Anda di halaman 1dari 46

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................ i


VISI DAN MISI PRODI KESEHATAN MASYARAKAT .............................................. ii
DAFTAR ISI....................................................................................................................... iii
BAB I Konsep dasar Pengembangan masyarakat.............................................................. 1
1.1 definisi pengembangan masyarakat .............................................................................. 1
1.2 model pengembangan masyarakat ............................................................................... 1
BAB II Mengkaji Pengembangan masyarakat sebagai proses perubahan social ............... 2
2.1 Pengertian perubahan sosial budaya sebagai gejala umum .......................................... 2
2.2 Teori Perubahan social.................................................................................................. 2
2.3 Hubungan antara perubahan sosial & budaya............................................................... 3
2.4 Bentuk Perubahan sosial budaya .................................................................................. 4
2.5 Pengembangan masyarakat di Indonesia ...................................................................... 6
BAB III Konsep dan strategi pemberdayaan dalam pengembangan masyarakat ............... 7
3.1 Konsep pemberdayaan .................................................................................................. 7
3.2 Berbagai indikator pemberdayaan ................................................................................ 7
3.3 Strategi pemberdayaan masyarakat............................................................................... 8
3.4 Unsur ( 5 P ) Pendekatan dalam Pemberdayaan Masyarakat ....................................... 9
BAB IV Mengkaji Konsep pengorganisasian Masyarakat ................................................. 9
4.1 Konsep dasar pengorganisasian masyarakat ................................................................. 9
4.2 Perencanaan Pengorganisasian masyarakat .................................................................. 10
4.3 Pendekatan dalam Pengorganisasian Masyarakat......................................................... 20
BAB V Konsep persiapan sosial, partisipasi dan kaderisasi dalam PPM ........................... 21
5.1 Konsep Persiapan social ............................................................................................... 21
5.2 Konsep Partisipasi......................................................................................................... 22
5.3 kaderisasi....................................................................................................................... 22
BAB VI Konsep dan langkah pengembangan poskesdes ................................................... 26
6.1 konsep dasar poskesdes................................................................................................. 26
6.2 strategi pemberdayaan individu .................................................................................. 29
6.3 strategi pemberdayaan kelompok ................................................................................ 32
6.4 Prinsip monitoring dan evaluasi program pemberdayaan............................................. 33

i
BAB I
Konsep dasar Pengembangan masyarakat

definisi pengembangan masyarakat


adalah konsep dasar yang menggarisbawahi sejumlah istilah yang telah digunakan sejak
lama seperti community resource development, rural area development dll. Community
development menggambarkan makna yg penting dari dua konsep: community, bermakna kualitas
hubungan social dan development yang bermakna perubahan ke arah kemajuan yang terencana
dan bersifat gradual (Blackburn, 1989).
model pengembangan masyarakat
a. Model Pengembangan Masyarakat Lokal (PML)
Model PML memberikan perubahan dalam masyarakat dapat dilakukan secara optimal apabila
melibatkan partisipasi aktifyang luas di semua spektrum masyarakat tingkat lokal, baik dalam
tahap penetuan perubahan.PML adalah proses yang dirancang untuk mendapatkan kondisi sosial
ekonomi yang lebih maju dan sehat bagi seluruh masyarakat melalui partisipasi aktif mereka
serta berdasarkan kepercayaan yang penuh terhadap prakarsa mereka sendiri.Strategi dasar yang
digunakan untuk memecahkan permasalahan ini adalah usahan penciptaan dan pengembangan
partisipasi yang lebih luas dari seluruh warga masyarakat.Tema-tema pokok dalam model PML
mencakup penggunaan prosedur demokrasi dan kerjasama atas dasar kesukarelaan,
keswadayaan, pengembangan, kepemiminan setempat, dan tujuan yang bersifat pendidikan.PML
pada dasarnya merupakan proses interaksi antara anggota masyarakatsetempat yang difasilitasi
oleh pekerja sosial.Pekerja sosial membantu meningkatkan kesadaran dan mengembangkan
kemampuan mereka dalam mencapai tujuan-tujuan yang diharapkan.
b. Model Perencanaan Sosial (PS)
Model ini menekan ka proses pemecahan masalah secara teknis terhadap masalah sosial
substantif , seperti: kemiskinan, pengangguran, kenakalan remaja, kebodohan dll.Selain itu,
model PS ini mengungkap pentingnya menggunakan cara perencanaan yang matang dan
perubahan yang terkendali yakni untuk mencapai tujuan akhir secara sadar dan rasional dan
dalam pelaksanaannya dilakukan pengawasan-pengawasan yang ketat untuk melihat perubahan-
perubahan yang terjadi. Strategi dasar yang digunakan untuk memecahkan permasalahan adalah

1
denagn mengumpulkan atau menungkapkan fakta dan data mengenai suatu
permasalahan.Kemudian, mengambil tindakan yang rasional dan mempunyai kemungkinan-
kemungkin yang dapat dilaksanakan. Berbeda dengan PML, PS lebih berorientasi pada “tujuan
tugas”.Sistem klien PML umumnya kelompok-kelompok yang kurang beruntung.
c. Model Aksi Sosial (AS)
Model AS ini menekankan betapa gentingnya penanganan secara terorganisasi, terarah, dan
sistematis terhadap kelompok yang tidak beruntung.Juga meningkatkan kebutuhan yang
memadai bagi masyarakat yang lebih luas dalam rangka meningkatkan sumber atau perlakuan
yang lebih sesuai dengan keadilan sosial dan nilai-nilai demokratisasi. Tujuan yang ingin dicapai
adalah mengubah sistem atau kebijakan pemerintah secara langsung dalam rangaka
menanggulangi masalah yang mereka hadapi sendiri.Dalam kaitan ini, Suharto (1996)
menjelaskan tujuan dan sasaran utama AS adalah perubahan-perubahan fundamental dalam
kelembagaan pada stuktur masyarakat melaui proses pendistribusian kekuasaan (distribution of
resourches) dan pengambilan keputusan (distribution of decisison making).

BAB II
Mengkaji Pengembangan masyarakat sebagai proses perubahan sosial

Pengertian perubahan sosial budaya sebagai gejala umum


Selo Soemardjan Perubahan sosial adalah perubahan pada lembaga-lembaga
kemasyarakatan dalam suatu masyarakat, yang memengaruhi sistem sosial termasuk di dalamnya
nilai-nilai, sikap, dan pola perilaku di antara kelompok dalam masyarakat.

Teori Perubahan sosial

1. Teori Evolusioner

Perubahan sosial memiliki arah yang mantap yang dilalui masyarakat. Semua masyarakat
melewati urutan fase yang sama serta mulai dari tahap perkembangan awal sampai
perkembangan terakhir. Bila tahap terakhir sudah tercapai, maka perubahan evolusioner telah
berakhir. Prinsip teori evolusi yang paling penting merupakan bahwa tahap-tahap masyarakat
berasal dari kelahiran, pertumbuhan, serta kesempurnaan.

2. Teori Konflik

Teori konflik memaparkan bahwasanya konflik atau pun perselisihan berasal dari perselisihan
kelas antara kelompok yang mengendalikan modal atau pemerintahan dengan kelompok tertindas
secara materi, sehingga mengarah pada perubahan sosial. Sumber perubahan sosial yang paling
penting di dalam perspektif ini merupakan konflik kelas sosial di masyarakat. Perspektif ini
memiliki prinsip bahwa konflik sosial serta perubahan sosial merupakan hal-hal yang selalu
melekat pada struktur masyarakat. Teori ini didasarkan pada pemikiran Karl Marx bahwa konflik
kelas sosial merupakan sumber terpenting serta berpengaruh di dalam semua perubahan sosial.

3. Teori Fungsional

Teori ini menganggap bahwa setiap elemen masyarakat memberikan fungsi pada elemen
masyarakat lainnya. Perubahan yang muncul di bagian masyarakat juga akan menyebabkan
perubahan di bagian lain.

4. Teori Siklus

Teori ini memiliki perspektif yang menarik di dalam melihat perubahan sosial karena
mengasumsikan bahwa perubahan sosial tidak dapat sepenuhnya dikendalikan oleh siapapun,
bahkan orang-orang yang terampil sekalipun. Di setiap masyarakat, terdapat siklus yang harus
diikuti. Kebangkitan serta penurunan peradaban (budaya) tidak terelakkan serta perubahan sosial
tidak selalu baik.

Hubungan antara perubahan sosial & budaya


Menurut Kingsley Davis, perubahan-perubahan sosial merupakan bagian dari
perubahan-perubahan kebudayaan. Perubahan-perubahan dalam kebudayaan mencakup semua
bagian kebudayaan, termasuk didalamnya kesenian, ilmu pengetahuan, teknologi, dan segala
wujud budaya. Misalnya, Kingsley Davis mengemukakan peubahan logat bahasa yang terjadi
pada bahasa-bahasa orang Aria setelah terpisah dengan induknya, perubahan-perubahan tersebut
tidak memengaruhi organisasi sosial dari masyarakat-masyarakat yang menggunakan bahasa
tersebut lebih merupakan perubahan kebudayaan daripada perubahan sosial. Perubahan-
perubahan dalam kebudayaan memiliki ruang lingkup yang lebih luas. Sudah tentu, ada unsur-
unsur kebudayaan yang dapat dipisahkan dari masyarakat, tetapi perubahan dalam kebudayaan
tidak perlu memengaruhi sistem sosial.

Bentuk Perubahan sosial budaya


1. Dilihat dari proses/waktu
1. Perubahan secara lambat (evolusi)
Perubahan evolusi adalah perubahan yang berlangsung lama dengan rentetan perubahan kecil
yang saling mengikuti dengan lambat. Pada evolusi perubahan terjadi dengan sendirinya tanpa
ada tekanan terlebih dahulu. Hal ini terjadi karena rakyat berusaha untuk menyesuaikan diri
dengan keperluan – keperluan, dan kondisi – kondisi baru yang timbul mengikuti perubahan
masyarakat.
Contoh : Perubahan dari masyarakat tradisional menuju masyarakat modern

2. Perubahan secara cepat (revolusi)


Perubahan revolusi adalah perubahan yang berlangsung relative cepat dan mengenai dasar –
dasar atau sendi – sendi pokok kehidupan masyarakat. Di dalam revolusi, perubahan –
perubahan yang terjadi dapat direncanakan terlebih dahulu.

Secara umum, revolusi dapat terjadi apabila terdapat hal-hal seperti berikut ini.
· Harus ada keinginan untnk mengadakan suatu perubahan. Hal ini terjadi karena di
masyarakat terdapat perasaan tidak puas terhadap suatu keadaan sehingga ada keinginan untuk
mencapai perbaikan dengan perubahan dari keadaan tersebut.
· Adanya seorang pemimpin atau kelompok orang yang dianggap mampu memimpin
masyarakat tersebut.
· Pemimpin tersebut dapat menampung keinginan-keinginan masyarakat tersebut, untuk
kemudian meneruskan serta menegaskan rasa tidak puas dari masyarakat untuk dijadikan
program dan arah bagi gerakan masyarakat.
· Pemimpin tersebut harus dapat menunjukkan tujuan gerakan revolusi kepada masyarakat.
· Harus ada momentum (pemilihan waktu yang tepat) untuk terjadinya
revolusi. Contoh : Revolusi industry, revolusi kemerdekaan
2. Dilihat dari pengaruh
1. Perubahan yang pengaruhnya kecil
Perubahan yang pengaruhnya kecil adalah perubahan yang kurang membawa pengaruh langsung
atau kurang berarti bagi masyarakat yang bersangkutan. Perubahan yang demikian ini tidak
sampai membuat keguncangan-keguncangan dalam masyarakat
Contoh : Perubahan mode pakaian, rambut, dan sebagainya

2. Perubahan yang pengaruhnya besar


Perubahan dikatakan memiliki pengaruh besar bagi masyarakat apabila perubahan tersebut dapat
mengubah sendi-sendi kehidupan masyarakat yang penting, seperti sistem kepemilikan tanah,
stratifikasi sosial, sebagainya.
Contoh : Industrialisasi

3. Dilihat dari penyebab


1. Perubahan yang dikehendaki/direncanakan
Perubahan yang direncanakan adalah perubahan - perubahan yang diperkirakan atau yang telah
direncanakan terlebih dahulu oleh pihak-pihak yang hendak mengadakan perubahan di dalam
masyarakat. Pihak-pihak yang menghendaki suatu perubahan dinamakan agent of change, yaitu
seseorang atau sekelompok orang yang mendapat kepercayaan dari masyarakat
sebagai pemimpin satu atau lebih lembaga-lembaga kemasyarakatan. Oleh karena itu, suatu
perubahan yang direncanakan selalu di bawah pengendalian dan pengawasan agent of
change. Secara umum, perubahan berencana dapat juga disebut perubahan dikehendaki
Contoh : Proses pembangunan, program KB, pekan imunisasi nasional

