Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH DASAR KEBIJAKAN KESEHATAN

MODEL PERUMUSAN KEBIJAKAN KESEHATAN


MODEL KELOMPOK

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 3

1. ANDRONIPUS LOLLA TANA (2207010124)


2. JIMINTO ZAKARIAS UFI (2207010120)
3. MARIA VENERABILIS DEO PILI (2207010076)
4. KATARINA PRISCHA SAI SALE (2007020122)
5. RAYMUNDUS RATU WERANG (2207010178)

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
KUPANG
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami haturkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
rahmat-Nya sehingga kami bisa menyelesaikan makalah tentang “Model Perumusan
Kebijakan Kesehatan Model Kelompok”. Tidak lupa juga kami mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang telah turut memberikan kontribusi dalam penyusunan makalah ini.
Tentunya, tidak akan bisa maksimal jika tidak mendapat dukungan dari berbagai pihak.
Sebagai penyusun, kami menyadari bahwa masih terdapat kekurangan, baik dari
penyusunan maupun tata bahasa penyampaian dalam makalah ini. Oleh karena itu, kami
dengan rendah hati menerima saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki
makalah ini.
Kami berharap semoga karya ilmiah yang kami susun ini memberikan manfaat dan juga
inspirasi untuk pembaca.

Kupang, Maret 2023

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................................2
DAFTAR ISI.............................................................................................................................3
BAB I.........................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.....................................................................................................................4
1.1 Latar Belakang...............................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................................6
1.3 Tujuan Penulisan............................................................................................................6
BAB II.......................................................................................................................................7
PEMBAHASAN.......................................................................................................................7
2.1 Pengertian Kebijakan Kesehatan.................................................................................7
2.2 Tahapan Pengembangan Kebijakan Kesehatan..........................................................7
2.3 Implementasi Kebijakan Kesehatan...........................................................................13
2.4 Pengertian Model Kelompok.......................................................................................14
2.5 Bentuk-Bentuk Model Kelompok...............................................................................16
2.6 Karakteristik Model Kelompok..................................................................................17
2.7 Kelebihan dan Kekurangan Model Kelompok..........................................................17
2.8 Manfaat Model Kelompok...........................................................................................18
BAB III....................................................................................................................................19
PENUTUP...............................................................................................................................19
3.1 Kesimpulan...................................................................................................................19
3.2 Saran..............................................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................20
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam beberapa tahun belakangan ini, di mana masalah persoalan yang dihadapi
pemerintah sedemikian kompleks akibat krisis multidimensi, maka hal ini tentu
membutuhkan perhatian yang besar dan penanganan pemerintah yang cepat namun juga
akurat agar masalah persoalan yang begitu kompleks dan berat yang dihadapi oleh
pemerintah segera dapat diatasi. Kondisi seperti ini pada akhirnya menempatkan pemerintah
dan lembaga tinggi negara lainnya berada pada pilihan-pilihan kebijakan yang sulit.
Kebijakan yang diambil tersebut terkadang membantu pemerintah dan rakyat Indonesia
keluar dari krisis, tetapi juga dapat terjadi sebaliknya, yakni malah mendelegitimasi
pemerintah itu sendiri. Dalam menyelesaikan persoalan-persoalan yang muncul diperlukan
pengambilan kebijakan yang tepat, sehingga kebijakan tersebut tidak menimbulkan
permasalahan baru. Pengambilan suatu kebijakan tentunya memerlukan analisis yang cukup
jeli, dengan menggunakan berbagai model serta pendekatan yang sesuai dengan
permasalahan yang akan diselesaikan. Untuk dapat mengambil kebijakan yang sesuai dengan
permasalahan yang ada, pengambil kebijakan perlu memahami berbagai model dan
pendekatan yang dapat digunakan sebagai dasar dalam pengambilan suatu kebijakan.

Model adalah abstraksi dari realita. Penggambaran abstraksi dapat berupa indikator-
indikator sari realita. Mustopadidjaja (1992: 34) merumuskan model sebagai penyederhanaan
dari kenyataan persoalan yang dihadapi, diwujudkan dalam hubungan-hubungan kausal atau
fungsional. Model dapat digambarkan dalam bentuk skematik model (seperti flow chart atau
arrow diagram), fisikal model (seperti miniatur), game model (seperti adegan latihan
kepemimpinan, latihan manajemen), simbolik model (seperti ekonometrika dan program
komputer). Kebijakan publik juga akan lebih mudah dipelajari dengan bantuan penggunaan
model. Model merupakan alat bantu yang baik dalam perumusan dan penentuan solusi atau
alternatif yang dipilih dalam pembuatan kebijakan publik. Manfaat penggunaan model adalah
mempermudah deskripsi persoalan secara struktural, membantu dalam melakukan prediksi
akibat-akibat yang timbul daripada ada atau tiadanya perubahan-perubahan dalam faktor
penyebab (Mustopadidjaja, 1992: 34).
Tekanan kelompok-kelompok kepentingan diharapkan dapat mempengarhi pembuatan
atau perubahan kebijakan publik. Besar kecil tingkat pengaruh dari suatu anggota kelompok
kepentingan ditentukan oleh jumlah anggotanya, harta kekayaan, kekuatan, dan kebaikan
organisasi, kepemiminan, hubungannya yang erat dengan para pembuat keputusan, serta
kohesi intern para anggotanya. Perumusan kebijakan publik merupakan hasil perjuangan
kelompok secara terus menerus agar pemerintah sebagai aktor pembuat kebikajan
memberikan respons terhadap tekanan-tekanan yang diberikan oleh kelompok tersebut (group
pressures) yaitu dengan melakukan tawar menawar (bargaining), perjanjian (negotiating) dan
kompromi (compromising) terhadap kepentingan persaingan tuntutan-tuntutan dari
kelompok-kelompok kepentingan lain yang berpengaruh.

