan

tanpa ada hiporolemi beri bikarbonat dengan dosis

2 MEQ/kg BB secara IV selam 2 menit.

Menurut Icesmi dan sudarti (2014:162), diagram alur

resusitasi neonatus meliputi :


Bagan Alur Resusitasi

Bayi Lahir

Ya
 Air ketuban
tanpa  Perawatan rutin
mekonium?  Jaga hangat
 Bernafas  Bersihkan jalan
atau nafas
menangis?  Keringkan
 Tonus otot baik?
 Warna
merah
Tidak

 Jaga tetap hangat


 Posisi, bersihkan jalan
nafas (bila perlu)
 Karingkan, stimulasi,
reposisi
 Beri O2 (bila perlu)

Evaluasi nafas, frekuensi jantung, dan warna Perawatan suportif


kulit Apnea atau DJ <100
Lakukan ventilasi tekanan positif
Perawatan lanjutan

DJ <60 DJ ≥60

 Lakukan ventilasi tekanan positif *


 Lakukan kompresi dada
*beberapa langkah perlu
DJ <60 DJ <60
dipertimbangkan intubasi

Berikan Efinefrin* endotrakeal


Periksa Evektifitas dari :

Catatan : Kewenangan seorang  Ventilasi


 Kompresi dada
bidandala tindakana resusitasi  Intubasi endotrakeal
 Pemberian epinefrin
hanya sampai pada langkah awal dan
Pertimbangan
kemungkinan
ventilasi tekanan positif.
 Hipovotemia
 Asidosis Metabolik
Berat
Bagan Bayi dengan Air Ketuban Bercampur Mekonium
Air ketuban Jernih?

Tidak Jernih

Ya
(air ketuban bercampur mekonium)

Lakukan penghisapan mulut dan hidung setelah


seluruh tubuh bayi lahir
Asuhan Normal Bayi baru
Lahir
Setelah bayi lahir lakukan langkah awal prosedur
 Keringkan dan hangatkan resusitasi hingga tahap penilaian bayi
 Bersihkan mulut dan
hidung secukupnya
 Kontak kulit ibu-bayi
 ASI dini
Bayi bugar (nafas spontan, tonus baik, denyut
jantung > 100 x/menit

Tidak

Lakukan pengisapan mulut (dengan membuka


Ya mulut lebih lebar) lakukan vetilasi

Sumber : Icesmi dan Sudarti (2014:177)

2. Kegawatdaruratan

a. Definisi

Kegawatdaruratan adalah kejadian tidak terduga yang

memerlukan tindakan segera. Kegawatdaruratan dapat terjadi baik

pada penanganan obstetri maupun neonatal. Penatalaksanaan

kegawatdaruratan meliputi pengenalan segera kondisi gawat

darurat, stabilisasi keadaan penderita, pemberian oksigen, infus,


terapi cairan, transfusi darah, dan pemberian medikamentosa

(antibiotika, sedatif, anestesi, dan serum anti tetanus) maupun

upaya rujukan lanjutan (Anik dan Eka, 2013:1).


b. Prinsip Dasar Penanganan Gawat Darurat

Menurut Anik dan Eka (2013:3) dalam menangani kasus

gawatdarurat, penentuan masalah utama (diagnosis) dan tindakan

pertolongannya harus dilakukan dengan cepat, tepat, dan tenang

(tidak panik), walaupun suasana keluarga pasien ataupun

pengantarnya mungkin dalam kepanikan. Semuanya dilakukan

dengan cepat, cermat, dan terarah. Walupun prosedur pemeriksaan

dan pertolongan dilakukan dengan cepat, prinsip komunikasi dan

hubungan antara petugas kesehatan-pasien dalam menerima dan

menangani pasien harus tetap diperhatikan.

1) Menghormati Pasien :

a) Setiap pasien harus diperlukan dengan rasa hormat, tanpa

memandang status sosial dan ekonominya.

b) Dalam hal ini petugas juga harus memahami dan peka

bahwa dalam situasi dan kondisi gawatdarurat perasaan

cemas, ketakutan, dan keprihatinan adalah wajar bagi setiap

manusia dan keluarga yang mengalaminya.

2) Kelembutan :

a) Dalam melakukan penegakan diagnosis, setiap langkah

harus dilakukan dengan penuh kelembutan.


b) Dalam hal ini, termasuk dalam menjelaskan kepada pasien

bahwa rasa sakit atau kurang enak tidak dapat dihindari

sewaktu melakukan pemeriksaan atau memberikan

pengobatan, tetapi prosedur itu akan dilakukan selembut

mungkin sehingga perasaan kurang enak itu diupayakan

sedikit mungkin.

3) Komunikatif :

a) Petugas kesehatan harus memiliki ketrampilan dalam

berkomunikasi, tentunya dalam bahasa dan kalimat yang

mudah dimengerti, mudah di pahami, dan memperhatikan

nilai norma kebudayaan setempat.

b) Dalam melakukan pemeriksaan petugas kesehatan harus

menjelaskan kepada pasien yang diperiksa apa yang sedang

dilakukan dan apa yang diharapkan.

c) Apabila hasil pemeriksaan normal atau kondisi pasien

sudah stabil, upaya memastikan hal itu harus dilakukan.

d) Menjelaskan kondisi yang sebenarnya pada pasien

sangatlah penting.

4) Hak Pasien :
a) Hak-hak pasien harus di hormati, seperti penjelasan dalam

pemberian form persetujuan tindakan (inform consent).

b) Hak pasien tersebut dapat berupa hak untuk menolak

pengobatan yang di berikan dan kerahasiaan status medik

pasien.

5) Dukungan Keluarga

a) Dukungan keluarga menjadi sangat penting bagi pasien.

b) Oleh karena itu petugas kesehatan harus mengupayakan

hal itu antara lain dengan senantiasa memberikan

penjelasan kepada keluarga pasien tentang kondisi

terakhir pasien, peka akan masalah keluarga yang

berkaitan dengan keterbatasan keuangan (finansial),

keterbatasan transportasi, dan sebagainya.

c) Dalam kondisi tertentu, prinsip-prinsip tersebut dapat

dinomorduakan, misalnya apabila pasien dalam keadaan

syok dan petugas kesehatan kebetulan hanya sendirian,

maka tidak mungkin untuk meminta inform consent

kepada keluarga pasien.

d) Prosedur untuk menyelamatkan jiwa pasien (live-saving)

harus dilakukan walaupun keluarga pasien belum diberi

informasi.

c. Penilaian Bayi untuk Tanda- Tanda Kegawatan


Semua bayi baru lahir harus dinilai adanya tanda-tanda

kegawatan/kelainan yang menunjukkan suatu penyakit.

Menurut Prawirohardjo (2010:139) bayi baru lahir dinyatakan

sakit apabila mempunyai salah satu atau beberapa tanda-tanda

berikut :

1) Sesak nafas

2) Frekuensi pernafasan 60 kali/menit

3) Gerakan retraksi di dada

4) Malas minum

5) Panas atau suhu badan bayi rendah

6) Kurang aktif

7) Berat lahir rendah (1500-2500 gram) dengan kesulitan minum.

Tanda-tanda bayi sakit berat :

Apabila terdapat salah satu atau lebih tanda-tanda berikut:

1) Sulit minum

2) Sianosis sentral (lidah biru)

3) Perut kembung

4) Periode apneu

5) Kejang/periode kejang-kejang kecil

6) Merintih

7) Perdarahan

8) Sangat kuning

9) Berat badan lahir < 1500 gram


(Prawirohardjo, 2010)

Segera setelah lahir letakkan bayi diatas kain bersih dan kering

yang disiapkan diatas perut ibu (bila tidak memungkinkan letakkan

di dekat ibu atau disebelah ibu) pastikan area tersebut bersih dan

kering, keringkan bayi terutama muka dan permukaan tubuh

dengan kain kering, hangat dan bersih. Kemudian lakukan 2

penilaian awal sebagi berikut :

1) Apakah menangis kuat atau bernafas tanpa kesulitan?

2) Apakah bergerak aktif atau lemas?

Jika bayi tidak bernafas atau megap-megap, atau lemah maka

segera lakukan resusitasi bayi baru lahir (Ai yeyeh & Lia, 2013:6).

Tabel 2.1 Nilai APGAR

Skor 0 1 2

Aprearence color Pucat Badan merah, Seluruh tubuh kemerah-

(warna kulit) ekstremitas biru merahan.

>100 x/menit
Pulse (heart rate) Tidak ada <100 x/menit

atau frekuensi

jantung

Grimace (reaksi Tidak ada Sedikit gerakan Menangis, batuk atau

terhadap mimic bersin

rangsangan)

Activity (tonus Lumpuh Ekstremitas dalam Gerakan aktif

otot) fleksi sedikit


Respiration Tidak ada Lemah,tidak Menangis kuat

(usaha nafas) teratur

Sumber : Ai yeyeh dan Lia (2013:7)

d. Kegawatdaruratan pada Neonatal

1) Ikterus/Hiperbilirubinemia

a) Definisi dan hal-hal yang berhubungan dengan

Ikterus/Hiperbilirubinemia :

(1) Hiperbilirubin adalah meningkatnya kadar bilirubin

dalam darah yang kadar nilainya lebih dari normal,

biasanya terjadi pada bayi baru lahir.

(2) Nilai normal : Bilirubin Indirek 0,3 – 1,1 mg/dL, bilirubin

direk 0,1 – 0,4 mg/dl.

(3) Sesungguhnya hiperbilirubinemia merupakan keadaan

normal pada bayi baru lahir selama Minggu pertama,

karena belum sempurnanya metabolisme bilirubin bayi.

(4) Di temukan sekitar 25-50 % bayi normal dengan

keadaan hiperbilirubinemia.

