Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH ORGANISASI MASYARAKAT

STRATEGI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT ARAS MACRO

OLEH:

NAMA KELMPOK :

1. ANIISA FITRI (1819401002)

2. ERWITA SARI (1819401016)

3. HEDDI MANIHURUK (1819401019)

4. MAGDALENA (1819401029)

5. POPPY (18194010)

NAMA DOSEN : HOTMELIA DAMANIK, SST, M.Kes

PROGRAM STUDI EBIDANAN


PROGRAM DIPLOMA TIGA KEBIDANAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes)
MITRA HUSADA MEDAN

T.A. 2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan Rahmat dan Hidayah-Nya kepada penulis sehingga dapat disusun dan
diselesaikannya makalah ini yang berjudul “STRATEGI PEMBERDAYAAN
MASYARAKAT ARAS MACRO ”.
Dalam penyusunan, kami mendapatkan banyak masukan, pengarahan dan bantuan
dari semua pihak yang turut serta membantu dalam pembuatan makalah ini.
Kami menyadari bahwa penyusunan makalah ini jauh dari sempurna, maka dengan
segala kerendahan hati penulis mengharapakan kritik dan saran yang sifatnya membangun
demi kesempurnaan makalah ini. Oleh karena itu demi kesempurnaan, kami
mengharapkan adanya saran dan kritik dari semua pihak.
Kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Medan,29 November 2019

Penyusun
DAFTAR ISI

Halaman Judul ...................................................................................

Kata Pengantar ..................................................................................

Daftar isi .............................................................................................

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................

1. Latar Belakang .........................................................................................

2. Rumusan Masalah ...................................................................................

3. Tujuan .......................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN ....................................................................

1.DEFENISI ....................................................................................................

2.MACAM-MACAM STRATEGI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT


ARAS MACRO ...........................................................................................

BAB IV PENUTUP ............................................................................

DAFTAR PUSTAKA .........................................................................


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang

Salah satu manfaat besar dari pemberdayaan adalah memungkinkan perkembangan


dan penggunaan bakat dan/atau kemampuan terpendam dalam setiap individu. Sudah banyak
pekerjaan yang dirancang dan dibangun oleh suatu kelompok/organisasi dengan harapan
bahwa anggota kelompok/organisasi tersebut bisa memanfaatkan kondisi dimaksud guna
peningkatan kinerjanya, namun justru sedikit proporsi kemampuan mereka yang sudah
mengarah kepada keputus-asaan dan alienasi yang besar. Dengan pemberdayaan hambatan-
hambatan tradisional dihilangkan, garis demarkasi disingkirkan dan deskripsi pekerjaan yang
menghalangi dikesampingkan. Bagi orang yang diberdayakan, tentunya mengalami kondisi
yang berbeda dari masa silam, mungkin ada perbaikan besar yang dirasakannya dalam
hubungan dengan sikap orang untuk mencari penghidupan.
Bersamaan dengan fleksibilitas dan kebebasan kerja yang lebih besar, memunculkan
kemampuan untuk kreatif dan inovatif. Inovasi dan kreativitas berasal dari orang-orang yang
mempunyai kebebasan untuk berpikir dan mengambil kesempatan yang merupakan akibat
langsung dari pemberdayaan. Pemberdayaan juga mendorong kekuasaan dan pengambilan
keputusan dalam organisasi, karenanya mengarah kepada hubungan masyarakat yang lebih
baik dan penyelesaian persoalan (baca; keluhan) secara lebih cepat. Orang yang saling
berhadapan dengan masyarakat dapat menetapkan keputusan sendiri tanpa mengacu kepada
tingkat menajemen yang lebih tinggi. Hal ini berlaku kepada masyarakat internal dan
eksternal.
Salah satu dampak positif dari pemberdayaan adalah meningkatnya output dan kinerja
(the increased output and job performance). Masyarakat mampu mengambil tanggung jawab
terhadap pekerjaan mereka, mengaturnya agar sesuai dengan kebutuhan individu dan
kemudian melaksanakannya tanpa campur tangan orang lain yang berimbas pada semakin
besarnya efektivitas. Atas dorongan peningkatan kualitas, pemberdayaan telah memberikan
kontribusinya. Masyarakat yang diberikan misi manajemen mutu dan teknik, ketrampilan,
dan metodologi yang dipakai, sudah menemukan kepuasan dan kepentingan yang lebih besar
dalam kerja mereka dengan mencari perbaikan. Perbaikan yang lazim dan berkesinambungan
merupakan bagian dari gaya manajemen suatu organisasi yang diterapkan mulai dari level
paling atas sampai level bawah.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian strategi pemberdayaan masyarakat?
2. Apa pengertian Aras Macro?
3. Apa saja macam-macam strategi pemberdayaan aras macro?