2. Perubahan yang tidak dikehendaki/direncanakan


Perubahan yang tidak direncanakan biasanya berupa perubahan yang tidak dikehendaki dan
terjadi di luar jangkauan masyarakat. Karena terjadi di luar perkiraan dan jangkauan, perubahan
ini sering membawa masalah-masalah yang memicu kekacauan ataukendala-kendala dalam
masyarakat pembukaan lahan yang kurang memerhatikan kelestarian lingkungan.
Contoh : Bencana alam

4. Dilihat dari hasil


1. Perubahan yang membawa ke arah kemajuan (progress)
Perubahan sebagai suatu kemajuan merupakan perubahan yang memberi dan membawa
kemajuan pada masyarakat. Hal ini tentu sangat diharapkan karena kemajuan itu bisa
memberikan keuntungan dan berbagai kemudahan pada manusia. Perubahan kondisi masyarakat
tradisional, dengan kehidupan teknologi yang masih sederhana, menjadi masyarakat maju
dengan berbagai kemajuan teknologi yang memberikan berbagai kemudahan merupakan sebuah
perkembangan dan pembangunan yang membawa kemajuan.
Contoh : Penemuan alat – alat transportasi, penemuan alat alat komunikasi

2. Perubahan yang membawa ke arah kemunduran (regres)


Tidak semua perubahan yang bertujuan kea rah kemajuan selalu berjalan sesuai rencana.
Terkadang, dampak negatof yang direncanakan pun muncul dan bisa menimbulkan masalah
baru. Jika, perubahan itu ternyata tidak menguntungkan bagi masyarakat, maka perubahan itu
dianggap sebagai suatu kemunduran.
Contoh : Penggunaan handphone karena secara tidak langsung telah mengurangi komunikasi
fisik dan sosialisasi secara secara langsung, penyalahgunaan narkotika, penggunaan transportasi
menyebabkan polusi
Pengembangan masyarakat di Indonesia
Masalah kesehatan masyarakat di Indonesia umumnya disebabkan karena rendahnya
tingkat sosial ekonomi masyarakat, yang mengakibatkan ketidakmampuan dan ketidaktahuan
dalam berbagai hal, khususnya dalam bidang kesehatan guna memelihara diri mereka
sendiri (self care). Bila keadaan ini dibiarkan akan menyebabkan masalah kesehatan terhadap
individu, keluarga, kelompok-kelompok dan masyarakat secara keseluruhan. Dampak dari
permasalahan ini adalah menurunnya status kesehatan keluarga dan masyarakat secara
keseluruhan. Keadaan ini akan sangat berpengaruh terhadap produktivitas keluarga dan
masyarakat untuk menghasilkan sesuatu dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, yang selanjutnya
membuat kondisi sosial ekonomi keluarga dan masyarakat semakin rendah, demikian seterusnya
berputar sebagai suatu siklus yang tidak berujung seperti yang terdapat dalam gambar di bawah
ini.

BAB III
Konsep dan strategi pemberdayaan dalam pengembangan masyarakat

Konsep pemberdayaan
Konsep Pemberdayaan Istilah Pemberdayaan semakin populer dalam konteks
pembangunaan dan pengetasan kemiskinan di era globalisasi sekarang ini. Konsep
pemberdayaan ini 14 berkembang dari realitas individu atau masyarkat yang tidak berdaya atau
pihak yang lemah (powerless). Pemeberdayaan (empowerment) konsep yang berkaitan dengan
kekuasaan (power). Istilah kekuasaan identik dengan kemampuan individu untuk membuat
dirinya atau pihak lain melakukan apa yang di inginkannya. Kemampuan tersebut untuk
mengatur dirinya, mrengatur orang lain sebagai invidu atau kelompok, terlepas dari kebutuhan,
potensi, dan keinginan orang lain.

Berbagai indikator pemberdayaan


UNICEF mengajukan 5 dimensi sebagai tolak ukur keberhasilan pemberdayaan
masyarakat, terdiri dari kesejahteraan, akses, kesadaran kritis, partisipasi dan kontrol. Lima
dimensi tersebut adalah kategori analisis yang bersifat dinamis, satu sama lain berhubungan
secara sinergis, saling menguatkan dan melengkapi. Berikut adalah uraian lebih rinci dari
masing-masing dimensi:
1. Kesejahteraan Dimensi ini merupakan tingkat kesejahteraan masyarakat yang diukur dari
tercukupinya kebutuhan dasar seperti sandang, papan, pangan, pendapatan, pendidikan dan
kesehatan.
2. Akses Dimensi ini menyangkut kesetaraan dalam akses terhadap sumber daya dan manfaat
yang dihasilkan oleh adanya sumber daya. Tidak adanya akses merupakan penghalang terjadinya
peningkatan kesejahteraan. Kesenjangan pada dimensi ini disebabkan oleh tidak adanya
kesetaraan akses terhadap sumber daya yang dipunyai oleh mereka yang berada di kelas lebih
tinggi dibanding mereka dari kelas rendah, yang berkuasa dan dikuasai, pusat dan pinggiran.
Sumber daya dapat berupa waktu, tenaga, lahan, kredit, informasi, keterampilan, dan sebagainya.
3. Kesadaran kritis Kesenjangan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat bukanlah tatanan
alamiah yang berlangsung demikian sejak kapanpun atau semata-mata memang kehendak Tuhan,
melainkan bersifat struktural sebagai akibat dari adanya diskriminasi yang melembaga.
Keberdayaan masyarakat pada tingkat ini berarti berupa kesadaran masyarakat bahwa
kesenjangan tersebut adalah bentukan sosial yang dapat dan harus diubah.
4. Partisipasi Keberdayaan dalam tingkat ini adalah masyarakat terlibat dalam berbagai lembaga
yang ada di dalamnya. Artinya, masyarakat ikut andil dalam proses pengambilan keputusan dan
dengan demikian maka kepentingan mereka tidak terabaikan.
5. Kontrol Keberdayaan dalam konteks ini adalah semua lapisan masyarakat ikut memegang
kendali terhadap sumber daya yang ada. Artinya, dengan sumber daya yang ada, semua lapisan
masyarakat dapat memenuhi hakhaknya, bukan hanya segelintir orang yang berkuasa saja yang
menikmati sumber daya, akan tetapi semua lapisan masyarakat secara keseluruhan. Masyarakat
dapat mengendalikan serta mengelola sumber daya yang dimiliki.

Strategi pemberdayaan masyarakat


1. Mudah diterima dan didayagunakan oleh masyarakat sebagai pelaksana dan pengelola
(acceptable);
2. Dapat dikelola oleh masyarakat secara terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan
(accountable);
3. Memberikan pendapatan yang memadai dan mendidik masyarakat untuk mengelola
kegiatan secara ekonomis (profitable); Hasilnya dapat dilestarikan oleh masyarakat sendiri
sehingga menciptakan pemupukan modal dalam wadah lembaga sosial ekonomi setempat
(sustainable); dan
4. Pengelolaan dana dan pelestarian hasil dapat dengan mudah digulirkan dan
dikembangkan oleh masyarakat dalam lingkup yang lebih luas (replicable).

Unsur ( 5 P ) Pendekatan dalam Pemberdayaan Masyarakat


a. Pemungkinan
yaitu menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang
secara optimal.
b. Penguatan
yaitu memperkuat pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki masyarakat dalam memecahkan
masa dan memenuhi kebutuhan- kebutuhannya.
c. Perlindungan
merupakan melindungi masyarakat terutama kelompok- kelompok lemah dan mencegah
terjadinya eksploitasi kelompok kuat terhadap kelompok lemah.
d. Penyokongan
yaitu memberikan bimbingan dan dukungan agar masyarakat mampu menjalankan perannya dan
tugas-tuags kehidupanya.
e. Pemeliharaan
yaitu memelihara kondisi yang kondusif agar tetap terjadi keseimbangan distiribusi kukuasaan
antara berbagai kelompok dalam masyarakat dengan menjamin keselarasan dan keseimbangan
yang memungkinkan setiap orang memperoleh kesempatan barusaha.

BAB IV
Mengkaji Konsep pengorganisasian Masyarakat

Konsep dasar pengorganisasian masyarakat


Pengorganisasian masyarakat Menurut Notoatmodjo (1997, dalam Effendi, 2009) adalah suatu
proses dimana masyarakat dapat mengidentifikasikan kebutuhan-kebutuhan dan menentukan
prioritas dari kebutuhan-kebutuhan tersebut, dan mengembangkan keyakinan untuk berusaha
memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut, dan mengembangkan keyakinan untuk berusaha
memenuhi kebutuhan-kebutuhan sesuai dengan skala prioritas berdasarkan sumber-sumber yang
ada di masyarakat sendiri maupun yang berasal dari luar, dengan usaha secara gotong royong.

Perencanaan Pengorganisasian masyarakat


A. Pengertian Pengorganisasian dan Pengembangan Masyarakat (PPM)
Community Organization adalah suatu proses untuk memelihara keseimbangan antara
kebutuhan-kebutuhan sosial dengan sumber-sumber kesejahteraan sosial dari suatu masyarakat
tertentu atau suatu bidang kegiatan tertentu (Arthur Dunham, 1958)
Community Work adalah suatu proses membantu masyarakat untuk memperbaiki masyarakatnya
melalui kegiatan yang dilakukan secara bersama-sama (Alan Twevetrees, 1993)
Masyarakat dalam konteks pengembangan dan pengorganisasian, diartikan sebagai sebuah
‘tempat bersama’ yakni sebuah wilayah geografi yang sama (Mayo, 1998), misalnya
RT,RW,kampung di pedesaan, perumahan di perkotaan.
Menurut Murray G. Ross, PPM adalah suatu proses ketika suatu masayarakat berusaha
menentukan kebutuhan-kebutuhan atau tujuan-tujuannya, mengatur atau menyusun,
mengembangkan kepercayaan dan hasrat untuk memenuhinya, menentukan sumber-sumber (dari
dalam ataupun dari luar masyarakat), mengambil tindakan yang diperlukan sehubungan dengan
pemenuhan kebutuhan-kebutuhannya ini, dan dalam pelaksanaan keseluruhannya, memperluas
dan mengembangkan sikap-sikap dan prakti-praktik kooperatif dan kolaboratif di dalam
masyarakat
Definisi tersebut mengandung unsur-unsur yang dapat dijelaskan sebagai berikut :
a) Yang dimaksud istilah ”proses” adalah serentetan tindakan mulai dari penentuan masalah
atau tujuan sampai pada pemecahan masalah atau tercapainya tujuan di dalam masyarakat.
Berbagai proses dapat ditemukan dalam penanggulangan masalah-masalah
kemasyarakatan.Dalam kaitan ini proses dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan
masyarakat agarb berfungsi sebagai satu kesatuan yang terintegrasi.Kemampuan ini tumbuh dan
berkembang secara bertahap sebagi akibat upaya yang dilakukan masyarakat dalam
menanggulangi masalah-masalahnya.
b) Istilah “masyarakat” menunjukkan dua macam pengelompokkan orang, yaitu:
· Keseluruahan orang yang tinggal di suatu daerah geografis, misalnya: desa, kota, propinsi,
negara atau dunia.pada umumnya PPM dilaksanakan di daerah geografis yang sempit, tetapi juga
dapat diterapkan untuk daerah-daerah yang lebih luas.
· Kelompok orang yang memiliki minat-minat atau fungsi yang sama, misalnya di bidang:
kesehatan, kesejahteraan, pendidikan, lingkungan dll.
c) Proses “ menetukan kebutuhan-kebutuhan dan tujuan-tujuan” berarti, cara yang dilakukan
warga masyarakat untuk menentukan dan memusatkan perhatian pada masalah yang menganggu
mereka serta menentukan tujuan-tujuan yang akan dicapai.Namun, dalam hal ini tidak seluruh
warga masyarakat dapat dilibatkan dalam penentuan kebutuhan-kebutuhan dan tujuan-tujuan.
d) Menyusun atau mengatur kebutuhan-kebutuhan dan tujuan-tujuan berarti, perlunya usaha
untuk menentukan prioritas.Diantara berbagai jenis masalah dan tujuan, beberapa diantaranya
berhubungan langsung dengan apa yang dirasakan, diyakini, dan ditanggapi oleh sebagian besar
warga masyarakat.Hal-hal seperti inilah yang perlu dijadikan perhatian utama.Pada tahap ini
petugas profesional dapat memberikan sumbangannya yang besar untuk proses pengungkapan
keinginan atau kebutuhan masyarakat.
e) Penemuan sumber-sumber (dari dalam atau dari luar masyarakat), mencakup upaya
menemukan peralatan-peralatan, orang-orang, tehnik-tehnik, bahan-bahan dan sebagainya yang
diperlukan untuk melaksanakan tindakan-tindakan yang diperlukan.
f) Mengambil tindakan-tindakan yaitu melakukan rangkaian kegiatan yang telah disebutkan
sebelumnya.Proses ini harus mengarah pada tercapainya suatu hasil, meski hanya sebagian saja
dari keseluruhan hasil yang diingankan.
g) Memperluas dan mengembangkan sikap-sikap dan praktik-praktik kooperatif dan
kolaboratif di dalam masyarakat.Ini berarti:
· Pada saat proses berlangsung dan mengalami kemajua, warga masyarakat akan memulai
memahami, menerima, dan saling bekerjasama.
· Pada saat berlangsungnya proses penentuan dan penanggulangan masalah bersama,
kelompok-kelompok bersama para pemimpinnya akan berusaha saling bekerjasama dalam
kegiatan bersama, dan akan mengembangkan keterampilan-keterampilan dalam penanggulangan
kesulitan-kesulitan dan konflik yang dihadapi masyarakat.