Contoh kasus dari model kelompok adalah pada saat pemilihan Presiden Republik
Indonesia hingga terpilihnya Gus Dur sebagai Presiden RI, terdapat berbagai kelompok-
kelompok kepentingan yang saling bersaing untuk memenangkan suara mengalahkan suara
mayoritas pemenang Pemilu yaitu Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. Pada tahap
perumusan kebijakan publik telah terjadi kompromi, negosiasi dan bargaining politik diantara
kelompok-kelompok kepentingan, sehingga terbentuk Poros Tengah. Poros Tengah inilah
yang berhasil memenangkan Gus Dur dan mengalahkan Megawati yang dicalonkan dari
pemenang Pemilu yaitu Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. Dalam model kelompok
nampak bahwa suara mayoritas dapat bergabung untuk membentuk mayoritas baru.

Contoh kasus lainnya adalah Pemerintah Kabupaten Kebumen, melalui bupati KH. M.
Nashirudin Al Mansyur menyatakan status “quo”, yakni kembali pada keadaan semula atas
permasalahan tanah dinas penelitian pengembangan (Dislitbang) TNI AD dengan Masyarakat
wilayah Urut Sewu Kebumen. Artinya penggunaan lahan untuk kegiatan dilaksanakan seperti
sebelum ada permasalahan. “TNI dapat melaksanakan latihan seperti sedia kala. Sedangkan
para petani dapat melaksanakan kegiatan bercocok tanam,” selanjutnya penyelesaian
permasalahan tanah selanjutnya akan diadakan peninjauan di lapangan oleh TNI, Pemerintah
daerah, serta masyarakat. Hal itu dalam rangka penentuan batas kepemilikan tanah. (suara
merdeka).

Model kebijakan adalah representasi sederhana mengenai aspek-aspek yang terpilih dari
suatu kondisi masalah yang disusun untuk tujuan-tujuan tertentu. Model kebijakan kesehatan
adalah suatu cara atau metode yang dilakukan untuk bisa mengambil keputusan dari suatu
masalah dibidang kesehatan. Fungsi dari model kebijakan kesehatan adalah membantu kita
menjelaskan apa. mengapa dan bagaimana sistem kesehatan beroperasi, membantu dalam
menangani permasalahan dibidang kesehatan, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat
dalam pelayanan dibidang kesehatan.

Proses pembuatan kebijakan merupakan proses yang rumit. Oleh karena itu, beberapa
ahli mengembangkan model-model perumusan kebijakan publik untuk mengkaji proses
perumusan kebijakan agar lebih mudah dipahami. Dengan demikian, pembuatan model-
model perumusan kebijakan digunakan untuk lebih menyederhanakan proses perumusan
kebijakan yang berlangsung secara rumit tersebut.

Pada dasarnya ada empat belas macam model perumusan kebijakan, dan keempat belas
model tersebut dikelompokkan kedalam dua model yaitu model elite dan model pluralis.
Model elite merupakan model yang dipengaruhi kontinentalis yang terdiri dari model
kelembagaan (institutional), model proses (process), model kelompok (group), model elit
(elite), model rasional (rational), model inkremental (incremental) dan model pengamatan
terpadu (mixed scanning). Sementara model pluralis yaitu model yang dipengaruhi oleh
anglo-saxonis yaitu model teori permainan (game theory), model pilihan publik (public
choice), model sistem (system), model demokratis (democratic), model deliberatif
(deliberative), model strategis (strategic), dan model tong sampah (garbage can).

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan model kelompok?


2. Apa saja bentuk-bentuk dari model kelompok?
3. Bagaimana karakteristik dari model kelompok?
4. Apa saja kelebihan dan kekurangan dari model kelompok?
5. Apa saja manfaat dari model kelompok?

1.3 Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui pengertian dari model kelompok.


2. Untuk mengetahui bentuk-bentuk dari model kelompok.
3. Untuk mengetahui karakteristik dari model kelompok.
4. Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan dari model kelompok.
5. Untuk mengetahui manfaat dari model kelompok.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Kebijakan Kesehatan

Kebijakan diartikan sebagai sejumlah keputusan yang dibuat oleh pihak yang
bertanggungjawab dalam bidang kebijakan kesehatan untuk membuat keputusan atau
bertindak atas suatu permasalahan. Kebijakan dapat disusun dalam semua tingkatan
dari paling bawah sampai pusat dari swasta maupun negara (Buse et al.,2005).
Kebijakan atau “policy” secara umum digunakan untuk menunjukkan perilaku
seorang aktor dari munculnya kebijakan misalnya seorang pejabat, organisasi maupun
lembaga atau sejumlah aktor dalam bidang tertentu (Winarno B, 2012). Dalam
menyusun kebijakan dikenal kerangka segitiga kebijakan
kesehatan yang digunakan untuk memahami pentingnya mempertimbangkan isi
kebijakan, proses penyusunan kebijakan dan bagaimana kekuatan yang digunakan
dalam kebijakan kesehatan.

