Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH ASUHAN KEBIDANAN NEONATUS dan BAYI

“Asuhan pada bayi dengan resiko tinggi dan penatalaksanaannya”

Dosen Pembimbing : Mardiani Bebasari, S.SiT , M.Keb

Disusun oleh:

Kelompok 1

1. Adela Cindy Putri Nasution (204110281)


2. Adinda Rizky Fauziah (204110282)
3. Amelda Febriana (204110283)
4. Anisa Lara Sati (204110284)
5. Annisa luthia (204110285)

Tingkat: 2A

PROGRAM STUDI DIII KEBIDANAN


POLTEKKES KEMENKES PADANG
TAHUN AJARAN 2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kesehatan jasmani dan rohani
sehingga kita masih tetap bisa menikmati indahnya alam ciptaan Nya. Sholawat dan salam
semoga senantiasa tercurahkan kepada teladan kita Muhammad SAW yang telah menunjukkan
kepada kita jalan yang lurus berupa ajaran agama yang sempurna dan menjadi rahmat bagi
seluruh alam.

Kami sangat bersyukur karena telah menyelesaikan makalah yang menjadi tugas Mata Kuliah
Asuhan Kebidanan Neonatus dan Bayi dengan judul “Asuhan pada bayi dengan resiko tinggi dan
penatalaksanaannya”. Disamping itu, kami mengucapkan banyak terimakasih kepada semua
pihak yang telah membantu hingga terselesaikannya makalah ini.

Akhir kata, kami memahami jika makalah ini tentu jauh dari kesempurnaan maka kritik dan
saran sangat kami butuhkan guna memperbaiki karya-karya kami di waktu-waktu
mendatang.Harapan kami semoga makalah ini bermanfaat dan memenuhi harapan berbagai
pihak.Amiin.

Padang, 24Agustus 2021

Kelompok 1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................................................... 2

BAB I...............................................................................................................................................5

PENDAHULUAN........................................................................................................................... 5

A. Latar Belakang Masalah............................................................................................................. 5

B. Rumusan Masalah....................................................................................................................... 5

C.Tujuan Penulisan..........................................................................................................................6

BAB II............................................................................................................................................. 7

PEMBAHASAN..............................................................................................................................7

A. BBLR.......................................................................................................................................... 7

B. Asfiksia Neonaturum.................................................................................................................. 7

C. Sindrom Gangguan Pernafasan...................................................................................................8

D. Hiperbilirubinemia....................................................................................................................10

E. Pendarahan Tali Pusat............................................................................................................... 13

F. Hipotermia.................................................................................................................................15

G. Hipertermi.................................................................................................................................18

H. Tetanus Neonaturum.................................................................................................................20

I. Hipoglikemia.............................................................................................................................. 23

BAB III.......................................................................................................................................... 27

PENUTUP..................................................................................................................................... 27
A. Kesimpulan............................................................................................................................... 27

B. Saran..........................................................................................................................................28

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................29
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Setiap bayi baru lahir akan mengalami bahaya jiwa saat proses kelahirannya. Ancaman jiwa
berupa kamatian tidak dapat diduga secara pasti walaupun denagn bantuan alat-alat medis
modern sekalipun,sering kali memberikan gambaran berbeda terhadap kondisi bayi saat lahir.

Kualitas dari pelayanan kesehatan saat ini di tuntut untuk semakin meningkat ke arah pelayanan
yang lebih optimal. Hal tersebut didorong oleh berbagai perubahan mendasar di masyarakat baik
ekonomi, pendidikan, teknologi dan informasi serta berbagai perubahan lainnya. Terlebih lagi
tuntutan dari pemerintah yang memberikan kemudahan-kemudahan bagi masyarakat untuk
menerima pelayanan kesehatan termasuk perubahan tuntutan masyarakat pada peningkatan
pelayanan kebidanan. Salah satu pelayanan kebidanan yang juga memerlukan peningkatan
kualitas adalah pelayanan asuhan kebidanan terhadap bayi hipotermia.

WHO memperkirakan hampir sekitar 98% dari lima juta kematian neonatal terjadi di negara
berkembang. Lebih dari dua pertiga kematian itu terjadi pada periode neonatal dini dan 42%
kematian neonatal disebabkan infeksi seperti: sepsis, tetanus neonatorum, meningitis, pneumonia,
dan diare (Imral chair, 2007).

Oleh karena itu kemauan dan keterampilan tenaga medis yang menangani kelahiran bayi mutlak
sangat dibutuhkan, tetapi tidak semua tenaga medis memiliki kemampuan dan keterampilan
standar walaupun mereka itu memiliki latar belakang pendidikan sebagai profesional ahli.

B. Rumusan Masalah

1.Bagaimanakah asuhan pada neonatus resiko tinggi dengan BBLR?


