Anda di halaman 1dari 42

ASUHAN KEPERAWATAN PSIKOSOSIAL

PADA TN. B DENGAN HARGA DIRI RENDAH


DI SASANA TRESNA WERDHA RIA PEMBANGUNAN

Disusun Oleh:

Devi Ernanti Wahyuni (P17320317046)

III A

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN BANDUNG

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN BOGOR

2020
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, Kami panjatkan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah mengenai Asuhan Keperawatan Psikososial Pada Tn. B
dengan Harga Diri Rendah sebagai salah satu tugas dari Praktik Keperawatan
Psikososial. Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan
bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan proposal
ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang
telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

    

Bogor, 19 Maret 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................................i
DAFTAR ISI................................................................................................................ii
BAB I...........................................................................................................................1
PENDAHULUAN.......................................................................................................1
1.1 Latar Belakang......................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.................................................................................................3
1.3 Tujuan....................................................................................................................4
BAB II..........................................................................................................................5
TINJAUAN TEORI....................................................................................................5
2.1 Konsep Dasar Harga Diri Rendah.......................................................................5
2.1.1 Definisi..............................................................................................................5
2.1.2 Etiologi..............................................................................................................5
2.1.3 Tanda dan Gejala Harga Diri Rendah...........................................................8
2.2 Konsep Dasar Gangguan Integritas Kulit......................................................9
2.2.1 Definisi..............................................................................................................9
2.2.2 Penyebab Gangguan Integritas Kulit.............................................................9
2.2.3 Gejala Gangguan Integritas Kulit...................................................................9
2.2.4 Kondisi Klinis Terkait....................................................................................10
2.2.5 Perubahan sistem Integumen pada lansia....................................................10
2.3 Konsep Resiko Jatuh..........................................................................................13
2.3.1 Definisi Resiko Jatuh......................................................................................13
2.3.2 Faktor Penyebab Terjadinya Jatuh..............................................................13
2.3.3 Komplikasi......................................................................................................20
BAB III......................................................................................................................21
TINJAUAN KASUS..................................................................................................21
3.1 Pengkajian......................................................................................................21
3.2 Analisa Data....................................................................................................26
3.3 Masalah Keperawatan...................................................................................27
3.4 Intervensi Keperawatan.................................................................................28
BAB IV.......................................................................................................................35

ii
PEMBAHASAN........................................................................................................35
BAB V........................................................................................................................38
PENUTUP.................................................................................................................38
5.1 Kesimpulan..........................................................................................................38
5.2 Saran....................................................................................................................38
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................39

iii
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Menjadi tua atau lanjut usia adalah suatu keadaan yang terjadi didalam
kehidupan manusia, yang merupakan proses sepanjang hidup, tidak hanya di
mulai dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai dari sejak permulaan kehidupan.
Batas lanjut usia yang diterapkan oleh organisasi kesehatan dunia atau World
Health Organization (WHO, 2010) seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih.
Penambahan usia dalam masa lansia akan terus menjadikan tanggung jawab bagi
kita semua untuk selalu dapat memberikan kesejahteraan bagi lansia semasa
hidupnya. Implikasi hal ini dalam pelayanan khususnya pelayanan kesehatan
adalah tuntutan untuk selalu dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan
yang diberikan agar lansia dapat menikmati masa tuanya dengan sehat dan
sejahtera. Implikasi tersebut dilaksanakan dengan menyediakan program
pelayanan kesehatan termasuk pelayanan keperawatan yang cukup panjang,
berkualitas dan akurat untuk menciptakan lansia yang sehat bio-psiko-spiritual
sepanjang hidupnya (Nugroho, 2008).

Jumlah penduduk lansia di dunia tumbuh dengan cepat bahkan tercepat


dibandingkan kelompok usia lainnya. Jumlah penduduk lansia 9,77% dari total
penduduk tahun 2010 dan menjadi 11,34% pada tahun 2020 (Biro Pusat Statistik,
2014). Di Indonesia, jumlah penduduk lansia semakin meningkat dari tahun ke
tahun. Data Biro Pusat Statistik melaporkan, tahun 2012 jumlah lansia sebanyak
7,9%, tahun 2013 sebanyak 8,0% , tahun 2014 sebanyak 8,2% dan tahun 2015
8,3% dari total populasi Indonesia. Di perkirakan pada tahun 2020 jumlah
penduduk lansia sekitar 12% dan tahun 2050 sekitar 28% (Kemenkes, 2015).

Proses penuaan pada lansia adalah hal yang tidak bisa kita hindari dan
merupakan hukum alam. Akibat dari proses itu menimbulkan beberapa
perubahan, meliputi perubahan fisik, mental, spiritual, psikososial adaptasi
terhadap stress mulai menurun. Menurut Maramis (1995) pada lanjut usia
permasalahan yang menarik adalah kurangnya kemampuan dalam beradaptasi
secara psikologis terhadap perubahan yang terjadi pada dirinya. Penurunan

1
kemampuan beradaptasi terhadap perubahan dan stress lingkungan sering
menyebabkan gangguan psikososial pada lansia.

Perubahan psikologis lansia berkaitan erat dengan perubahan biologis


yang dialaminya. Adanya perubahan biologis atau fisik pada lansia akan
berdampak pada kemampuan sensasi, persepsi dan penampilan psikomotor yang
sangat penting bagi fungsi individu sehari-hari. Penurunan fungsi ini akan
memberi efek pada kemampuan belajar, daya ingat, berpikir, menyelesaikan
masalah, intelegensi, keahlian dan kebijaksanaan. Hal ini dapat menghambat
lansia untuk melakukan aktivitas dewasa seperti bekerja, melakukan pekerjaan
rumah dan kesenangan. Lansia yang tidak siap dengan perubahan ini akan
berdampak terhadap perubahan psikologisnya (Atchley & Barusch, 2004).
Melihat dampak psikologis yang dapat terjadi pada lansia maka tenaga pemberi
pelayanan kesehatan termasuk perawat dituntut untuk berperan dalam mencegah
terjadinya masalah psikologis lansia yang dapat mengarah pada gangguan
kesehatan jiwa. Selain perubahan biologis dan psikologis, proses menua juga
dapat berpengaruh terhadap perubahan sosial lansia. Perubahan sosial yang dapat
dialami lansia adalah perubahan status dan perannya dalam kelompok atau
masyarakat, kehilangan pasangan hidup, serta kehilangan sistem dukungan
keluarga, teman dan tetangga (Ebersole, 2005).

Menurut Syarniah (2010) menyatakan bahwa keterbatasan fisik yang


sangat ketat, ketergantungan fisik, sosial dan ekonomi, perasaan semakin kurang
berguna dan perasaan terisolasi merupakan masalah-masalah utama pada lansia.
Struart dan Laraia (2005) juga mengemukakan bahwa masalah kesehatan mental
pada lansia tergantung pada faktor fisiologis dan status psikologis, kepribadian,
dukungan sistem sosial, sumber ekonomi dan gaya hidup. Salah satu jenis
gangguan psikososial yang terjadi pada lansia yaitu harga diri rendah.

Menurut Nugroho (2008), lansia akan mengalami banyak perubahan dan


penurunan fungsi fisik dan psikologis. Hal tersebut dapat menimbulkan berbagai
masalah pada lansia yang akan berpengaruh dalam menilai dirinya sendiri. Hal
tersebut juga didukung oleh Potter dan Perry (2009), bahwa harga diri menjadi hal
yang sangat penting bagi lansia karena harga diri adalah rasa dihormati, diterima,

2
diakui dan bernilai bagi lansia yang didapatkan dari orang lain. Perasaan tersebut
menetap pada diri lansia sebagai akibat adanya interaksi dan penilaian orang lain
terhadap dirinya.

