i
BAB I
Konsep dasar Pengembangan masyarakat
1
denagn mengumpulkan atau menungkapkan fakta dan data mengenai suatu
permasalahan.Kemudian, mengambil tindakan yang rasional dan mempunyai kemungkinan-
kemungkin yang dapat dilaksanakan. Berbeda dengan PML, PS lebih berorientasi pada “tujuan
tugas”.Sistem klien PML umumnya kelompok-kelompok yang kurang beruntung.
c. Model Aksi Sosial (AS)
Model AS ini menekankan betapa gentingnya penanganan secara terorganisasi, terarah, dan
sistematis terhadap kelompok yang tidak beruntung.Juga meningkatkan kebutuhan yang
memadai bagi masyarakat yang lebih luas dalam rangka meningkatkan sumber atau perlakuan
yang lebih sesuai dengan keadilan sosial dan nilai-nilai demokratisasi. Tujuan yang ingin dicapai
adalah mengubah sistem atau kebijakan pemerintah secara langsung dalam rangaka
menanggulangi masalah yang mereka hadapi sendiri.Dalam kaitan ini, Suharto (1996)
menjelaskan tujuan dan sasaran utama AS adalah perubahan-perubahan fundamental dalam
kelembagaan pada stuktur masyarakat melaui proses pendistribusian kekuasaan (distribution of
resourches) dan pengambilan keputusan (distribution of decisison making).
BAB II
Mengkaji Pengembangan masyarakat sebagai proses perubahan sosial
1. Teori Evolusioner
Perubahan sosial memiliki arah yang mantap yang dilalui masyarakat. Semua masyarakat
melewati urutan fase yang sama serta mulai dari tahap perkembangan awal sampai
perkembangan terakhir. Bila tahap terakhir sudah tercapai, maka perubahan evolusioner telah
berakhir. Prinsip teori evolusi yang paling penting merupakan bahwa tahap-tahap masyarakat
berasal dari kelahiran, pertumbuhan, serta kesempurnaan.
2. Teori Konflik
Teori konflik memaparkan bahwasanya konflik atau pun perselisihan berasal dari perselisihan
kelas antara kelompok yang mengendalikan modal atau pemerintahan dengan kelompok tertindas
secara materi, sehingga mengarah pada perubahan sosial. Sumber perubahan sosial yang paling
penting di dalam perspektif ini merupakan konflik kelas sosial di masyarakat. Perspektif ini
memiliki prinsip bahwa konflik sosial serta perubahan sosial merupakan hal-hal yang selalu
melekat pada struktur masyarakat. Teori ini didasarkan pada pemikiran Karl Marx bahwa konflik
kelas sosial merupakan sumber terpenting serta berpengaruh di dalam semua perubahan sosial.
3. Teori Fungsional
Teori ini menganggap bahwa setiap elemen masyarakat memberikan fungsi pada elemen
masyarakat lainnya. Perubahan yang muncul di bagian masyarakat juga akan menyebabkan
perubahan di bagian lain.
4. Teori Siklus
Teori ini memiliki perspektif yang menarik di dalam melihat perubahan sosial karena
mengasumsikan bahwa perubahan sosial tidak dapat sepenuhnya dikendalikan oleh siapapun,
bahkan orang-orang yang terampil sekalipun. Di setiap masyarakat, terdapat siklus yang harus
diikuti. Kebangkitan serta penurunan peradaban (budaya) tidak terelakkan serta perubahan sosial
tidak selalu baik.
Secara umum, revolusi dapat terjadi apabila terdapat hal-hal seperti berikut ini.
· Harus ada keinginan untnk mengadakan suatu perubahan. Hal ini terjadi karena di
masyarakat terdapat perasaan tidak puas terhadap suatu keadaan sehingga ada keinginan untuk
mencapai perbaikan dengan perubahan dari keadaan tersebut.
· Adanya seorang pemimpin atau kelompok orang yang dianggap mampu memimpin
masyarakat tersebut.
· Pemimpin tersebut dapat menampung keinginan-keinginan masyarakat tersebut, untuk
kemudian meneruskan serta menegaskan rasa tidak puas dari masyarakat untuk dijadikan
program dan arah bagi gerakan masyarakat.
· Pemimpin tersebut harus dapat menunjukkan tujuan gerakan revolusi kepada masyarakat.