(5) Kuning/jaunidica pada bayi baru lahir disebut dengan

ikterus neonatorum merupakan

(6) Gejala ini dapat terjadi antara 25% - 50%, pada seluruh

bayi cukup bulan dan lebih tinggi lagi pada bayi

prematur.
(7) Walaupun kuning pada bayi baru lahir merupakan

keadaan yang relatif tidak berbahaya, tetapi pada usia

inilah kadar bilirubin yang tinggi dapat menjadi toksik

dan berbahaya terhadap sistem saraf pusat bayi.

b) Faktor Penyebab Hiperbilirubin

Hiperbilirubin pada bayi baru lahir paling sering timbul

karena fungsi hati masih belum sempurna untuk membuang

bilirubin dari aliran darah. Hiperbilirubin juga bisa terjadi

karena beberapa kondisi klinis, diantaranya adalah :

(1) Ikterus fisiologis merupakan bentuk yang paling sering

terjadi pada bayi bayu lahir :

(a) Jenis bilirubin yang menyebabkan pewarnaan

kuning pada ikterus disebut bilirubin tidak

terkonjugasi, merupakan jenis yang tidak mudah

dibuang dari tubuh bayi.

(b) Hati bayi akan mengubah bilirubin ini menjadi

bilirubin terkonjugasi yang mudah dibuang oleh

tubuh.

(c) Hati bayi baru lahir masih belum matang sehingga

masih belum mampu untuk melakukan pengubahan

ini dengan baik sehingga akan terjadi penigkatan

kadar bilirubin dalam darah yang ditandai sebagai

pewarnaan kuning pada kulit bayi.


(d) Bila kuning tersebut murni disebabkan oleh faktor

ini maka disebut sebagai ikterus fisiologis.

(2) Breastfeeding jaundice :

(a) Keadaan ini dapat terjadi pada bayi yang mendapat

air susu ibu (ASI) eksklusif.

(b) Terjadi akibat kekurangan ASI yang biasanya timbul

pada hari kedua atau ketiga pada waktu ASI belum

banyak dan biasanya tidak memerlukan

pengobatan.

(3) Ikterus ASI (breastmilk jaundice)

(a) Ikterus ini berhubungan dengan pemberian ASI dari

seorang ibu tertentu dan biasanya akan timbul pada

bayi yang disusukannya bergantung pada

kemampuan bayi tersebut mengubah bilirubin

indirek.

(b) Jarang mengancam jiwa dan timbul setelah 4-7 hari

pertama dan berlangsung lebih lama dari ikterus

fisiologis yaitu 3-12 hari.

(4) Ikterus pada bayi baru lahir akan terjadi pada kasus

ketidakcocokan golongan darah (inkompatibilitas ABO)

dan rhesus (inkomptabilitas rhesus) ibu dan janin.

(5) Lebam pada kulit kepala bayi yang disebut dengan

sefalhematom dapat timbul dalam proses persalinan.


(a) Lembam terjadi karena penumpukan darah beku

dibawah kulit kepala.

(b) Secara alamiah tubuh akan menghancurkan bekuan

ini sehingga bilirubin juga akan keluar yang mungkin

saja terlalu banyak untuk dapat ditangani oleh hati

sehingga timbul kuning.

(c) Ibu yang menderita diabetes dapat mengakibatkan

bayi menjadi kuning.

c) Klasifikasi

(1) Derajat I : Daerah Kepala dan leher, perkiraan kadar

bilirubin 5,0 mg %.

(2) Derajat II : Sampai badan atas, perkiraan kadar bilirubin

9,0 mg %.

(3) Derajat III :Sampai badan bawah hingga

tungkai, bilirubin 11,4 mg %.

(4) Darajat V : Sampai daerah telapak tangan dan kaki,

16,0 mg %.

d) Penanganan Hiperbilirubin pada Bayi Baru Lahir

Ada dua situasi untuk penanganan hiperbilirubin pada bayi

baru lahir, yaitu penanganan sendiri dirumah dan

penanganan terapi medis, yang asing-masing dijelaskan

sebagai berikut :

(1) Penanganan sendiri dirumah :

(a) Berikan ASI yang cukup (8-12 sehari).


(b) Sinar matahari dapat membantu memecah bilirubin

sehingga lebih mudah diproses oleh hati.

Tempatkan bayi dekat dengan jendela terbuka

untuk mendapat matahari pagi antara jam 7-8 pagi

agar bayi tidak kepanasan, atur posisi kepala agar

wajah tidak menghadap matahari langsung.

Lakukan penyinaran selama 30 menit, 15 meenit

telentang dan 15 meit tengkurap. Usahakan kontak

sinar dengan kulit seluas mungkin, oleh karena itu

bayi tidak memakai pakaian (telanjang) tetapi hati-

hati jangan sampai kedinginan.

(2) Terapi Medis

(a) Petugas kesehatan akan memutuskan untuk

melakukan terapi sinar (phototherapy) sesuai

dengan peningkatan kadar bilirubin pada nilai

tertentu berdasarkan usia bayi dan apakah bayi

lahir cukup bulan atau prematur. Bayi akan

ditempatkan dibawah sinar khusus. Sinar ini akan

mampu untuk menembus kulit bayi dan akan

meengubah bilirubin menjadi lumirubin yang lebih

mudah diubah oleh tubuh bayi. Selama terapi sinar

penutup khusus akan dibuat untuk melindungi

mata.
(b) Jika terapi sinar yang standar tidak menolong untuk

menurunkan kadar bilirubin, maka bayi akan


ditempatkan pada selimut fiber optic atau terapi

sinar ganda/ triple akan dilakukan (double/triple

Light therapy).

(c) Jika gagal dengan terapi sinar Mia dilakukan

transfusi tukar yaitu penggantian darah bayi dengan

sakit kritis, namun secara keseluruhan, hanya

sedikit bayi yang akan membutuhkan transfusi

tukar (Anik dan Eka, 2013:321) .

2) Infeksi/Sepsis

a) Definisi dan hal-hal yang berkaitan dengan infeksi/sepsis :

(1) Sepsis adalah infeksi berat yang umumnya disebabkan

oleh bakteri, yang bisa berasal dariorgan-organ dalam

tubuh seperti paru-paru, usus, salur kemih atau kulit

yang menghasilkan toksin/racun yang eenyebabkan

sistem kekebalan tubuh menyerang organ dan jaringan

tubuh sendiri.

(2) Sepsis dapat mengakibatkan komplikasi yang serius

mengenai ginjal, paru-paru, otak dan pendengaran

bahkan kematian.

(3) Sepsis dapat meengenai orang dari usia betapapun,

tetapi paling sering pada :


(a) Bayi dibawah 3 bulan, sistem kekebalan tubuhnya

belum cukup matang untuk melawan infeksi yang

berat.

(b) Orang lanjut usia.

(c) Orang dengan penyakit kronik.

(d) Orang dengan gangguan sistem kekebalan tubuh,

seperti dengan infeksi HIV.

(4) Sepsis timbul saat infeksi berat menyebabkan reeson

tubuh normal terhadap infeksi menjadi berlebihan.

Bakteri dan racun yang dihasilkan dapat

mengakibatkan perubahan suhu, frekuensi jantung

dan rekanan darah dan dapat mengakibatkan

gangguan organ tubuh.

b) Tanda dan Gejala :

(1) Pengantar :

(a) Sepsis pada bayi baru lahir memiliki gejala yang

bervariasi.

(b) Umumnya bayi terlihat tidak seperti biasanya.

(2) Gejala sepsis pada bayi baru lahir :

(a) Tidak mau minumASI atau muntah.

(b) Suhu tubuh > 38 °C diukur melalui anus atau lebih

rendah dari normal, rewel.

(c) Lemas dan tidak responsif.


(d) Tidak aktif bergerak.
(e) Perubahan frekuensi jantung (cepat pada awal

sepsis kemudian pelan pada sepsis lanjutan).

(f) Bernafas sangat cepat atau kesulitan bernafas.

(g) Ada saat bayi henti nafas lebih dari 10 detik.

(h) Perubahan warna kulit (pucat atau biru).

(i) Kuning pada kulit dan mata.

(j) Ruam kemerahan.

(k) Kurang produksi urin.

c) Penyebab sepsis :

(1) Pengantar :

(a) Sepsis pada bayi baru lahir hampir selalu

disebabkan oleh bakteri, seperti E-coli, Listeria

mnocytogenes, Neeisseria meningitidis,

Strptokokus pneumonia, Hemophilus influenza tipe

b, Salmonella dan streptokokus grub B adalah

penyebab sepsis pada bayi baru lahir dan bayi <3

bulan.

(b) Bayi prematur dalam perawatan intensif lebih

rentan untuk mengalami sepsis karena sistem

kekebalan tubuhnya yang belum terbentuk

sempurna dan mereka mendapat perawatan invasi

seperti infus, kateter, selang pernafasan

(ventilator).
(c) Tempat masuk infus atau kateter dapat menjadi

jalan masuk bakteri yang normalnya hidup

dipermukaan
kulit untuk masuk ke dalam tubuh dan

menyebabkan infeksi.

(d) Pada bayi baru lahir, sepsis terjadi bila bakteri

masuk ke dalam tubuh bayi dari ibu selama masa

kehamilan, persalinan.

(2) eberapa komplikasi selama kehamilan yang

meeningkatkan resik sepsis pada bayi baru lahir :

(a) Demam pada ibu selama persalinan.

(b) Infeksi pada uterus atau plasenta.

(c) Ketuban pecah dini (sebelum usia kehamilan 37

minggu atau 18 jam sebelum dimulainya

persalinan).

(d) Bakteri seperti streptokokus grup B dapat

menginfeksi bayi baru lahir dalam proses

persalinan. (sekitar 15-30% perempuan hamil

membawa bakteri streptokokus grup B di vagina

atau rektum yang dapat di transmisikan dari ibu ke

bayi selama persalinan).

d) Diagnosis dan tatalaksana sepsis :

(1) Gejala sepsis seringkali tidak khas pada bayi, maka

diperlukan bantuan pemeriksaan laboratorium untuk

menegakkan atau menyngkirkan diagnosissepsis :

(a) Tes darah (termasuk hitung sel darah putih) dan


kultur darah untuk menentukan apakah ada

bakteri
di dalam darah. Tes darah lainnya dapat memeriksa

fungsi organ tubuh seperi hati, ginjal.

(b) Urin diambil dengan kateter steril untuk

memeriksa urin dibawah mikroskop dan kultur urin

untuk mengetahui ada tidaknya bakteri.