C. Tujuan
A. Tujuan umum
Agar mahasiswa mampu mengetahui dan memahami tentang strategi pemberdayaan masyarakat
melalui strategi aras macro.
B. Tujuan khusus
1.Menjelaskan pengertian strategi pemberdayaan masyarakat
2.Menjelaskan pengertian aras macro
3.Menjelaskan macam-macam strategi aras macro

D. Manfaat
A.Bagi masyarakat
Agar masyarakat mengetahui dan lebih berpartisipasi dalam mendukung pemberdayaan masyarakat yang ada

B.Bagi peneliti
Mengetahui dan menambah wawasan serta pengetahuan agar dapat melakukan
penatalaksanaan pemberdayaan masyarakat aras macro yang baik dan benar.

C. Bagi institusi
Memberikan penambahan informasi tentang strategi pemberdayaan
masyarakat aras macro khususnya bagi institusi
kesehatan agar dapat menatalaksanakan strateg pemberdayaan masyarakat.
BAB II

PEMBAHASAN

1. DEFENISI

A. Pengertian Strategi
Ditinjau secara segi etimologi, kata strategi berasal dari Yunani yaitu Strategos yang
mengambil dari kata strator yang berarti militer dan ag yang berati memimpin. Pada konteks
awalnya, strategi diartikan sebagai generalship atau siasat yang dilakukan oleh para jendral
dalam membuat rencana untuk menaklukkan musuh dan memenangkan perang (Purnomo dan
Zulkiflimansyah, 1999).
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002) disebutkan bahwa istilah strategi
adalah suatu ilmu yang menggunakan sumber daya untuk melaksanakan kebijakan tertentu.

B. Pengertian Pemberdayaan Masyarakat


Pemberdayaan adalah mengembangkan diri dari keadaan tidak atau kurang
berdaya menjadi berdaya, guna mencapai kehidupan yang lebih baik. Pemberdayaan pada
intinya membahas bagaimana individu, kelompok, ataupun komunitas berusaha
mengontrol kehidupan mereka sendiri dengan keinginan mereka. Pemberdayaan juga
dapat diartikan sebagai suatu proses yang relatif terus berjalan untuk meningkatkan
kepada perubahan (Adi, 2000).

2. STRATEGI DAN PENDEKATAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

Proses pemberdayaan umumnya dilakukan secara kolektif dan tidak ada literatur
yang menyatakan bahwa proses pemberdayaan terjadi dalam relasi satu lawan satu antara
pekerja sosial dan klien dalam setting pertolongan perseorangan. Meskipun pemberdayaan
seperti ini dapat meningkatkan rasa percaya diri dan kemampuan diri klien, hal ini
bukanlah strategi utama pemberdayaan. Namun demikian, tidak semua intervensi pekerja
sosial dapat dilakukan melalui kolektivitas. Dalam beberapa situasi, strategi
pemberdayaan dapat saja dilakukan secara induvidual, meskipun pada giliranya strategi ini
pun tetap berkaitan dengan kolektivitas, dalam arti mengkaitkan klien dengan sumber atau
sistem lain di luar dirinya (Suharto, 2005).
Dalam konteks pekerjaan sosial, pemberdayaan (Suharto, 2005) dapat dilakukan
melalui tiga aras atau matra pemberdayaan (empowerment setting): mikro, mezzo, dan makro.

1. Aras Mikro
Pemberdayaan dilakukan terhadap klien secara individu melalui bimbingan,
konseling, stress management, crisis intervention. Tujuan utamanya adalah membimbing
atau melatih klien dalam menjalankan tugas-tugas kehidupannya. Model ini sering disebut
sebagai pendekatan yang Berpusat pada Tugas (task centered approach).
2. Aras Mezzo
Pemberdayaan dilakukan terhadap sekelompok klien. Pemberdayaan dilakukan
dengan menggunakan kelompok sebagai media intervensi. Pendidikan dan pelatihan,
dinamika kelompok, biasanya digunakan sebagai strategi dalam meningkatkan kesadaran.
Pengetahuan, keterampilan dan sikap-sikap klien agar memiliki kemampuan memecahkan
permasalahan yang dihadapinnya.
3. Aras Makro
Pendekatan ini disebut juga sebagai Strategi Sistem Besar (large-system-strategy),
karena sasaran perubahan diarahkan pada sistem lingkungan yang lebih luas. Perumusan
kebijakan, perencanaan sosial, kampanye, aksi sosial, lobbying, pengorganisasian
masyarakat, manajemen konflik, adalah beberapa strategi dalam pendekatan ini. Strategi
Sistem Besar memandang klien sebagai orang yang memiliki kompetensi untuk memahami
situasi-situasi mereka sendiri, dan untuk memilih serta menentukan strategi yang tepat untuk
bertindak.

3. STRATEGI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT ARAS MAKRO

A. PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROSES KEBIJAKAN


Teori-teori kebijakan yang berkembang selama dekade 1950- 1980-an memandang
proses kebijakan dari perspektif administrasi publik. Dalam perspektif ini, proses kebijakan
mulai dari formulasi hingga evaluasi dipandang secara linear layaknya proses yang
mekanistis. Karena berada dalam ranah administrasi publik, proses kebijakan dipandang
sebagai kewenangan internal pemerintah,sehingga partisipasi masyarakat hanya dipandang
sebagai formalitas untuk menambah legitimasi kebijakan tersebut. Idiom black box seringkali
digunakan untuk menggambarkan proses legislasi yang berlangsung terbatas dalam
ranah suprastruktur merupakan bukti bahwa proses legislasi merupakan proses yang tertutup
dari intervensi luar, termasuk masyarakat.
Pendekatan semacam itu membawa implikasi negatif karena kebijakan yang dibuat
menjadi tidak atau kurang berpihak pada masyarakat. Oleh karena itu, pandangan tentang
studi kebijakan sebagai proses birokratis-administratif yang hanya menjadi domain dari
institusi pemerintah menjadi sulit digunakan untuk menjelaskan proses politik yang
berlangsung dalam keseluruhan tahap proses kebijakan. Lahirnya suatu produk kebijakan
tidaklah otomatis mencapai idealisasinya meskipun telah melalui keseluruhan tahap
sebagaimana dikemukakan dalam konsep rasional-komprehensif. Esensi dari kebijakan
publik sesungguhnya terletak pada hubungan antara negara dan masyarakat.
Paradigma kebijakan publik yang kaku dan tidak responsif merupakan cerminan dari
hubungan negara dan masyarakat yang kaku dan tidak pula. Sebaliknya, paradigma kebijakan
publik yang luwes dan responsif akan merupakan luaran dari hubungan yang luwes dan
responsif antara negara dan masyarakat. Untuk membangun paradigma kebijakan publik yang
berorientasi pada aspirasi dan kebutuhan masyarakat, perlu dikembangkan paradigma
alternatif yang tidak lagi menempatkan kebijakan publik dalam ranah suprastruktur atau
penguasa, tapi sebagai proses interaksi yang seimbang antara suprastruktur dan infrastruktur
politik.
Proses interaksi yang seimbang ini mensyaratkan adanya ruang-ruang publik yang
terbuka bagi partisipasi masyarakat dalam pembuatan kebijakan. Pada mulanya, pelibatan
masyarakat hanya dimungkinkan dalam ruang-ruang di luar ranah suprastruktur dan
dilakukan melalui institusi perwakilan, seperti kelompok kepentingan, kelompok penekan,
dan partai politik. Institusi-institusi inilah yang kemudian berperan sebagai penyalur aspirasi
masyarakat untuk selanjutnya diagregasi oleh parlemen sebagai lembaga perwakilan
masyarakat.
Proses kebijakan dipandang sebagai kompleksitas kejadian politik yang melibatkan
banyak aktor dan banyak kepentingan. Proses kebijakan tidak dipandang sebagai suatu proses
yang linier yang dapat dengan mudah diamati dalam rapat-rapat dan pembahasan yang
berlangsung dalam ruang parlemen. Sebaliknya, proses kebijakan justru berlangsung melalui
lobby, negosiasi, advokasi, pertarungan opini di media massa, bahkan demonstrasi di jalanan.
Di sinilah berkembang konsep tentang ruang publik. Dalam konsepsi ini, ruang publik tidak
diartikan secara fisik tetapi merupakan ruang sosial (social space) yang dihasilkan oleh
tindakan komunikatif. Ruang publik menjadi tempat bagi terbentuknya opini publik yang
merefleksikan isu-isu yang berkembang dalam tataran elit maupun massa. Pembentukan opini
publik melalui debat publik akan memiliki kekuatan (communicative power) untuk
mempengaruhi pengambilan keputusan yang secara formal dilakukan melalui mekanisme
perwakilan.

B. PERENCANAAN SOSIAL

Perencana Sosial

Perencanaan sosial disini menunjukkan pada proses pragmatis untuk menentukan


keputusan dan menetapkan tindakan dalam memecahkan masalah sosial tertentu seperti
kemiskinan, pengangguran, kenakalan remaja, kebodohan (buta huruf), kesehatan masyarakat
yang buruk dan lain-lain. Perencanaan sosial lebih berorientasi pada “tujuan tugas”. Sistem
klien perencanaan sosial umumnya adalah kelompok- kelompok yang kurang beruntung atau
kelompok rawan sosial ekonomi, seperti para lanjut usia,orang cacat, janda, yatim piatu,
wanita tuna susila, para perencana sosial dipandang sebagai ahli (expert) dalam melakukan
penelitian, menganalisis masalah dan kebutuhan masyarakat serta dalam mengidentifikasi,
melaksanakan dan mengevaluasi program-program pelayanan kemanusiaan.

Pokok perhatian dalam Perencanaan Sosial adalah melakukan modifikasi,


menghilangkan atau membuat kebijakan-kebijakan ataupun program-program sosial dalam
suatu organisasi pelayanan.

Perencana sosial profesional umumnya mempunyai peran utama:

1. Mengembangkan perundang-undangan.
2. Mengevaluasi program-program sosial.
3. Menciptakan/ mendisain model-model pelayanan.
4. Mengembangkan komite dewan penasehat/badan kebijakan yang bertugas
memberikan masukan kepada pengembang program-program pada organisasi
pelayanan.

Pada tingkat Masyarakat (Community Level) biasanya perencana social bekerja pada
agen-agen yang berada di bawah pemerintah ataupun Lembaga Swadaya Masyarakat.

Adapun peran yang biasa dilakukan perencana sosial tingkat masyarakat adalah:
1. Perencanaan yang bersifat sektoral yang penjangkauannya lebih pada sektor
pelayanan atau populasi yang spesifik.
2. Peranannya lebih pada memberikan masukan pada sistem perundang-undangan atau
kebijakan di bidang pelayanan kesehatan, kesehatan mental atau pelayanan pada
anak-anak muda.
3. Pelayanan yang bersifat direct service, dalam 4 bentuk:

 Menggalang dukungan untuk mencapai ideologi, program atau


keuangan
 Mengarahkan proses perubahan dalam organisasi seperti dalam
peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia, Perekrutan Tenaga Ahli,
Fasilitas, Pendanaan, dll

Pada kenyataannya yang paling banyak dilakukan oleh perencana sosial di


tingkat komunitas atau masyarakat adalah perencanaan yang bersifat sektoral dan
menjadi advokasi dalam memberi masukan pada sistem perundang-undangan atau
kebijakan.

Seorang perencana sosial selalu mempunyai tugas dan tanggung jawab sesuai dengan
pekerjaannya, dan setiap perencan juga mempunyai atribut yang melekat dalam diri mereka
yang sedikit banyak juga turut mempengaruhi perencanaan yang mereka buat.

Adapun atribut tersebut adalah:

a. Ideologi

Mempunyai pengaruh dalam melihat masalah, seperti mereka yang mengusung


ideologi konsensus selalu menekankan pada kesatuan, memilih masalah yang memang
dirasakan oleh sebagaian besar masyarakat, tidak memihak karena mereka umumnya
menghindari konflik atau kompetisi, mereka biasanya mengutamakan kompromi, negosiasi.
Sedangkan mereka yang mengusung ideologi konflik umumnya mereka fokus pada satu
kelompk masyarakat tertentu (spesifik) tidak terlalu mementingkan kepentingan umum atau
nilaia-nilai yang berlaku umum, umumnya lebih menempatkan diri mereka sebagai
partisanlebih memeperhatikan atau menekankan pada kekuasaan dan pengaruh politik dan
peran yang biasa dilakukan dengan melakukan aksi sosial maupun konflik. Secara umum
nilai-nilai yang tidak boleh hilang dalam melakukan perencanaan sosial adalah nilai-nilai
sosial seperti HAM, kemanusiaan, keadilan, dll.

b. Karakter

Ini dapat dilihat dari bagaimana cara perencana memilih permasalahan. Biasanya ada
perencana yang lebih melihat masalah dari ketertarikan atau interest perencana atau lebih
pada kesesuai dengan kemampuan yang mereka miliki.

Mereka yang seperti ini dikenal sebagai operasionalist yaitu orang yang hanya tahu
apa yang pernah mereka lakukan, menggunakan metode yang pernah mereka gunakan
sehingga perencana seperti ini tidak berkembang, hanya sebagai pelaku berdasarkan hukum-
hukum dari instrumen perencanaan yang sudah ada.

Bentuk kedua adalah mereka yang memulai dengan mencari data selengkap-
lengkapnya, penekanan pada kelengkapan data. Kegiatan perencanaan baru dilakukan setelah
kajian dilakukan dan pemahaman terhadap permasalahan dipahami secara menyeluruh.
Kendala yang dihadapi adalah terlalu lama waktu yang dibutuhkan dalam pengumpulan data,
sehingga energi habis diawal proses pembuatan perencanaan sedangkan biasanya perhatian
akan berkurang ketika melakukan perencanaan dan pelaksanaan program.

Bentuk ketiga adalah perencana sosial yang mengutamakan kepuasan dari kelompok
sasaran/ klien/ stake holder. Biasanya mereka melakukan pengamatan keadaan kelompok
sasaran saat ini dan melakukan observasi pada masalah-masalah sosial serta implikasinya.
Perencana lebih menekakan pada pentingnya proses dan hasil. Aksi atau pelaksanaan
kebijakan atau program selalu ditentukan pada apa yang fisibel dan apa yang tidak.

c. Pengetahuan dan keterampilan

Turut mempengaruhi perencana dalam melihat permasalahan. Pengetahuan dan


keterampilan didapat dari teori dan pengalaman. Yang dimaksud dengan Keterampilan
diantaranya negosiasi, diagnosa masalah, menentukan masalah, dll. Perencanaan akan efektif
jika antara pengetahuan dan keterampilan dapat menjangkau kegiatan organisasi, kebutuhan,
keinginan dan karakter dari populasi.
d. Kepribadian

Latar belakang kehidupan perencana turut menetukan sukses tidaknya suatu perencanaan.
Kredibilitas seorang perencana pun turut mempengaruhi perencanaan yang akan disusun
terutama kredibilitas ini dilihat dari sisi pengetahuan, keterampilan serta pengalaman yang
mereka miliki.

Permasalahan yang muncul terkadang perencana dalam posisi ditengah-tengah antara


masyarakat dengan seperangkat kepentingan dan kebutuhan dengan pihak-pihak pemberi
kerja atau donor.