2.2 Tahapan Pengembangan Kebijakan Kesehatan

1. Proses Pengembangan Kebijakan

Proses pengembangan kebijakan berlangsung sebagai sebuah siklus kebijakan yang


dimulai dari pengaturan agenda (agenda setting) dengan penetapan atau pendefinisian
masalah publik yang signifikan dan mengundang perhatian masyarakat luas (public
concern) karena besarnya tingkat kepentingan yang belum terpenuhi (degree of
unmeet need) sehingga memunculkan tindakan pemerintah. Proses pembuatan atau
formulasi kebijakan merupakan satu tahapan penting dalam pengembangan kebijakan
yang akan menentukan dampak kebijakan terhadap sasaran kebijakan. Berikut ini
penjelasan siklus penyusunan atau pengembangan kebijakan:

a. Agenda Setting/Pembuatan Agenda

Sebagai respons terhadap permasalahan publik, mesin legislatif dan birokrasi


pemerintah dapat bergerak dan terlibat dalam proses formulasi, adopsi, dan
implementasi kebijakan, termasuk turut berperan untuk mengatasi masalah yang
muncul selama proses penyusunan kebijakan. Keterlibatan aktor, elite atau pemangku
kepentingan dapat terus berlanjut pada tahap analisis efektivitas kebijakan, untuk
menunjukkan kekurangan dalam formulasi maupun implementasi sehingga dapat
menjadi usulan agenda baru kebijakan. Oleh karena itu, pembuatan agenda
menempati urutan pertama dalam siklus pengembangan kebijakan.Kingdon (1995)
menjabarkan agenda setting pada pembuatan kebijakan publik sebagai pertemuan dari
tiga “pilar pertimbangan” penting, yaitu:

1. Masalah (problem), adalah permasalahan yang terjadi, termasuk masalah


kesehatan, yang memicu atau mendesak terbentuknya suatu kebijakan untuk
menyelesaikan masalah tersebut.

2. Solusi yang memungkinkan (possible solutions), adalah sebuah solusi yang


mengarah pada penyelesaian terhadap banyaknya permasalahan yang kemungkinan
besar mampu dilakukan pemerintah.

3. Keadaan politik (politic circumstances), masalah publik tidak pernah akan lepas
dari pengaruh politik dalam penyusunan pembuatan agenda, pembuatan kebijakan
sampai dengan implementasi kebijakan.

b. Policy Formulation/Formulasi Kebijakan

Proses formulasi kebijakan kesehatan secara umum memiliki tahapan-tahapan


berikut :

1. Pengaturan proses pengembangan kebijakan

2. Penggambaran permasalahan

3. Penetapan sasaran dan tujuan

4. Penetapan prioritas

5. Perancangan kebijakan

6. Penggambaran pilihan-pilihan

7. Penilaian pilihan-pilihan

8. Perputaran untuk penelaahan sejawat dan revisi kebijakan

9. Upaya untuk mendapatkan dukungan formal


Oleh karena itu, formulasi kebijakan adalah suatu proses berulang-ulang yang
melibatkan sebagian besar komponen dari siklus perencanaan (Htwe,2006).
Pentingnya tahap formulasi kebijakan ditekankan oleh Easton (1965) dalam teori
pembuatan kebijakan sebagai sebuah sistem. Easton (1965) mencoba merumuskan
proses formulasi kebijakan bentuk yang sederhana sebagai berikut (Easton’s black
box).

Proses pembuatan kebijakan berlangsung sebagai sebuah sistem yang merupakan


kesatuan institusi dan proses yang terlibat dan memiliki otoritas dalam melakukan
alokasi sumber daya maupun nilai-nilai dalam masyarakat. Dalam sistem tersebut
terjadi alokasi nilai-nilai sesuai dengan otoritas, alasan-alasan untuk melakukan
alokasi sumber daya dan black box pembuatan kebijakan. Penyebutan black box
dimaksudkan sebagai sebuah kotak hitam yang menutupi proses interaksi yang terjadi
antar aktor pembuat kebijakan dengan nilai-nilai dan interes yang melekat, kerap kali
terjadi tawar menawar posisi untuk kepentingan dan tuntutan individu atau kelompok
yang terlibat dalam pembuatan kebijakan tersebut.

Untuk mengubah tuntutan tersebut menjadi sebuah kebijakan, suatu sistem harus
mampu mengatur dan memberlakukan penyelesaian-penyelesaian pertentangan atau
konflik. Oleh karena itu, suatu sistem dibangun berdasarkan elemen-elemen yang
mendukung sistem tersebut dan hal ini bergantung pada interaksi antar berbagai
subsistem, maka suatu sistem akan melindungi dirinya melalui tiga hal, yakni :

a) Menghasilkan output yang secara layak memuaskan

b) Menyandarkan pada ikatan-ikatan yang berakar dalam sistem itu sendiri

c) Menggunakan atau mengancam dengan menggunakan kekuatan (otoritas).

