Korban pemerkosaan, korban KDRT, korban trafficking,
narapidana, anak jalanan
Eriyono Budi Wijoyo
Anak berkebutuhan khusus Anak berkebutuhan khusus (Heward) adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukan pada ketidakmampuan mental, emosi atau fisik. Yang termasuk kedalam ABK antara lain: tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, kesulitan belajar, gangguan prilaku, anak berbakat, anak dengan gangguan kesehatan. istilah lain bagi anak berkebutuhan khusus adalah anak luar biasa dan anak cacat. Karena karakteristik dan hambatan yang dimilki, ABK memerlukan bentuk pelayanan pendidikan khusus yang disesuaikan dengan kemampuan dan potensi mereka, contohnya bagi tunanetra mereka memerlukan modifikasi teks bacaan menjadi tulisan Braille (tulisan timbul) dan tunarungu berkomunikasi menggunakan bahasa isyarat (bahasa tubuh)[1][2] Menurut pasal 15 UU No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas[3], bahwa jenis pendidikan bagi Anak berkebutuan khusus adalah Pendidikan Khusus. Pasal 32 (1) UU No. 20 tahun 2003 memberikan batasan bahwa Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional,mental, sosial, dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa. Teknis layanan pendidikan jenis Pendidikan Khusus untuk peserta didik yang berkelainan atau peserta didik yang memiliki kecerdasan luar biasa dapat diselenggarakan secara inklusif atau berupa satuan pendidikan khusus pada tingkat pendidikan dasar dan menengah. Jadi Pendidikan Khusus hanya ada pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. Untuk jenjang pendidikan tinggi secara khusus belum tersedia. PP No. 17 Tahun 2010 Pasal 129 ayat (3) menetapkan bahwa Peserta didik berkelainan terdiri atas peserta didik yang: a. tunanetra; b. tunarungu; c. tunawicara; d. tunagrahita; e. tunadaksa; f. tunalaras; g. berkesulitan belajar; h. lamban belajar; i. autis; j. memiliki gangguan motorik; k. menjadi korban penyalahgunaan narkotika, obat terlarang, dan zat adiktif lain; dan l. memiliki kelainan lain. Tunanetra[sunting | sunting sumber] Tunanetra adalah individu yang memiliki hambatan dalam penglihatan. tunanetra dapat diklasifikasikan kedalam dua golongan yaitu: buta total (Blind) dan low vision . Definisi Tunanetra menurut Kaufman & Hallahan adalah individu yang memiliki lemah penglihatan atau akurasi penglihatan kurang dari 6/60 setelah dikoreksi atau tidak lagi memiliki penglihatan. Karena tunanetra memiliki keterbataan dalam indra penglihatan maka proses pembelajaran menekankan pada alat indra yang lain yaitu indra peraba dan indra pendengaran. Oleh karena itu prinsip yang harus diperhatikan dalam memberikan pengajaran kepada individu tunanetra adalah media yang digunakan harus bersifat taktual dan bersuara, contohnya adalah penggunaan tulisan braille, gambar timbul, benda model dan benda nyata. sedangkan media yang bersuara adalah perekam suara dan peranti lunak JAWS. Untuk membantu tunanetra beraktivitas di sekolah luar biasa mereka belajar mengenai Orientasi dan Mobilitas. Orientasi dan Mobilitas diantaranya mempelajari bagaimana tunanetra mengetahui tempat dan arah serta bagaimana menggunakan tongkat putih (tongkat khusus tunanetra yang terbuat dari alumunium) Tunarungu[sunting | sunting sumber] Tunarungu adalah individu yang memiliki hambatan dalam pendengaran baik permanen maupun tidak permanen. Klasifikasi tunarungu berdasarkan tingkat gangguan pendengaran adalah: Gangguan pendengaran sangat ringan(27-40 dB), Gangguan pendengaran ringan(41-55 dB), Gangguan pendengaran sedang(56-70 dB), Gangguan pendengaran berat(71-90 