(c) Rontgen, terutama paru-paru, untuk memastikan

ada tidaknya pneumonia.

(d) Fungsi lumbal (pengambilan cairan otak dari tulang

belakang) untuk mengetahui apakah bayi terkena

meningitis.

(e) Jika bayi menggunakan perlengkapan medis di

tubuhnya, seperti infus, kateter, maka cairan

dalam perlengkapan medis tersebut akan diperiksa

ada tidaknya tanda-tanda infeksi.

(2) Bayi yang sepsi atau dicurigai mengalami sepsis akan

ditatalaksna dirumah sakit, tempat dokter dapat

memantau keadaannya dan memberikan pengobatan

untuk melawan infeksi. Bila bayi di diagnosis sepsis

maka dokter dapat memberikan cairan infus,

mengukur rekanan darah dan pernafasan dan

memberikan antibiotik (Anik dan Eka, 2013:346).


Bagan Patofisiologi

BBL

Etiologi

Faktor Ibu : Faktor Tali Pusat : Faktor Bayi :

Pre Eklamsi dan Eklamsi Lilitan Tali Pusat Bayi Prematur


Perdarahan Abnormal Tali Pusat Pendek Persalinan dengan tindakan
Partus Lama/Partus Macet Simpul Tali Pusat Kelainan
Demam selama persalinan Infeksi Prolapsus Tali Pusat Kongenital
Berat Air Ketuban Bercampur
Kehamilan Lewat Waktu Mekonium

Penilaian Awal :

Frekuensi Jantung
Tonus Otot
Pernafasan
Refleks
Warna Kulit
Penilaian Skor Penilaian Skor Tonus Penilaian Skor Penilaian Skor Penilaian Skor
Frekuensi Jantung: Otot : Pernafasan : Refleks : Warna Kulit :

0: Tidak ada 0: Lumpuh 0: Tidak ada 0: Tidak ada 0: Pucat


1: ˂ 100 x/menit 1: Ekstremitas dalam 1: Lemah,tidak 1: Sedikit gerakan 1: Badan merah,
2: ˃ 100 x/menit fleksi sedikit teratur mimik 2: Menangis, ekstremitas biru 2:
2: Gerakan Aktif 2: Menangis Kuat batuk atau bersin Seluruh tubuh
kemerah- merahan

Asfiksia Ringan Asfiksia Sedang Asfiksia Berat


( SKOR APGAR 5-7) ( SKOR APGAR 3-4) ( SKOR APGAR 0-3)

Sumber : Modifikasi Ai yeyeh & Lia (2013:7), Vidia & Pongki (2016:364)
Pathway

Asfiksia

(Bayi sulit bernafas spontan dan


teratur)
3
Asfiksia Berat Skor APGAR 0-

Tindakan Umum :

Bersihkan Jalan Nafas


Rangsang Reflek Pernafasan
Mempertahankan Suhu Tubuh
3-4
Asfiksia Sedang Skor APGAR

Tindakan Khusus Asfiksia Berat : Tindakan Khusus Asfiksia Sedang :


Tindakan Khusus Asfiksia Ringan :
Pasang Relkiek Pernafasan (Hisap Lendir, Pasang Relkiek Pernafasan (Hisap
Berikan 𝑂2 dengan tekanan positif dan
rangsang nyeri ) Lendir, rangsang nyeri )
intermenten melalui pipa

Gagal
5-7
Asfiksia Ringan Skor APGAR

Lakukan Pernafasan
Kodok (Frog Breathing) 1-
2 menit
Pernafasan spontan tidak timbul Gagal

Message jantung dengan ibu jari Lakukan Pernafasan Kodok (Frog


(menekan pertengahan sternum 80- Breathing) 1-2 menit
100 x/menit)

Penghisapan Cairan Lambung untuk Mencegah Regurgitasi

Sumber : Vidia & Pongki (2016:365).


B. Teori Manajemen Kebidanan

1. Pengertian

Menurut mufdlilah, et al. (2012:110) Manajemen Kebidanan

adalah pendekatan yang digunakan oleh bidan dalam menerapkan

metode pemecahan masalah secara sistematis, mulai dari pengkajian,

analisis data, diagnosa kebidanan, perencanaan, pelaksanaan dan

evaluasi.

2. Langkah-Langkah manajemen Kebidanan

Menurut Mufdlilah, el al. (2012:111) Proses manajemen terdiri

dari 7 langkah yaitu :

a. Langkah I (pertama) : Pengumpulan data dasar

Langkah pertama merupakan awal yang akan menentukan

langkah berikutnya. Mengumpulkan data adalah menghimpun

informasi tentang klien/orang yang meminta asuhan. Memilih

informasi data diperlukan analisa suatu situasi yang menyangkut

manusia yang rumit karena sifat manusia yang komplek.

Pengumpulan data mengenai seseorang tidak akan selesai jika

setiap informasi yang dapat diperoleh hendak dikumpulkan. Maka

dari itu sebelumnya harus mempertanyakan : data apa yang cocok

dalam situasi kesehatan seseorang pada saat bersangkutan. Data

yang tepat adalah data yang relefan dengan situasi yang sedang

ditinjau. Data yang mempunyai pengaruh atas/berhubungan dengan

situasi yang sedang ditinjau.


Kegiatan pengumpulan data dimulai saat klien masuk dan

dilanjutkan secara terus-menerus selama proses asuhan kebidanan

berlangsung. Data dapat dikumpulkan dari berbagai sumber.

Sumber yang dapat memberikan informasi paling akurat yang

dapat diperoleh secepat mungkin dan upaya sekecil mungkin.

Pasien adalah sumber informasi yang akurat dan ekonomis, disebut

sumber data primer. Sumber data alternative atau sumber data

sekunder adalah data yang sudah ada, praktikan kesehatan lain,

anggota keluarga.

Tehnik pengumpulan data ada 3 yaitu: 1) Observasi, 2)

wawasan, 3) pemeriksaan. Observasi adalah pengumpulan data

melalui indera: penglihatan (prilaku, tanda fisik, kecacatan,

ekspresi wajah), Pendengaran (bunyi batuk, bunyi nafas),

Penciuman (bau nafas, bau luka), Perabaan (suhu badan, nadi).

Wawancara adalah pembicaraan terarah yang dilakukan pada

pertemuan tatap muka. Dalam wawancara yang penting

diperhatikan adalah data yang ditanyakan diarahkan ke data yang

relefan.

Pemeriksaan dilakukan dengan memakai instrument/alat

pengukur. Tujuannya untuk memastikan batas dimensi angka,

irama, kuantitas. Misalnya: tinggi badan dengan meteran, berat

badan dengan timbangan, tekanan darah dengan tensimeter.

Data secara garis besar, diklasifikasikan menjadi data subyektif

dan data obyektif. Pada waktu mengumpulkan data subyektif bidan


harus: mengembangkan hubungan antar personal yang efektif

dengan pasien/klien/yang diwawancarai, lebih memperhatikan hal-

hal yang menjadi keluhan utama pasien dan yang mencemaskan,

berupaya mendapatkan data/fakta yang sangat bermakna dalam

kaitan dengan masalah pasien.

Pada waktu mengumpulkan data obyektif harus : mengamati

ekspresi dan prilaku pasien, mengamati perubahan/kelainan fisik,

memperhatikan aspek social budaya pasien, menggunakan tehnik

pemeriksaan yang tepat dan benar,melakukan pemeriksaan yang

terarah dan berkaitan dengan keluhan pasien.

Contoh Kasus :

By. Ny. R PIIA0 lahir dirumah sakit, lahir spontan pukul 09.00

WIB, bayi tidak menangis kuat, warna kulit kebiruan, tonus otot

lemah dan nafas megap-megap. BB : 2800 gram, PB : 45 cm, RR :

25x/menit, suhu : 35,7 C dengan umur kehamilan saat lahir 37

minggu.

Pengkajian Data

Subyektif : Nama : By. Ny.

Umur : 2 jam

Jenis Kelamin : laki-laki

Nama Orang tua : Ny. R

Umur : 33 tahun

dst.
b. Langkah II (kedua) : Interpretasi Data

Pada langkah ini dilakukan identifikasi yang benar terhadap

diagnosa atau masalah dan kebutuhan klien berdasarkan

interpretasi yang benar atas data-data yang dikumpulkan. Data

dasar yang sudah dikumpulkan diinterpretasikan sehingga

ditemukan masalah atau diagnosa yang spesifik.

Langkah awal dari perumusan masalah/diagnosa kebidanan

adalah pengolahan/analisa data yaitu menggabungkan dan

menghubungkan data satu dengan lainnya sehingga tergambar

fakta. Masalah adalahkesenjangan yang

diharapkandengan fakta/kenyataan. Analisa adalah proses

pertimbangan tentang nilai sesuatu dibandingkan dengan standar.

Standar adalah aturan/ukuran yang telah diterima secara umum dan

digunakan sebagai dasar perbandingan dalam kategori yang sama.

Hambatan yang berpotensi tinggi menimbulkan masalah kesehatan

(factor resiko). Dalam bidang kebidanan pertimbangan butir-butir

tentang profil keadaan dalam hubungannya dengan status sehat-

sakit dan kondisi fisiologis yang akhirnya menjadi factor agent

yang akan mempengaruhi status

kesehatan orang bersangkutan.

Pengertian masalah/diagnosa adalah “suatu pernyataan dari

masalah pasien/klien yang nyata atau potensial dan membutuhkan

tindakan”. Dalam pengertian yang lain masalah/diagnosa adalah

“pernyataan yang menggambarkan masalah spesifik yang berkaitan


dengan keadaan kesehatan seseorang dan didasarkan pada

penilaian asuhan kebidanan yang bercorak negative”.

Dalam asuhan kebidanan kata masalah dan diagnosa keduanya

dipakai karena beberapa masalah tidak dapat didefinisikan sebagai

diagnosa tetapi tetap perlu dipertimbangkan untuk membuat

rencana yang menyeluruh. Masalah sering berhubungan dengan

bagaiman wanita itu mengalami kenyataan terhadap diagnosanya.

