Anda di halaman 1dari 15

DETERMINAN SOSIAL TERHADAP LANSIA

MAKALAH

OLEH :

Marlita NIM 2017.D.01.014

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA SEKOLAH TINGGI ILMU


KESEHATAN PROGRAM STUDI SARJANA KESEHATAN
MASYARAKAT TAHUN 2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat dan limpah rahmat-Nya sehingga kami bias menyelesaikan makalah ini
dengan baik.Dalam pembuatan proposal ini tidak jauh dari dukungan berbagai
pihak, baik dari keluarga, teman-teman, keluarga, maupun dosen yang setia
memberikan masukan yang sangat berharga bagi proses pembuatan proposal ini.

Kesempurnaan hanyalah milik Tuhan Yang Maha Esa, makalah ini masih
jauh dari kata sempurna karena sebagai manusia kami tidak lepas dari kesalahan,
maka dari itu kami mohon dukungan dari berbagai pihak demi kebaikan
kedepannya.Demikianlah proposal ini kami buat, atas perhatian dan
kesempatannya untuk membaca kami ucapkan terima kasih.

Palangka Raya, April 2020

Penulis

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..................................................................

DAFTAR ISI................................................................................

BAB I PENDAHULUAN.............................................................

A. Latar belakang....................................................................
B. Tujuan ...............................................................................

BAB II TINJAUAN TEORI........................................................

A. Definisi determinan..........................................................
B. Lanjut usia (lansia)
1. Proses Menua..............................................................
C. Tujuan posyandu lansia....................................................
D. Sasaran posyandu lansia...................................................
E. Kegiatan posyandu lansia.................................................
F. Mekanisme pelayan posyandi lansia menurut departemen
Kesehatan RI (2003 )........................................................
G. Perilaku dan model pemanfaatan pelayanan Keseh-
Atan...................................................................................

BAB III PENUTUP......................................................................

A. Simpulan ..........................................................................

DAFTAR PUSTAKA...................................................................

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Peningkatan populasi lansia berdampak pada berbagai aspek kehidupan baik


sosial, ekonomi dan terutama kesehatan. Pada masa lanjut usia terjadi berbagai
perubahan fisik, kognitif maupun psikologis. Harapan hidup dan kualitas
hidup merupakan hal yang sangat penting bagi lansia. Terdapat banyak faktor
yang mempengaruhi kualitas hidup lansia.

Prevalensi dan insidensi nyeri punggung bawah (NPB) pada lanjut usia
(lansia) menunjukkan peningkatan. Dampak NPB adalah nyeri,spasme pada
otot, fleksibilitas punggung berkurang, fungsi punggung terganggu,
keterbatasan dalam melakukan aktivitas sehari-hari (AKS) dan kualitas hidup
yang kurang. Faktor determinan sosial seperti jenis kelamin, usia, tingkat
pendidikan, status ekonomi, kepemilikan asuransi kesehatan dan fungsi
keluarga merupakan faktor yang dapat berhubungan dengan kualitas hidup
lansia penderita NPB. Tujuan penelitian adalah menganalisis hubungan
determinan sosial dan fungsi keluarga dengan kualitas hidup lansia dengan
NPB. Manfaat penelitian adalah sebagai sumber informasi pengetahuan dan
meningkatkan pelayanan kesehatan di layanan kesehatan primer terutama
upaya promotif dan preventif.

Determinan sosial adalah faktor-faktor penentu secara sosial di dalam


masyarakat. Pada prinsipnya determinan sosial adalah sejumlah variabel yang
tergolong dalam faktor sosial, seperti; budaya, politik, ekonomi, pendidikan,
faktor biologi dan perilaku yang mempengaruhi status kesehatan individu atau
masyarakat. Determinan sosial berkontribusi terhadap kesenjangan kesehatan
di dalam kelompok masyarakat yang disebut determinan sosial kesehatan dan
mempengaruhi kesehatan baik secara langsung maupun tidak langsung,
sehingga dapat menjadi tolak ukur status kesehatan masyarakat. Determinan
sosial kesehatan merupakan proses yang membentuk perilaku di dalam
masyarakat. Perilaku adalah semua kegiatan yang dilakukan manusia baik
yang dapat diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar.
Perilaku seseorang terbentuk dari pengetahuan, sikap dan praktek atau
tindakan yang dimiliki (Notoatmodjo, 2012). Determinan sosial kesehatan
dan perilaku mempengaruhi mortalitas dan morbiditas dalam suatu komunitas.
Hubungan determinan sosial kesehatan dan perilaku terhadap mortalitas atau
kematian sangat menarik untuk dibicarakan karena mortalitas merupakan
salah satu dari tiga komponen demografis selain fertilitas dan migrasi, yang
mempengaruhi jumlah, struktur dan komposisi penduduk. Determinan sosial
dan perilaku yang berkembang di masyarakat dipengaruhi oleh pemerintah
sebagai penyedia layanan, masyarakat, dan fasilitas pelayanan kesehatan itu
sendiri. (Bapenas, 2010).