Harga diri merupakan evaluasi diri individu yang mengekspresikan


perilaku setuju atau tidak setuju dan mengindikasikan tingkat individu dalam
meyakini dirinya mampu, berarti, berhasil dan berharga (Meridean Mass et al,
2011). Harga diri pada lansia dapat mengalami perubahan dimana seringkali akan
muncul perasaan tidak berguna dan tidak berharga. Perasaan tidak berguna dan
tidak berharga tersebut disebut dengan harga diri rendah.

Harga diri rendah adalah suatu evaluasi diri yang negatif dan berhubungan
dengan perasaan yang lemah, tak berdaya, ketakutan, tidak berharga, dan tidak
memadai. Berdasarkan hasil penelitian Potter (2002) di Amerika Serikat,
ditemukan bahwa sebanyak 26 % orang yang berusia 60-80 tahun keatas
mengalami harga diri rendah. Hasil penelitian lain menurut Nanthamongkolchai,
Tuntichaivanit, Munsawaengsub, & Charupoonphol (2009) di Propinsi Nakhon
Sawan menunjukkan bahwa 19,3 % lansia mengalami harga diri rendah.

Menurut Syam’ani (2011), lansia yang mengalami harga diri rendah


memiliki perasaan malu, kurang percaya diri, minder, tidak berguna, rendah diri,
tidak mampu, tidak sempurna, menyalahkan diri, menarik diri dan keinginan yang
tidak tercapai, seperti keinginan untuk kembali berkumpul dengan teman-teman
dan keinginan untuk dapat melakukan aktivitas yang sebelumnya dapat
dilakukan. Banyak dampak yang terjadi akibat harga diri rendah pada lansia.
Menurut Yosep (2010), jika harga diri rendah tidak ditangani, maka akan
mengakibatkan lansia beresiko mengalami depresi sehingga menarik diri dan
kemudian berlanjut ke perilaku kekerasan dan resiko bunuh diri.

1.1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana cara mengatasi masalah psikososial pada klien lansia?
2. Bagaimana pengkajian dalam asuhan keperawatan psikososial pada klien
lansia?

3
3. Apa saja diagnosa masalah yang muncul dan bagaimana intervensi
tindakan keperawatannya?
4. Bagaimana cara mengaplikasikan tindakan keperawatan pada kasus
Psikososial yang muncul pada klien lansia?

.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui bagaimana cara mengatasi masalah psikososial yang
muncul pada klien lansia
2. Untuk mengetahui bagaimana pengkajian dalam asuhan keperawatan
psikososial pada klien lansia
3. Untuk mengetahui apa saja diagnosa masalah yang muncul dan
bagaimana intervensi tindakan keperawatannya
4. Untuk mengetahui bagaimana cara mengaplikasikan tindakan
keperawatan pada kasus psikososial yang muncul pada klien lansia

4
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Konsep Dasar Harga Diri Rendah


.1.1 Definisi
Menurut keliat (2010), harga diri rendah adalah kondisi
seseorang yang menilai keberadaan dirinya lebih rendah
dibandingkan orang lain yang berpikir adalah hal negatif diri
sendiri sebagai individu yang gagal,tidak mampu, dan tidak
berprestasi.
Harga diri rendah kronis adalah evaluasi atau perasaan
negatif terhadap diri sendiri atau kemampuan klien seperti tidak
berarti, tidak berharga, tidak berdaya yang berlangsung dalam
waktu lama dan terus menerus.
.1.2 Etiologi
Menurut Stuart Gail (2007) :
1. Faktor predisposisi
a. Faktor yang mempengaruhi harga diri
Meliputi penolakan orang tua, harapan orang tua tidak
realistis, kegagalan yang berulang, kurang mempunyai
tanggung jawab personal, ketergantungan pada orang lain, dan
idealdiri yang tidak realistis.
b. Faktor yang mempengaruhi peran
Dimasyarakat umumnya peran seseorang disesuai dengan
jenis kelaminnya. Misalnya seseorang wanita dianggap kurang
mampu, kurang mandiri, kurang obyektif dan sedangkan pria
dianggap kurang sensitif, kurang hangat, kurang ekspresif
dibandimg wanita. Sesuai dengan standar tersebut, jika wanita
atau pria berperan tidak sesuai lazimnya maka dapat
menimbulkan konflik diri maupun hubungan sosial. Misal:
seorang istri yang berperan sebagai kepala rumah tangga atau
seorang suami yang mengerjakan pekerjaan rumah, akan

5
menimbulkan masalah. Konflik peran dan peran tidak sesuai
muncul dari faktor biologis dan harapan masyarakat terhadap
wanita atau pria. Peran yang berlebihan muncul pada wanita
yang mempunyai sejumlah peran.
c. Faktor yang mempengaruhi identitas diri
Meliputi ketidakpercayaan, tekanan dari teman sebaya dan
perubahan struktur sosial. Orang tua yang selalu curiga pada
anak akan menyebabkan anak menjadi kurang percaya diri,
ragu dalam mengambil keputusan dan dihantui rasa bersalah
ketika akan melakukan sesuatu. Kontrol orang tua yang berat
pada anak remaja akan menimbilkan perasaan benci pada
orang tua. Teman sebaya merupakan faktor lain yang
berpengaruh pada identitas. Remaja ingin diterima,
dibutuhkan, dan diakui oleh kelompoknya.
d. Faktor biologis
Adanya kondisi sakit fisik secara yang dapat
mempengaruhi kerja hormon secara umum, yang dapat pula
berdampak pada keseimbangan neurotransmitter di otak,
contoh kadar serotonin yang menurun dapat mengakibatkan
klien mengalami depresi dan pada pasien depresi
kecenderungan harga diri rendah kronis semakin besar karena
klien lebih dikuasai oleh pikiran-pikiran negatif dan tidak
berdaya.
e. Faktor presipitasi
Masalah khusus tentang konsep diri disebabkan oleh setiap
situasi yang dihadapi individu dan ia tidak mampu
menyesuaikan. Situasi atas stresor dapat mempengaruhi
komponen.
Stresor yang dapat mempengaruhi gambaran diri adalah
hilangnya bagian tubuh, tindakan operasi, proses patologi
penyakit, perubahan struktur dan fungsi tubuh, proses tumbuh
kembang, prosedur tindakan dan pengobatan. Sedangkan

6
stresor yang dapat mempengaruhi harga diri dan ideal diri
adalah penolakan dan kurang penghargaan diri dari orang tua
dan orang yang berarti, pola asuh yang tidak tepat misalnya
selalu dituntut, dituruti, persaingan dengan sodara, kesalahan
dan kegagalan berulang, cita- cita tidak terpenuhi dan
kegagalan bertanggung jawab sendiri.
Stresor pencetus dapat berasal dari sumber internal atau
eksternal:
1) Trauma seperti penganiayaan seksual dan psikologis
atau menyaksikan peristiwa yang mengancam
kehidupan.
2) Ketegangan peran berhubungan dengan peran atau
posisi yang diharapkan dan individu mengalaminya
sebagai frustasi.
Ada tiga jenis transisi peran:
1) Transisi peran perkembangan adalah perubahan
normatif yang berkaitan dengan pertumbuhan.
Perubahan ini termasuk tahap perkembangan dalam
kehidupan individu atau keluarga dan norma-norma
budaya, nilai-nilai, serta tekanan untuk
menyesuaikan diri.
2) Transisi peran situasi terjadi dengan bertambah atau
berkurangnya anggota keluarga melalui kelahiran atau
kematian.
3) Transisi peran sehat-sakit terjadi akibat pergeseran dari
keadaan sehat ke keadaan sakit. Transisi ini dapat
dicetuskan oleh kehilangan bagian tubuh, perubahan
ukuran, bentuk, penampilan, atau fungsi tubuh,
perubahan fisik yang berhubungan dengan tumbuh
kembang normal. Perubahan tubuh dapat
mempengaruhi semua komponen konsep diri yaitu
gambaran diri, identitas diri, peran dan harga diri.

