Anda di halaman 1dari 14

SISTEM PELAYANAN KESEHATAN DAN KEBIJAKSANAAN ERA

OTONOMI DAERAH
Dosen Pengampu : Umi Setyoningrum, S.Kep.,Ns.

Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Keperawatan Komunitas I


Disusun Oleh :
KELOMPOK 3

Program Studi S1 Keperawatan


Fakultas Kesehatan
Uiversitas Ngudi Waluyo
2021
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Membahas tentang pelayanan dasar kesehatan di era otonomi daerah,
sepatutnya kita merujuk pada realita di daerah-daerah perdesaan , terpencil,
kepulauan, rawan bencana dan daerah- daerah miskin. Kebijakan otonomi daerah dan
otonomi di bidang kesehatan membawa implikasi terhadap perubahan sekaligus
tantangan bagi penyelenggaraan pelayanan kesehatan, termasuk rumah sakit.
Dampak implementasi pelaksanaan desentralisasi di semua bidang khususnya
di bidang kesehatan belum sesuai dengan tujuan desentralisasi yang sebenarnya. Hal
ini terlihat dari realita kondisi kesehatan yang kita hadapi saat ini, seperti adanya
berbedaan status kesehatan antara daerah yang masih tinggi, rendahnya kualitas
kesehatan masyarakat miskin, adanya beban ganda penyakit, masih rendahnya
kualitas, kuantitas , pemerintaan dan akses terhadap pelayanan Kesehatan.

2. Rumusan Masalah
a. Apa pengertian otonomi daerah?
b. Apa saja pelayanan dasar kesehatan di era otonomi daerah?
c. Apa yang menyebabkan pelaksanaan Otonomi Daerah sektor pelayanan
kesehatan di Indonesia menjadi tidak optimal?
d. Apa yang harus ditempuh oleh pemerintah untuk mengoptimalkan pelaksanaan
Otonomi Daerah khusunya otonomi daerah untuk sector pelayanan kesehatan ?
e. Bagaimana Rencana Pembangunan Jangka Panjang Bidang Kesehatan?

3. Tujuan
a. Untuk mengetahui pengertian otonomi daerah
b. Untuk mengetahui pelayanan dasar kesehatan di era otonomi daerah
c. Untuk mengetahui Apa yang menyebabkan pelaksanaan Otonomi Daerah sektor
pelayanan kesehatan di Indonesia menjadi tidak optimal?
d. Untuk mengetahui Apa yang harus ditempuh oleh pemerintah untuk
mengoptimalkan pelaksanaan Otonomi Daerah khusunya otonomi daerah untuk
sector pelayanan kesehatan ?
e. Untuk mengetahui Bagaimana Rencana Pembangunan Jangka Panjang Bidang
Kesehatan?
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Otonomi Daerah


Otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonomi untuk mengatur dan
mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan
aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundangan-undangan atau wewenang /
kekuasaan pada suatu wilayah /daerah yang mengatur dan mengelola untuk
kepentingan wilayah/daerah masyarakat itu sendiri mulai dari ekonomi, politik, dan
pengaturan petimbangan keuangan termasuk pengaturan sosial, budaya, dan ideologi
yang sesuai dengan tradisi adat istiadat daerah lingkungan . Pemberlakuan otonomi
daerah mulai diterapkan melalui UU Nomor 22 tahun 1999, dan pelaksanaannya baru
dimulai tahun 2001.
Tujuan Desentralisasi tersebut di bidang kesehatan adalah mewujudkan
pembangunan nasional di bidan kesehatan yang berlandaskan dan aspirasi masyarakat
dengan cara memberdayakan , menghimpun ,dan mengoptimalkan potensi daerah
untuk kepentingan daerah dan prioritas Nasional dalam mencapai Indonesia sehat
2010.