B. Tujuan Pengorganisasian dan Pengembangan Masyarakat


Tujuan utama metode COCD adalah untuk memperbaiki kualitas hidup masyarakat melalui
pendayagunaan sumber-sumber yang ada pada mereka serta menekankan pada prinsip partisipasi
social.

C. Fungsi Pengorganisasian dan Pengembangan Masyarakat


a. Untuk memperoleh data dan fakta sebagai dasar untuk menyusun perencanaan dan
melakukan tindakan yang sehat
b. Memulai mengembangkan dan merubah program dan usaha-uasha kesejahteraan untuk
memperoleh penyesuaian yang lebih baik antara sumber-sumber dan kebutuhan
c. Meningkatkan standar pekerjaan sosial untuk meningkatkan efektifitas kerja dari lembaga-
lembaga
d. Meningkatkan dan memberikan fasilitas interelasi dan meningkatkan koordinasi antara
organisasi, kelompok dan individu-individu yang terlibat dalam program dan usaha
kesejahteraan social
e. Mengembangkan pengertian umum dari masalah, kebutuhan dan metode pekerjaan social
f. Mengembangkan dukungan dan paertisipasi masyarakat dalam aktifitas kesejahteraan
sosial

D. Prinsip Pengorganisasian dan Pengembangan Masyarakat


`Pengorganisasian masyarakat adalah suatu proses dimana masyarakat dapat mengidentifikasikan
kebutuhan-kebutuhannya dan menentukan prioritas dari kebutuhan-kebutuhan tersebut, dan
mengembangkan keyakinan untuk berusaha memenuhi kebutuhan-kebutuhan sesuai dengan
skala prioritas tadi berdasarkan atas sumber-sumber yang ada di masyarakat sendiri maupun
yang berasal dari luar, dengan usaha secara gotong-royong. Tiga aspek dalam pengorganisasian
masyarakat meliputi proses, masyarakat serta berfungsinya masyarakat. Pengertian Proses dalam
Pengorganisasian masyarakat merupakan proses yang dapat terjadi secara sadar tetapi mungkin
pula merupakan proses yang tidak disadari oleh masyarakat. Sedangkan pengertian Masyarakat,
dapat diartikan sebagai suatu kelompok besar yang mempunyai batas-batas geografis, bisa pula
diartikan sebagai suatu kelompok dari mereka yang mempunyai kebutuhan bersama dan berada
dalam kelompok yang besar tadi.
Berfungsinya masyarakat (functional community) ditandai dengan keberhasilan mengajak orang-
orang yang mempunyai inisiatif dan dapat bekerja, membuat rencana kerja yang dapat diterima
dan dilaksanakan oleh seluruh masyarakat, serta melakukan usaha-usaha/kampanye untuk
menggolkan rencana tersebut public health problem Perencanaan dalam pengorganisasian
masyarakat, berdasarkan aspek perencanaannya, terdapat 2 (dua) bentuk, langsung (direct) dan
tidak langsung (inderect). Perencanaa yang bersifat langsung mengandung langkah-langkah
Identifikasi masalah/kebutuhan, Perumusan masalah, serta menggunakan nilai-nilai sosial yang
sama dalam mengekspresikan hal-hal tersebut di atas.
Sedangkan bentuk yang tidak langsung (indirect), mempersyaratkan adanya orang-orang yang
benar-benar yakin akan adanya kebutuhan/masalah dalam masyarakat yang jika diambil
tindakan-tindakan untuk mengatasinya maka akan timbu manfaat bagi masyarakat. Hal ini dapat
berupa badan perencanaan yang mempunyai dua fungsi, yaitu untuk menampung apa yang
direncanakan secara tidak formal oleh para petugas, serta mempunyai efek samping terhadap
mereka yang belum termotivasi dalam kegiatan ini.
Metode pendekatan dalam pengorganisasian masyarakat diklasifikasikan sebagai berikut :
Peranan petugas dalam pengembangan dan pengorganisasian masyarakat terbagi dalam beberapa
jenis, antara lain sebagai : pembimbing, enabler dan ahli. (Murray G-Ross). Sebagai pembimbing
(guide) maka petugas berperan untuk membantu masyarakat mencari jalan untuk mencapai
tujuan yang sudah ditentukan oleh masyarakat sendiri dengan cara yang efektif. Tetapi pilihan
cara dan penentuan tujuan dilakukan sendiri oleh masyarakat dan bukan oleh petugas. Sebagai
enabler, maka petugas berperan untuk memunculkan dan mengarahkan keresahan yang ada
dalam masyarakat untuk diperbaiki. Sebagai ahli (expert), menjadi tugasnya untuk memberikan
keterangan dalam bidang-bidang yang dikuasainya. Sedangkan persyaratan petugas antara lain :
· Mampu mendekati masyarakat dan merebut kepercayaan mereka dan mengajaknya untuk
kerjasama serta membangun rasa saling percaya antara petugas dan masyarakat.
· Mengetahui dengan baik sumber-sumber daya maupun sumber-sumber alam yang ada di
masyarakat dan juga mengetahui dinas-dinas dan tenaga ahli yang dapat dimintakan bantuan.
· Mampu berkomunikasi dengan masyarakat, dengan menggunakan metode dan teknik
khusus sedemikian rupa sehingga informasi dapat dipindahkan, dimengerti dan diamalkan oleh
masyarakat.
· Mempunyai kemampuan profesional tertentu untuk berhubungan dengan masyarakat
melalui kelompok-kelompok tertentu.
· Mempunyai pengetahuan tentang masyarakat dan keadaan lingkungannya.
· Mempunyai pengetahuan dasar mengenai ketrampilan (skills) tertentu yang dapat segera
diajarkan kepada masyarakat untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat secara menyeluruh.
· Mengetahui keterbatasan pengetahuannya sendiri.
Pengembangan masyarakat Di dalam negara yang sedang berkembang terdapat siklus keadaan
yang merupakan suatu lingkaran yang tak berujung yang menghambat perkembangan
masyarakat secara keseluruhan. Maksudnya, keadaan sosial ekonomi rendah yang
mengakibatkan ketidakmampuan dan ketidaktahuan, ketidakmampuan dan ketidaktahuan ini
selanjutnya mengakibatkan produktivitas secara umum juga rendah, produktivitas yang rendah
selanjutnya membuat keadaan sosial ekonomi semakin rendah dan seterusnya.
Langkah-langkah untuk mengembangkan dan meningkatkan dinamika masyarakat, hendaknya
menempuh langkah-langkah sebagai berikut :
1. Ciptakan kondisi agar potensi setempat dapat dikembangkan dan dimanfaatkan
2. Pertinggi mutu potensi yang ada
3. Usahakan kelangsungan kegiatan yang sudah ada
4. Tingkatkan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan
Pengembangan masyarakat membantu manusia mengubah sikapnya terhadap masyarakat,
membantu menumbuhkan kemampuan untuk berorganisasi, berkomunikasi dan menguasai
lingkungan fisiknya. Pembangunan ekonomi terjadi bila masyarakat melaksanakan program-
program pembangunan fisik tanpa mengembangkan kapasitas manusianya.
Unsur-unsur program pengembangan masyarakat
· Program terencana yang terfokus kepada kebutuhan-kebutuhan menyeluruh (total needs)
dari masyarakat yang bersangkutan.
· Mendorong swadaya masyarakat (ini merupakan unsur paling utama)
· Adanya bantuan teknis dari pemerintah maupun badan-badan swasta atau organisasi-
organisasi sukarela, yang meliputi tenaga personil, peralatan, bahan ataupun dana
· Mempersatukan berbagai spesialisasi seperti pertanian, peternakan, kesehatan masyarakat,
pendidikan, kesejahteraan keluarga, kewanitaan, kepemudaan, dll untuk membantu masyarakat.
Bentuk-bentuk program pengembangan masyarakat
Menurut Mezirow, ada 3 (tiga) jenis program dalam usaha pengembangan masyarakat, yaitu :
· Program integratif – Memerlukan pemgembangan melalui koordinasi dinas-dinas teknis
· Program adaptis – Fungsi pengembangan masyarakat cukup ditugaskan pada salah satu
kementrian.
· Program proyek – dalam bentuk usaha-usaha terbatas pada wilayah tertentu dan program
disesuaikan khusus kepada daerah yang bersangkutan
Penjabaran secara operasional dari bentuk program pengembangan masyarakat ini
sebagai berikut
· Biarkan agar masyarakat sendiri yang menentukan masalah, baik yang dihadapi secara
perorangan atau kelompok.
· Biarkan agar masyarakat sendiri yang membuat analisis untuk selanjutnya menyusun
rencana usaha perbaikan yang akan dilakukan.
· Biarkan agar masyarakat sendiri yang mengorganisir diri untuk melaksanakan usaha
perbaikan tersebut.
· Sedapat mungkin digali dari sumber-sumber yang ada dalam masyarakat sendiri dan kalau
betul-betul diperlukan dimintakan bantuan dari luar.
Tujuan yang ingin dicapai dalam pengembangan masyarakat
· Menumbuhkan rasa percaya kepada diri sendiri
· Menimbulkan rasa bangga dan semangat gairah kerja
· Mengingatkan dinamika masyarakat untuk membangun
· Meningkatkan kesejahteraan masyarakat

E. Perspektif Pengorganisasian dan Pengembangan Masyarakat (PPM)


Secara teoritis, PPM bisa dikatakan sebagai sebuah pendekatan pekerjaan sosial yang
dikembangkan dari dua perspektif yang berlawanan, yakni aliran kiri (sosialis-Marxis) dan kanan
(kapitalis-demokratis) dalam spektrum politik.Dewasa ini, terutama dalam konteks menguatnya
sistem ekonomi pasar bebas dan swastanisasi dan keterlibatan informal dalam mendukung
strategi penanganan dan kemiskinan dan penindasan, maupun dalam hal memfasilitasi partisipasi
dan pemberdayaan masyarakat.
Twelvetress membagi perspektif teoritis PPM kedalam dua bingkai, yakni pendekatan
profesional dan pendekatan radikal.Pendekatan profesional menunjukupaya untuk meningkatkan
kemandirian dan memperbaiki sistem pemberian pelayanan dalam kerangka relasi-relasi
sosial.Sementara berpijak pada teori Marxis, feminisme, dan analisis anti-rasis, pendekatan
radikal lebih terfokus pada upaya pemberdayaan kelompok-kelompok lemah, mencari sebab-
sebab kelemahan mereka,serta menganalisis sumber-sumber ketertindasannya.Sebagaimana
diungkapkan oleh Payne,“This the type of approach which supports minority ethnic
communities, for example, in drawing attention to inequalities in service provision and power
which lie behind severe deprivation”.Pendekatan profesional dapat diberi label sebagai yang
bermatra tradisional, netral dan teknikal.Sedangkan pendekatan radikal diberi label sebagai
pendekatan yanng bermatra transformasional.
Dua perspektif Pengorganisasian dan Pengembangan Masyarakat
Pendekatan Perspektif Tujuan/asumsi
Profesional (tradisional, - Perawatan masyarakat - Meningkatkan inisiatif
netral, teknikal) - Pengorganisasian dan kemandirian
masyarakat masyarakat
- Pembangunan masyarakat - Memperbaiki
pemberian pelayanan
sosial dalam kerangka
relasi sosial yang ada
Radikal (transformasional) - Aksi masyarakat - Meningkatkan
berdasarkan kelas kesadaran dan inisiatif
- Aksi masyarakat masyarakat
berdasarkan jender - Memberdayakan
- Aksi masyarakat masyarakat guna mencari
berdasarkan ras akar penyebab
ketertindasan dan
diskriminasi
- Mengembangkan
strategi dan membangun
kerjasama dalam
melakukan perubahan
sosial sebagai bagian dari
upaya mengubah relasi
sosial yang menindas,
deskriminatif, dan
eksporatif.

