Anda di halaman 1dari 51

BAB I

A. Latar Belakang

Untuk mencapai masyarakat sehat yang mandiri dan berkeadilan ditempuh


melalui misi sebagai berikut : Penyelenggaraan pemerintahan yang bersih (good
governance) merupakan prasyarat untuk mewujudkan aspirasi masyarakat dan
mencapai tujuan serta cita-cita bangsa negara. Untuk penyelenggaraan
pemerintahan yang bersih dan akuntabel, dikembangkan suatu sistem
pertanggungjawaban penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas korupsi,
kolusi, dan nepotisme (KKN). Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang
Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas KKN menyatakan akuntabilitas
sebagai salah satu asas umum dalam penyelenggaraan negara. Azas
akuntabilitas ini menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan
penyelenggara negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat
atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pembangunan kesehatan pada periode 2015-2019 adalah Program Indonesia
Sehat dengan sasaran meningkatkan derajat kesehatan dan status gizi masyarakat
melalui upaya kesehatan dan pemberdayaan masyarakat yang didukung dengan
perlindungan finansial dan pemeratan pelayanan kesehatan. Sasaran pokok RPJMN
2015-2019 adalah: (1) meningkatnya status kesehatan dan gizi ibu dan anak; (2)
meningkatnya pengendalian penyakit; (3) meningkatnya akses dan mutu pelayanan
kesehatan dasar dan rujukan terutama di daerah terpencil, tertinggal dan
perbatasan; (4) meningkatnya cakupan pelayanan kesehatan universal melalui Kartu
Indonesia Sehat dan kualitas pengelolaan SJSN Kesehatan, (5) terpenuhinya
kebutuhan tenaga kesehatan, obat dan vaksin; serta (6) meningkatkan responsivitas
sistem kesehatan.
Program Indonesia Sehat dilaksanakan dengan 3 pilar utama yaitu paradigma
sehat, penguatan pelayanan kesehatan dan jaminan kesehatan nasional: 1) pilar
paradigma sehat di lakukan dengan strategi pengarusutamaan kesehatan dalam
pembangunan, penguatan promotif preventif dan pemberdayaan masyarakat; 2)
penguatan pelayanan kesehatan dilakukan dengan strategi peningkatan akses
pelayanan kesehatan, optimalisasi sistem rujukan dan peningkatan mutu pelayanan
1
kesehatan, menggunakan pendekatan continuum of care dan intervensi berbasis
risiko.
Pertanggungjawaban pelaksanaan kebijakan dan kewenangan dalam
penyelenggaraan pembangunan kesehatan harus dapat dipertanggungjawabkan
kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Akuntabilitas
tersebut salah satunya diwujudkan dalam bentuk penyusunan laporan kinerja.
Laporan kinerja merupakan bentuk akuntabilitas dari pelaksanaan tugas dan fungsi
yang dipercayakan kepada setiap instansi pemerintah atas penggunaan
anggaran. Penyusunan laporan kinerja adalah pengukuran kinerja dan evaluasi
serta pengungkapan secara memadai hasil analisis terhadap pengukuran kinerja.
Informasi yang diharapkan dari Laporan Kinerja adalah penyelenggaraan
pemerintahan yang dilakukan secara efesien, efektif dan responsif terhadap
masyarakat, sehingga menjadi masukan dan umpan balik bagi pihak-pihak yang
berkepentingan serta dapat menjaga kepercayaan masyarakat terhadap eksistensi
suatu lembaga. Laporan kinerja ini akan memberikan gambaran pencapaian
kinerja Dinas Kesehatan Provinsi Maluku Utara Tahun 2018 beserta dengan hasil
capaian indikator kinerja dari masing-masing Program yang ada di lingkungan
Satuan Kerja Pembinaan Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Provinsi Maluku
Utara (289000) di tahun 2019.

B. Maksud dan Tujuan


Penyusunan laporan kinerja Dinas Kesehatan Provinsi Maluku Utara
Satker Pembinaan Kesehatan Masyarakat (289000) merupakan bentuk
pertanggungjawaban kinerja pada tahun 2019 dalam mencapai target dan
sasaran program seperti yang tertuang dalam rencana strategis, dan
ditetapkan dalam dokumen penetapan kinerja Dinas Kesehatan Provinsi
Maluku Utara oleh pejabat yang bertanggungjawab.

C. Visi, Misi dan Strategi Organisasi


 Visi Dinas Kesehatan Provinsi Maluku Utara 2014-2019 adalah “ Dari Desa Kita
Wujudkan Masyarakat Maluku Utara yang Mandiri untuk Hidup Sehat dan
Berkeadilan” dengan penjelasan sebagai berikut : Sehat, adalah terwujudnya
masyarakat untuk hidup sehat, memperoleh akses atas sumber daya kesehatan, dan
memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu dan terjangkau; Mandiri,
adalah terwujudnya masyarakat mandiri untuk hidup sehat, melalui upaya
pencegahan; Berkeadilan, adalah terwujudnya pelayanan kesehatan yang adil dan

2
merata di Provinsi Maluku Utara.

 Menggerakkan Pembangunan Daerah Berwawasan Kesehatan


 Mendorong Kemandirian Masyarakat Untuk Berperilaku Hidup Bersih dan Sehat.
 Memelihara dan Meningkatkan Kapasitas Insitusi dan Pelayanan Kesehatan yang
Profesional, Merata, Terjangkau dan Berkesinambungan.
 Memelihara dan Meningkatkan Kesehatan Individu, Keluarga dan Masyarakat beserta
Lingkungannya

 Sasaran

Sasaran Dinas Kesehatan Provinsi Maluku Utara adalah tercapainya kebutuhan


dasar masyarakat termasuk di dalamnya kebutuhan kesehatan yang merupakan hak azasi
manusia yang meliputi meningkatnya ketersediaan dan keterjangkauan pelayanan
kesehatan yang bermutu bagi seluruh masyarakat.
 Strategi
a. Menggerakkan dan memberdayakan masyarakat untuk hidup sehat
b. Meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas
c. Meningkatkan system surveilans, monitoring dan informasi kesehatan
d. Meningkatkan pembiayaan kesehatan

 Indikator Kinerja
Indikator kinerja Dinas Kesehatan Provinsi Maluku Utara satker 289000 yaitu
terdapat 30 indikator dari 6 program/kegiatan.

D. Tugas Pokok dan Fungsi

Dinas Kesehatan Provinsi Maluku Utara adalah Organisasi Perangkat Daerah


(OPD) Pemerintah Provinsi Maluku Utara, yang sebagaimana tertuang pada Peraturan
Daerah Nomor 07 Tahun 2008 tentang Organiasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Provinsi
Maluku Utara.
Dalam aspek strategi, Dinas Kesehatan Provinsi Maluku Utara adalah perangkat
teknis membantu Kepala Daerah dalam penyelenggaraan urusan wajib bidang
kesehatan yang mempunyai tugas dan kewenangan diatur berdasarkan Peraturan
Gubernur Nomor. 22 Tahun 2009 sebagai berikut :
Tugas dan Fungsi :
Dinas Kesehatan Provinsi Maluku Utara merupakan unsur pelaksana pemerintah daerah
3
mempunyai tugas melaksanakan kewenangan dekonsentrasi dan desentralisasi
dibidang kesehatan. Dalam menyelenggarakan tugas tersebut, Dinas Kesehatan
Provinsi Maluku Utara mempunyai fungsi :
a. Perumusan kebijakan teknis di bidang kesehatan;
b. Penyelenggaraan urusan pemerintahan dan pelayanan umum di bidang
kesehatan;
c. Pembinaan dan pelaksanaan tugas di bidang kesehatan;
d. Pembinaan pelaksanaan tugas pada unit pelaksana teknis dinas; dan
e. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Gubernur sesuai dengan tugas dan
fungsinya.
Kewenangan :
Dalam menyelenggarakan tugas dan fungsi tersebut diatas, Dinas Kesehatan Provinsi
Maluku Utara mempunyai kewenangan :
a. Menyusun rencana program/kegiatan tahunan bidang kesehatan;
b. Pelaksanaan pelayanan umum bidang kesehatan

Susunan Organisasi:

Berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Maluku Utara Nomor 22 Tahun


2009 tentang Tugas dan Fungsi Dinas Kesehatan Provinsi Maluku Utara, Dinas
Kesehatan Provinsi Maluku Utara mempunyai Stuktur Organisasi dengan susunan
sebagai berikut:
1. Sekretariat, terdiri atas : subag umum dan perlengkapan, suabg perencanaan
dan program dan subag keuangan dan asset
2. Bidang Pelayanan kesehatan, tediri atas: seksi pelayanan kesehatan primer,
seksi pelayanan kesehatan rujukan dan seksi kesehatan tradisonal dan
komunitas
3. Bidang Kesehatan Masyarakat, terdiri atas: seksi kesehatan keluarga dan gizi,
seksi kesehatan lingkungan dan kesehatan olahraga, dan seksi promosi
kesehatan dan pemberdayaan masyarakat
4. Bidang Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit, terdiri atas seksi
penecegahan dan penanggulangan penyakit menular, seksi imunisasi dan
surveilans, dan seksi pencegahan dan penanggulangan penyakit tidak menular
dan kesehatan jiwa
5. Bidang Sumber Daya Kesehatan, terdiri atas seksi kefarmasian, seksi alkes dan
seksi pengembangan sumber daya manusia.
.

4
E. Potensi dan Permasalahan
Potensi dan permasalahan pembangunan kesehatan akan menjadi input
dalam menentukan arah kebijakan dan strategi DInas Kesehatan Provinsi Maluku
Utara.
Saat ini akses ibu hamil, bersalin dan nifas terhadap pelayanan kesehatan
sudah cukup baik, akan tetapi Angka Kematian Ibu masih cukup tinggi. Kondisi ini
kemungkinan disebabkan antara lain karena kualitas pelayanan kesehatan ibu hamil
dan bersalin yang belum memadai, kondisi ibu hamil dengan komplikasi dan faktor
determinan lainnya, serta akses terhadap pelayanan kesehatan baik dari sisi
jangkauan maupun kualitas. Penyebab utama kematian ibu yaitu hipertensi dalam
kehamilan, perdarahan post partum, serta penyebab karena lain-lain juga semakin
meningkat. Penyebab dan komplikasi kematian ini dapat diminimalisir apabila kualitas
Antenatal Care dilaksanakan dengan baik, sehingga mampu memeriksa kelainan
pada ibu hamil sedini mungkin.
Beberapa keadaan yang dapat menyebabkan kondisi ibu hamil tidak sehat antara
lain adalah, anemia, ibu hamil yang menderita diabetes, hipertensi, malaria, TB, HIV,
Hepatitis B dan empat terlalu (terlalu muda <20 tahun, terlalu tua >35 tahun, terlalu
dekat jaraknya 2 tahun dan terlalu banyak anaknya > 3 tahun). Sebanyak 54,2 per
1000 perempuan dibawah usia 20 tahun telah melahirkan, sementara perempuan
yang melahirkan usia di atas 40 tahun sebanyak 207 per 1000 kelahiran hidup. Hal ini
diperkuat oleh data yang menunjukkan masih adanya umur perkawinan pertama pada
usia yang amat muda (<20 tahun) sebanyak 46,7% dari semua perempuan yang telah
kawin.
Potensi dan tantangan dalam penurunan kematian ibu dan anak adalah jumlah
tenaga kesehatan yang menangani kesehatan ibu khususnya bidan sudah relatif
tersebar ke seluruh wilayah Indonesia, namun kompetensi masih belum memadai.
Demikian juga secara kuantitas, jumlah fasyankes primer dan rujukan mampu
memberikan pelayanan kegawatdaruratan maternal neonatal meningkat namun belum
diiringi dengan peningkatan kualitas pelayanan. Peningkatan pelayanan kesehatan
masa sebelum hamil terutama pada masa remaja, calon pengantin menjadi faktor
penting dalam penurunan AKI dan AKB.
Untuk Provinsi Maluku Utara, jumlah kematian ibu pada tahun 2018 mencapai 49
kematian (214/100.000 KH). Tahun 2019, jumlah kematian ibu menurun sebesar 47
kematian (202/100.000KH). meskipun terjadi penurunan AKI yang cukup signifikan
namun angka tersebut masih cukup tinggi mengingat jumlah penduduk Maluku
Utara yang relatif kecil., pencapaian ini juga masih memberikan gap bila

