Disusun Oleh:
Dindya Giwang Kirana Oscar
NIM. 21120A009
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan “NY. E P5005 Ab100 INPARTU KALA III
DENGAN RETENSIO PLASENTA DI UPT PUSKESMAS CIREUNGHAS
KABUPATEN SUKABUMI”.
Dalam hal ini penulis banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak,
karena itu pada kesempatan kali ini penulis mengucapkan banyak terimakasih
kepada :
1. Drs. H.E.Djumhana Cholil, MM, selaku Ketua Yayasan AKBID Bakti
Indonesia Bogor
2. Nia kurnia A,s.keb.,S.kep.,Ners.,M.kep, selaku Wakil Direktur I AKBID
Bakti Indonesia Bogor
3. Annisa Heriyanti, S.kep.,Ners.,M.kep, selaku Wakil Direktur II AKBID
Bakti Indonesia Bogor.
4. Seluruh pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan sehingga
laporan ini dapat terselesaikan.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan balasan pahala atas segala
amal baik yang telah diberikan dan semoga laporan ini berguna bagi semua pihak
yang memanfaatkannya. Penulis menyadari bahwa penyusunan laporan ini masih
ada kekurangan, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun diharapkan
untuk menyempurnakan.
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..................................................................................ii
DAFTAR ISI................................................................................................iii
BAB I..............................................................................................................1
PENDAHULUAN.........................................................................................1
TINJAUAN TEORI......................................................................................4
2.1 Konsep Dasar Asuhan Kehamilan..................................................4
2.2 Konsep Retensio Plasenta..............................................................6
2.3 Konsep Manajemen Kebidanan Pada Retensio Plasenta.............18
BAB III.........................................................................................................27
TINJAUAN KASUS...................................................................................27
3.1 Asuhan Kebidanan Persalinan......................................................27
3.2 Asuhan Kebidanan Nifas..............................................................40
3.3 Asuhan Kebidanan Neonatus dan Bayi Baru Lahir......................45
BAB IV.........................................................................................................54
PEMBAHASAN..........................................................................................54
5.1 Asuhan Kebidanan Persalinan......................................................54
5.2 Asuhan Kebidanan Nifas..............................................................56
BAB V..........................................................................................................60
PENUTUPAN..............................................................................................60
5.1 Kesimpulan...................................................................................60
5.2 Saran.............................................................................................60
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................62
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Angka kematian ibu (AKI) merupakan salah satu indikator penting
dalam menilai tingkat derajat kesehatan masyarakat di suatu negara. Menurut
World Health Organization (WHO) Angka kematian ibu (AKI) masih sangat
tinggi, sekitar 810 wanita meninggal akibat komplikasi terkait kehamilan atau
persalinan di seluruh dunia setiap hari, dan sekitar 295 000 wanita meninggal
selama dan setelah kehamilan dan persalinan. Angka (WHO, 2020).
Berdasarkan hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun
2017, angka kematian ibu di Indonesia masih tergolong tinggi yaitu sebesar
305 per 100.000 kelahiran hidup (Susiana 2019). Pencapaian AKI tersebut
masih jauh dari target global SDGs (Sustainable Development Goals) yaitu
70 per 100.000 kelahiran hidup (BKKBN, 2017).
Mengacu dari kondisi saat ini, potensi untuk mencapai target SDGs
untuk menurunkan AKI adalah off track, artinya diperlukan kerja keras dan
sungguh sungguh untuk mencapainya. Berdasarkan data profil kesehatan
Indonesia tahun 2020, pada tahun 2019 penyebab kematian ibu terbanyak
adalah perdarahan (1.280 kasus), hipertensi dalam kehamilan (1.066 kasus),
infeksi (207 kasus) (Kementrian Kesehatan RI, 2020)
Perdarahan masih merupakan penyebab kematian ibu yang tertinggi
selain preeklampsia dan infeksi (Brahmana & Aristyasari, 2021). Perdarahan
yang disebabkan oleh rentensio plasenta merupakan penyebab kematian
nomor satu (40% - 60%) kematian ibu melahirkan di Indonesia. Angka CFR
(Case Fatality Rate) sebesar 1%. Setiap tahun diperkirakan terdapat 140.000
kematian ibu akibat HPP atau setiap 4 menit terjadi 1 kematian di seluruh
dunia akibat HPP (Yuliati et al., 2018).
Walaupun angka kematian maternal telah menurun dari tahun ke
tahun dengan adanya pemeriksaan dan perawatan kehamilan, persalinan di
rumah sakit serta adanya fasilitas transfusi darah, namun perdarahan masih
tetap merupakan faktor utama dalam kematian ibu (Ferinawati & Marjuani,
2020). Kematian akibat perdarahan postpartum rata-rata tinggi terjadi di
1
negara-negara dengan human development indeks (HDI) rendah atau sedang
(Yuliati et al., 2018).
Perdarahan postpartum secara umum didefinisikan sebagai kehilangan
darah dari tubuh sebesar 500 ml setelah persalinan pervaginam atau 1000 ml
setelah persalinan seksio sesarea. Perdarahan postpartum dibedakan menjadi
dua yakni primer dan sekunder. Perdarahan postpartum primer, yaitu ketika
ibu kehilangan lebih dari 500 mililiter darah setelah 24 jam pertama
melahirkan. Perdarahan postpartum sekunder, yaitu perdarahan yang terjadi
hingga 12 minggu setelah persalinan. Perdarahan postpartum berat terjadi
apabila jumlah volume kehilangan darah sebesar 1000 ml dalam 24 jam
kelahiran (Wardani, 2017). Sumber lain menyebutkan bahwa perdarahan
pasca persalinan di negara berkembang bisa terjadi sekitar 4% pada
persalinan pervaginam bahkan mencapai 6% pada persalinan secara seksio
sesarea (Brahmana & Aristyasari, 2021)
Retensio plasenta merupakan salah satu penyebab risiko perdarahan
yang terjadi segera setelah terjadinya persalinan dibandingkan dengan risiko
lain dari ibu bersalin, perdarahan postpartum akibat retensio plasenta
merupakan salah satu penyebab yang dapat mengancam jiwa dimana ibu
dengan perdarahan yang hebat akan cepat meninggal jika tidak mendapat
perawatan medis yang tepat. Berdasarkan penelitian disebutkan bahwa
perdarahan yang disebabkan oleh retensio plasenta memiliki insiden sebesar
1,8%. Insiden dari plasenta akreta, inkreta, dan perkreta juga meningkat
selama beberapa dekade terakhir. Hal ini berkaitan dengan meningkatnya
jumlah Sectio Caesarea (SC) (Ayue, 2019).
Dengan adanya masalah tersebut, penulis melakukan
pendokumentasian asuhan kebidanan kegawatdaruratan dan patologi maternal
pada Ny. E P5005 Ab100 inpartu kala III dengan retensio plasenta.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Diharapkan mahasiswa dapat memberikan asuhan kebidanan pada ibu
bersalin dengan retensio plasenta menggunakan manajemen kebidanan dan
2
diharapkan dapat melaksanakan asuhan kebidanan menggunakan kaidah
ilmu kebidanan secara optimal.
1.2.2 Tujuan Khusus
Setelah menyusun asuhan kebidanan ini diharapkan mahasiswa dapat:
1. Mengkaji data subjektif ibu bersalin dengan retensio plasenta
2. Mengkaji data objektif ibu bersalin dengan retensio plasenta
3. Mengidentifikasi diagnosa pada ibu bersalin dengan retensio plasenta
4. Melakukan penatalaksanaan ibu bersalin dengan retensio plasenta
1.3 Metode Penulisan
Penulisan laporan yang digunakan dalam pembuatan asuhan kebidanan
komprehensif ini dibagi menjadi 6 Bab antara lain sebagai berikut :
1.3.1 BAB I PENDAHULUAN
Pendahuluan berisi latar belakang, tujuan penulisan, metode
penulisan.
1.3.2 BAB II TINJAUAN TEORI
Tinjauan teori menjelaskan tentang konsep teori retensio plasenta, dan
Manajemen Kebidanan.
1.3.3 BAB III TINJAUAN KASUS
3
Penutup berisikan kesimpulan dan juga saran.
4
BAB II
TINJAUAN TEORI
5
e. Pemberian imunisasi TT (Tetanus Toksoid)
f. Tentukan presentasi janin dan denyut jantung janin (DJJ)
g. Pemberian Tablet zat besi
h. Test Laboratorium (penyakit sifilis, Hepatitis B dan HIV)
i. Tatalaksana kasus
j. Temu wicara (konseling) , termasuk perencanaan persalinan
Menurut Manuaba (2018) tujuan ANC diantaranya:
1) Mengenal dan menangani sedini mungkin penyulit yang terdapat saat
kehamilan, saat persalinan, dan kalanifas.
2) Mengenal dan menangani penyakit yang menyertai kehamilan,
persalinan, dan kalanifas.
3) Memberikan nasihat dan petunjuk yang berkaitan dengan kehamilan,
persalinan, kala nifas, laktasi, dan aspek keluargaberencana.
4) Menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu dan perinatal
6
Gambar 1. Skor Poedji Rochjati
7
(Sahid & Darmawansyih, 2020). Retensio plasenta adalah lepas plasenta
tidak bersamaan sehingga masih melekat pada tempat implantasi,
menyebabkan retraksi dan kontraksi otot uterus sehingga sebagian
pembuluh darah tetap terbuka serta menimbulkan perdarahan (Kurniarum,
2016).
2. Etiologi
Plasenta yang sukar dilepaskan dengan manajemen aktif kala tiga
bisa disebabkan oleh adhesi yang kuat antara plasenta dan uterus. Bila
sebagian kecil dari plasenta masih tertinggal dalam uterus disebut sisa
plasenta dan dapat menimbulkan perdarahan pots partum primer atau lebih
sering sekunder. Kegagalan plasenta untuk lahir dapat terjadi karena
ketidaknormalan perlekatan plasenta pada miometrium, atau karena
plasenta telah berhasil terlepas namun tetap berada dalam uterus karena
sebagian serviks tertutup. Kegagalan pelepasan plasenta jauh lebih
mengkhawatirkan daripada terperangkapnya plasenta di dalam uterus
(Yulizawati et al, 2019).