B. Pelayanan Dasar Kesehatan Di Era Otonomi Daerah


Puskesmas adalah ujung tombak pelyanan kesehatan dasar yang disedikan oleh
pemerintah . puskesmas, bersama unit penunjang, seperti posyandu, pustu, pusling, dan
polindes. Sangat penting peranannya karena merupakan pelayanan kesehatan utama
yang dapat menyebar sampai ke masyarakat tingkat desa dan biayanya relatif
dijangkau oleh kantong masyarakat miskin.
1) Pelayanan Puskesmas
Sebagai pusat pelayan kesehatan dasar di tingkat kecamatan, umumnya setiap
puskesmas mempunyai seorang dokter yang merangkap sebagai kepala puskesmas.
Namun tugas administrasi seorang kepala puskesmas acapkali menyita waktu
pelayanan bagi masyarakat. Akibabtnya penaganan pasien lebih banyak diserahkan
kepada tenaga perawat dan bidan.
Di beberapa puskesmas juga ditemukan bahwa dokter kepala puskesmas dan
tenaga medis lainnyamemberikan pelayanan pesien pribadi pada ja kerja
puskesmas. Pasien yang ingin mendapat pelayanan dan obat yang lebih baik
umumnya memilih berobat ke dokter kepala puskesmas meskipun harus membayar
dengan biaya lebih tinggi. Hal ini sebenarnya bertentangan dengan fungsi
puskesmas, yaitu sebagai tempat alternatif berobat bagi masyarakat miskin unuk
memperoleh pelayanan kesehatan yang lebih baik.
2) Keuangan Puskesmas
Puskesmas di beberapa daerah mengeluhkan minimnya dana operasional yang
diterima di era otonomi daerah. Keluhan lain berkenaan dengan monopoli
pengelolahaan dana oleh kabupaten. Saat ini meskipun usulan program dan
rencana keuangan tahunan disusun oleh puskesmas, namun puskesmas hanya
menerima dana dalam bentuk program yang telah ditentukan oleh kabupaten.
Sebelum otonomi daerah justru sebaliknya, 80% dana dari pemerintah pusat
diterima puskesmas dalam bentuk “blog grant”, sehingga puskesmas dapat
mengalokasikan dana sesuai dengan kebutuhannya.
3) Kebijakan kesehatan di Era Otonomi Daerah
a. Program obat murah
- Kucuran dana yang terkadang macet di tengah jalan.
- Diragukan masyarakat karena kualitas dari obat murah tersebut.
b. Alternatif kesehatan reproduksi di era otonomi daerah.
- Prokontra penghapusan dari dapartemen BKKBN dan tujuan dari
BKKBN di masukkan ke dalam deprtemen baru.
- Kesehatan reproduksi tidak harus sebatas pada pelayanan teknis
medis, tetapi juga masalah sosial.

C. Hal-Hal Yang Menyebabkan Pelaksanaan Otonomi Daerah untuk sector


pelayanan kesehatan di Indonesia Menjadi Tidak Optimal.
Penyebab tidak optimalnya pelaksanaan Otonomi Daerah di Indonesia:
1. Lemahnya pengawasan maupun check and balances. Kondisi inilah kemudian
menimbulkan penyimpangan-penyimpangan dan ketidakseimbangan kekuasaan
dalam pelaksanaan otonomi Daerah
2. Pemahaman terhadap Otonomi Daerah yang keliru, baik oleh aparat maupun oleh
warga masyarakat menyebabkan pelaksanaan Otonomi Daerah menyimpang dari
tujuan mewujudkan masyarakat yang aman, damai dan sejahtera.
3. Keterbatasan sumberdaya dihadapkan dengan tuntutan kebutuhan dana
(pembangunan dan rutin operasional pemerintahan) yang besar, memaksa Pemda
menempuh pilihan yang membebani rakyat, misalnya memperluas dan atau
meningkatkan objek pajak dan retribusi, dan juga menguras sumberdaya alam
yang tersedia. .
4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), yang seharusnya berperan
mengontrol dan meluruskan segala kekeliruan implementasi Otonomi Daerah
tidak menggunakan peran dan fungsi yang semestinya, bahkan seringkali mereka
ikut terhanyut dan berlomba mengambil untung dari perilaku aparat dan
masyarakat yang salah . Semua itu terjadi karena Otonomi Daerah lebih banyak
menampilkan nuansa kepentingan pembangunan fisik dan ekonomi.,di
bandingkan pelayanan
5. Kurangnya pembangunan sumber daya manusia / Sumber Daya Manusia (moral),
spiritual intelektual dan keterampilan) yang seharusnya diprioritaskan. Sumber
Daya Manusia berkualitas ini merupakan kunci penentu dalam keberhasilan
pelaksanaan Otonomi Daerah. Sumber Daya Manusia yang tidak/belum
berkualitas inilah yang menyebabkan penyelenggaraan Otonomi Daerah tidak
berjalan sebagaimana mestinya, penuh dengan intrik, konflik dan penyelewengan
serta diwarnai oleh menonjolnya kepentingan pribadi dan kelompok. Yang terlibat
di dalamnya