Diagnosa kebidanan adalah diagnosa yang ditegakkan oleh

bidan dalam lingkup praktik kebidanan dan memenuhi standar

nomenklatur diagnosa kebidanan.

1) Standar nomenklatur diagnosa kebidanan

2) Diakui dan telah disahkan oleh profesi

3) Berhubungan langsung dengan praktik kebidanan

4) Memiliki ciri khas kebidanan

5) Didukung oleh clinical jidgement dalam praktek kebidanan

Contoh Kasus :

By. Ny. R PIIA0 lahir dirumah sakit, lahir spontan pukul 09.00

WIB, bayi tidak menangis kuat, warna kulit kebiruan, tonus otot

lemah dan nafas megap-megap. BB : 2800 gram, PB : 45 cm, RR :

25x/menit, suhu : 35,7 C dengan umur kehamilan saat lahir 37

minggu.

Diagnosa : By. Ny. R PIIA0 umur 2 jam, dengan Asfiksia Sedang.


c. Langkah III (ketiga): Mengidentifikasi diagnosa atau masalah

potensial

Pada langkah ini kita mengidentifikasi masalah atau diagnosa

potensial lain berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosa yang

sudah diidentifikasi. Langkah ini membutuhkan antisipasi, bila

memungkinkan dilakukan pencegahan, sambil mengamati klien

bidan diharapkan dapat bersiap-siap bila diagnosa/masalah

potensial ini benar-benar terjadi.

Contoh Kasus :

By. Ny. R PIIA0 lahir dirumah sakit, lahir spontan pukul 09.00

WIB, bayi tidak menangis kuat, warna kulit kebiruan, tonus otot

lemah dan nafas megap-megap. BB : 2800 gram, PB : 45 cm, RR :

25x/menit, suhu : 35,7 C dengan umur kehamilan saat lahir 37

minggu.

Diagnosa Potensial : Asfiksia Berat

d. Langkah IV (keempat): Mengidentifikasi dan menetapkan

kebutuhan yang memerlukan penanganan segera

Beberapa data menunjukkan situasi emergensi dimana bidan

perlu bertindak segera demi keselamatan ibu dan bayi, beberapa

data menunjukkan situasi yang memerlukan tindakan segera

sementara menunggu instruksi dokter. Mungkin juga memerlukan

konsultasi
dengan tim kesehatan lain. Bidan mengevaluasi situasi setiap pasien

untuk menentukan asuhan pasien yang paling tepat. Langkah ini

mencerminkan kesinambungan dari proses manajemen kebidanan.

Contoh Kasus :

By. Ny. R PIIA0 lahir dirumah sakit, lahir spontan pukul 09.00

WIB, bayi tidak menangis kuat, warna kulit kebiruan, tonus otot

lemah dan nafas megap-megap. BB : 2800 gram, PB : 45 cm, RR :

25x/menit, suhu : 35,7 C dengan umur kehamilan saat lahir 37

minggu.

Antisipasi tindakan segera :

1) Melakukan pendekatan dengan keluarga pasien,

mengeringkan tubuh bayi.

2) Memberikan lampu sorot.

3) Mengganti kain basah dengan kain kering, membungkus

tubuh bayi.

4) Memberikan rangsangan taktil.

5) Mengobservasi tanda-tanda vital.

6) Melaksanakana advis dokter dengan terapi : oksigen 2

liter/menit.

Kaji ulang apakah tindakan antisipasi untuk mengatasi

masalah yang diidentifikasi sudah tepat.


e. Langkah V (kelima) : Merencanakan asuhan yang komprehensif

Pada langkah ini direncanakan asuhan yang menyeluruh

ditentukan oleh langkah sebelumnya. Langkah ini merupakan

kelanjutan manajemen terhadap diagnosa atau masalah yang telah

diidentifikasi atau antisipasi, pada langkah ini informasi/data dasar

yang tidak lengkap dilengkapi. Suatu rencana asuhan harus sama-

sama disetujui oleh bidan maupun wanita itu agar efektif, karena

pada akhirnya wanita itulah yang akan melaksanakan rencana itu

atau tidak. Oleh karena itu tugas dalam langkah ini termasuk

membuat dan mendiskusikan rencana dengan wanita itu begitu juga

termasuk penegasan akan persetujuannya.

Semua keputusan yang dibuat dalam merencanakan suatu

asuhan yang komprehensif harus merefleksikan alasan yang benar,

berlandaskan pengetahuan, teori yang berkaitan dan up to date

serta divalidasikan dengan asumsi mengenai apa yang diinginkan

wanita tersebut dan apa yang tidak diinginkan. Rational yang

berdasarkan asumsi dari prilaku pasien yang tidak divalidasikan,

pengetahuan teoritis yang salah atau tidak memadai, atau data

dasar yang tidak lengkap adalah tidak sah akan menghasilkan

asuhan pasien yang tidak lengkap dan mungkin juga tidak aman.

Perencanaan supaya terarah, dibuat pola pikir dengan langkah

sebagai berikut : tentukan tujuan tindakan yang akan dilakukan

yang
beirisi tentang sasaran/target dan hasil yang akan dicapai,

selanjutnya ditentukan rencana tindakan sesuai dengan

masalah/diagnose dan tujuan yang akan dicapai.

Contoh Kasus :

By. Ny. R PIIA0 lahir dirumah sakit, lahir spontan pukul 09.00

WIB, bayi tidak menangis kuat, warna kulit kebiruan, tonus otot

lemah dan nafas megap-megap. BB : 2800 gram, PB : 45 cm, RR :

25x/menit, suhu : 35,7 C dengan umur kehamilan saat lahir 37

minggu.

Perencanaan :

1) Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan.

2) Letakkan bayi pada posisi ekstensi (± 1 cm).

3) Bersihkan jalan nafas menggunakan slym sucker.

4) Pemasangan o2.

5) Lakukan rangsangan taktil pada bayi.

6) Keringkan tubuh dan kepala bayi dengan handuk/kain kering.

7) Jelaskan pada keluarga keadaan bayi saat ini.

8) Lakukan kolaborasi dengan dokter spesialis anak.

9) Lakukan observasi TTV tiap 1 jam.

f. Langkah VI (keenam) : Melaksanakan dan Penatalaksanaan

Pada langkah keenam ini rencana asuhan menyeluruh seperti

yang telah diuraikan pada langkah ke 5 dilaksanakan secara efisien

dan aman. Perencanaan ini bisa dilakukan seluruhnya oleh bidan


atau sebagian dilakukan oleh bidan dan sebagian lagi oleh klien,

atau anggota tim kesehatan lainnya. Jika bidan tidak melakukannya

sendiri, ia tetap memikul tanggung jawab untuk mengarahkan

pelaksanaannya (memastikan langkah tersebut benar-benar

terlaksana). Dalam situasi dimana bidan berkolaborasi dengan

dokter dan keterlibatannya dalam manajemen asuhan bagi pasien

yang mengalami komplikasi, bidan juga bertanggung jawab

terhadap terlaksananya rencana asuhan bersama yang menyeluruh

tersebut. Manajemen yang efisien akan menyingkat waktu, biaya

dan meningkatkan mutu asuhan.

Contoh Kasus :

By. Ny. R PIIA0 lahir dirumah sakit, lahir spontan pukul 09.00

WIB, bayi tidak menangis kuat, warna kulit kebiruan, tonus otot

lemah dan nafas megap-megap. BB : 2800 gram, PB : 45 cm, RR :

25x/menit, suhu : 35,7 C dengan umur kehamilan saat lahir 37

minggu.

Pelaksanaan :

1) Mencuci tangan sebelum dan sesudah melskuksn tindakan.

2) Meletakkan bayi pada posisi ekstensi (diganjal setinggi 1 cm).

3) Membersihkan jalan nafas menggunakan Sky sucker.

4) Memasang o2.

5) Melakukan rangsangan taktil pada bayi.


6) Mengeringkan tubuh dan kepala bayi dengan handuk/kain

kering.

7) Menjelaskan pada keluarga keadaan bayi saat ini.

8) Melakukan kolaborasi dengan dokter spesialis anak

9) Melakukan observasi TTV tiap 1 jam.

g. Langkah VII (ketujuh) : Evaluasi

Pada langkah ke 7 ini dilakukan evaluasi keefektifan dari

asuhan yang sudah diberikan meliputi pemenuhan kebutuhan akan

bantuan apakah benar-benar telah terpenuhi sesuai dengan

kebutuhan sebagaimana telah diidentifikasi didalam masalah dan

diagnosa. Rencana tersebut dapat dianggap efektif jika memang

benar efektif dalam pelaksanaannya. Ada kemungkinan bahwa

sebagian rencana tersebut telah efektif sedang sebagian belum

efektif.

Manajemen kebidanan ini merupakan suatu kontinum, maka

perlu mengulang kembali dari awal setiap asuhan yang tidak efektif

melalui proses manajemen untuk mengidentifikasi mengapa proses

manajemen tidak efektif serta melakukan penyesuaian pada

rencana asuhan berikutnya.

Contoh kasus :

By. Ny. R PIIA0 lahir dirumah sakit, lahir spontan pukul 09.00

WIB, bayi tidak menangis kuat, warna kulit kebiruan, tonus otot

lemah dan nafas megap-megap. BB : 2800 gram, PB : 45 cm, RR :


25x/menit, suhu : 35,7 C dengan umur kehamilan saat lahir 37

minggu.

Evaluasi :

1) Sebelum dan sesudah melakukan tindakan, bidan telah

mencuci angan terlebih dahulu.

2) Bayi telah diposisikan dalam posisi ekstensi ( diganjal 1 cm )

3) Jalan nafas telah dibebaskan dengan menggunakan Sky sucker.

4) o2 telah terpasang.

5) Rangsangan taktil pada bayi telah dilakukan.

6) Tubuh dan kepala bayi telah dikeringkan dengan

menggunakan handuk.

7) Keluarga sudah mengetahui keadaan bayinya.

8) Bidan telah berkolaborasi dengan dokter spesialis anak.

9) Pemantaun tanda-tanda vital telah dilakukan setiap 1 jam.