2.Bagaimanakah asuhan pada neonatus resiko tinggi dengan asfiksia naenatorum?
3.Bagaimanakah asuhan pada neonatus resiko tinggi dengan riespiratory dispres sindrom?
4.Bagaimanakah asuhan pada neonatus resiko tinggi dengan hiperbilirubinemia?
5.Bagaimanakah asuhan pada neonatus resiko tinggi dengan perdarahan tali pusat?
6.Bagaimanakah asuhan pada neonatus resiko tinggi dengan hipotermi?
7.Bagaimanakah asuhan pada neonatus resiko tinggi dengan hipertermi?
8. Bagaimanakah asuhan pada neonatus resiko tinggi dengan tetanus neonatorum?
9. Bagaimanakah asuhan pada neonatus resiko tinggi dengan hipoglikemi pada?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui asuhan pada neonatus resiko tinggi dengan BBLR

2. Untuk mengetahui asuhan pada neonatus resiko tinggi dengan asfiksia naenatorum

3.Untuk mengetahui asuhan pada neonatus resiko tinggi dengan riespiratory dispres sindrom

4. Untuk mengetahui asuhan pada neonatus resiko tinggi dengan hiperbilirubinemia

5.Untuk mengetahui asuhan pada neonatus resiko tinggi dengan perdarahan tali pusat

6. Untuk mengetahui asuhan pada neonatus resiko tinggi dengan hipotermi

7. Untuk mengetahui asuhan pada neonatus resiko tinggi dengan hipertermi

8.Untuk mengetahui asuhan pada neonatus resiko tinggi dengan tetanus neonatorum

9.Untuk mengetahui asuhan pada neonatus resiko tinggi dengan hipoglikemi pada
BAB II

PEMBAHASAN

A. BBLR

1. Pengertian BBLR
Bayi berat badan lahir rendah adalah bayi dengan berat badan kurang dari 2500 gram pada waktu
lahir atau lebih rendah (WHO, 1961).BBLR dibedakan menjadi :
a. Prematuritas murni Yaitu bayi pada kehamilan < 37 minggu dengan berat badan sesuai.
b. Retardasi pertumbuhan janin intra uterin (IUGR) Yaitu bayi yang lahir dengan berat badan
rendah dan tidak sesuai dengan usia kehamilan.

2. Penatalaksanaan Medis BBLR

Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada bayi BBLR terutama yang berhubungan dengan 4
proses adaptasi bayi baru lahir, diantaranya:

a. Sistem Pernafasan: Resusitasi yang adekuat, terapi oksigen


b. Sistem Kardiovaskuler: Pengawasan terhadap PDA (Patent Ductus Arteriosus)
c. Termoregulasi : Pengaturan suhu, perawatan bayi dalam incubator
d. Glukosa (Hiperglikemia): Penyuntikan disusul pemberian infuse glukosa
e. Keseimbangan cairan dan elektrolit, pemberian nutrisi yang cukup
f. Pengelolaan hiperbilirubinemia, penanganan infeksi dengan antibiotik yang tepat

B. Asfiksia Neonatorum

1. Pengertian Asfiksia Neonatorum

Asfiksia neonatorum adalah kegagalan bernapas secara spontan dan teratur pada saat lahir atau

beberapa saat setelah lahir yang ditandai dengan keadaan PaO2 di dalam darah rendah
(hipoksemia), hiperkarbia (Pa CO2 meningkat) dan asidosis.
2. Patofisiologi Asfiksia Neonatorum

Penyebab asfiksia dapat berasal dari faktor ibu, janin dan plasenta. Adanya hipoksia dan
iskemia jaringan menyebabkan perubahan fungsional dan biokimia pada janin. Faktor ini
yang berperan pada kejadian asfiksia.

3. Gejala Klinik Asfiksia Neonatorum

Bayi tidak bernapas atau napas megap-megap, denyut jantung kurang dari 100 x/menit, kulit
sianosis, pucat, tonus otot menurun, tidak ada respon terhadap refleks rangsangan.

4. Penatalaksanaan Asfiksia Neonatorum

a. Resusitasi kardio pulmonal

b. Terapi medikamentosa :

1) Epinefrin : Denyut jantung bayi < 60 x/m setelah paling tidak 30 detik dilakukan ventilasi
adekuat dan pemijatan dada. 0,1-0,3 ml/kg BB dalam larutan 1 : 10.000 (0,01 mg-0,03 mg/kg
BB) Cara : i.v atau endotrakeal. Dapat diulang setiap 3-5 menit bila perlu.

2) Bikarbonat, 1-2 mEq/kg BB atau 2 ml/Kg BB (4,2%) atau 1 ml/kg bb (8,4%). Diencerkan
dengan aquabides atau dekstrose 5% sama banyak diberikan secara intravena dengan kecepatan
minimal 2 menit.

3) Nalokson: 0,1 mg/kg BB (0,4 mg/ml atau 1 mg/ml). Intravena, endotrakeal atau bila perpusi
baik diberikan i.m atau s.c

C. Sindrom Gangguan Pernafasan

1. Defenisi Sindrom Gangguan Pernafasan

Sindrom gawat nafas neonatus merupakan kumpulan gejala yang terdiri dari dispnea atau
hiperapnea dengan frekuensi pernafasan lebih dari 60 kali per menit, sianosis, merintih, waktu
ekspirasi dan retraksi di daerah epigastrium, interkostal pada saat inspirasi ( Perawatan Anak
Sakit, Ngastiah. Hal 3).

2. Etiologi Sindrom Gangguan Pernafasan

Penyebab kelainan ini adalah kekurangan suatu zat aktif pada alveoli yang mencegah kolaps paru.
PMH sering kali mengenai bayi prematur, karena produksi surfaktan yang di mulai sejak
kehamilan minggu ke 22, baru mencapai jumlah cukup menjelang cukup bulan.

3. Patofisiologi Sindrom Gangguan Pernafasan

Penyebab PMH adalah surfaktan paru. Surfaktan paru adalah zat yang memegang peranan
dalam pengembangan paru dan merupakan suatu kompleks yang terdiri dari protein, karbohidrat,
dan lemak. Zat ini mulai di bentuk pada kehamilan 22-24 minggu dan mencapai maksimum pada
minggu ke 35.