· Harus ada momentum (pemilihan waktu yang tepat) untuk terjadinya
revolusi. Contoh : Revolusi industry, revolusi kemerdekaan
2. Dilihat dari pengaruh
1. Perubahan yang pengaruhnya kecil
Perubahan yang pengaruhnya kecil adalah perubahan yang kurang membawa pengaruh langsung
atau kurang berarti bagi masyarakat yang bersangkutan. Perubahan yang demikian ini tidak
sampai membuat keguncangan-keguncangan dalam masyarakat
Contoh : Perubahan mode pakaian, rambut, dan sebagainya
BAB III
Konsep dan strategi pemberdayaan dalam pengembangan masyarakat
Konsep pemberdayaan
Konsep Pemberdayaan Istilah Pemberdayaan semakin populer dalam konteks
pembangunaan dan pengetasan kemiskinan di era globalisasi sekarang ini. Konsep
pemberdayaan ini 14 berkembang dari realitas individu atau masyarkat yang tidak berdaya atau
pihak yang lemah (powerless). Pemeberdayaan (empowerment) konsep yang berkaitan dengan
kekuasaan (power). Istilah kekuasaan identik dengan kemampuan individu untuk membuat
dirinya atau pihak lain melakukan apa yang di inginkannya. Kemampuan tersebut untuk
mengatur dirinya, mrengatur orang lain sebagai invidu atau kelompok, terlepas dari kebutuhan,
potensi, dan keinginan orang lain.
BAB IV
Mengkaji Konsep pengorganisasian Masyarakat
c. Person Bias
Kelompok elite dalam masyarakat, tokoh masyarakat, kaum lelaki, para penerima, dan pengguna
inovasi serta orang-orang yang aktif dalam kegiatan pembangunan adalah mereka yang kerap
menerima program dan berkah pembangunan.Sementara kelompok masyarakat kelas bawah
yang kurang memiliki akses terhadap jaringan sumber-sumber yang ada.
e. Profesional Bias
Bias ini timbul terutama oleh konsepsi yang memandang bahwa kelompok masyarakat kurang
beruntung sebagai kelompok lemah, memiliki pengetahuan rendah, pasif, malas, fatalis, serta
ciri-ciri lain budaya kemiskinan (culture of proverty).Sementara itu para ahli, penguasa, dan
pengusaha adalah raja yang memegang hegemoni dan kendali pembanguan.
f. Physical Bias
Umumnya masyarakat hanya mengenal dan mengakui program atau proyek yang bersifat fisik,
seperti pembangunan, gedung, jembatan, dll.
g. Financial Bias
Besarnya biaya yang dikeluarkan oleh suatu departemen kerapkali dipandang sebagai bukti
keberhasilan suatu progam.Fiunancial Bias disebabkan oleh kesalahan pemikiran yang
membaurkan prinsip efisiensi vis a vis prinsip efektivitas sebagai tolak ukur keberhasilan proyek.
h. Indicator Bias
Bias ini terutama berkaitan dengan aspek uncountability pada program yang berorientasi
sosial.Dampak keberhasilan program sulit diukur secara langsung dan kuantitatif, serta
banyaknya eksternal variabel yang terkontaminasi kedalammainstream proyek.
Posisi Kaderisasi:
1. Strategis
Definisi dalam KBBI, rencana yg cermat mengenai kegiatan untuk mencapai sasaran
khusus.Perlu ada perencanaan yang matang dalam organisasi agar tujuannya tercapai, salah
satunya adalah kaderisasi yang baik. Bila kaderisasi baik, berarti internal organisasi tersebut
baik. Bila internal kaderisasinya sudah baik, semua tujuan organisasi bisa tercapai dan bisa
‘ekspansi’ ke wilayah eksternal.
2. Vital
Ini menunjukkan urgensi dari kaderisasi. Jika, kaderisasi mati, cepat atau lambat organisasi pun
akan mati karena organisasi tidak berkembang dan tidak mampu mengaktualisasi dirinya.
Fungsi kaderisasi:
1. Melakukan rekrutmen anggota baru
Penanaman awal nilai organisasi agar anggota baru bisa paham dan bergerak menuju tujuan
organisasi.
2. Menjalankan proses pembinaan, penjagaan, dan pengembangan anggota
Membina anggota dalam setiap pergerakkannya. Menjaga anggota dalam nilai-nilai
organisasi dan memastikan anggota tersebut masih sepaham dan setujuan. Mengembangkan skill
dan knowledge anggota agar semakin kontributif.