F. Model Pengorganisasian dan Pengembangan Masyarakat


Jack Rothman (1995: 27-34), dalam sebuah tulisannya yang berjudul “Approaches to community
intervention”, mengembangkan tiga model yang berguna dalam memahami konsep tentang PPM:
1) Pengembangan masyarakat lokal (PML)
2) Perencanaan sosial (PS)
3) Aksi sosial (AS)
Paradigma ini merupakan format ideal yang dikembangkan terutama untuk tujuan analisis dan
konseptualisasi.Dalam praktiknya, ketiga model tersebut saling bersentuhan satu dengan yang
lainnya.Setiap komponennnya bisa digunakan secara kombinasi dan stimultan sesuai dengan
kebutuhan dan situasi yang ada.

a. Model Pengembangan Masyarakat Lokal (PML)


Model PML memberikan perubahan dalam masyarakat dapat dilakukan secara optimal apabila
melibatkan partisipasi aktifyang luas di semua spektrum masyarakat tingkat lokal, baik dalam
tahap penetuan perubahan.PML adalah proses yang dirancang untuk mendapatkan kondisi sosial
ekonomi yang lebih maju dan sehat bagi seluruh masyarakat melalui partisipasi aktif mereka
serta berdasarkan kepercayaan yang penuh terhadap prakarsa mereka sendiri.Strategi dasar yang
digunakan untuk memecahkan permasalahan ini adalah usahan penciptaan dan pengembangan
partisipasi yang lebih luas dari seluruh warga masyarakat.Tema-tema pokok dalam model PML
mencakup penggunaan prosedur demokrasi dan kerjasama atas dasar kesukarelaan,
keswadayaan, pengembangan, kepemiminan setempat, dan tujuan yang bersifat pendidikan.PML
pada dasarnya merupakan proses interaksi antara anggota masyarakatsetempat yang difasilitasi
oleh pekerja sosial.Pekerja sosial membantu meningkatkan kesadaran dan mengembangkan
kemampuan mereka dalam mencapai tujuan-tujuan yang diharapkan.

b. Model Perencanaan Sosial (PS)


Model ini menekan ka proses pemecahan masalah secara teknis terhadap masalah sosial
substantif , seperti: kemiskinan, pengangguran, kenakalan remaja, kebodohan dll.
Selain itu, model PS ini mengungkap pentingnya menggunakan cara perencanaan yang matang
dan perubahan yang terkendali yakni untuk mencapai tujuan akhir secara sadar dan rasional dan
dalam pelaksanaannya dilakukan pengawasan-pengawasan yang ketat untuk melihat perubahan-
perubahan yang terjadi.
Strategi dasar yang digunakan untuk memecahkan permasalahan adalah denagn mengumpulkan
atau menungkapkan fakta dan data mengenai suatu permasalahan.Kemudian, mengambil
tindakan yang rasional dan mempunyai kemungkinan-kemungkin yang dapat dilaksanakan.
Berbeda dengan PML, PS lebih berorientasi pada “tujuan tugas”.Sistem klien PML umumnya
kelompok-kelompok yang kurang beruntung.

c. Model Aksi Sosial (AS)


Model AS ini menekankan betapa gentingnya penanganan secara terorganisasi, terarah, dan
sistematis terhadap kelompok yang tidak beruntung.Juga meningkatkan kebutuhan yang
memadai bagi masyarakat yang lebih luas dalam rangka meningkatkan sumber atau perlakuan
yang lebih sesuai dengan keadilan sosial dan nilai-nilai demokratisasi.
Tujuan yang ingin dicapai adalah mengubah sistem atau kebijakan pemerintah secara langsung
dalam rangaka menanggulangi masalah yang mereka hadapi sendiri.Dalam kaitan ini, Suharto
(1996) menjelaskan tujuan dan sasaran utama AS adalah perubahan-perubahan fundamental
dalam kelembagaan pada stuktur masyarakat melaui proses pendistribusian kekuasaan
(distribution of resourches) dan pengambilan keputusan (distribution of decisison making).

G. Bias Pengorganisasian dan Pengembangan Masyarakat


Pelaksanaan PPM sebaiknya didasari oleh masalah dan kebutuhan sesuia dengan karakteristik
geografis, idiografi , potensi, teknologi, dan sumberdaya lokal serta pelibatan aktif masyarakat
secara integral.Namun, dalam realitasnya PPM seringkali terjebak oleh bias, miskonsepsi, atau
kesalahan pemikiran.PPM perlu menghindari bias ini.
Robert Chambers sebagaimana dikutip oleh Suharto (1996 :4) mengemukakan lima bias yang
sering terjadi dalam pelaksanaan PPM, terutama dipedesaan: spatial bias, project bias, person
bias, dry season bias,dan profesional bias.
a. Spatial Bias
PPM seringkali hanya dilaksanakan di lokasi-lokasi yang mudah dijangkau sarana transportasi
seperti di daerah pinggiran kota, pinggir jalan raya, atau lokasi-lokasi yang dekat dengan kantor
pemerintahan.
b. Project Bias
Kebanyakan PPM dilakukan pada masyarakat yang telah menerima proyek sebelumnya, karena
dipandang telah mampu dan berhasil menjalankan proyek.

c. Person Bias
Kelompok elite dalam masyarakat, tokoh masyarakat, kaum lelaki, para penerima, dan pengguna
inovasi serta orang-orang yang aktif dalam kegiatan pembangunan adalah mereka yang kerap
menerima program dan berkah pembangunan.Sementara kelompok masyarakat kelas bawah
yang kurang memiliki akses terhadap jaringan sumber-sumber yang ada.

d. Dry Sesion Bias


Kesulitan dan masalah yang dihadapi masyarakat umumnya mencapai puncaknya pada musim
hujan.Kegagalan panen, banjir, kelaparan, masalah kesehatan diri dan terjadi pada musim sulit.

e. Profesional Bias
Bias ini timbul terutama oleh konsepsi yang memandang bahwa kelompok masyarakat kurang
beruntung sebagai kelompok lemah, memiliki pengetahuan rendah, pasif, malas, fatalis, serta
ciri-ciri lain budaya kemiskinan (culture of proverty).Sementara itu para ahli, penguasa, dan
pengusaha adalah raja yang memegang hegemoni dan kendali pembanguan.

f. Physical Bias
Umumnya masyarakat hanya mengenal dan mengakui program atau proyek yang bersifat fisik,
seperti pembangunan, gedung, jembatan, dll.

g. Financial Bias
Besarnya biaya yang dikeluarkan oleh suatu departemen kerapkali dipandang sebagai bukti
keberhasilan suatu progam.Fiunancial Bias disebabkan oleh kesalahan pemikiran yang
membaurkan prinsip efisiensi vis a vis prinsip efektivitas sebagai tolak ukur keberhasilan proyek.

h. Indicator Bias
Bias ini terutama berkaitan dengan aspek uncountability pada program yang berorientasi
sosial.Dampak keberhasilan program sulit diukur secara langsung dan kuantitatif, serta
banyaknya eksternal variabel yang terkontaminasi kedalammainstream proyek.

Pendekatan dalam Pengorganisasian Masyarakat


Pada prinsipnya Pengorganisasian Masyarakat mempunyai orientasi kepada kegiatan tertentu
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Untuk itu menurut “Ross Murray” dalam
Pengorganisasian Masyarakat, terdapat 3 Pendekatan yang digunakan, yaitu :
1. Spesific Content Objective Approach
Adalah : Pendekatan baik perseorangan ( Promokesa ), Lembaga swadaya atau Badan tertentu
yang merasakan adanya masalah kesehatan dan kebutuhan dari masyarakat akan pelayanan
kesehatan, mengajukan suatu proposal / program kepada instansi yang berwenang untuk
mengatasi masalah dan memenuhi kebutuhan masyarakat tersebut. Contoh : Program
penanggulangan sampah.
2. General Content Objective Approach
Adalah : Pendekatan yang mengkoordinasikan berbagai upaya dalam bidang kesehatan dalam
suatu wadah tertentu.
Misalnya : Program Posyandu, yang melaksanakan 5 – 7 upaya kesehatan yang dijalankan
sekaligus.
3. Process Objective Approach
Adalah : Pendekatan yang lebih menekankan kepada proses yang dilaksanakan oleh masyarakat
sebagai pengambil prakarsa, mulai dari mengidentifikasi masalah, analisa, menyusun
perencanaan penaggulangan masalah, pelaksanaan kegiatan, sampai dengan penilaian dan
pengembangan kegiatan ; dimana masyarakat sendiri yang mengembangkan kemampuannya
sesuai dengan kapasitas yang mereka miliki. Yang dipentingkan dalam pendekatan ini adalah
Partisipasi masyarakat / Peran Serta Masyarakat dalam Pengembangan Kegiatan.
4 Peran petugas dalam pengorganisaian Masyarakat
BAB V
Konsep persiapan sosial, partisipasi dan kaderisasi dalam PPM