dB), Gangguan pendengaran ekstrem/tuli(di atas 91 dB). Karena memiliki hambatan dalam pendengaran individu tunarungu memiliki hambatan dalam berbicara sehingga mereka biasa disebut tunawicara. Cara berkomunikasi dengan individu menggunakan bahasa isyarat, untuk abjad jari telah dipatenkan secara internasional sedangkan untuk isyarat bahasa berbeda-beda di setiap negara. saat ini dibeberapa sekolah sedang dikembangkan komunikasi total yaitu cara berkomunikasi dengan melibatkan bahasa verbal, bahasa isyarat dan bahasa tubuh. Individu tunarungu cenderung kesulitan dalam memahami konsep dari sesuatu yang abstrak. Tunagrahita[sunting | sunting sumber] Tunagrahita adalah individu yang memiliki intelegensi yang signifikan berada dibawah rata-rata dan disertai dengan ketidakmampuan dalam adaptasi prilaku yang muncul dalam masa perkembangan. klasifikasi tunagrahita berdasarkan pada tingkatan IQ. Tunagrahita ringan (IQ: 51-70), Tunagrahita sedang (IQ: 36-51), Tunagrahita berat (IQ: 20-35), Tunagrahita sangat berat (IQ dibawah 20). Pembelajaran bagi individu tunagrahita lebih di titik beratkan pada kemampuan bina diri dan sosialisasi. Tunadaksa[sunting | sunting sumber] Tunadaksa adalah individu yang memiliki gangguan gerak yang disebabkan oleh kelainan neuro-muskular dan struktur tulang yang bersifat bawaan, sakit atau akibat kecelakaan, termasuk celebral palsy, amputasi, polio, dan lumpuh. Tingkat gangguan pada tunadaksa adalah ringan yaitu memiliki keterbatasan dalam melakukan aktivitas fisik tetap masih dapat ditingkatkan melalui terapi, sedang yaitu memilki keterbatasan motorik dan mengalami gangguan koordinasi sensorik, berat yaitu memiliki keterbatasan total dalam gerakan fisik dan tidak mampu mengontrol gerakan fisik. Tunalaras[sunting | sunting sumber] Tunalaras adalah individu yang mengalami hambatan dalam mengendalikan emosi dan kontrol sosial. individu tunalaras biasanya menunjukan prilaku menyimpang yang tidak sesuai dengan norma dan aturan yang berlaku disekitarnya. Tunalaras dapat disebabkan karena faktor internal dan faktor eksternal yaitu pengaruh dari lingkungan sekitar. Kesulitan belajar[sunting | sunting sumber] Adalah gangguan pada satu atau lebih kemampuan dasar psikologis yang mencakup pemahaman dan penggunaan bahasa, berbicara dan menulis yang dapat memengaruhi kemampuan berfikir, membaca, berhitung, berbicara yang disebabkan karena gangguan persepsi, brain injury, disfungsi minimal otak, dislexia, dan afasia perkembangan. individu kesulitan belajar memiliki IQ rata-rata atau diatas rata-rata, mengalami gangguan motorik persepsi-motorik, gangguan koordinasi gerak, gangguan orientasi arah dan ruang dan keterlambatan perkembangan konsep. Asuhan keperawatan pada KDRT Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) adalah salah satu dari 45 Penyebab Perceraian Rumah Tangga. Faktanya, KDRT memang lebih banyak menimpa perempuan, walau ada juga suami yang menjadi korban KDRT. Ironisnya, ada pula seseorang yang tidak menyadari bahwa dirinya adalah korban KDRT. Oleh karena itu penting bagi kita untuk mengetahui jenis-jenis tindakan yang termasuk dalam tindakan KDRT. KDRT Sebelumnya, Anda perlu mengetahui siapa saja yang masuk dalam lingkup rumah tangga atau pihak yang dapat menjadi pelaku ataupun korban dalam KDRT yaitu: Suami, isteri dan anak (termasuk anak angkat dan anak tiri); Orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan orang sebagaimana dimaksud pada huruf a karena hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan, dan perwalian, yang menetap dalam rumah tangga. Contohnya mertua, menantu, ipar