5
dibandingkan dengan seluruh sasaran penduduk.. Untuk kematian bayi pada tahun
2018 mencapai 292 kematian ( 13 / 1000 KH) dan pada tahun 2019 menurun menjadi
276 kematian (12/1000 KH). Hal tersebut menggambarkan masih tingginya kematian
bayi pada seluruh wilayah Maluku Utara. Capaian K4 Maluku Utara menurut
Riskesdas 2018 hanya sebesar 44,5%.. Upaya yang terus dilakukan untuk
menurunkan Angka Kematian Ibu dan BAyi antara lain dengan meningkatkan akses
untuk kesehatan ibu dan calon ibu, peningkatan akses dan peningkatan upaya
pemberdayaan masyarakat. Hal ini juga sangat didukung terhadap pelayanan ibu
hamil saat K1 dan K4, serta pelayanan bayi saat KN1. Tantangan ke depan adalah
mempersiapkan calon ibu agar benar-benar siap untuk hamil dan melahirkan dan
menjaga agar terjamin kesehatan lingkungan yang mampu melindungi bayi dari
infeksi. Untuk usia di atas neonatal sampai satu tahun, penyebab utama kematian
adalah infeksi khususnya pnemonia dan diare. Ini berkaitan erat dengan perilaku
hidup sehat ibu dan juga kondisi lingkungan setempat.
Indikator persentase balita malnutrisi (gizi buruk) dan gizi kurang memberikan
gambaran tentang keadaan gizi balita. Balita gizi kurang merupakan balita yang
memiliki berat badan kurang -2 SD menggunakan indeks berat badan menurut
umur (BB/U). Kondisi ini diharapkan untuk segera dapat diatasi dalam rangka
mewujudkan pondasi sumber daya manusia yang berkualitas. Balita yang mengalami
gizi kurang berdasarkan elektronik-Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis
Masyarakat (e-PPGBM) tahun 2018 lebih tinggi (6 %) dibandingkan dengan tahun
2017 sebesar 0,4 % berdasarkan Pemantauan Status Gizi (PSG). Indikator
persentase bumil KEK menggambarkan risiko yang akan dialami ibu hamil dan
bayinya dalam masa kehamilan, persalinan dan pasca persalinan. Perkembangan
masalah gizi di Indonesia semakin kompleks saat ini, selain masih menghadapi
masalah kekurangan gizi, masalah kelebihan gizi juga menjadi persoalan yang
harus kita tangani dengan serius. Selain itu kita dihadapi dengan masalah
stunting. Untuk Balita Stunting di Maluku Utara Tahun 2019 berdasarkan data e-
PPGBM sebesar 15%. Stunting terjadi karena kekurangan gizi kronis yang
disebabkan oleh kemiskinan dan pola asuh tidak tepat, yang mengakibatkan
kemampuan kognitif tidak berkembang maksimal, mudah sakit dan berdaya saing
rendah, sehingga bisa terjebak

dalam kemiskinan. Seribu hari pertama kehidupan seorang anak adalah masa kritis
yang menentukan masa depannya, dan pada periode itu anak Indonesia menghadapi
gangguan pertumbuhan yang serius. Yang menjadi masalah, lewat dari 1000 hari,
dampak buruk kekurangan gizi sangat sulit diobati. Untuk mengatasi stunting,
masyarakat perlu dididik untuk memahami pentingnya gizi bagi ibu hamil dan
6
anak balita. Secara aktif turut serta dalam komitmen global (SUN-Scalling Up
Nutrition dalam menurunkan stunting, maka Indonesia fokus kepada 1000 hari
pertama kehidupan (terhitung sejak konsepsi hingga anak berusia 2 tahun)
dalam menyelesaikan masalah stunting secara terintegrasi karena masalah gizi
tidak hanya dapat diselesaikan oleh sektor kesehatan saja (intervensi spesifik)
tetapi juga oleh sektor di luar kesehatan (intervensi sensitif). Hal ini tertuang
dalam Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2013 tentang Gerakan Nasional
Percepatan Perbaikan Gizi.
Pelaksanaan UKS harus diwajibkan di setiap sekolah dan madrasah mulai
dari TK/RA sampai SMA/ SMK/ MA, mengingat UKS merupakan wadah
untuk mempromosikan masalah kesehatan. Wadah ini menjadi penting dan
strategis, karena pelaksanaan program melalui UKS jauh lebih efektif dan efisien
serta berdaya ungkit lebih besar. UKS harus menjadi upaya kesehatan wajib
Puskesmas. Peningkatan kuantitas dan kualitas Puskesmas melaksanakan
Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) yang menjangkau remaja di
sekolah dan di luar sekolah. Prioritas program UKS adalah perbaikan gizi usia
sekolah, kesehatan reproduksi dan deteksi dini penyakit tidak menular.

F. Sistematika
Sistematika penulisan laporan kinerja Dinas Kesehatan Provinsi Maluku Utara
adalah sebagai berikut :
 Ringkasan Eksekutif
 Kata Pengantar
 Daftar Isi
 BAB I
Penjelasan umum, penjelasan aspek strategis organisasi serta permasalahan
utama (strategic issued) yang sedang dihadapi.
 BAB II
Menjelaskan uraian ringkasan/ ikhtisar perjanjian kinerja Dinas Kesehatan
Provinsi Maluku Utara tahun 2018.
 BAB III
Penyajian capaian kinerja untuk setiap pernyataan kinerja sasaran strategis
sesuai dengan hasil pengukuran kinerja, dengan melakukan beberapa hal
sebagai berikut: Membandingkan antara target dan realisasi kinerja tahun
2018; Analisis penyebab keberhasilan/kegagalan atau peningkatan/penurunan
kinerja serta alternatif solusi yang telah dilakukan; dan melakukan analisa
realisasi anggaran.
 BAB IV
Penutup, Pada bab ini diuraikan simpulan umum atas capaian kinerja serta

7
langkah di masa mendatang yang akan dilakukan untuk meningkatkan
kinerjanya.
 LA MPI R AN
Formulir PK : Pengukuran Kinerja

BAB II

A. Perjanjian Kinerja
Perjanjian kinerja Dinas Kesehatan Provinsi Maluku Utara satker 289000
telah ditetapkan dalam dokumen penetapan kinerja yang merupakan suatu
dokumen pernyataan kinerja/perjanjian kinerja antara atasan dan bawahan untuk
mewujudkan target kinerja tertentu dengan didukung sumber daya yang tersedia.
Indikator dan target kinerja yang telah ditetapkan menjadi kesepakatan
yang mengikat untuk dilaksanakan dan dipertanggungjawabkan sebagai upaya
mewujudkan pelayanan kesehatan yang berkualitas kepada masyarakat Indonesia.
Perjanjian penetapan kinerja tahun 2018 yang telah ditandatangani bersama oleh
kepala Dinas kesehatan Provinsi Maluku Utara dan Direktur Jenderal Kesehatan
Masyarakat berisi 30 indikator pada 6 kegiatan.

B. Indikator Kinerja Program Kesehatan Masyarakat

Indikator kinerja program Kesehatan Masyarakat terdiri dari 6 program yang


masing- masing mempunyai indikator yang dianggap dapat merefleksikan kinerja
program, yang meliputi:

1) Program pembinaan gizi masyarakat

a) Persentase Ibu Hamil KEK yang mendapatkan pemberian


makanan Tambahan (95%)

b) Persentase bayi usia kurang dari 6 bulan yang mendapatkan


asi Eksklusif (50%)

c) Persentase ibu hamil yang mendapatkan Tablet Tambah


Darah (TTD) (98%)
d) Persentase balita kurus yang mendapat makanan tambahan (90%)
e) Persentase remaja putri yang mendapat tablet tambah darah (TTD)
(30%)
f) Persentase balita yang naik berat badannya (76%)
g) Persentase kabupaten/kota yang Surveilans ( 100%)

8
2) Program pembinaan kesehatan keluarga

a) Persentase Puskesmas yang melaksanakan


penjaringan kesehatan untuk peserta didik kelas 1, 7
dan 10 (90%)

b) Persentase ibu bersalin di faskes ( 83%)

c) Persentase Ibu Hamil yang mendapatkan pelayanan antenatal


minimal empat k a l i ( 8 3 % )

d) Persentase kunjungan neonatal pertama (KN1) (83%)


e) Persentase Puskesmas yang melaksanakan Kelas ibu hamil (90%)
f) Persentase Puskesmas yang melaksanakan P4K (90%)
g) Persentase Puskesmas yang melaksanakan pelayanan Kesehatan
Remaja (50%)

h) Persentase usila yang dilayani (50%)

3) Program pembinaan upaya kesehatan kerja dan olahraga

a) Persentase Jemaah haji yang diperiksa kebugaran jasmani (55%)


b) Puskesmas yang menyelenggarakan kesehatan olahraga bagi
anak SD (80%)

c) Jumlah Pos UKK yang terbentuk di wilayah kerja puskesmas ( 25)

d) Persentase fasilitas pemeriksaan kesehatan TKI yang memenuhi


standar

e) Jumlah perusahaan /tempat kerja melaksanakan GP2SP (10)

4) Penyehatan lingkungan

a) Persentase TPM yang dilakukan pengawasan (75%)


b) Jumah pasar yang memenuhi syarat kesehatan yang dilakukan
pengawasan (20)

c) Persentase Tempat-tempat Umum (TTU) yang memenuhi syarat


kesehatan lingkungan (350)

d) Persentase sarana air minum yang dilakukan pengawasan (80%)

e) Jumlah desa/kelurahan yang melaksanakan STBM (500)

f) Persentase RS yang melakukan pegelolaan Limbah Medis sesuai


standar(12)

g) Jumlah kabupaten/kota yang menyelenggarakan tatanan kawasan

9
sehat (7)

5) Promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat

a) Jumlah kab/kota yang melaksanakan minimal 5 tema kampanye


Gerakan MAsyarakat Hidup Sehat (3 kab/kota)

b) Persentase Posyandu Aktif (60%)

c) Persentase desa yang mengalokasikan dana desa untuk Upaya


Kesehatan Berbasis Masyarakat (UKBM) sesuai NSPK ( 25%)

6) Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya pada


Program Pembinaan Kesehatan Masyarakat

a) Persentase realisasi kegiatan administrasi dukungan managemen


dan pelaksanaan tugas teknis lainnya program pembinaan
kesehatan masyarakat (92%)

10
BAB III

A. Capaian Kinerja Organisasi


Perkembangan terbaru membuktikan bahwa manajemen tidak cukup hanya
memastikan bahwa proses pengelolaan manajemen berjalan dengan efisien.
Diperlukan instrumen baru, pemerintahan yang baik (good governance) untuk
memastikan bahwa manajemen berjalan dengan baik. Selain itu, budaya organisasi
turut mempengaruhi penerapan pemerintahan yang baik di Indonesia. Pengukuran
kinerja dalam penyusunan laporan akuntabilitas kinerja dilakukan dengan cara
membandingkan target kinerja sebagaimana telah ditetapkan dalam penetapan
kinerja pada awal tahun anggaran dengan realisasi kinerja yang telah dicapai pada
akhir tahun anggaran.
Laporan kinerja merupakan bentuk akuntabilitas dari pelaksanaan tugas dan
fungsi yang dipercayakan kepada setiap instansi pemerintah atas penggunaan
anggaran. Hal terpenting yang diperlukan dalam penyusunan laporan kinerja adalah
pengukuran kinerja dan evaluasi serta pengungkapan (disclosure) secara memadai
hasil analisis terhadap pengukuran kinerja

1. Indikator Kinerja Program Gizi

Perkembangan masalah gizi di Indonesia semakin kompleks saat ini, selain masih
menghadapi masalah kekurangan gizi, masalah kelebihan gizi juga menjadi persoalan yang
harus kita tangani dengan serius. Selain itu kita dihadapi dengan masalah stunting. Stunting
terjadi karena kekurangan gizi kronis yang disebabkan oleh kemiskinan dan pola asuh tidak
tepat, yang mengakibatkan kemampuan kognitif tidak berkembang maksimal, mudah sakit
dan berdaya saing rendah, sehingga bisa terjebak dalam kemiskinan. Seribu hari pertama
kehidupan seorang anak adalah masa kritis yang menentukan masa depannya, dan pada
periode itu anak Indonesia menghadapi gangguan pertumbuhan yang serius. Yang menjadi
masalah, lewat dari 1000 hari, dampak buruk kekurangan gizi sangat sulit diobati. Untuk
mengatasi stunting, masyarakat perlu dididik untuk memahami pentingnya gizi bagi ibu
hamil dan anak balita. Secara aktif turut serta dalam komitmen global (SUN-Scalling Up
Nutrition)
Indikator Kinerja Program

Sasaran kegiatan ini adalah meningkatnya pelayanan gizi masyarakat.Indikator


pencapaian sasaran, dapat dilihat pada table berikut:

11
Tabel 1.Capaian Indikator Kinerja Program Pembinaan Gizi
Bidang Kesehatan Masyarakat Tahun 2019

Sasaran Indikator Target Cakupan Capaian

1. ibu hamil KEK mendapat


makanan tambahan 95% 96 % 101 %

2. ibu hamil mendapat TTD


90 tablet selama masa
98% 81 % 82,65%
kehamilan

Meningkatkan 3. bayi usia < 6 bulan


pelayanan mendapat ASI eksklusif 50% 60 % 120 %
gizi masyarakat
4. bayi baru lahir mendapat
IMD 50% 77 % 154%

5. Balita kurus yang mendapat


makanan tambahan 90% 95 % 105,5 %

6. Remaja Putry mendapat


TTD 30% 38 % 126,6 %

*) Data tahunan Rutin Program Gizi 2019

Analisa Capaian Kinerja


Berdasarkan data laporan rutin Program Gizi pada tahun 2019 seperti Tabel 1. Diatas
menunjukan, Cakupan ibu hamil KEK yang mendapat makanan tambahan sebesar 96%
dengan capaian kinerja sebesar 101 %, bila di bandingkan dengan capaian kinerja ibu hamil
KEK yang mendapat makanan tambahan di tahun 2018 sebesar ........., maka dapat dilihat
peningkatan capaian kinerja sebesar............

Hal ini dapat dibuktikan dengan menurunnya cakupan bumil KEK seperti terlihat pada
grafik 1 dibawah ini .Pada Tahun 2018 cakupan bumil KEK sebesar 12% dari target 19.7%
sehingga Capaian kinerja sebesar 142% dan Pada Tahun 2019 cakupan Bumil KEK
menurun 10% dari target 11% sehingga capaian kinerja sebesar 90,9% seperti tergambar
kandala grafik1. Selama dua tahun cakupan persentase Ibu Hamil Kurang Energi Kronis
(KEK) menurun dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Hal ini menunjukkan terjadi
peningkatan capaian kinerja dalam penanganan ibu hamil KEK semakin baik.