Pada bagian input dalam pendekatan formulasi kebijakan sebagai semua sistem
terdapat :

- Permintaan (demand)

- Sumber daya (resource), dan

- Dukungan (support).

Demand dimunculkan oleh individu atau kelompok yang mencari kebijakan


tertentu sesuai dengan yang mereka inginkan atau nilai-nilai yang mereka miliki.
Demand muncul ketika individu atau grup mengartikulasikannya melalui kelompok
kepentingan atau partai politik untuk diketahui pemerintah. Resources membantu
pemerintah merespons demands yang dibuat. Support mengacu pada dukungan yang
disampaikan oleh mayoritas dalam sistem kesehatan, support tersebut dapat
disimbolkan antara lain dari jejak pendapat nasional, kemauan membayar pajak,
pengakuan terhadap pemerintah, serta tekanan untuk memperoleh keamanan.

c. policy adoption/pengadopsian kebijakan

Adopsi kebijakan adalah sebuah proses untuk secara formal mengambil atau
mengadopsi alternatif solusi kebijakan yang ditetapkan sebagai sebuah regulasi atau
produk kebijakan yang selanjutnya akan dilaksanakan. Pengadopsian kebijakan sangat
ditentukan oleh rekomendasi yang antara lain berisikan informasi mengenai manfaat
dan berbagai dampak yang mungkin terjadi dari berbagai alternatif kebijakan yang
telah disusun dan akan diimplementasikan. Penerapan kebijakan baru, perubahan,
perbaikan atau penarikan kebijakan yang sudah ada merupakan tanggung jawab dari
pimpinan pembuat kebijakan. Pengajuan kebijakan baru, amandemen atau
penarikan/penghentian kebijakan yang sudah ada harus mendapat persetujuan dengan
suara alternatif dari mayoritas anggota keseluruhan pimpinan.

d. Policy implementation / pengimplementasian kebijakan

Pengimplementasian merupakan cara agar kebijakan dapat mencapai tujuannya.


Definisi implementasi menurut para Ahli : Dunn (2003) adalah pelaksanaan
pengendalian aksi-aksi kebijakan di dalam kurun waktu tertentu.

Lester dan stewart memandang implementasi secara luas sebagai pelaksanaan


undang-undang atau kebijakan yang melibatkan seluruh aktor, organisasi, prosedur,
serta aspek teknik untuk meraih tujuan-tujuan kebijakan atau program-program. Ada
dua alternatif dalam implementasi dalam kebijakan: mengimplementasikan dalam
bentuk program dan membuat kebijakan turunannya (Hann, 2007). Kesiapan
implementasi amat menentukan efektivitas dan keberhasilan sebuah kebijakan.
Penyusunan kebijakan berbasis data atau bukti juga berpengaruh besar terhadap
sukses-tidaknya implementasi kebijakan. Oleh karena itu, keberadaan beberapa aktor
utama untuk menganalisis kesiapan, memasukkan hasil penelitian kebijakan sebagai
pertimbangan implementasi kebijakan menjadi begitu penting. Di antaranya Komite
Eksekutif Badan Formulasi Kebijakan, Dewan Penelitian Kesehatan / Medis,
Kementerian Kesehatan, Kementerian Sains dan Teknologi, dan konsorsium
universitas. Akan menjadi menguntungkan bila seluruh hasil assesmen, analisis atau
riset dapat terkoordinasi. Para aktor utama ini juga perlu mengambil dan memiliki
tanggung jawab terhadap implementasi kebijakan sekaligus memantau kemajuan,
mengevaluasi hasil, dan memastikan umpan balik untuk pembuat kebijakan serta
mengenalkan aplikasi dari semua hasil penelitian yang berguna.

e. Evaluasi Kebijakan

Evaluasi kebijakan kesehatan merupakan penilaian terhadap keseluruhan tahapan


dalam siklus kebijakan, utamanya ketika sebuah kebijakan yang disusun telah selesai
diimplementasikan. Tujuannya adalah untuk melihat apakah kebijakan telah sukses
mencapai tujuannya dan menilai sejauh mana keefektifan kebijakan dapat
dipertanggungjawabkan kepada pihak yang berkepentingan. Evaluasi merupakan
salah satu mekanisme pengawasan kebijakan. Parameter yang umum digunakan
adalah kesesuaian, relevansi, kecukupan, efisiensi, keefektifan, keadilan, respons, dan
dampak. Kesesuaian evaluasi harusnya dikembangkan untuk mencakup tidak hanya
proses, tetapi juga dampak jangka pendek dan jangka panjang dari sebuah kebijakan.