Sudah lama diketahui bahwa istilah retensio plasenta mencakup
sejumlah patologi. Beberapa plasenta hanya terjebak di belakang serviks
yang tertutup, ada pula yang patuh pada dinding rahim namun mudah
dipisahkan secara manual (placenta adherens) sedangkan yang lainnya
secara patologis menyerang miometrium (placenta accreta). Terdapat 3
mekanisme utama penyebab dari retensio plasenta, yaitu:
a. Invasive Plasenta
Perlekatan plasenta yang tidak normal yang disebabkan karena trauma
pada endometrium karena prosedure operasi sebelumnya. Hal ini
menyebabkan kelainan pada perlekatan plasenta mulai dari plasenta
adherent, akreta hingga perkreta. Proses ini menghambat pelepasan
plasenta yang mengarah ke retensio plasenta. Mekanisme ini terdapat
pada karakteristik pasien dan riwayat obstetrik.
b. Hipoperfusi Plasenta
Hubungan antara hipoperfusi plasenta dengan retensio plasenta adalah
adanya oxidative stress, yang diakibatkan oleh remodelling arteri spiral
8
yang tidak lengkap dan plasentasi yang dangkal, hal ini umum pada
hipoperfusi plasenta dengan retensio plasenta. Pada model kedua ini
terdapat pada hipoperfusi plasenta, berkaitan dengan komplikasi
kehamilan terkait plasenta.
c. Kontraktilitas yang tidak Adekuat
Tidak adekuatnya kontraksi pada retro-placental myometrium adalah
mekanisme ke tiga yang menyebabkan retensio plasenta. Pada model
ketiga berkaitan dengan persalinan itu sendiri (Kusumastuti et al.,
2018)
3. Jenis-jenis Retensio Plasenta
9
Implantasi jonjot korion plasenta yang menembus lapisan otot hingga
mencapai lapisan serosa dinding uterus. Penetrasi abnormal elemen-
elemen korionik ke dalam lapisn serosa uterus.
e. Plasenta Inkarserata
Tertahannya plasenta di dalam kavum uteri, disebabkan oleh konstriksi
ostium uteri
4. Faktor Risiko Retensio Plasenta
Faktor-faktor yang mempengaruhi retensio plasenta menurut (Kusumastuti
et al., 2018) sebagai berikut:
a. Usia
Usia adalah masa hidup ibu yang dihitung sejak lahir dalam satuan
tahun. Usia merupakan faktor risiko terjadinya perdarahan yang dapat
mengakibatkan kematian maternal. Hal ini disebabkan usia ibu
berkaitan dengan penurunan kualitas dari tempat plasentasi atau
perbedaan angiogenesis yang bertanggung jawab atas peningkatan
risiko terjadinya retensio plasenta. Seorang ibu dengan usia35 tahun
atau lebih merupakan faktor risiko tinggi pada ibu yang dapat
mempertinggi risiko kematian perinatal dan kematian maternal.
b. Paritas
Para adalah wanita yang pernah melahirkan bayi aterm. Primipara
adalah wanita yang telah melahirkan bayi aterm sebanyak satu kali,
Multipara (pleuripara) adalah wanita yang telah melahirkan anak hidup
beberapa kali, dimana persalinan tersebut tidak lebih dari lima kali,
dan Grandemultipara adalah wanita yang telah melahirkan janin aterm
lebih dari lima kali. Kejadian Retensio Plasenta sering terjadi pada ibu
multipara dan grandemultipara dengan implantasi plasenta dalam
bentuk plasenta adhesiva, plasenta akreta, plasenta inkreta, dan
plasenta perkreta. Retensio plasenta akan mengganggu kontraksi otot
rahim dan akan menimbulkan perdarahan. Retensio plasenta tanpa
perdarahan dapat diperkirakan bahwa darah penderita terlalu banyak
hilang, keseimbangan baru berbentuk bekuan darah, sehingga
perdarahan tidak terjadi, kemungkinan implantasi plasenta terlalu
10
dalam. Semakin meningkat paritas semakin meningkat pula kelainan
pada tempat implantasi plasenta. Dengan kehamilan berulang, otot
rahim digantikan oleh jaringan fibrosa, dengan penurunan dari
kekuatan kontraktil rahim akhirnya dapat menyebabkan atonia uteri
dan retensio plasenta.
c. Kadar hemoglobin
Kadar haemoglobin merupakan faktor predisposisi terjadinya plasenta
akreta. Bahaya anemia saat persalinan adalah gangguan his (kekuatan
mengejan), kala pertama dapat berlansung lama, dan terjadi partus
terlantar, kala dua berlangsung lama sehingga dapat melelahkan dan
sering memerlukan tindakan operasi kebidanan, kala uri dapat diikuti
retensio plasenta, dan perdarahan postpartum karena atonia uteri, kala
empat dapat terjadi perdarahan postpartum sekunder dan atonia uteri.
Ibu dengan anemia dapat menimbulkan gangguan pada kala uri yang
dikuti retensio plasenta. Ibu yang memasuki persalinan dengan
konsentrasi haemoglobin yang rendah dibawah 10g/dl dapat
mengalami penurunan yang cepat lagi jika terjadi perdarahan. Anemia
berkaitan dengan debilitas yang merupakan penyebab lebih langsung
terjadinya retensio plasenta.
d. Riwayat seksio sesarea Retensio plasenta/ perlengketan plasenta perlu
diwaspadai terjadi pada Vaginal Birth After Caesar (VBAC) saat
melakukan penatalaksanaan kala III. VBAC adalah proses melahirkan
pervaginam setelah pernah melakukan seksio sesarea. Hal ini
dikarenakan perlekatan plasenta yang tidak normal dapat disebabkan
oleh trauma pada endometrium karena prosedure operasi sebelumnya
sehingga menyebabkan kelainan pada perlekatan plasenta mulai dari
plasenta adherent, akreta, hingga perkreta.
e. Pre eklamsia
Pre eklamsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu
kehamilan disertai proteinuria. Pre eklamsia merupakan penyulit
kehamilan yang akut dan dapat terjadi ante, intra, dan postpartum. Dari
gejala-gejala klinik preeklamsia dapat dibagi menjadi preeklamsia
11
ringan dan preeklamsia berat. Kondisi ini sering ditemukan bersamaan
dengan IUGR dan IUFD. Hal ini dianggap menyebabkan gangguan
plasentasi sehingga plasenta melekat lebih dalam. Plasentasi yang
terganggu dan IUGR terjadi akibat dari perbedaan model arteri spiral
yang tidak sempurna dengan otot polos di arteri spiral plasenta
menyebabkan reperfusi cedera perfusi di dalam jaringan plasenta dan
stres oksidatif. Plasenta pada kehamilan dengan preeklamsia dan
IUGR ditandai dengan atherosis dan peningkatan tanda-tanda
histologis maternal seperti plasenta infark, meningkat ikatan jaringan
dan fibrosis vili terminal. Preeklmasia juga terkait dengan respon
inflamasi sistemik yang berlebihan pada tubuh ibu dan jaringan
plasenta namun histologis akut peradangan tidak meningkat.
f. Persalinan pre-term.
Retensio plasenta ditemukan sangat berkaitan dengan persalinan
premature, terutama kurang dari 27 minggu usia kehamilan. Hal ini
diyakini bahwa faktor risiko seperti serangan jantung atau degenerasi
fibrinoid dari arteriol desidua sering menyebabkan persalinan prematur
dan perlekatan abnormal dari plasenta.
g. Kehamilan kembar
Kehamilan kembar adalah kehamilan dengan dua janin atau lebih.
Kehamilan kembar dapat memberikan risiko yang lebih tinggi terhadap
bayi dan ibu. Oleh karena itu, dalam menghadapi kehamilan kembar
harus dilakukan pengawasan hamil yang lebih intensif. Setelah
persalinan, terjadi gangguan kontraksi otot rahim yang menyebabkan
atonia uteri, retensio plasenta, dan plasenta rest. Pada kehamilan
kembar perlu di waspadai komplikasi postpartum berupa retensio
plasenta, atonia uteri, plasenta rest, perdarahan postpartum, dan
infeksi.
5. Diagnosa Retensio Plasenta
Diagnosa retensio plasenta ditegakkan apabila terdapat kondisi
plasenta yang belum keluar dalam 30 menit setelah bayi lahir. Tanda-tanda
12
pelepasan plasenta merupakan tanda yang penting untuk membedakan
antara diagnosis plasenta trapped dengan plasenta adherens atau akreta.
a. Anamnesa
Gejala utama pasien retensio plasenta adalah tertahannya plasenta
dalam rahim selama lebih dari 30 menit setelah bayi lahir. Selain itu,
beberapa gejala lain seperti demam, perdarahan hebat, nyeri hebat, duh
vagina berbau, dan tampak jaringan pada vagina, juga bisa
ditemukan.Status obstetrik dan ginekologi pasien secara lengkap juga
harus ditanyakan. Penemuan riwayat sectio caesarea akan
meningkatkan risiko terjadinya plasenta akreta pada pasien. Faktor
risiko lainnya, seperti riwayat retensio plasenta, abortus, preeklampsia,
penggunaan ergometrin, dan stillbirth juga harus digali.
b. Pemeriksaan Fisik
Perdarahan umumnya terjadi pada pasien retensio plasenta sehingga
evaluasi syok harus dilakukan bersamaan dengan pemeriksaan vagina
dan uterus. Diagnosis plasenta trapped, adherens, dan akreta juga dapat
ditentukan melalui pemeriksaan fisik.
1) Evaluasi Syok
Pasien retensio plasenta sering kali memiliki perdarahan hebat
sehingga status hemodinamik pasien harus diperhatikan terlebih
dahulu. Tanda-tanda syok hipovolemik, seperti takikardia,
hipotensi, penurunan urine output, akral dingin, dan penurunan
kesadaran harus dipantau.
2) Pemeriksaan Vagina dan Uterus
Apabila bayi sudah lahir dan plasenta belum dilahirkan setelah
lebih dari 30 menit, maka diagnosis retensio plasenta dapat
ditegakkan. Pada pasien retensio plasenta akan ditemukan plasenta
yang masih berada di dalam uterus dengan sebagian korda
umbilikus pada orifisium serviks. Membedakan plasenta trapped
dengan plasenta adherens dan akreta adalah melalui terdapatnya
tanda-tanda pelepasan plasenta. Pada saat klinisi melakukan traksi
13
tali pusat terkendali awasi tanda-tanda pelepasan plasenta dari
dinding uterus, yaitu:
a) Korda umbilikal yang memanjang
b) Semburan darah mendadak dan singkat
c) Perubahan tinggi dan dan bentuk uterus dari diskoid menjadi
globular
d) Meningginya tinggi fundus uterus
e) Kontraksi fundus
Apabila terdapat tanda-tanda lepasnya plasenta dan plasenta teraba
pada ujung orifisium serviks, akan tetapi plasenta tidak dapat
dikeluarkan, maka diagnosis plasenta trapped dapat ditegakkan.
(Lim, 2014). Plasenta akreta dan adherens umumnya tidak
memiliki tanda-tanda pelepasan plasenta. Diagnosis plasenta akreta
dan adherens dapat dibedakan hanya dengan tindakan manual
plasenta. Apabila seluruh plasenta dan desidua dapat dilepaskan
dengan bersih dari dinding uterus, maka diagnosis plasenta
adherens dapat ditegakkan. Pada plasenta akreta, umumnya sudah
terjadi invasi ke miometrium, sehingga plasenta akan sulit
dilepaskan dari dinding uterus melalui tindakan manual plasenta.
(Garmi, 2012)
c. Diagnosis Banding
Diagnosis retensio plasenta umumnya mudah ditegakkan dan sangat
mudah dibedakan dengan perdarahan postpartum lainnya. Akan tetapi,
atonia uteri terkadang dapat sulit dibedakan atau dapat terjadi
bersamaan dengan retensio plasenta.Atonia uterus merupakan keadaan
di mana uterus gagal berkontraksi setelah lahirnya bayi. Tanda dan
gejala yang dapat ditemukan adalah perdarahan hebat, nyeri abdomen,
dan gangguan hemodinamik. Tanda dan gejala atonia uterus dapat juga
ditemukan pada pasien retensio plasenta. Hal ini dikarenakan atonia
uterus dapat menjadi salah satu penyebab terjadinya retensio plasenta.