dan besan; dan/atau; Orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga tersebut. Dikarenakan KDRT termasuk dalam tindak pidana, maka pemerintah melalui UU Penghapusan KDRT telah mengatur tidakan apa saja yang termasuk KDRT. Termasuk ancaman pidana yang dapat kenakan pada pelaku. Jenis-jenis KDRT yaitu: Kekerasan fisik Yang masuk dalam kategori ini yaitu setiap perbuatan atau tindakan yang dilakukan seseorang sehingga mengakibatkan rasa sakit, hingga jatuh sakit atau luka berat. Bahkan ada kalanya KDRT hingga menewaskan korban. Kekerasan psikis Kekerasan psikis disebabkan karena adanya suatu perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya dan/atau bahkan penderitaan psikis berat pada seseoang. Kekerasan seksual Kekerasan seksual yang dapat terjadi dalam ruang lingkup rumah tangga, yaitu: Pemaksaan hubungan seksual, pemaksaan hubungan seksual dengan cara tidak wajar dan/atau tidak disukai yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut; Pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang dalam lingkup rumah tangganya dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu. Penelantaran rumah tangga Terdapat 2 (jenis) tidakan yang termasuk dalam penelantaran rumah tangga yaitu: Tindakan seseorang yang menelantarkan orang lain dalam lingkup rumah tangganya. Sedangkan menurut hukum yang berlaku dirinya berkewajiban memberikan kehidupan, perawatan atau pemeliharaan kepada orang tersebut. Hal ini dapat terjadi antara orang tua dengan anak-anaknya atau yang berada di bawah pengasuhannya. Termasuk bagi orang-orang dewasa yang bertanggungjawab dalam suatu panti asuhan atau tempat penitipan anak (day care) kepada anak-anak yang berada di dalamnya. Selain itu masuk dalam kategori penelantaran, jika seseorang melakukan suatu tindakan yang mengakibatkan adanya ketergantungan ekonomi pada dirinya. Dengan cara membatasi dan/atau melarang orang lain dalam lingkup rumah tangganya untuk bekerja yang layak, baik di dalam atau di luar rumah. Sehingga korban berada dalam kendali orang tersebut (pelaku.) Pemerkosaan Perkosaan adalah suatu tindakan kriminal di saat korban dipaksa untuk melakukan hubungan seksual, khususnya penetrasi dengan alat kelamin di luar kemauannya sendiri. Saat ini tindak pidana kekerasan seksual atau yang sering disebut dengan tindak pidana perkosaan merupakan kejahatan yang mendapat perhatian di kalangan masyarakat dan pemerintah, banyak pemberitaan di media massa baik cetak maupun elektronik memberitakan kejadian tentang tindak pidana perkosaan.Tindak pidana perkosaan dalam sejarah, sebenarnya tindak pidana yang sudah ada sejak dulu, atau dapat dikatakan sebagai suatu bentuk kejahatan klasik yang akan selalu mengikuti perkembangan kebudayaan manusia. Tindak pidana perkosaan tidak hanya terjadi di kota-kota besar yang relatif lebih maju kebudayaan dan kesadaran atau pengetahuan hukumnya, tetapi juga terjadi di pedesaan yang relatif masih memegang nilai tradisi dan adat istiadat1 . Maraknya kasus perkosaan terhadap anak-anak sering kali disebabkan karena kemajuan teknologi. Peredaran materi pornografi melalui media massa antara lain tersalur melalui media cetak, televisi, internet, film layar lebar, VCD maupun telepon selular. Pelaku perkosaan terhadap anak sering kali terjadi justru di lingkungan terdekat anak, yakni rumah tangga, sekolah, lembaga pendidikan dan lingkungan sosialnya. Pelakunya adalah orang yang seharusnya melindungi anak, seperti orang tua, paman, guru, pacar, teman, bapak/ibu angkat, maupun ayah/ibu tiri. LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban) mencatat