B. Tujuan

 bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kualitas


hidup lansia.
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Definisi determinan

Determinan sosial adalah faktor-faktor penentu secara sosial di dalam


masyarakat. Pada prinsipnya determinan sosial adalah sejumlah variabel yang
tergolong dalam faktor sosial, seperti; budaya, politik, ekonomi, pendidikan,
faktor biologi dan perilaku yang mempengaruhi status kesehatan individu atau
masyarakat. Determinan sosial berkontribusi terhadap kesenjangan kesehatan
di dalam kelompok masyarakat yang disebut determinan sosial kesehatan dan
mempengaruhi kesehatan baik secara langsung maupun tidak langsung,
sehingga dapat menjadi tolak ukur status kesehatan masyarakat. Determinan
sosial kesehatan merupakan proses yang membentuk perilaku di dalam
masyarakat. Perilaku adalah semua kegiatan yang dilakukan manusia baik
yang dapat diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar.
Perilaku seseorang terbentuk dari pengetahuan, sikap dan praktek atau
tindakan yang dimiliki (Notoatmodjo, 2012). Determinan sosial kesehatan
dan perilaku mempengaruhi mortalitas dan morbiditas dalam suatu komunitas.
Hubungan determinan sosial kesehatan dan perilaku terhadap mortalitas atau
kematian sangat menarik untuk dibicarakan karena mortalitas merupakan
salah satu dari tiga komponen demografis selain fertilitas dan migrasi, yang
mempengaruhi jumlah, struktur dan komposisi penduduk. Determinan sosial
dan perilaku yang berkembang di masyarakat dipengaruhi oleh pemerintah
sebagai penyedia layanan, masyarakat, dan fasilitas pelayanan kesehatan itu
sendiri. (Bapenas, 2010).

B. Lanjut Usia (Lansia)

1. Proses Menua
Menua adalah suatu proses menghilangnya kemampuan secara perlahan–lahan
untuk memperbaiki diri atau mengganti diri dan mempertahankan struktur dan
fungsi normal sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan
memperbaiki kerusakan yang diderita. Menua bukanlah suatu penyakit tetapi
merupakan proses berkurangnya daya tahan tubuh dalam menghadapi
rangsangan dalam maupun luar tubuh. Walaupun demikian memang harus
diakui bahwa ada berbagai penyakit yang sering terjadi pada kaum lansia.
Lansia merupakan kelompok umur pada manusia yang telah memasuki
tahapan akhir dari fase kehidupannya. Kelompok yang dikategorikan lansia ini
akan terjadi suatu proses yang disebut Aging Process atau proses penuaan
(Nugroho, 2008). Proses menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak
hanya dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan
kehidupan. Menjadi tua merupakan proses alamiah, yang berarti seseorang
telah melalui tiga tahap kehidupan yaitu anak, dewasa, dan tua. Memasuki
usia tua berarti mengalami perubahan atau kemunduran, seperti kemunduran
fisiologis, fisik dan psikologis. Kemunduran fisik yang ditandai dengan kulit
yang mengendur, rambut memutih, gigi mulai ompong, 1 pendengaran kurang
jelas, penglihatan semakin memburuk dan gerakan lamban. (Budianto, 2009).
Manusia yang mulai menjadi tua secara alamiah akan mengalami berbagai
perubahan, baik yang menyangkut kondisi fisik maupun mentalnya. Terdapat
tiga aspek yang perlu dipertimbangkan untuk membuat suatu batasan
penduduk lanjut usia menurut Badan Koordinasi Keluarga Berencana
Nasional (BKKBN) (2012) yaitu aspek biologi, aspek ekonomi dan aspek
sosial. Secara biologis penduduk lanjut usia adalah penduduk yang mengalami
proses penuaan secara terus menerus, yakni ditandai dengan menurunnya daya
tahan fisik yaitu semakin rentannya terhadap serangan penyakit yang dapat
menyebabkan kematian. Hal ini disebabkan terjadinya perubahan dalam
struktur dan fungsi sel, jaringan, serta sistem organ. Jika ditinjau secara
ekonomi, penduduk lanjut usia lebih dipandang sebagai beban dari pada
sebagai sumber daya. Banyak orang beranggapan bahwa kehidupan masa tua
tidak lagi memberikan banyak manfaat, bahkan ada yang sampai beranggapan
bahwa kehidupan masa tua, seringkali dipersepsikan secara negatif sebagai
beban keluarga dan masyarakat. C. Pengertian dan Batasan Lanjut Usia
Menurut ilmu Gerontologi,