Konsep Persiapan sosial


1. Tahap Pengenalan Masyarakat
Datang ke masyarakat dengan hati terbuka, tanpa prasangka dan sikap apriori. Sebaiknya datang
ke masyarakat melalui jalur formal, yaitu melalui sistim pemerintahan setempat, atau melalui
jalur non formal, yaitu melalui tokoh masyarakat atau tokoh agama. Di Indonesia, karena
menganut sistim paternalistik, maka sebaiknya dimulai dari jalur fornal dahulu baru datang ke
jalur informal. Dengan melalui jalur formal dan informal tersebut diharapkan penyebaran
gagasan dapat dilakukan secara efektif
2. Tahap Pengenalan Masalah
Pada tahap ini petugas dituntut untuk mampu mengenal masalah yang benar-benar menjadi
kebutuhan masyarakat sendiri. Untuk itu dibutuhkan interaksi yang mendalam dengan anggota
masyarakat sehingga bisa menggali kebutuhan yang dirasakan masyarakat. Pada saat proses
pengenalan masalah, mungkin petugas akan menemukan beberapa masalah yang dianggap cukup
penting. Untuk menyelesaikannya perlu dilakukan prioritas.
Beberapa pertimbangan yang dapat dipergunakan untuk menyusun prioritas penyelesaian
masalah adalah :
 Beratnya masalah
Seberapa jauh masalah tersebut dapat menimbulkan gangguan bagi masyarakat. Misalnya bila di
masyarakat terdapat beberapa penyakit, seperti flu burung dan panu, maka yang diprioritasnya
tentunya flu burung
 Kemudahan mengatasi masalaho
Perlu dipertimbangakan pula masalah mana yang paling mudah di atasi. Misalnya pada daerah
pengahsil pasir dan batu akan lebih mudah melaksanakan usaha pemugaran rumah daripada
peningakatan gizi
 Pentingnya masalah bagi masyarakat.
Pada tahap ini yang berperan ialah subyektivitas & budaya setempat. Misalnya daerah dengan
fanatisme agama yang kuat, maka usaha yang banyak berkaitan dengan bidang keagamaan akan
dianggap penting, seperti perbaikan masjid
 Banyaknya warga yang merasakan masalah tsb
Usaha perbaikan gizi lebih efektif dilakukan di daerah yang banyak anak balitanya
1. Tahap Penyadaran Masyarakat
Tujuan tahap ini adalah agar masyarakat sadar akan :
– keadaaan dan kebutuhan mereka
– perlunya mereka ikut serta memenuhi kebutuhan tsb
– potensi mereka untuk memenuhi kebutuhan
Untuk mencapai tujuan tersebut dilakukan kegiatan dalam bentuk diskusi, penyuluhan, survey,
dll
Dalam usaha penyadaran diperlukan pengarahan agar kesadaran yang timbul untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat sesuai dengan potensi yang mereka miliki. Sifat Paternalistik yang ada di
masyarakat dapat dimanfaatkan dengan cara menggunakan jalur kepemimpinan setempat untuk
turut memberikan motivasi kepada masyarakat.
Konsep Partisipasi
1. Cosmetic Label
Sering digunakan agar proyek yang diusulkan terlihat lebih cantik sehinga lembaga donor
maupun pihak pemerintah akan mau membiayai proyek tersebut.
2. Coopting Practice
Digunakan untuk memobilisasi tenaga-tenaga di tingkat lokal dan mengurangi pembiayaan
pryek.
3. Empowering Process
Dimaknai sebagai suatu proses yang memampukan masyarakat lokal untuk melakukan analisis
masalah mereka, memikirkan bagaimana cara mengatasinya, mndapatkan rasa percaya diri untuk
mengatasi masalah, mengambil keputusan sendiri tentang alternatif pemecahan masalah apa
yang ingin mereka pilih.
kaderisasi
Kaderisasi merupakan hal penting bagi sebuah organisasi, karena merupakan inti dari
kelanjutan perjuangan organisasi ke depan. Tanpa kaderisasi, rasanya sangat sulit dibayangkan
sebuah organisasi dapat bergerak dan melakukan tugas-tugas keorganisasiannya dengan baik dan
dinamis. Kaderisasi adalah sebuah keniscayaan mutlak membangun struktur kerja yang mandiri
dan berkelanjutan.
Fungsi dari kaderisasi adalah mempersiapkan calon-calon (embrio) yang siap
melanjutkan tongkat estafet perjuangan sebuah organisasi. Kader suatu organisasi adalah orang
yang telah dilatih dan dipersiapkan dengan berbagai keterampilan dan disiplin ilmu, sehingga dia
memiliki kemampuan yang di atas rata-rata orang umum. Bung Hatta pernah menyatakan
kaderisasi dalam kerangka kebangsaan, “Bahwa kaderisasi sama artinya dengan menanam bibit.
Untuk menghasilkan pemimpin bangsa di masa depan, pemimpin pada masanya harus
menanam.”
Dari sini, pandangan umum mengenai kaderisasi suatu organisasi dapat dipetakan
menjadi dua ikon secara umum. Pertama, pelaku kaderisasi (subyek). Dan kedua, sasaran
kaderisasi (obyek). Untuk yang pertama, subyek atau pelaku kaderisasi sebuah organisasi adalah
individu atau sekelompok orang yang dipersonifikasikan dalam sebuah organisasi dan kebijakan-
kebijakannya yang melakukan fungsi regenerasi dan kesinambungan tugas-tugas organisasi.
Sedangkan yang kedua adalah obyek dari kaderisasi, dengan pengertian lain adalah
individu-individu yang dipersiapkan dan dilatih untuk meneruskan visi dan misi organisasi. Sifat
sebagai subyek dan obyek dari proses kaderisasi ini sejatinya harus memenuhi beberapa fondasi
dasar dalam pembentukan dan pembinaan kader-kader organisasi yang handal, cerdas dan
matang secara intelektual dan psikologis.
Sebagai subyek atau pelaku, dalam pengertian yang lebih jelas adalah seorang
pemimpin. Bagi Bung Hatta, kaderisasi sama artinya dengan edukasi, pendidikan! Pendidikan
tidak harus selalu diartikan pendidikan formal, atau dalam istilah Hatta “sekolah-sekolahan”,
melainkan dalam pengertian luas. Tugas pertama-tama seorang pemimpin adalah mendidik. Jadi,
seorang pemimpin hendaklah seorang yang memiliki jiwa dan etos seorang pendidik.
Peran kaderisasi:
1. Pewarisan nilai-nilai organisasi yang baik
Proses transfer nilai adalah suatu proses untuk memindahkan sesuatu (nilai) dari
satu orang keorang lain (definisi Kamus Besar Bahasa Indonesia). Nilai-nilai ini bisa berupa hal-
hal yang tertulis atau yang sudah tercantum dalam aturan-aturan organisasi (seperti Konsepsi,
AD ART, dan aturan-aturan lainnya) maupun nilai yang tidak tertulis atau budaya-budaya baik
yang terdapat dalam organisasi (misalnya budaya diskusi) maupun kondisi-kondisi terbaru yang
menjadi kebutuhan dan keharusan untuk ditransfer.

2. Penjamin keberlangsungan organisasi


Organisasi yang baik adalah organisasi yang mengalir, yang berarti dalam setiap
keberjalanan waktu ada generasi yang pergi dan ada generasi yang datang (ga itu-itu aja, ga
ngandelin figuritas). Nah, keberlangsungan organisasi dapat dijamin dengan adanya sumber daya
manusia yang menggerakan, jika sumber daya manusia tersebut hilang maka dapat dipastikan
bahwa organisasinya pun akan mati. Regenerasi berarti proses pergantian dari generasi lama ke
generasi baru, yang termasuk di dalamnya adanya pembaruan semangat.

3. Sarana belajar bagi anggota


Tempat di mana anggota mendapat pendidikan yang tidak didapat di bangku
pendidikan formal.Pendidikan itu sendiri berarti proses pengubahan sikap dan tata laku
seseorang atau sekelompok orang dalam proses mendewasakan manusia melalui proses
pengajaran dan pelatihan.
Pendidikan di sini mencakup dua hal yaitu pembentukan dan pengembangan.
Pembentukan karena dalam kaderisasi terdapat output-output yang ingin dicapai, sehingga setiap
individu yang terlibat di dalam dibentuk karakternya sesuai dengan output. Pengembangan
karena setiap individu yang terlibat di dalam tidak berangkat dari nol tetapi sudah memiliki
karakter dan skill sendiri-sendiri yang terbentuk sejak kecil, kaderisasi memfasilitasi adanya
proses pengembangan itu.
Pendidikan yang dimaksudkan di sini terbagi dua yaitu dengan pengajaran (yang
dalam lingkup kaderisasi lebih mengacu pada karakter) dan pelatihan (yang dalam lingkup
kaderisasi lebih mengacu pada skill).
Dengan menggunakan kata pendidikan, kaderisasi mengandung konsekuensi adanya pengubahan
sikap dan tata laku serta proses mendewasakan. Hal ini sangat terkait erat dengan proses yang
akan dijalankan di tataran lapangan, bagaimana menciptakan kaderisasi yang intelek untuk
mendekati kesempurnaan pengubahan sikap dan tata laku serta pendewasaan.

Posisi Kaderisasi:
1. Strategis
Definisi dalam KBBI, rencana yg cermat mengenai kegiatan untuk mencapai sasaran
khusus.Perlu ada perencanaan yang matang dalam organisasi agar tujuannya tercapai, salah
satunya adalah kaderisasi yang baik. Bila kaderisasi baik, berarti internal organisasi tersebut
baik. Bila internal kaderisasinya sudah baik, semua tujuan organisasi bisa tercapai dan bisa
‘ekspansi’ ke wilayah eksternal.
2. Vital
Ini menunjukkan urgensi dari kaderisasi. Jika, kaderisasi mati, cepat atau lambat organisasi pun
akan mati karena organisasi tidak berkembang dan tidak mampu mengaktualisasi dirinya.

Fungsi kaderisasi:
1. Melakukan rekrutmen anggota baru
Penanaman awal nilai organisasi agar anggota baru bisa paham dan bergerak menuju tujuan
organisasi.
2. Menjalankan proses pembinaan, penjagaan, dan pengembangan anggota
Membina anggota dalam setiap pergerakkannya. Menjaga anggota dalam nilai-nilai
organisasi dan memastikan anggota tersebut masih sepaham dan setujuan. Mengembangkan skill
dan knowledge anggota agar semakin kontributif.
3. Menyediakan sarana untuk pemberdayaan potensi anggota sekaligus sebagai pembinaan dan
pengembangan aktif
Kaderisasi akan gagal ketika potensi anggota mati dan anggota tidak terberdayakan.
4. Mengevaluasi dan melakukan mekanisme kontrol organisasi
Kaderisasi bisa menjadi evaluator organisasi terhadap anggota. Sejauh mana nilai-nilai itu
terterima anggota, bagaimana dampaknya, dan sebagainya. (untuk itu semua, diperlukan
perencanaan sumber daya anggota sebelumnya)

Aspek kaderisasi:
Kaderisasi haruslah holistik. Banyak aspek yang harus tersentuh oleh kaderisasi untuk
menghasilkan kader yang ideal. Aspek tersebut adalah
1. Fisikal (kesehatan)
2. Spiritual (keyakinan, agama, nilai)
3. Mental (moral dan etika, softskill, kepedulian)
4. Intelektual (wawasan, keilmuan, keprofesian)
5. Manajerial (keorganisasian, kepemimpinan)
Dari setiap aspek, harus ada sinergi dan keseimbangan agar tiap aspek bisa menunjang
aspek yang lainnya sehingga potensi si kader teroptimalisasi.

Bentuk kaderisasi:
1. Kaderisasi pasif
Kaderisasi pasif dilakukan secara insidental dan merupakan masa untuk kenaikan jenjang
anggota. Pada momen ini, anggota mendapatkan pembinaan ‘learning to know’ dan sedikit
‘learning to be’. Pembinaan pasif sangat penting dan efektif dalam pembinaan dan penjagaan.
2. Kaderisasi aktif
Yaitu kaderisasi yang bersifat rutin dan sedikit abstrak, karena pada kaderisasi ini, anggotalah
yang mencari sendiri ‘materi’-nya. Pada momen ini, anggota mendapatkan pembinaan ‘learning
to know’, ‘learning to do’, dan ‘learning to be’ sekaligus. Maka dalam hal ini sangat penting
untuk dipahami, bahwa setiap rutinitas kegiatan, haruslah memberdayakan potensi anggota
sekaligus menjadi bentuk pembinaan dan pengembangan aktif bagi anggota. Kaderisasi ini
sangat baik dalam proses pembinaan, penjagaan, dan pengembangan secara sistematis.