ada peningkatan kasus kekerasan seksual pada anak yang terjadi sejak 2016 sejumlah 25 kasus, lalu meningkat pada 2017 menjadi 81 kasus, dan puncaknya pada 2018 menjadi 206 kasus. Angka tersebut, kata Edwin, terus bertambah setiap tahun. Kemudian Achmadi juga mengungkap pelaku kekerasan seksual terhadap anak didominasi oleh orang terdekat sebesar 80,23 persen. Sedangkan menurutnya, 19,77 persen dilakukan oleh orang tidak dikenal. Human trafficking Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Sitti Hikmawati menyebut modus perdagangan yang kerap dilakukan yakni pengiriman buruh migran perempuan, pengiriman Pembantu Rumah Tangga (PRT) domestik, eksploitasi seksual, perbudakan, pengantin pesanan, pekerja anak, pengambilan organ tubuh, adopsi anak, penghambaan. Lalu duta seni, budaya, dan bahasa, serta kerja paksa hingga penculikan anak atau remaja. Human trafficking Pada tahun 2018, KPAI mencatat terdapat 329 korban terkait perdagangan anak. Dari jumlah itu, 65 kasus di antaranya merupakan korban perdagangan manusia, 93 korban prostitusi, 80 kasus kekerasan seksual, dan 91 kasus eksploitasi pekerja.
Hingga pertengahan 2019, KPAI menerima 15 kasus,
lima kasus di antaranya korban trafficking, satu korban prostitusi, lima korban kekerasan seksual, dan empat korban eksploitasi pekerja anak. Upaya yang bisa dilakukan Oleh karena itu, untuk menyelesaikan permasalahan ini, pihaknya hanya bisa melakukan pencegahan seperti sosialisasi dan edukasi terutama di masyarakat akar rumput dan di perdesaan agar mereka mempunyai pemahaman dan literasi yang cukup akan bahaya TPPO tersebut. “Data kita itu berbasis laporan, bukan berbasis survey, sehingga tidak merepresentasikan seluruh case trafficking yang ada di Indonesia, kenapa tidak melapor karena dalam sejumlah kasus malu, merasa aib, merasa tidak nyaman, jadi dikhawatirkan jadi heboh buat katakanlah lingkungannya, sehingga kemudian korban trafficking itu enggan untuk melapor. Asuhan keperawatan human trafficking Narapidana Kelompok binaan adalah kelompok atau anggota masyarakat yang berada dalam kelompok sasaran yang secara sengaja mengelompokkan atau dikelompokkan yang menjadi sasaran bimbingan secara kontinyu dan terencana CIRI – CIRI KELOMPOK BINAAN
Memiliki program pembinaan yang terarah dan
sistematis Terstruktur, yaitu mempunyai organisasi, walaupun organisasinya sangat sederhana, tetapi kelompok ini memiliki sekurang-kurangnya ketua atau koordinator. Kegiatan bersifat kontinyu Memiliki jangka waktu yang relatif lama. DEFINISI LEMBAGA PERMASYARAKATAN Pengertian Lembaga Pemasyarakatan dalam Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1995 adalah tempat untuk melaksanakan pembinaan terhadap Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan. Lembaga Pemasyarakatan sebagai unit pelaksanaan teknis dibidang pembinaan narapidana berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Kantor Wilayah Departemen Hukum dan HAM. Anak jalanan Berdasarkan data kemensos RI 2012 anak jalanan di Jakarta ada 6500 jiwa usia 5 tahun 7,6% dan usia 18 tahun sebanyak 42,2%. Alasana anak jalanan adalah kemiskinan, putus sekolah dan akibat perceraian orang tua. Aktivitas sering anak jalanan adalah mencopet (20%), mengemis (50%), mengamen (10%), berjualan asongan (5%), menjadi kurir bangunan (15%). Biasanya mereka tinggal di emperan toko, di pasar dengan lingkunga yang kumuh, rumah kardus, kolong jembatan, gerobak berjalan sebagai rumah tinggal. Asuhan keperawatan dengan anak jalanan harus komprehensif dengan kondisi dan juga berdasarkan masalah fisik anak jalanan tersebut.