C. Teori Kewenangan Bidan

Lingkup praktek kebidanan adalah terkait erat dengan fungsi, tanggung

jawab dan aktifitas bidan yang telah mendapatkan pendidikan, kompeten

dan memiliki kewenangan untuk melaksanakannnya (Mufdlilah et al,

2012:103).

Bidan dalam melaksanankan peran, fungsi dan tugasnya didasarkan

pada kemampuan dan kewenangan yang diberikan. Kewenangan tersebut

diatur melalui Peraturan Mentri Kesehatan (Permenkes) sebagai berikut:


1. Permenkes Nomor 1464/Menkes/Per/X1/2010 Tentang Izin

dan Penyelenggaraan Praktik Bidan :

a. Kewenangan Bidan

Berdasarkan Peraturan Mentri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor : 1464/MENKES/PER/X1/2010 tentang Penyelenggaraan

Praktik Bidan.

1) Pasal 9

Bidan dalam menjalankan praktik, berwenang untuk

memberikan pelayanan yang meliputi :

a) Pelayanan Kesehatan Ibu ;

b) Pelayanan Kesehatan anak ; dan

c) Pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga

berencana.

2) Pasal 11

a) Pelayanan kesehatan anak sebagaimana dimaksud dalam

pasal 9 huruf b diberikan pada bayi baru lahir, bayi, anak,

balita, dan anak pra sekolah.

b) Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan anak

sebagaimana dimaksud pada ayat (a) berwenang untuk :

(1) Melakukan asuhan bayi baru lahir normal termasuk

resusitasi, pencegahan hipotermi, inisiasi menyusu

dini, injeksi Vitamin K1, perawatan bayi baru lahir pada

masa neonatal (0-28 hari), dan perawatan tali pusat;


(2) Penanganan hipotermi pada bayi baru lahir dan segera

merujuk;

(3) Penanganan kegawatdaruratan, dilanjutkan

dengan perujukan;

(4) Pemberian imunisasi rutin sesuai program pemerintah;

(5) Pemantauan tumbuh kembang bayi, anak balita dan

anak pra sekolah;

(6) Pemberian konseling dan penyuluhan;

(7) Pemberian surat keterangan kelahiran; dan

(8) Pemberian surat keterangan kematian.

2. Permenkes Nomor 369/MENKES/SK/III/2007 Tentang Standar Profesi

Bidan.

Standar Kompetensi bidan dalam penanganan Bayi Baru lahir

terdapat pada Kompetensi ke-6 yang terdiri dari :

Kompetesi ke-6 : Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi,

komprehensif pada Bayi Baru Lahir sehat sampai

dengan 1 bulan.

Pengetahuan Dasar

a. Adaptasi bayi baru lahir terhadap kehidupan diluar uterus.

b. Kebutuhan dasar bayi baru lahir, kebersihan jalan nafas,

perawatan tali pusat, kehangatan, nutrisi, bonding & attachmen.

c. Indikator pengkajian bayi baru lahir, misalnya dari APGAR.

d. Penampilan dan prilaku bayi baru lahir.


e. Tumbuh dan kembang yang normal pada bayi baru lahir selama 1

bulan.

f. Memberikan imunisasi pada bayi.

g. Masalah yang lazim terjadi pada bayi baru lahir normal seperti :

caput, molding, mongolia spot, haemangioma.

h. Komplikasi yang lazim terjadi pada bayi baru lahir normal seperti :

Hypoglikemia, hypotermi, dehidrasi, diare, infeksi dan ikterus.

i. Promosi kesehatan dan pencegahan penyakit pada bayi baru lahir

sampai 1 bulan.

j. Keuntungan dan resiko imunisasi pada bayi.

k. Pertumbuhan dan perkembangan bayi prematur.

l. Komplikasi tertentu pada bayi baru lahir, seperti trauma intra-

cranial, fraktur clavikula, kematian mendadak, hematoma.

Ketrampilan Dasar :

a. Membersihkan jalan nafas dan memelihara kelancaran

pernafasan, dan merawat tali pusat.

b. Menjaga kehangatan dan menghindari panas yang berlebihan.

c. Menilai segera bayi baru lahir seperti nilai APGAR.

d. Membersihkan badan bayi dan memberikan identitas.

e. Melakukan pemeriksaan fisik yang terfokus pada bayi baru lahir

dan screening untuk menemukan adanya tanda kelainan-kelainan

pada bayi baru lahir yang tidak memungkinkan untuk hidup.

f. Mengatur posisi pada waktu menyusui.


g. Memberikan imunisasi pada bayi.

h. Mengajarkan pada orang tua tentang tanda-tanda bahaya dan

kapan harus membawa bayi untuk minta pertolongan medik.

i. Melakukan tindakan pertolongan kegawatdaruratan pada bayi

baru lahir seperti : kesulitan bernafas atau asphyksia, hypotermia,

hypoglicemi.

j. Memindahkan secara aman bayi baru lahir ke fasilitas

kegawatdaruratan apabila dimungkinkan.

k. Mendokumentasikan temuan-temuan dan intervensi yang dilakukan.

Ketrampilan Tambahan :

a. Melakukan penilaian masa gestasi.

b. Mengajarkan pada orang tua tentang pertumbuhan dan

perkembangan bayi yang normal dan asuhannya.

c. Membantu orang tua dan keluarga untuk memperoleh sumber

daya yang tersedia di masyarakat.

d. Memberikan dukungan kepada orang tua selama masa berduka

cita sebagai akibat bayi dengan cacat bawaan, keguguran, atau

kematian bayi.

e. Memberikan dukungan kepada orang tua selama bayinya dalam

perjalanan rujukan diakibatkan ke fasilitas perawatan

kegawatdaruratan.

f. Memberikan dukungan kepada orang tua dengan kelahiran ganda.


Dalam menjalankan tugasnya, bidan melakukan kolaborasi konsultasi

dan merujuk sesuai dengan kondisi pasien, kewenangan dan

kemampuannya. Dalam keadaan darurat bidan juga diberi wewenang

pelayanan kebidanan yaitu yang ditujukan untuk menyelamatkan jiwa

(Mufdlilah et al, 2012:103).

Lingkup praktik bidan adalah BBL, bayi, baliata. Anak perempuan,

remaja putri, wanita pranikah, wanita selama masa hamil, bersalin dan

nifas, wanita pada masa interval dan wanita menoupose (Mufdlilah, et al.

2012:103).

3. Kewenangan bidan dalam penanganan Bayi Baru Lahir dengan Asfiksia

menurut Standar Pelayanan Kebidanan (SPK) tahun 2006 :

STANDAR 24 : PENANGANAN ASFIKSIA NEONATORUM

a. Tujuan

Mengenal dengan tepat bayi baru lahir dengan asfiksia

neonatorum, mengambil tindakan yang tepat dan melakukan

pertolongan kegawatdaruratan bayi baru lahir yang mengalami

asfiksia neonatorum.

b. Pernyataan Standar

Bidan mengenali dengan tepat bayi baru lahir dengan asfiksia,

serta melakukan tindakan secepatnya, memulai resusitasi bayi baru

lahir, mengusahakan bantuan medis yang diperlukan, merujuk bayi

baru lahir dengan tepat, dan memberikan perawatan lanjutan yang

tepat.
c. Hasil

1) Penurunan kematian bayi akibat asfiksia neonatorum.

Penurunan kesakitan akibat asfiksia neonatorum.

2) Meningkatnya pemanfaatan bidan.

d. Prasyarat

1) Bidan sudah dilatih dengan tepat untuk mendampingi

persalinan dan memberikan perawatan bayi baru lahir segera.

2) Ibu, suami dan keluarganya mencari pelayanan kebidanan

untuk kelahiran bayi mereka.

3) Bidan terlatih dan trampil untuk :

a) Memulai pernafasan pada bayi baru lahir.

b) Menilai pernafasan yang cukup pada bayi baru lahir dan

mengidentifikasi bayi baru lahir yang memerlukan

resusitasi.

c) Menggunakan skor APGAR.

d) Melakukan resusitasi pada bayi baru lahir.

4) Tersedia ruangan hangat, bersih, dan bebas asap untuk

persalinan.

5) Adanya perlengkapan dan peralatan untuk perawatan yang

bersih dan aman bagi bayi baru lahir, seperti air bersih, sabun

dan handuk bersih, dua handuk/kain hangat yang bersih (satu

untuk mengeringkan bayi, yang lain untuk menyelimuti bayi),


sarung tangan bersih dan DTT, termometer bersih/DTT, dan

jam.

6) Tersedia alat resusitasi dalam keadaan baik termasuk

ambubag bersih dalam keadaan berfungsi baik, masker DTT

(ukur 0 dan 1), bola karet penghisap atau penghisap DeLee

steril/DTT.

7) Kartu ibu, kartu bayi dan patograf.

8) Sistem rujukan untuk perawatan kegawatdaruratan bayi baru

lahir yang efektif.

e. Proses

Bidan harus :

1) Selalu mencuci tangan dan gunakan sarung tangan bersih/DTT

sebelum menangani bayi baru lahir. Ikuti praktisi pencegahan

infeksi yang baik pada saat merawat dan melakukan resusitasi

pada bayi baru lahir.

2) Ikuti langkah pada standar 13 untuk perawatan segera bayi

baru lahir.

3) Selalu waspada untuk melakukan resusitasi bayi baru lahir

pada setiap kelahiran bayi, siapkan semua peralatan yang

diperlukan dalam keadaan bersih, tersedia dan berfungsi baik.

4) Segera setelah bayi lahir, nilai keadaan bayi, letakkan diperut

ibu dan segera keringkan bayi dengan handuk bersih yang

hangat. Setelah bayi kering, selimuti bayi termasuk bagian


kepalanya dengan handuk baru yang bersih dan hangat.
5) Nilai bayi dengan cepat untuk memastikan bahwa bayi

bernafas/menangis sebelum menit pertama nilai APGAR, jika

bayi tidak menangis dengan keras, bernafas dengan lemah

atau bernafas cepat dan dangkal, pucat atau biru dan / atau

lemas.

a) Baringkan telentang dengan benar pada permukaan yang

datar, kepala sedikit ditengadahkan agar jalan nafas

terbuka. Bayi harus tetap diselimuti ! Hal ini penting sekali

untuk mencegah hipotermi pada bayi baru lahir.

b) Hisap mulut dan kemudian hidung bayi dengan lembut DTT

dengan bola karet penghisap DTT atau penghisap DeLee

/steril. (Jangan memasukkan alat penghisap terlalu dalam

pada kerongkongan bayi. Penghisapan yang terlalu dalam

akan menyebabkan brakikardi, denyut jantung yang tidak

teratur atau spasme pada laring / tenggorokan bayi).

c) Berikan stimulasi taktil dengan lembut (gosok punggung

bayi, atau menepuk dengan lembut atau menyentil kaki

bayi, keduanya aman dan efektif untuk menstimulasi bayi).