Yang membedakan antara atonia uterus atau retensio plasenta adalah
14
tidak adanya kontraksi uterus dengan plasenta yang sudah berhasil
dilahirkan. (Greenbaum, 2017)
6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan retensio plasenta didahului dengan stabilisasi
hemodinamik, terutama pada pasien dengan perdarahan hebat. Terapi
definitif untuk retensio plasenta adalah manual plasenta. Terapi medis lain,
seperti prostaglandin, asam traneksamat, nitrogliserin, dan oxytocin juga
dapat diberikan.
a. Penanganan awal
Pada penanganan retensio plasenta harus dibedakan antara
pasien dengan perdarahan hebat dan tanpa perdarahan hebat. Pada
pasien perdarahan hebat atau dengan gangguan hemodinamik harus
dilakukan stabilisasi hemodinamik secara cepat. Resusitasi cairan
harus dilakukan dengan cepat pada pasien dengan hemodinamik
tidak stabil. Dua jalur intravena dengan kateter intravena ukuran
besar (16 gauge) dapat dipasang pada penanganan awal. Apabila
diperlukan, transfusi darah dapat dilakukan. (Ayadi, 2016)
b. Traksi tali pusat terkendali
Pada pasien retensio plasenta dapat dilakukan traksi tali
pusat terkendali terlebih dahulu sebelum dilakukan tindakan
lainnya. Traksi tali pusat terkendali umumnya menggunakan
maneuver Brandt-Andrews, yaitu dengan satu tangan klinisi pada
abdomen untuk menahan fundus uterus dan mencegah inversio
uterus, sedangkan satu tangan lainnya melakukan regangan tali
pusat dengan menahan tali pusat pada klem. Apabila tindakan ini
tidak berhasil maka baru dilakukan tindakan atau terapi medis
lainnya. (Silver, 2015)
c. Intervensi farmakologis
Beberapa intervensi farmakologis, seperti oxytocin, carboprost,
tromethamine, asam traneksamat, dan nitrogliserin.
1) Injeksi Oxytocin Vena
15
Intraumbilikal Penggunaan injeksi oxytocin vena
intraumbilikal dalam manajemen kala III persalinan dan
retensio plasenta telah ditemukan memiliki efikasi yang
bermakna. Penggunaan injeksi oxytocin vena intra-umbilikal
akan menyebabkan kontraksi retroplasenta, sehingga dapat
memudahkan terjadinya separasi plasenta. Selain itu,
penggunaan oxytocin juga dapat mengurangi perdarahan pada
pasien. Injeksi umumnya dilakukan menggunakan selang
nasogastrik bayi ukuran 10 yang dipasang pada vena umbilikus
5 cm sebelum insersi korda umbilikus pada plasenta. Dosis
oxytocin yang dapat digunakan beragam, dari 10 IU sampai
100 IU, dengan dosis yang lebih tinggi lebih disarankan.
Interval injeksi oxytocin vena intraumbilikal dengan tindakan
manual plasenta adalah sekitar 1545 menit. (Weeks,
Berghella dan Barss, 2016)
2) Oxytocin Intravena
Penggunaan oxytocin intravena dapat diberikan pada pasien
retensio plasenta, terutama dengan perdarahan hebat atau
atonia uterus. Penggunaan oxytocin diharapkan akan
membantu separasi plasenta, meningkatkan kontraksi uterus,
dan menurunkan perdarahan. Oxytocin dapat diberikan dengan
dosis 10-30 IU dalam 500 mL cairan salin normal untuk
mencegah atonia uterus. (Weeks, Berghella dan Barss, 2016)
3) Carboprost Tromethamine
Carboprost tromethamine merupakan prostaglandin analog F2-
á dengan efek uterotonik poten dan durasi aksi yang lebih
panjang. Obat diberikan pada pasien retensio plasenta dengan
perdarahan hebat yang tidak membaik dengan terapi oxytocin.
Injeksi carboprost tromethamine dapat diberikan intraumbilikal
dengan dosis 0,5 mg yang disuspensi dalam 20 mL cairan salin
normal. (Weeks, Berghella dan Barss, 2016)
4) Asam Traneksamat
16
Asam traneksamat merupakan agen antifibrinolitik yang dapat
digunakan pada pasien retensio plasenta dengan perdarahan
berat yang tidak membaik dengan oxytocin. Pemberian asam
traneksamat memiliki efek untuk mengurangi perdarahan dan
stabilisasi bekuan darah dengan mencegah pemecahan dari
bekuan menjadi produk degradasi fibrin. Dosis asam
traneksamat yang dapat diberikan adalah 1 gram injeksi
intravena. (Weeks, Berghella dan Barss, 2016)
5) Nitrogliserin
Nitrogliserin (gliseril trinitrat) umumnya digunakan pada
pasien retensio uterus yang memiliki kontraksi serviks atau
segmen uterus bawah yang berlebihan dan menyebabkan
sulitnya ekspulsi plasenta. Pemberian nitrogliserin dapat
menginduksi relaksasi otot polos miometrium dan serviks
sehingga mempermudah pengeluaran plasenta.Nitrogliserin
dapat diberikan dengan dosis dua spray (400 mikrogram per
spray) di bawah lidah. Selain itu, pemberian secara injeksi
intravena dapat juga diberikan dengan dosis 50 mikrogram dan
maksimum dosis kumulatif 200 mikrogram.Tablet sublingual
juga dapat diberikan dengan dosis 0,61 mg. Efek relaksasi
uterus akan terjadi 1 menit setelah obat diberikan dan akan
bertahan selama 1-2 menit. (Weeks, Berghella dan Barss,
2016)
d. Manual plasenta
Tindakan manual plasenta merupakan terapi definitif pasien
retensio plasenta. Tindakan ini merupakan tindakan yang
menyebabkan rasa nyeri, sehingga anestesi umumnya diperlukan.
Anestesi regional, seperti anestesi spinal, lebih disarankan
dibandingkan anestesi umum karena meminimalisir risiko
kegagalan intubasi. Akan tetapi, apabila pasien memiliki
hemodinamik tidak stabil dan perdarahan hebat, maka anestesi
umum lebih disarankan. Tindakan manual plasenta dapat
17
meningkatkan risiko endometritis. Oleh karena itu, antibiotik
profilaksis spektrum luas sebaiknya diberikan. Antibiotik spektrum
luas yang direkomendasikan adalah ampicillin dan clindamycin
dosis tunggal. Apabila pembukaan serviks terlalu kecil untuk
tangan klinisi, maka pemberian nitrogliserin dapat diberikan.
(Weeks, Berghella dan Barss, 2016)
Tindakan manual plasenta dilakukan apabila traksi tali pusat
terkendali dan terapi farmakologis gagal melahirkan plasenta.
Tindakan ini dilakukan dengan tangan klinisi menelusuri korda
umbilikus untuk mengidentifikasi letak dan ujung plasenta dengan
uterus. Pelepasan plasenta dilakukan dengan menggunakan jari-jari
tangan dengan gerak sisi ke sisi. Tangan lainnya sebaiknya
diletakkan pada fundus uterus untuk mencegah terjadinya perforasi
uterus. Tindakan kuretase setelah manual plasenta tidak rutin
dilakukan karena risiko terjadi perforasi uterus dan sindroma
Asherman. Apabila masih terdapat sisa plasenta setelah dilakukan
manual plasenta, maka klinisi dapat melakukan manual plasenta
kembali secara perlahan untuk melepaskan sisa plasenta. Apabila
sisa plasenta menyebabkan perdarahan hebat pada pasien, maka
tindakan kuretase dapat dilakukan untuk melepaskan sisa plasenta
dari dinding uterus. (Weeks, Berghella dan Barss, 2016)
e. Ekstraksi Instrumen
Apabila tindakan manual plasenta tidak berhasil, maka
penggunaan forseps kepala besar, seperti forseps Bierer dan forseps
cincin, dapat dilakukan. Tindakan dapat dilakukan dengan cara
forseps menggenggam dan melepaskan plasenta dari dinding
uterus. USG dapat dimanfaatkan untuk membantu saat melakukan
tindakan ini.(Weeks, Berghella dan Barss, 2016)
f. Histerektomi
Histerektomi merupakan tindakan lini akhir yang dapat dilakukan
pada pasien retensio uterus. Tindakan histerektomi ini dilakukan
18
pada plasenta pasien yang tidak dapat dilahirkan dengan manual
plasenta maupun ekstraksi instrument. (Lim, 2014)
19
pasien.
Pendidikan : Mempermudah dalam berkomunikasi sesuai tingkat
pendidikan dan suami (Munthe dkk, 2019). Pendidikan
yang ditanyakan yaitu sekolah terakhir digunakan
dalam memberikan pelayanan asuhan serta komunikasi
yang dilakukakan bidan terhadap pasien.
Pekerjaan : Mengetahui keadaan ekonomi pasien, sehingga saat
diberikan asuhan dapat disesuaikan dengan kondisi
ekonominya (Munthe dkk, 2019). Ditanyakan apakah
ibu bekerja atau tidak, serta mengetahui keadaan
ekonomi yang berpengaruh terhadap kondisi kesehatan
fisik dan psikologis ibu.
Alamat : Mempermudah bidan dalam memberikan asuhan dan
menghubungi pasien dan suami (Munthe dkk, 2019).
2. Alasan Datang
Untuk mengetahui alasan ibu datang ke tempat pelayanan kesehatan
(Sutanto, 2018).
3. Keluhan Utama
Alasan pasien datang ke klinik, yang diungkapkan dengan kata- katanya
sendiri (dapat berhubungan dengan sistem tubuh).
4. Riwayat Menstruasi
Data ini digunakan untuk mendapatkan gambaran tentang keadaan
dasar dari organ reproduksi pasien. Data yang harus diperoleh dari
riwayat menstruasi antara lain : menarche, siklus teratur/tidak,
dismenorea dan gangguan menstruasi lainnya. Lamanya, banyaknya
darah, warna, bau, keluhan nyeri +/- = alat-alat kandungan (Munthe
dkk, 2019). Pada kasus ibu hamil dengan pre eklampsia ringan riwayat
menstruasi untuk mengetahui HPL (Hari Perkiraan Lahir) ibu dan usia
kehamilan.
5. Riwayat Pernikahan
Mengetahui usia saat pada saat menikah, status pernikahan (sah/tidak),
berapa lama/lama perkawinan (anak mahal kah), pernikahan yang
20
keberapa (Munthe dkk, 2019).
6. Riwayat Kesehatan
Apakah ibu dalam kondisi sakit serta adakah keluhan adakah penyakit
sistemik lain yang mungkin mempengaruhi atau memperberat oleh
kehamilan (jantung, paru, ginjal, hati, diabetes melistus), riwayat alergi
obat/makanan tertentu dan sebagainya ada/tidaknya riwayat operasi
umum/lainnya maupun operasi kandungan (miomektomi, sectio cesarea
dan sebagainya), penyakit keturunan +/- (DM, kelainan genetik),
penyakit menular +/- (TBC), dalam keluarga apakah ada mempunyai
riwayat keturunan kembar (Munthe dkk, 2019).
7. Riwayat Obstetri
Riwayat kehamilan anak berapa, ada masalah tidak dengan kehamilan
lalu. Riwayat persalinan spontan/buatan, aterm/prematur, kapan, lahir
dimana, ditolong siapa, ada masalah saat persalinan. Riwayat nifas
adakah masalah pada nifas, infeksi, perdarahan. Jenis kelamin, BB,
hidup/mati, adakah kecacatan, pemberian ASI, bagaimana kondisinya
sekarang untuk menentukan (Munthe dkk, 2019).
8. Riwayat Kehamilan Sekarang
Pada riwayat kehamilan sekarang, hal yang perlu dikaji adalah :
a. Gerakan Janin
Tanyakan mengenai gerakan janin yang dirasakan oleh ibu.