3. Menyediakan sarana untuk pemberdayaan potensi anggota sekaligus sebagai pembinaan dan
pengembangan aktif
Kaderisasi akan gagal ketika potensi anggota mati dan anggota tidak terberdayakan.
4. Mengevaluasi dan melakukan mekanisme kontrol organisasi
Kaderisasi bisa menjadi evaluator organisasi terhadap anggota. Sejauh mana nilai-nilai itu
terterima anggota, bagaimana dampaknya, dan sebagainya. (untuk itu semua, diperlukan
perencanaan sumber daya anggota sebelumnya)
Aspek kaderisasi:
Kaderisasi haruslah holistik. Banyak aspek yang harus tersentuh oleh kaderisasi untuk
menghasilkan kader yang ideal. Aspek tersebut adalah
1. Fisikal (kesehatan)
2. Spiritual (keyakinan, agama, nilai)
3. Mental (moral dan etika, softskill, kepedulian)
4. Intelektual (wawasan, keilmuan, keprofesian)
5. Manajerial (keorganisasian, kepemimpinan)
Dari setiap aspek, harus ada sinergi dan keseimbangan agar tiap aspek bisa menunjang
aspek yang lainnya sehingga potensi si kader teroptimalisasi.
Bentuk kaderisasi:
1. Kaderisasi pasif
Kaderisasi pasif dilakukan secara insidental dan merupakan masa untuk kenaikan jenjang
anggota. Pada momen ini, anggota mendapatkan pembinaan ‘learning to know’ dan sedikit
‘learning to be’. Pembinaan pasif sangat penting dan efektif dalam pembinaan dan penjagaan.
2. Kaderisasi aktif
Yaitu kaderisasi yang bersifat rutin dan sedikit abstrak, karena pada kaderisasi ini, anggotalah
yang mencari sendiri ‘materi’-nya. Pada momen ini, anggota mendapatkan pembinaan ‘learning
to know’, ‘learning to do’, dan ‘learning to be’ sekaligus. Maka dalam hal ini sangat penting
untuk dipahami, bahwa setiap rutinitas kegiatan, haruslah memberdayakan potensi anggota
sekaligus menjadi bentuk pembinaan dan pengembangan aktif bagi anggota. Kaderisasi ini
sangat baik dalam proses pembinaan, penjagaan, dan pengembangan secara sistematis.
BAB VI
Konsep dan langkah pengembangan poskesdes
konsep dasar poskesdes
A. Pengertian poskesdes
Poskesdes adalah upaya kesehatan bersumber daya masyarakat (UKBM) yang dibentuk di desa
dalam rangka mendekatkan atau menyediakan pelayanan kesehatan dasar masyarakat desa.
Poskesdes dibentuk dalam rangka mendekatkan pelayanan kesehatan dasar bagi masyarakat serta
sebagai sarana kesehatan yang merupakan pertemuan antara upaya masyarakat dan dukungan
pemerintah.
Pelayanan pokesdes meliputi upaya promotif, preventif dan kuratif yang dilaksanakan oleh
tenaga kesehatan terutama bidan dengan melibatkan kader atau tenaga sukarela.
B. Tujuan poskesdes
Tujuan poskesdes antara lain:
1. Terwujudnya masyarakat sehat yang siaga terhadap permasalahan kesehatan di wilayah
desanya
2. Terselenggaranya promosi kesehatan dalam rangka meningkatkan pengetahuan masyarakat
tentang kesehatan
3. Terselenggaranya pengamatan, pencatatan dan pelaporan dalam rangka meningkatkan
kewaspadaan dan kesiapsiagaan masyarakat terhadap resiko dan bahaya yang dapat
menimbulkan gangguan kesehatan, terutama penyakit menular dan penyakit yang berpotensi
menimbulkan kejadian luar biasa atau KLB serta factor- factor resikonya
4. Tersedianya upaya pemerdayaan masyarakat dalam rangka meningkatkan kemampuan
masyarakat untuk menolong dirinya di bidang kesehatan
5. Terselenggaranya pelayanan kesehatan dasar yang dilaksanakan oleh masyarakat dan tenaga
professional kesehatan
6. Terkoordinasinya penyelenggaraan UKBM lainnya yang ada di desa
C. Ruang lingkup polindes
Ruang lingkup poskesdes meliputi: upaya kesehatan yang menyeluruh mencakup upaya
promotif, preventif dan kuratif yang dilaksanakan oleh tenaga kesehatan terutama bidan dengan
melibatkan kader atau tenaga sukarela.