6) Melakukan ventilasi pada bayi baru lahir :

a) Letakkan bayi dipermukaan yang datar, diselimuti dengan

baik.

b) Periksa kembali posisi bayi baru lahir. Kepala harus sedikit

ditengadahkan.
c) Pilih masker yang ukurannya sesuai ( no.0 untuk bayi yang

kecil/ no.1 untuk bayi yang lahir cukup bulan). Gunakan

ambubag dan masker atau sungkup.

d) Pasang masker dan periksa pelekatannya. Pada saat

dipasang di muka bayi masker harus menutupi dagu, mulut

dan hidung.

e) Lekatkan wajah bayi dan masker.

f) Remas kantung ambubag atau bernafaslah ke dalam

sungkup.

g) Periksa pelekatannya dengan cara ventilasi dua kali dan

amati apakah dadanya mengembang. Jika dada bayi

mengembang, mulai ventilasi dengan kecepatan 4 sampai

60 kali/menit.

h) Jika dada bayi tidak mengembang :

(1) Perbaiki posisi bayi dan tengadahkan kepala lebih jauh.

(2) Periksa hidung dan mulut apakah ada darah, mucus

atau cairan ketuban lakukan penghisapan jika perlu.

(3) Remas kantung ambu lebih keras untuk meningkatkan

tekanan ventilasi.

i) Ventilasi bayi selama 1 menit, lalu hentikan, nilai dengan

cepat apakah bayi bernafas spontan (30 sampai 60

kali/menit) dan tidak ada pelekukan dada atau

dengkuran,
tidak diperlukan resusitasi lebih lanjut. Teruskan dengan

langkah awal perawatan bayi baru lahir.

j) Jika bayi belum bernafas, atau pernafasannya lemah,

teruskan ventilasi. Bawa bayi ke rumah sakit atau

puskesmas, teruskan ventilasi bayi selama perjalanan.

k) Jika bayi mulai menangis, hentikan ventilasi, amati bayi

selama 5 menit. Jika pernafasan sesuai batas normal (30

sampai 60 kali/menit), teruskan dengan langkah awal

perawatan bayi baru lahir.

l) Jika pernafasan bayi kurang dari 30 kali/menit teruskan

ventilasi dan bawa ke tempat rujukan.

m) Jika terjadi pelekukan dada yang sangat dalam, ventilasi

dengan oksigen jika mungkin. Segera bawa bayi ketempat

rujukan, teruskan ventilasi.

7) Lanjutkan ventilasi sampai tiba ditempat rujukan, atau sampai

keadaan bayi membaik atau selama 30 menit. (Membaiknya

bayi ditandai dengan warna kulit merah muda, menangis dan

bernafas spontan).

8) Kompresi Dada :

a) Jika memungkinkan, dua tenaga kesehatan terampil

diperlukan untuk melakukan ventilasi dan kompresi dada.

b) Kebanyakan bayi akan membaik hanya dengan ventilasi.


c) Jika ada dua tenaga kesehatan terampil dan pernafasan

bayi emah atau kurang dari 30 kali/menit dan detak

jantung kurang dari 60 kali/menit setelah ventilasi selama

1 menit, tenaga kesehatan yang kedua dapat mulai

melakukan kompresi dada dengan kecepatan 3 kompresi

dada berbanding 1 ventilasi.

d) Harus berhati-hati pada saat melakukan kompresi dada,

tulang rusuk bayi masih peka dan mudah patah, jantung

dan paru-parunya mudah teruka.

e) Lakukan tekanan pada jantung, dengan cara meletakkan

kedua jari tepat dibawah puting bayi, ditengah dada.

Dengan jari-jari lurus, tekan dada sedalam 1-1,5 cm.

9) Setelah bayi bernafas normal, periksa suhu. Jika dibawah 36,5

C, atau punggung saat dingin, lakukan penghangatan yang

memadai, ikuti standar 13. (Penelitian menunjukkan, bahwa

jika tidak terdapat alat-alat, kontak kulit ibu-bayi akan sangat

membantu menghangatkan bayi. Hal ini dilakukan dengan

mendekapkan bayi kepada ibunya rapat ke dada, agar kulit ibu

bersentuhan dengan kulit bayi, lalu selimuti ibu yang sedang

mendekap bayinya).

10) Perhatiakan warna kulit bayi, pernafasan, dan nadi bayi selama

2 jam. Ukur suhu tubuh bayi setiap jam hingga normal (36,5 C-

37,5 C).
11) Jika kondisinya memburuk, rujuk ke fasilitas rujukan terdekat,

dengan tetap melakukan penghangatan.

12) Pastikan pemantauan yang sering pada bayi selama 24 jam

selanjutnya. Jika tanda-tanda kesulitan bernafas kembali

terjadi, persiapkan untuk membawa bayi segera kerumah sakit

yang paling tepat.

13) Ajarkan pada ibu, suami/keluarganya tentang bahaya dan

tanda- tandanya pada bayi baru lahir. Anjurkan ibu, suami

/keluarganya agar memperhatikan bayinya dengan baik-baik.

Jika ada tanda- tanda sakit atau kejang, bayi harus segera

dirujuk kerumah sakit atau menghubungi bidan secepatnya.

f. Riset Membuktikan :

1) Hipotermi dapat memperburuk asfiksia.

2) Bayi jangan dijungkir, karena dapat mengakibatkan

perdarahan otak hebat.

3) Bayi tidak perlu diperlakukan secara kasar atau ditepuk

telapak kakinya untuk merangsang pernafasan.

g. Tindakan :

1) Menepuk bokong

2) Menekan rongga dada

3) Menekan paha ke perut bayi

4) Mendilatasi sfingterani

5) Kompres dingin/panas
6) Meniupkan oksigen atau udara dingin ke muka atau tubuh bayi

h. Akibat :

1) Trauma dan melukai

2) Fraktur, pneumotoraks, gawat nafas, kematian

3) Ruptura hati/limfa, perdarahan

4) Robek atau luka pada sfingter

5) Hipotermi, luka bakar

6) Hipotermi

i. Prinsip-prinsip resusitasi :

1) Airway/Saluran nafas

Bersihkan jalan nafas dahulu.

2) Breath/nafas

Lakukan bantuan nafas sederhana. Kebanyakan bayi akan

membaik hanya dengan ventilasi.

3) Circulation/sirkulasi

Jika tidak ada/nadi dibawah 60, lakukan pijatan jantung. Dua

tenaga kesehatan terampil diperlukan untuk melakukan

kompresi dada dan ventilasi.

j. Ingat :

1) Jangan lupakan keadaan ibu.

2) Selalu siap untuk melakukan resusitasi, tidak mungkin

memperkirakan kapan tindakan tersebut diperlukan.


3) Nilai pernafasan setiap bayi baru lahir

segera setelah pengeringan dan sebelum

menit pertama nilai APGAR.

4) Klem dan potong tali pusat dengan cepat.

5) Jaga bayi tetap hangat selama dan sesudah resusitasi.

6) Buka jalan nafas, betulkan letak kepala bayi

dan lakukan penghisapan pada mulut, baru

kemudian hidung.

7) Ventilasi dengan kantung yang bisa

mengembang sendiri dan masker yang

lembut atau sungkup, gunakan ukuran

masker yang sesuai.


BAB III

ASUHAN KEBIDANAN BAYI BARU LAHIR PATOLOGIS

PADA BAYI NY. S USIA 0 JAM DENGAN ASFIKSIA SEDANG

DI RSUD LIMPUNG BATANG

I. PENGKAJIAN:
Tanggal : 31 Januari 2020 Jam : 17.15 WIB

IDENTITAS PASIEN:

a. Identitas bayi
Nama : By Ny.S
Tanggal/Jam lahir : 31 Januari 2020 / 17.15 WIB
Jenis Kelamin : Perempuan
b. Identitas orang tua
1. Nama : Ny. S 1. Nama : Tn. T
2. Umur : 39 tahun 2. Umur : .45 tahun
3. Agama : Islam 3. Agama : Islam
4. Pendidikan : SMP 4. Pendidikan : SD
5. Pekerjaan : IRT 5. Pekerjaan : Wiraswasta
6. Suku bangsa : Jawa 6. Suku Bangsa : Jawa
7. Alamat : Sojomerto 3/4 Reban 7. Alamat : Sojomerto 3/4 Reban

I. DATA SUBYEKTIF
1. Riwayat kehamilan ibu
a. Umur kehamilan : 39 minggu
b. Riwayat penyakit dalam hamil : Tidak ada penyakit selama kehamilan
c. Kebiasaan selama hamil :
 Merokok, frekuensi :-
 Konsumsi alcohol, frekuens : -
 Jamu-jamuan, Frekuensi :-
 Narkoba, frekuensi :-
 Obat-obatan bebas :-
2. Riwayat Natal :
a. Tanggal lahir : 31 Januari 2020
b. Jenis Kelamin : Perempuan
c. Tunggal/ Gemeli : Tunggal
d. Lama kala I : 5 jam
e. Lama kala II : 40 menit
f. Komplikasi persalinan: Plasenta Previa
g. Riwayat perinatal : Penilaian APGAR Score
SCORE Appearance Pulse Grimace Activity Respiratory Score
APGAR
1 menit 2 1 0 1 1 5
5 menit ke-1 2 1 1 1 1 6
5 menit ke-2 2 1 2 1 2 8