12
Grafik 1. Target, Cakupan, dan Capaian Kinerja Renstra Indikator Ibu Hamil
Kurang Energy Kronis (KEK )
Tahun 2018 dan 2019

142

90.9

19.7
11 12 10
Target Cakupan Capaian

2018 2019

Sumber data rutin Program Gizi Masyarakat tahun 2019

*Indikator persentase Bumil KEK merupakan indikator negatif, dimana target


capaian yang diharapkan dibawah target yang ditentukan

Dari grafik 2 terlihat bahwa capaian Renstra dari 2015 sampai 2018 di Maluku Utara tidak
mengalami perubahan dengan capaian 11% dan bila dibandingkan dengan target restra maka
secara nasional Maluku Utara suda mencapai target selama 4 tahun terakhir. Namun
demikian bukan berarti telah terbebas dari masalah gizi. Masih tingginya prevalensi ibu hamil
Kurang energi Kronik (KEK) menggambarkan permasalahan gizi khususnya pada ibu hamil
yang disebabkan karena kekurangan asupan makanan dalam waktu yang cukup lama, dan
dapat berdampak terhadap kesehatan dan keselamatan ibu dan bayi serta kualitas bayi yang
dilahirkan.
Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO, 2010), batas ambang masalah kesehatan
masyarakat untuk ibu hamil dengan risiko KEK adalah <5%, sementara hasil Riskesdas 2018
menunjukkan angka 17,3% untuk prevalensi ibu hamil KEK, dan lebih tinggi dari tahun 2017
(14,8%). Hal ini
menunjukkan bahwa Indonesia masih mempunyai masalah kesehatan masyarakat kategori
sedang (10-19%) untuk masalah ibu hamil dengan risiko KEK.

13
Grafik 2. Target dan Cakupan Kinerja Bumil KEK menurut
Renstra 2015-2019 dengan Target Jangka Menengah

Renstra target
30

24.2
25 22.7
21.2
19.7
20

15

10 10
11 11 11 11 11
5

0
2015 2016 2017 2018 2019

Sumber: Data Evaluasi Program Gizi Tahun 2019

Pada Grafik 3 dibawah ini menunjukkan bahwa terjadi peningkatan ibu hamil dengan
resiko KEK dari tahun 2018-2019 sebanyak empat Kabupaten yaitu Kabupaten Halmahera
Tengah, Kabupaten Halmahera Selatan, Kabupaten Halmahera Timur dan Kabupaten Pulau
Morotai Sedangkan enam Kabupaten Kota Lainnya menunjukan penurunan ibu hamil dengan
resiko KEK sehingga mempengaruhi nilai persentase Provinsi Maluku Utara dari 12 % di tahun
2018 menurun menjadi 10% di tahun 2019.

Grafik 3 : Ibu Hamil Resiko KEK berdasarkan LILA

18
17
16
15
14 14 14
13 13
12
10 10 10
9
8 8 8 8
7 7 7
5

R G A EL T I U E P S I
BA EN UL LS LU TI
M TA AB AT KE IN
L T S A A L O LI N TI OV
HA HA
L
KE
P H H HA OR TA TE
R
M PR

2018 2019

14
Sumber: Data Rutin Kesga tahun 2018-2019

Analisa Kegagalan
Sementara, capaian beberapa hal yang dapat menghambat pencapaian program,
antara lain seperti hal berikut:
1. Kurangnya skill tenaga Gizi dalam pelaksanaan pelayanan yang berkualitas.
2. Perbedaan kondisi geografis, terutama di desa-desa terpencil, perbatasan, dan
kepulauan yang menyebabkan sulitnya akses ke fasilitas pelayanan kesehatan.
3. Masih adanya populasi ibu hamil yang belum memiliki jaminan kesehatan
4. Tingkat pendidikan ibu yang masih rendah sehingga tidak memahami pentiingnya
asupan yang bergizi
5. Belum semua tenaga Gizi tanggap dalam pengambilan keputusan penanganan
Bumil KEK
6. Masih kuatnya pengaruh budaya di tingkat masyarakat yang tidak sesuai dengan
paradigm kesehatan.
Analisa Keberhasilan
Keberhasilan pencapaian indikator pelayanan Program tidak terlepas dari penguatan
manajemen data dan program Pembinaan Gizi Masyarakat, yang antara lain:
1. Bimbingan teknis dan Monitoring Evaluasi program kesehatan keluarga
Melalui Bimbingan teknis dan Monitoring Evaluasi program Gizi, dapat diketahui
permasalahan yang terjadi di tingkat Kabupaten, maupun puskesmas dalam
pelaksanaan program Gizi, termasuk dalam hal pencatatan dan pelaporan, sehingga
dapat secara langsung didiskusikan solusi untuk memecahkan masalah tersebut.
2. Penyelenggaraan kegiatan pelayanan antenatal di puskesmas (ibu hamil mendapatkan
pelayanan antenatal minimal 4 kali) Kegiatan ini merupakan akses pelayanan
kesehatan terhadap ibu hamil dan tingkat kepatuhan ibu hamil dalam memeriksakan
kehamilannya ke tenaga kesehatan minimal 4 kali, sesuai dengan ketetapan waktu
kunjungan. Melalui kegiatan ini diharapkan ibu hamil dapat dideteksi secara dini adanya
masalah, gangguan atau kelainan dalam kehamilannya, dan dilakukan penanganan
secara cepat dan tepat. Pada saat ibu hamil melakukan pemeriksaan kehamilan,
tenaga kesehatan memberikan pelayanan antenatal secara lengkap, salah satunya
adalah nilai status gizi dengan cara mengukur LiLA.
3. Kelas Ibu Hamil ini merupakan sarana untuk belajar bersama tentang kesehatan bagi
ibu hamil, dalam bentuk tatap muka dalam kelompok. Melalui kelas ibu hamil
diharapkan terjadi peningkatkan pengetahuan, perubahan sikap dan perilaku ibu dalam
hal kehamilan. Dalam kegiatan ini pengetahuan tentang gizi dan konseling dapat
diberikan untuk ibu hamil terutama ibu hamil yang berisiko
15
Alternatif Solusi
Dalam mengatasi hambatan pencapaian kinerja Program Gizi Masyarakat pada
tahun 2020 akan melakukan:
1. Konseling ibu tentang gizi seimbang bagi ibu hamil yang terintegrasi di kelas ibu.
2. Penyuluhan tentang MT untuk ibu hamil KEK, dengan memanfaatkan pangan lokal,
sehingga tidak bergantung kepada pangan jadi atau pangan pabrikan.
3. Pendidikan gizi seimbang dan konsumsi tablet tambah darah bagi remaja puteri,
dalam rangka meningkatkan status kesehatan remaja putri yang merupakan calon ibu.
4. Meningkatkan sistem pencatatan dan pelaporan terintegrasi program kesehatan
keluarga.

Saran :
Masih tingginya prevalensi masalah gizi yang ada di Provinsi Maluku Utara
terutama stunting, perlu dilakukan upaya – upaya sebagai berikut :
1. Penetapan regulasi penanganan stunting baik di kabupaten/kota maupun provinsi
2. Pelaksanaan terintegrasi dalam penanganan stunting,baik yang dilakukan oleh sektor
kesehatan maupun diluar sektor kesehatan
3. Pemenuhan SDM yang sesuai di tingkat puskesmas
4. Peningkatan kapasitas tenaga gizi dan bidan di puskesmas dan jaringannya
5. Pemenuhan sarana antropometri kit di tingkat posyandu

2. Indikator Program Kesehatan Keluarga


Program Kesehatan Keluarga merupakan salah satu upaya prioritas untuk menurunkan
Angka Kematian Ibu (AKI), Angka Kematian Bayi (AKB) dan prevalensi stunting.
Capaian kinerja program dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 1.Capaian Indikator Kinerja Program Kesehatan Keluarga


Bidang Kesehatan Masyarakat Tahun 2019

Sasaran Indikator Target Cakupan Capaian

1. Persentase kunjungan
Meningkatnya ibu hamil yg ke 4 ( K4 ) 83% 72 % 86,74%
ketersediaan dan
Keterjangkauan 2. Persentase ibu bersalin di
83% 68% 81,92%
fasilitas pelayanan
pelayanan kesehatan
kesehatan (PF)
yang bermutu bagi
3. Persentase Kunjungan
seluruh masyarakat Neonatal Pertama (KN1) 83% 74 % 89,15%

16
4. Presentase Puskesmas
melaksanakan Kelas ibu 85% 94% 111%
Hamil
5. Presentase Puskesmas
mlaksanakan Orientasi 85% 97% 114%
P4K
6. Presentase Pelayanan
Lansia 50% 71% 142%

7. Presentase Puskesmas
menyelenggarakan 50% 54% 108%
Kegiatan Kesehatan
Remaja
8. Presentase Puskesmas
Melaksanakan Pelayanan 80% 94% 118%
Kesehatan Peserta Didik
Kelas 1
9. Presentase Puskesmas
melaksanakan Pelayanan 80% 96% 120%
Kesehatan Peserta Didik
Kelas 7 dan 10

*) Data tahunan komdat kesga 2019

1. Persentase ibu bersalin di fasilitas pelayanan kesehatan(PF)

Persalinan di fasilitas kesehatan merupakan indikator di Renstra 2015–2019. Pada


Renstra sebelumnya lebih dikenal dengan ”persalinan oleh nakes” (Pn). Perubahan
indikator ini dilakukan sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas
pelayanan bagi ibu dan bayi baru lahir dalam kerangka penurunan AKI dan AKB.
Apabila setiap ibu melakukan persalinan di fasilitas kesehatan, maka ketika terjadi
komplikasi dan atau kegawatdaruratan maternal neonatal dapat segera ditangani oleh
tim yang kompeten dengan fasilitas medis yang sesuai dengan standar. Dengan
komitmen ini maka akses ibu hamil dan bersalin terhadap pelayanan kesehatan yang
bermutu menjadi sasaran penting dalam mencapai sasaran Renstra ”meningkatnya
akses dan kualitas pelayanan kesehatan ibu dan reproduksi”. Dengan tujuan akhir
adalah setiap ibu bersalin mendapat pelayanan sesuai standar sehingga kematian ibu
dapat diturunkan.
Pertolongan persalinan merupakan proses pelayanan persalinan yang dimulai pada
kala I sampai dengan kala IV persalinan. Capaian program persalinan di fasyankes(PF)
diukur dari jumlah ibu bersalin yang mendapatkan pertolongan sesuai standar oleh
tenaga Kesehatan di fasilitas kesehatan dibandingkan dengan jumlah sasaran ibu
bersalin dalam setahun dikali100%.
Pada tahun 2017 hasil midterm reviu Renstra Kementerian Kesehatan yaitu indikator
dan target pada Renstra tidak boleh berubah tetapi definisi operasional berubah sesuai
dengan tupoksi Kementerian Kesehatan. Perubahan terjadi pada indikator PF dengan
definisi operasioanal jumlah kab/kota yang melaporkan pelaksanaan pelayanan
persalinan di fasilitas pelayanan kesehatan tepat waktu.

17
Analisa Capaian Kinerja
Berdasarkan data laporan rutin kesehatan keluarga, cakupan kabupaten/kota yang.
Pada Tahun 2018 cakupan PF 64,88% dari target 83% sehingga Capaian kinerja
sebesar 78,16%. Pada Tahun 2019 cakupan PF 68% dari target 83% sehingga capaian
kinerja sebesar 81,92% sehingga belum mencapai target yang sudah di
tetapkan,seperti tergambar kandala grafik 1. Selama dua tahun cakupan persentase ibu
bersalin di fasilitas kesehatan tidak mencapai target namu meningkat dari tahun
sebelumnya.

Grafik 1. Target, Cakupan, dan Capaian Kinerja Renstra Indikator Persalinan


di Fasyankes Tahun 2017 dan 2018

83 83 82
78
65 68

Target Cakupan Capaian

2018 2019

Sementara, kecenderungan cakupan indikator Persalinan di Fasilitas Pelayanan Kesehatan


dalam dekade 2015-2019 dapat dilihat dalam grafik 2 berikut.