Perlu diperhatikan bahwa tidak ada value-free-social planning, maksudnya dalah


masalah atau perencanaan sosial dibuat berdasarkan banyak pertimbangan yang dipengaruhi
oleh banyak pihak (masyarakat, donor, lembaga, politik, negara dll)

C. KAMPANYE

Kampenye adalah sebuah tindakan atau usaha yang bertujuan mendapatkan


pencapaian dukungan, usaha kampanye bisa dilakukan oleh perorangan atau kelompok orang
yang teroganisir untuk melakukan pencapaian suatu proses pengambilan keputusan di suatu
kelompok, kampanye biasa juga dilakukan guna mempengaruhi,penghambatan, pembelokan
pencapaian.dalam sistem.

Kampanye umumnya dilakukan dengan slgan, pembicaraan, barang cetakan,


penyiaran barang rekaman berbentuk gambar atau suara, dan simbol-simbol.

D. AKSI SOSIAL

Aksi sosial adalah suatu kegiatan yang terkoordinasikan untuk mencapai tujuan
perubahan kelembagaan dalam rangka memenuhi kebutuhan, memecahkan masalah,
mengoreksi ketidakadilan atau meningkatkan kualitas hidup manusia. Terjadi atas inisiatif
dari tenaga profesional di bidang kesejahteraan sosial, ekonomi, politik, agama, militer,
orang-orang yang secara langsung terkena masalah. Aksi sosial adalah usaha-usaha untuk
mengadakan perubahan atau pencegahan terhadap praktek dalam situasi sosial yang telah ada
didalam masyarakat melalui pendidikan, propaganda, persuasi atau pertukaran melalui tujuan
yang dianggap baik oleh perencana aksi sosial (Hudri: Ensiklopedia Mini Pekerjaan Sosial).
Tujuan dan Sasaran Aksi Sosial

Tujun dan sasaran aksi sosial dalah perubahan fundamental dalam kelembagaan dan
struktur masyarakat melaui proses pendistribusian kekuasaan, sumber dan pengambilan
keputusan. Pendekatan aksi sosial didasari suatu pandangan bahwa masyarakat adalah sistem
klien yang sering kali menjadi “korban” ketidakadilan struktur. Aksi sosial berorientasi pada
tujuan proses dan tujuan hasil. Masyarakat diorganisir melalui penyadaran, pemberdayaan
dan tindakan aktual untuk mengubah struktur kekuasaan agar lebih memenuhi prinsip
demokrasi, kemerataan dan keadilan.

E. ADVOKASI

A. Definisi
Advokasi adalah upaya mendekati, mendampingi, dan memengaruhi para pembuat
kebijakan secara bijak, sehingga mereka sepakat untuk memberi dukungan terhadap
pembangunan kesehatan.Advokasi merupakan upaya pendekatan lapprooch) atau proses yang
strategis dan terencana untuk mendapatkan komitmen dan dukungan dari pihak yang terkait
(stdke holders). WHO (1989) dikutip dalam UNFPA dan BKKBN (2002) menggunakan
"odvococy is o combinotion of individuol and sociol oction designed to gdin politicol
commitment, policy support, sociol occeptonce ond systems support for particular heolth
gool or progromme". tstilah advokasi digunakan pertama sekali oleh WHo tahun 1984, untuk
mewujudkan visi dan misi promosi kesehatan digunakan 3 strategi pokok Yaitu:
1. Advokasi lodvocacy) melakukan pendekatan atau lobi dengan para pembuat
keputusan setempat, agar mereka menerima dan bersedia mengeluarkan kebijakan dan
keputusan untuk membantu program tersebut. Pembuat keputusan di tingkat pusat atau
daerah, sebagai sasaran tersier.
2. Dukungan sosial (sociol support) melakukan pendekatan pada Toma (tokoh
masyarakat) formal maupun informal setempat agar tokoh masyarakat mampu menyebarkan
informasi tentang program kesehatan dan membantu melakukan penyuluhan kepada
masyarakat. Kegjatan inj sebagai sasaran sekunder.
3. Pemberdayaan (empowerment) yaitu memampukan masyarakat atau
memberdayakan masyarakat. Kegiatan yang djlakukan adaran memberikan penyuluhan dan
konseling sehingga pengetahuan dan sikap masyarakatterhadap kesehatan meningkat.
Adapun proses advokasi yang baik yaitu sebagai berikut:

a. Memilih isu yang tepat untuk di advokasikan. Sebelum memulai penelusuran


advokasi, kita harus tau kasus/isu apa yang hendak kita advokasikan, karena
dengan memilih isu yang tepat itu merupakan langkah awal kita untuk
memulaipekerjaan.
b. Menentukan tujuan dan target yang akan kita advokasikan. Ini penting untuk
memandu pelaku advokasi dalam melaksanakan kegiatannya.
c. Melakukan analisis dan mengkaji kasus / isu yang ada. Fokuskan kasus apa yang akan
kita advokasikan, analisis kasus dengan baik, riset kembali apabila ada isu/kasus
yang bisa memicu/ menimbulkan propaganda arti.
d. Bangunkan opini publik. Mempengaruhi orang banyak dapat dilakukan melalui
seminar, media cetak, media elektronik, brosur, spanduk, karena tujuannya adalah
agar mendapatkan banyak dukungan oleh orang lain, itu merupakan hal yang penting.
e. Membangun jaringan dan koalisi. Jaringan dan koalisi dalam gerakan advokasi
sangat penting dalam membangun legitimasi publik. Bahwa isu yang
diperjuangkan haruslah didukung oleh orang banyak. Carilah organisasi yang memiliki
visi perjuangan yang sama. Kalau perlu hubungi tokoh-tokoh masyarakat setempat.
f. Melakukan loby, mempengaruhi dan mendesak kebijakan Lakukan lobby dengan
orang orang yang terkait dengan kasus/isu yang akan diadvokasikan, pengaruhi
mereka untuk mendukung kasus yang akan kita teliti.
g. Refleksi Lakukan evaluasi terhadap apa yang telah dilakukan karena advokasi
sering memberikan hasil yang lain dari apa yang kita perkirakan. Suatu tim
diperlukan untuk mengevalusi apa yang telah dicapai dan apa yang tetap harus
dikerjakan secara teratur. Refleksi hendaknya digunakan sebagai langkah pertama
dalam menganalisa kembali yang nantinya akan membawa kita pada siklus
pekerjaan advokasi dan evaluasi yang terus menerus.
Langkah Advokasi

Menurut Departemen kesehatan Republik Indonesia (2007) terdapat lima Iangkah


kegiatan advokasi, antara Iain:
1. ldentifikasi dan analisis masalah atau isi yang memertukan advokasi.
Masalah atau isu advokasi perlu dirumuskan berbasis dara atau fakta. Data sangat penting
agar keputusan yang dibuat berdasarl<an informasi yang tepat dan benar. Data berbasis fakta
sangar.

2. Membantu menetapkan masalah, mengidentifikasi solusi, dan menentukan tujua n yang


realistis. ldentifikasi dan analisis kelompok sasaran Sasaran kegiatan advokasi ditujukan
kepada para pembua keputusan (decision mokerl atau penentu kebijakan (policy moker), baik
di bidang kesehatan maupun di luar sektor kesehatan yang berpengaruh terhadap publik.
Tujuannya agar pembuat keputusan mengeluarkan kebijakan, antara lain dalam bentuk
peraturan, undang-undang, instruksi, dan yang menguntungkan kesehatan' Dalam
mengidentifikasi sasaran, perlu ditetapkan siapa saja yang menjadi sasaran, mengapa perlu
advokasi, apa kecenderungannya dan apa harapan kita kepadanya