3. Pola kebiasaan sehari-hari


a. Pola Nutrisi : Bayi Ny.S belum dilakukan IMD
b. Pola eliminasi : Bayi Ny. S sudah mengeluarkan meconium
c. Pola Istirahat : Bayi Ny.S belum istirahat
d. Pola aktifitas : Bayi Ny.S pasif bergerak, tonus otot lemah

II. DATA OBYEKTIF:


1. PEMERIKSAAN FISIK:
a. Pemeriksaan Umum:
1) Keadaan umum : Sedang
2) Kesadaran : Composmentis
3) Nadi : 158x / menit
4) Suhu /T : 36OC
5) RR : 50x / menit
b. Pengukuran antropometri :
1) BB : 2700 gram
2) PB : 47 cm
3) Lingkar kepala : 33 cm
4) Lingkar dada : 32 cm
5) Lingkar lengan : 10 cm
2. Status Present
Kepala : Simetris, garis sutura dan fontanel normal, tidak ada caput
succedaneum, masih terdapat verniks dirambut, tidak ada kelainan kongenital
Muka : Pucat,simetris,tidak ada oedem
Mata : Simetris, tidak ada secret, sklera putih, konjungtiva merah muda
Hidung : Lubang hidung dua, terdapat napas cuping hidung,terdapat
sekret,tidak ada benjolan, terpasang CPAP
Mulut : Bibir lembab warna kemerahan, tidak nampak labioskizis, tidak
Nampak labiopalatoskizis, lidah bersih, reflek menghisap lemah
Telinga : Simetris,bersih, tidak terlihat penumpukan serumen
Leher : leher pendek, simetris, pergerakan baik, tidak ada pembesaran
kelenjar tiroid, limfe, dan vena jugularis
Dada : Pengembangan dada simetris, perafasan belum teratur, tidak ada
wheezing dan ronchi
Pulmo /jantung : Suara denyut jantung jelas dan teratur
Abdomen : Perut bayi datar, teraba lemas, tidak nampak benjolan abnormal, tali
pusat masih basah,tidak ada perdarahan.
Genetalia : Bersih, labia mayora belum menutupi labia minora
Punggung : Tidak ada spina bifida, simetris, tidak ada sianosis
Anus : Terdapat lubang anus,ditandai dengan keluarnya mekonium
Ekstremitas : Simetris, ekstremitas atas dan bawah pergerakan lemah, tidak
oedema, jumlah jari tangan dan kaki lengkap, reflek menggenggam (+) lemah
Kulit : Sianosis
Reflek :

 Rooting reflex : Lemah, jika bayi diberi rangsangan dengan cara menyentuh
sisi mulut bayi maka bayi akan menoleh.
 Sucking reflek : Lemah , bayi belum bisa menyusu dengan benar
 Grasp reflek : Baik, bayi menggenggam erat saat disodorkan bayi telunjuk
ke telapak bayi
 Moro reflek : Kuat, jika bayi dikagetkan dengan cara menyentuh tangan
bayi maka tangan bayi akan terejut.
 Tonic neck reflek : Lemah,bayi belum bisa mengangkat lehernya bila
diletakkan kebawah
 Babinski reflek : Baik, jari-jari kaki bayi mencengkeram ketika bagian
telapak bayi diusap
 Swallowing reflek : Lemah,bayi belum bisa menelan dengan kuat
II. PEMERIKSAAN PENUNJANG : Tidak dilakukan
III. ANALISA
Bayi Baru Lahir Ny. S 0 jam dengan Asfiksia Sedang

Masalah : Bayi lahir tidak bernafas spontan dan tidak langsung menangis

Kebutuhan :

1. Penanganan Bayi Lahir SC


2. HAIKAL
3. Pasang CPAP segera

IV. IMPLEMENTASI
Tanggal 31 Januari 2020 Jam 17.15 WIB

1. Persiapan penanganan bayi lahir SC


Hasil : Persiapan sudah dilakukan
2. Penanganan bayi lahir SC
Hasil : Penanganan sudah dilakukan
3. Potong tali pusat
Hasil : Tali pusat telah dipotong
4. Melakukan HAIKAL
Hasil : Bayi menangis merintih,kontraksi dada (+)
5. Injeksi Vit K
Hasil : Vit K sudah disuntikkan
6. Memberikan salep mata
Hasil : Salep mata sudah diberikan
7. Lapor dr. Tri Sulistyarini, Sp.A
Hasil : Advice pemasangan CPAP dan evaluasi 15 menit , presure relief 8 , pip control 7-8

Tanggal 31 Januari 2020 Jam 17.55 WIB

1. Memasang CPAP
Hasil : CPAP sudah terpasang

Tanggal 31 Januari 2020 Jam 18.05 WIB

1. Evaluasi pemasangan CPAP


Hasil :

SpO2 = 98% RR = 86 x / menit


HR = 147 x / menit S = 36 O
Menangis merintih,gerak aktif,kontraksi dada (+)

2. Lapor dr. Tri Sulistyarini, Sp.A


Hasil : Advice dr untuk lanjutkan pemasangan CPAP,evluasi 15 menit,cek GDS,pasang O 2 1
liter,Presure relief turunkan 6,pip control 6-7

Tanggal 31 Januari 2020 Jam 18.20 WIB

1. Cek GDS
Hasil : 95 mg / dl
2. Evaluasi pertahankan CPAP
Hasil :

HR = 158 x / menit S = 36,8 o C


RR = 82 x / menit SpO2 = 96 %

3. Lapor dr. Tri Sulistyarini, Sp.A


Hasil : Advice dr untuk lanjutkan CPAP 1 jam dan evaluasi

Tanggal 31 Januari 2020 Jam 17.15 WIB

3. Evaluasi pertahankan CPAP 1 jam


Hasil :

HR = 142 x / menit S = 36,8 o C


RR = 82 x / menit SpO2 = 94 %

4. Lapor dr. Tri Sulistyarini, Sp.A


Hasil : Advice dr untuk Stop CPAP,pasang O2 1 liter,Evaluasi Downskor 1 jam
BAB IV
PEMBAHASAN

Pada bab ini penulis akan membahas kesenjangan yang ada antara

penatalaksanaan kasus dengan konsep teori yang telah diuraikan pada Bab II. Karena

penulis menggunakan manajemen kebidanan dengan tujuh langkah dari varney, maka

pembahasan akan diuraikan langkah demi langkah sebagai berikut:

1. Pengkajian

Pengkajian dengan pengumpulan data dasar yang merupakan data awal

dari manajemen kebidanan, dilaksanakan dengan wawancara, observasi,

pemeriksaan fisik, studi kepustakaan dan studi dokumentasi.

Bayi baru lahir dengan Asfiksia Sedang merupakan suatu keadaan pada

bayi baru lahir yang mengalami gagal bernafas secara spontan dan teratur segera

setelah lahir. Sehingga bayi tidak dapat memasukkan oksigen dan tidak dapat

mengeluarkan zat asam arang ditubuhnya (Dewi, 2011). Pada pengkajian Bayi

Ny. S dengan Asfiksia Sedang diperoleh data subyektif dengan keluhan bayi

lemah, dan bayi tidak menangis spontan. Data obyektif dilakukan pemeriksaan

khusus Apgar Score diperoleh hasil nilai Apgar Score 5-6-8, pemeriksaan umum

keadaan umum bayi lemah, pemeriksaan reflek swallowing dan tonick neck pada

bayi diperoleh hasil positif tetapi masih lemah, pemeriksaan antropometri dan

diperoleh hasil normal. Jadi dalam pengkajian tidak terdapat kesenjangan antara

teori dan praktik dilapangan.

2. Interpretasi Data

Interpretasi data terdiri dari penentuan diagnosa, menentukan masalah,

dan kebutuhan pada bayi baru lahir dengan Asfiksia Sedang. Interpretasi data

terdiri dari diagnosa kebidanan adalah diagnosa yang ditegakkan dalam lingkup
praktik kebidanan dan memenuhi standar nomenklatur diagnosa kebidanan yang

dikemukakan dari hasil pengkajian atau yang menyertai diagnosa masalah pada

bayi baru lahir dengsan Asfiksia Sedang yaitu hipotermi, resiko infeksi dan nutrisi.

Sedangkan kebutuhan pada bayi baru lahir dengan Asfiksia Sedang yaitu

pemberian lampu sorot, pencegahan infeksi dan pemberian ASI pada bayi baru

lahir (Dewi, 2011).

Pada kasus ini penulis mendapatkan diagnosa kebidanan Bayi Ny. S

umur 0 jam dengan Asfiksia Sedang. Masalah yang ditemukan pada bayi baru

lahir Ny. S adalah tidak bernafas spontan dan tidak langsung menangis.

Kebutuhan yang diberikan adalah HAIKAL,pemberian CPAP. Adapun yang

mendasari penulis menentukan diagnosa kebidanan tersebut adalah dari

anamnesa, pemeriksaan khusus, pemeriksaan umum, pemeriksaan reflek, dan

pemeriksaan antropometri. Jadi pada langkah ini terdapat kesenjangan antara teori

dan praktik lapangan.

3. Diagnosa Potensial

Pada kasus bayi baru lahir dengan Asfiksia Sedang diagnosa potensial

bila bayi masih belum bisa bernafas spontan maka potensial terjadi Asfiksia Berat

(Hasan, 2005). Namun pada kasus bayi Ny. S dengan Asfiksia Sedang ini tidak

terjadi diagnosa potensial karena dapat ditangani dengan baik sehingga bayi dapat

bernapas dengan spontan.

4. Antisipasi

Pada bayi Ny. S dengan Asfiksia Sedang antisipasi yang dilakukan adalah

meletakkan bayi dibawah lampu sorot, mengeringkan tubuh bayi, mengatur posisi

bayi, membersihkan jalan napas, memberikan rangsang taktil, pemasangan

oksigen 1 liter/ menit. Sedangkan menurut Arief (2011), Asfiksia Sedang perlu
antisipasi dengan perawatan bayi, pembersihan jalan nafas, pemberian O2,

menjaga agar suhu tetap hangat, kolaborasi dengan tim medis. Jadi pada langkah

ini tidak terdapat kesenjangan antara teori dan praktik dilapangan.