7
.1.3 Tanda dan Gejala Harga Diri Rendah
Menurut Carpenito dalam Wijayaningsih, (2015), perilaku yang
berhubungan dengan harga diri rendah antara lain :
1. Mengkritik diri sendiri atau orang lain.
2. Perasaan dirinya sangat penting yang berlebih-lebihan.
3. Perasaan tidak mampu.
4. Rasa bersalah.
5. Sikap negatif pada diri sendiri.
6. Sikap pesimis pada kehidupan.
7. Keluhan sakit fisik.
8. Pandangan hidup yang terpolarisasi.
9. Menolak kemampuan diri sendiri.
10. Pengurangan diri / mengejek diri sendiri.
11. Perasaan cemas dan takut.
12. Merasionalisasi penolakan/menjauh dari umpan balik positif.
13. Ketidak mampuan menentukan tujuan.
Selain data di atas, dapat juga mengamati penampilan
seseorang dengan harga diri rendah, terlihat dari kurang
memperhatikan perawatan diri, berpakaian tidak rapi, selera makan
kurang, tidak berani menatap lawan bicara, lebih banyak
menunduk, bicara lambat dengan suara nada lemah.

8
2.1.2 Konsep Gangguan Integritas Kulit
2.1.1.2.1 Definisi
Kerusakan kulit (dermis dan atau/ epidermis) atau jaringan
(membran mukosa, kornea, fasia, otot, tendon, tulang, kartilago,
kapsul sendi dan/atau ligamen).
.2.2 Penyebab Gangguan Integritas Kulit
1. Perubahan sirkulasi.
2. Perubahan stastus nutrisi (kelebihan atau kekurangan).
3. Kekurangan atau kelebihan volume cairan.
4. Penurunan mobilitas.
5. Bahan kimia dan iritatif.
6. Suhu lingkungan yang ekstrem.
7. Faktor mekanis (misalnya penekanan pada tonjolan tulang,
gesekan) atau faktor elektris (elektro diatermi, energi listrik
bertentangan tinggi).
8. Efek samping terapi radiasi.
9. Kelembapan.
10. Proses penuaan.
11. Neuropati perifer.
12. Perubahan pigmentasi.
13. Perubahan hormonal.
14. Kurang terpapar informasi tentang upaya mempertahankan
atau melindungi integritas jaringan
.2.3 Gejala Gangguan Integritas kulit
1. Tanda mayor
a. Subjektif : (Tidak tersedia).
b. Objektif : Kerusakan jaringan atau lapisan
kulit.
2. Tanda minor
a. Subjektif : (Tidak tersedia).

9
b. Objektif : Nyeri, perdarahan, kemerahan,
hematoma
2.2.4 Kondisi Klinis Terkait
Menurut SDKI, 2016:
1. Imobilisasi.
2. Gagal jantung kongesif.
3. Gagal ginjal.
4. Diabetes mellitus.
5. Imunodefisiensi (misalanya: AIDS).
2.2.5 Perubahan Sistem Integumen pada Lansia
Menurut Reichel (2009), penuaan pada kulit dikategorikan
menjadi dua, yaitu penuaan intrinsik dan penuaan ekstrinsik.
Penuaan intrinsik adalah perubahan kulit yang terjadi akibat
proses penuaan secara kronologis atau normal, sedangkan
penuaan ekstrinsik merupakan perubahan kulit yang disebabkan
oleh faktor-faktor lain, seperti gaya hidup, diet, radikal bebas,
paparan sinar UV, dan kebiasaan lainnya. Secara struktural, kulit
yang tersusun atas tiga lapisan, diantaranya epidermis, dermis, dan
jaringan subkutan akan mengalami perubahan akibat
bertambahnya usia. Selain itu, rambut, kuku, dan kelenjar keringat
sebagai aksesoris kulit juga mengalami perubahan. Secara
fungsional kulit juga akan mengalami perubahan akibat degradasi
sel-sel kulit.
1. Perubahan Epidermis
Stratum korneum yang merupakan lapisan terluar
epidermis akan mengalami penurunan jumlah lipid seiring
bertambahnya usia sehingga rentan terjadi kerusakan.
Penurunan proliferasi sel-sel epidermis (keratinosit) juga
menyebabkan stratum korneum lebih lama dalam mengatasi
kerusakan tersebut. Pada usia 25 tahun, sel-sel melanosit yang
berfungsi memberikan warna kulit dan melindungi kulit dari
radiasi ultraviolet akan mulai mengalami penurunan jumlah
aktif sebanyak 10% hingga 20% per dekade. Selain itu, sel-sel
Langerhans yang berperan sebagai makrofag juga akan
menurun seiring bertambahnya usia, sekitar 20% hingga 50%,
menyebabkan penurunan respons kekebalan kulit sehingga
rentan terhadap infeksi (Reichel, 2009). Menurut Miller
(2012), jumlah sel-sel epidermis akan menurun lebih banyak

10
sekitar dua hingga tiga kali lipat pada kulit yang terpapar sinar
matahari dibandingkan dengan kulit yang terlindung dari sinar
matahari. Menurunnya protein dan filagrin (berperan dalam
pengikatan filamen-filamen keratin ke dalam makrofibril)
dapat menyebabkan kulit tampak kering dan bersisik, terutama
pada bagian ekstremitas bawah. Sebagai tambahan, produksi
vitamin D juga menurun pada usia tua disebabkan
menurunnya jumlah 7-dehydrocholesterol (perkursor
biosintesis vitamin D) pada epidermis diikuti oleh tidak
adekuatnya asupan vitamin D dan paparan sinar ultraviolet.
2. Perubahan Dermis
Pada usia tua terjadi perubahan kulit khususnya
pada lapisan dermis, mencakup penurunan ketebalan dan
penurunan vaskularisasi serta komponen sel. Dermis
tersusun atas 80% kolagen yang memberikan daya
elastisitas dan fleksibilitas pada kulit serta 5% elastin
yang mempertahankan ketegangan kulit dan kemampuan
meregang sebagai respon terhadap gerakan. Dermis
mengalami penurunan ketebalan secara bertahap disertai
penipisan kolagen sebanyak 1% setiap tahunnya.
Sedangkan, elastin mengalami peningkatan kuantitas
namun menurun secara kualitas disebabkan oleh
pertambahan usia dan faktor lingkungan (Miller, 2012).
Penurunan jumlah kolagen dan serat-serat elastis
dapat menyebabkan kelemahan, hilangnya ketahanan, dan
kerutan halus tampak pada kulit yang menua. Penurunan
ketebalan juga dapat menyebabkan pembuluh darah
mudah ruptur. Substansi dasar yang terkandung dalam
dermis juga akan berkurang sehingga dapat menyebabkan
penurunan turgor kulit.
3. Perubahan Jaringan Subkutan
Pertambahan usia menyebabkan perubahan pada
jumlah dan distribusi lemak subkutan. Beberapa area
jaringan subkutan mengalami atrofi, misalnya pada
permukaan telapak kaki, tangan, wajah, dan ekstremitas
bawah. Sebagian lainnya mengalami hipertrofi pada
bagian pinggang dan pinggul. Secara keseluruhan jumlah
lemak subkutan menurun secara bertahap mulai dekade
ketiga hingga kedelapan (Miller, 2012). Hal ini
menyebabkan orang tua kehilangan bantalan tubuh yang
melindunginya dari tekanan dan kehilangan suhu
berlebih. Selain itu, pertambahan usia juga memengaruhi

11
saraf pada kulit yang berperan dalam mengenali sensasi
tekanan, getaran, dan sentuhan.