4. Penatalaksanaan Sindrom Gangguan Pernafasan

Tindakan yang perlu dilakukan :

a. Memberikan lingkungan yang optimal, suhu tubuh bayi harus dalam batas normal (36.5-37oc)
dan meletakkan bayi dalam inkubator.

b. Pemberian oksigen dilakukan dengan hati-hati karena terpengaruh kompleks terhadap bayi
prematur, pemberian oksigen terlalu banyak menimbulkan komplikasi fibrosis paru, kerusakan
retina dan lain-lain.

c. Pemberian cairan dan elektrolit sangat perlu untuk mempertahankan hemeostasis dan
menghindarkan dehidrasi. Permulaan diberikan glukosa 5-10 % dengan jumlah 60-125 ML/ Kg
BB/ hari.

d. Pemberian antibiotik untuk mencegah infeksi sekunder. Penisilin dengan dosis 50.000-10.000
untuk / kg BB / hari / ampisilin 100 mg / kg BB/ hari dengan atau tanpa gentasimin 3-5 mg / kg
BB / hari.
e. Kemajuan terakhir dalam pengobatan pasien PMH adalah pemberian surfaktan ekstrogen
( surfaktan dari luar).

D. Hiperbilirubinemia

1. Definisi Hiperbilirubinemia

Ikterus adalah gambaran klinis berupa pewarnaan kuning pada kulit dan mukosa karena adanya
deposisi produk akhir katabolisme hem yaitu bilirubin. Secara klinis, ikterus pada neonatus akan
tampak bila konsentrasi bilirubin serum lebih 5 mg/dL. Hiperbilirubinemia adalah keadaan kadar
bilirubin dalam darah >13 mg/dL.

Pada bayi baru lahir, ikterus yang terjadi pada umumnya adalah fisiologis (Timbul dalam 24 jam
pertama kehidupan.), kecuali:

a) Bilirubin total/indirek untuk bayi cukup bulan > 13 mg/dL atau bayi kurang bulan >10
mg/dL.

b) Peningkatan bilirubin > 5 mg/dL/24 jam.

c) Kadar bilirubin direk > 2 mg/dL.

d) Ikterus menetap pada usia >2 minggu.

Efek toksik bilirubin ialah neurotoksik dan kerusakan sel secara umum. Bilirubin dapat masuk ke
jaringan otak. Kelainan ini dapat terjadi dalam bentuk akut atau kronik.

2. Etiologi dan Faktor Risiko Hiperbilirubinemia

a) Etiologi

Peningkatan kadar bilirubin umum terjadi pada setiap bayi baru lahir, karena hemolisis yang
disebabkan oleh jumlah sel darah merah lebih banyak dan berumur lebih pendek.Fungsi hepar
yang belum sempurna (jumlah dan fungsi enzim glukuronil transferase, UDPG/T dan ligand
dalam protein belum adekuat),penurunan ambilan bilirubin oleh hepatosit dan konjugasi.
Peningkatan kadar bilirubin yang berlebihan (ikterus nonfisiologis) dapat disebabkan oleh
faktor/keadaan:

i. Hemolisis akibat inkompatibilitas ABO atau isoimunisasi Rhesus, defisiensi G6PD,


sferositosis herediter dan pengaruh obat.

ii. Infeksi, septikemia, sepsis, meningitis, infeksi saluran kemih, infeksi intra uterin.

iii. Polisitemia.

2. Patofisiologi Hiperbilirubinemia

Bilirubin pada neonatus meningkat akibat terjadinya pemecahan eritrosit. Bilirubin mulai
meningkat secara normal setelah 24 jam, dan puncaknya pada hari ke 3-5. Setelah itu perlahan-
lahan akan menurun mendekati nilai normal dalam beberapa minggu.

3. Penatalaksanaan

a. Ikterus Fisiologis

Bayi sehat, tanpa faktor risiko, tidak diterapi. Perlu diingat bahwa pada bayi sehat, aktif, minum
kuat, cukup bulan, pada kadar bilirubin tinggi, kemungkinan terjadinya kernikterus sangat kecil.
Untuk mengatasi ikterus pada bayi yang sehat, dapat dilakukan beberapa cara berikut:

1. Minum ASI dini dan sering

2. Terapi sinar, sesuai dengan panduan WHO

3. Pada bayi yang pulang sebelum 48 jam, diperlukan pemeriksaan ulang dan kontrol lebih
cepat (terutama bila tampak kuning).

Tata laksana Awal Ikterus Neonatorum (WHO)

Mulai terapi sinar bila ikterus diklasifikasikan sebagai ikterus berat.


a) Tentukan apakah bayi memiliki faktor risiko berikut: berat lahir < 2,5 kg, lahir sebelum usia
kehamilan 37 minggu, hemolisis atau sepsis

b) Ambil contoh darah dan periksa kadar bilirubin serum dan hemoglobin, tentukan golongan
darah bayi dan lakukan tes Coombs:

c) Bila kadar bilirubin serum di bawah nilai dibutuhkannya terapi sinar, hentikan terapi sinar.

d) Bila kadar bilirubin serum berada pada atau di atas nilai dibutuhkannya terapi sinar, lakukan
terapi sinar

e) Bila faktor Rhesus dan golongan darah ABO bukan merupakan penyebab hemolisis atau bila
ada riwayat defisiensi G6PD di keluarga, lakukan uji saring G6PD bila memungkinkan.

f) Tentukan diagnosis banding

b. Tata laksana Hiperbilirubinemia

Hemolitik

Paling sering disebabkan oleh inkompatibilitas faktor Rhesus atau golongan darah ABO antara
bayi dan ibu atau adanya defisiensi G6PD pada bayi. Tata laksana untuk keadaan ini berlaku
untuk semua ikterus hemolitik, apapun penyebabnya. Bila nilai bilirubin serum memenuhi
kriteria untuk dilakukannya terapi sinar, lakukan terapi sinar.