D. Kegiatan utama poskesdes
1. Pengamatan dan kewaspadaan dini (surveilans penyakit, surveilans gizi, surveilans perilaku
beresiko dan surveilans lingkungan dan masalah kesehatan lainnya), penanganan
kegawatdaruratan kesehatan dan kesiapsiagaan terhadap bencana serta pelayanan kesehatan
dasar
2. Promosi kesehatan, penyehatan lingkungan dll. Kegiatan dilakukan berdasar pendekatan
edukatif atau pemasyarakatan yang dilakukan melalui musyawarah mufakat yang disesuaikan
kondisi dan potensi masyarakat setempat
E. Fungsi poskesdes
1. Sebagai wahana peran aktif masyarakat di bidang kesehatan
2. Sebagai wahana kewaspadaan dini terhadap berbagai resiko dan masalah kesehatan
3. Sebagai wahana pelayanan kesehatan dasar, guna lebih mendekatkan kepada masyarakat serta
meningkatkan jangkauan dan cakupan pelayanan kesehatan
4. Sebagai wahana pembentukan jaringan berbagai UKBM yang ada di desa
F. Prioritas pengembangan poskesdes
1. Desa/ kelurahan yang tidak terdapat sarana kesehatan. Adapun desa yang terdapat puskesmas
pembantu masih memungkinkan untuk diselenggarakan poskesdes
2. Desa di lokasi terisolir, terpenci, tertingal, perbatasan atau kepulauan
G. Manfaat poskesdes
1. Bagi masyarakat
a. Permasalahan di desa dapat terdeteksi dini, sehingga bisa ditangani cepat dan diselesaikan,
sesuai kondisi potensi dan kemampuan yang ada
b. Memperoleh pelayanan kesehatan dasar yang dekat
2. Bagi kader
a. Mendapat informasi awal di bidang kesehatan
b. Mendapat kebanggaan, dirinya lebih berkarya bagi masyarakat
3. Bagi puskesmas
a. Memperluan jangkauan pelayanan puskesmas dengan mengoptimalkan sumber data secara
efektif dan efisien
b. Mengoptimalkan fungsi puskesmas sebagai penggerak pembangunan berwawasan kesehatan,
pusat pemberdayaan masyarakat dan pusat pelayanan kesehatan strata pertama
4. Bagi sector lain
a. Dapat memadukan kegiatan sektornya di bidang kesehatan
b. Kegiatan pemberdayaan masyarakat dapat dilakukan lebih afektif dan efisien
H. Pengorganisasian
1. Tenaga poskesdes
a. Tenaga masyarakat
1) Kader
2) Tenaga sukarela lainnya
Tenaga masyarakat minimal 2 orang yang telas mendapat pelatihna khusus
b. Tenaga kesehatan
Minimal terdapat seorang bidan yang menyelenggarakan pelayanan
2. Kepengurusan
Kepengurusan dipilih melalui musyawarah mufakat masyarakat desa, serta ditetapkan oleh
kepala desa. Struktur minilmal terdiri dari Pembina ketua, sekretaris, bendahara dan anggota
3. Kedudukan dan hubungan kerja
a. Poskesdes merupakan kooedinator dari UKBM yang ada (misalnya: posyandu, poskestren,
ambulan desa).
b. Pokesdes dibawah pengawasan dan bimbingan puskesmas setempat. Pelaksanan poskesdes
waib melaporkan kegiatannya kepada puskesmas, adapun pelaporan yang menyangkut
pertanggungjawaban keuangan disampaikan kepada kepala desa
c. Jika wilayah tersebut terdapat puskesmas pembantu maka poskesdes berkoordinasi dengan
puskesmas pembantu yang ada tersebut
d. Poskesdes di bawah pimpinan kabupaten/ kota melalui puskesmas. Pembinaan dalam aspek
upaya kesehatan masyarakat maupun upaya kesehatan perorangan
I. Sumber daya poskesdes
1. Diselenggarakan oleh tenaga kesehatan minimal 1 bidan, minimal dibantu 2 kader
2. Terdapat sarana fisik bangunan, perlengkapan, alat kesehatan, sarana komunikasi
3. Tahanan pembangunan poskesdes
a. Mengembangkan polindes (pos bersalin desa) yang telah ada menjadi poskesdes
b. Memanfaatkan bangunan yang suudah ada (seperti balai desa, RW) untuk dijadikan poskesdes
c. Membangun baru, dengan sumber dana dari pemerintah, donator, dunia usaha atau swadaya
dari masyarakat Meilani, dkk. 2009. Kebidanan Komunitas. Yogyakarta: Fitramaya
Kegiatan monitoring lebih berpunpun (terfokus) pada kegiatan yang sedang dilaksanakan.