2. Urgensi Pengembangan Kebijakan


Secara umum pengembangan kebijakan dilakukan karena beberapa alasan berikut:
1. Kebijakan yang ada masih bersifat terlalu umum.
2. Kebijakan yang ada sulit untuk diimplementasikan di lapangan.
3. Kebijakan yang sudah ada mengandung potensi konflik.
4.Kebijakan yang ada menemui banyak permasalahan ketika sudah
diimplementasikan atau dengan kata lain, ada kesenjangan kebijakan.
5. Adanya pengaruh faktor eksternal, seperti situasi politik yang tidak stabil.
Selain itu, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengembangan
kebijakan, antara lain :
1. Area yang mendapatkan pengaruh atau yang terkena pengaruh, termasuk siapa
sajakah yang terkena pengaruh kebijakan, baik berupa kelompok sasaran kebijakan
atau pemangku kepentingan lainnya. Misalnya dalam kebijakan privatisasi rumah
sakit yang pernah terjadi di DKI Jakarta dengan dikeluarkannya Perda nomor 13, 14,
dan 15 tahun 2004 yang mengubah tiga rumah sakit milik pemerintah menjadi
Perseroan Terbatas (PT). Kelompok yang terkena pengaruh kebijakan tersebut adalah
seluruh staf rumah sakit, masyarakat, LSM, wartawan, bahkan kalangan profesi
kesehatan masyarakat.
2. Tujuan atau hasil yang diharapkan
3. Tindakan-tindakan yang telah dilakukan atau akan dilaksanakan, termasuk
mekanisme legislasi, finansial, dan administratif pengembangan kebijakan.
4. Elemen sistem politik, konsensus atau adanya kesepakatan bersama antar
pemangku kepentingan yang berpengaruh, aturan hukum, kompetisi antar berbagai
kepentingan politik, dan good governance (tata kelola pemerintahan).
Ketika implementasi sebuah kebijakan lama terkendala maka sebagai solusi
kebijakan tersebut harus dikembangkan menjadi kebijakan yang baru. Contohnya
adalah kebijakan jaminan pelayanan kesehatan yang terus berkembang mulai dari
asuransi kesehatan yang hanya mengcover Pegawai Negeri Sipil, Jamkesmas,
Jamkesda hingga yang saat ini diimplementasikan adalah Jaminan Kesehatan
Nasional (JKN) menuju Cakupan Semesta atau Universal Coverage, agar seluruh
masyarakat memiliki jaminan pelayanan kesehatan yang bermutu. Pengembangan
kebijakan tersebut harus mempertimbangkan area, tujuan kebijakan dan tindakan
kebijakan yang akan dan telah diambil serta memerhatikan kesemua elemen tersebut
di atas.

3. Pendekatan Pengembangan Kebijakan


Pengembangan kebijakan publik merupakan hasil dari isu kebijakan, interaksi
aktor/pelaku dan lingkungan kebijakan dengan memanfaatkan model-model tertentu.
Aktor/pelaku kebijakan disini adalah mereka yang terlibat aktif ( langsung dan tidak
langsung dalam proses, baik dalam bentuk orang per orang, lembaga non pemerintah,
dan badan pemerintah yang dapat memengaruhi dan dipengaruhi oleh kebijakan yang
dikembangkannya. Pejabat resmi di kalangan pemerintah, pimpinan partai, tokoh
masyarakat nonpartisan, lembaga swadaya masyarakat, organisasi profesi, kelompok
intelektual, mahasiswa, mahasiswa, dan lain sebagainya, merupakan sebagian dari
aktor / pelaku dalam proses tersebut. Lingkungan kebijakan adalah setiap aspek
kehidupan masyarakat yang dapat atau perlu dipengaruhi oleh pelaku kebijakan untuk
dikembangkan menjadi lebih baik dari sebelumnya. Berbagai interaksi di antara
aktor/pelaku dan lingkungan kebijakan dalam mengembangkan kebijakan lazimnya
berlangsung dalam model pengembangan kebijakan.
2.3 Implementasi Kebijakan Kesehatan

Implementasi kebijakan kesehatan mempunyai arti adalah di mana semua proses


kebijakan kesehatan tersebut diberlakukan dalam berbagai konteks. Implementasi
kebijakan kesehatan tersebut sesuai dengan kebijakannya sendiri, apakah berlaku
secara nasional atau hanya diberlakukan dalam wilayah tertentu, yaitu sebagaimana
disebutkan di atas bahwa kebijakan berlaku berdasarkan kondisi atau kebutuhan
masyarakat atau suatu wilayah.
Dalam konteks implementasi kebijakan kesehatan tersebut, semua aktor yang
terlibat dalam pembuatan kebijakan sebelumnya mereka semua akan termasuk
penerima pelayanan kebijakan kesehatan, selain terkadang aktor terlibat dalam
implementasi. Proses implementasi kebijakan kesehatan haruslah didukung dan
diawasi bersama, sehingga implementasi akan berjalan efektif dan efisien.
Mazmanian dan Sabatier dalam Leo Agustino (2008:139) mendefinisikan
implementasi kebijakan adalah sebagai: pelaksanaan keputusan kebijaksanaan dasar,
biasanya dalam bentuk undang-undang, namun dapat pula berbentuk perintah-
perintah atau keputusan-keputusan eksekutif yang penting atau keputusan badan
peradilan. Lazimnya, keputusan tersebut mengidentifikasikan masalah yang ingin
diatasi, menyebutkan secara tegas tujuan atau sasaran yang ingin dicapai, dan
berbagai cara untuk menstrukturkan atau mengatur proses implementasinya.
Untuk menganalisis bagaimana proses implementasi kebijakan itu berlangsung
maka dapat dilihat dari berbagai model implementasi kebijakan. Pandangan mengenai
model (teori) implementasi kebijakan banyak kita temukan dalam berbagai literatur.
Secara garis besar Parsons membagi model implementasi kebijakan menjadi empat,
yaitu: sebagai berikut.
1. The Analysis of failure (model analisis kegagalan.
2. Model rasional (top-down) untuk mengidentifikasi faktor-faktor mana yang
membuat implementasi sukses.
3. Model pendekatan (bottom-up) kritikan terhadap model pendekatan top-down
dalam kaitannya dengan pentingnya faktor-faktor terhadap sistem lain dan
interaksi organisasi.
4. Teori-teori hasil sintesis (hybrid theories).
Dalam praktiknya implementasi kebijakan merupakan suatu proses yang
kompleks dan rumit. Untuk dapat melukiskan kerumitan dalam proses implementasi
kebijakan tersebut dapat dilihat dari definisi implementasi kebijakan yang berbeda
sebagaimana diungkapkan Bardach dalam Agustino (2006: 54) mengemukakan
bahwa implementasi kebijakan, sebagai: adalah cukup untuk membuat sebuah
program dan kebijakan umum yang kelihatannya bagus di atas kertas. Lebih sulit lagi
merumuskannya dalam kata-kata dan slogan-slogan yang kedengarannya mengenakan
bagi telinga para pemimpin dan para pemilih yang mendengarkannya. Dan lebih sulit
lagi untuk melaksanakanya dalam bentuk yang memuaskan orang. Kerangka lain
mengatakan pendapat bahwa implementasi adalah tindakan yang dilakukan baik oleh
kelompok pemerintah maupun swasta agar tujuan yang telah digariskan dapat tercapai
sebagaimana diungkapkan oleh Metter dan Horn (1975) dalam Agustino (2006: 139):
“Implementasi kebijakan ialah tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individu-
individu atau pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang
diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan
kebijakan”. Menurut Nugroho (2003: 158), implementasi kebijakan pada prinsipnya
adalah cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya (tidak lebih dan tidak
kurang). Selanjutnya Nugroho (2003: 158) mengemukakan bahwa perencanaan atau
sebuah kebijakan yang baik akan berperan menentukan hasil yang baik. Konsep (yang
didukung data dan informasi masa depan) kontribusinya mencapai proporsi sekitar
60% terhadap keberhasilan kebijakan tersebut dan proporsi sekitar 40% terhadap
implementasi yang harus konsisten dengan konsep. Berdasarkan paparan di atas,
walau implementasi kebijakan kesehatan dianggap sedikit rumit, tapi apabila tahap-
tahap perumusan kebijakan sebelumnya dapat dilakukan dengan baik, maka akan
memberi pengaruh yang maksimal pula terhadap implementasi kebijakan.