12
.3 Konsep Resiko Jatuh
.3.1 Definisi Resiko Jatuh
Jatuh merupakan suatu kejadian yang dilaporkan penderita
atau saksi mata, yang melihat kejadian mengakibatkan seseorang
mendadak terbaring/terduduk di lantai/tempat yang lebih rendah
dengan atau tanpa kehilangan kesadaran atau luka (Darmojo,
2004).
Jatuh merupakan suatu kejadian yang menyebabkan subyek
yang sadar menjadi berada di permukaan tanah tanpa disengaja.
Dan tidak termasuk jatuh akibat pukulan keras, kehilangan
kesadaran, atau kejang. Kejadian jatuh tersebut adalah dari
penyebab yang spesifik yang jenis dan konsekuensinya berbeda
dari mereka yang dalam keadaan sadar mengalami jatuh (Stanley
dan Patricia, 2006).
.3.2 Faktor Penyebab Terjadinya Jatuh
Kane (1994) dalam Darmojo (2004) mengungkapkan
bahwa faktor penyebab jatuh pada lansia ada 2 golongan yaitu
faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik:
1. Faktor intrinsic
a. Sistem saraf pusat.
Stroke dan Trancient Iskemia Attack (TIA) yang
mengakibatkan hemiparese sering menyebabkan jatuh
pada lansia.
b. Demensia
Demensia adalah suatu sindrom klinik yang
meliputi hilangnya fungsi intelektual dan ingatan atau
memori sedemikian berat sehingga menyebabkan disfungsi
hidup sehari-hari. Lansia dengan demensia menunjukan
persepsi yang salah terhadap bahaya lingkungan,
terganggunya keseimbangan tubuh dan apraxia sehingga
insiden jatuh meningkat.

13
Hasil penelitian yang telah dilakukan Heinze (2008)
menunjukan bahwa lansia dengan demensia memiliki
faktor resiko untuk mengalami jatuh. Close (2005)
mengungkapkan bahwa demensia adalah
neurodegenerative progresif sindromyang mempengaruhi
memori, bahasa, perhatian, kemampuan pemecahan
masalah dan signifikan meningkatkan risiko jatuh. Resiko
jatuh yang dapat menyebabkan cedera terjadi pada orang
yang lebih tua lebih besar jika dibandingkanmereka yang
memiliki kognitif utuh. Dalam beberapakasus jatuh
mungkin sesuatu yang cukup berbahaya. Namun, banyak
kasus dapat menyebabkan cedera,takut jatuh, penurunan
fungsional dan selanjutnyajatuh. Demensia, yang
mempengaruhi sekitar lima untuktujuh persen dari orang
dewasa lebih dari 60 di seluruh dunia.
c. Gangguan sistem sensorik
Gangguan sistem sensorik bisa mengenai sensori,
rasa nyeri dan sensasi. Gangguan sensori dapat berupa
katarak, glaukoma, degenerasi makular, gangguan visus
pasca stroke dan retinopati diabetika meningkat sesuai
dengan umur. Entropoin, ektropoin atau epifora yang
menyebabkan gangguan penglihatan meningkat insiden
jatuh tetapi kebutaan tidak meningkat insiden tersebut.

14
Hasil penelitian Kerr et. all. (2011) melaporkan
bahwa gangguan penglihatan memiliki resiko untuk
menyebabkan kejadian jatuh atau insiden lainnya yang
membuat lansia cidera. Adanya gangguan penglihatan
pada lansia menyebabkan lansia kesulitan saat berjalan
sehingga lansia sering menabrak objek kemudian terjatuh.
Lord (2006) dalam penelitiannya menyatakan bahwa
seorang lansia yang memiliki katarak kemudian dilakukan
operasi merupakan salah satu strategi yang efektif untuk
mengurangi resiko jatuh.
1) Gangguan sistem kardiovaskuler
Insiden gagal jantung kongestif dan infak miokard
meningkat sesuai dengan umur. Hipertensi dan kardia
aritmia juga sering ditemukan pada lansia. Gangguan
sistem kardiovaskuler akan menyebabkan syncope.
Syncope sering menyebabkan jatuh pada lansia.
2) Gangguan metabolism
Gangguan metabolisme sering mengakibatkan jatuh.
Gangguan ini terutama pada gangguan regulasi cairan
berupa dehidrasi. Dehidrasi bisa disebabkan oleh diare,
demam, asupan cairan yang kurang atau penggunaan
diuretik berlebihan.
3) Gangguan gaya berjalan
Salah satu bentuk aplikasi fungsional dari gerak
tubuh adalah pola jalan. Keseimbangan, kekuatan dan
fleksibilitas diperlukan untuk mempertahankan postur
tubuh yang baik. Ketiga elemen itu merupakan dasar
untuk mewujudkan pola jalan yang baik setiap
individu. Gangguan gaya jalan dapat disebabkan oleh
gangguan muskuloskeletal dan ini berhubungan
dengan proses menua yang fisiologis.

15
Ada beberapa gangguan gaya berjalan yang sering
ditemukan pada lansia, antara lain:
a) Gangguan gaya berjalan hemiplegik
Pada hemiplegik terdapat kelemahan dan
spastisitas ekstremitas unilateral dengan fleksi pada
ekstremitas atas dan ekstremitas bawah dalam
keadaan ekstensi. Ekstremitas bawah dalam
keadaan ekstensi sehingga mengakibatkan kaki
“memanjang”. Pasien harus mengayunkan sambil
memutar kakinya untuk melangkah ke depan. Jenis
gangguan berjalan ini ditemukan pada lesi tipe
Upper Motor Neuron (UMN).
b) Gangguan gaya berjalan diplegik
Terdapat spastisitas ekstremitas bawah lebih
berat dibangingkan ekstremitas atas. Pangkal paha
dan lutut dalam keadaan fleksi dan adduksi dengan
pergelangan kaki dalam keadaan ekstensi dan
rotasi internal. Jika lansia berjalan kedua
ekstremitas bawah dalam keadaan melingkar. Jenis
gangguan berjalan ini biasanya dijumpai pada lesi
periventrikular bilateral. Ekstremitas bawah lebih
lumpuh dibangingkan dengan ekstremitas atas
karena akson traktus kortikospinalis yang
mempersarafi ekstremitas bawahletaknya lebih
dekat dengan ventrikel otak.
c) Gangguan gaya jalan neuropathy
Gangguan gaya berjalan jenis ini biasanya
ditemukan pada penyakit perifer dimana
ekstremitas bahwa bagian distal lebih sering
diserang. Karena terjadi kelemahan dalam
dorsifleksi kaki, maka pasien harus mengangkat
kakinya lebih tinggi untuk menghindari