Monitoring dilakukan dengan cara menggali untuk mendapatkan informasi secara regular
berdasarkan indikator tertentu, dengan maksud mengetahui apakah kegiatan yang sedang
berlangsung sesuai dengan perencanaan dan prosedur yang telah disepakati. Indikator monitoring
mencakup esensi aktivitas dan target yang ditetapkan pada perencanaan program. Apabila
monitoring dilakukan dengan baik akan bermanfaat dalam memastikan pelaksanaan kegiatan
tetap pada jalurnya (sesuai pedoman dan perencanaan program). Juga memberikan informasi
kepada pengelola program apabila terjadi hambatan dan penyimpangan, serta sebagai masukan
dalam melakukan evaluasi.
Secara prinsip, monitoring dilakukan sementara kegiatan sedang berlangsung guna memastikan
kesesuain proses dan capaian sesuai rencana atau tidak. Bila ditemukan penyimpangan atau
kelambanan maka segera dibenahi sehingga kegiatan dapat berjalan sesuai rencana dan
targetnya. Jadi, hasil monitoring menjadi input bagi kepentingan proses selanjutnya. Sementara
Evaluasi dilakukan pada akhir kegiatan, untuk mengetahui hasil atau capaian akhir dari kegiatan
atau program. Hasil Evaluasi bermanfaat bagi rencana pelaksanaan program yang sama diwaktu
dan tempat lainnya.
Seperti terlihat pada gambar Siklus Majamen Monev, fungsi Monitoring (dan evaluasi)
mnerupakan satu diantara tiga komponen penting lainnya dalam system manajelemen program,
yaitu Perencanaan, Pelaksanaan dan Tindakan korektif (melalui umpan balik). Sebagai siklus,
dia berlangsung secara intens keaarah pencapaian target-target antara dan akhirnya tujuan
program.
Penilaian (Evaluasi) merupakan tahapan yang berkaitan erat dengan kegiatan monitoring, karena
kegiatan evaluasi dapat menggunakan data yang disediakan melalui kegiatan monitoring. Dalam
merencanakan suatu kegiatan hendaknya evaluasi merupakan bagian yang tidak terpisahkan,
sehingga dapat dikatakan sebagai kegiatan yang lengkap. Evaluasi diarahkan untuk
mengendalikan dan mengontrol ketercapaian tujuan. Evaluasi berhubungan dengan hasil
informasi tentang nilai serta memberikan gambaran tentang manfaat suatu kebijakan. Istilah
evaluasi ini berdekatan dengan penafsiran, pemberian angka dan penilaian. Evaluasi dapat
menjawab pertanyaan “Apa pebedaan yang dibuat” (William N Dunn : 2000).
Evaluasi bertujuan untuk mengetahui apakah program itu mencapai sasaran yang diharapkan
atau tidak. Evaluasi lebih menekankan pada aspek hasil yang dicapai (output). Evaluasi baru bisa
dilakukan jika program itu telah berjalan setidaknya dalam suatu periode (tahapan), sesuai
dengan tahapan rancangan dan jenis program yang dibuat dalam perencanaan dan dilaksanakan.
TUJUAN MONEV
Umpan balik dari sebuah program akan dipergunakan dalam perbaikan dan penyesuaian
komponen-komponen yang tidak maksimal dalam pelaksanaan program. Bila memungkinkan
perubahan scenario dan konsolidasi sumberdaya (proses manajemen) dapat dilakukan dalam
pelaksanaan program sehingga lebih menjamin keberhasilan program.
Monitoring bertujuan mendapatkan umpan balik bagi kebutuhan program yang sedang berjalan,
untuk mengetahui kesenjangan antara perencanaan dan terget. Dengan mengetahui kebutuhan ini
pelaksanaan program dapat membuat penyesuaian dengan memanfaatkan umpan balik tersebut.