2.4 Pengertian Model Kelompok

Model kelompok merupakan abstraksi dari proses pembuatan kebijakan yang di


mana beberapa kelompok kepentingan berusaha untuk mempengaruhi isi & bentuk
kbjk secara interaktif. Dg demikian pembuatan kebijakan terlihat sebagai upaya utk
menanggapi tuntutan dr berbagai kelompok kepentingan dengan cara bargaining,
negoisasi dan kompromi. Tuntutan-tuntutan yang saling bersaing di antara kelompok-
kelompok yang berpengaruh dikelola. Sebagai hasil persaingan antara berbagai
kelompok kepentingan pada hakikatnya adalah keseimbangan yang tercapai dalam
pertarungan antar kelompok dalam memperjuangkan kepentingan masing-masing
pada suatu waktu.
Model kelompok memiliki asumsi bahwa individu-individu yang memiliki
kepentingan yang sama akan bergabung dan membentuk sebuah kelompok sehingga
mampu mempengaruhi pemerintah dalam mengambil sebuah kebijakan. Kelompok-
kelompok yang mewakili aspirasi individu lainnya akan bersaing dan saling mencari
pengaruh untuk mencapai kebijakan yang diinginkan.
Model pengambilan kebijakan teori kelompok mengandaikan kebijakan sebagai
titik keseimbangan (equilibrium). Inti gagasan adalah interaksi di dalam kelompok
akan menghasilkan keseimbangan, dan keseimbangan adalah terbaik. Di sini individu
di dalam kelompok-kelompok kepentingan berinteraksi secara formal maupun
informal, secara langsung atau melalui media massa menyampaikan tuntutannya
kepada pemerintah untuk mengeluarkan kebijakan publik yang diperlukan.
David B. Truman (Islamy, 1986: 42) menyatakan bahwa kenyataan politik
merupakan interaksi diantara kelompok-kelompok kepentingan. Individu-individu
yang memiliki kepentingan yang sama mengikatkan baik secara formal maupun
informal ke dalam kelompok kepentingan (interest group) yang dapat mengajukan dan
memaksakan kepentingan-kepentingannya kepada pemerintah. Karena iu masyarakat
terdiri dari berbagai kelompok-kelompok kepentingan. Kelompok kepentingan adalah
“a shared attitude group that makes certain claims upon other groups in the society”
(suatu kelompok yang memiliki sikap yang sama yang mengajukan tuntutan-tuntutan
terhadap kelompok yang lain di dalam masyarakat). Dan kelompok kepentingan itu
akan mempunyai arti politis apabila mengajukan tuntutan dari kepentingan mereka
terhadap lembaga pemerintahan. Kebijakan publik merupakan hasil perimbangan
(ekuilibrium) dari berbagai tekanan kepada pemerintah dari berbagai kelompok
kepentingan. Pemerintah berperan untuk menengahi konflik dan menjaga
keseimbangan dari banyaknya kelompok kepentingan dalam masyarakat.
Thomas R. Dye sebagaimana dinyatakan Irfan Islamy (1986: 42) menjelaskan
bahwa, “Tugas sistem politik adalah menengahi konflik antar kelompok dengan cara
(1) membuat aturan permainan dalam percaturan antar kelompok, (2) mengatur
kompromi dan menciptakan keseimbangan kepentingan-kepentingan yang berbeda,
(3) mewujudkan kompromi-kompromi tersebut dalam bentuk kebijaksanaan Negara,
dan (4) mengusahakan berlakunya kompromi-kompromi bagi semua pihak.” Tekanan
kelompok-kelompok kepentingan diharapkan dapat mempengaruhi pembuatan atau
perubahan kebijakan publik. Besar kecil tingkat pengaruh dari suatu anggota
kelompok kepentingan ditentukan oleh jumlah anggotanya, harta kekayaan, kekuatan,
dan kebaikan organisasi, kepemimpinan, hubungannya yang erat dengan para
pembuat keputusan, serta kohesi intern para anggotanya. Perumusan kebijakan publik
merupakan hasil perjuangan kelompok secara terus menerus agar pemerintah sebagai
aktor pembuat kebijakan memberikan respons terhadap tekanan-tekanan yang
diberikan oleh kelompok tersebut (group pressures) yaitu dengan melakukan tawar
menawar (bargaining), perjanjian (negotiating) dan kompromi (compromising)
terhadap kepentingan persaingan tuntutan-tuntutan dari kelompok-kelompok
kepentingan lain yang berpengaruh.

2.5 Bentuk-Bentuk Model Kelompok

• Organisasi Kesehatan Masyarakat yang bernama IAKMI (Ikatan Ahli


Kesehatan Masyarakat Indonesia). Organisasi ini mewakili aspirasi individu-
individu yang akan bersaing dan saling mencari pengaruh untuk mencapai
kebijakan yang diinginkan. Salah satu kebijakannya adalah program Isi
PiringKu. Program ini hadir di masyarakat karena adanya survei
kependudukan yang dilakukan oleh Tenaga Kesehatan Masyarakat, di mana
masyarakat Indonesia masih banyak yang mengalami keadaan gizi buruk,
khususnya pada balita.
• Organisasi IDI (Ikatan Dokter Indonesia). IDI adalah wadah yang cukup
sebagai satu kesatuan yang melindungi masyarakat dan anggotanya dari
ancaman internal seperti menemukan solusi untuk mencegah penyakit dan
ancaman eksternal berupa masuknya dokter-dokter asing yang belum tentu
mempunyai kepentingan terbaik untuk bangsa Indonesia.
• Organisasi IBI (Ikatan Bidan Indonesia). Organisasi ini dibentuk karena
keprihatinan dan kesadaran untuk membela kepentingan bangsa, masyarakat
umum, perempuan, dan bidan. Organisasi bidan ini lahir pada tanggal 24 Juni
1951. Di tahun yang sama, IBI resmi menjadi anggota Kongres Wanita
Indonesia (Kowani). Dan, pada tanggal 15 Oktober 1954 IBI menjadi
organisasi berbadan hukum. Selanjutnya, IBI juga resmi bergabung dengan
organisasi bidan internasional, yakni International Confederation of Midwives
(ICM). Kemudian, dengan adanya Undang-Undang No. 8 Tahun 1985, IBI
mendaftarkan diri menjadi anggota Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).
• Organisasi PAEI (Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia). Perhimpunan
Ahli Epidemiologi Indonesia (PAEI) adalah organisasi profesi ilmiah di
Indonesia yang bertujuan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat,
mengembangkan ilmu pengetahuan dan metode epidemiologi untuk
memecahkan masalah yang berkaitan dengan kesehatan serta melindungi dan
memperjuangkan kepentingan profesi dan anggota. Organisasi PAEI terdiri
dari Badan Legislatif, Badan Eksekutif dan Badan Badan Khusus, di mana
Badan Eksekutif terdiri dari Pengurus Pusat dan Pengurus Cabang.