Grafik 2. Target dan Cakupan Kinerja Persalinan di Fasilitas Kesehatan menurut


Renstra 2015-2019 dengan Target Jangka Menengah
80 83 83 83
75

65 68
54 57
52

2015 2016 2017 2018 2019


Cakupan Target
18
Sumber: Data Evaluasi Kesehatan Keluarga Tahun 2019
Meskipun capaian kinerja mencapai lebih dari target yang telah di tentukan namun cakupan
belum mencapai target Renstra yang ditetapkan Kementerian Kesehatan, terdapat
beberapa kabupaten kota yang mencapai target dan yang belum mencapai target sehingga
cakupan tersebut mempengaruhi capaian kinerja di provinsi, seperti terlihat dalam grafik
berikut.
Grafik 3. Cakupan Kabupaten/Kota Melaporkan Indikator Pelayanan
Persalinan di Fasyankes Tahun 2019 Berdasarkan Provinsi

120

99 TARGET
100 83 %
85
80
80
70
65 63 63 61 59
60
43
40
27
20

0
E I T R SI EL
AT TA EP LU BA EN
G
IN LS TIM UL
A BU
N O TIK A L LT V A L .S LIA
TE
R OR H HA HA PR
O H HA KE
P TA
M

Sumber: Data Evaluasi Program Kesehatan Keluarga Tahun 2019

Berdasarkan grafik di atas dapat dilihat bahwa dari sepuluh kabupaten kota yang
mencapai target hanya dua yaitu kota Ternate dengan capaian PF sebesar 99 % dan
Kabupaten Pulau Morotai sebesar 85%,Di sisi lain, masih terdapat kesenjangan capaian
antar Kabupaten di Provinsi Maluku Utara. Grafik di atas menggambarkan disparitas
cakupan PF di 10 Kabupaten Kota di Provinsi Maluku Utara. Bila dibandingkan dengan
target Provinsi sebesar 83%, maka ada Tujuh Kabupaten Kota yang tidak mencapai target
tersebut dan Kabupaten Pulau Taliabu dengan capaiannya sebesar 27%. Hal ini
disebabkan karena Kabpaten Pulau Taliabu merupakan Kabupaten baru yang masih sangat
minim baik dari segi Akses yang jauh,SDM maupun fasilitas sarana penunjang.
2. Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB)
Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan indikator yang
dapat menggambarkan kesejahteraan disuatu wilayah. Di provinsi Maluku Utara AKI
dapat di turunkan dalam lima tahun terakhir tahun 2015-2019. Hal ini terlihat pada grafik
berikut ;

19
JML KEMATIAN
AKI AKB
96 ORG JML KEMATIAN
441 73 ORG

JML KEMATIAN
390
63 ORG
JML KEMA-
297 TIAN JML KEMA-
49 ORG TIAN
47 ORG
206
202

JML KEMA- JML KEMA- JML KEMA- JML KEMA- JML KEMA-
TIAN BAYI TIAN BAYI TIAN BAYI TIAN BAYI TIAN BAYI
351 294 307 292 276

17 13 16 13 12

2015 2016 2017 2018 2019

Sumber Data Rutin Program Kesga Tahun 2019

Analisa masalah
Terdapat beberapa hal yang dapat menjadi faktor penghambat pencapaian kinerja
indikator pelayanan persalinan di fasilitas pelayanan kesehatan, antara lain:
1. Kesenjangan antar Kabupaten/Kota dalam pelaporan cakupan, yang salah satunya
disebabkan oleh kondisi geografis yang menjadi hambatan bagi Puskesmas dalam
malaporkan cakupannya ke Kabupaten/Kota
2. Kurangnya pemahaman pengelola data terkait Definisi Operasional indikator
3. Keterlambatan pengiriman laporan (PKMàDINKES KABàDINKES PROV)
4. Kurangnya kepatuhan tenaga kesehatan dalam melaporkan cakupan pelayanan tepat
pada waktunya.

Sementara, capaian beberapa hal yang dapat menghambat pencapaian program


persalinan di fasilitas pelayanan kesehatan, antara lain seperti hal berikut:
1. Kurangnya skill tenaga bidan dalam pelaksanaan pelayanan yang berkualitas.
2. Perbedaan kondisi geografis, terutama di desa-desa terpencil, perbatasan, dan
kepulauan yang menyebabkan sulitnya akses ke fasilitas pelayanan kesehatan.
3. Masih adanya populasi ibu hamil yang belum memiliki jaminan kesehatan
4. Budaya di kelompok masyarakat tertentu, yang menyebabkan ibu hamil lebih
memilih untuk bersalin di rumah atau dipolindes.
5. Tingkat pendidikan ibu yang masih rendah dan masih rendahnya peran
perempuan dalam pengambilan keputusan.
6. Belum semua tenaga bidan tanggap dalam pengambilan keputusan
penanganan kegawatdaruratan maternal neonatal
7. Rata-rata Bidan yang ditempatkan di desa adalah bidan PTT, dan dalam
pelayanannya tidak ada pendampingan Bidan senior di wilayah tsb
8. Masih kuatnya pengaruh budaya di tingkat masyarakat yang tidak sesuai
dengan paradigm kesehatan.
9. Belum tersedia analisis kualitatif dari pelayanan persalinan dengan outcome
kematian ibu
10. Belum samanya persepsi tentang Definisi Operasional Persalinan di Fasyankes
tentang poskesdes dan polindes

20
Analisa Keberhasilan
Keberhasilan pencapaian indikator pelayanan persalinan di fasilitas pelayanan
kesehatan tidak terlepas dari penguatan manajemen data dan program kesehatan
keluarga, yang antara lain:
1. Penguatan manajemen data kesehatankeluarga
Untuk meningkatkan manajemen data kesehatan keluarga, dilaksanakan
sosialisasi dan peningkatan kapasitas pengelola program kesehatan keluarga. Kegiatan
ini dilakukan secara terintegrasi dengan berbagai program.
2. Bimbingan teknis dan Monitoring Evaluasi program kesehatan keluarga
Melalui Bimbingan teknis dan Monitoring Evaluasi program kesehatan
keluarga, dapat diketahui permasalahan yang terjadi di tingkat Kabupaten, maupun
puskesmas dalam pelaksanaan program kesehatan keluarga, termasuk dalam hal
pencatatan dan pelaporan, sehingga dapat secara langsung didiskusikan solusi untuk
memecahkan masalah tersebut.
Sementara itu, untuk meningkatkan cakupan program PF dilakukan kegiatan
yang akan meningkatkan akses dan kualitas pelayanan kesehatan ibu dan reproduksi.
Kegiatan yang dilakukan dalam mendukung persalinan di fasilitas pelayanan kesehatan
antara lain sebagai berikut:
1. Puskesmas melaksanakan kelas ibuhamil.
Kelas Ibu Hamil ini merupakan sarana untuk belajar bersama tentang
kesehatan bagi ibu hamil, dalam bentuk tatap muka dalam kelompok yang bertujuan
untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan ibu-ibu mengenai kehamilan,
persalinan, nifas, KB pasca persalinan, pencegahan komplikasi, perawatan bayi baru
lahir dan aktivitas fisik/ senam ibu hamil.
Kelas Ibu Hamil adalah kelompok belajar ibu-ibu hamil dengan jumlah peserta
maksimal
10 orang. Di kelas ini ibu-ibu hamil akan belajar bersama, berdiskusi dan tukar
pengalaman tentang kesehatan Ibu dan anak (KIA) secara menyeluruh dan
sistematis serta dapat dilaksanakan secara terjadwal dan berkesinambungan. Kelas
ibu hamil difasilitasi oleh bidan/tenaga kesehatan dengan menggunakan paket Kelas
Ibu Hamil yaitu Buku KIA, Flip chart (lembar balik), Pedoman Pelaksanaan Kelas Ibu
Hamil, dan Pegangan Fasilitator Kelas Ibu Hamil.
2. Puskesmas yang melakukan orientasi Program
Perencanaan Persalinandan Pencegahan Komplikasi (P4K)
Orientasi P4K menitikberatkan pada kegiatan monitoring terhadap ibu hamil dan
bersalin. Pemantauan dan pengawasan yang menjadi salah satu upaya deteksi dini,
menghindari risiko kesehatan pada ibu hamil dan bersalin yang dilakukan diseluruh
Indonesia dalam ruang lingkup kerja Puskesmas setempat serta menyediakan akses
dan pelayanan di fasilitas kesehatan tingkat pertama yang sekaligus merupakan
kegiatan yang membangun potensi masyarakat khususnya kepedulian masyarakat
untuk persiapan dan tindakan dalam menyelamatkan ibu dan bayi baru lahir.
Dalam pelaksanaan P4K, bidan diharapkan berperan sebagai fasilitator dan dapat
membangun komunikasi persuasif dan setara diwilayah kerjanya agar dapat terwujud
kerjasama dengan ibu, keluarga dan masyarakat sehingga pada akhirnya dapat
meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap upaya peningkatan kesehatan ibu
dan
bayibarulahirdenganmenyadarkanmasyarakatbahwapersalinandifasilitaspelayanan
kesehatan akan menyelamatkan ibu dan bayi barulahir.
3. Ibu hamil yang mendapatkan pelayanan antenatal minimal 4 kali(K4).
Indikator ini memperlihatkan akses pelayanan kesehatan terhadap ibu hamil dan
tingkat kepatuhan ibu hamil dalam memeriksakan kehamilannya ketenaga kesehatan
minimal 4 kali, sesuai dengan ketetapan waktu kunjungan. Disamping itu, indikator ini
21
menggambarkan tingkat perlindungan ibu hamil di suatu wilayah, Melalui kegiatan ini
diharapkan ibu hamil dapat dideteksi secara dini adanya masalah atau gangguan
atau kelainan dalam kehamilannya dan dilakukan penanganan secara cepat
dantepat.
Pada saat ibu hamil melakukan pemeriksaan kehamilan, tenaga kesehatan
memberikan pelayanan antenatal secara lengkap (10 T) yang terdiri dari: timbang
badan dan ukur tinggi badan, ukur tekanan darah, nilai status gizi (ukur LiLA), ukur
tinggi fundus uteri, tentukan presentasi janin dan denyut jantung janin, skrining status
imunisasi TT dan bila perlu pemberian imunisasi TT, pemberian tablet besi (90 tablet
selama kehamilan), test lab sederhana (Golongan Darah, Hb, Glukoprotein Urin) dan
skrining terhadap Hepatitis B, Sifilis, HIV, Malaria, TBC, tata laksana kasus, dan temu
wicara/ konseling termasuk P4K serta KB PP.
Melalui konseling yang aktif dan efektif, diharapkan ibu hamil dapat melakukan
perencanaan kehamilan dan persalinannya dengan baik serta memantapkan
keputusan ibu hamil dan keluarganya untuk melahirkan ditolong tenaga kesehatan di
fasilitas kesehatan.
4. Dukungan regulasi pelayanan KIA dan persalinan di Fasyankes oleh PemerintahDaerah.
5. Dukungan lintas program, lintas sektor, dan organisasi profesi dalam pelayanan KIA
yang komprehensif.
6. Peningkatan akses persalinan di fasyankes baik melalui JKN, BOK maupun melalui
Jampersal (Rumah Tunggu Kelahiran (RTK), tranportasi rujukan dan pembiayaan
persalinan).
7. Dukungan dalam pemenuhan Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidangKesehatan.
8. Intervensi kesehatan yang komprehensif yang dilaksanakan mulai dari masa remaja
dan calon pengantin, dan terintegra si dalam kerangka upaya penurunan stunting.

Alternatif solusi
Beberapa alternatif solusi untuk meningkatkan cakupan kabupaten/kota yang
melaporkan pelayanan persalinan di fasilitas pelayanan kesehatan, antaralain:
1. Meningkatkan kapasitas tenaga kesehatan dalam manajemen data kesehatan keluarga,
termasuk dalam pelaporan berjenjang.
2. Meningkatkan kesadaran Puskesmas dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
pentingnya data untuk analisis program kesehatan keluarga.

Beberapa upaya dilakukan untuk mengatasi hambatan dalam pencapaian cakupan


persalinan di fasilitas kesehatan yang diantaranya adalah:
1. Untuk daerah-daerah dengan kondisi geografis sulit yang menyebabkan akses ke fasilitas
pelayanan kesehatan menjadi kendala, diterapkan program Kemitraan Bidan dan Dukun serta
Rumah Tunggu Kelahiran. Para Dukun diupayakan bermitra dengan Bidan, sehingga tidak ada
lagi persalinan oleh dukun. Apabila dukun mendapat kasus ibu hamil yang akan bersalin, maka
wajib dirujuk kebidan. Selain itu, untuk mempermudah akses terhadap fasilitas kesehatan,
pemerintah mendorong penyediaan Rumah Tunggu Kelahiran yang dapat dimanfaatkan oleh
ibu hamil dan keluarga selama menunggu proses persalinan berlangsung sebelum ke fasilitas
kesehatan.
2. Untuk meningkatkan akses ibu bersalin ke fasilitas pelayanan kesehatan, dengan pemanfaatan
dana Jampersal dikabupaten/ kota. Pada tahun 2017 telah di gelontorkan dana dari pusat melalui
mekanisme DAK non fisik yaitu Jaminan Persalinan (Jampersal) dengan ruang lingkup kegiatan
tranportasi rujukan dan sewa serta operasional Rumah Tunggu Kelahiran (RTK). Pada tahun
2018, Jampersal masih tetap diberikan dengan penambahan ruang lingkup pembiayaan
persalinan di fasilitas kesehatan bagi ibu bersalin miskin yang tidak mempunyai jaminan
persalinan (JKN/KIS,dll).

22
3. Meningkatkan pengetahuan, peran, dan dukungan keluarga dan masyarakat melalui kegiatan
kelas ibu hamil dan Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi(P4K).
4. Distribusi buku KIA dan pemanfaatannya, sebagai sarana pencatatan pelayanan kesehatan dan
media kie kesehatan ibu dan anak untuk ibu dan keluarga sampai ke masyarakat.
5. Audit Maternal dan Perinatal dan Surveilans KematianIbu
6. Meningkatkan dukungan Pemda dalam pencapaian SPM BidangKesehatan
7. Pengembangan model Sekolah Sehat dalam UKS
8. Penguatan Promosi dan advokasi persalinan di fasyankes di setiap level pemerintahan daerah
9. Integrasi dan sinkronisasi dalam upaya pencegahan stunting dan penguatan akreditasi
fasyankes.