Kesenjangan yang menjadi kebutuhan itu bisa jadi mencakup faktor biaya, waktu, personel, dan
alat, dan sebagainya.
Dengan demikian, dapat diketahui misalnya berapa jumlah tenaga yang perlu ditambahkan atau
dikurangi, alat atau fasilitas apa yang perlu disiapkan untuk melaksanakan program tersebut,
berapa lama tambahan waktu dibutuhkan, dan seterusnya. Sementara itu, Evaluasi bertujuan
memperoleh informasi yang tepat sebagai bahan pertimbangan untuk mengambil keputusan
tentang perencanaan program, keputusan tentang komponen input pada program, implementasi
program yang mengarah kepada kegiatan dan keputusan tentang output menyangkut hasil dan
dampak dari program kegiatan, dan terutama apa yang dapat diperbaiki pada program yang sama
yang akan dilaksanakan di waktu dan tempat lain.
FUNGSI MONEV
1. Mempertebal rasa tanggung jawab terhadap orang / manejer/ pejabat yang diserahi tugas dan
wewenang dalam pelaksanaan pekerjaan.
2. Membidik para pekerja atau pejabat agar mereka melaksanakan pekerjaan sesuai dengan
prosedur yang telah ditentukan.
3. Untuk mencegah terjadinya penyimpangan, kelainan dan kelemahan agar tidak terjadi kerugian
yang tidak diinginkan.
4. Untuk memperbaiki kesalahan dan penyelewengan agar pelaksanaan pekerjaan tidak mengalami
hambatan dan pemborosan-pemborosan yang tidak perlu.
Dalam kaitannya dengan monitoring Moh. Rifai (1986) menjelaskan fungsinya sebagai berikut:
1. Evaluasi sebagai pengukur kemajuan;
2. Evaluasi sebagai alat perencanaan;
3. Evaluasi sebagai alat perbaikan.
Berdasarkan uraian uraian di atas dapat disimpulkan fungsi utama monitoring terkait dengan
perihal: mengukur hasil yang sudah dicapai dalam melaksanakan program dengan alat ukur
rencana yang sudah dibuat dan disepakati, menganalisa semua hasil pemantauan (monitoring)
untuk dijadikan bahan dalam mempertimbangkan keputusan lanjutan.
MANFAAT MONEV
Secara umum manfaat dari penerapan sistem monitoring dan evaluasi dalam suatu program
adalah sebagai berikut:
ü Penerapan sistem M&E yang disertai dengan pemilihan dan penggunaan indikator
akan memperjelas tujuan serta arah kegiatan untuk pencapaian tujuan tersebut.
ü Pemilihan indikator program yang melibatkan berbagai pihak secara partisipatif tidak
saja berguna untuk mendapatkan indikator yang tepat tetapi juga akan mendorong
pemilik proyek dan berbagai pihak yang berkepentingan untuk mendukung
suksesnya program.
2. Monitoring dan Evaluasi (M&E) sebagai alat untuk mengetahui kemajuan program:
ü Adanya sistem M&E yang berfungsi dengan baik memungkinkan pelaksana program
mengetahui kemajuan serta hambatan atau hal-hal yang tidak diduga yang secara
potensial dapat menghambat jalannya program secara dini. Hal terakhir bermanfaat
bagi pelaksana program untuk melakukan tindakan secara tepat waktu dalam
mengatasi masalah.
ü Informasi hasil M&E dapat memberikan umpan balik kepada pelaksana program
tentang hasil capaian program, dalam arti sesuai atau tidak sesuai dengan yang
diharapkan
ü Bilamana hasil program belum sesuai dengan harapan maka pelaksana program dapat
melakukan tindakan penyesuaian atau koreksi secara tepat dan cepat sebelum
program terlanjur berjalan tidak pada jalurnya. Dengan demikian informasi hasil
M&E bermanfaat dalam memperbaiki jalannya implementasi program.
3. Monitoring dan Evaluasi (M&E) sebagai alat akuntabilitas program dan advokasi:
ü M&E tidak hanya memantau aktivitas program tetapi juga hasil dari aktivitas tersebut.
Informasi pemantauan terhadap luaran dan hasil (output dan outcome) program yang
dipublikasikan dan dapat diakses oleh pemangku kepentingan akan meningkatkan
akuntabilitas program.
ü Informasi hasil M&E dapat dipakai sebagai bahan masukan untuk advokasi program
kepada para pemangku kepentingan.