Apabila terdapat keraguan mengenai HPHT maka kaji gerakan
janin pertama dirasakan ibu sebagai catatan untuk membantu
memperkirakan usia kehamilan. Gerakan janin pertama kali
dirasakan primigravida sekitar usia kehamilan 18-20 minggu,
sedangkan pada multigravida dapat dirasakan sekitar usia
kehamilan 16 minggu. Pada trimester III sedikitnya 10 gerakan
dalam sehari, bayi harus bergerak paling sedikit 3 kali dalam
periode 3 jam (Anggraini et al., 2020)
b. Tanda bahaya atau Penyulit
Mengkaji tentang tanda-tanda bahaya atau penyulit yang mungkin
dirasakan oleh ibu seperti keluar cairan per vaginam, gerakan janin
21
tidak terasa dan nyeri perut yang hebat (Anggraini et al., 2020)
c. Keluhan umum
Mengetahui keadaan ibu saat datang, keluhan yang sering terjadi
pada saat hamil adalah sering buang air kecil, hemoroid, heputihan,
sembelit, hram kaki, sesak napas, nyeri ligamentum rotundum,
pusing, sakit punggung.
Selain itu ibu juga mendapatkan obat-obatan seperti vitamin dan
zat besi normalnya ibu akan mendapatka 90 tablet selama hamil.
1) Pemeriksaan laboratorium pada trimester III antara lain
pemeriksaan Hb, reduksi, albumin.
2) KIE yang didapatkan trimester III mengenai kesehatan ibu dan
janin, tanda-tanda persalinan, rencana persalinan, persiapan
bayi, pentingnya kolostrum, keuntungan ASI, kunjungan
kehamilan 36 minggu, pentingnya persalinan di fasilitas
kesehatan.
9. Riwayat KB
Mengetahui apakah pasien pernah menggunakan kontrasepsi, kapan,
dimana, oleh siapa, berapa lama pemakaian, adakah keluhan saat
menggunakan, kapan dilepas, dimana, oleh siapa dan alasan
berhenti/ganti kontrasepsi (Munthe dkk, 2019).
10. Riwayat Imunisasi TT
Imunisasi TT pada ibu hamil harus terlebih dahulu ditentukan
status kekebalan / imunisasinya. Ibu hamil yang belum pernah
mendapatkan imunisasi maka statusnya T0, jika telah mendapatkan
interval minimal 4 minggu atau pada masa balitanya telah
memperoleh imunisasi DPT sampai 3 kali maka statusnya adalah T2,
bila telah mendapat dosis TT yang ke tiga (interval minimal 1 tahun
dari dosis ke 2) maka statusnya T3, status T4 didapat bila telah
mendapatkan 4 suntikan dosis (interval minimal 1 tahun dari dosis ke
4).
Terdapat beberapa cara penapisan (skrining) untuk mengetahui
22
status TT pada WUS awal yaitu, apabila data imunisasi saat bayi
tercatat pada kartu imunisasi atau buku KIA maka riawayat TT pada
bayi dapat diperhitungkan, bila hanya berdasarkan ingatakan maka
penapisan dapat dimulai dengan pertanyaan imunisasi saat BIAS
untuk WUS yang lahir pada dan setelah tahun 1977 untuk yang lahir
sebelum tahun 1977 langsung dimulai dengan pertanyaan imunisasi
saat catin dan hamil, dan misalnya WUS baru mendapat imunisasi TT
pada saat menjadi calon pengantin sebanyak 2 kali dengan interval
minimal 1 bulan maka status WUS disebut T2 (perhatikan interval
minimum yang dianjurkan) (Ayuningsih, 2016)
11. Pola Kebiasaan Sehari-hari
a. Pola Nutrisi
Dalam hal ini yang perlu ditanyakan adalah makan berapa kali
sehari, porsinya bagaimana, menunya apa saja, minum berapa
gelas sehari, dan apakah ada pantangan. Kebutuhan kalori ibu
hamil trimester III adalah 2500 kkal/hari. Kebutuhan makan ibu
hamil dengan BB normal per hari 6 porsi, sayuran sayuran 3
mangkok, buah 4 potong, susu 2 gelas, daging ayam/ikan/telur 3
potong, lemak/minyak 5 sendok teh, gula 2 sendok makan
(Nugroho dkk, 2014).
b. Eliminasi
BAK : normalnya jernih, bau khas. BAB : normalnya kurang
lebih 1x/hari, konsistensi lembek, warna kuning. Pola eliminasi
yaitu BAK dan BAB perlu ditanyakan pada klien untuk
menyesuaikan dengan pola pemenuhan nutrisinya, apakah intake
sudah sesuai dengan output dan untuk mengetahui apakah ada
keluhan terkait BAB dan BAK selama kehamilan.
c. Istirahat
Perlu menggali kebiasaan istirahat ibu supaya diketahui gangguan
yang mungkin muncul tentang pemenuhan kebutuhan istirahat
ibu. Beberapa hal yang ditanyakan adalah berapa lama ibu tidur di
malam dan siang hari (Sulistyawati, 2014).
23
d. Personal Hygiene
Kebersihan diri perlu dikaji karena mempengaruhi kesehatan
klien dan janin. Jika pasien memiliki masalah dalam kebersihan
dirinya maka bidan harus memberikan bimbingan mengenai cara
perawatan kebersihan diri sedini mungkin. Beberapa kebiasaan
yang dapat ditanyakan adalah frekuensi mandi, frekuensi mencuci
rambut, frekuensi mengganti baju dan pakaian dalam
(Sulistyawati, 2014).
e. Pola Hubungan Seksual
Hal yang perlu di kaji adalah frekuensi dan gangguan saat
melakukan hubungan seks (Sulistyawati, 2014).
12. Keadaan Psikososial, Sosial, Spiritual dan Budaya
Poin ini penting untuk menggali tingkat strees pada ibu dikarenakan
sebuah penelitian menunjukkan adanya hubungan yang signifikan
antara stress dan kejadian preeklamsia (Khayati & Veftisia, 2018).
a. Respon ibu terhadap kehamilan ini
Dalam mengkaji data ini, dapat ditanyakan kepada klien
mengenai bagaimana perasaannya terhadap kehamilannya dan
penerimaan terhadap kehamilannya apakah merupakan kehamilan
diinginkan atau tidak serta apakah kehamilan ini didukung oleh
keluarganya. (Anggraini et al., 2020).
b. Respon keluarga terhadap kehamilan ini
Respons keluarga sangat penting untuk kenyamanan psikologis
ibu, adanya respons positif dari keluarga terhadap kehamilan akan
mempercepat proses adaptasi ibu dalam menerima perannya.
Apabila respon keluarga baik dapat mempermudah melibatkannya
dalam asuhan pada ibu, tetapi apabila sebaliknya maka harus
didapatkan beberapa alternatif solusi mengenai hal yang
menyebabkan respon negatif dari keluarga (Sulistyawati, 2014).
c. Budaya dan tradisi setempat
Mengkaji ada tidaknya pantangan terkait kebudayaan dalam hal
makanan atau kegiatan sehari-hari selama kehamilan, mengkaji
24
pernah tidaknya melakukan pijat perut, meminum jamu-jamuan,
dan meminum obat diluar resep, serta dalam keluarga serumah
ada atau tidak yang merokok dan memelihara hewan (Anggraeni
et al., 2020)
B. Data Objektif
1. Pemeriksaan Umum Keadaan
Umum : Hasil kriteria pemeriksaan baik apabila pasien
memperlihatkan respon yang baik terhadap lingkungan
dan orang lain serta fisik tidak mengalami
ketergantungan dalam berjalan.
Hasil pemeriksaan lemah apabila pasien kurang atau
tidak memberikan respon yang baik dan pasien tidak
mampu berjalan sendiri (Sulistyawati, 2014).
Kesadaran : Tingkat kesadaran mulai dari keadaan composmentis
(keadaan maksimal) sampai dengan koma (pasien dalam
keadaan tidak sadar) (Sulistyawati, 2014).
Tekanan
Darah : Tekanan darah diukur setiap kali pemeriksaan
kehamilan. Tekanan darah ibu dikatakan meningkat
apabila tekanan sistol > 30 mmHg dan diastol >15
mmHg dari tekanan darah sebelumnya. Menurut WHO
batas normal tekanan darah sistolik berkisar 110 120
mmHg (Munthe dkk, 2019). Pada kasus preeklamsia
tekanan darah istolik 160 mmHg dan tekanan darah
diastolik 110 mmHg.
Nadi : Pada masa kehamilan akan terjadi peningkatan frekuensi
jantung sejak usia kehamilan 4 minggu sekitar 15-20
denyut permenit, kondisi ini memuncak pada usia gestasi
28 minggu karena disebabkan peningkatan curah jantung
karena adanya peningkatan total volume darah.
Frekuensi nadi normal antara 60-90 x/menit (Munthe
dkk, 2019).
25
Suhu : Suhu tubuh meningkat dapat menyebabkan peningkatan
kebutuhan oksigen jaringan dan disertai peningkatan
frekuensi jantung pada ibu hamil mengalami peningkatan
suhu tubuh sampai 0,5C dikarenakan adanya
peningkatan hormon progesteron yang disertai
peningkatan metabolisme tubuh ibu hamil. Nilai normal
suhu tubuh berkisar antara 36C 37, 5C (Munthe
dkk, 2019).
Pernafasan : Pernafasan dikaji untuk mendeteksi secara dini adanya
penyakit yang berhubungan dengan pernafasan yang
berpotensi sebagai penyulit pada saat persalinan.
Umumnya frekuensi nafas yang normal yaitu 20 24
x/menit (Munthe dkk, 2019).
LILA : Mengetahui adanya risiko kekurangan energi kronik
(KEK) pada wanita usia subur atau ibu hamil dan
menampis ibu hamil yang mempunyai resiko melahirkan
BBLR apabila batas ambang LILA < 23,5 cm (Munthe
dkk, 2019).
2. Pemeriksaan Fisik
Muka : Edema muka menunjukkan adanya penyakit jantung,
penyakit ginjal, preeklamsi berat, kekurangan gizi,
bentuk anemia.
Mata : Melihat konjungtiva merah muda atau tidak menandakan
ibu anemia atau tidak, sklera kuning atau tidak
menandakan adanya penyakit hepatitis pada ibu,
gangguan penglihatan menandakan ibu myopia atau
tidak, kelainan, kebersihan pada mata (Sulistyawati,
2014).
Mulut : Bibir pucat tanda ibu anemia, bibir kering tanda
dehidrasi, sariawan tanda ibu kurang vitamin C
(Anggraini et al., 2020)
Leher : Adanya pembesaran kelenjar tyroid menandakan ibu
26
kekurangan iodium, sehingga dapat menyebabkan
terjadinya kretinisme pada bayi dan bendungan vena
jugularis/tidak (Anggraini et al., 2020). Periksa dan raba
leher untuk mengetahui pembesaran kelenjar tiroid
dengan cara pasien menelan adakah masa yang ikut serta
adakah pembesaran kelenjar limfe. (Munthe dkk, 2019).
Payudara : Payudara teraba atau tidak benjolan abnormal, setelah
bulan pertama suatu cairan berwarna kekuningan
(kolostrum) diproduksi oleh kelenjar-kelenjar asinus
yang mulai bersekresi. Meskipun dapat dikeluarkan air
susu belum dapat diproduksi karena prolaktin ditekan
oleh PIH (Saifuddin, 2018).
Abdomen : Menilai proses involusi uterus dan kontraksi untuk
mengantisipasi adanya perdarahan. Diastasis rectus
abdominis suatu keadaan dimana terdapat pemisahan
antara kedua otot perut recti abdominis. Diastasis rectus
abdominis (DRA) dapat terjadi disepanjang linea alba,
dari prosesus xifoid sampai ke tulang publik, dan diukur
dengan jarak antar-recti. Normalnya kurang dari 2 cm.