3. Indikator kesehatan Lingkungan

Sumber daya manusia dalam penyelenggaraan program merupakan


salah satu pilar utama yang menentukan dalam keberhasilan progam. Dalam hal
ini tenaga sanitarian Puskesmas harus benar-benar mendapat perhatian serius
baik dari segti kualitas maupun kuantitasnya dalam memahami kebijakan program
Penyehatan Lingkungan. Pemahaman yang mendalam tentang isu-isu lingkungan,
tujuan program, sasaran yang dicapai, kebijakan dan strategi, serta indikator
keberhasilan program.
Upaya kesehatan lingkungan adalah pengendalian faktor-faktor risiko
lingkungan fisik, biologis, sosial yang dapat menimbulkan hal-hal yang merugikan
kesehatan dan daya tahan hidup manusia. Ruang lingkup yang luas terkait dengan
media lingkungan air, udara, makanan, tanah dan limbah yang berada di tempat
permukiman, tempat umum, tempat kerja, dan kawasan. Kondisi yang dinamis dan
melibatkan pemangku kepentingan yang luas memerlukan koordinasi dan kerja
sama semua pihak .
Permasalahan utama yang dihadapi dalam kinerja penyehatan lingkungan pada
umumnya adalah masih rendahnya jangkauan program karena keterbatasan berbagai
sumber daya yang tersedia, sehingga tingkat proteksi terhadap risiko penyakit berbasis
lingkungan juga masih rendah. Dipedesaan masalah utama yang dihadapi oleh
masyarakat perdesaan adalah rendahnya akses terhadap kualitas lingkungan
permukiman seperti perumahan sehat, pelayanan air minum, pemanfaatan sarana jamban
dan kurangnya perhatian serta kepedulian terhadap kebersihan lingkungan, sedangkan
diperkotaan, sistem pelayanan kesehatan lingkungan seperti pelayanan air bersih,
pelayanan pembuangan sampah dan limbah baik domestik maupun industri lebih
berkembang di banding dengan perdesaan. Meskipun pelayanannya lebih baik namun
demikian penduduk perkotaan lebih beresiko dari berbagai penyakit berbasis lingkungan
akibat buruknya kualitas lingkungan hidup seperti pencemaran ucara, kebisingan, radiasi,
kepenuhsesakan (over crowded) dan tingginya kejadian kecelakaan, baik akibat masalah
lalu lintas maupun akibat kecelakaan akibat kerja.
Disamping ancaman terhadap penyakit berbasis lingkungan akibat rendahnya
kualitas lingkungan hidup dan perilaku masyarakat, resiko lain yang dihadapi adalah
kejadian bencana, baik bencana alam maupun bencana akibat ulah manusia
Upaya Penyehatan Lingkungan yang bersifat promotif, preventif secara
epidemiologi mampu memberikan kontribusi yang bermakna terhadap kesehatan yaitu
memberikan proteksi dan pencegahan terhadap risiko kejadian penyakit yang berbasis
lingkungan, apabila jangkauan programnya (aksebilitas) memadai.

23
Untuk meningkatkan daya tangkal dan daya juang pembangunan kesehatan yang
merupakan modal utama pembangunan nasional, tinjauan kembali terhadap kebijakan
pembangunan kesehatan telah merupakan keharusan.

A. SARANAN AIR MINUM

Sumber Data Kesling Tahun 2019

Dari Grafik diatas terlihat bahwa Halmahera Selatan dan Kepulauan Sula sudah 100%
melakukan pengawasan terhadap sarana air minum yang ada diwilayahnya, sementara capain
terendah ada di Taliabu dan Halmahera Timur yaitu 49 %. Secara keselruhan dalam prpvinsi Maluku
Utara capaiannya 73 %.
Dari Garafik diatas juga terlihat bahwa capaian hasil rekapitulasi e-monev pengawasan kualitas
air minum semua Kab/Kota sudah dapat menginput data sarana air minum kedalam e-monev PKAM.
Dalam penginputan data ke e-monev PKAM sangat terasa sekali hampir semua Kab/Kota mengalami
kendala dengan masalah jaringan internet, terutama bagi petugas kesehatan lingkungan puskesmas
yang berada di kecamatan-kecamatan. Masalah lain juga dalam penginputan data belum semua
petugas kesehatan lingkungan puskesmas tahu cara penginputan data baik dengan menggunakan
laptop maupun HP Android, sehingga ada beberapa kab/kota yang datanya masih stagnan (hamper
tidak pernah berubah).

B. PROGRAM SANITASI DASAR

24
Berdasarkan data diatas tergambar jumlah desa/ kelurahan yang melaksanakan STBM tertinggi
di Kota Ternate yaitu 77,92 % menyusul Kota Tidore Kepulauan 77,53 % dan yang terendah adalah
Kabupaten Pulau Morotai 19,32 %. Adapun target indikator adalah 450 Desa/Kelurahan

C. PROGRAM TEMPAT PENGELOLAAN PANGAN

Pelaksanaan kegiatan Higiene Sanitasi Pangan merupakan salah satu aspek dalam
menjaga keamanan pangan yang harus dilaksanakan secara terstruktur dan terukur dengan
kegiatan, sasaran dan ukuran kinerja yang jelas, salah satunya dengan mewujudkan Tempat
Pengelolaan Pangan (TPP) yang memenuhi syarat kesehatan. TPP yang memenuhi syarat
kesehatan adalah TPP yang memenuhi persyaratan hygiene sanitasi yang dibuktikan dengan
sertifikat laik hygiene sanitasi. TPP adalah Tempat Pengelolaan Pangan (TPP) siap saji yang
terdiri dari Rumah Makan/Restoran, Jasa Boga, Depot Air Minum, Sentra
Makanan Jajanan, dan Kantin Sekolah.
25
Pada garafik diatas tergambar capaian TPP yang memenuhi syarat berdasarkan data
aplikasi e-monev HSP yaitu sebesar 44,66 % artinya sudah melampaui target Nasional,
namun masih dibawah target provinsi. Berdasarkan capaian Kabupaten Kota, capain tertinggi
ada pada Kota Tidore Kepulauan disusul oleh Kab. Halmahera Timur, dan salah satu
Kabupaten yaitu Taliabu tidak menginput sama sekali dalam e-monev selama tahun 2019.
Adapun target nasional TPM Memenuhi syarat tahun 2019 sebesar 32 % dan target
provinsi sebesar 90 %.

D. PROGRAM LIMBAH MEDIS

Dari data diatas tergambar bahwa semua Rumah Sakit yang ada di Provinsi Maluku
Utara hanya sekitar 43 % yang mengelola limbah Medis sesuai standar, sedangkan target
Nasional hanya 36 % sudah dilampaui, namun belum mencapai target Provinsi yaitu 80 %
Data Rumah sakit yang memiliki alat IPAL sesuai standar adalah: RSUD Soasio, RSUD
Jailolo, RSUD Weda, RSUD Maba, RSUD Sanana, RSUD Tobelo, RSUD Morotais dan RSU
26
Chasan Bosoeiri yang, sedangkan RS TNI, RS. Bayangkara, RS Dharma Ibu, RS Islam
Muhamadiyah, RS Medika Falm, RS Prima Ternate, RS Umum sofifi dan RS Bobong di
Taliabu belum memiliki alat Ipal, untuk penanganan limbah cair mereka menggunakan septic
tank.
Sedangkan pengelolaan Limbah Medis Padat semua Rumah sakit yang ada di Wilayah
Kota Ternate melakukan MOU dengan Dinas Kesehatan Kota Ternate, termasuk RSUD
Soasio, RSUD Jailolo, RSUD Weda untuk di Musnahkan dengan Incinerator pada TPA
Takome.

E. PROGRAM TEMPAT-TEMPAT UMU (TTU)

TTU yang memenuhi syarat kesehatan adalah tempat dan fasilitas umum minimal
sarana pendidikan dan pasar tradisional yang memenuhi syarat kesehatan berdasarkan hasil
Inspeksi Kesehatan Lingkungan sesuai standar di wilayah kab/kota dalam kurun waktu 1
tahun. TTU dinyatakan sehat apabila memenuhi persyaratan fisiologis, psikologis, dan dapat
mencegah penularan penyakit antar pengguna, penghuni, dan masyarakat sekitarnya serta
memenuhi persyaratan dalam pencegahan terjadinya masalah kesehatan.

Persentase Tempat-Tempat Umum (TTU) yang Memenuhi Syarat Kesehatan

Pada Grafik diatas terlihat bahwa pada tahun 2019 target Nasional indikator Persentase
TTU yang Memenuhi Syarat Kesehatan sebesar 58 % dan target Provinsi sebesar 95%
sedangkan realisasi indikator Provinsi sebesar 67 %. Itu berarti pada tahun 2019 realisasi
indikator sudah mencapai target indikator nasional yang ditetapkan, namun belum mencapai
target Provinsi.
Data diatas menunjukkan bahwa Kabupaten kota yang cakupan TTU memenuhi syarat
paling rendah adalah Kabupaten Halmahera Tengan hanya 49 % dan yang paling tinggi pada
Kabupaten Pulau Taliabu sebesar 92% disusul Kota Ternate 91 %.

F. PROGRAM KAWASAN SEHAT /KABUPATEN KOTA SEHAT (KKS)

Lokus tatanan sehat meliputi Kabupaten/Kota Sehat, Pasar Sehat, Pelabuhan/Bandara


Sehat, Sekolah Sehat, Kantor Sehat. Kegiatannya tentu meliputi pembinaan pada lokus-lokus
yang tadi disebutkan, kesiapsiagaan dan penanggulangan Bencana, serta kegiatan even-even

27
khusus atau kesling tertentu yang sebagian besar dari keseluruhan kegiatan tersebut
berorientasi pada pemberdayaan masyarakat. Penyelenggaraan Kabupaten/Kota Sehat
sendiri merupakan kegiatan pemerintah daerah yang ditujukan untuk meningkatkan kondisi
lingkungan di wilayahnya kearah yang lebih baik sehingga masyarakatnya dapat hidup dengan
aman, nyaman, bersih dan sehat. Penyelenggaraan Kab/Kota Sehat adalah juga merupakan
pelaksanaan berbagai kegiatan dalam mewujudkan kab/kota sehat berbasis masyarakat yang
berkesinambungan, melalui forum yang difasilitasi oleh pemerintah kab/kota. Kab/kota yang
menyelenggarakan kawasan sehat adalah kab/kota yang menyelenggarakan pendekatan
Kab/Kota Sehat dengan membentuk Tim Pembina dan Forum Kab/Kota Sehat yang
menerapkan minimal 2 Tatanan dari 9 Tatanan Kawasan Sehat yaitu : (1). Kawasan
Permukiman, Sarana, dan Prasarana Umum (2). Kawasan Sarana Lalu Lintas Tertib dan
Pelayanan Transportasi (3). Kawasan Pertambangan Sehat (4). Kawasan Hutan Sehat (5).
Kawasan Industri dan Perkantoran Sehat (6). Kawasan Pariwisata Sehat (7). Ketahanan
Pangan dan Gizi (8). Kehidupan Masyarakat yang Mandiri (9). Kehidupan Sosial yang Sehat.

Target dan Realisasi Indikator Jumlah Kab/Kota yang Menyelenggarakan Tatanan


Kawasan Sehat Tahun 2019
Target Kawasan Sehat sebesar 7 kab/ kota; Sedangkan realisasi indikator tersebut
sebesar 3 kab/ kota yaitu Kota Ternate, Kota Tidore dan Kab. Halmahera Selatan Itu berarti
realisasi indikator tersebut belum mencapai target indikator dengan capaian kinerja sebesar 90
%.
Proporsi Realisasi Per Propinsi
Indikator Jumlah Kab/Kota yang Menyelenggarakan Tatanan Kawasan Sehat
Tahun 2019

Dari ke tiga Kab/kota tersebut yang telah menerima penghargaan Swastisaba kategori
Padapa adalah Kota Tidore Kepulauan pada tahun 2017 dan Kota Ternate pada tahun 2019,
sedangkan Kabupaten Halmahera Selatan baru sampai pada tahapan pembentukan Tim
Pembina.

28
G. PROGRAM PASAR SEHAT

Jumlah Pasar yang Diawasi Dan Memenuhi Syarat Kesehatan

Pada tahun 2019, target indikator Jumlah Pasar yang Diawasi yang
Memenuhi Syarat Kesehatan sebesar 40 pasar. Sedangkan realisasi indikator
tersebut sebesar 14 pasar. Itu berarti realisasi indikator tersebut belum mencapai target
indikator dengan capaian kinerja sebesar 35 %.

Analisis penyebab/ program/ kegiatan yang menunjang keberhasilan meliputi :

1. Peningkatan kapasitas petugas Kesehatan Lingkungan untuk pelaksanaan kegiatan


kesling melalui kegiatan Orientasi, Pertemuan atau Pelatihan
2. Pemberian dukungan sarana dan prasarana bagi Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota,
Puskesmas dan Pokja.
3. Pengembangan jejaring/koordinasi lintas program/lintas sektor dalam bentuk
pertemuan antar stakeholder terkait untuk menyamakan persepsi dalam mewujudkan
dan mendukung pelaksanaan kegiatan Kesehatan Lingkungan
4. Pengeluaran Surat Edaran berkaitan dengan Kebijakan dari tingkat Pusat ke
Kabupaten/kota dan Puskesmas
.
Analisis penyebab/ program/ kegiatan yang dapat menyebabkan kegagalan
29
meliputi;

1. Kuantitas dan kualitas petugas kesehatan lingkungan di Puskesmas dalam


melaksanakan pembinaan dan pengawasan terkait program serta seringnya terjadi
mutasi petugas di daerah.
2. Masih kurangnya dukungan sarana dan prasarana untuk pelaksanaan pembinaan dan
pengawasan terkait Program Kesling.
3. Pelaksanaan kegiatan Program Kesling melibatkan multi sektor sehingga perlu
memperkuat jejaring kemitraan, dan kapasitas SDM.
4. Proses peningkatan perubahan perilaku tidak dapat dilakukan secara cepat,
cenderung membutuhkan waktu yang relatif lama dan kecukupan pendampingan
petugas kepada masyarakat untuk menerapkan perilaku yang lebih sehat dalam
kehidupan sehari-hari secara berkesinambungan.
5. Masyarakat belum banyak memahami pentingnya pentingnya Kesehatan Lingkungan
secara utuh.