3. Siapkan dan kemas bahan informasi Tokoh politik mungkin termotivasi dan akan
mengambil keputusan jika mereka mengetahui secara rinci besarnya masalah kesehatan
tertentu. Oleh sebab itu, pentinB diketahui pesan atau informasi apa yang diperlukan agar
sasaran yang dituju dapat membuat
keputusan yang mewakili kepentingan advokator. Kata kunci untuk bahan informasi ini
adalah informasi yang akurat, tepat dan menarik. Beberapa pertimbangan dalam menetapkan
bahan informasi ini meliputi:
a. Bahan informasi minimal memuat rumusan masalah yang dibahas, latar belakang
masalahnya, alternatif mengatasinya, usulan peran atau tindakan yang diharapkan, dan tindak
lanjut penyelesaianya. Bahan informasi juga minimal memuat tentang 5W + 1H lwhot, why,
who, where, when dan how) tentang permasalaha n yang dia ngkat.
b. Dikemas menarik, ringkas, jelas, dan mengesankan.
c. Bahan informasi tersebut akan lebih baik lagi jika disertakan data
pendukung, ilustrasi contoh, gambar dan bagan.
d.Waktu dan tempat penyampaian bahan informasi, apakah sebelum, saat,
atau setelah pertemuan.
4. Rencanakan teknik atau acara kegiatan operasional. Beberapa teknik dan
kegiatan operasional advokasi dapat meliputi: konsultasi, lobi, pendekatan dan pembicaraan
formal atau informal terhadap para pembuat keputusan, negosiasi , debat publik, petisi,
pembuatan opini, dan seminar kesehatan.
5. Laksanakan kegiatan, pantau evaluasi serta lakukan tindak lanjut.

Kegiatan advokasi
Kegiatan advokasi diharapkan untuk mendapatkan komitmen dan dukungan/ bentuk
dukungan dan komitmen tersebut seperti peraturan daerah, undang-undang, surar l(eputusan,
sarana, prasarana, anggaran kesehatan dan sebagainya. Untuj( mencapaj tujuan tersebut,
kegiatan avokasi dilakukan dengan cara:
1. Lobi politik
Berbicara secara informal menyampaikan informasi atau masalah kesehatan dan
program yang akan dilaksanakan dengan pelaoat atau tokoh politik. Lobi dilakukan dengan
membawa dan menunjukkan data yang akurat.
2. Seminar atau presentasi
Mengadakan seminar dan presentasi masalah kesehatan dan program yang akan
dilaksanakan disajikan secara menarik dengan gambar atau grafik, sekaligus diskusi untuk
membahas rnasaran tersebut secara bersa ma.
3. Media
Menggunakan media massa seperti media cetak dan elektronik untuk menyajikan
masalah kesehatan secara lisan, gambar, oatam bentuk artikel, berita, menyampaikan
pendapat, diskusikan sebagainya. Media massa dapat memengaruhj masyarakat serta menjadi
tekanan bagi penentu kebijakan dan pengambil keputusan. Contoh saat sosialisaikan
kesehatan Ibu dan Anak dengan membagikan buku KIA dan buku-buku kesehatan ibu dan
anak lainnya melalui program kesehatan yang dilangsungkan.
4. Perkum oulan asosiasi peminat
Asosiasi atau perkumpulan orang yang mempunyai minat dan keterkaitan terhadap
masalah tertentu atau perkumpulan profesi luga merupakan bentuk advokasi. Contoh
kelompok masyarakat peduli KIA adalah kumpulan orang yang peduli terhadap masalah
Tingginya Tingat kematian ibu dan anak yang melanda masyarakat. Kemudian kelompok ini
melakukan kegiatan untuk menaggulangi masalah tersebut. Kegiatan ini disamping partisipasi
menangani masalah ibu dan anak tetapi juga untuk menarik perhatian pejabat dan pembuat
kebijakan agar peduli terhadap kesehatan ibu dan anak.
DAFTAR PUSTAKA

Dryzek, John. (2000). Deliberative Democracy and Beyond: Liberals, Critics,


Contestations. Oxford: Oxford University Press.

Fakih, Mansour, Roem Topatimasang, dan Rahardjo (eds). (2000). Merubah


Kebijakan Publik.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Mardiasmo. (2002). Otonomi dan Manajemen Keuangan


Daerah.

Yogyakarta: Penerbit ANDI. Paskarina, Caroline. (2004). Ruang Publik dalam


Pemilihan Walikota Bandung Tahun 2003.

Tesis Program Pascasarjana Ilmu Politik Konsentrasi Politik Lokal dan Otonomi
Daerah Universitas Gadjah Mada Yogyakarta (tidak dipublikasikan).

“Dilema Ruang Publik dalam Demokratisasi”. Artikel dalam Bujet Edisi07/III/Oktober-


November 2005.

Anda mungkin juga menyukai