lanjut usia bukanlah suatu penyakit, melainkan suatu masa atau tahap hidup
manusia yang merupakan kelanjutan dari usia dewasa dan merupakan tahap
perkembangan normal yang akan dialami oleh setiap individu yang mencapai
usia lanjut tersebut (Nugroho, 2008). Beberapa pendapat tentang batasan umur
lanjut usia yaitu:

1. Menurut Undang-Undang nomor 13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan


Lansia pasal 1 ayat 2 adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun
ke atas. Lansia adalah seseorang yang telah mencapai umur 60 tahun ke
atas yang karena mengalami penuaan berakibat menimbulkan berbagai
masalah kesejahteraan di hari tua, kecuali bila sebelum umur tersebut
proses menua itu terjadi lebih awal, dilihat dari kondisi fisik, mental dan
sosial. 2. Menurut Undang-undang Kesehatan No. 36 tahun 2009, lansia
adalah seseorang yang usianya 60 tahun keatas dan mengalami perubahan
biologis, fisik, dan sosial. 3. Menurut Departemen Kesehatan RI (2006)
dalam Fatmah (2010) batasan lansia antara lain : a. Virilitas (prasenium),
yaitu masa persiapan usia lanjut yang menampakkan kematangan jiwa
(usia 55-59 tahun) b. Usia lanjut dini (senescen), yaitu kelompok yang
mulai memasuki masa usia lanjut dini (usia 60-64 tahun) c. Lansia
beresiko tinggi untuk menderita berbagai penyakit degeneratif, yaitu usia
di atas 65 tahun. 4. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), lanjut
usia meliputi: a. Usia pertengahan (Middle Age) adalah orang yang
berusia 45-59 tahun b. Usia Lanjut (Elderly) adalah orang yang berusia 60-
74 tahun c. Usia Lanjut Tua (Old) adalah orang yang berusia 75-90 tahun
d. Usia Sangat Tua (Very Old) adalah orang yang berusia > 90 tahun 2.2.
Pos Pelayanan Terpadu Lansia (Posyandu Lansia) 2.2.1. Pengertian
Posyandu Lansia Menurut Depkes RI, (2005) bahwa pos pelayanan
kesehatan terpadu (posyandu) lansia adalah suatu bentuk keterpaduan
pelayanan kesehatan terhadap lansia di tingkat desa/kelurahan dalam
wilayah kerja masing- masing puskesmas. Keterpaduan dalam posyandu
lansia berupa keterpaduan pada pelayanan yang dilatar belakangi oleh
kriteria lansia yang memiliki berbagai macam penyakit. Dasar
pembentukan posyandu adalah untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat terutama lansia. Posyandu lansia merupakan wahana
pelayanan bagi kaum lansia yang dilakukan dari, oleh, dan untuk lansia
yang menitikberatkan pada upaya promotif dan preventif, tanpa
mengabaikan upaya kuratif dan rehabilitatif (Notoatmodjo, 2007).
Posyandu merupakan salah satu bentuk Upaya Kesehatan Bersumber daya
Masyarakat (UKBM) yang dikelola dan diselenggarakan dari, oleh, dan
untuk masyarakat guna memberdayakan masyarakat dengan
menitikberatkan pelayanan pada upaya promotif dan preventif.
Pemberdayaan masyarakat dalam menumbuhkembangkan posyandu lansia
merupakan upaya fasilitas agar masyarakat mengenal masalah yang
dihadapi, merencanakan dan melakukan upaya pemecahannya dengan
memanfaatkan potensi setempat sesuai situasi, kondisi kebutuhan setempat
(Depkes RI, 2004).
D.Tujuan Posyandu Lansia Tujuan umum pembentukan posyandu
lansia
menurut Departemen Kesehatan RI (2010) adalah meningkatkan derajat
kesehatan dan mutu kehidupan lansia untuk mencapai masa tua yang
bahagia dan berdaya guna dalam kehidupan keluarga dan masyarakat