16
pergeserang ujung kaki dengan lantai.
d) Gangguan gaya jalan miopathy
Adanya kelainan otot, otot-otot proksimal
pelvic girdle (tulang pelvis yang menyongkong
pergerakan ekstremitas bahwa) menjadi lemah.
Oleh karena itu, terjadi ketidakseimbangan pelvis
bila melangkah ke depan, sehingga pelvis miring
ke kaki sebelahnya, akibatnya terjadi goyangan
dalam berjalan.
e) Gangguan jalan parkinsonian
Terjadi regiditas dan bradiknesia dalam
berjalan akibat gangguan di ganglia basalis. Tubuh
membungkuk ke depan,langkah memendek,
lamban dan terserat disertai dengan ekspresi wajah
seperti topeng.
f) Gangguan gaya berjalan ataxia
Langkah berjalan menjadi lebar, tidak stabil
dan mendadak, akibatnya badan memutar ke
samping dan jika berat badan pasien akan jatuh.
Jenis gangguan berjalan ini dijumpai pada
gangguan cerebllum.
g) Gangguan gaya berjalan khoreoform
Merupakan gangguan gaya berjalan
dengan hiperkinesia akibat gangguan ganglia
basalis tipe tertentu. Terdapat pergerakan yang
ireguler seperti ular dan involunter baik pada
ekstremitas bawah maupun atas.
Hasil Penelitian yang telah dilakukan oleh Housdorff et.all (2003)
menunjukan bahwa faktor gaya berjalan pada pasien parkinson memiliki
hubungan dengan kejadian jatuh. Louis et. all. (2005) menyatakan dalam
penelitiannya bahwa pasien stroke kronis memiliki gangguan
keseimbangan dan mobilitas dalam berjalan sehingga mereka memiliki

17
resiko untuk mengalami jatuh saat berjalan.
2. Faktor ekstrinsik
a. Lingkungan
Lingkungan yang sering dihubungkan dengan jatuh pada
lansia antara lain alat-alat atau perlengkapan rumah tangga yang
sudah tua atau tergeletak di bawah, tempat tidur tidak stabil atau
kamar mandi rendah dan licin, tempat berpegangan yang tidak
kuat atau tidak mudah dipegang, lantai tdak datar, licin atau
menurun, karpet yang tidak dilem dengan baik, keset yang
tebal/menekuk pinggirnya dan benda-benda alas lantai yang licin
atau mudah tergeser, lantai licin atau basah dan penerangan yang
tidak baik (kurang atau menyilaukan).
b. Aktifitas
Sebagian besar jatuh terjadi pada saat lansia melakukan
aktifitas biasa seperti berjalan, naik turun tangga dan mengganti
posisi. Hanya sedikit sekali jatuh terjadi pada lansia melakukan
aktifitas berbahaya seperti mendaki gunung atau olahraga berat.
c. Obat-obatan
Kadar obat dalam serum tidak stabil karena perubahan
farmakokinetik akibat proses menua dan penyakit juga sering
menyebabkan intoksikasi obat pada lansia. Disamping itu, obat
yang diresapkan dapat menyebabkan konfusi pusing, mengantuk
yang dapat menyebabkan keseimbangan dan mobilitas (Perry dan
Potter, 2001).
Menurut Nugroho (2008)jatuh sering membawa akibat lanjutan,
misalnya timbul perubahan pada persendian alat gerak tubuh, terjadinya
patah tulang dan infeksi kulit. Penyebab jatuh pada lanjut usia biasanya
merupakan gabungan dari beberapa faktor atau multifaktor, antara lain
karena:
a. Kecelakaan, merupakan penyebab jatuh yang utama (30-50% kasus
jatuh lansia).
b. Murni kecelakaan misalnya terpeleset, tersandung.

18
c. Gabungan antara lingkungan yang jelek dengan kelainan-kelainan
akibat proses menua misalnya karena mata kurang awas, benda-
benda yang ada di dalam rumah tertabrak lalu jatuh.
d. Nyeri kepala dan atau vertigo
e. Hipotensi orthostatic
1) Hipovilemia/curah jantung rendah
2) Disfungsi otonom
3) Penurunan kembalinya darah vena ke jantung
4) Terlalu lama berbaring
5) Pengaruh obat-obatan hipotensi
6) Hipotensi sesudah makan
f. Obat-obatan
1) Diuretik/antihipertensi.
2) Antidepresan trisiklik.
3) Sedative.
4) Antipsikotik.
5) Obat-obatan hipoglikemi.
6) Alkohol.
g. Proses penyakit yang spesifik Penyakit-penyakit akut seperti:
1) Kardiovaskuler, seperti :
a) Aritmia
b) Stenosis aorta
c) Sinkop sinus karotis
2) Neurologi, seperti :
a) TIA
b) Serangan kejang
c) Parkinson
d) Kompresi syaraf spinal karena spondilosis
e) Penyakit serebelum
h. Idiopatik (tak jelas penyebabnya)
i. Sinkope: kehilangan kesadaran secara tiba-tiba
1) Drop attack (serangan roboh)

19
2) Penurunan darah ke otak tiba-tiba
.3.3 Komplikasi
Jatuh pada lansia menimbulkan komplikasi-komplikasi seperti :
1. Perlukaan (injury)
a. Rusaknya jaringan lunak yang terasa sangat sakit berupa
sobekan atau tertariknya jaringan otot, robeknya arteri atau
vena
b. Patah tulang (fraktur)
1) Pelvis
2) Femur (terutama kollum)
3) Humerus
4) Lengan bawah
5) Tungkai bawah
6) Kista
c. Hematom subdural
2. Perawatan rumah sakit
a. Komplikasi akibat tidak dapat bergerak (imobilisasi)
b. Resiko penyakit-penyakit iatrogenic
3. Disabilitas
a. Penurunan mobilitas yang berhubungan dengan perlukaan
fisik
b. Penurunan mobilitas akibat jatuh, kehilangan kepercayaan
diri, dan pembatasan gerak
c. Resiko untuk di masukan dalam rumah perawatan (nursing
home)
d. Kematian (Kane, 1994).