Bila bayi dirujuk untuk transfusi tukar:

1. Persiapkan transfer.

2. Segera kirim bayi ke rumah sakit tersier atau senter dengan fasilitas transfusi tukar.

3. Jelaskan kepada ibu tentang penyebab bayi menjadi kuning, mengapa perlu dirujuk dan
terapi apa yang akan diterima bayi.

4. Nasihati ibu:
Bila penyebab ikterus adalah inkompatibilitas Rhesus, pastikan ibu mendapatkan informasi yang
cukup mengenai hal ini karena berhubungan dengan kehamilan berikutnya.

E. Pendarahan Tali Pusat

1. Pengertian Pendarahan Tali Pusat

Perdarahan yang terjadi pada tali pusat bisa timbul sebagai akibat dari trauma pengikatan tali
pusat yang kurang baik atau kegagalan proses pembentukkan trombus normal. Selain itu
perdarahan pada tali pusat juga bisa sebagi petunjuk adanya penyakit pada bayi.

2. Etiologi Pendarahan Tali Pusat

1) Robekan umbilikus normal, biasanya terjadi karena :

a. Patus precipitates

b. Adanya trauma atau lilitan tali pusat

c. Umbilikus pendek, sehingga menyebabkan terjadinya tarikan yang berlebihan pada saat
persalinan

d. Kelalaian penolong persalinan yang dapat menyebabkan tersayatnya dinding umbilikus atau
placenta sewaktu sectio secarea

2) Robekan umbilikus abnormal, biasanya terjadi karena :

a. Adanya hematoma pada umbilikus yang kemudian hematom tersebut pecah, namun
perdarahan yang terjadi masuk kembali ke dalam placenta. Hal ini sangat berbahaya bagi bayi
dan dapat menimbulkan kematian pada bayi

b. Varises juga dapat menyebabkan perdarahan apabila varises tersebut pecah


c. Aneurisma pembuluh darah pada umbilikus dimana terjadi pelebaran pembuluh darah
setempat saja karena salah dalam proses perkembangan atau terjadi kemunduran dinding
pembuluh darah. Pada aneurisme pembuluh darah menyebabkan pembuluh darah rapuh dan
mudah pecah.

3) Robekan pembuluh darah abnormal

Pada kasus dengan robekan pembuluh darah umbilikus tanpa adanya trauma, hendaknya
dipikirkan kemungkinan adanya kelainan anatomik pembuluh darah seperti :

a. Pembuluh darah yang mudah pecah karena dindingnya tipis dan tidak ada perlindungan

b. Insersi velamentosa tali pusat, dimana pecahnya pembuluh darah terjadi pada tempat
percabangan tali pusat sampai ke membran tempat masuknya dalam placenta tidak adda proteksi.

c. Placenta multilobularis, perdarahan terjadi pembuluh darah yang menghubungkan masing-


masing lobus dengan jaringan placenta karena bagian tersebut sangat rapuh dan mudah pecah

4) Perdarahan akibat placenta previa dan abrotio placenta

Perdarahan akibat placenta previa dan abrutio placenta dapat membahayakan bayi. Pada kasus
placenta previa cenderung menyebabkan anemia, sedangkan pada kasus abrutio placenta lebih
sering mengakibatkan kematian intra uterin karena dapat terjadi anoreksia.

3. Penatalaksanaan Pendarahan Tali Pusat

a. Penanganan disesuaikan dengan penyebab dari perdarahan tali pusat yang terjadi

b. Untuk penanganan awal, harus dilakukan tindakan pencegahan infeksi paa tali pusat.

c. Segera lakukan inform consent dan inform choise pada keluarga pasien untuk dilakukan
rujukan.
F. Hipotermia

1. Definisi Hipotermia

Menurut Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirahardjo (2001),bayi hipotermia adalah bayi
dengan suhu badan dibawah normal.adapun suhu normal pada neonatus adalah 36,5o C-37,5o C.
Gejala awal pada hipotermi apabila suhu <36o C atau kedua kaki dan tangan teraba dingin. Bila
seluruh tubuh bayi terasa dingin maka bayi sudah mengalami hipotermia sedang (suhu 320-36o
C). Disebut hipotermia berat bila suhu <32o C diperlukan termometer ukuran rendah yang dapat
mengukur sampai 25o C.

2. Klasifikasi Hipotermia

a. Hipotermi sepintas.

Yaitu penurunan suhu tubuh1-2◦c sesudah lahir. Suhu tubuh akan menjadi normal kembali
setelah bayi berumur 4-8 jam, bila suhu ruang di atur sebaik-baiknya. Hipotermi sepintas ini
terdapat pada bayi dengan BBLR, hipoksia, resusitasi lama, ruangan tempat bersalin yang dingin,
bila bayi segera di bungkus setelah lahir terlalu cepat di mandikan (kurang dari 4 -6 jam sesudah
lahir).

b. Hipotermi akut.