D. Cara Mengoptimalkan Pelaksanaan Otonomi Daerah untuk sector pelayanan


kesehatan
Pelaksanaan Otonomi Daerah yang seharusnya membawa perubahan positif bagi
daerah otonom ternyata juga dapat membuat daerah otonom tersebut menjadi lebih
terpuruk akibat adanya berbagai penyelewengan yang dilakukan oleh aparat pelaksana
Otonomi Daerah tersebut begitupun untuk sector pelayanan kesehatan terdapat 2
kemungkinan ,pelayanan yang semakin baik atau pelayanan yang semakin buruk.
Penerapan Otonomi Daerah yang efektif memiliki beberapa syarat yang sekaligus
merupakan faktor yang sangat berpengaruh bagi keberhasilan Otonomi Daerah, yaitu:
1. Manusia selaku pelaksana dari Otonomi Daerah harus merupakan
manusia(tanaga) kesehatannya) yang berkualitas.
2. Keuangan sebagai sumber biaya dalam pelaksanaan Otonomi Daerah khususnya
untuk sector kesehatan harus tersedia dengan cukup.
3. Prasarana, sarana dan peralatan kesehatan harus tersedia dengan cukup dan
memadai.
4. Organisasi dan manajemen pelayanan kesehatan harus baik. Dari semua factor
tersebut di atas, “faktor manusia yang baik” adalah faktor yang paling penting
karena berfungsi sebagai subjek dimana faktor yang lain bergantung pada faktor
manusia ini. Oleh karena itu, sangat penting sekali untuk meningkatkan kualitas
Sumber Daya Manusia karena inilah kunci penentu dari berhasil tidaknya
pelaksanaan Otonomi Daerah.
Selain itu, untuk mengoptimalkan pelaksanaan Otonomi Daerah harus ditempuh
berbagai cara, seperti:
1. Memperketat mekanisme pengawasan kepada Kepala Daerah.dan seluruh
jajarannya mulai dari yang paling atas sampai yang paling bawah,mulai dari
kapala dinasnya sampai pegawai biasanya. Hal ini dilakukan agar Kepala Daerah
dan jajarannya yang mengepalai suatu daerah otonom akan terkontrol tindakannya
sehingga Kepala Daerah tersebut tidak akan bertindak sewenang-wenang dalam
melaksanakan tugasnya tersebut. Berbagai penyelewengan yang dapat dilakukan
oleh Kepala Daerah tersebut juga dapat dihindari dengan diperketatnya
mekanisme pengawasan ini.
2. Memperketat pengawasan terhadap Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Pengawasan terhadap Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dapat dilakukan oleh
Badan Kehormatan yang siap mengamati dan mengevaluasi sepak terjang anggota
Dewan.sehingga pelaksanaan otonomi daerah dapat berjalan maksimal dan
berkesinambungan
3. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah wajib menyusun kode etik untuk menjaga
martabat dan kehormatan dalam menjalankan tugasnya,sebagai fungsi
pengawasan terhadap peraturan-peraturan yang berkaitan dengan otonomi daerah
Dengan berbekal ketentuan yang baru tersebut, anggota Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah yang telah jelas-jelas terbukti melanggar larangan atau kode etik
dapat diganti.

E. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Bidang Kesehatan (RPJPK) 2005 – 2025


Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) merupakan penjabaran
dari dibentuknya Pemerintahan Negara Indonesia yang tercantum dalam Pembukaan
Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, yaitu untuk: 1) melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia; 2) memajukan kesejahteraan umum; 3)
mencerdaskan kehidupan bangsa; dan 4) ikut menciptakan ketertiban dunia berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial (Depkes RI. 2009).
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Bidang Kesehatan (RPJP-K) adalah rencana
pembangunan nasional di bidang kesehatan, yang merupakan penjabaran dari RPJPN
Tahun 2005-2025, dalam bentuk dasar, visi, misi, arah dan kebutuhan sumber daya
pembangunan nasional di bidang kesehatan untuk masa 20 tahun ke depan, yang
mencakup kurun waktu sejak tahun 2005 sampai dengan tahun 2025 (Depkes RI. 2009).
1. Dasar Pembangunan Kesehatan
Landasan idiil pembangunan nasional adalah Pancasila, dan landasan
konstitusionalnya adalah Undang-Undang Dasar 1945. Dasar pembangunan kesehatan
meliputi:
a. Perikemanusian
Pembangunan kesehatan harus berlandaskan pada prinsip perikemanusiaan
yang dijiwai, digerakkan dan dikendalikan oleh keimanan dan ketaqwaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa. Tenaga kesehatan perlu berbudi luhur, memegang teguh
etika profesi, dan selalu menerapkan prinsip peri kemanusiaan dalam
penyelenggaraan pembangunan kesehatan (Depkes RI. 2009).
b. Pemberdayaan dan Kemandirian
Setiap orang dan masyarakat bersama dengan pemerintah berperan,
berkewajiban dan bertanggung jawab untuk memelihara dan meningkatkan derajat
kesehatan perorangan, keluarga, masyarakat, dan lingkungannya. Pembangunan
5
kesehatan harus mampu membangkitkan dan mendorong peran aktif masyarakat.
Pembangunan kesehatan dilaksanakan dengan berlandaskan pada kepercayaan atas
kemampuan dan kekuatan sendiri serta kepribadian bangsa dan semangat solidaritas
sosial serta gotong-royong (Depkes RI. 2009).
c. Adil dan Merata
Pembangunan kesehatan setiap orang mempunyai hak yang sama dalam
memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya, tanpa memandang suku,
golongan, agama, dan status sosial ekonominya. Setiap orang berhak memperoleh
pelayanan kesehatan (Depkes RI. 2009).
d. Pengutamaan dan Manfaat
Pembangunan kesehatan diselenggarakan dengan mengutamakan kepentingan
umum dari pada kepentinganperorangan atau golongan. Upaya kesehatan yang
bermutu diselenggarakan dengan memanfaatkan perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi serta harus lebih mengutamakan pendekatan peningkatan kesehatan
dan pencegahan penyakit. Pembangunan kesehatan diselenggarakan berlandaskan
pada dasar kemitraan atau sinergisme yang dinamis dan tata penyelenggaraan yang
baik. Sehingga secara berhasil guna dan bertahap dapat memberi manfaat yang
sebesar-besarnya bagi peningkatan derajat kesehatan masyarakat, beserta
lingkungannya. Pembangunan kesehatan diarahkan agar memberikan manfaat yang
sebesar-besarnya bagi peningkatan derajat kesehatan masyarakat dengan perhatian
khusus pada penduduk rentan, antara lain ibu, bayi, anak, manusia usia lanjut dan
keluarga miskin (Depkes RI. 2009).
2. Visi Pembangunan Kesehatan
Keadaan masyarakat Indonesia di masa depan atau visi yang ingin dicapai
melalui pembangunan kesehatan dirumuskan sebagai: “Indonesia Sehat 2025”. Dalam
Indonesia Sehat 2025, lingkungan strategis pembangunan kesehatan yang diharapkan
adalah lingkungan yang kondusif bagi terwujudnya keadaan sehat jasmani, rohani
maupun sosial, yaitu lingkungan yang bebas dari kerawanan sosial budaya dan polusi,
tersedianya air minum dan sarana sanitasi lingkungan yang memadai, perumahan dan
pemukiman yang sehat, perencanaan kawasan yang berwawasan kesehatan, serta
terwujudnya kehidupan masyarakat yang memiliki solidaritas sosial dengan
memelihara nilai-nilai budaya bangsa (Depkes RI. 2009).
Perilaku masyarakat yang diharapkan dalam Indonesia Sehat 2025 adalah
perilaku yang bersifat proaktif untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan;
mencegah risiko terjadinya penyakit; melindungi diri dari ancaman penyakit dan
masalah kesehatan lainnya; sadar hukum; serta berpartisipasi aktif dalam gerakan
kesehatan masyarakat, termasuk menyelenggarakan masyarakat sehat dan aman (safe
community) (Depkes RI. 2009).
Dalam Indonesia Sehat 2025 diharapkan masyarakat memiliki kemampuan
menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu dan juga memperoleh jaminan
kesehatan, yaitu masyarakat mendapatkan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan
dasar kesehatannya. Pelayanan kesehatan bermutu yang dimaksud adalah pelayanan
kesehatan termasuk pelayanan kesehatan dalam keadaan darurat dan bencana,
pelayanan kesehatan yang memenuhi kebutuhan masyarakat serta diselenggarakan
sesuai dengan standar dan etika profesi (Depkes RI. 2009).
Diharapkan dengan terwujudnya lingkungan dan perilaku hidup sehat, serta
meningkatnya kemampuan masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang
bermutu, maka akan dapat dicapai derajat kesehatan individu, keluarga dan masyarakat
yang setinggi-tingginya (Depkes RI. 2009).
3. Misi Pembangunan Kesehatan
Berlandaskan pada dasar Pembangunan Kesehatan, dan untuk mewujudkan Visi
Indonesia Sehat 2025, ditetapkan 4 (empat) misi Pembangunan Kesehatan, yaitu:

a. Menggerakkan Pembangunan Nasional Berwawasan Kesehatan


Keberhasilan pembangunan kesehatan tidak semata-mata ditentukan oleh hasil
kerja keras sektor kesehatan, tetapi sangat dipengaruhi pula oleh hasil kerja serta
kontribusi positif berbagai sektor pembangunan lainnya. Untuk optimalisasi hasil
kerja serta kontribusi positif tersebut, harus dapat diupayakan masuknya wawasan
kesehatan sebagai asas pokok program pembangunan nasional. Kesehatan sebagai
salah satu unsur dari kesejahteraan rakyat juga mengandung arti terlindunginya dan
terlepasnya masyarakat dari segala macam gangguan yang mempengaruhi derajat
kesehatan masyarakat. Untuk dapat terlaksananya pembangunan nasional yang
berkontribusi positif terhadap kesehatan seperti dimaksud di atas, maka seluruh
unsur atau subsistem dari Sistem Kesehatan Nasional berperan sebagai penggerak
utama pembangunan nasional berwawasan kesehatan (Depkes RI. 2009).
b. Mendorong Kemandirian Masyarakat untuk Hidup Sehat
Kesadaran, kemauan dan kemampuan setiap individu, keluarga dan
masyarakat untuk menjaga kesehatan, memilih, dan mendapatkan pelayanan
kesehatan yang bermutu, sangat menentukan keberhasilan pembangunan kesehatan.
Penyelenggaraan pemberdayaan masyarakat meliputi:
a) penggerakan masyarakat; masyarakat paling bawah mempunyai peluang
yang sebesar-besarnya untuk terlibat aktif dalam proses pembangunan kesehatan,
b) organisasi kemasyarakatan; diupayakan agar peran organisasi masyarakat
lokal makin berfungsi dalam pembangunan kesehatan,
c) advokasi; masyarakat memperjuangkan kepentingannya di bidang
kesehatan,
d) kemitraan; dalam pemberdayaan masyarakat penting untuk meningkatkan
kemitraan dan partisipasi lintas sektor, swasta, dunia usaha dan pemangku
kepentingan,
e) sumberdaya; diperlukan sumberdaya memadai seperti SDM, sistem
informasi dan dana (Depkes RI. 2009).