sesuai dengan keberadaannya. Tujuan khusus pembentukan posyandu
lansia yaitu: a. Meningkatkan kesadaran lansia untuk membina sendiri
kesehatannya. b. Meningkatkan kemampuan dan peran serta keluarga dan
masyarakat dalam menghayati kesehatan lansia. c. Meningkatkan jenis dan
jangkauan pelayanan kesehatan lansia. d. Meningkatkan mutu pelayanan
kesehatan lansia. Menurut Azizah (2011) tujuan pembentukan dan
pelayanan posyandu lansia adalah : a. Meningkatkan jangkauan pelayanan
kesehatan lansia di masyarakat, sehingga terbentuk pelayanan kesehatan
yang sesuai dengan kebutuhan lansia b. Mendekatkan pelayanan dan
meningkatkan peran serta masyarakat dan swasta dalam pelayanan
kesehatan disamping meningkatkan komunikasi antara masyarakat lansia.
c. Meningkatkan kesadaran pada lansia untuk mengenali masalah
kesehatan dirinya sendiri dan bertindak untuk mengatasi masalah tersebut
terbatas kemampuan yang ada dan meminta pertolongan keluarga atau
petugas jika diperlukan. d. Meningkatkan mutu derajat kesehatan lansia e.
Meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku positif dari lansia
E. Sasaran Posyandu Lansia
Menurut Departemen Kesehatan RI (2010), sasaran pelaksanaan
pembinaan kelompok lansia terbagi menjadi dua yaitu: a. Sasaran
Langsung 1) Kelompok Pra lansia (45–59 tahun) 2) Kelompo Lansia (60–
69 tahun) 3) Kelompok Lansia dengan resiko tinggi (70 tahun ke atas) b.
Sasaran Tidak Langsung 1) Keluarga lansia 2) Masyarakat dilingkungan
lansia 3) Organisasi sosial yang perduli terhadap pembinaan kesehatan
lansia 4) Petugas kesehatan yang melayani kesehatan lansia 5) Petugas lain
yang menangani kelompok lansia 2.2.4. Kegiatan Posyandu Lansia
Kegiatan posyandu lansia meliputi kegiatan pelayanan kesehatan dan
kegiatan lain yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup lansia.
Bentuk pelayanan pada posyandu lansia meliputi pemeriksaan kesehatan
fisik dan mental emosional, yang dicatat dan dipantau dengan Kartu
Menuju Sehat (KMS) untuk mengetahui lebih awal penyakit yang diderita
atau ancaman masalah kesehatan yang dialami lansia. Beberapa kegiatan
pada posyandu lansia menurut Departemen Kesehatan RI (2010) adalah :
a. Pemeriksaan aktivitas kegiatan sehari-hari meliputi kegiatan dasar
dalam kehidupan, seperti makan/minum, berjalan, mandi, berpakaian, naik
turun tempat tidur, buang air besar/kecil dan sebagainya. b. Pemeriksaan
status mental. Pemeriksaan ini berhubungan dengan mental emosional
dengan menggunakan pedoman metode 2 (dua ) menit c. Pemeriksaan
status gizi melalui penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan
dan dicatat pada grafik indeks masa tubuh (IMT). d. Pengukuran tekanan
darah menggunakan tensimeter dan stetoskop serta penghitungan denyut
nadi selama satu menit. e. Pemeriksaan hemoglobin menggunakan talquist,
sahli atau cuprisulfat f. Pemeriksaan adanya gula dalam air seni sebagai
deteksi awal adanya penyakit gula (diabetes mellitus) g. Pemeriksaan
adanya zat putih telur (protein) dalam air seni sebagai deteksi awal adanya
penyakit ginjal. h. Pelaksanaan rujukan ke puskesmas bilamana ada
keluhan dan atau ditemukan kelainan pada pemeriksaan butir-butir diatas.
i. Penyuluhan Kesehatan, biasa dilakukan didalam atau diluar kelompok
dalam rangka kunjungan rumah dan konseling kesehatan dan gizi sesuai
dengan masalah kesehatan yang dihadapi oleh individu dan kelompok usia
lanjut. j. Kunjungan rumah oleh kader disertai petugas bagi kelompok usia
lanjut yang tidak datang, dalam rangka kegiatan perawatan kesehatan
masyarakat. h. Selain itu banyak juga posyandu lansia yang mengadakan
kegiatan tambahan seperti senam lansia, pengajian, membuat kerajinan
ataupun kegiatan silaturahmi antar lansia. Kegiatan seperti ini tergantung
dari kreasi kader posyandu yang bertujuan untuk membuat lansia
beraktivitas kembali dan berdisiplin diri. Salah satu upaya yang telah
dilakukan untuk peningkatan kesehatan terutama dalam menunjang status
gizi lansia dan pencegahan penyakit, dilakukan melalui pemantauan
keadaan kesehatan para lansia secara berkala dengan menggunakan Kartu
Menuju Sehat (KMS) lansia,dengan harapan gangguan kesehatan lansia
dapat dideteksi lebih dini untuk mendapatkan pertolongan secara cepat,
tepat dan memadai sesuai dengan keinginan yang diperlukan (Depkes RI,
2003).
F. Mekanisme Pelayanan Posyandu Lansia Menurut Departemen
Kesehatan RI (2003),
dalam memberikan pelayanan kesehatan terhadap lansia di kelompok,
mekanisme pelayanan yang sebaiknya digunakan adalah sistem 5 tahapan
(lima meja) sebagai berikut: 1. Meja 1 : Pendaftaran Mendaftarkan lansia,
kader mencatat lansia tersebut, kemudian peserta yang sudah terdaftar
dibuku register langsung menuju meja selanjutnya. 2. Meja 2 : Pengukuran
tinggi badan, berat badan dan tekanan darah Kader melakukan pengukuran
tinggi badan, berat badan dan tekanan darah lansia. 3. Meja 3 : Pencatatan
(Pengisian Kartu Menuju Sehat) Kader melakukan pencatatan di KMS
lansia meliputi: Indeks Masa Tubuh, tekanan darah, berat badan dan tinggi
badan lansia. 4. Meja 4 : Penyuluhan Penyuluhan kesehatan perorangan
berdasarkan KMS dari pemberian makanan tambahan. 5. Meja 5 :
Pelayanan medis Pelayanan oleh tenaga professional yaitu petugas
puskesmas/kesehatan meliputi kegiatan: pemeriksaan dan pengobatan
ringan. 2.2.6. Strata Kegiatan Posyandu Lansia Posyandu lansia dapat
digolongkan menjadi 4 tingkatan, penentuan tingkat perkembangan
kelompok usia lanjut didasarkan indikator terendah yang terdiri dari
Pratama, Madya, Purnama, Mandiri (Depkes RI, 2003). 1. Posyandu
Pratama adalah posyandu yang masih belum mantap. Kegiatan yang
terbatas dan tidak rutin setiap bulan dengan frekuensi < 8 kali. Jumlah
kader aktif terbatas serta masih memerlukan dukungan dana dari
pemerintah. 2. Posyandu Madya adalah posyandu yang telah berkembang
dan pada tingkat ini dapat melaksanakan kegiatan hamper setiap bualn
( paling sedikit 8 kali setahun), jumlah kader aktif lebih dari tiga akan
tetapi cakupan program utamanya masih rendah yaitu kurang dari 50%
serta masih memerlukan dana dari pemerintah. 3. Posyandu Purnama
adalah posyandu yang sudah mantap dan melaksanakan kegiatan secara
lengkap paling sedikit 10 kali setahun, dengan beberapa kegiatan
tambahan di luar kesehatan dan cakupan lebih tinggi (> 60%). 4. Posyandu
Mandiri adalah posyandu Purnama dengan kegiatan tambahan yang
beragam dan telah mampu membiayai kegiatannya dengan dana sendiri.
G. Perilaku dan Model Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan
1. Konsep Perilaku Skiner (1938)

seorang ahli psikologi, dalam Notoatmodjo (2012) merumuskan bahwa


perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus
(rangsangan dari luar). Selanjutnya teori Skiner menjelaskan adanya dua
jenis respon, yaitu: a. Responden Respons atau Refleksi yakni respon yang
ditimbulkan oleh rangsangan-rangsangan tertentu yang disebut electing
stimuli karena menimbulkan respon yang relative tetap. b. Operant respon
atau instrumental respons, yakni respon yang timbul dan berkembang
kemudian diikuti oleh rangsangan yang lain. 2.3.2. Bentuk Perilaku
Perilaku manusia dapat dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu : a.
Perilaku tertutup (covert behavior) yaitu respon seseorang terhadap
stimulus dalam bentuk terselubung, masih terbatas pada persepsi,
kesadaran, perhatian yang terjadi pada orang yang menerima stimulus
tersebut dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain. b. Perilaku
terbuka (overt behavior) adalah bentuk tindakan atau praktek yang mudah
diamati dan dilihat oleh orang lain. Empat unsur pokok perilaku kesehatan
menurut Skiner dalam Notoatmodjo (2007) meliputi : a. Perilaku
seseorang terhadap sakit atau penyakit Perilaku bagaimana seseorang
mengetahui, bersikap dan mempersepsikan penyakit dan rasa sakit pada
dirinya maupun tindakan aktif sehubungan dengan penyakit dan sakit
tersebut yaitu perilaku sehubungan dengan peningkatan dan pemeliharaan
kesehatan, perilaku pencegahan penyakit, perilaku sehubungan dengan
pencarian pengobatan, perilaku sehubungan dengan pemulihan kesehatan.
b. Perilaku terhadap sistem pelayanan kesehatan Perilaku berupa respon
terhadap fasilitas pelayanan kesehatan, cara pelayanan, petugas kesehatan,
dan obat-obatannya yang terwujud dalam pengetahuan, persepsi, sikap dan
penggunaan fasilitas, petugas dan obat-obatan. c. Perilaku terhadap
makanan Perilaku respon seseorang terhadap makanan sebagai kebutuhan
vital bagi kehidupan. Perilaku ini meliputi pengetahuan, persepsi, sikap
dan praktik kita terhadap makanan serta unsure-unsur yang ada di
dalamnya. d. Perilaku terhadap lingkungan Respon seseorang terhadap
lingkungan sebagai determinan kesehatan manusia.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Determinan sosial adalah faktor-faktor penentu secara sosial di dalam
masyarakat. Pada prinsipnya determinan sosial adalah sejumlah variabel
yang tergolong dalam faktor sosial, seperti; budaya, politik, ekonomi,
pendidikan, faktor biologi dan perilaku yang mempengaruhi status
kesehatan individu atau masyarakat. Determinan sosial berkontribusi
terhadap kesenjangan kesehatan di dalam kelompok masyarakat yang
disebut determinan sosial kesehatan dan mempengaruhi kesehatan baik
secara langsung maupun tidak langsung, sehingga dapat menjadi tolak
ukur status kesehatan masyarakat. Determinan sosial kesehatan
merupakan proses yang membentuk perilaku di dalam masyarakat.
Perilaku adalah semua kegiatan yang dilakukan manusia baik yang dapat
diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar.
Perilaku seseorang terbentuk dari pengetahuan, sikap dan praktek atau
tindakan yang dimiliki (Notoatmodjo, 2012).
DAFTAR PUSTAKA

file:///C:/Users/User/Downloads/Documents/04._BAB_I.pdf

https://ejournal2.undip.ac.id/index.php/mmm/article/view/2636

https://e-journal.unair.ac.id/JIET/article/view/14033

http://theicph.com/id_ID/id_ID/icph/health-determinants/

https://jurnal.ugm.ac.id/bkm/article/view/40472

Anda mungkin juga menyukai