BAB VI
Konsep dan langkah pengembangan poskesdes
konsep dasar poskesdes
A. Pengertian poskesdes
Poskesdes adalah upaya kesehatan bersumber daya masyarakat (UKBM) yang dibentuk di desa
dalam rangka mendekatkan atau menyediakan pelayanan kesehatan dasar masyarakat desa.
Poskesdes dibentuk dalam rangka mendekatkan pelayanan kesehatan dasar bagi masyarakat serta
sebagai sarana kesehatan yang merupakan pertemuan antara upaya masyarakat dan dukungan
pemerintah.
Pelayanan pokesdes meliputi upaya promotif, preventif dan kuratif yang dilaksanakan oleh
tenaga kesehatan terutama bidan dengan melibatkan kader atau tenaga sukarela.
B. Tujuan poskesdes
Tujuan poskesdes antara lain:
1. Terwujudnya masyarakat sehat yang siaga terhadap permasalahan kesehatan di wilayah
desanya
2. Terselenggaranya promosi kesehatan dalam rangka meningkatkan pengetahuan masyarakat
tentang kesehatan
3. Terselenggaranya pengamatan, pencatatan dan pelaporan dalam rangka meningkatkan
kewaspadaan dan kesiapsiagaan masyarakat terhadap resiko dan bahaya yang dapat
menimbulkan gangguan kesehatan, terutama penyakit menular dan penyakit yang berpotensi
menimbulkan kejadian luar biasa atau KLB serta factor- factor resikonya
4. Tersedianya upaya pemerdayaan masyarakat dalam rangka meningkatkan kemampuan
masyarakat untuk menolong dirinya di bidang kesehatan
5. Terselenggaranya pelayanan kesehatan dasar yang dilaksanakan oleh masyarakat dan tenaga
professional kesehatan
6. Terkoordinasinya penyelenggaraan UKBM lainnya yang ada di desa
C. Ruang lingkup polindes
Ruang lingkup poskesdes meliputi: upaya kesehatan yang menyeluruh mencakup upaya
promotif, preventif dan kuratif yang dilaksanakan oleh tenaga kesehatan terutama bidan dengan
melibatkan kader atau tenaga sukarela.
D. Kegiatan utama poskesdes
1. Pengamatan dan kewaspadaan dini (surveilans penyakit, surveilans gizi, surveilans perilaku
beresiko dan surveilans lingkungan dan masalah kesehatan lainnya), penanganan
kegawatdaruratan kesehatan dan kesiapsiagaan terhadap bencana serta pelayanan kesehatan
dasar
2. Promosi kesehatan, penyehatan lingkungan dll. Kegiatan dilakukan berdasar pendekatan
edukatif atau pemasyarakatan yang dilakukan melalui musyawarah mufakat yang disesuaikan
kondisi dan potensi masyarakat setempat
E. Fungsi poskesdes
1. Sebagai wahana peran aktif masyarakat di bidang kesehatan
2. Sebagai wahana kewaspadaan dini terhadap berbagai resiko dan masalah kesehatan
3. Sebagai wahana pelayanan kesehatan dasar, guna lebih mendekatkan kepada masyarakat serta
meningkatkan jangkauan dan cakupan pelayanan kesehatan
4. Sebagai wahana pembentukan jaringan berbagai UKBM yang ada di desa
F. Prioritas pengembangan poskesdes
1. Desa/ kelurahan yang tidak terdapat sarana kesehatan. Adapun desa yang terdapat puskesmas
pembantu masih memungkinkan untuk diselenggarakan poskesdes
2. Desa di lokasi terisolir, terpenci, tertingal, perbatasan atau kepulauan
G. Manfaat poskesdes
1. Bagi masyarakat
a. Permasalahan di desa dapat terdeteksi dini, sehingga bisa ditangani cepat dan diselesaikan,
sesuai kondisi potensi dan kemampuan yang ada
b. Memperoleh pelayanan kesehatan dasar yang dekat
2. Bagi kader
a. Mendapat informasi awal di bidang kesehatan
b. Mendapat kebanggaan, dirinya lebih berkarya bagi masyarakat
3. Bagi puskesmas
a. Memperluan jangkauan pelayanan puskesmas dengan mengoptimalkan sumber data secara
efektif dan efisien
b. Mengoptimalkan fungsi puskesmas sebagai penggerak pembangunan berwawasan kesehatan,
pusat pemberdayaan masyarakat dan pusat pelayanan kesehatan strata pertama
4. Bagi sector lain
a. Dapat memadukan kegiatan sektornya di bidang kesehatan
b. Kegiatan pemberdayaan masyarakat dapat dilakukan lebih afektif dan efisien
H. Pengorganisasian
1. Tenaga poskesdes
a. Tenaga masyarakat
1) Kader
2) Tenaga sukarela lainnya
Tenaga masyarakat minimal 2 orang yang telas mendapat pelatihna khusus
b. Tenaga kesehatan
Minimal terdapat seorang bidan yang menyelenggarakan pelayanan
2. Kepengurusan
Kepengurusan dipilih melalui musyawarah mufakat masyarakat desa, serta ditetapkan oleh
kepala desa. Struktur minilmal terdiri dari Pembina ketua, sekretaris, bendahara dan anggota
3. Kedudukan dan hubungan kerja
a. Poskesdes merupakan kooedinator dari UKBM yang ada (misalnya: posyandu, poskestren,
ambulan desa).
b. Pokesdes dibawah pengawasan dan bimbingan puskesmas setempat. Pelaksanan poskesdes
waib melaporkan kegiatannya kepada puskesmas, adapun pelaporan yang menyangkut
pertanggungjawaban keuangan disampaikan kepada kepala desa
c. Jika wilayah tersebut terdapat puskesmas pembantu maka poskesdes berkoordinasi dengan
puskesmas pembantu yang ada tersebut
d. Poskesdes di bawah pimpinan kabupaten/ kota melalui puskesmas. Pembinaan dalam aspek
upaya kesehatan masyarakat maupun upaya kesehatan perorangan
I. Sumber daya poskesdes
1. Diselenggarakan oleh tenaga kesehatan minimal 1 bidan, minimal dibantu 2 kader
2. Terdapat sarana fisik bangunan, perlengkapan, alat kesehatan, sarana komunikasi
3. Tahanan pembangunan poskesdes
a. Mengembangkan polindes (pos bersalin desa) yang telah ada menjadi poskesdes
b. Memanfaatkan bangunan yang suudah ada (seperti balai desa, RW) untuk dijadikan poskesdes
c. Membangun baru, dengan sumber dana dari pemerintah, donator, dunia usaha atau swadaya
dari masyarakat Meilani, dkk. 2009. Kebidanan Komunitas. Yogyakarta: Fitramaya

strategi pemberdayaan individu


1. Definisi bimbingan
Bimbingan adalah suatu proses membantu individu melalui usahanya sendiri untuk menemukan
dan mengembangkan kemampuannya sehingga menemukan kebahagiaan pribadi dan
kemanfaatan sosial.
Prayitno dan Erman Amti (2004:99) mengemukakan bahwa bimbingan adalah
proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh orang yang ahli kepada seorang atau
beberapa orang individu, baik anak-anak, remaja, maupun dewasa agar orang yang
dibimbing dapat mengembangkan kemampuan dirinya sendiri dan mandiri dengan
memanfaatkan kekuatan individu dan sarana yang ada dan dapat dikembangkan
berdasarkan norma-norma yang berlaku.
2. Definisi konseling
Konseling menurut Prayitno dan Erman Amti (2004:105) adalah proses
pemberian bantuan yang dilakukan melalui wawancara konseling oleh seorang ahli
(disebut konselor) kepada individu yang sedang mengalami sesuatu masalah
(disebut klien) yang bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi klien.
Sejalan dengan itu, Winkel (2005:34) mendefinisikan konseling sebagai
serangkaian kegiatan paling pokok dari bimbingan dalam usaha membantu
konseli/klien secara tatap muka dengan tujuan agar klien dapat mengambil tanggung
jawab sendiri terhadap berbagai persoalan atau masalah khusus.
Berdasarkan pengertian konseling di atas dapat dipahami bahwa konseling
adalah usaha membantu konseli/klien secara tatap muka dengan tujuan agar klien
dapat mengambil tanggung jawab sendiri terhadap berbagai persoalan atau
masalah khusus. Dengan kata lain, teratasinya masalah yang dihadapi oleh
konseli/klien.
3. Manajemen Stress
A. Pengertian Manajemen Setres
Stres adalah suatu kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses berpikir dan
kondisi seseorang. Stres yang terlalu besar dapat mengancam kemampuan seseorang untuk
menghadapi lingkungannya. Sebagai hasilnya, pada diri para karyawan berkembang berbagai
macam gejala Stres yang dapat mengganggu pelaksanaan kerja mereka. Stres dapat juga
membantu atau fungsional, tetapi juga dapat berperan salah atau merusak prestasi kerja. Secara
sederhana hal ini berarti bahwa Stres mempunyai potensi untuk mendorong atau mengganggu
pelaksanaan kerja, tergantung seberapa besar tingkat Stres yang dialami oleh karyawan tersebut.
Adapun menurut Robbins (2001:563) Stres juga dapat diartikan sebagai suatu kondisi
yang menekan keadaan psikis seseorang dalam mencapai suatu kesempatan dimana untuk
mencapai kesempatan tersebut terdapat batasan atau penghalang. Dan apabila pengertian Stres
dikaitkan dengan penelitian ini maka Stres itu sendiri adalah suatu kondisi yang mempengaruhi
keadaan fisik atau psikis seseorang karena adanya tekanan dari dalam ataupun dari luar diri
seseorang yang dapat mengganggu pelaksanaan kerja mereka. Jadi, Stres dapat dilihat dari dua
sisi yaitu sisi positif dan negatif tergantung dari sudut pandang mana seseorang atau karyawan
tersebut dapat mengatasi tiap kondisi yang menekannya untuk dapat dijadikan acuan sebagai
tantangan kerja yang akan memberikan hasil yang baik atau sebaliknya.
4. Manajemen krisis
Krisis diproduksi oleh dua sumber peristiwa yaitu kejadian eksternal seperti bencana, kematian
dalam keluarga, pengangguran tiba-tiba, atau sakit parah, dan kejadian internal. Sumber internal,
sementara diperburuk oleh peristiwa eksternal, adalah kondisi seperti perasaan bunuh diri,
alkoholisme akut, putus asa, atau perjalanan obat buruk. Krisis yang ditandai oleh stres yang
parah, gangguan rutinitas kehidupan, frustrasi akut dan perasaan cemas dan tidak berdaya.
Dalam masyarakat Barat krisis biasanya dilihat sebagai masalah berat untuk dipecahkan,
sedangkan di beberapa masyarakat Timur misalnya, Cina simbol bahasa merupakan krisis. Dari
sudut pandang aktualisasi, konselor perlu menanyakan bagaimana metode krisis mendapatkan
klien dari kenyamanan dan ekuilibrium ke tingkat yang lebih tinggi dari pertumbuhan.
Setidaknya ketika krisis telah berlalu klien harus bertanya pada diri sendiri apa yang mereka
pelajari dari pengalaman itu.
Keterampilan untuk mengelola krisis disajikan secara rinci dalam Hubungan konseling yaitu:
Proses dan Keterampilan (Brammer 1979). Lavelle (1979) membandingkan dua gaya berurusan
dengan krisis-perilaku dan afektif. Gaya afektif menekankan klarifikasi sebab dan akibat,
menghubungkan perilaku sekarang dan masa lalu, dan meringkas tema umum. Gaya perilaku
menekankan menyelidik, perintah terfokus, analisis formal kesulitan klien dan potensi
menyarankan. Gaya perilaku menimbulkan pernyataan signifikan lebih alternatif-terkait masa
depan, namun pernyataan mengatasi secara signifikan lebih sedikit dibandingkan dengan gaya
afektif. Salah satu implikasi untuk gaya konseling adalah stres fleksibilitas dan peran ganda
untuk intervensi krisis.
Krisis intervensi metodologi dan strategi konseling telah menjadi bidang khusus untuk
membantu. Selain keterampilan konseling biasa, terapi obat dapat menjadi tambahan medis
berguna dalam rasa sakit emosional yang parah. Tujuannya biasanya restorasi ke ekuilibrium
precrisis. Aguilera dan Messick (1974) meringkas langkah dalam intervensi krisis sebagai: (1)
Penilaian orang dan masalah (misalnya, bahaya bagi diri sendiri atau orang lain?), (2)
Perencanaan intervensi (misalnya, untuk mengembalikan keseimbangan), (3) intervensi untuk
mengeksplorasi perasaan, mendapatkan pemahaman intelektual, mengesplorasi mekanisme
koping dan membuka kembali dunia sosial, (4) resolusi krisis ( misalnya, memperkuat
mekanisme bertahan).

strategi pemberdayaan kelompok


2. Strategi dan Pendekatan Pemberdayaan Masyarakat Proses pemberdayaan umumnya
dilakukan secara kolektif dan tidak ada literatur yang menyatakan bahwa proses pemberdayaan
terjadi dalam relasi satu lawan satu antara pekerja sosial dan klien dalam setting pertolongan
perseorangan. Meskipun pemberdayaan seperti ini dapat meningkatkan rasa percaya diri dan
kemampuan diri klien, hal ini bukanlah strategi utama pemberdayaan. Namun demikian, tidak
semua intervensi pekerja sosial dapat dilakukan melalui kolektivitas. Dalam beberapa situasi,
strategi pemberdayaan dapat saja dilakukan secara induvidual, meskipun pada giliranya strategi
ini pun tetap berkaitan dengan kolektivitas, dalam arti mengkaitkan klien dengan sumber atau
sistem lain di luar dirinya (Suharto, 2005). 15 Pelaksanaan proses dan pencapaiaan tujuan
pemberdayaan dicapai melalui penerapan pendekatan pemberdayaan yang dapat disingkat
menjadi 5 P menurut Suharto, 1997 ( dalam Jadmiko, 2011) yaitu: a. Pemungkinan: menciptakan
suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang secara optimal.
Pemberdayaan harus mampu membebaskan masyarakat dari sekar-sekar kultural dan struktural
yang hambat. b. Penguatan: memperkuat pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki masyarakat
salam memecahkan masalah dan memenuhi kebutuhankebutuhannya. Pemberdayaan harus
mampu menumbuh kembangkan segenap kemampuan dan kepercayaan diri masyarakat yang
menunjang kemandirian mereka. c. Perlindungan: melindungi masyarakat terutama kelompok-
kelompok lemah agar tidak tertindas oleh kelompok kuat, menghindari terjadinya persaingan
yang tidak sempurna (apalagi tidak sehat) antara yang kuat dan lemah, dan mencegah terjadinya
eksploitasi kelompok kuat terhadap kelompok lemah. Pemberdayaan harus diarahkan pada
penghapusan segala jenis diskriminasi dan dominasi yang tidak menguntungkan rakyat kecil. d.
Penyokongan: memberikan bimbingan dan dukungan agar masyarakat mampu menjalankan
peranan dan tugas-tugas kehidupannya. Pemberdayaan harus mampu menyokong masyarakat
agar tidak terjatuh ke dalam keadaan dan posisi yang semakin lemah dan terpinggirkan. e.
Pemeliharaan: memelihara kondisi yang kondusif agar tetap terjadi keseimbangan distribusi
kekuasaan antara berbagai kelompok dalam 16 masyarakat. Pemberdayaan harus mampu
menjamin keselarasan dan keseimbangan yang memungkinkan setiap orang memperoleh
kesempatan berusaha. Dubois dan Miley (1992) memiliki beberapa cara atau teknik yang lebih
spesifik yang dapat dilakukan dalam pemberdayaan masyarakat:
a. Membangun relasi pertolongan yang merefleksikan respon empati, menghargai pilihan dan
hak klien menentukan nasibnya sendiri (selfdetermination), menghargai perbedaan dan keunikan
individu, menekankan kerja sama klien (client partnerships)
b. Membangun komunikasi yang menghormati martabat dan harga diri dari klien,
mempertimbangkan keragaman individu, berfokus pada klien, dan menjaga kerahasiaan klien.
c. Memecahkan masalah yang memperkuat partisipasi klien dalam semua aspek proses
pemecahan masalah, memnghargai hak-hak klien, merangkai tantangan-tantangan sebagai
kesempatan belajar dan melibatkan klien dalam pembuatan keputusan dan evaluasi.
d. Merefleksikan sikap dan nilai profesi pekerjaan sosial melalui ketaatan terhadap kode etik
profesi, keterlibatan dalam pengembangan profesional, riset, dan perumusan kebijakan,
penerjemah kesulitan-kesulitan pribadi ke dalam isu-isu publik, penghapusan segala bentuk
diskriminasi dan ketidaksetaraan kesempatan.