Genetalia : Lochea atau perdarahan. Pada retensio plasenta, jumlah
perdarahan mempengaruhi penatalaksanaan.
Ekstremitas : Reflek Patella berkaitan dengan kekurangan vitamin
B1, penyakit saraf, intokskasi magnesium sulfat. Homan
sign
C. Assesment
Interpretasi data subyektif dan obyektif dalam suatu identifikasi atau
masalah potensial.
D. Penatalaksanaan
Menggambarkan pendokumentasian dari perencanaan, pelaksanaan dan
evaluasi berdasarkan analisa
27
BAB III
TINJAUAN KASUS
PENGKAJIAN
Hari/Tanggal : Jumat, 17 Maret 2023
Jam : 02.30 WIB
Tempat : UPT Puskesmas Cireunghas
Oleh : Dindya Giwang
Tanggal MRS : Jum’at, 17 Maret 2023
28
4. Riwayat Kesehatan Keluarga
Kondisi kesehatan dalam keluarga ibu saat ini tidak sedang dan tidak
memiliki riwayat penyakit menular, menahun maupun menurun seperti
tekanan darah tinggi atau hipertensi/ darah tinggi, batuk lama dan
mengeluarkan darah (TBC), penyakit kuning (hepatitis), maupun
HIV/AIDS, penyakit jantung, ginjal dan asma, kencing manis (DM),
epilepsi (kejang), kejiwaan, serta tidak terdapat riwayat bayi kembar.
5. Riwayat Menstruasi
Menarche : 14 tahun
Siklus : 28 hari
Lama : 7 hari
Keluhan : tidak ada keluhan seperti nyeri atau kram perut
berlebih, siklus menstruasi yang Panjang.
HPHT : 11-06-2022
HPL : 04-03-2023
6. Riwayat Pernikahan
Pernikahan ke : pertama
Usia menikah : 20 tahun
Lama menikah : 20 tahun
7. Riwayat Kehamilan Sekarang
Pada trimester I ibu memeriksakan kehamilannya dibidan selama 1 kali.
Tidak ada keluhan sama sekali dan hasil pemeriksaan baik serta diberi
vitamin. Pada trimester II ibu memeriksakan kehamilannya dibidan selama
1 kali. Tidak ada keluhan sama sekali dan hasil pemeriksaan baik. Tekanan
darah ibu masih dalam batas normal. Pada trimester III ibu memeriksakan
kehamilannya dibidan selama 2 kali.
8. Riwayat Obstetri
Usia
No. Tahun Persalinan JK BBL/PBL
Anak
1. 2001 Persalinan secara L 2300 gr/ 48 cm 22 tahun
normal di Bidan.
ASI-E 2 tahun.
29
Selama masa nifas
tidak ada masaah
ataupun keluhan.
Persalinan secara
normal di Bidan.
ASI-E 3 tahun.
2 2005 L 3.100 gr/ 49 cm 17 tahun
Selama masa nifas
tidak ada masaah
ataupun keluhan.
Persalinan secara
normal di
Puskesmas
Cireunghas.
3 2011 P 3.000 gr/ 49 cm 12 tahun
ASI-E 1 tahun.
Selama masa nifas
tidak ada masaah
ataupun keluhan.
Persalinan secara
normal di
Puskesmas
Cireunghas.
4 2013 L 2.900 gr/49 cm 10 tahun
ASI-E 1 tahun.
Selama masa nifas
tidak ada masaah
ataupun keluhan.
5 ABORTUS UK 2 BULAN
Persalinan secara
normal di
6 2023 P 3.800 gr/ 50 cm BBL
Puskesmas
Cireunghas.
9. Riwayat Kontrasepsi
30
Setelah kehamilan anak keempat ibu sempat implan selama 3 tahun.
Kemudian ibu pindah ke KB suntik 3 bulan selama 2 tahun, karena
merasa badan bertambah gemuk ibu memutuskan untuk tidak ber KB.
Setelah ibu mengalami keguguran pada kehamilan ke 5 ibu belum KB
karena merasa sudah tua dan tidak mungkin hamil lagi.
10. Pola Pemenuhan Kebutuhan Dasar
Pola Nutrisi : Selama hamil ini bu makan tiga kali sehari
dengan porsi 1-11/2 centong nasi, sayur dan lauk
pauk seperti tahu, tempe, ikan laut, ayam, telur
dsb. Ibu minum air putih kurang lebih 7-8
gelas/hari.
Pola Eliminasi : Selama hamil pola kebiasaan BAB sehari sekali
dengan konsistensi padat. Sedangkan untuk BAK
lebih sering pada usia kehamilan akhir, kurang
lebih sehari 8 kali. Selama hamil BAB dan BAK
tidak ada keluhan.
Pola Aktivitas : Ibu melakukan aktivitas sehari-hari seperti ibu
rumah tangga biasa, antara lain seperti menyapu,
memasak, mencuci. Aktivitas yang dilakukan ibu
biasanya dibantu juga oleh suami dan anak.
Selain menjadi ibu rumah tangga, ibu juga
mempunyai sampingan dirumah membuat
gorengan pentol. Selama hamil ibu tidak pernah
olahraga seperti yoga, senam hamil dsb.
Pola Istirahat dan : Ibu istirahat pada siang hari sekitar 1-2 jam
Tidur setelah selesai melakukan kegiatan sehari-hari,
sedangkan untuk istirahat malam sekitar pukul
21:00 WIB ibu terbiasa sudah tidur dan bangun
sekitar pukul 04:00 WIB.
Personal Hygine : Ibu mandi sehari 2 kali serta menggosok gigi
setiap mandi, mencuci rambut 2 hari sekali dan
cebok menggunakan air mengalir setiap BAB
31
BAK serta mengeringkannya menggunakan
handuk.
11. Riwayat Psikososial, Ekonomi dan Budaya
Ibu mengatakan kelahiran anak kelimanya adalah suatu hal diluar
rencana ibu dan pasangan karena usia yang sudah tidak muda dan sudah
memiliki 4 anak. Ibu merasa sedikit khawatir dengan kehamilan dan
persalinan ini karena meskipun sudah memiliki pengalaman sebelumnya,
namun saat periksa, dari tenaga kesehatan mengatakan kehamilan ini
cukup berisiko karena usia dan riwayat-riwayat reproduksi sebelumnya.
Selama hamil ibu tidak terlalu mempersiapkan banyak hal karena baju
dan perlengkapan bayi dari anak sebelumnya masih ada. Tidak ada
budaya tarak makan atau minum jamu-jamuan serta menggunakan
bengkung. Ibu tidak merokok ataupun minum-minuman keras. Dalam
merawat bayinya, ibu merawatnya secara mandiri dan terkadang dibantu
oleh suami dan anak-anaknya. Biaya yang digunakan dalam persalinan
ini sudah disiapkan jauh-jauh hari dan menggunakan BPJS.
B. Objektif
1. Pemeriksaan Umum
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Composmentis
Tanda-tanda Vital
Tekanan Darah : 121/90 mmHg
Nadi : 88 x/menit
Pernafasan : 20 x/menit
Suhu : 36,5oC
2. Pemeriksaan Fisik
Muka : Konjungtiva merah muda (+/+), sklera putih (+/+),
oedema (-)
Leher : Pembesaran kelenjar tiroid (-), Pembesaran vena
jugularis (-) dan Pembesaran kelenjar limfe (-)
Payudara : Kedua payudara simetris, kurang bersih, puting susu
menonjol (+/+), kolostrum (-/-), benjolan abnormal
32
(-/-)
Abdomen : Pembesaran sesuai UK, tidak ada luka bekas operasi
- LI : TFU : pertengahan px pusat (35 cm), teraba bokong
- LII : Sebelah kanan ibu teraba keras memanjang (puki) dan
sebelah kiri teraba bagian kecil
- LIII : Teraba kepala, kepala masuk PAP
- LIV : Divergen (4/5)
- TBJ : 3.565 gram
- His : 2 x 44/ 10
- Auskultasi : DJJ : 141 x/menit
Genetalia : Bloodshow (+), tidak ada varises.
VT : Dilakukan oleh : Bidan Puskesmas (02.35)
v
/v lendir darah, Ø 4 cm, eff 25%, ketuban (+),
presentasi kepala, bagian terendah belum teraba,
bagian kecil dan berdenyut disekitar terdahulu (-),
moulage (-), kepala HII+
Ekstremitas : Edema (-/-)
33
bahwa ibu dalam keadaan baik, tanda vital ibu normal,
tekanan darah 121/90 mmHg, suhu 36,5oC, DJJ bayi normal
yakni 141x/menit, dan pembukaan ibu sudah 4 cm.
02.40 2 Menganjurkan keluarga untuk mendampingi ibu selama
proses persalinan.
02.41 3 Mengajarkan teknik relaksasi pernafasan kepada ibu dan
menganjurkan ibu melakukan relaksasi saat ada his.
02.42 4 Menganjurkan kepada keluarga untuk memberikan asupan
nutrisi dan hidrasi kepada ibu saat tidak ada his.
02.45 5 Menganjurkan ibu tidur miring ke kiri. Untuk mempercepat
penurunan kepala dan mengurangi nyeri.
02.46 6 Menganjurkan untuk mengosongkan kandung kemih. Agar
tidak mengganggu penurunan kepala.
03.00 7 Observasi DJJ dan his setiap 30 menit sekali, observasi
tekanan darah dan pembukaan tiap 40 menit sekali.
34
a. Ibu ada dorongan kuat untuk meneran.
b. Perineum menonjol.
c. Tekanan pada anus
d. Vulva dan sfingter ani membuka
A G6P4004A100 UK 41-42 Minggu T/H/I, presentasi belakang kepala,
Inpartu Kala II
P: No Penatalaksanaan
03.42 1 Menjelaskan kepada ibu dan keluarga tentang hasil
pemeriksaan bahwa pembukaan sudah lengkap dan janin
dalam keadaan baik.
03.42 2 Memastikan persiapan alat, memasukkan spuit 3 cc kedalam
bak instrumen dan mematahkan oksitosin.
03.42 3 Memakai APD.
03.43 4 Mencuci tangan.
03.43 5 Menggunakan sarung tangan sebelah, memasukkan oksitosin
kedalam spuit.
03.45 6 Melakukan amniotomi, didapatkan ketuban jernih
03.45 7 Menanyakan kepada ibu ingin di dampingi siapa saat
persalinan.
03.46 8 Mendiskusikan dengan ibu posisi yang nyaman untuk
meneran, ibu memilih setengah duduk
03.47 9 Mengajarkan ibu cara meneran secara benar dan efektif yakni
dengan cara mengambil nafas kemudian mengejan dibawah
seperti ketika BAB, kepala menunduk dan tidak bersuara.
03.48 10 Melaksanakan bimbingan meneran saat ibu merasa ada
dorongan kuat untuk meneran.
03.49 11 Memeriksaa DJJ saat tidak ada his dan menganjurkan
keluarga memberi minum. DJJ 148 x/menit
03.50 12 Saat kepala terlihat 5-6 cm di depan vulva memasang handuk
di atas perut ibu dan underpad di bawah bokong ibu.
03.50 13 Mendekatkan partus set dan membuka partus set kemudian
memakai sarung tangan steril.
35
03.50 14 Melindungi perineum dengan kassa dan menahan kepala bayi
agar tidak defleksi maksimal serta menganjurkan ibu untuk
meneran yang kuat.
03.53 15 Saat kepala bayi telah lahir, memeriksa kemungkinan adanya
lilitan tali pusat.
03.53 16 Menunggu kepala bayi putar paksi luar.
03.54 17 Melakukan biparietal.