20
BAB III

TINJAUAN KASUS
.1 Pengkajian
Tanggal pengkajian : 02 Maret 2020
Waktu Pengkajian : 10.00 WIB
Tempat Pengkajian : Lantai Cempaka STW Ria Pembangunan
A. Identitas Klien
1. Nama : Tn. B
2. Usia : 80 Tahun
3. Jenis Kelamin : Laki-laki
4. Agama : Islam
5. Suku : Minang
6. Status Pernikahan : Duda/Cerai mati
7. Pendidikan terakhir : Tidak terkaji
8. Penghasilan : < Rp. 3.557.146,66,-
9. Pekerjaan : Wirausaha
10. Alamat : Jl. Kll No. 37, RT/RW 002/006, Rawa
Badak Selatan Koja, Jakarta Utara
11. Nama Penanggung : - Ny. N
- Tn. Z
- Ny. N
12. Status Penanggung : - Anak Kandung
- Adik Kandung
- Keponakan
B. Riwayat Kesehatan
1. Masalah yang dirasakan saat ini
Klien mengatakan saat ini sedang menjalani pengobatan hipertensi,
diabetes melitus dan BPH. Klien mengeluh gatal pada kulitnya serta
nyeri kepala saat bangun tidur, klien saat ini menggunakan alat bantu
yaitu kaki palsu sejak usia 30 tahun.

a. Nyeri

21
Provoactive : klien mengatakan nyeri dirasakan karena
hipertensinya
Quality : nyeri dirasa seperti tertekan benda tumpul
Region : nyeri dirasakan dikepala bagian belakang dekat
tengkuk
Scale : skala nyeri 2
Time : nyeri dirasakan saat bangun tidur dan hilang
setelah minum obat hipertensinya.
b. Pola Tidur
Klien mengatakan tidur jam 11 dan terbangun saat subuh, kerap
terbangun, namun klien merasa tidurnya cukup dan tidak ada
masalah.
c. Nafsu makan
Klien mengatakan tidak ada masalah pada nafsu makan selama
makanannya terasa enak.
d. Kecemasan
Klien tidak memiliki tanda dan gejala kecemasan, klien juga
tidak mengungkapkan tentang kecemasan
2. Pemeriksaan Fisik
a. Tanda-tanda vital
Tekanan darah : 150/70 mmHg
Nadi : 90x/menit
Suhu : 37 C
Respirasi : 21x/menit
b. Head to toe
Rambut klien berawarna putih, bersih, tidak ada luka di kepala,
mata simetris, konjunctiva tidak anemis, pandangan sedikit
kabur, fungsi pendengaran baik, fungsi penciuman baik, gigi dan
mulut bersih, leher simetris, tidak ada benjolan, dada simetris,
tidak ada luka, tidak ada gangguan pernapasan, bunyi jantung
normal, abdomen simetris, tidak ada luka, tidak ada asites, tidak
ada nyeri tekan, bising usus 8x/menit, kekuatan ekstremitas atas

22
baik, kekuatan ekstremitas bawah baik kecuali pada kaki kanan
klien memakai alat bantu berupa kaki palsu yang telah dipakai
kurang lebih sejak 50 tahun yang lalu akibat diamputasi paska
kecelakaan lalu lintas, terdapat luka pada kaki sebelah kiri.
3. Riwayat Kesehatan masa lalu
Klien pernah dirawat di rumah sakit pada tahun 1970 akibat
kecelakaan dan menjalani amputasi pada kaki kanannya. Klien
mengatakan tidak pernah memiliki penyakit menular.
C. Konsep Diri
1. Body image
Klien mengatakan tidak ada bagian tubuh yang paling disukai
ataupun tidak disukainya. Penampilan klien rapih dan bersih.
2. Peran
Klien mengatakan perannya di keluarga adalah sebagai seorang
ayah, kepala keluarga dan kakak.
3. Identitas diri
Klien mengetahui siapa dirinya, klien hafal siapa nama sampai
dengan tanggal lahir nya.
4. Ideal diri
Klien mengatakan tidak memiliki harapan lagi, ia merasa sekarang ia
hanya tinggal menunggu ajal untuk menjemputnya
5. Harga diri
Saat dikaji tidak ada ungkapan ataupun perilaku yang menunjukkan
harga diri negatif.
D. Pengkajian Sosial
1. Kondisi Rumah
Kondisi kamar klien terlihat berantakan dan kotor

2. Keluarga

23
Klien mengatakan tidak ada masalah dengan keluarganya, anak-
anaknya masih suka mengunjunginya setiap 1 tahun sekali atau dua
kali dan masih rutin menelpon.
3. Keuangan
Klien mengatakan selalu dikirimi uang oleh anak-anaknya dan hasil
dari kontrakan.
4. Budaya
Tidak ada budaya klien yang bertentangan dengan kesehatan.
5. Spiritual
Klien beragama Islam, rajin shalat 5 waktu di mushola, dzikir dan
mengaji.
E. Pemeriksaan status mental
1. Penampilan
a. Postur tubuh : postur tubuh klien kurang baik karena agak
bungkuk
b. Kontak mata : kontak mata klien kurang, saat bicara klien kerap
melihat ke arah lain
c. Cara pakaian : cara pakaian klien bersih dan rapih, serta sesuai
d. Cara berdandan : klien menyisir rambut setelah mandi
e. Respon saat pengkajian : klien sangat kooperatif dan senang saat
dikaji
f. Kelainan fisik yang menonjol : kaki kanan klien telah
diamputasi
g. Ekspresi wajah : sesuai
2. Perilaku
Saat dikaji klien tampak ramah, beberapa kali tersenyum, kooperatif,
jarang mengikuti kegiatan yang dilaksanakan di STW
3. Gerakan
Gerakan klien normal, beberapa kali klien tampak menggaruk
kakinya dan merapikan rambutnya

4. Pembicaraan

24
Kecepatan bicara klien normal, bicara klien jelas, volume normal,
klien bicara spontan dan emosional serta klien aktif bercerita.
5. Alam Perasaan
Klien merasa sedih karena klien merasa sudah tua dan sudah tidak
bermanfaat lagi serta merepotkan orang lain, klien juga merasa
bersalah, karena saat muda pernah melakukan kecurangan saat
bekerja.
6. Affect
Affect klien normal
7. Isi pikir
Isi pikir klien koheren
8. Proses pikir
Proses pikir klien koheren, logis dan mengikuti arus
9. Persepsi
Persepsi klien normal
10. Intelektual
Intelektual klien rata-rata
11. Kognitif
Orientasi klien baik, klien dapat mengidentifikasi waktu, tempat,
orang, konsentrasi klien baik, memori klien baik
Jangka pendek : klien dapat mengingat apa yang dilakukannya
kemarin
Jangka panjang : klien dapat mengingat kapan istrinya meninggal
Jangka mengengah : klien dapat mengingat kapan ia pindah ke STW
Ria Pembangunan
Saat ini : klien dapat mengingat kejadian yang baru saja terjadi
12. Sensori
Kesadaran klien composmentis
13. Insight
Klien menyadari penyakitnya dan mengetahui sebab akibat dari
penyakitnya
F. Pemeriksaan diagnostik dan laboratorium

25
-
G. Pengobatan
1. Amlodipin 5 mg
2. Prostam sr tamsusolin 0,4 mg
3. Harnal 0,2 mg
4. Metformin HCL 500 mg

H. Diagnosa medis
1. Hipertensi
2. Diabetes melitus
3. BPH

.2 Analisa Data
Data Senjang Penyebab Masalah
DS : Pembedahan Harga Diri Rendah
- Klien mengatakan tidak ↓ Kronis
memiliki harapan lagi, ia Perubahan fisik
merasa sekarang ia hanya ↓
tinggal menunggu ajal Harga diri rendah kronis
unttuk menjemputnya.
- Klien mengatakan sudah tua
dan sudah tidak bermanfaat
lagi serta merepotkan orang
lain.
DO :
- Klien tampak sedih
- Bibir klien bergetar
- Mata klien berkaca – kaca
- Kontak mata kurang
- Kaki kanan klien
diamputasi