2.6 Karakteristik Model Kelompok

 Model kelompok mencerminkan keseimbangan yang tercapai dalam


perjuangan/ pertarungan antar kelompok pembuatan kebijakan terlihat
sebagai upaya untuk menanggapi tuntutan dari berbagai kelompok
kepentingan dengan cara bargaining, negoisasi dan kompromi.Kebijakan
Publik dipandang sebagai hasil keseimbangan kelompok.
 Tingkat pengaruh kelompok ditentukan oleh jumlah, kekayaan, kekuatan
organisasi, kepemimpinan, akses terhadap pembuat kebijakan, ikatan
internal.
 Pembuat kebijakan dipandang sebagai pemberi tanggapan terhadap tekanan
kelompok.

2.7 Kelebihan dan Kekurangan Model Kelompok

 Kelebihan Model Kelompok


Model ini dapat menampung aspirasi masyarakat dan membawanya ke publik
agar dipenuhi oleh pemerintahan. Karena menggunakan kelompok
kepentingan, model ini membawa kepentingan kelompok mayoritas agar
mendapatkan pengakuan. Selain itu, model ini juga memberikan ruang yang
luas bagi komunitas-komunitas untuk menyuarakan aspirasinya. Kelompok
kepentingan akan membantu komunitas-komunitas tersebut dalam
menyampaikan tuntutan publik atas kebijakan pemerintah pada sektor tertentu
dalam hal ini kesehatan.
 Kekurangan Model Kelompok
Model ini memiliki tendensi pembajakan. Maksudnya adalah, kelompok
kepentingan secara tidak langsung mengambil hak kelompok lain. Atas nama
kepentingan kelompok mayoritas mereka menuntut pemerintah akan kebijakan
tertentu yang melukai atau mencederai kelompok lain, khususnya minoritas.
Selain itu, penyalahgunaan kelompok kepentingan juga akan terjadi dan
mengakibatkan klaimisasi. Artinya, kelompok kepentingan cenderung
mengklaim tuntuntan publik atas kebijakan-kebijakan tertentu dengan
sewenang-wenang.

2.8 Manfaat Model Kelompok

Model kelompok dapat dipergunakan untuk menganalisis proses pembuatan PP:


menelaah kelompok-kelompok apakah yang saling berkompetisi untuk mempengaruhi
pembuatan PP & siapakah yang memiliki pengaruh paling kuat terhadap keputusan
yang dibuat. Pada tingkat implementasi, kompetisi antar kelompok juga merupakan
salah satu faktor yang menentukan efektifitas kebijakan dalam mencapai tujuan.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Model kebijakan adalah representasi sederhana mengenai aspek-aspek yang


terpilih dari suatu kondisi masalah yang disusun untuk tujuan-tujuan tertentu. Model
kebijakan kesehatan adalah suatu cara atau metode yang dilakukan untuk bisa
mengambil keputusan dari suatu masalah dibidang kesehatan. Fungsi dari model
kebijakan kesehatan adalah membantu kita menjelaskan apa. mengapa dan bagaimana
sistem kesehatan beroperasi, membantu dalam menangani permasalahan dibidang
kesehatan, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam pelayanan dibidang
kesehatan. Model kelompok dalam kebijakan publik pada dasarnya mencerminkan
keseimbangan yang tercapai dalam perjuangan antar kelompok pada suatu waktu
tertentu dan kebijakan publik mencerminkan keseimbangan setelah pihak-pihak atau
kelompok-kelompok tertentu berhasil mengarahkan kebijakan publik ke arah yang
menguntungkan mereka. Besar kecilnya pengaruh kelompok-kelompok tersebut
ditentukan oleh jumlah, kekayaan, kekuatan organisasi, kepemimpinan, akses
terhadap pembuat keputusan dan kohesi dalam kelompok.

3.2 Saran

Dalam menyelesaikan persoalan-persoalan yang muncul diperlukan pengambilan


kebijakan yang tepat, sehingga kebijakan tersebut tidak menimbulkan permasalahan
baru. Pengambilan suatu kebijakan tentunya memerlukan analisis yang cukup jeli,
dengan menggunakan berbagai model serta pendekatan yang sesuai dengan
permasalahan yang akan dipecahkan. Untuk bisa mengambil kebijakan yang sesuai
dengan permasalahan yang ada, pengambil kebijakan perlu mengerti serta memahami
terlebih dahulu berbagai model dan pendekatan yang dapat digunakan sebagai dasar
dalam pengambilan suatu kebijakan.
DAFTAR PUSTAKA

Marniati, Adjunct. 2021. PENGANTAR ANALISIS KEBIJAKAN KESEHATAN.


Depok : PT RajaGrafindo Persada.
Susanti, Nofi. 2022. DIKTAT ANALISIS KEBIJAKAN KESEHATAN. Universitas
Islam Negeri Sumatera Utara.
Santoso, R. Slamet. 2021. Model dalam Kebijakan Publik.
Widyasari, Ferninda Arlisa. 2014. Model Pembuatan Kebijakan Publik. Universitas
Diponegoro.
Fazriyani, Salma Nur Azizah. 2021. Berbagai Model (Pendekatan) Analisis Kebijakan
Kesehatan, https://youtu.be/01ZVd71HPKo, diakses pada 5 Maret 2023.
Haekal, Rifky. 2021. PEMODELAN KEBIJAKAN (MODEL KELOMPOK),
https://youtu.be/0UXSpLZB2pY, diakses pada 6 Maret 2023.

Anda mungkin juga menyukai