c. Memelihara dan Meningkatkan Upaya Kesehatan yang Bermutu, Merata, dan


Terjangkau
Pembangunan kesehatan diselenggarakan guna menjamin tersedianya upaya
kesehatan, baik upaya kesehatan masyarakat maupun upaya kesehatan perorangan
yang bermutu, merata, dan terjangkau oleh masyarakat. Upaya kesehatan
diselenggarakan dengan pengutamaan pada upaya pencegahan (preventif), dan
peningkatan kesehatan (promotif) bagi segenap warga negara Indonesia, tanpa
mengabaikan upaya penyembuhan penyakit (kuratif), dan pemulihan kesehatan
(rehabilitatif). Agar dapat memelihara dan meningkatkan kesehatan, diperlukan pula
upaya peningkatan lingkungan yang sehat. Upaya kesehatan tersebut
diselenggarakan dengan kemitraan antara pemerintah, dan masyarakat termasuk
swasta. Untuk masa mendatang, apabila sistem jaminan kesehatan sosial telah
berkembang, penyelenggaraan upaya kesehatan perorangan primer akan diserahkan
kepada masyarakat dan swasta dengan menerapkan konsep dokter keluarga. Di
daerah yang sangat terpencil, masih diperlukan upaya kesehatan perorangan oleh
Puskesmas (Depkes RI. 2009).
d. Meningkatkan dan Mendayagunakan Sumber Daya Kesehatan
Penyelenggaraan pembangunan kesehatan, sumber daya kesehatan perlu
ditingkatkan dan didayagunakan, yang meliputi sumber daya manusia kesehatan,
pembiayaan kesehatan, serta sediaan farmasi dan alat kesehatan. Sumber daya
kesehatan meliputi pula penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi
kesehatan/kedokteran, serta data dan informasi yang makin penting peranannya.
Tenaga kesehatan yang bermutu harus tersedia secara mencukupi, terdistribusi
secara adil, serta termanfaat-kan secara berhasil-guna dan berdaya-guna (Depkes RI.
2009).
Pembiayaan kesehatan yang bersumber dari masyarakat, swasta, dan
pemerintah harus tersedia dalam jumlah yang mencukupi, teralokasi secara adil, dan
termanfaatkan secara berhasil-guna serta berdaya-guna. Jaminan kesehatan yang
diselenggarakan secara nasional dengan prinsip asuransi sosial dan prinsip ekuitas,
bertujuan untuk menjamin agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan
kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan (Depkes
RI. 2009).
Sediaan farmasi, alat kesehatan yang aman, bermutu, dan bermanfaat harus
tersedia secara merata serta terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat, makanan
dan minuman yang aman, bermutu serta dengan pengawasan yang baik. Upaya
dalam meningkatkan ketersediaan tersebut, dilakukan dengan upaya peningkatan
manajemen, pengembangan serta penggunaan teknologi di bidang sediaan farmasi,
alat kesehatan dan makanan minuman. bebas dari kerawanan sosial budaya dan
polusi, tersedianya air minum dan sarana sanitasi lingkungan yang memadai,
perumahan dan pemukiman yang sehat, perencanaan kawasan yang berwawasan
kesehatan, serta terwujudnya kehidupan masyarakat yang memiliki solidaritas sosial
dengan memelihara nilai-nilai budaya bangsa (Depkes RI. 2009).
4. Arah Pembangunan Jangka Panjang Bidang Kesehatan 2005-2025
a. Tujuan
Tujuan pembangunan kesehatan menuju Indonesia Sehat 2025 adalah
meningkatnya kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang
agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dapat
terwujud, melalui terciptanya masyarakat, bangsa dan negara Indonesia yang
ditandai oleh penduduknya yang hidup dengan perilaku dan dalam lingkungan sehat,
memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu, secara
adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya di seluruh
wilayah Republik Indonesia (Depkes RI. 2009).
b. Strategi Pembangunan Kesehatan
Untuk mencapai tujuan dan sasaran pembangunan kesehatan, maka strategi
pembangunan kesehatan yang akan ditempuh sampai tahun 2025 adalah:
1) Pembangunan Nasional Berwawasan Kesehatan, terselenggaranya pembangunan
nasional berwawasan kesehatan, perlu dilaksanakan kegiatan advokasi,
sosialisasi, orientasi, kampanye dan pelatihan, sehingga semua pelaku
pembangunan nasional (stakeholders) memahami dan mampu melaksanakan