Alternatif solusi yang dilakukan meliputi :


1. Memenuhi kebutuhan tenaga teknis di Puskesmas minimal 2 orang tiap puskesmas
dengan tenaga Kontrak daerah atau dengan kontrak melalui anggaran yang tersedia
pada anggaran BOK.
2. Memaksimalkan pembinaan penyelenggaraan program dan terfokus pada daerah
sasaran yang aktif kepada seluruh pengelola kesehatan lingkungan di daerah dalam
percepatan pencapaian target indikator.
3. Memaksimalkan komunikasi aktif baik melalui media elektronik maupun surat menyurat
kepada seluruh pimpinan daerah dalam rangka implementasi serta monitoring
evaluasi data dan pelaporan tepat waktu.
4. Memaksimalkan advokasi kepada pejabat daerah agar diperoleh dukungan dalam hal
pendanaan.
5. Pelaksanaan orientasi kepada seluruh pengelola kesehatan lingkungan (sanitarian)
tingkat Puskesmas dan Kab/Kota serta pokja/kader untuk penyelenggaraan program
yang terstandar.
6. Melanjutkan pendampingan dana dekon dan DAK yang optimal untuk percepatan
capaian program secara menyeluruh.

7. Melanjutkan pelaksanaan berbagai penilaian untuk menyemangati petugas


pelaksanaan program pasar sehat berupa pemberian penghargaan bagi petugas
yang berprestasi.

4. Indikator Program Upaya kesehatan Kerja dan olahraga

Upaya Kesehatan Olahraga adalah salah satu upaya kesehatan yang lebih
mengutamakan pendekatan promotif dan preventif tanpa mengabaikan pendekatan kuratif dan
rehabilitatif untuk meningkatkan derajat kesehatan dan kebugaran jasmani melalui kegiatan
aktivitas fisik/latihan fisik olahraga
Kesehatan olahraga yang bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan dan
kebugaran jasmani masyarakat. Laporan WHO pada tahun 2002 menunjukkan kasus
kesakitan dan kematian akibat PTM terus meningkat. PTM sangat erat kaitannya dengan gaya
hidup (life style) seperti pola makan tidak seimbang, kurang melakukan aktivitas fisik/latihan
fisik/olahraga dan kebiasaan merokok.
Menurut studi WHO menyatakan bahwa gaya hidup duduk terus-menerus dalam
bekerja merupakan 1 dari 10 penyebab kematian dan kecacatan di dunia, setiap tahun lebih
30
dari 2 juta kematian disebabkan karena kurang melakukan aktivitas fisik. Beberapa negara,
termasuk Indonesia sekitar 60-85% orang dewasa kurang melakukan aktivitas fisik untuk
memelihara kebugaran jasmani mereka.
Program Kesehatan Kerja dan Olahraga yang dapat dibagi dalam 7 sub program yaitu :
1. Pembinaan Kesehatan pekerja
2. Pembinaan Pelayanan Kesehatan Pekerja
3. Pengendalian Faktor Resiko Kesehatan Lingkungan dan Lingkungan Kerja
4. Keselamatan dan kesehatan Kerja
5. Pembinaan SDM dan Profesi Kesehatan Kerja
6. Pembinaan Kesehatan Olahraga Masyarakat
7. Pembinaan Kesehatan Olahraga Prestasi
Program kesehatan kerja dan olahraga bertujuan membangun masyarakat yang sehat bugar
produktif dan memiliki 7 indikator yaitu
1. Puskesmas yang melaksanakan Kesehatan kerja Dasar
2. Puskesmas yang membina kelompok olahraga diwilayah kerjanya
3. Puskesmas Melaksanakan Kesehatan Olah Raga pada anak sekolah
4. Po UKK di wilayah TPI/PPI
5. Calon
6. Sarkes CTKI yang memenuhi standar
Program kesjaor merupakan implementasi program- program kesehatan pada sasaran tertentu
antara lain pekerja formal, pekerja informal, anak sekolah
Lansia, TKI dll
INDIKATOR RENSTRA KESEHATAN KERJA DAN OLAHRAGA

Sesuai indikator Renstra kesehatan kerja dan olahraga, definisi operasional dan target
capaian hasil seluruh kegiatan kesehatan kerja dan olahraga pada tahun 2019 diperoleh hasil
sebagai berikut :

31
1. Presentase Puskesmas yang menyelenggarkan kesehatan kerja dasar

Pada Grafik diatas tergambar bahwa pada tahun 2019 target Nasional sebesar 90% dan
Target Provinsi sebesar 85 % semuanya belum tercapai dengan capaian Provinsi hyanya 79
%. Adapun Kabupten Kota yang capaian tinggi adalah Kota Tidore Kepulauan yaitu 100% dan
yang paling rendah adalah Kabupaten Halmahera Selatan

2. Jumlah Pos UKK yang terbentuk di Wilayah Puskesmas

Pada Grafik diatas dapat disimpulkan bahwa masih ada Puskesmas yg belum
mmebentuk Pos UKK di wilayahnya sampai akhir tahun 2019. Adapun Kabupaten yang paling
banyak membentuk Pos UKK di Wilayah Puskesmas adalahKabupaten Halmahera Timur
sebanyak 12 Pos UKK di susul Kota Tidore Kepulauan sebnyak 10 Pos, sedangkan yang
paling sidikit membentuk adalah Kabupaten Halmahera Tengah hanya 1 Pos UKK.
Untuk Pembentukan Pos UKK di Wilayah TPI/PPI dari 10 Kabupaten masing-masing
Kab/Kota memiliki 1 PPI/TPi namun sampai dengan akhir tahun 2019 Jumlah Pos UKK yang
terbentuk didaerah PPI/TPI adalah 1 Pos UKK binaan Puskesmas Kalumata/Kota Ternate
yang terbentuk sejak tahun 2016 dengan nama Pos UKK “Cakalang” keanggotaannya terdiri
dari penjual ikan , buruh pikul es, dan nelayan, jumlah anggota 100 orang ,kegiatan yang
dilakukan berupa pemeriksaan kesehatan sebulan sekali dan Penyuluhan kesehatan oleh
Tenaga kesehatan dan pengelola Kesjaor Puskesmas Kalumata.

32
3. Persentase Puskesmas yang melaksanakan kegiatan kesehatan olahraga
pada kelompok masyarakat di wilayah kerjanya

Grafik diatas menunjukkan Puskesmas yang melaksanakan kesehatan olah raga pada
kelompok masyarakat di wilayah kerjanya sebanyak 100 % adalah di wilayah Kota Ternate,
Halbar, dan Morotai, yang terendah di Kabupaten Halmahera Selatan dengan capaian 50 %,
namun dalam lingkup Provinsi secara keseluruhan sudah mencapai 76 % atau sudah
melampaui target Nasional maupun target Provinsi yang menargetkan hanya 60 %.

4. Persentase Calon Jamaah Haji yang diperiksa Kebugarannya Tahaun


2019

33
Pada Grafik diatas Secara Keseluruhan Calon Jamaah Haji yang mengikuti tes kebugan
baru mencapai 59 % dari 1310 total calon Jamaah
5. PKM yang melaksanakan Kes.Olahraga bagi anak SD

Grafik diatas menunjukkan bahwa Puskesmas yg terbanyak melakukan kesehatan olah


raga pada anak sekolah ada di Kabupaten Morotai, artinya semua puskesmas di Kab Morotai
sudah melaksanakannya, sedangkan di Kab/kota lain masih ada Puskesmas yang belum
melaksanakan. Secara keseluruhan dalam wilayah Provinsi baru mencapai 71 % atau belum
mencapai target yaitu 75 % baik target nasional maupun target provinsi.

A. Analisis penyebab program/kegiatan yang menunjang keberhasilan meliputi:

1. Peningkatan Kapasitas petugas kesehatan kerja dan Olahraga melalui pertemuan


tingkat Provinsi dan Pelaksanaan Bimtek yang dilakukan pengelola kesjaor
Provinsi Ke Kabupaten Kota.

34
2. Terdapat sekitar 50 % dari 10 Kabupaten Kota mendapatkan dukungan dana dari
BOK terkait kegiatan Kesjaor
3. Terdapat beberapa desa di Kabupaten/Kota mendapatkan dukungan dana dari
dana DD maupun dana desa terkait pelaksanaan kegiatan sosialisasi Pos UKK.

B. Analisis penyebab program/kegiatan yang dapat menyebabkan kegagalan


meliputi :

1. Sarana dan prasarana yang belum tersedia/belum lengkap, seperti APD yang
diperlukan untuk Pos UKK yang sudah terbentuk sebagian sudah mendapatkan
bantuan dari Kementerian kesehatan , namun belum semua pekerjanya yang
mendapatkan.
2. Kuantitas dan kualitas petugas Kesjaor di tingkat Puskesmas yang masih kurang
( karena pelaksanaan kegiatan peningkatan kapasitas di Provinsi tidak semua
Puskesmas yang di undang dari 10 Kabupaten/Kota).
3. Masih banyak perilaku masyarakat pekerja yang kurang menganggap pentingnya
kesehatan kerja/bagaimana kerja yang baik/menghindari resiko kerja, dll ( selama
ini sakit yang diderita akibat kerja hanya dianggap sebagai sakit biasa).

C. Alternatif solusi yang dilakukan meliputi :

1. Memaksimalkan advokasi kepada pejabat daerah agar diperoleh dukungan


pelaksanaan kegiatan kesjaor. Melalui pendanaan.
2. Memaksimalkan Pembinaan ke kabupaten kota dengan mengkoordinasikan agar
pelaksanaan kunjungan pengelola kesjaor Provinsi ke kabupaten /kota dapat di
hadiri oleh semua Puskesmas di wilayah kerjanya masing-masing sehingga semua
pengelola Puskesmas terpapar program kesjaor, ( tahun 2019 sudah terlaksana di
Kabupaten Halmahera Selatan dan Kota Tidore Kepulauan ).
3. Meningkatkan sosilaisasi terkait kesehatan kerja, melakukan upaya koordinasi
dengan lintas sektor diantaranya Nakertrans,Pertanian, Perikanan, Pemberdayaan
Perempuan dan lintas Program agar pelaksanaan kegiatan kesehatan kerja lebih
maksimal.

5. Indikator promkes dan Pemberdayaan Masyarakat

a) Jumlah Kabupaten/Kota yang memiliki Kebijakan PHBS/Kebijakan


35
Berwawasan Kesehatan

Salah satu kegiatan utama promosi kesehatan dan pembedayaan


masyarakat adalah menggiatkan advokasi dan sosialisasi terkait dukungan
kebijakan sehat. Kebijakan yang mendukung Gerakan Masyarakat Hidup
Sehat/PHBS/perilaku sehat adalah kebijakan berupa Peraturan
Bupati/Walikota, Surat Keputusan Bupati/Walikota, Instruksi
Bupati/walikota, Surat Edaran/Himbauan Bupati/Walikota, maupun
Peraturan Daerah. Berikut adalah gambaran upaya kebijakan di kab/kota
yang mendukung kesehatan pada tahun 2019.

Pada tahun 2019, dari target 5 kabupaten, sebanyak 7 kabupaten/kota telah


mengeluarkan kebijakan berwawasan kesehatan, namun terdapat 3 kabupaten
yang tidak melaporkan adanya kebijakan berwawasan kesehatan yaitu Kab
Halmahera Timur, Kab Halmahera Tengah dan Kab Pulau Taliabu. U n t u k
tingkat Provinsi Maluku Utara pada tahun 2019 dikeluarkan 2
kebijakan pelaksanaan KTR dan Germas.