Prinsip monitoring dan evaluasi program pemberdayaan


PENGERTIAN MONITORING &
EVALUASIVALUASI

Kegiatan monitoring lebih berpunpun (terfokus) pada kegiatan yang sedang dilaksanakan.
Monitoring dilakukan dengan cara menggali untuk mendapatkan informasi secara regular
berdasarkan indikator tertentu, dengan maksud mengetahui apakah kegiatan yang sedang
berlangsung sesuai dengan perencanaan dan prosedur yang telah disepakati. Indikator monitoring
mencakup esensi aktivitas dan target yang ditetapkan pada perencanaan program. Apabila
monitoring dilakukan dengan baik akan bermanfaat dalam memastikan pelaksanaan kegiatan
tetap pada jalurnya (sesuai pedoman dan perencanaan program). Juga memberikan informasi
kepada pengelola program apabila terjadi hambatan dan penyimpangan, serta sebagai masukan
dalam melakukan evaluasi.

Secara prinsip, monitoring dilakukan sementara kegiatan sedang berlangsung guna memastikan
kesesuain proses dan capaian sesuai rencana atau tidak. Bila ditemukan penyimpangan atau
kelambanan maka segera dibenahi sehingga kegiatan dapat berjalan sesuai rencana dan
targetnya. Jadi, hasil monitoring menjadi input bagi kepentingan proses selanjutnya. Sementara
Evaluasi dilakukan pada akhir kegiatan, untuk mengetahui hasil atau capaian akhir dari kegiatan
atau program. Hasil Evaluasi bermanfaat bagi rencana pelaksanaan program yang sama diwaktu
dan tempat lainnya.

Seperti terlihat pada gambar Siklus Majamen Monev, fungsi Monitoring (dan evaluasi)
mnerupakan satu diantara tiga komponen penting lainnya dalam system manajelemen program,
yaitu Perencanaan, Pelaksanaan dan Tindakan korektif (melalui umpan balik). Sebagai siklus,
dia berlangsung secara intens keaarah pencapaian target-target antara dan akhirnya tujuan
program.

FUNGSI MONITORING DAN EVALUASI


Menurut Dunn (1981), monitoring mempunya empat fungsi, yaitu:
1. Ketaatan (compliance). Monitoring menentukan apakah tindakan administrator, staf, dan semua
yang terlibat mengikuti standar dan prosedur yang telah ditetapkan.
2. Pemeriksaan (auditing). Monitoring menetapkan apakah sumber dan layanan yang diperuntukkan
bagi pihak tertentu (target) telah mencapai mereka.
3. Laporan (accounting). Monitoring menghasilkan informasi yang membantu “menghitung” hasil
perubahan sosial dan masyarakat sebagai akibat implementasi kebijaksanaan sesudah periode
waktu tertentu.
4. Penjelasan (explanation). Monitoring menghasilkan informasi yang membantu menjelaskan
bagaimana akibat kebijaksanaan dan mengapa antara perencanaan dan pelaksanaannya tidak
cocok

Penilaian (Evaluasi) merupakan tahapan yang berkaitan erat dengan kegiatan monitoring, karena
kegiatan evaluasi dapat menggunakan data yang disediakan melalui kegiatan monitoring. Dalam
merencanakan suatu kegiatan hendaknya evaluasi merupakan bagian yang tidak terpisahkan,
sehingga dapat dikatakan sebagai kegiatan yang lengkap. Evaluasi diarahkan untuk
mengendalikan dan mengontrol ketercapaian tujuan. Evaluasi berhubungan dengan hasil
informasi tentang nilai serta memberikan gambaran tentang manfaat suatu kebijakan. Istilah
evaluasi ini berdekatan dengan penafsiran, pemberian angka dan penilaian. Evaluasi dapat
menjawab pertanyaan “Apa pebedaan yang dibuat” (William N Dunn : 2000).

Evaluasi bertujuan untuk mengetahui apakah program itu mencapai sasaran yang diharapkan
atau tidak. Evaluasi lebih menekankan pada aspek hasil yang dicapai (output). Evaluasi baru bisa
dilakukan jika program itu telah berjalan setidaknya dalam suatu periode (tahapan), sesuai
dengan tahapan rancangan dan jenis program yang dibuat dalam perencanaan dan dilaksanakan.

TUJUAN MONEV

Umpan balik dari sebuah program akan dipergunakan dalam perbaikan dan penyesuaian
komponen-komponen yang tidak maksimal dalam pelaksanaan program. Bila memungkinkan
perubahan scenario dan konsolidasi sumberdaya (proses manajemen) dapat dilakukan dalam
pelaksanaan program sehingga lebih menjamin keberhasilan program.

Monitoring bertujuan mendapatkan umpan balik bagi kebutuhan program yang sedang berjalan,
untuk mengetahui kesenjangan antara perencanaan dan terget. Dengan mengetahui kebutuhan ini
pelaksanaan program dapat membuat penyesuaian dengan memanfaatkan umpan balik tersebut.
Kesenjangan yang menjadi kebutuhan itu bisa jadi mencakup faktor biaya, waktu, personel, dan
alat, dan sebagainya.

Dengan demikian, dapat diketahui misalnya berapa jumlah tenaga yang perlu ditambahkan atau
dikurangi, alat atau fasilitas apa yang perlu disiapkan untuk melaksanakan program tersebut,
berapa lama tambahan waktu dibutuhkan, dan seterusnya. Sementara itu, Evaluasi bertujuan
memperoleh informasi yang tepat sebagai bahan pertimbangan untuk mengambil keputusan
tentang perencanaan program, keputusan tentang komponen input pada program, implementasi
program yang mengarah kepada kegiatan dan keputusan tentang output menyangkut hasil dan
dampak dari program kegiatan, dan terutama apa yang dapat diperbaiki pada program yang sama
yang akan dilaksanakan di waktu dan tempat lain.

Secara umum tujuan pelaksanaan M&E adalah;


1. Mengkaji apakah kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan telah sesuai dengan rencana
2. Mengidentifikasi masalah yang timbul agar langsung dapat diatasi
3. Melakukan penilaian apakah pola kerja dan manajemen yang digunakan sudah tepat untuk
mencapai tujuan proyek.
4. Mengetahui kaitan antara kegiatan dengan tujuan untuk memperoleh ukuran kemajuan,
5. Menyesuaikan kegiatan dengan lingkungan yang berubah, tanpa menyimpang dari tujuan.

Secara lebih terperinci monitoring bertujuan untuk:


1. Mengumpulkan data dan informasi yang diperlukan;
2. Memberikan masukan tentang kebutuhan dalam melaksanakan program;
3. Mendapatkan gambaran ketercapaian tujuan setelah adanya kegiatan;
4. Memberikan informasi tentang metode yang tepat untuk melaksanakan kegiatan;
5. Mendapatkan informasi tentang adanya kesulitan-kesulitan dan hambatan-hambatan selama
kegiatan;
6. Memberikan umpan balik bagi sistem penilaian program;
7. Memberikan pernyataan yang bersifat penandaan berupa fakta dan nilai.

FUNGSI MONEV

Proses pengambilan keputusan berjalan atau berhentinya/perubahan sebuah atau beberapa


program yang berkaitan dilakukan melalui proses evaluasi.
Fungsi Pengawasan dalam kerangka kegiatan monitoring dan evaluasi terutama kaitannya
dengan kegiatan para pimpinan dalam tugas dan tanggungjawabnya adalah sebagai berikut:

1. Mempertebal rasa tanggung jawab terhadap orang / manejer/ pejabat yang diserahi tugas dan
wewenang dalam pelaksanaan pekerjaan.
2. Membidik para pekerja atau pejabat agar mereka melaksanakan pekerjaan sesuai dengan
prosedur yang telah ditentukan.
3. Untuk mencegah terjadinya penyimpangan, kelainan dan kelemahan agar tidak terjadi kerugian
yang tidak diinginkan.
4. Untuk memperbaiki kesalahan dan penyelewengan agar pelaksanaan pekerjaan tidak mengalami
hambatan dan pemborosan-pemborosan yang tidak perlu.

Dalam kaitannya dengan monitoring Moh. Rifai (1986) menjelaskan fungsinya sebagai berikut:
1. Evaluasi sebagai pengukur kemajuan;
2. Evaluasi sebagai alat perencanaan;
3. Evaluasi sebagai alat perbaikan.

Berdasarkan uraian uraian di atas dapat disimpulkan fungsi utama monitoring terkait dengan
perihal: mengukur hasil yang sudah dicapai dalam melaksanakan program dengan alat ukur
rencana yang sudah dibuat dan disepakati, menganalisa semua hasil pemantauan (monitoring)
untuk dijadikan bahan dalam mempertimbangkan keputusan lanjutan.

MANFAAT MONEV

Secara umum manfaat dari penerapan sistem monitoring dan evaluasi dalam suatu program
adalah sebagai berikut:

1. Monitoring dan Evaluasi (M&E) sebagai alat untuk mendukung perencanaan:

ü Penerapan sistem M&E yang disertai dengan pemilihan dan penggunaan indikator
akan memperjelas tujuan serta arah kegiatan untuk pencapaian tujuan tersebut.
ü Pemilihan indikator program yang melibatkan berbagai pihak secara partisipatif tidak
saja berguna untuk mendapatkan indikator yang tepat tetapi juga akan mendorong
pemilik proyek dan berbagai pihak yang berkepentingan untuk mendukung
suksesnya program.

2. Monitoring dan Evaluasi (M&E) sebagai alat untuk mengetahui kemajuan program:
ü Adanya sistem M&E yang berfungsi dengan baik memungkinkan pelaksana program
mengetahui kemajuan serta hambatan atau hal-hal yang tidak diduga yang secara
potensial dapat menghambat jalannya program secara dini. Hal terakhir bermanfaat
bagi pelaksana program untuk melakukan tindakan secara tepat waktu dalam
mengatasi masalah.
ü Informasi hasil M&E dapat memberikan umpan balik kepada pelaksana program
tentang hasil capaian program, dalam arti sesuai atau tidak sesuai dengan yang
diharapkan
ü Bilamana hasil program belum sesuai dengan harapan maka pelaksana program dapat
melakukan tindakan penyesuaian atau koreksi secara tepat dan cepat sebelum
program terlanjur berjalan tidak pada jalurnya. Dengan demikian informasi hasil
M&E bermanfaat dalam memperbaiki jalannya implementasi program.

3. Monitoring dan Evaluasi (M&E) sebagai alat akuntabilitas program dan advokasi:

ü M&E tidak hanya memantau aktivitas program tetapi juga hasil dari aktivitas tersebut.
Informasi pemantauan terhadap luaran dan hasil (output dan outcome) program yang
dipublikasikan dan dapat diakses oleh pemangku kepentingan akan meningkatkan
akuntabilitas program.
ü Informasi hasil M&E dapat dipakai sebagai bahan masukan untuk advokasi program
kepada para pemangku kepentingan.
ü Informasi tersebut akan memicu dialog dan pembelajaran serta memacu keikutsertaan

PERUMUSAN MANFAAT M&E

Manfaat M&E dapat dilihat dari 2 (dua) sisi, yaitu manfaat bagi pihak Penanggung Jawab
Program dan manfaat bagi Pengelola Proyek, yaitu:

1. Bagi pihak Penanggung Jawab dan Pengelola Program :

ü Salah satu fungsi manajemen yaitu pengendalian atau supervisi.