Terjadi bila bayi berada di lingkungan yang dingin selama 6-12 jam, terdapat pada bayi dengan
BBLR, diruang tempat bersalin yang dingin, incubator yang cukup panas. Terapinya adalah:
segeralah masukan bayi segera kedalam inkubataor yang suhunya sudah menurut kebutuhan bayi
dan dalam kaadaan telanjang supaya dapat di awasi secara teliti. Gejala bayi lemah,gelisah,
pernafasan dan bunyi jantung lambat serta kedu kaki dingin.

c. Hipotermi sekunder

Penurunan suhu tubuh yang tidak di sebabkan oleh suhu lingkungan yang dingin, tetapi oleh
sebab lain seperti sepsis, syndrome gangguan nafas, penyakit jantung bawaan yang
berat,hipoksia dan hipoglikemi, BBLR. Pengobatan dengan mengobati penyebab Misalnya:
pemberian antibiotika,larutan glukosa, oksigen dan sebagainya.

d. Cold injuri

Yaitu hipotermi yang timbul karena terlalu lama dalam ruang dinginn(lebih dari 12 jam). Gejala:
lemah, tidak mau minum, badan dingin, oligoria , suhu berkisar sekitar 29,5◦c-35◦c, tidak banyak
bergerak, oedema, serta kemerahan pada tangan, kaki dan muka, seolah-olah dalam keadaan
sehat, pengerasan jaringan sub kutis.

3. Etiologi Hipotermi

Penyebab terjadinya hipotermi pada bayi yaitu :

a. Jaringan lemak subkutan tipis.

b. Perbandingan luas permukaan tubuh dengan berat badan besar.

c. Cadangan glikogen dan brown fat sedikit.

d. bayi baru lahir tidak ada respon shivering (menggigil) pada reaksi kedinginan.

e. Bayi dipisahkan dari ibunya segera mungkin setelah lahir.

f. Berat lahir bayi yang kurang dan kehamilan prematur.

g. Tempat melahirkan yang dingin.

h. Bayi asfiksia, hipoksia, resusitasi yang lama, sepsis, sindrom dengan pernapasan,
hipoglikemia perdarahan intra kranial

Mekanisme hilangnya panas pada bayi yaitu :

a. Radiasi adalah panas yang hilang dari objek yang hangat (bayi) ke objekyang dingin. Misal
BBL diletakkan ditempat yang dingin.
b. Konduksi adalah pindahnya panas tubuh bayi karena kulit bayi langsung kontak dengan
permukaan yang lebih dingin. Misal popok atau celana basah tidak langsung diganti.

c. Konveksi adalah hilangnya panas dari bayi ke udara sekelilingnya. Misal BBL diletakkan
dekat pintu atau jendela terbuka.

d. Evaporasi adalah hilangnya panas akibat penguapan dari air pada kulit bayi misalnya cairan
amnion pada bayi

4. Tanda dan Gejala Hipotermi

a. Berikut beberapa gejala bayi terkena hipotermia,yaitu :

1) Suhu tubuh bayi turun dari normalnya.

2) Bayi tidak mau minum atau menetek.

3) Bayi tampak lesu atau mengantuk saja.

4) Tubuh bayi teraba dingin.

5) Dalam keadaan berat denyut jantung bayi menurun dan kulit tubuh mengeras (sklerema).

6) Kulit bayi berwarna merah muda dan terlihat sehat.

7) Hilang kesadaran.

8) Pernapasannya cepat.

5. Penatalaksanaan

a. Penanganan hipotermi secara umum untuk bayi

Pengaturan suhu tubuh bayi belumlah terkendali dengan baik. Bayi bisa kehilangan suhu tubuh
secara cepat dan terkena hipotermi dalam kamar yang dingin. Bayi yang mengalami hipotermi
harus dihangatkan secara bertahap. Berikut beberapa cara penanganan hipotermia untuk bayi :
1) Hangatkan bayi secara bertahap. Bawalah ia ke ruangan yang hangat. Bungkuslah tubuhnya
dengan selimut tebal.

2) Pakaikan topi dan dekaplah si kecil agar ia menjadi hangat oleh panas tubuh anda.

b. Prinsip Dasar Untuk Mempertahankan Suhu Tubuh Bayi Baru Lahir

1) setiap bayi lahir harus segera dikeringkan dengan handuk yang kering dan bersih (sebaiknya
handuk tersebut dihangatkan terlebih dahulu).

2) Setelah tubuh bayi kering segera dibungkus dengan selimut,diberi tepi atau tutup kepala,kaos
tangan dan kaki.

3) Memberi ASI sedini mungkin segera setelah melahirkan agar dapat merangsang rooting
refleks dan bayi mendapat kalori.

4) Mempertahankan bayi tetap hangat selama dalam perjalanan pada waktu merujuk.

5) Memberikan penghangatan pada bayi baru lahir secara mandiri.

6) Melatih semua orang yang terlibat dalam pertolongan persalinan.

7) Menunda memandikan bayi baru lahir sampai suhu tubuh bayi stabil.