26
DS : Gangguan
- Klien mnegeluh gatal pada Integritas Kulit
kulitnya
- Klien mengatakan Usia lanjut
menggunakan salicyl untuk ↓
mengurangi sensasi gatal Proses penuaan
DO : ↓
- Ketika dikaji klien tampak Diabetes Mellitus
menggaruk – garuk bagian ↓
yang gatal Gangguan Integritas Kulit
- Klien menyediakan salicyl
- Memiliki riwayat Diabetes
Mellitus
DS : Amputasi Resiko Jatuh
- Klien mengatakan ↓
pernah di amputasi Anggota gerak bawah
karena kecelakaan lalu prosthesis
lintas ↓
DO : Resiko Jatuh
- Klien berusia 80 tahun
- Klien menggunakan
kaki palsu
- Klien menggunakan
alat bantu untuk
berjalan

.3 Masalah Keperawatan
1. Harga Diri Rendah Kronis
2. Gangguan Integritas Kulit
3. Resiko Jatuh

27
.4 Intervensi Keperawatan

Diagnosa
No. Tujuan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan Rasional
Keperawatan
1. Harga Diri Tujuan Panjang : Setelah dilakukan 1. Bina hubungan saling percaya 1. Hubungan saling percaya
Rendah Kronis Klien memiliki intervensi klien merupakan dasar dan
konsep diri yang diharapkan : terjadinya komunikasi
positif 1. Ekpresi wajah terapeutik sehingga akan
bersahabat, memfasilitasi dalam
Tujuan Tupen : menunjukkan pengungkapan perasaan,
1. Klien dapat rasa senang, emosi, dan harapan klien
mengidentifikas ada kontak 2. Diskusikan kemampuan dan 2. Mendiskusikan
i kemampuan mata, mau aspek positif yang dimiliki klien kemampuan klien seperti :
dan aspek berjabat tangan, dan buat daftarnya jika klien menilai realitas, kontrol
positif yang mau tidak mampu mengidentifikasi dan atau integritas ego
dimiliki menyebutkan maka dimulai oleh perawat untuk diperlukan sebagai dasar
2. Klien dapat nama, mau memberi pujian pada aspek asuhan keperawatannya.
menilai menjawab positif yang dimiliki klien
kemampuan salam, klien 3. Diskusikan dengan klien 3. Keterbukaan dan

27
yang dimiliki mau duduk kemampuan yang masih dapat pengertian tentang
untuk berdampingan dilaksanakan selama di panti. kemampuan yang dimiliki
dilaksanakan dengan adalah pra syarat untuk
perawat, mau berubah.
mengutarakan 4. Setiap bertemu klien hindarkan
masalah yang memberi penilaian negative
4. Dalam mengingatkan klien
dihadapi
tentang aspek positif dan
2. Klien
kemampuan yang dimiliki
mengidentifikas
dan memudahkan dalam
i kemampuan
memberikan asuhan
dan aspek 5. Tingkatkan kegiatan sesuai
keperawatan.
positif yang dengan toleransi kondisi klien.
dimiliki.
5. Klien perlu bertindak
Utamakan memberi pujian yang
realitas dalam
realistis
kehidupannya
Pujian yang realistik tidak
menyebabkan klien tidak
melakukan kegiatan hanya

28
karena ingin mendapatkan
perhatian. Reinforcement
negatif akan menurunkan harga
diri klien.
2. Gangguan Tujuan Panjang : Setelah dilakukan 1. Lakukan inspeksi lesi setiap hari 1. Mengetahui kondisi kulit
Integritas Kulit Masalah gangguan intervensi klien
integritas kulit keperawatan 2. Pantau adanya tanda-tanda infeksi 2. Menginhindari kulit dari
teratasi diharapkan klien: tanda infeksi
1. Kenyamanan 3.Ubah posisi pasien tiap 2-4 jam 3. Mencegah agar luka tidak
Tujuan Pendek : pada kulit meluas
1. Kulit klien meningkat 4. Jaga agar alat tenun selalu dalam
dapat kembali 2. Kemerahan keadaan bersih dan kering 4. Mencegah iritasi kulit
normal berkurang
2. Rasa gatal 3. Lecet karena 5. Gunakan sabun yang mengandung
berkurang garukan pelembab atau sabun kulit sensitive 5. Untuk menjaga
berkurang kelembaban kulit klien
sehingga tidak terjadi iritasi
3. Resiko Jatuh Tujuan Panjang : Setelah dilakukan 1. Berikan penyuluhan tentang apa 1. Membantu klien
Resiko jatuh tidak intervensi saja bahaya lingkungan yang ada mengetahui bahaya
terjadi keperawatan disekitar wisma dapat lingkungan yang

29
diharapkan klien menyebabkan resiko jatuh menyebabkan resiko jatuh
Tujuan Pendek : mampu : 2. Anjurkan untuk memakai alat 2. Membantu klien untuk
1. Klien mampu 1. Mengindentifik bantu jalan (jika membutuhkan) menjaga keseimbangan
menjaga asi bahaya klien
keseimbangan lingkungan 3. Ajarkan gerakan latihan 3. Membantu klien melatih
tubuh. yang dapat keseimbangan keseimbangan.
2. Kllien mampu meningkatkan
mengetahui kemungkinan
bahaya yang cedera
dapat memicu 2. Mengidentifika
resiko jatuh. si bahaya
tertentu
3. Mampu
menggunakan
alat bantu untuk
menghindari
cedera
4. Mampu
mempraktekkan

30
gerakan latihan
keseimbangan

31
BAB IV

PEMBAHASAN

Tn. B berusia 80 tahun yang dikategorikan kedalam tingkat perkembangan


lanjut usia (Depkes, 2009). Pada saat dikaji, klien mengatakan sudah tua dan
sudah tidak bermanfaat lagi serta merepotkan orang lain dan klien mengatakan
tidak memiliki harapan lagi, ia merasa sekarang ia hanya tinggal menunggu ajal
untuk menjemputnya. Berdasarkan pernyataan klien, klien dapat dikategorikan
mengalami harga diri rendah sesuai dengan pernyataan Keliat (2010) yang
menyatakan bahwa harga diri rendah adalah kondisi seseorang yang menilai
negative diri sendiri sebagai individu yang gagal tidak mampu, dan tidak
berprestasi.

Menurut pengakuan klien, klien mulai merasa tidak bermanfaat dan tidak
mempunyai harapan lagi sejak kehilangan kakinya. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa yang menyebabkan klien mengalami harga diri rendah ialah dipengaruhi
oleh faktor presipitasi dimana berubahnya gambaran diri meliputi hilangnya
bagian tubuh, tindakan operasi, perubahan struktur dan fungsi tubuh. Sesuai
dengan pernyatan Stuart Gail (2007).

Selain itu, pernyatan klien sesuai dengan tanda dan gejala harga diri rendah
menurut Carpenito (2015) diantaranya mengkritik diri sendiri, perasaan tidak
mampu, sikap negative pada diri sendiri, sikap pesimis pada kehidupan. Selain itu
terdapat tanda objektif yaitu kontak mata kurang, lesu, nampak sedih, sesuai
dengan tanda dan gejala dalam buku Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.

Intervensi yang dilakukan untuk mengatasi harga diri rendah yang klien alami
ialah, membina hubungan saling percaya dengan klien, membantu klien
mengidentifikasi kemampuan klien yang masih dapat dilakukan saat ini, selain itu
melatih klien untuk mengembangkan pikiran dan harapan positif.