ü Sebagai bentuk pertanggungjawaban (akuntabilitas) kinerja
ü Untuk meyakinkan pihak-pihak yang berkepentingan
ü Membantu penentuan langkah-langkah yang berkaitan dengan kegiatan proyek
selanjutnya.
ü Sebagai dasar untuk melakukan M&E selanjutnya.
ü Membantu untuk mempersiapkan laporan dalam waktu yang singkat
ü Mengetahui kekurangan-kekurangan yang perlu diperbaiki dan menjaga kinerja yang
sudah baik.
ü Sebagai dasar (informasi) yang penting untuk melakukan evaluasi proyek.

2. Bagi pihak penerima dana BOSDA:


ü Meringankan beban biaya operasional sekolah
ü Memacu diri untuk meningkatkan prestasi
ü Memacu semangat untuk meraih cita-cita

PRINSIP-PRINSIP MONEV

Hal yang paling prinsipil dalam pelaksanaan monitoring dan evaluasi adalah acuan kegiatan
monitoring adalah ketentuan-ketentuan yang disepakati dan diberlakukan, selanjutnya
sustainability kegiatannya harus terjaga, dalam pelaksanaannya objektivitas sangat diperhatikan
dan orientasi utamanya adalah pada tujuan program itu sendiri.

Adapun prinsip-prinsip monitoring sebagai berikut:

1. Monitoring harus dilakukan secara terus-menerus


2. Monitoring harus menjadi umpan balik bagi perbaikan kegiatan program organisasi
3. Monitoring harus memberi manfaat baik terhadap organisasi maupun terhadap pengguna
produk atau layanan.
4. Monitoring harus dapat memotifasi staf dan sumber daya lainnya untuk berprestasi
5. Monitoring harus berorientasi pada peraturan yang berlaku
6. Monitoring harus obyektif
7. Monitoring harus berorientasi pada tujuan program.

Adapun mengenai prinsip-prinsip evaluasi, Nanang Fattah (1996) mengemukakan ada 6 prinsip,
yaitu:

1. Prinsip berkesinambungan, artinya dilakukan secara berlanjut.


2. Prinsip menyeluruh, artinya keseluruhan aspek dan komponen program harus dievaluasi
3. Prinsip obyektif, artinya pelaksanaannya bebas dari kepentingan pribadi.
4. Prinsip sahih, yaitu mengandung konsistensi yang benar-benar mengukur yang seharusnya
diukur.
5. Prinsip penggunaan kritis
6. Prinsip kegunaan atau manfaat

Prinsip dasar lainnya:

1. Sistem M&E dibuat sederhana; disesuaikan dengan kapasitas dan sumber daya yang
tersedia. Hal ini untuk menghindari kesulitan implementasi di lapangan.
2. Tujuan yang jelas. Kegiatan M&E difokuskan pada hal-hal yang relevan dengan tujuan dari
monitoring itu sendiri yang dikaitkan dengan aktivitas dan tujuan program. Jangan
mengumpulkan data yang tidak relevan dengan kebutuhan program. Perlu dibuat
logframe, intervention logic model, dan rencana kerja M&E yang antara lain mencakup
rincian indicator kinerja yang akan dipantau.
3. Dilakukan tepat waktu; ini merupakan esensi monitoring karena ketersediaan data on-time
diperlukan bagi pihak manajemen/pengguna data untuk penyelesaian masalah secara tepat
waktu. Selain itu ketepatan waktu monitoring juga penting untuk mendapatkan data akurat
dalam memantau obyek tertentu pada saat yang tepat.
4. Informasi hasil M&E harus akurat dan objektif; informasi tidak akurat dan objektif bisa
menyebabkan false alarm. Perlu mekanisme untuk check konsistensi dan akurasi data.
5. Sistem M&E bersifat partisipatif dan transparan; perlu pelibatan semua stakeholders dalam
penyusunan design dan implementasinya, serta hasilnya dapat diakses oleh semua pihak.
6. Sistem M&E dibuat flexible; dalam artian tidak kaku tapi bisa disesuaikan dengan
kebutuhan dan kondisi tapi masih dalam batas koridor SOP.
7. Bersifat action-oriented; monitoring diharapkan menjadi basis dalam pengambilan
keputusan dan tindakan. Oleh karena itu sejak awal perlu dilakukan analisa kebutuhan
informasi untuk menjamin bahwa data monitoring akan digunakan untuk melakukan
tindakan.
8. Kegiatan M&E dilakukan secara cost-effective.
9. Unit M&E terdiri dari para specialists yang tidak hanya bertugas mengumpulkan data tetapi
juga melakukan analisa masalah dan memberikan rekomendasi pemecahan masalah secara
praktis.

PENDEKATAN DAN TEKNIK MONEV

Teknik dalam pelaksanaan monitoring dapat dilakukan dengan melalui kegiatan observasi
langsung atas proses, wawancara kepada sumber/pelaku utama, dan kegiatan diskusi terbatas
melalaui forum group discussion untuk memperoleh klarifikasi pelaksanaan program.

1. Pendekatan

Ada empat cara untuk memonitor keluaran dan dampak. Keempat cara atau pendekatan itu
adalah pelaporan sistem sosial (social accounting), eksperimentasi sosial (social
experimentation), pemeriksaan sosial (social auditing) dan pengumpulan bahan untuk penelitian
sosial (social research cumulation). Pendekatan ini masingmasing mempunyai dua aspek yaitu
aspek yang berhubungan dengan jenis informasi yang diperlukan (Dunn, 1981).

Keempat pendekatan ini mempunyai ciri yang bersamaan yaitu bahwa keempatnya:

ü TERPUSAT KEPADA KELUARAN KEBIJAKSANAAN, sehingga dalam monitoring ini


sangat diperhatikan variabel yang mempengaruhi keluaran, baik yang tidak dapat dikontrol
oleh pembuat kebijaksanaan (misalnya kondisi sekarang yang sudah ada), dan variabel yang
dapat dimanipulasikan atau diramalkan sebelumnya;

ü BERPUSAT PADA TUJUAN, yaitu untuk memberikan pemuasan kebutuhan, nilai atau
kesempatan kepada klien atau target;

ü BERORIENTASI PADA PERUBAHAN. Tiap-tiap pendekatan itu berusaha untuk


memonitor perubahan dalam suatu jangka waktu tertentu, baik dengan menganalisis
perubahan unjuk kerja antara beberapa program yang berbeda atau yang sama beberapa
variabelnya, atau kombinasi antara keduanya;

ü MEMUNGKINKAN KLASIFIKASI SILANG KELUARAN DAN DAMPAK berdasarkan


variabel-variabel lain termasuk variabel yang dipergunakan untuk memonitor masukan
kebijaksanaan (waktu, uang, tenaga, perlengkapan) dan proses kebijaksanaan (aktivitas, dan
sikap administratif, organisasi dan politis yang diperlukan untuk transformasi masukan
kebijaksanaan menjadi keluaran), dan

ü BERHUBUNGAN DENGAN ASPEK PELAKSANAAN KEBIJAKSANAAN secara


obyektif maupun subyektif. Indikator obyektif didasarkan atas data baru yang diperoleh
melalui survei sampel atau studi lapangan (Dunn, 1981).

2. Teknik

ü OBSERVASI: Observasi ialah kunjungan ke tempat kegiatan secara langsung, sehigga


semua kegiatan yang sedang berlangsung atau obyek yang ada diobservasi dan dapat
dilihat. Semua kegiatan dan obyek yang ada serta kondisi penunjang yang ada mendapat
perhatian secara langsung

ü WAWANCARA DAN ANGKET: Wawancara adalah cara yang dilakukan bila monitoring
ditujukan pada seseorang. Instrumen wawancara adalah pedoman wawancara.
Wawancara itu ada dua macam, yaitu wawancara langsung dan wawancara tidak
langsung.

ü FORUM GROUP DISCUSSION (FGD): FGD adalah proses menyamakan persepsi


melalaui urun rembug terhadap sebuah permasalahan atau substansi tertentu sehingga
diperoleh satu kesamaam (frame) dalam melihat dan mensikapi hal-hal yang dimaksud.
DAFTAR PUSTAKA

Abu Hurairah, Pengorganisasian Dan Pengembangan Masyarakat Model Dan Strategi


Pembangunan Berbasis Kerakyatan, (Bandung: Humaniora, 2011).
Adi Fahrudin, Pengantar Kesejahteraan Sosial, Bandung, PT. Refika Aditama, 2012.
Ali Arifin, Ringkasan Desertasi Strategi Inovasi Pengembangan Sumber Daya Manusia
Perbankan Syariah, Studi Kasus Pengembangan Sumber Daya Manusia Di PT. BPRS
Madinah Kabupaten Lamongan, Program Pascasarjana IAIN Sunan Ampel, Surabaya,
2012.
Andi Hamzah, Sistem Pidana dan Pemidanaan Indonesia (dari retrobusi ke reformasi),
PT Pradnya Paramita, Jakarta, 1983.
Burhan Bungin, penelitian kualitatif, (Jakarta, Kencana Prenada Media Group, 2010).
Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat.
Engking Soewarman Hasan, Strategi Menciptakan Manusia Yang Bersumber Daya
Unggul, (Bandung: Pustaka Rosda Karya, 2002).
Gunawan Sumodiningrat, Pemberdayaan Masyarakat & JPS, (Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama, 1999).
Harry Hikmat, Strategi Pemberdayaan Masyarakat, Edisi Revisi, Bandung, Humaniora
Utama Press, Cet, ke 5 2010.
Hadari Nawawi dan Martini Hadari, Instrumen Penelitian Bidang Sosial, Gajahmada
University, Yogyakarta, 1995.
Hasami dan Purnomo Setiadi, Metode Penelitian Sosial, Bumi Aksara, Bandung, 1996.
Irawan Soeharto, metode Penelitian Sosial, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 1997.
Jim IFE, Frank Teroriero, Alternatif Pengembangan Masyarakat Di Era Globalisasi,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006).
Jhon McKnight, The Careless Society: The Community and Its Counterfeits (New York;
Basic Books,2010).
Jo Han Tan & Roem Topatimasang, Mengorganisir Rakyat, Refleksi Pengalaman
Pengorganisasian Rakyat Di Asia Tenggara, (Yogyakarta: SEAPCP, 2003).
K Suhendra, Peran Birokrasi Dalam Pemberdayaan Masyarakat, (Bandung: alfabeta,
2006).
136
137
Koentjaningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat, Jakarta, Gramedia, 1986.
Lexy J. Moleong, Metodologo Penelitian Kualitatif, (Bandung, PT. Remaja Rosda Karya,
2001).
Mubyarto, Membangun Sistem Ekonomi, (Yogyakarta: BPFE, 2000).
Nanih Machendrawati, Agus Ahmad Syafei, Pengembangan Masyarakat Islam,
(Bandung: Rosda Karya, 2001).
Nany Noor Kurniyati , Penanggulangan Kemiskinan Melalui Pemberdayaan Masyarakat
Pada Sektor Industri Genteng Studi di Desa Margoluwih, Kecamatan Seyegan,
Kabupaten Sleman, Propinsi DIY, AKMENIKA UPY, Volume 7, 2011.
Nur Syam, metode penelitian dakwah, (sketsa pemikiran pengembangan ilmu dakwah),
(Solo, CV. Rhamadani, 1994).
Pengantar Penologi (ilmu pengetahuan tentang pemasyarakatan khusus terpidana),
Penerbit Menara Medan,1976.
Rosady Ruslan, Metode Penelitian Public Relation dan Komunikasi, PT Rajagrafindo
Persada, 2006.
Roem Topatimasang, Merubah Kebijakan Publik, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Soetomo, Pembangunan Masyarakat Merangkai Sebuah Kerangka, Pustaka Belajar,
Yogyakarta, 2009.
Sheila Espine, Manual Advokasi Kebijakan Strategis, (Jakarta : Ameepro.2004).
Soeharsono dan Ana Retnoningsih, Kamus Bahasa Indonesia Lengkap, Bintang Jaya,
Semarang.
Sudarto, Kapita Selekta Hukum Pidana, Penerbit Alumni, Bandung, 1986
Sugiono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung, Alfabeta, 2009).
Tumpal Simanjuntak, Action Reseach And Development Strategi, (Jakarta: Tanpa
Penerbit, 2002).
Valentina Sagala, Advokasi Perempuan Akar Rumput, (Bandung : Institut Perempuan.
2011).
Http://hukumham.info/index.php?option=com_content&task=view&id=585&Ite mid=43
(10 Juni 2013).

Anda mungkin juga menyukai