G. Hipertermi

1. Pengertian Hipertermi

Hipertermia adalah keadaan dimana seorang individu mengalami atau beresiko mengalami
peningkatan suhu tubuh terus menerus diatas 37,8°C per oral atau 38,8°C per rectal karena
peningkatan kerentanan terhadap faktor-faktor eksternal
2. Etiologi Hipertermi

Disebabkan oleh meningkatnya produksi panas andogen (olahraga berat, Hipertermia maligna,
Sindrom neuroleptik maligna, Hipertiroiddisme), Pengurangan kehilangan panas, atau terpajan
lama pada lingkungan bersuhu tinggi (sengatan panas)

3. Gejala Hipertermi

a) Suhu badan tinggi (>37,5°C)

b) Terasa kehausan.

c) Mulut kering

d) Kedinginan,lemas

e) Anoreksia (tidak selera makan)

f) Nadi cepat.

g) Pernafasan cepat (>60X/menit)

h) Berat badan bayi menurun

4. Penanganan Hipertermia Bayi baru lahir

a. Bila suhu diduga karena paparan panas berlebihan:

a) Bayi dipindah ke ruangan yang sejuk dengan suhu kamar sekitar 26°-28°C

b) Tubuh bayi diseka dengan kain basah sampai suhu tubuh bayi normal (jangan menggunakan
air es).

c) Berikan cairan dekstrose : NaCl = 1:4 secara intravena sampai dehidrasi teratasi

d) Antibiotik diberikan bila ada infeksi.

e) Bila bayi pernah diletakan di bawah pemancar panas atau incubator


f) Turunkan suhu alat penghangat, bila bayi di dalam incubator, buka incubator sampai suhu
dalam batas normal

g) Lepas sebagian atau seluruh pakaian bayi selama 10 menit kemudian

h) Beri pakaian lagi sesuai dengan alat penghangat yang digunakan

i) Periksa suhu bayi setiap jam sampai tercapai suhu dalam batar normal

c. Manajemen lanjutan suhu lebih 37,5°C

1) Yakin bayi mendapatkan masukan cukup cairan

2) Setelah suhu bayi normal:

a) Lakukan perawatan lanjutan

b) Pantau bayi selama 12 jam berikutnya, periksa suhu badannya setiap 3 jam

3) Bila suhu tetap dalam batas normal dan bayi dapat diberi minum

H. Tetanus Neonaturum

1. Pengertian Tetanus Neonaturum

Kata tetanus berasal dari bahasa Yunani tetanus yang berarti kencang atau tegang.Tetanus
merupakan suatu infeksi akut yang ditandai kondisi spastik paralisis yang disebabkan oleh
neurotoksin yang dihasilkan oleh Clostridium tetani. Tetanus berdasarkan gejala klinisnya dapat
dibagi menjadi 3 bentuk, yaitu tetanus generalisasi (umum), tetanus local dan tetanus sefalik.

Tetanus neonatorum merupakan suatu penyakit akut yang dapat dicegah namun dapat berakibat
fatal, yang disebabkan oleh produksi eksotoksin dari kuman Clostridium tetani gram positif,
dimana kuman ini mengeluarkan toksin yang dapat menyerang sistem syaraf pusat.
2. Etiologi Tetanus Neonaturum

Penyebabnya adalah hasil klostrodium tetani (Kapitaselekta, 2000) bersifat anaerob, berbentuk
spora selama diluar tubuh manusia dan dapat mengeluarkan toksin yang dapat mengahancurkan
sel darah merah, merusak lekosit dan merupakan tetanospasmin yaitu toksin yang bersifat
neurotropik yang dapat menyebabkan ketegangan dan spasme otot. (Ilmu Kesehatan Anak, 1985)

3. Faktor Resiko Tetanus Neonaturum

a) Pemberian imunisasi TT (tetanus toksoid) pada ibu hamil tidak dilakukan, atau tidak lengkap,
atau tidak sesuai dengan ketentuan program.

b) Pertolongan persalinan tidak memenuhi syarat.

c) Perawatan tali pusat tidak memnuhi persyaratan kesehatan.

4. Pencegahan Tetanus Neonaturum

a. Melaui pertolongan persalinan tiga bersih, yaitu bersih tangan, bersih alas, dan bersih alat .

1) Bersih tangan

Sebelum menolong persalinan, tangan poenolong disikat dan dicuci dengan sabun sampai bersih.
Kotoran di bawah kuku dibersihkan dengan sabun. Cuci tangan dilakukan selama 15 – 30

2) Bersih alas

Tempat atau alas yang dipakai untuk persaliunan harus bersih, karena clostrodium tetani bisa
menular dari saluran genetal ibu pada waktu kelahiran..

1) Bersih alat

Pemotongan tali pusat harus menggunakan alat yang steril. Metode sterilisasi ada 2, yang
pertama dengan pemanasan kering : 1700 C selama 60 ‘ dan yang kedua menggunakan otoklaf :
106 kPa, 1210 C selama 30 ‘ jika dibungkus, dan 20 ‘ jika alat tidak dibungkus.
b. Perawatan tali pusat yang baik

Untuk perawatan tali pusat baik sebelum maupun setelah lepas, cara yang murah dan baik yaitu
mernggunakan alkohol 70 % dan kasa steril. Kasa steril yang telah dibasahi dengan alkohol
dibungkuskan pada tali pusat terutama pada pangkalnya. Kasa dibasahi lagi dengan alkohol jika
sudah kering. Jika tali pusat telah lepas, kompres alkohol ditruskan lagi sampai luka bekas tali
pusat kering betul (selama 3 – 5 hari).

c. Pemberian Imunisasi Tetanus Toksoid (TT) pada ibu hamil

Imunisasi TT pada ibu hamil diberikan 2 kali ( 2 dosis). Jarak pemberian TT pertama dan kedua,
serta jarak antara TT kedua dengan saat kelahiran, sangat menentukan kadar antibodi tetanus
dalam darah bayi. Semakin lama interval antara pemberian TT pertama dan kedua serta antara
TT kedua dengan kelahiran bayi maka kadar antibosi tetanus dalam darah bayi akan semakin
tinggi, karena interval yang panjang akan mempertinggi respon imunologik dan diperoleh cukup
waktu untuk menyeberangkan antibodi tetanus dalam jumlah yan cukup dari tubuh ibu hamil ke
tubuh bayinya.