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel


berikut :
Tabel 10. Laporan Kebijakan Berwawsan Kesehatan Provinsi Maluku Utara Tahun 2019

KAB/KOTA/PROV BENTUK KEBIJAKAN NOMOR KEBIJAKAN URAIAN

36
1 KOTA TERNATE Keputusan Walikota Nomor Kelompok Kerja Pasar Sehat
119.4/II.2/KT/2019
Nomor Strategi Akselarasi Gerakan
Keputusan Walikota 155/II.2/KT/2019 Doti Sehat

2 KOTA TIDORE Nomor: Instuksi Walikota Tidore


KEPULAUAN 443.42/1531/01/2019 Kepulauan Pemberantasan
Instruksi Walikota
Sarang Nyamuk Demam
Berdarah Dengue
3 KAB HALMAHERA Peraturan Bupati Nomor 44 Tahun 2019 Kebijakan dan Strategi dalam
BARAT Pengelolaan Sampah Rumah
Tangga dan Sampah Sejenis
sampah rumah tangga lingkup
pemerintah kabupaten
halmahera barat.
4 KAB HALMAHERA PERDA Pencegahan dan
04 tahun 2019
UTARA Penaggulangan HIV dan AIDS
5 KAB HALMAHERA Keputusan Bupati/SK Nomor 203 Penetapan Desa Lokus
SELATAN Prioritas Penanganan Stunting
untuk Pemerataan Wilayah
Stunting yang tersebar di 19
Desa Tahun 2020
Keputusan Bupati/SK Nomor 93 Pembentukan Desa Binaan
SKPD Dalam Intervensi
Stunting Fokus Penanganan
Sesuai Binaan
Keputusan Bupati/SK Nomor 289 Peran Kepala Desa Dalam
Penanganan Stunting
8 KAB PULAU Nomor Penetapan Desa Binaaan Bagi
MOROTAI Keputusan Bupati 140/234/KPTS/PM/2019 OPD di Kab Pulau Morotai
Peraturan Bupati Nomor 19 Tahun 2019 Percepatan Penurunan
Stunting

7 KAB KEPULAUAN Peraturan Bupati Peran Desa dalam Pencegahan


SULA Nomor 27 tahun 2019
Stunting
Surat Keputusan Nomor 121. A Tahun Tim Koordinasi
Bupati 2019 Penanggulangan Stunting
8 PROVINSI Peraturan Gubernur Penetapan Kawasan Tanpa
MALUKU UTARA Nomor: 20/2019
Rokok

Dalam rangka mempercepat dan mensinergikan tindakan dari upaya promotif dan
preventif dan untuk mewujudkan Gerakan Masyarakat Hidup Sehat, maka Presiden
mengeluarkan Instruksi Presiden No. 1 tahun 2017 tentang Gerakan Masyarakat Hidup Sehat
dengan menginstruksikan para Menteri, Kepala Lembaga Pemerintah non Kementerian,
Direktur Utama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan dan Gubernur dan Bupati
Walikota untuk menetapkan kebijakan dan mengambil langkah-langkah tugas, fungsi, dan
kewenangan masing-masing untuk mewujudkan Gerakan Masyarakat Hidup Sehat.
Dalam upaya melaksanakan Instruksi Presiden Nomor 1 tahun 2017 tentang Gerakan

37
Masyarakat Hidup Sehat, maka hingga tahun 2019 sebanyak 5 kebijakan GERMAS yang
telah terlaporkan di Maluku Utara. Pada tahun 2019 dilakukan advokasi Kebijakan Germas di
kab Halmahera Utara dan Kab Halmahera Timur, akan tetapi kebijakan Germas di kedua
kabupaten tersebut masih belum dapat dihasilkan.

BENTUK
KAB/KOTA/PROV NOMOR KEBIJAKAN URAIAN
KEBIJAKAN
KOTA TERNATE Gerakan Masyarakat hidup
Instruksi Walikota Nomor : 4 tahun 2017 sehat
KAB Intruksi Bupati Nomor 1 Tahun 2017
HALMAHERA Gerakan Masyarakat hidup
BARAT sehat
KAB Intruksi Bupati Nomor 9 tahun 2018
HALMAHERA Gerakan Masyarakat hidup
SELATAN sehat
KAB KEPULAUAN Keputusan Bupati Keputusan Bupati Kepulauan
SULA Sula tentang POKJANAL Desa
Nomor 53 A tahun
Siaga Aktif dan Tim Pembina
2018
Gerakan Masyarakat Hidup
Sehat Kab. Kepulauan Sula
PROVINSI Keputusan Pembentukan Forum
MALUKU UTARA Gubernur Nomor Komunikasi GERMAS Prov
486/KPTS/MU/2019 Malut

Faktor Pendukung

Tercapainya indikator kebijakan wawasan kesehatan sebesar 70% pada tahun ini,
didukung oleh komitmen para pemegang kebijakan di daerah untuk membuat kebijakan
yang berpihak pada kesehatan masyarakat. Dengan dibuatnya kebijakan tersebut maka
diharapkan menjadi kesepakatan bersama stakeholder untuk mewujudkan kebijakan
tersebut. Keberhasilan pembangunan kesehatan sangat ditentukan adanya upaya yang
berkesinambungan dan dukungan dari berbagai pihak.
Faktor Penghambat

Kebijakan – kebijakan yang telah dibuat sebelumnya ataupun pada tahun ini masih
mengalami kendala pada penerapannya di lapangan. Belum semua kebijakan yang telah
dibuat dapat diterapkan sesuai dengan yang diharapkan. Hal ini sangat terkait dengan
sumber daya yang dimiliki oleh masing-masing daerah baik berupa dana, SDM maupun
sarana yang dimiliki. Misalnya saja pada kebijakan KTR, belum semua dapat diterapkan di
instansi maupun masyarakat. Selain itu upaya advokasi guna mendorong dikeluarkannya
kebijakan Germas masih mengalami kendala terkait koordinasi internal kabupaten. Namun
diharapkan pada awal 2020 kab Halmahera Utara dan Kab Halmahera Timur telah dapat
mengeluarkan kebijakan pelaksanaan GERMAS.
38
Upaya pencapaian/solusi

Upaya yang dilakukan dalam mengatasi permasalahan tersebut adalah melakukan advokasi
untuk mendorong dikeluarkannya kebijakan baru dan sosialisasi tentang kebijakan yang telah
dibuat baik ke lintas sektor, lintas program maupun unsur masyarakat. Sosialisasi juga
dilakukan menggunakan berbagai media yang ada baik media cetak, media elektronik
maupun media tradisional.

b) Persentase Desa yang mengalokasikan Dana Desa untuk UKBM sesuai


NSPK Kesehatan

Salah satu sasaran strategis Kementerian Kesehatan yang tertuang dalam


Rencana Strategis Kementerian Kesehatan tahun 2015-2019 adalah meningkatnya
pembiayaan kegiatan promotif dan preventif dan meningkatnya perilaku hidup bersih dan
sehat. Salah satu upaya yang dilakukan adalah mendorong pemanfaatan Dana Desa
untuk mendukung pembangunan kesehatan. Dana Desa adalah dana yang bersumber
dari APBN yang diperuntukkan bagi Desa yang ditransfer melalui APBD Kab../Kota dan
digunakan untuk mendanai penyelenggaraan pemerintah, pelakasanaan pembangunan,
pembinaan kemasyarakatan dan pemberdayaan masyarakat. Pada tahun 2018,
Kementerian Desa PDTT telah mengeluarkan Peraturan Menteri Desa PDTT Nomor 16
Tahun 2018 tentang Penetapan Prioritas Penggunaan Dana Desa tahun 2019 yang
menjadi acuan bagi Pemerintah Desa dalam menyelenggarakan kegiatan yang dibiayai
oleh Dana Desa,
Pada tahun 2019, prioritas penggunaan Dana Desa untuk membiayai pelaksanaan
program dan kegiatan di bidang Pembangunan Desa dan Pemberdayaan Masyarakat
Desa salah satunya adalah pengadaan, pembangunan, pengembangan dan
pemeliharaan sarana prasarana pelayanan sosial dasar untuk pemenuhan kebutuhan
kesehatan masyarakat sedangkan dalam bidang Pemberdayaan Masyarakat antara lain
dukungan pengelolaan kegiatan pelayanan sosial dasar di bidang kesehatan termasuk
konvergensi penanganan stunting .
Capaian Indikator Persentase desa yang mengalokasikan dana desa untuk UKBM
pada tahun 2019 terlaporkan dari 7 kabupaten mencapai 74%. Hal tersebut
mencerminkan bahwa sebagian besar desa di Maluku Utara telah memanfaatkan dana
desa untik mendukung UKBM baik dalam bentuk kegiatan fisik (pembangunan dan
pengadaan sarana) dan kegiatan non fisik (insentif kader, penguatan kapasitas kader).

39
Perbandingan Target dan Realisasi Kinerja
Target Indikator Persentase desa yang mengalokasikan dana desa untuk UKBM
pada tahun 2019 sebesar 90%, sedangkan capaian Indikator sebesar 74. Capaian ini
lebih rendah dari tahun 2018 yaitu 100%, hal tersebut kemungkinan karena hanya 7 dari
10 kabupaten yang melaporkan terkait penggunaan dana desa untuk UKBM. Data
tentang penggunaan dana desa seringkali agak sulit diperoleh dari DPMD
kabupaten/kota.

Langkah-langkah yang dilakukan untuk mencapai target tahun 2019


 Penguatan Koordinasi dengan Lintas Program sosialisasi pedoman umum tentang
prioritas pemanfaatan dana desa yang ditetapkan oleh kementerian terkait.
 Advokasi lintas sektor terkait memasukkan menu kesehatan dalam Pedoman Umum
tentang prioritas pemanfaatan dana desa yang mendukung kesehatan.
 Penguatan Teknis Dinas Kesehatan Kabupaten terkait pelaksanaan kegiatan
advokasi pemerintah Kabupaten dalam penyusunan Peraturan Bupati tentang
Petunjuk Teknis Prioritas Pemanfaatan Dana Desa yang mendukung kesehatan
 Koordinasi dengan Lintas Program di Dinas Kesehatan Kabupaten terkait
penyusunan bahan petunjuk teknis prioritas pemanfaatan dana desa yang
mendukung kesehatan
 Advokasi Pemerintah Kabupaten dalam penyusunan Peraturan Bupati tentang
Petunjuk Teknis Prioritas Pemanfaatan Dana Desa yang mendukung kesehatan.
 Penguatan Teknis Tenaga Promosi Kesehatan di Puskesmas terkait pemanfaatan
Dana Desa yang mendukung kesehatan, melalui peltihan teknis petugas promkes
dengan sumber dana DAK Non fisik Provinsi Maluku Utara tahun 2019
40
Analisis keberhasilan pencapaian indikator
Beberapa faktor pendukung yang mempengaruhi upaya pencapain kinerja yaitu
antara lain ;
 Dukungan komitmen Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan
Transmigrasi dalam menetapkan kebijakan terkait prioritas pemanfaatan dana
desa yang mendukung kesehatan bagi kegiatan pembangunan desa dan
pemberdayaan masyarakat bidang kesehatan.
 Dukungan komitmen dari Pemerintah Daerah Provinsi dan Kabupaten dalam hal ini
Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Pembangunan Desa untuk menetapkan
kebijakan teknis terkait prioritas pemanfaatan dana desa yang mendukung
kesehatan bagi kegiatan pembangunan desa dan pemberdayaan masyarakat
bidang kesehatan
 Dukungan komitmen dari Pemerintah Desa untuk mengimplementasikan
kebijakan teknis terkait prioritas pemanfaatan dana desa yang mendukung
kesehatan bagi kegiatan pembangunan desa dan pemberdayaan masyaakat
bidang kesehatan dalam bentuk operasional kegiatan
 Dukungan komitmen dari Dinas Kesehatan Kabupaten serta Dinas Pemberdayaan
Masyarakat dan Pembangunan Desa Kabupaten terkait pelaporan pemanfaatan
dana desa yang mendukung kesehatan

Analisis hambatan pencapaian indikator


Beberapa faktor penghambat yang mempengaruhi upaya pencapain kinerja yaitu
antara lain :
 Kebijakan terkait Prioritas Pemanfaatan Dana Desa yang mendukung Kesehatan
dimana setiap tahun berubah sehingga fungsi koordinasi dan sosialisasi sangat
diperlukan.
 Kemampuan teknis perencanaan kegiatan pemberdayaan masyarakat bidang
kesehatan yang dimiliki Kepala dan Aparatur Desa masih terbatas.
 Terbatasnya akses informasi tenaga promosi kesehatan di Puskesmas terkait
perencanaan desa dan kegiatan kesehatan yang dibiayai dana desa.
 Terbatasnya akses informasi terkait dana desa yang dapat diperoleh dari Dinas
Pemberdayaan Masyarakat dan Pembangunan Desa baik ditingkat provinsi maupun
di kabupaten/kota

Alternatif Solusi yang Dilakukan


 Melakukan koordinasi dengan Lintas Program terkait penyusunan menu kesehatan
sebagai pedoman dalam prioritas pemanfaatan dana desa yang mendukung
41
kesehatan di awal tahun, sehingga dapat menjadi bagan panduan bagi Dinas
Kesehatan Provinsi dan Kabupaten untuk melakukan advokasi kepada pemerintah
Kabupaten terkait penyusunan Petunjuk Teknis Prioritas Pemanfaatan Dana Desa
serta sebagai bahan bagi Petugas Promosi Kesehatan di Puskesmas dalam proses
perencanaan di desa.
 Penguatan advokasi kepada Pemerintah Kabupaten, khususnya Dinas
Pemberdayaan Masyarakat dan Pembangunan Desa Kabupaten terkait penyusunan
Peraturan Pemanfaatan Dana Desa
 Penyusunan panduan teknis pemanfaatan dana desa yang mendukung kesehatan
oleh Dinas Kesehatan Kabupaten, sebagai bahan bagi Petugas Puskesmas untuk
mengadvokasi Kepala Desa dan ikut dalam proses perencanaan desa.
 Peningkatan koordinasi antara Dinas kesehatan dengan Dinas Pemberdayaan
Masyarakat dan Pembangunan Desa Kabupaten terkait pelaporan pemanfaatan
dana desa yang mendukung kesehatan

42
c) Jumah Dunia Usaha yang Memanfaatkan CSR untuk Kesehatan
Pada tahun 2019, hanya sebanyak 2 dunia usaha yang
dilaporkan memanfaatkan CSR untuk kesehatan di wilayah Maluku Utara,
yaitu ANTAM dan WBN. Kedua perusahaan ini berrgerak dalam bidang
pertambangan. Bentuk CSR yang diberikan adalah pemenuhan sarana dan
prasarana temasuk penguatan posyandu khsusnya untuk wilayah lingkar
tambang.

d) Jumlah Ormas yang memanfaatkan Sumber Dayanya untuk Kesehatan

Pada tahun 2019, dalam upaya meningkatkan peran masyarakat dalam

43
bidang kesehatan maka dilakukan berbagai upaya penggalangan mitra potensial
baik dalam bentuk sosialisasi serta advokasi di kabupaten/kota. Sebanyak 13
ORMAS telah berperan aktif dalam mendkukung kesehatan dari target 12 ORMAS

Alternatif Solusi yang Dilakukan.