5. Perencanaan

Pada kasus Bayi Ny. S dengan Asfiksia Sedang ini rencana tindakan yang

akan diberikan adalah melakukan pendekatan dengan keluarga pasien, keringkan

tubuh bayi, berikan lampu sorot pada bayi, ganti kain basah dengan kain kering

dan bersih, bungkus tubuh bayi, posisikan kepala bayi sedikit ekstensi, bersihkan

jalan napas dari mulut hingga hidung, berikan rangsangan taktil pada telapak kaki

dan punggung bayi, observasi tanda-tanda vital bayi terutama pernapasan, berikan

terapi oksigen 1 liter/menit, injeksi Vit. K 1 mg secara IM. Sedangkan menurut

menurut Arief (2011), rencana yang dapat dilakukan pada bayi baru lahir dengan

Asfiksia Sedang adalah sebagai berikut: lakukan pendekatan pada keluarga pasien,

posisikan bayi ekstensi, bersihkan jalan nafas yang terdepat lendir, lanjutkan

kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian terapi berupa: infus D 10% 550

cc/24jam, oksigen 2liter/menit, cefotaxim 1x125 mg. mengobservasi pernapasan

tiap 4 jam. Pada langkah ini terdapat kesenjangan antara teori dan praktik yaitu

dalam pemberian terapi kepada klien. Jika pada teori, terapi yang diberikan adalah

Infus D 10% 550 cc / 24 jam, oksigen 2 liter/menit, dan cefotaxim 1 x 125 mg,

sedangkan dilapangan klien diberikan terapi oksigen 1 liter/menit per nasal,tidak

terpasang infus, injeksi Vit, K 1 mg secara IM dan tidak diberikan cefotaxim 1 x

125 mg secara IV. Hal tersebut tidak menjadi suatu masalah, karena bayi yang

menderita asfiksia sedang hanya membutuhkan cairan tubuh bayi supaya bayi

dapat bergerak aktif


6. Pelaksanaan

Menurut Arief (2011), pada kasus asfiksia sedang melakukan pendekatan

dengan keluarga pasien secara terapeutik, memposisikan bayi sedikit ekstensi,

membersihkan jalan napas yang terdapat lendir, berkolaborasi dengan tim medis

dalam pemberian terapi, mengobservasi pernapasan tiap 15 menit kemudian 1

jam. Dengan demikian, Asuhan Kebidanan yang diberikan tidak sesuai dengan

teori yang ada yaitu pada pemberian terapi yang mana dilapangan diberikan terapi

oksigen 1 liter/menit per nasal, Injeksi Vit. K 1 mg secara IM sedangkan di teori

terapi yang diberikan adalah Infus D 10% 550 cc/24 jam, oksigen 2 liter/menit,

dan cefotaxim 1x125 mg per IV, sehingga terdapat kesenjangan teori dalam

pemberian terapi. Hal tersebut tidak menjadi suatu masalah, karena bayi yang

menderita asfiksia sedang hanya membutuhkan cairan tubuh bayi supaya bayi

dapat bergerak aktif.

7. Evaluasi

Hasil yang diharapkan dari asuhan kebidanan Bayi Baru Lahir dengan

Asfiksia Sedang adalah bayi bisa bernapas dengan normal, tidak hipotermi, tidak

infeksi, reflek dan nutrisi bayi baik, vital sign normal. (Arief dan Sari, 2011).

Setelah dilakukan asuhan kebidanan selama 1 hari pada Bayi Ny. S dengan

riwayat Asfiksia Sedang di RSUD Limpung, maka hasil asuhan yang di dapat

yaitu keadaan umum bayi baik, bayi bernapas normal, reflek moro, rooting,

suching, tonick neck, dan reflek swallowing ada dan kuat, serta bayi sudah di

perbolehkan pulang. Demikian asuhan yang diberikan dengan teori yang ada,

sehingga terdapat kesenjangan antara teori dengan praktik dilapangan yaitu pada

pemberian terapi dan itu tidak menjadi suatu masalah.


BAB V
PENUTUP

Dalam bab terakhir penyusunan karya tulis ilmiah yang berjudul ”Asuhan Kebidanan
pada Bayi Baru Lahir Bayi Ny. S dengan Asfiksia Sedang Di RSUD Limpung” ini dapat
membuat kesimpulan dan saran sebagai berikut:

A. Kesimpulan

1. Pengkajian terhadap Bayi Baru Lahir dengan Asfiksia Sedang dilakukan dengan

pengumpulan data subyektif yang diperoleh dari hasil wawancara pada pasien keluhan

bayi tidak menangis segera setelah lahir, dan tidak bernapas spontan segera setelah

lahir. Data obyektif diperoleh dari pemeriksaan fisik yaitu dengan pemeriksaan

khusus (Apgar Score) yaitu 5-6-8.

2. Interpretasi data dilakukan dengan pengumpulan data secara teliti dan akurat sehingga

didapatkan diagnosa kebidanan Bayi Ny. S Umur 0 jam dengan Asfiksia Sedang.

Masalah yang timbul adalah bayi tidak bernafas dengan spontan dan tidak menangis

segera, kebutuhan yang diberikan adalah HAIKAL dan pemasangan CPAP

3. Diagnosa potensial pada Bayi Baru Lahir dengan Asfiksia Sedang adalah Asfiksia

Berat, tetapi tidak terjadi karena telah dilakukan perawatan secara intensif.

4. Tindakan segera yang dilakukan pada Bayi Baru Lahir dengan Asfiksia Sedang adalah

perawatan bayi, pembersihan jalan napas, pemberian O2, menjaga agar suhu tetap

hangat, kolaborasi dengan dokter Sp.A

5. Dalam menyusun suatu rencana asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan

Asfiksia Sedang dilakukan secara menyeluruh yaitu dengan melakukan pendekatan

pada keluarga pasien, keringkan tubuh bayi, berikan lampu sorot pada bayi, ganti kain

basah dengan kain kering dan bersih, bungkus tubuh bayi, posisikan kepala sedikit

ekstensi, bersihkan jalan napas dari mulut hingga hidung, berikan rangsangan taktil
pada telapak kaki dan punggung bayi, observasi tanda-tanda vital bayi terutama

pernapasan, berikan terapi oksigen 1 liter/menit,observasi setiap 15 menit kemudian 1

jam.

6. Pelaksanaan asuhan yang diberikan pada bayi baru lahir dengan Asfiksia Sedang

sesuai dengan rencana yang sudah dibuat yaitu melakukan pendekatan pada keluarga

pasien, mengeringkan tubuh bayi, memberikan lampu sorot pada bayi, mengganti kain

basah dengan kain kering dan bersih, membungkus tubuh bayi, memposisikan kepala

bayi sedikit ekstensi, membersihkan jalan napas dari mulut hingga hidung,

memberikan rangsangan taktil pada telapak kaki dan punggung bayi, observasi tanda-

tanda vital bayi terutama pernapasan, memberikan terapi oksigen 1 liter/menit; Injeksi

Vit. K 1mg secara IM, mengobservasi pernapasan tiap 15 menit dilanjut dengan 1

jam.

7. Evaluasi dari asuhan kebidanan pada Bayi Ny. S dengan riwayat Asfiksia Sedang di

RSUD Limpung, maka hasil asuhan yang di dapat yaitu keadaan umum bayi baik,

bayi bernapas normal, reflek moro, rooting, suching, tonick neck, dan reflek

swallowing ada dan kuat, serta bayi sudah di perbolehkan pulang. Demikian asuhan

yang diberikan dengan teori yang ada, sehingga terdapat kesenjangan antara teori

dengan praktik dilapangan yaitu pada pemberian terapi dan itu tidak menjadi suatu

masalah.

8. Di dalam pemberian terapi terdapat kesenjangan antara teori dan praktik di lapangan

yaitu di lapangan diberikan terapi oksigen 1 liter / menit, injeksi vit. K 1mg,

sedangkan diteori terapi diberikan adalah oksigen 2 liter / menit, injeksi vit. K 1mg,

infuse D 10%, dan cefotaxim 1x125 mg.

9. Pada kasus ini terdapat kesenjangan dalam pemberian terapi, sehingga alternatif

pemecahan masalahnya diberikan infus RL pada bayi, mengingat keadaan pasien yang
kekurangan cairan pada saat itu. Hal ini tidak menjadi suatu masalah karena pada

hakikatnya pemberian asuhan atau terapi pada pasien harus disesuaikan dengan

kondisi pasien tersebut.

B. Saran

Dari adanya kesimpulan tersebut diatas maka penulis dapat memberikan saran sebagai

berikut:

1. Bagi pasien

Pasien dipesan untuk segera membawa bayi mereka ke tenaga kesehatan terdekat jika

terdapat tanda bahaya pada bayi baru lahir.

2. Bagi profesi

Bidan diharapkan lebih meningkatkan standar pelayanan kebidanan yang sesuai dengan

pendekatan manajemen kebidanan sehingga pelayanan yang dihasilkan efektif dan

efisien dapat tercapai pada pasien.

3. Bagi RSUD

Diharapkan untuk lebih meningkatkan dan memperhatikan mutu pelayanan kesehatan

dan memberikan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir khususnya bayi dengan

Asfiksia Sedang.

4. Bagi pendidikan

Diharapkan untuk menambah wacana bagi mahasiswa untuk lebih mengetahui dan

memahami asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan asfiksia sedang.
DAFTAR PUSTAKA

Dwiprahasto, Iwan. 2016. Epidemiologi. Fakultas Kedokteran UGM : Yogyakarta

Manuaba. 2015. Gawat Darurat Obstetri-Genekologi dan Obstetri – Genekologi Sosial


Untuk Profesi Bidan. Jakarta: EGC.

Nahawa, Siti. 2011. Diktat, Epidemiologi Dalam Kebidanan. Stikes Bina Generasi
Polewali Mandar Program Studi D III kebidanan.

Saifuddin, Abdul Bari. 2014. Ilmu Kebidanan, Yayasan bina pustaka Sarwono
prawiroharjo : Jakarta.

Sulistyaningsih. 2010. Epidemiologi Dalam Praktik Kebidanan. Graha Ilmu :Jakarta

Anda mungkin juga menyukai