pembangunan nasional berwawasan kesehatan. Selain itu perlu pula dilakukan
penjabaran lebih lanjut dari pembangunan nasional berwawasan kesehatan,
sehingga benar-benar dapat dilaksanakan dan diukur tingkat pencapaian dan
dampak yang dihasilkan (Depkes RI. 2009).
2) Pemberdayaan Masyarakat dan Daerah, peran masyarakat dalam pembangunan
kesehatan semakin penting. Masalah kesehatan perlu diatasi oleh masyarakat
sendiri dan pemerintah. Selain itu, banyak permasalahan kesehatan yang
wewenang dan tanggung jawabnya berada di luar sektor kesehatan. Untuk itu
perlu adanya kemitraan antar berbagai pelaku pembangunan kesehatan.
Pemberdayaan masyarakat pada hakekatnya adalah melibatkan masyarakat untuk
aktif dalam pengabdian masyarakat (to serve), aktif dalam pelaksanaan advokasi
kesehatan (to advocate), dan aktif dalam mengkritisi pelaksanaan upaya
kesehatan (to watch) (Depkes RI. 2009).
3) Pengembangan Upaya dan Pembiayaan Kesehatan, pengembangan
pelayanan atau upaya kesehatan, yang mencakup upaya kesehatan masyarakat
dan pelayanan kesehatan perorangan diselenggarakan sesuai dengan kebutuhan
masyarakat (client oriented), dan dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu,
berkelanjutan, merata, terjangkau, berjenjang, profesional, dan bermutu.
Pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin perlu mendapatkan pengutamaan.
Penyelenggaraan upaya kesehatan diutamakan pada upaya pencegahan dan
peningkatan kesehatan, tanpa mengabaikan upaya pengobatan dan pemulihan
kesehatan. Penyelenggaraan upaya kesehatan dilakukan dengan prinsip kemitraan
antara pemerintah, masyarakat, dan swasta (Depkes RI. 2009).
4) Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan, pelayanan
kesehatan yang bermutu, merata dan ter-jangkau oleh seluruh lapisan masyarakat
tidak akan terwujud apabila tidak didukung oleh sumber daya manusia kesehatan
yang mencukupi jumlahnya, dan profesional, yaitu sumber daya manusia
kesehatan yang mengikuti perkembangan IPTEK, menerapkan nilai-nilai moral
dan etika profesi yang tinggi. Semua tenaga kesehatan dituntut untuk selalu
menjunjung tinggi sumpah dan kode etik profesi. Dalam pelaksanaan strategi ini
dilakukan perencanaan kebutuhan dan penentuan standar kompetensi tenaga
kesehatan, pengadaan tenaga kesehatan, dan pendayagunaan tenaga kesehatan
serta pembinaan dan pengawasan sumber daya manusia kesehatan. Upaya
pengadaan tenaga kesehatan dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan
pembangunan kesehatan di Indonesia dalam era desentralisasi dan globalisasi.
Upaya pengadaan ini dilakukan melalui pendidikan tenaga kesehatan dan
pelatihan SDM Kesehatan. Pendayagunaan tenaga kesehatan antara lain meliputi:
distribusi tenaga kesehatan secara merata dan peningkatan karier dari tenaga
kesehatan tersebut. Pembinaan dan pengawasan tenaga kesehatan dilakukan
melalui peningkatan komitmen dan legislasi yang meliputi antara lain sertifikasi,
uji kompetensi, registrasi, dan perijinan (licensing) tenaga kesehatan. Disamping
itu, penting dilakukan upaya untuk pemenuhan hak-hak tenaga kesehatan
(Depkes RI. 2009).
5) Penanggulangan Keadaan Darurat Kesehatan, dapat terjadi karena bencana, baik
bencana alam maupun bencana karena ulah manusia, termasuk konflik sosial.
Keadaan darurat kesehatan akan mengakibatkan dampak yang luas, tidak saja
pada kehidupan masyarakat di daerah bencana, namun juga pada kehidupan
bangsa dan negara. Oleh karenanya penanggulangan keadaan darurat kesehatan
yang mencakup upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perorangan,
dilakukan secara komprehensif, mitigasi serta didukung kerjasama lintas sektor
dan peran aktif masyarakat (Depkes RI. 2009).
5. Kebutuhan Sumber Daya
Untuk dapat melaksanakan upaya pokok pembangunan kesehatan diperlukan
sumberdaya kesehatan yang memadai, terutama meliputi:
a. Sumber Daya Manusia Kesehatan
b. Pembiayaan Kesehatan
c. Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan
d. Ilmu Pengetahuan dan Tehnologi Kesehatan (IPTEK) (Depkes RI. 2009).
BAB III

PENUTUP

Anda mungkin juga menyukai