03.55 18 Melakukan sanggah susur. Seluruh badan bayi lahir jam 03.55
WIB, jk perempuan
03.55 19 Melakukan penilaian selintas, bayi baru lahir menangis kuat,
bergerak aktif, dan warna kulit merah muda.
03.55 20 Meletakksan bayi di atas perut ibu, bayi dikeringkan dan
melakukan IMD
03.55 21 Mengecek kembali uterus dan memastikan tidak ada bayi
kedua.
36
kosong.
c. Genitalia : Perdarahan ±100 cc, fluxus aktif
A P5005Ab000 Inpartu Kala III
P Penatalaksanaan
03.56 1 Memberitahu ibu untuk menyuntikkan oksitosin 10 unit IM.
2 Menyuntikkan oksitosin 10 unit secara IM, di 1/3 paha atas
03.56
lateral distal sebelah kanan.
3 Memindahkan klem kedepan vulva
03.57
e/ dipindah 5 cm di depan vulva
4 Melakukan penegangan tali pusat terkendali dan disertai dorso
03.57 kranial
e/ 04.12 WIB Belum ada tanda pelepasan plasenta
04.12 5. Menuntikkan oksitosin dosis ulangan 10 unit IM
Cek vesika urinaria
04.13 6.
e/ kandung kemih kosong
Lakukan rangsangan papilla mamae
04.15 5.
e/ Sudah dilakukan
Ulangi PTT selama 15 menit
04.15 6.
e/ 04.27 WIB, Belum ada tanda pelepasan plasenta
37
h. RR : 20 x/menit
Pemeriksaan fisik
d. Mulut : Bibir pucat
e. Abdomen : TFU satu jari dibawah pusat, kandung kemih
kosong, kontraksi uterus jarang.
f. Genitalia : Perdarahan ±300 cc, fluxus aktif
A P5005Ab000 Inpartu Kala III dengan Retensio Plasenta
P Penatalaksanaan
Menjelaskan kepada ibu dan keluarga mengenai hasil
04.20 1. pemeriksaan yang telah dilakukan.
e/ ibu dan keluarga mengerti kondisi keadaannya.
Memberikan KIE dan informed consent pada keluarga
mengenai retensio plasenta, komplikasi yang mungkin terjadi,
tindakan dan prosedur yang akan dilakukan, dan risiko
04.23 2.
tindakan.
e/ Ibu dan keluarga memahami penjelasan yang diberikan dan
informed consent telah di tanda tangani
Melakukan kolaborasi dan konsultasi dengan dokter Sp.OG,
advice dokter diberikan terapi sebagai berikut :
04.23 3.
a. Infus RL dengan drip oksitosin 20 IU 40 tpm
b. Plasenta Manual
Memasang infus RLdengan jarum 16 G dengan drip oksitosin
04.25 4. 20 IU, 40 tpm
e/ Infus terpasang di tangan kiri dan menetes dengan baik.
Membersihkan vulva dan perineum dengan cepat serta ganti
04.26 5. alas bokong
e/ Vulva perineum sudah bersih dan alas telah diganti.
Memberikan analgesia ketoprofen per rektal
04.27 6.
e/ analgesia telah diberikan
Mengganti sarung tangan dengan sarung tangan panjang
04.28 5.
e/ Sudah dilakukan
04.29 6. Melakukan prosedur plasenta manual diawali dengan
38
melakukan antisepsis tali pusat, kemudia memasukkan tangan
kanan yang sudah dicelupkan dalam larutan antiseptic ke
dalam introitus vagina secara obstetric dan tangan kiri
menahan fundus. Setelah tangan kanan masuk kedalam kavum
uteri temukan posisi implantasi dan tepi plasenta. Jika sudah
lakukan penyisiran dengan menggerakkan tangan dalam kekiri
dan ke kanan sambal bergeser kearah kranial.
e/ Seluruh plasenta dapat dilepaskan
Sisihkan plasenta dan lakukan eksplorasi
04.45 7. e/ dinding uterus dan endometrium terasa licin dan tidak ada
sisa plasenta
Melakukan pengeluaran plasenta dengan memindahkan tangan
kiri ke supra simfisis untuk menafan uterus kemudian tangan
kanan mengeluarkan plasenta bersamaan dengan penarikan tali
04:50 8.
pusat oleh asisten.
e/ Plasenta telah dikeluarkan seluruhnya dengan lengkap dan
utuh
Melakukan dorso kranial sekali lagi diikuti masase fundus
04.55 9. selama 15 detik
e/ Kontraksi uterus keras
04.55 12. Melanjutkan penatalaksanaan kala IV
39
a. TD : 111/63 mmHg
b. N : 90 x/menit
c. S : 36,2oC
d. RR : 20 x/menit
Pemeriksaan fisik
g. Mata : Konjungtiva merah muda, sklera putih
h. Ekstremitas: Terpasang infus (TaKi: RL+Oxitocin 20 tpm)
i. Payudara : ASI +/+
j. Abdomen : Kontraksi keras, TFU dua jari dibawah pusat,
kandung kemih kosong
k. Genitalia : PPV : 20 CC
Eliminasi
BAB/BAK : -/-
A : P5005 Ab100 inpartu kala IV dengan riwayat retensio plasenta
P : 1. Menjelaskan hasil pemeriksaan pada ibu bahwa tekanan darah
04.56 ibu 111/63 mmHg, perdarahan kurang lebih 20 cc; ibu
mengerti akan penejelasan yang diberikan
04.56 2. Melakukan penjahitan luka robekan perineum
05.00 3. Melakukan kolaborasi dan konsultasi dengan dokter untuk
pemberian antibiotik, advice dokter diberikan terapi sebagai
berikut :
a. Injeksi ampicillin 1 gr IV
b. PO ampicillin 500 mg 4x1
c. PO metronidazole 500 mg 4x1
d. Hentikan drip apabila TTV normal, kontraksi baik, dan
tidak ada perdrahan
05.00 4. Mengobservasi robekan dan lakukan penjahitan jika diperlukan
e/ jahitan laserasi derajat 2
05.15 5. Melakukan observasi TTV, perdarahan, kontraksi, dan
kandung kemih setiap 15 menit sekali pada satu jam pertama
dan 30 menit sekali pada 1 jam berikutnya.
05.17 6. Membersihkan dan merapikan ibu
40
05.18 7. KIE ibu dan keluarga mengenai pemenuhan nutrisi ibu
05.20 8. Menganjurkan ibu untuk istirahat yang cukup setelah 2 jam
persalinan.
3.3 Asuhan Kebidanan Nifas
Catatan Perkembangan 5: Nifas 2 jam Post Partum
Tanggal : 17 Maret 2023
Jam : 07:00 WIB
Tempat : UPT Puskesmas Cireunghas
S : Ibu mengatakan tidak ada keluhan
O : Pemeriksaan Umum
Keadaan Umum : Cukup
Kesadaran : Composmentis
Tanda Vital
a. TD : 120/90 mmHg
b. N : 90 x/menit
c. S : 36,3oC
d. RR : 20 x/menit
e. SpO2 : 96%
Pemeriksaan fisik
a. Mata : Konjungtiva merah muda, sklera putih
b. Ekstremitas: Terpasang plug. Taki : RL drip Oxy
c. Payudara : ASI +/+
d. Abdomen : Kontraksi keras, TFU dua jari dibawah pusat,
kandung kemih kosong
e. Genitalia : PPV : 30 cc
Eliminasi
BAB/BAK : -/-
A : P5005 Ab100 2 jam Postpartum
P : 1. Menjelaskan hasil pemeriksaan pada ibu, TD : 120/90 mmHg,
07.00 N : 90x/menit, S: 36,3 oC, perdarahan 30cc ; Ibu memahami
penjelasan yang diberikan
07.00 2. Memberikan injeksi ampicillin 1 gr IV
41
08.00 3. Memberikan PO metronidazole 500 mg 4x1
08.00 4. KIE ibu untuk tidak boleh tarak makan, memperbanyak asupan
protein dan air putih; ibu memahami informasi dan
melaksanakan anjuran
08.05 5. KIE pada ibu untuk bisa memberikan ASI eksklusif; ibu
memahami informasi dan anjuran
08.10 6. KIE ibu untuk tidak takut BAK dan BAB serta melakukan
mobilisasi ringan
42
A : P5005 Ab000 6 jam post partum
P : 1. Menjelaskan hasil pemeriksaan pada ibu bahwa TD 126/88
10.00 mmHg, N : 92 x/menit, S : 36,6 oC, perdarahan 40 cc ; Ibu
mengerti akan penjelasan yang disampaikan
10.10 2. Aff infus RL + Oxy karena TTV baik
10.13 3. KIE ibu untuk dapat mulai mobilisasi seperti duduk, berjalan-
jalan.
10.15 4. KIE ibu dan keluarga mengenai tanda bahaya masa nifas serta
perawatan bayi baru lahir.
10.18 5. Mengingatkan kunjungan nifas 3 hari lagi
43
O : Pemeriksaan Umum
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Composmentis
Tanda Vital
a. TD : 120/80 mmHg
b. N : 80 x/menit
c. S : 36,6 oC
d. RR : 20 x/menit
Pemeriksaan fisik
a. Mata : Konjungtiva merah muda, sklera putih
b. Ekstremitas: Infus RL + Oxy tangan kiri
c. Payudara : Payudara simetris, puting susu menonjol (+/+),
ASI (+/+),benjolan abnormal (-/-)
d. Abdomen : Kontraksi baik, kandung kemih kosong, TFU 3
jari dibawah pusat, diastasis recti 2 jari
e. Genitalia : Lochea rubra, sedikit kotor, jahitan perineum,
perdarahan 10cc. REEDA : Kemerahan (-), bengkak (-),
ekimosis (-), darah/nanah (-), pertautan luka perineum (+)
f. Ekstremitas: Atas : simetris, oedem (-)/(-)
Bawah : simetris, varises (-/-), oedem (-/), hooman
sign (-)
A : P5005 Ab100 post partum hari ke-4
Masalah : ASI kurang lancar
P : 1. Memberitahu ibu hasil pemeriksaan bahwa ibu dalam kondisi
11.15 baik
11.17 2. Mengingatkan ibu untuk tetap menjaga kebersihan pada
genetalianya dengan cara cebok yang benar dari depan
kebelakang, mengganti pembalut saat terasa lembab ataupun
penuh
3. Mengingatkan ibu untuk makan makanan yang tinggi protein
dan berserat tinggi dan sayur serta buah supaya produksi ASI
baik.
44
4. Mengingatkan ibu untuk selalu meneteki bayinya setiap 2 jam
(on demand) dan memberikan ASI eksklusif selama 6 bulan,
ibu bersedia untuk memberikan ASI eksklusif.
11.20 5. Mengevaluasi jam istirahat ibu untuk memastikan ibu
mendapat istirahat yang cukup.
11.25 6. Mengajarkan ibu dan suami pijat oksitosin untuk
memperlancar ASI.
11.30 7. Kontrak waktu dengan ibu untuk dilakukan pemeriksaan
kembali 2 minggu, atau saat ibu merasakan ada keluhan.
45
Kesadaran : Composmentis
Tanda Vital
a. TD : 110/80 mmHg
b. N : 81 x/menit
c. S : 36,6 oC
d. RR : 20 x/menit
Pemeriksaan fisik
a. Mata : Konjungtiva merah muda, sklera putih
b. Ekstremitas: Tidak ada oedem, hooman sign (-/-), reflek patella
(+/+)
c. Payudara : Payudara simetris, puting susu menonjol (+/+),
ASI (+/+), massa abnormal (-/-)
d. Abdomen : TFU tidak teraba, diastasi recti 1 jari dan kandung
kemih kosong.
e. Genitalia : Tidak oedema, tidak varises, lochea alba,
pertautan jahitan baik
A : P5005 Ab000 post partum hari ke-18
P : 1. Menjelaskan pada ibu hasil pemeriksaan bahwa tekanan
09.15 darahnya normal dan luka jahitan sudah kering, menutup, dan
baik.
09.16 2. Menyampaikan pada ibu untuk tetap menjaga istirahat dan
dianjurkan tidur siang hari karena malam harus sering bangun
3. Menganjurkan ibu untuk mengkonsumsi makanan yang cukup
karena harus menyusui
4. Menganjurkan ibu untuk teteap menjaga personal hygiene pada
area genilatia.
09.30 5. Menganjurkan ibu untuk segera memeriksakan diri bila terjadi
keluhan pada kesehatannya..
3.4 Asuhan Kebidanan Neonatus dan Bayi Baru Lahir
Neonatus usia 1 jam
Pengkajian
Hari /Tanggal : Jumat, 17 Maret 2023
46
Jam : 04.55 WIB
Tempat : UPT Puskesma Cireunghas
Oleh : Dindya Giwang
A. Data Subjektif
1. Identitas
Nama bayi : Bayi Ny E
2. Keluhan Utama
Tidak ada keluhan
3. Pola kebutuhan sehari-hari
a. Pola nutrisi
Bayi belum berhasil IMD
b. Eliminasi
Belum BAB dan BAK
c. Aktivitas
Bayi berusaha mencari putting dan menyusu
B. Data Objektif
1. Pemeriksaan Umum
2. K/U : Baik
3. Kesadaran : Composmentis
4. Warna kulit : Kemerahan
5. TTV
RR : 45 x/menit Suhu : 37oC
HR : 130 x/menit
6. Antropometris
BB lahir : 3.800 gram LIKA : 33 cm
PB : 50 cm LIDA : 35 cm
7. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
Kepala : Caput succedaneum (-)cepal haematoma (-)
Muka : Pucat (-) ikterus (-)
Mata : Konjungtiva merah muda, sklera putih, infeksi (-)
Hidung : Sekret (-) pernafasan cuping hidung (-)
47
Mulut : Pucat (-) labiopalatoskisis (-)
Dada : Retraksi dada (-)
Abdomen : Tali pusat masih basah, tidak ada perdarahan ataupun
infeksi
Genitalia : Labia mayora menutupi labia minora
Anus : Atresia ani (-)
Ekstremitas : atas : gerak aktif, polidaktili (-), sindaktili (-)
: bawah : gerak aktif, polidaktili (-), sindaktili (-)
b. Palpasi
Kepala : Benjolan (-), moulage (-)
Dada : Hepatosplenomegali (-)
c. Auskultasi
Dada : Rochi (-) wheezing (-)
d. Perkusi
Abdomen : Kembung (-)
e. Reflek
Reflek morro : bayi terkejut saat tangan ditepuk
Reflek rooting : bayi aktid mencari puting ketika disusui asi
Reflek sucking : bayi menghisap puting ketika minum asi
Reflek swallowing: bayidapat menelan asi
Reflek glabellar : bayi berkedip ketika hidungnya disentuh
Reflek tonicneck : bayi dapat menoleh ke kanan ke kiri
Reflek grasp : bayi dapat menggenggam
Reflek babinski : jari bayi bereaksi terhadap stimulus
C. Assessment
Diagnosa : Neonatus cukup bulan, usia 1 jam
D. Penatalaksanaan
Waktu No Penatalaksanaan
04.57 1 Memberitahukan hasil pemeriksaan pada ibu dan keluarga,
yakni : keadaan umum bayi baik
RR : 46 x/menit Suhu : 37oC
HR : 130 x/menit
48
04.58 2 Menyuntikkan vitamin K1 di sepertiga paha sebelah kiri.
04.59 3 Mengajarkan ibu untuk menjaga kehangatan bayi dengan
tetap membedong, menghindari memandikan terlalu lama,
dan menghindari paparan udara dingin secara langsung.
05.00 4 Menyampaikan ibu untuk tetap memberikan ASI on demand,
kapan saja tanpa dijadwal, tapi jika bayi tidur, maka tiap 2
jam sekali dibangunkan.
5 Menganjurkan pada ibu dan keluarga untuk menjaga pusat
dengan cara tetap menghindarkn pusat dari keadaan lembap
dan menutupi dengan kasa hingga kering dan lepas.
05.55 6 Menyuntikan vaksin Hb0 di sepertiga paha sebelah kanan
49
HR : 125 x/menit
2. Pemeriksaan Fisik
Muka : Pucat (-) ikterus (-)
Mata : Konjungtiva merah muda, sklera putih, infeksi (-)
Hidung : Sekret (-) pernafasan cuping hidung (-)
Mulut : Pucat (-)
Dada : Retraksi dada (-),Rochi (-) wheezing (-)
Abdomen : Tidak ada perdarahan, kembung (-)
Ekstremitas: atas : gerak aktif,
: bawah : gerak aktif,
A : Neonatus cukup bulan usia 6 jam.
P : 1. Memberitahukan hasil pemeriksaan pada ibu dan keluarga,
10.00 yakni : keadaan umum bayi baik
RR : 48 x/menit Suhu : 36,8oC
HR : 125 x/menit
10.05 2. Mengingatkan ibu dan keluarga untuk menjaga kehangatan
bayi dengan tetap membedong, menghindari memandikan
terlalu lama, dan menghindari paparan udara dingin secara
langsung.
10.05 3. Memberikan KIE cara menyusui yang efektif dan ASI
Eksklusif dan menginatkan untuk menyusio on demand
4. Menyampaikan pada ibu untuk tetap menjaga kebersihan
bayinya dengan memandikan setiaphari dan mengganti popok
tiap bayi BAK/BAB
5. Memberikan KIE pada ibu dan keluarga tentang tanda bahaya
pada neonatus seperti sulit bernafas, merintih, diare parah,
suhu >38oC atau <36,4 oC, perubahan warna kulit termasuk
membiru, pucat, dan kuning, menolak minum asi, sulit
dibangunkan, lemas, kejang.
10.15 6. Mengingatkan kunjungan ulang 3 hari lagi
50
Catatan Perkembangan 2: Neonatus usia 6 jam (KN 2)
Tanggal : 21 Maret 2022
Jam : 09:40 WIB
Tempat : UPT Puskesmas Cireunghas
S : 1. Tidak ada keluhan
2. Pola kebutuhan sehari-hari
a. Pola nutrisi
Bayi minum ASI setiap 2 jam sekali atau ketika bayi
merengek dan menangis.
b. Eliminasi
BAB sehari 2-3 kali, BAK tidak pasti ±5 kali sehari.
Warna kencing kuning dan BAB sudah mulai kecoklatan
c. Aktivitas
Bayi sudah bisa mencari putting dan menyusu
O : 1. Pemeriksaan Umum
K/U : Baik
Kesadaran : Composmentis
Warna kulit : Kemerahan
TTV
RR : 50 x/menit Suhu : 36,8oC
HR : 138 x/menit
2. Antropometri
BB : 3.800 gr
3. Pemeriksaan Fisik
Muka : Pucat (-) ikterus (-)
Mata : Konjungtiva merah muda, sklera putih, infeksi (-)
Hidung : Sekret (-) pernafasan cuping hidung (-)
Mulut : Pucat (-)
Dada : Retraksi dada (-),Rochi (-) wheezing (-)
Abdomen : Tali pusat sudah mulai kering tapi belum lepas,
kembung (-)
Ekstremitas: atas : gerak aktif,
51
: bawah : gerak aktif,
4. Reflek
Reflek rooting : bayi aktif mencari puting ketika disusui
asi
Reflek sucking : bayi menghisap puting ketika minum asi
Reflek swallowing: bayi dapat menelan asi
A : Neonatus cukup bulan usia 4 hari.
P : 1. Memberitahukan hasil pemeriksaan pada ibu dan keluarga,
10.00 yakni : keadaan umum bayi baik
RR : 50 x/menit Suhu : 36,8oC
HR : 138 x/menit
Berat badan bayi meskipun tetap tetapi masih normal karena
pada 1-2 minggu pertama biasanya bayi mengalami penurunan
berat badan. Tali pusat sudah mulai mengerin dan tanpa adanya
infeksi.
10.05 2. Mengingatkan ibu dan keluarga untuk menjaga kehangatan
bayi dengan tetap membedong, menghindari memandikan
terlalu lama, dan menghindari paparan udara dingin secara
langsung.
3. Mengingatkan pada ibu untuk tetap menjaga kebersihan
bayinya dengan memandikan setiap hari dan mengganti popok
tiap bayi BAK/BAB
10.05 4. Memberikan KIE cara menyusui yang efektif dan ASI
Eksklusif dan menginatkan untuk menyusio on demand
5. Mengingatkan pada ibu dan keluarga untuk tetap menjaga
pusat tetap kering dengan cara tetap menghindarkn pusat dari
keadaan lembap dan menutupi dengan kasa hingga luka kering.
6. Mengingatkan pada ibu dan keluarga tentang tanda bahaya
pada neonatus seperti sulit bernafas, merintih, diare parah,
suhu >38oC atau <36,4 oC, perubahan warna kulit termasuk
membiru, pucat, dan kuning, menolak minum asi, sulit
dibangunkan, lemas, kejang.
52
10.15 7. Mengingatkan kunjungan ulang 1 minggu lagi
53
Abdomen : Tali pusat sudah mongering dan lepas, kembung
(-), tidak ada infeksi
Ekstremitas: atas : gerak aktif,
: bawah : gerak aktif,
4. Reflek
Reflek rooting : bayi aktif mencari puting ketika disusui
asi
Reflek sucking : bayi menghisap puting ketika minum asi
Reflek swallowing: bayi dapat menelan asi
A : Neonatus cukup bulan usia 12 hari
P : 1. Memberitahukan hasil pemeriksaan pada ibu dan keluarga,
09.50 yakni : keadaan umum bayi baik
RR : 46 x/menit Suhu : 37oC
HR : 145 x/menit
Berat badan bayi normal. Tali pusat sudah lepas tanpa adanya
infeksi.
09.52 2. Mengingatkan pada ibu untuk tetap menjaga kebersihan
bayinya dengan memandikan setiap hari dan mengganti popok
tiap bayi BAK/BAB
10.00 3. Menginatkan ibu mengenai cara menyusui yang efektif dan
ASI Eksklusif dan menginatkan untuk menyusi on demand
4. Mengingatkan ibu dan keluarga tentang tanda bahaya pada
neonatus seperti sulit bernafas, merintih, diare parah, suhu
>38oC atau <36,4 oC, perubahan warna kulit termasuk
membiru, pucat, dan kuning, menolak minum asi, sulit
dibangunkan, lemas, kejang.
10.05 5. Menyampaikan ibu untuk segera memeriksakan bayinya bila
ada tanda bahaya dan
54
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada bab ini yaitu pembahasan tentang hasil pemberian asuhan pada ibu
secara berkesinambungan yang kemudian dibandingkan dengan teori kasus yang
sudah ada beserta solusinya atau opini dari penulis untuk melihat ada tidaknya
kesenjangan antara teori dengan praktiknya.
56
kemudian melahirkannya keluar dari cavum uteri (Kusumastuti et al., 2018;
Sahid & Darmawansyih, 2020). Manual plasenta dilakukan atas pertimbangan
adanya perdarahan. Perdarahan menandakan bahwa uterus tidak tertanam
terlalu dalam di dinding uterus sehingga memungkinkan untuk dilakukan
tindakan manual menggunakan tangan penolong. Bila tidak ada perdarahan
atau darah sedikit, ada kekhawatiran plasenta tertanam terlalu dalam di
dinding uterus sehingga kelahiran plasenta tidak bisa dilakukan dengan
manual.