5. Penatalaksanaan Tetanus Neonaturum

1. Mengatasi kejang

Kejang dapat diatasi dengan mengurangi rangsangan atau pemberian obat anti kejang. Obat yang
dapat dipakai adalah kombinasi fenobarbital dan largaktil. Fenobarbital dapat diberikas mula-
mula 30 – 60 mg parenteral kemudian dilanjutkan per os dengan dosis maksimum 10 mg per hari.
Largaktil dapat diberikan bersama luminal, mula-mula 7,5 mg parenteral, kemudian diteruskan
dengan dosis 6 x 2,5 mg setiap hari. Kombinasi yang lain adalah luminal dan diazepam dengan
dosis 0,5 mg/kg BB. Obat anti kejang yang lain adalah kloralhidrat yang diberikan lewat rektum.

2. Pemberian antitoksin

Untuk mengikat toksin yang masih bebas dapat diberi A.T.S (antitetanus serum) dengan dosis
10.000 satuan setiap hari serlama 2 hari .
4. Pemberian antibiotika

Untuk mengatasi inferksi dapat digunakan penisilin 200.000 satuan setiap hari dan diteruskan
sampai 3 hari panas turun.

5. Perawatan Tali pusat

Tali pusat dibersihkan atau di kompres dengan alkohol 70 % atau betadin 10 %.

6. Kebutuhan nutrisi/cairan

Akibat bayi tidak dapat menetek dan keadaan payah, untuk memenuhi kebutuhan makananya
perlu diberikan infus dengan cairan glukosa 10 %. Tetapi karena juga sering sianosis maka
cairan ditambahkan bikarbonas natrikus 1,5 % dengan perbadingan 4 : 1.

7.Kurangnya pengetahuan orang tua mengenai penyakit

Kedua orang tua pasien yang bayinya menderita tetanus peru diberi penjelasan bahwa bayinya
menderita sakit berat, maka memerlukan tindakan dan pengobatan khusus. Selain itu yang perlu
dijelaskan ialah jika ibu kelak hamil lagi agar meminta suntikan pencegahan tetanus di
puskesmas, atau bidan, dan minta pertolongan persalinan pada dokter atau bidan . Kemudian
perlu diberitahukan pula cara pearawatan tali pusat yang baik

I. Hipoglikemia

1. Pengertian Hipoglikemia

Hipoglikemia adalah suatu keadaan dimana kadar gula darah (glukosa) secara abnormal rendah
Dikatakan hepoglikemia bila kadar glukosa darah kurang dari 30 mg/dl pada semua neonatus
tanpa menilai masa gestasi atau ada tidaknya gejala hepoglikemia. Umumnya hepoglikemia
terjadi pada neonatus umur 1 – 2 jam. Hal ini disebabkan oleh karena bayi tidak mendapatkan
lagi glukosa dari ibu, sedangkan insulin plasma masih tinggi dengan kadar glukosa darah yang
menurun.
Hipoglikemia neonatorum adalah masalah pada bayi dengan kadarglukosa darah kurang dari 40 -
45mg/dl (Sudarti & Khoerunnisa,Endang : 2010)

Hipoglikemia pada neonatus :

a. Untuk setiap neonatus manapun, kadar glukosa <40-45mg/dL dianggap tidak normal

b. Menurut WHO hipoglikemi adalah bila kadar glukosa/gula darah <47 mg/dL

c. Gejala sering tidak jelas/asimptomatik, semua tenaga kesehatan perlu mewaspadai


kemungkinan adanya hipoglikemia

d. Diagnosis dini dan pengobatan yang tepat dapat mencegah konsekuensi yang serius

2. Etiologi Hipoglikemia

Hipoglikemia dapat disebabkan oleh berbagai kelainan mekanisme control pada metabolism
glucose, antara lain : inborn erors of metabolism, perubahan keseimbangan endokrin dan
pengaruh obat-obatan maupun toksin.

Hipoglikemia biasanya terjadi jika seorang bayi pada saat dilahirkan memiliki cadangan glukosa
yang rendah (yang disimpan dalam bentuk glikogen).Penyebab lainnya adalah:

1. Prematuritas

2. Post-maturitas

3. Kelainan fungsi plasenta (ari-ari) selama bayi berada dalam kandungan.

Factor resiko :

a) Hipoglikemi sering terjadi pada berat lahir rendah (BBLR), karena cadangan glukosa
rendah.

b) Bayi yang besar untuk masa kehamilan (BMK), makrosomia. Bayi BMK biasanya lahir dari
ibu dengan toleransi glukosa yang abnormal.
c) Bayi premature atau lebih bulan.

d) BBLR yang KMK/bayi kembar dapat terjadi penurunan cadangan glikogen hati dan lemak
tubuh.

e) Bayi sakit berat karena meningkatnya kebutuhan metabolism yang melebihi cadangan kalori

3. Penatalaksanaan Hipoglikemia

1) Memantau kadar glukosa darah

Semua neonatus berisiko tinggi harus ditapis :

a. Pada saat lahir

b. 30 menit setelah lahir

c. Kemudian setiap 2-4 jam selama 48 jam atau sampai pemberian minum berjalan baik dan
kadar glukosa normal tercapai