ü Informasi tersebut akan memicu dialog dan pembelajaran serta memacu keikutsertaan
Manfaat M&E dapat dilihat dari 2 (dua) sisi, yaitu manfaat bagi pihak Penanggung Jawab
Program dan manfaat bagi Pengelola Proyek, yaitu:
PRINSIP-PRINSIP MONEV
Hal yang paling prinsipil dalam pelaksanaan monitoring dan evaluasi adalah acuan kegiatan
monitoring adalah ketentuan-ketentuan yang disepakati dan diberlakukan, selanjutnya
sustainability kegiatannya harus terjaga, dalam pelaksanaannya objektivitas sangat diperhatikan
dan orientasi utamanya adalah pada tujuan program itu sendiri.
Adapun mengenai prinsip-prinsip evaluasi, Nanang Fattah (1996) mengemukakan ada 6 prinsip,
yaitu:
1. Sistem M&E dibuat sederhana; disesuaikan dengan kapasitas dan sumber daya yang
tersedia. Hal ini untuk menghindari kesulitan implementasi di lapangan.
2. Tujuan yang jelas. Kegiatan M&E difokuskan pada hal-hal yang relevan dengan tujuan dari
monitoring itu sendiri yang dikaitkan dengan aktivitas dan tujuan program. Jangan
mengumpulkan data yang tidak relevan dengan kebutuhan program. Perlu dibuat
logframe, intervention logic model, dan rencana kerja M&E yang antara lain mencakup
rincian indicator kinerja yang akan dipantau.
3. Dilakukan tepat waktu; ini merupakan esensi monitoring karena ketersediaan data on-time
diperlukan bagi pihak manajemen/pengguna data untuk penyelesaian masalah secara tepat
waktu. Selain itu ketepatan waktu monitoring juga penting untuk mendapatkan data akurat
dalam memantau obyek tertentu pada saat yang tepat.
4. Informasi hasil M&E harus akurat dan objektif; informasi tidak akurat dan objektif bisa
menyebabkan false alarm. Perlu mekanisme untuk check konsistensi dan akurasi data.
5. Sistem M&E bersifat partisipatif dan transparan; perlu pelibatan semua stakeholders dalam
penyusunan design dan implementasinya, serta hasilnya dapat diakses oleh semua pihak.
6. Sistem M&E dibuat flexible; dalam artian tidak kaku tapi bisa disesuaikan dengan
kebutuhan dan kondisi tapi masih dalam batas koridor SOP.
7. Bersifat action-oriented; monitoring diharapkan menjadi basis dalam pengambilan
keputusan dan tindakan. Oleh karena itu sejak awal perlu dilakukan analisa kebutuhan
informasi untuk menjamin bahwa data monitoring akan digunakan untuk melakukan
tindakan.
8. Kegiatan M&E dilakukan secara cost-effective.
9. Unit M&E terdiri dari para specialists yang tidak hanya bertugas mengumpulkan data tetapi
juga melakukan analisa masalah dan memberikan rekomendasi pemecahan masalah secara
praktis.
Teknik dalam pelaksanaan monitoring dapat dilakukan dengan melalui kegiatan observasi
langsung atas proses, wawancara kepada sumber/pelaku utama, dan kegiatan diskusi terbatas
melalaui forum group discussion untuk memperoleh klarifikasi pelaksanaan program.
1. Pendekatan
Ada empat cara untuk memonitor keluaran dan dampak. Keempat cara atau pendekatan itu
adalah pelaporan sistem sosial (social accounting), eksperimentasi sosial (social
experimentation), pemeriksaan sosial (social auditing) dan pengumpulan bahan untuk penelitian
sosial (social research cumulation). Pendekatan ini masingmasing mempunyai dua aspek yaitu
aspek yang berhubungan dengan jenis informasi yang diperlukan (Dunn, 1981).
Keempat pendekatan ini mempunyai ciri yang bersamaan yaitu bahwa keempatnya:
ü BERPUSAT PADA TUJUAN, yaitu untuk memberikan pemuasan kebutuhan, nilai atau
kesempatan kepada klien atau target;
2. Teknik
ü WAWANCARA DAN ANGKET: Wawancara adalah cara yang dilakukan bila monitoring
ditujukan pada seseorang. Instrumen wawancara adalah pedoman wawancara.
Wawancara itu ada dua macam, yaitu wawancara langsung dan wawancara tidak
langsung.