Hal yang paling pertama dilakukan adalah mengkaji perasaan klien mengenai
harga diri rendah yang klien alami. Diagnosis harga diri rendah, secara subjektif

35
klien hanya berbincang tentang data umum pasien dan riwayat kesehatan.
Menurut analisis perawat, klien baru dapat mempercayai perawat dan bersikap
terbuka ketika perawat melakukan interaksi berhari-hari, faktor jenis kelamin
tentunya mempengaruhi hal ini. Jenis kelamin dapat mempengaruhi seseorang
dalam mengungkapkan perasaan. Seperti yang dilansir oleh Depression and
Bipolar Support Alliance (2004) yang menyatakan bahwa pasien laki-laki
cencerung tidak selalu menceritakan perasaan sedih dan kesepian karena tidak
ingin dianggap lemah.

Intervensi selanjutnya yang dilakukan untuk mengatasi harga diri rendah


adalah mengidentifkasi kemampuan klien yang masih dapat dilakukan,
memotivasi klien untuk melakukan kegiatan yang masih bisa dilakukan secara
mandiri. Kegiatan yang teridentifikasi adalah mandi, makan, berzikir, shalat
berjamaah dan mengikuti pengajian lewat radio. Mengidentifikasi kegiatan yang
dapat dilakukan Tn. B merupakan usaha untuk membangkitkan sumber kekuatan
klien. Menurut Miller (2000), sumber kekuatan seorang individu dapat berasal
dari kekuatan fisik, psikologis, dorongan sosial, konsep diri positif, energy,
pengetahuan, motivasi dan harapan. Melakukan kegiatan yang masih dapat klien
lakukan akan menjadi sumber kekuatan fisik agar klien merasa masih dapat
melakukan beberapa hal secara mandiri terutama pemenuhan kebutuhan dasarnya.

Tn. B berusia 80 tahun beresiko mengalami jatuh sesuai dengan hasil


penelitian yang telah dilakukan Heinze (2008) menunjukan bahwa lansia dengan
demensia memiliki faktor resiko untuk mengalami jatuh dan sesuai teori Close
(2005) bahwa lansia memiliki resiko jatuh yang dapat menyebabkan cedera yang
terjadi pada orang yang lebih tua lebih besar jika dibandingkan mereka yang
memiliki kognitif utuh.

Menurut Nugroho (2008 )jatuh sering membawa akibat lanjutan, misalnya


timbul perubahan pada persendian alat gerak tubuh, terjadinya patah tulang dan
infeksi kulit. Penyebab jatuh pada lanjut usia salah satunya karena riwayat
kecelakaan, yang menyebabkan anggota tubuh menjadi tidak lengkap oleh karena
itu kasus ini merupakan penyebab jatuh yang utama (30-50% kasus jatuh lansia).
Sesuai dengan fakta yang ditemukan bahwa Tn. B pernah memiliki riwayat

36
amputasi karena kecelakaan sehingga membuatnya memakai alat bantu untuk
berjalan berupa kaki palsu hal ini yang memungkinkan resiko jatuh pada Tn. B.

Intervensi yang dilakukan untuk mengatasi masalah resiko jatuh pada Tn. B
adalah yang pertama memberikan penyuluhan tentang apa saja bahaya yang ada
disekitar lingkungan yang ada di sekitar wisma yang dapat menyebabkan resiko
jatuh, misal menyingkirkan barang-barang yang berserakan karena sesuai teori
menurut Kane (1994) dalam Darmojo (2004) mengungkapkan bahwa faktor
penyebab jatuh pada lansia ada 2 golongan yaitu faktor intrinsik dan faktor
ekstrinsik. Faktor ekstrinsik dalam aspek lingkungan. Karena, lingkungan yang
sering dihubungkan dengan jatuh pada lansia antara lain alat-alat atau
perlengkapan rumah tangga yang sudah tua atau tergeletak di bawah.

Intervensi selanjutnya yang dilakukan yaitu menganjurkan Tn. B untuk


memakai alat bantu jalan. Karena jika klien tidak menggunakan alat bantu
tersebut maka akan memperbesar peluang Tn. B untuk resiko jatuh. Menurut .
Louis et. all. (2005) menyatakan dalam penelitiannya bahwa pasien lansia
memiliki gangguan keseimbangan dan mobilitas dalam berjalan sehingga mereka
memiliki resiko untuk mengalami jatuh saat berjalan. Maka dari itu, intervensi
yang sudah dilakukan pada Tn. B salah satunya adalah mengajarkan gerakan
latihan keseimbangan gunanya untuk memperkecil resiko jatuh pada Tn. B.

37
BAB V

PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Perubahan biologis maupun psikologis pasti terjadi pada setiap orang
seiring bertambahnya usia. Perubahan psikologis lansia berkaitan erat dengan
perubahan biologis yang dialaminya. Kemampuan adaptasi berperan penting
dalam mengatasi perubahan dan stress lingkungan untuk mencegah terjadinya
masalah psikososial pada lansia. Salah satu jenis masalah psikososial pada
lansia adalah Harga Diri Rendah. Selain masalah psikososial lansia juga
rentan terhadap masalah fisik karena adanya perubahan biologis. Salah satu
masalah tersebut seperti yang terjadi pada Tn.B yaitu gangguan integritas
kulit. Masalah-masalah yang terjadi dapat mempengaruhi kualitas hidup pada
lansia tersebut.

.2 Saran
Melihat dampak-dampak yang terjadi pada lansia, maka perlu adanya
peran perawat dalam upaya mempertahankan kualitas hidup dari lansia serta
mencegah timbulnya masalah-masalah lain yang dapat memperburuk kondisi
dari lansia tersebut.

38
DAFTAR PUSTAKA

Depkes. 2009. Pusat Informasi Dan Data Kementrian Kesehatan RI. Balitbangkes.

Depression And Bipolar Support Alliennce. 2004. Men and Depression. Illinios:
DBSA

Keliat, Budi Anna, dkk. (2010). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta:
EGC.

Miller, C.A. (2012). Nursing for Wellness in Older Adults, 6th Edition.
Philadelphia: Lipincott Wlilliams & Wilkins.

Nugroho. (2008). Keperawatan gerontik & Geriatrik. Edisi 3. Jakarta: EGC.

Pereira, M. J., Salome, G. M., Openheimer, D. G., Esposito, V. H., Almeida, S. A.


& Ferreira, L. M. (2014). Feelings of powerlessness in patients with
diabetic foot ulcers. 26(6): 132-1.

Potter & Perry. (2009). Fundamental Keperawatan. Edisi 7 Buku 1 dan 2. Jakarta:
Salemba Medika.

Rahmi, Zuriatri. (2016). Asuhan Keperawatan pada Lansia yang Mengalami


Gangguan Integritas Kulit pada Kaki Melalui Perawatan Kaki (Foot Care)
[Skripsi]. Depok (ID): Universitas Indonesia.

Reichel, W. (2009). Reichel’s Care of the Elderly: Clinical Aspects of Aging 6th
edition. New York: Cambridge University Press.

SDKI, DPP & PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: definisi
dan indicator diagnostic. (Edisi 1). Jakarta: DPPPPNI.

Stuart, Gail W. (2007). Buku Saku Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.

Syam’ani. 2011. “Studi fenomenologi tentang pengalaman menghadapi


perubahan konsep diri : harga diri rendah pada lansia di kecamatan.”

39
Wilkinston. A. 2012. Rencana asuhan keperawatan dan dokumentasi
keperawatan : diagnosa keperawatan dan masalah kolaboratif (Edisi 9).
Jakarta : ECG .

40

Anda mungkin juga menyukai