2) Pencegahan hipoglikemia

a. Menghindari faktor resiko yang dapat dicegah, contohnya hipotermia

b. Pemberian makan enteral merupakan tindakan preventif tunggal paling penting

c. Jika bayi tidak mungkin menyusui, mulailah pemberian minum dengan menggunakan sonde
dalam waktu 1-3 jam setelah lahir

d. Neonatus yang berisiko tinggi harus dipantau nilai glukosanya sampai asupannya penuh dan
3x pengukuran normal sebelum pemberian minum berada diatas 45 mg/dL

e. Jika ini gagal, terapi intravena dengan glukosa 10% harus dimulai dan kadar glukosa dipantau

3) Perawatan hipoglikemia
a. Koreksi segera dengan bolus 200 mg/kg dengan dekstrosa 10% = 2 cc/kg dan diberikan
melalui intravena selama 5 menit dan diulang sesuai keperluan

b. Infus tak terputus (continual) glukosa 10% dengan kecepatan 6-8 mg/kg/menit harus dimulai

c. Kecepatan infus glukosa (GIR) dihitung menurut formula berikut :

GIR (mg/kg/min) = kecepatan cairan (cc/jam) x konsenterasi dextrose(%) 6x berat (Kg) e

d. Pemantauan glukosa ditempat tidur (bed sid) secara sering diperlukan untuk memastikan
bahwa neonatus mendapatkan glukosa yang memadai

e. Ketika pemberian makan telah dapat ditoleransi dan nilai pemantauan glukosa di tempat tidur
(bed side) sudah normal maka infus dapat diturunkan secara bertahap. Tindakan ini mungkin
memerlukan waktu 24-48 jam atau lebih untuk menghindari kambuhnya hipoglikemia
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Bayi berat badan lahir rendah adalah bayi dengan berat badan kurang dari 2500 gram
pada waktu lahir atau lebih rendah (WHO, 1961). BBLR dibedakan menjadi Prematuritas murni
dan Retardasi.

Asfiksia neonatorum adalah kegagalan bernapas secara spontan dan teratur pada saat lahir atau
beberapa saat setelah lahir yang ditandai dengan keadaan PaO2 di dalam darah rendah
(hipoksemia), hiperkarbia (Pa CO2 meningkat) dan asidosis. Penyebab asfiksia dapat berasal dari
faktor ibu, janin dan plasenta. Adanya hipoksia dan iskemia jaringan menyebabkan perubahan
fungsional dan biokimia pada janin. Faktor ini yang berperan pada kejadian asfiksia

Sindrom gawat nafas neonatus merupakan kumpulan gejala yang terdiri dari dispnea atau
hiperapnea dengan frekuensi pernafasan lebih dari 60 kali per menit, sianosis, merintih, waktu
ekspirasi dan retraksi di daerah epigastrium, interkostal pada saat inspirasi.

Ikterus adalah gambaran klinis berupa pewarnaan kuning pada kulit dan mukosa karena adanya
deposisi produk akhir katabolisme hem yaitu bilirubin. Secara klinis, ikterus pada neonatus akan
tampak bila konsentrasi bilirubin serum lebih 5 mg/dL. Hiperbilirubinemia adalah keadaan kadar
bilirubin dalam darah >13 mg/dL.

Perdarahan yang terjadi pada tali pusat bisa timbul sebagai akibat dari trauma pengikatan tali
pusat yang kurang baik atau kegagalan proses pembentukkan trombus normal. Selain itu
perdarahan pada tali pusat juga bisa sebagi petunjuk adanya penyakit pada bayi.

Hipoglikemia adalah suatu keadaan dimana kadar gula darah (glukosa) secara abnormal rendah
Istilah hepoglikemia digunakan bila kadar gula darah bayi secara bermakna dibawah kadar rata-
rata. Dikatakan hepoglikemia bila kadar glukosa darah kurang dari 30 mg/dl pada semua
neonatus tanpa menilai masa gestasi atau ada tidaknya gejala hepoglikemia. Umumnya
hepoglikemia terjadi pada neonatus umur 1 – 2 jam. Hal ini disebabkan oleh karena bayi tidak
mendapatkan lagi glukosa dari ibu, sedangkan insulin plasma masih tinggi dengan kadar glukosa
darah yang menurun.

B. Saran

Perawatan segera bayi pasca lahir haruslah dilakukan dengan baik dan benar. Ketidakakuratan
dalam proses pengkajian dapat menyebabkan tidak diketahuinya kelainan dan resiko tinggi pada
bayi.
DAFTAR PUSTAKA

Cunningham, F. Gary, dkk. 2005. Obstetri Williams, Edisi 21. Jakarta:EGC.

Doengoes, Marilynn. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC.

Fauziah, Afroh dan Sudarti.2012. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi, dan
Anak.Yogyakarta: Nuha Medika

Hanifa Gulardi, dkk. 2007. Buku Panduan Praktisi Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.
Jakarta: Yayasan Bina Puataka Sarwono Prawirohardjo

Prawirohardjio, Sarwono. 2005. Ilmu Kebidanan. Jakarta: YBP.

Rukiyah dan Lia Yulianti. 2010. Asuhan Neonatus, Bayi dan Anak Balita. Jakarta: Trans Info
Media

Sarwono Prawiroharjo. 2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka

Sarwono. 2008. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.
Jakarta:Yayasan Bina.

Staf Pengajar FKUI. 2007. Buku Kuliah 3 Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Infomedika

Sudarti.2010. Kelainan dan Penyakit Pada Bayi dan Balita.yogyakarta:Nuha Medika.

Supartini, Yupi. 2004. Buku Ajar Konsep

Anda mungkin juga menyukai