Penangangan dimulai dari pemberian informed consent dan
pemasangan infus RL untuk stabilisai keadaan ibu. Prinsip pertolongan pada
perdarahan postpartum yaitu meminta pertolongan dan mencegah terjadinya
syok hemoragik dengan mencari sumber perdarahan (Budiman. Mayasari,
2017). Penanganan segera berkolaborasi dengan dokter dengan diagnosa
perdarahan postpartum dengan restensio plasenta untuk pemberian terapi dan
dilanjutkan pelaksanaan tindakan yang direncanakan yaitu Manual Plasenta,
pemberian antibiotik serta pemberian obat oral.
57
Pada masalah ASI keluar sedikit, bisa dipacu oleh beberapa factor
misalnya factor emosional (kecemasan, stress dan depresi), bayi tidak
menyusu dengan benar, jarang menyusui dan menyusui sebentar (Aprilia and
Krisnawati 2018). Dari hasil pengkajian ASI ibu keluar sedikit karena factor
ibu kurang tidur karena bayi sering bangun untuk menyusu sehingga hal ini
menyebabkan ibu kurang istirahat. Kondisi lain yang bisa menyebabkan ASI
sedikit adalah stres, baik itu stres emosional maupun fisik. Stres emosional
dapat mengurangi pelepasan oksitosin, yaitu hormon yang yang berperan
dalam produksi ASI. Ini tentu akan menyebabkan produksi ASI sedikit. Stres
fisik mencakup kelelahan, kurang tidur, dan kurang asupan nutrisi. Namun,
stres fisik yang secara langsung bisa membuat produksi ASI sedikit adalah
cedera atau operasi pada payudara yang menimbulkan kerusakan pada
kelenjar payudara, sehingga produksi ASI terganggu. Jika produksi ASI
sedikit dalam beberapa hari awal, busui tidak perlu khawatir karena hal ini
wajar. Tetap susui bayi seperti biasa untuk merangsang produksi ASI. Busui
juga disarankan untuk melakukan relaksasi dan mengonsumsi makanan
sehat agar produksi ASI bisa lancar.
Pemberian pijat oksitosin kepada ibu nifas dapat membantu
menangani masalah ASI, pijat ini dilakukan di tulang belakang mulai dari
Costa 5-6 hingga skapula. Pijatan ini dapat mempercepat kerja saraf
parasimpatis untuk menghasilkan hormon oksitosin. Hormon oksitosin
berguna untuk memperkuat dan mengatur kontraksi rahim, mengompres
pembuluh darah, serta membantu hemostatik sehingga mengurangi risiko
atonia uterus. Kontraksi uterus yang kuat akan mengoptimalkan proses
involusi uterus sehingga mampu mencegah terjadinya perdarahan postpartum
(Cunningham et al., 2013). Efek fisiologis pemijatan oksitosin adalah
merangsang hipofisis anterior dan posterior untuk mengeluarkan hormon
oksitosin sehingga merangsang kontraksi otot polos rahim yang
mempengaruhi percepatan proses involusi uterus. Adanya refleksi oksitosin
ditandai dengan nyeri akibat kontraksi uterus. Proses pengeluaran ASI juga
dipengaruhi oleh let down refleks, yaitu isapan pada putting merangsang
kelenjar diotak untuk menghasilkan hormone oksitosin, yang dapat
58
merangsang dinding saluran ASI, sehingga ASI dapat mengalir dengan
lancar( Rahayuningsih et al., 2016). Selanjutnya hormone oksitosin akan
masuk ke aliran ibu dan merangsang sel otot sekeliling alveoli dan
berkontraksi membuat ASI yang telah terkumpul di dalamnya sehingga akan
mengalir ke saluran-saluran ductus(Unvas et al., 2016). Pengeluaran ASI
dapat dipercepat dengan tindakan non farmakologi yaitu melalui pijat
oksitosin yang dapat dilakukan dengan cara memijat area di sekitar punggung
(vertebra pars thoratica) untuk merangsang keluarnya ASI, sehingga ibu akan
merasakan puas, bahagia, percaya diri, karena bisa memberikan ASI pada
bayinya, memikirkan bayinya dengan penuh kasih dan perasaan positif
lainnya akan membuat reflek oksitosin bekerja( Kartini et al., 2016).
Keberhasilan menyusui ibu perlu mendapat dukungan dari suami dan peran
keluarga juga membantu terhadap keberhasilan dalam memberikan ASI.
59
BAB V
PENUTUPAN
5.1 Kesimpulan
Penulis dapat menarik kesimpulan pada asuhan kebidanan
komprehensif Ny.E dengan retensio plasenta sebagai berikut :
Dalam pengkajian ibu G6 P4004 Ab100 usia 40 tahun bersalin di
Puskesmas Cireunghas pukul 03.55 WIB. Menuju kala III yakni pelepasan
plasenta, didapatkan plasenta tidak lahir dalam waktu 30 menit dan setelah di
suntikkan oksitosin kedua. Ibu tampak lemas dan perdarahan aktif.
Interpretasi data dilakukan dengan pengumpulan data subjektif dan
objektif dengan teliti dan akurat sehingga didapatkan diagnose P5005Ab100
Inpartu Kala III dengan retensio plasenta. Tindakan segera yang dilakukan
pada Ny.E adalah informed consent dan plasenta manual yang dilakukan oleh
bidan profesional. Penatalaksanaan pada Ny.E dengan retensio plasenta
dilakukan sesuai SOP yang ada. Hasil evaluasi didapatkan plasenta lahir
lengkap dan perdarahan berhenti. Tindakan lanjutan yakni observasi 2 jam PP
yang bertujuan untuk memastikan tidak ada perdarahan dan kondisi ibu stabil.
5.2 Saran
1. Bagi pusat pelayanan kesehatan
Diharapkan dapat terus meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan bagi
seluruh pengguna jasa pelayanan khususnya pelayanan kebidanan di UPT
Puskesma Cireunghas
2. Bagi klien dan keluarga
f. Klien dan keluarga diharapkan dapat mengambil keputusan dalam
pemberian tindakan medis dengan cepat dan kooperatif sehingga
penanganan pasien lebih cepat dan efektif.
g. Klien dan keluarga diharapkan dapat mengenali tanda gejala bahaya
masa nifas agar ketika pasien dirumah dan mendapati tanda bahaya
dapat segera pergi ke fasilitas kesehatan.
3. Bagi profesi
e. Bidan
60
Diharapkan bidan dapat mengelola asuhan kebidanan pada kasus
kegawatdaruratan dan patologi masa nifas dengan kewenangan dalam
rangka meningkatakan kualitas pelayanan kebidanan.
61
DAFTAR PUSTAKA
Anggraeni, N. P. D. A., Herawati, L., Widyawati, M. N., & Arizona, I. K. L. T.
2020. The Effect of Exercise on Postpartum Women’s Quality of Life: A
Systematic Review. Jurnal Ners, 14(3), 146.
https://doi.org/10.20473/jn.v14i3.16950
Ayue, H. I. 2019. MODUL PRAKTIK KEGAWATDARURATAN MATERNAL
NEONATAL. Jurusan Kebidanan Poltekkes Kemenkes Yogyakarta.
BKKBN. 2017. Survei Demografi Dan Kesehatan. Badan Kependudukan Dan
Keluarga Berencana Nasional, 1–606. http://www.dhsprogram.com.
Brahmana, I. B., & Aristyasari, Y. F. 2021. PENYULUHAN KESEHATAN
REPRODUKSI ONLINE DI MASA PANDEMI COVID-19 DAN TETAP
MENJAGA SILATURAHMI. JURNAL KREATIVITAS PENGABDIAN
KEPADA MASYARAKAT (PKM), 4(3), 639–648.
Budiman. Mayasari, D. 2017. Perdarahan Post Partum Dini e . c Retensio Plasenta
Early Post Partum Haemorrhage e . c Retensio Plasenta. J Medula Unila,
7(3), 6–10.
https://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/medula/article/view/814
Hidayah, P., Wahyuningsih, H. P., & Kusminatun, K. 2018. Hubungan Tingkat
Risiko Kehamilan dengan Kejadian Komplikasi Persalinan di RSUD
Panembahan Senopati Bantul. Jurnal Kesehatan Vokasional, 3(1), 39.
https://doi.org/10.22146/jkesvo.33877
Kementrian Kesehatan RI. 2020. Profil Kesehatan Indonesia 2019. In
Kementerian Kesehatan RI.
Khayati, Y. N., & Veftisia, V. 2018. Hubungan Stress dan Pekerjaan Dengan
Preeklampsia di Wilayah Kabupaten Semarang. Indonesian Journal of
Midwifery (IJM), 1(1). https://doi.org/10.35473/ijm.v1i1.38
Kurniarum, A. 2016. Asuhan Kebidanan Persalinan dan Bayi Baru Lahir.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Kusumastuti, S., Sarjana, P., Kebidanan, T., Kebidanan, J., Kesehatan, P., &
Kesehatan, K. 2018. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
KEJADIAN RETENSIO PLASENTA DI RSUD KOTA YOGYAKARTA TAHUN
2013-2017 RETENSIO PLASENTA DI RSUD KOTA YOGYAKARTA.
62
Lathifatuzzahro, H., Titisari, I., & Wijanti, R. E. 2020. Analisis Faktor-Faktor
yang Berhubungan dengan Kejadian Retensio Placenta pada Ibu Bersalin.
Jurnal Kebidanan, 9(2), 97–107.
Nurhidayati, T., Astyandini, B., & Setiasih, S. 2019. Identifikasi Penanganan
Kehamilan Serotinus Di Rsud Dr. H Soewondo Kendal. Midwifery Care
Journal, 1(1), 10–18. https://doi.org/10.31983/micajo.v1i1.5297
Perlman, N. C., & Carusi, D. A. 2019. Retained placenta after vaginal delivery:
Risk factors and management. International Journal of Women’s Health, 11,
527–534. https://doi.org/10.2147/IJWH.S218933
Sahid, R., & Darmawansyih. 2020. Manajemen Asuhan Kebidanan pada Ny ”M”
dengan Perdarahan Postpartum pada Tanggal 12 September s.d. 25 Oktober
di RSUD Syekh Yusuf Gowa Tahun 2019. 2(2), 85–94.
https://doi.org/10.24252/jm.v2i2a5
Wardani, P. K. 2017. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Perdarahan
Pasca Persalinan. Jurnal Aisyah : Jurnal Ilmu Kesehatan, 2(1), 51–60.
https://doi.org/10.30604/jika.v2i1.32
WHO. 2020. Maternal Mortality The Sustainable Development Goals and the
Global Strategy for Women’s, Children’s and Adolescent’s Health. WHO.
https://www.who.int/en/news- room/fact-sheets/detail/maternal-mortality
%0AWidiastuti,
Yuliati, A., Soejoenoes, A., Suwondo, A., Anies, A., & Kartasurya, M. I. 2018.
Beberapa Faktor Kejadian Perdarahan Postpartum Ibu Bersalin yang Dirawat
Di Rumah Sakit. Jurnal Epidemiologi Kesehatan Komunitas, 3(1), 7.
https://doi.org/10.14710/jekk.v3i1.3101
Yulizawati et al. 2019. Buku Ajar Asuhan Kebidanan pada Persalinan. In
Indomedika Pustaka.
63