 Meningkatkan upaya koordinasi dengan LP/LS tingkat Provinsi dan
Kabupaten/kota.

e) Persentase Posyandu Aktif

Posyandu adalah salah satu bentuk upaya kesehatan berbasis masyarakat.


Keberadaan posyandu sangat diperlukan dalam mendekatkan upaya promotif dan
preventif kepada masyarakat, utamanya terkait dengan upaya peningkatan status
gizi masyarakat serta kesehatan ibu. Posyandu secara umum dapat dibedakan
menjadi 4 (empat) tingkat yaitu :
 Posyandu Pratama Posyandu Pratama adalah Posyandu yang belum
mantap, yang ditandai oleh kegiatan bulanan Posyandu belum
terlaksana secara rutin serta jumlah kader terbatas yakni kurang dari 5
(lima) orang. Penyebab tidak terlaksananya kegiatan rutin bulanan
Posyandu, disamping jumlah kader yang terbatas, dapat pula karena
belum siapnya masyarakat. Intervensi yang dapat dilakukan untuk
perbaikan peringkat adalah memotivasi masyarakat serta menambah
jumlah kader.
 Posyandu Madya
Posyandu Madya adalah Posyandu yang sudah dapat melaksanakan
kegiatan lebih dari 8 kali per tahun, dengan rata-rata jumlah kader
sebanyak 5 orang atau lebih, tetapi cakupan kelima kegiatan utamanya
masih rendah yaitu < 50%. Intervensi yang dapat dilakukan untuk
perbaikan peringkat adalah meningkat cakupan dengan mengikut
sertakan tokoh masyarakat sebagai motivator serta lebih menggiatkan
kader dalam mengelola kegiatan Posyandu
 Posyandu Purnama
Posyandu Purnama adalah Posyandu yang sudah melaksanakan
kegiatan lebih dari 8 kali per tahun dengan rata-rata jumlah kader
sebanyak 5 (lima) orang atau lebih. Cakupan utamanya > 50% serta
mampu menyelenggarakan program tambahan serta telah memperoleh
44
sumber pembiayaan dari dana sehat yang dikelola oleh masyarakat
yang pesertanya masih terbatas yakni kurang dari 50% KK di wilayah
kerja Posyandu.
 Posyandu Mandiri
Posyandu Mandiri adalah Posyandu yang sudah dapat melaksanakan
kegiatan lebih dari 8 kali per tahun dengan rata-rata kader sebanyak 5
(lima) orang atau lebih. Cakupan dari kegiatan utamanya > 50%,
mampu menyelenggarakan program tambahan serta telah memperoleh
sumber pembiayaan dari dana sehat yang dikelola masyarakat yang
pesertanya lebih dari 50% KK yang bertempat tinggal di wilayah kerja
Posyandu Intervensi yang dilakukan bersifat pembinaan termasuk
pembinaan dana sehat, sehingga terjamin kesinambungannya.
Berdasarkan klasifikasi strata posyandu tersebut, yang masuk ke dalam kategori
posyandu aktif adalah Posyandu Purnama dan Posyandu Mandiri

Perbandingan Target dan Realisasi Kinerja


Capaian persentase posyandu aktif pada tahun 2019 mencapai 905 (57%), lebih
tinggi dari capaian tahun 2018 yaitu 728 posyandu (45,3%). Adapun
kabupaten/kota yang capaian posyandu aktif terbanyak pada tahun 2019 adalah
Kab Pulau Morotai 98%, dan Kota Tidore Kepulauan 95%, sedangkan terendah
adalah kab Haltim 6% dan Kab Pulau Taliabu hanya 7% posyandu aktif.

Langkah-langkah yang dilakukan untuk mencapai target tahun 2019

45
 Mendorong pembiayaan Penguatan Posyandu melalui berbagai sumber
pembiayaan seperti Dana Dekonsentrasi, Dana Alokasi Khusus baik Fisik dan
Non Fisik dan Dana Desa
 Penguatan Fungsi Pokjanal Posyandu di tingkat provinsi maupun
kabupaten/kota.
 Menguatkan koordinasi dan kemitraan dengan PKK baik di Provinsi,
Kabupaten/kota hingga ke kecamatan dan desa

Analisis keberhasilan pencapaian indikator


Beberapa faktor pendukung yang mempengaruhi upaya pencapain kinerja yaitu
adalah :
 Dukungan Komitmen Pemerintah tingkat Pusat terhadap pemenuhan
kebutuhan melalui dukungan dana dekonsentrasi untuk pengingkatan peran
serta masyarakat melalui penguatan UKBM.
 Adanya dukungan TP PKK Provinsi dalam penguatan pembinaan posyandu
 Adanya dukungan dana desa dan CSR di beberapa kabupaten/kota untuk
penguatan fungsi posyandu

Analisis hambatan pencapaian indikator


Beberapa faktor penghambat yang mempengaruhi upaya pencapain kinerja yaitu
antara lain :
 Belum seluruh Puskesmas memiliki Petugas Promosi Kesehatan, dimana
Promosi Kesehatan merupakan salah satu Pelayanan Esensial di Puskemas.
 Terbatasnya kapasitas pengelola promosi kesehatan di puskesmas yang
berpengaruh pada upaya-upaya pembinaan UKBM termasuk posyandu.
 Peraturan yang berlaku terkait Pokjanal Posyandu baik di tingkat pusat dan
daerah adalah Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2007
Tentang Pedoman Pembentukan Kelompok Kerja Operasional Pembinaan
Pos Pelayanan Terpadu perlu revisi untuk mengakomodir perubahan strutur
kelembagaan dan munculnya peraturan atau perundangan baru.
 Sangat terbatasnya dana APBD baik Provinsi maupun kabupaten/kota dalam
penguatan UKBM

Alternatif solusi

46
 Penguatan teknis dan pedampingan pelaksanaan kegiatan promosi kesehatan
dan pemberdayaan masyarakat oleh pengelola promkes provinsi ke
kabupaten/kota dan puskesmas.
 Mendorong Pemerintah Daerah Kab./Kota untuk pemenuhan tenaga Promosi
Kesehatan di Puskesmas baik melalui APBD maupun DAK Non Fisik
 Mendorong upaya untuk Peningkatan Kapasitas Petugas Promosi Kesehatan
di Puskesmas terkait Pengelolaan Promosi Kesehatan di Puskesmas
 Melakuka refreshing Petugas Promosi Kesehatan Puskesmas untuk
beberapa kab/kota
 Mendorong keswadayaan masyarakat dalam mendukung upaya kesehatan di
Posyandu dalam upaya meningkatkan strata perkembangan Posyandu

6. Indikator Dukungan manajemen


a) Persentase realisasi kegiatan administrasi dukungan managemen dan
pelaksanaan tugas teknis lainnya program pembinaan kesehatan masyarakat

No Satuan Kerja Alokasi Realisasi SP2D % Realisasi


SP2D
2085|Dukungan Manajemen dan
1 Pelaksanaan Tugas Teknis 787.461.000 781.886.400 99,29
Lainnya pada Program Pembinaan
kesehatan Masyarakat

Faktor pendukung :
1. Kegiatan yang dilaksanakan di program dukman merupakan kegiatan yang
terintegrasi untuk semua seksi yang ada di bidang kesmas
Faktor penghambat:
1. Beberapa kegiatan pada dukman merupakan kegiatan yang menunggu pemanggilan
dari pusat, dimana terdapat beberapa kegiatan yang semula sudah terencanakan

menjadi batal atau dialihkan ke kegiatan yang lain


Upaya yang dilakukan:
1. Melakukan revisi POK, menyesuaikan dengan arahan pusat.

47
B. Realisasi Anggaran

Tabel 1. Realisasi anggaran Dinas Kesehatan Provinsi Maluku Utara (289000)


Tahun 2019 menurut jenis anggaran

NO PROGRAM/KEGIATAN PAGU REALISASI SISA PAGU


KEUANGAN %
1 Program Pembinaan Gizi masyarakat 2.024.068.000 2.017.764.000 99,69 6.304.000
2 program dukungan manajemen & 787.461.000 781.886.400 99,29 5.574.600
pelaksanaan tugas teknis lainnya
3 Program Pembinaan Upaya Kesehatan 746.287.000 719.575.800 96,42 26.711.200
Kerja Dan Olah Raga
4 Program Pembinaan Kesehatan 1.273.500.000 1.175.787.360 92,33 97.712.640
Keluarga
5 Program promkes dan Pemberdayaan 2.815.119.000 2.633.909.400 93,56 181.209.600
Masyarakat
6 Program Penyehatan Lingkungan 1.023.068.000 984.058.400 92,51 39.009.600
Program Pembinaan Kesehatan 8.669.503.00 356.521.6
Masyarakat 0 8.312.981.360 95,89 40

Dari sisi akuntabilitas, kewenangan pemerintah pusat terkait akuntabilitas dana


dekonstrasi dan tugas pembantuan telah dilimpahkan kepada gubernur sebagai kepala daerah
tingkat I. Oleh karenanya pembiayaan melalui dekonsentrasi menjadi tanggungjawab
dinas kesehatan provinsi dan kabupaten/kota kepada gubernur dan bupati/wali kota.
Sehingga dalam pertanggungjawaban akuntabilitas menjadi kewenangan pemerintah
daerah sesuai ketentuan peraturan perundangan.

PEMANFAATAN PENYERAPAN PERMASALAHAN


Dana dekonsentrasi secara Penyerapan anggaran kurang Keterlambatan SK Pengelola
keseluruhan sudah maksimal dikarenakan
dilaksnakan sesuai keterlambatan pelaksanaan kegiatan
pemanfaatan yang yang tidak sesuai RPK sehingga
diisyaratkan dalam DIPA melewati batas waktu revisi
dan Juknis anggaran
Perencanaan yang tidak tepat karna Pelaksanaaan Kegiatan tidak
tidak mengacu kepada SBM yang sesuai dengan RPK
menyebabkan masih adanya
kelebihan anggaran di beberapa
kegiatan
Kurangnya Koordinasi antara
pengelola program kab/ota
dengan provinsi terkait
pelaksanaan kegiatan di
Kab/Kota
Pengelola Program Tidak tepat
waktu dalam pengumpulan
laporan pertanggungjawaban

48
Efisiensi yang telah dilakukan
Didalam pelaksanaan upaya pencapaian kinerja, ada beberapa upaya efisiensi
untuk mengefektifkan pelaksanaan kegiatan.
Beberapa upaya tersebut antara lain :
1. Melakukan pertemuan tingkat Provinsi secara terpadu. Beberapa pertemuan yang
mengundang pengelola program yang sama, disatukan dalam satu pertemuan.
Melalui keterpaduan ini cukup menghemat pengeluaran di sisi transportasi.
2. Melakukan Orientasi terintegrasi. Kegiatan ini menggabungkan beberapa Orientasi
Program yang ada menjadi 1 pelatihan. Melalui kegiatan ini, cukup mengefisienkan
anggaran di sisi transportasi karena pengelola program tidak dipanggil berkali-kali.
.

49
BAB IV

Kesimpulan

1. Indikator kinerja (IK) Dinas Kesehatan Provinsi Maluku Utara (289000)


terdiri atas 30 indikator, yaitu: di Program Pembinaan Gizi Masyarakat
sebanyak 7 indikator, Program Pembinaan Kesehatan Keluarga sebanyak 7
indikator, Program Penyehatan Lingkungan 7 indikator, Program Kesjaor
sebanyak 5 indikator, Program P romkes sebanyak 3 indikator dan di
kegiatan dukman sebanyak 1 indikator.
2. Analisa keberhasilan indikator terutama adalah adanya peningkatan
kapasitas/pelatihan, dana dukungan kegiatan,monitoring dan evaluasi secara
berjenjang
3. Untuk analisa penghambat, beberapa point yang perlu digaris bawahi adalah
koordinasi lintas sektor, keterbatasan sarana penunjang, masih adanya
petugas pengelola program yang belum terlatih teknis program dan kondisi
geografis terpencil kepulauan yang jaringan transportasi dan koimunikasi
sangat terbatas di beberapa wilayah pulau.
4. Masih terbatasnya anggaran untuk program kesehatan di kabupaten/kota termasuk
puskesmas bahkan di salah satu kabupaten hanya tersedia dana operasional tanpa
dana dukungan program.
5. Alternatif solusi yang dapat diberikan, antara lain memaksimalkan
pembinaan penyelenggaraan program di kab/kota, melakukan advokasi ke
pemegang kebijakan,melakukan pelatihan/penyegaran/sosialisasi terutama
kepada nakes pemegang program.
6. Pada tahun 2019, Program Dinas Kesehatan Provinsi Maluku Utara
memperoleh Anggaran sebesar Rp 8.699.503.000,-. dengan realisasi sebesar
Rp. 8.312.981.360 (95,89%)
7. LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai