A. Latar Belakang
2
merata di Provinsi Maluku Utara.
Sasaran
Indikator Kinerja
Indikator kinerja Dinas Kesehatan Provinsi Maluku Utara satker 289000 yaitu
terdapat 30 indikator dari 6 program/kegiatan.
Susunan Organisasi:
4
E. Potensi dan Permasalahan
Potensi dan permasalahan pembangunan kesehatan akan menjadi input
dalam menentukan arah kebijakan dan strategi DInas Kesehatan Provinsi Maluku
Utara.
Saat ini akses ibu hamil, bersalin dan nifas terhadap pelayanan kesehatan
sudah cukup baik, akan tetapi Angka Kematian Ibu masih cukup tinggi. Kondisi ini
kemungkinan disebabkan antara lain karena kualitas pelayanan kesehatan ibu hamil
dan bersalin yang belum memadai, kondisi ibu hamil dengan komplikasi dan faktor
determinan lainnya, serta akses terhadap pelayanan kesehatan baik dari sisi
jangkauan maupun kualitas. Penyebab utama kematian ibu yaitu hipertensi dalam
kehamilan, perdarahan post partum, serta penyebab karena lain-lain juga semakin
meningkat. Penyebab dan komplikasi kematian ini dapat diminimalisir apabila kualitas
Antenatal Care dilaksanakan dengan baik, sehingga mampu memeriksa kelainan
pada ibu hamil sedini mungkin.
Beberapa keadaan yang dapat menyebabkan kondisi ibu hamil tidak sehat antara
lain adalah, anemia, ibu hamil yang menderita diabetes, hipertensi, malaria, TB, HIV,
Hepatitis B dan empat terlalu (terlalu muda <20 tahun, terlalu tua >35 tahun, terlalu
dekat jaraknya 2 tahun dan terlalu banyak anaknya > 3 tahun). Sebanyak 54,2 per
1000 perempuan dibawah usia 20 tahun telah melahirkan, sementara perempuan
yang melahirkan usia di atas 40 tahun sebanyak 207 per 1000 kelahiran hidup. Hal ini
diperkuat oleh data yang menunjukkan masih adanya umur perkawinan pertama pada
usia yang amat muda (<20 tahun) sebanyak 46,7% dari semua perempuan yang telah
kawin.
Potensi dan tantangan dalam penurunan kematian ibu dan anak adalah jumlah
tenaga kesehatan yang menangani kesehatan ibu khususnya bidan sudah relatif
tersebar ke seluruh wilayah Indonesia, namun kompetensi masih belum memadai.
Demikian juga secara kuantitas, jumlah fasyankes primer dan rujukan mampu
memberikan pelayanan kegawatdaruratan maternal neonatal meningkat namun belum
diiringi dengan peningkatan kualitas pelayanan. Peningkatan pelayanan kesehatan
masa sebelum hamil terutama pada masa remaja, calon pengantin menjadi faktor
penting dalam penurunan AKI dan AKB.
Untuk Provinsi Maluku Utara, jumlah kematian ibu pada tahun 2018 mencapai 49
kematian (214/100.000 KH). Tahun 2019, jumlah kematian ibu menurun sebesar 47
kematian (202/100.000KH). meskipun terjadi penurunan AKI yang cukup signifikan
namun angka tersebut masih cukup tinggi mengingat jumlah penduduk Maluku
Utara yang relatif kecil., pencapaian ini juga masih memberikan gap bila
5
dibandingkan dengan seluruh sasaran penduduk.. Untuk kematian bayi pada tahun
2018 mencapai 292 kematian ( 13 / 1000 KH) dan pada tahun 2019 menurun menjadi
276 kematian (12/1000 KH). Hal tersebut menggambarkan masih tingginya kematian
bayi pada seluruh wilayah Maluku Utara. Capaian K4 Maluku Utara menurut
Riskesdas 2018 hanya sebesar 44,5%.. Upaya yang terus dilakukan untuk
menurunkan Angka Kematian Ibu dan BAyi antara lain dengan meningkatkan akses
untuk kesehatan ibu dan calon ibu, peningkatan akses dan peningkatan upaya
pemberdayaan masyarakat. Hal ini juga sangat didukung terhadap pelayanan ibu
hamil saat K1 dan K4, serta pelayanan bayi saat KN1. Tantangan ke depan adalah
mempersiapkan calon ibu agar benar-benar siap untuk hamil dan melahirkan dan
menjaga agar terjamin kesehatan lingkungan yang mampu melindungi bayi dari
infeksi. Untuk usia di atas neonatal sampai satu tahun, penyebab utama kematian
adalah infeksi khususnya pnemonia dan diare. Ini berkaitan erat dengan perilaku
hidup sehat ibu dan juga kondisi lingkungan setempat.
Indikator persentase balita malnutrisi (gizi buruk) dan gizi kurang memberikan
gambaran tentang keadaan gizi balita. Balita gizi kurang merupakan balita yang
memiliki berat badan kurang -2 SD menggunakan indeks berat badan menurut
umur (BB/U). Kondisi ini diharapkan untuk segera dapat diatasi dalam rangka
mewujudkan pondasi sumber daya manusia yang berkualitas. Balita yang mengalami
gizi kurang berdasarkan elektronik-Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis
Masyarakat (e-PPGBM) tahun 2018 lebih tinggi (6 %) dibandingkan dengan tahun
2017 sebesar 0,4 % berdasarkan Pemantauan Status Gizi (PSG). Indikator
persentase bumil KEK menggambarkan risiko yang akan dialami ibu hamil dan
bayinya dalam masa kehamilan, persalinan dan pasca persalinan. Perkembangan
masalah gizi di Indonesia semakin kompleks saat ini, selain masih menghadapi
masalah kekurangan gizi, masalah kelebihan gizi juga menjadi persoalan yang
harus kita tangani dengan serius. Selain itu kita dihadapi dengan masalah
stunting. Untuk Balita Stunting di Maluku Utara Tahun 2019 berdasarkan data e-
PPGBM sebesar 15%. Stunting terjadi karena kekurangan gizi kronis yang
disebabkan oleh kemiskinan dan pola asuh tidak tepat, yang mengakibatkan
kemampuan kognitif tidak berkembang maksimal, mudah sakit dan berdaya saing
rendah, sehingga bisa terjebak
dalam kemiskinan. Seribu hari pertama kehidupan seorang anak adalah masa kritis
yang menentukan masa depannya, dan pada periode itu anak Indonesia menghadapi
gangguan pertumbuhan yang serius. Yang menjadi masalah, lewat dari 1000 hari,
dampak buruk kekurangan gizi sangat sulit diobati. Untuk mengatasi stunting,
masyarakat perlu dididik untuk memahami pentingnya gizi bagi ibu hamil dan
6
anak balita. Secara aktif turut serta dalam komitmen global (SUN-Scalling Up
Nutrition dalam menurunkan stunting, maka Indonesia fokus kepada 1000 hari
pertama kehidupan (terhitung sejak konsepsi hingga anak berusia 2 tahun)
dalam menyelesaikan masalah stunting secara terintegrasi karena masalah gizi
tidak hanya dapat diselesaikan oleh sektor kesehatan saja (intervensi spesifik)
tetapi juga oleh sektor di luar kesehatan (intervensi sensitif). Hal ini tertuang
dalam Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2013 tentang Gerakan Nasional
Percepatan Perbaikan Gizi.
Pelaksanaan UKS harus diwajibkan di setiap sekolah dan madrasah mulai
dari TK/RA sampai SMA/ SMK/ MA, mengingat UKS merupakan wadah
untuk mempromosikan masalah kesehatan. Wadah ini menjadi penting dan
strategis, karena pelaksanaan program melalui UKS jauh lebih efektif dan efisien
serta berdaya ungkit lebih besar. UKS harus menjadi upaya kesehatan wajib
Puskesmas. Peningkatan kuantitas dan kualitas Puskesmas melaksanakan
Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) yang menjangkau remaja di
sekolah dan di luar sekolah. Prioritas program UKS adalah perbaikan gizi usia
sekolah, kesehatan reproduksi dan deteksi dini penyakit tidak menular.
F. Sistematika
Sistematika penulisan laporan kinerja Dinas Kesehatan Provinsi Maluku Utara
adalah sebagai berikut :
Ringkasan Eksekutif
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I
Penjelasan umum, penjelasan aspek strategis organisasi serta permasalahan
utama (strategic issued) yang sedang dihadapi.
BAB II
Menjelaskan uraian ringkasan/ ikhtisar perjanjian kinerja Dinas Kesehatan
Provinsi Maluku Utara tahun 2018.
BAB III
Penyajian capaian kinerja untuk setiap pernyataan kinerja sasaran strategis
sesuai dengan hasil pengukuran kinerja, dengan melakukan beberapa hal
sebagai berikut: Membandingkan antara target dan realisasi kinerja tahun
2018; Analisis penyebab keberhasilan/kegagalan atau peningkatan/penurunan
kinerja serta alternatif solusi yang telah dilakukan; dan melakukan analisa
realisasi anggaran.
BAB IV
Penutup, Pada bab ini diuraikan simpulan umum atas capaian kinerja serta
7
langkah di masa mendatang yang akan dilakukan untuk meningkatkan
kinerjanya.
LA MPI R AN
Formulir PK : Pengukuran Kinerja
BAB II
A. Perjanjian Kinerja
Perjanjian kinerja Dinas Kesehatan Provinsi Maluku Utara satker 289000
telah ditetapkan dalam dokumen penetapan kinerja yang merupakan suatu
dokumen pernyataan kinerja/perjanjian kinerja antara atasan dan bawahan untuk
mewujudkan target kinerja tertentu dengan didukung sumber daya yang tersedia.
Indikator dan target kinerja yang telah ditetapkan menjadi kesepakatan
yang mengikat untuk dilaksanakan dan dipertanggungjawabkan sebagai upaya
mewujudkan pelayanan kesehatan yang berkualitas kepada masyarakat Indonesia.
Perjanjian penetapan kinerja tahun 2018 yang telah ditandatangani bersama oleh
kepala Dinas kesehatan Provinsi Maluku Utara dan Direktur Jenderal Kesehatan
Masyarakat berisi 30 indikator pada 6 kegiatan.
8
2) Program pembinaan kesehatan keluarga
4) Penyehatan lingkungan
9
sehat (7)
10
BAB III
Perkembangan masalah gizi di Indonesia semakin kompleks saat ini, selain masih
menghadapi masalah kekurangan gizi, masalah kelebihan gizi juga menjadi persoalan yang
harus kita tangani dengan serius. Selain itu kita dihadapi dengan masalah stunting. Stunting
terjadi karena kekurangan gizi kronis yang disebabkan oleh kemiskinan dan pola asuh tidak
tepat, yang mengakibatkan kemampuan kognitif tidak berkembang maksimal, mudah sakit
dan berdaya saing rendah, sehingga bisa terjebak dalam kemiskinan. Seribu hari pertama
kehidupan seorang anak adalah masa kritis yang menentukan masa depannya, dan pada
periode itu anak Indonesia menghadapi gangguan pertumbuhan yang serius. Yang menjadi
masalah, lewat dari 1000 hari, dampak buruk kekurangan gizi sangat sulit diobati. Untuk
mengatasi stunting, masyarakat perlu dididik untuk memahami pentingnya gizi bagi ibu
hamil dan anak balita. Secara aktif turut serta dalam komitmen global (SUN-Scalling Up
Nutrition)
Indikator Kinerja Program
11
Tabel 1.Capaian Indikator Kinerja Program Pembinaan Gizi
Bidang Kesehatan Masyarakat Tahun 2019
Hal ini dapat dibuktikan dengan menurunnya cakupan bumil KEK seperti terlihat pada
grafik 1 dibawah ini .Pada Tahun 2018 cakupan bumil KEK sebesar 12% dari target 19.7%
sehingga Capaian kinerja sebesar 142% dan Pada Tahun 2019 cakupan Bumil KEK
menurun 10% dari target 11% sehingga capaian kinerja sebesar 90,9% seperti tergambar
kandala grafik1. Selama dua tahun cakupan persentase Ibu Hamil Kurang Energi Kronis
(KEK) menurun dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Hal ini menunjukkan terjadi
peningkatan capaian kinerja dalam penanganan ibu hamil KEK semakin baik.
12
Grafik 1. Target, Cakupan, dan Capaian Kinerja Renstra Indikator Ibu Hamil
Kurang Energy Kronis (KEK )
Tahun 2018 dan 2019
142
90.9
19.7
11 12 10
Target Cakupan Capaian
2018 2019
Dari grafik 2 terlihat bahwa capaian Renstra dari 2015 sampai 2018 di Maluku Utara tidak
mengalami perubahan dengan capaian 11% dan bila dibandingkan dengan target restra maka
secara nasional Maluku Utara suda mencapai target selama 4 tahun terakhir. Namun
demikian bukan berarti telah terbebas dari masalah gizi. Masih tingginya prevalensi ibu hamil
Kurang energi Kronik (KEK) menggambarkan permasalahan gizi khususnya pada ibu hamil
yang disebabkan karena kekurangan asupan makanan dalam waktu yang cukup lama, dan
dapat berdampak terhadap kesehatan dan keselamatan ibu dan bayi serta kualitas bayi yang
dilahirkan.
Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO, 2010), batas ambang masalah kesehatan
masyarakat untuk ibu hamil dengan risiko KEK adalah <5%, sementara hasil Riskesdas 2018
menunjukkan angka 17,3% untuk prevalensi ibu hamil KEK, dan lebih tinggi dari tahun 2017
(14,8%). Hal ini
menunjukkan bahwa Indonesia masih mempunyai masalah kesehatan masyarakat kategori
sedang (10-19%) untuk masalah ibu hamil dengan risiko KEK.
13
Grafik 2. Target dan Cakupan Kinerja Bumil KEK menurut
Renstra 2015-2019 dengan Target Jangka Menengah
Renstra target
30
24.2
25 22.7
21.2
19.7
20
15
10 10
11 11 11 11 11
5
0
2015 2016 2017 2018 2019
Pada Grafik 3 dibawah ini menunjukkan bahwa terjadi peningkatan ibu hamil dengan
resiko KEK dari tahun 2018-2019 sebanyak empat Kabupaten yaitu Kabupaten Halmahera
Tengah, Kabupaten Halmahera Selatan, Kabupaten Halmahera Timur dan Kabupaten Pulau
Morotai Sedangkan enam Kabupaten Kota Lainnya menunjukan penurunan ibu hamil dengan
resiko KEK sehingga mempengaruhi nilai persentase Provinsi Maluku Utara dari 12 % di tahun
2018 menurun menjadi 10% di tahun 2019.
18
17
16
15
14 14 14
13 13
12
10 10 10
9
8 8 8 8
7 7 7
5
R G A EL T I U E P S I
BA EN UL LS LU TI
M TA AB AT KE IN
L T S A A L O LI N TI OV
HA HA
L
KE
P H H HA OR TA TE
R
M PR
2018 2019
14
Sumber: Data Rutin Kesga tahun 2018-2019
Analisa Kegagalan
Sementara, capaian beberapa hal yang dapat menghambat pencapaian program,
antara lain seperti hal berikut:
1. Kurangnya skill tenaga Gizi dalam pelaksanaan pelayanan yang berkualitas.
2. Perbedaan kondisi geografis, terutama di desa-desa terpencil, perbatasan, dan
kepulauan yang menyebabkan sulitnya akses ke fasilitas pelayanan kesehatan.
3. Masih adanya populasi ibu hamil yang belum memiliki jaminan kesehatan
4. Tingkat pendidikan ibu yang masih rendah sehingga tidak memahami pentiingnya
asupan yang bergizi
5. Belum semua tenaga Gizi tanggap dalam pengambilan keputusan penanganan
Bumil KEK
6. Masih kuatnya pengaruh budaya di tingkat masyarakat yang tidak sesuai dengan
paradigm kesehatan.
Analisa Keberhasilan
Keberhasilan pencapaian indikator pelayanan Program tidak terlepas dari penguatan
manajemen data dan program Pembinaan Gizi Masyarakat, yang antara lain:
1. Bimbingan teknis dan Monitoring Evaluasi program kesehatan keluarga
Melalui Bimbingan teknis dan Monitoring Evaluasi program Gizi, dapat diketahui
permasalahan yang terjadi di tingkat Kabupaten, maupun puskesmas dalam
pelaksanaan program Gizi, termasuk dalam hal pencatatan dan pelaporan, sehingga
dapat secara langsung didiskusikan solusi untuk memecahkan masalah tersebut.
2. Penyelenggaraan kegiatan pelayanan antenatal di puskesmas (ibu hamil mendapatkan
pelayanan antenatal minimal 4 kali) Kegiatan ini merupakan akses pelayanan
kesehatan terhadap ibu hamil dan tingkat kepatuhan ibu hamil dalam memeriksakan
kehamilannya ke tenaga kesehatan minimal 4 kali, sesuai dengan ketetapan waktu
kunjungan. Melalui kegiatan ini diharapkan ibu hamil dapat dideteksi secara dini adanya
masalah, gangguan atau kelainan dalam kehamilannya, dan dilakukan penanganan
secara cepat dan tepat. Pada saat ibu hamil melakukan pemeriksaan kehamilan,
tenaga kesehatan memberikan pelayanan antenatal secara lengkap, salah satunya
adalah nilai status gizi dengan cara mengukur LiLA.
3. Kelas Ibu Hamil ini merupakan sarana untuk belajar bersama tentang kesehatan bagi
ibu hamil, dalam bentuk tatap muka dalam kelompok. Melalui kelas ibu hamil
diharapkan terjadi peningkatkan pengetahuan, perubahan sikap dan perilaku ibu dalam
hal kehamilan. Dalam kegiatan ini pengetahuan tentang gizi dan konseling dapat
diberikan untuk ibu hamil terutama ibu hamil yang berisiko
15
Alternatif Solusi
Dalam mengatasi hambatan pencapaian kinerja Program Gizi Masyarakat pada
tahun 2020 akan melakukan:
1. Konseling ibu tentang gizi seimbang bagi ibu hamil yang terintegrasi di kelas ibu.
2. Penyuluhan tentang MT untuk ibu hamil KEK, dengan memanfaatkan pangan lokal,
sehingga tidak bergantung kepada pangan jadi atau pangan pabrikan.
3. Pendidikan gizi seimbang dan konsumsi tablet tambah darah bagi remaja puteri,
dalam rangka meningkatkan status kesehatan remaja putri yang merupakan calon ibu.
4. Meningkatkan sistem pencatatan dan pelaporan terintegrasi program kesehatan
keluarga.
Saran :
Masih tingginya prevalensi masalah gizi yang ada di Provinsi Maluku Utara
terutama stunting, perlu dilakukan upaya – upaya sebagai berikut :
1. Penetapan regulasi penanganan stunting baik di kabupaten/kota maupun provinsi
2. Pelaksanaan terintegrasi dalam penanganan stunting,baik yang dilakukan oleh sektor
kesehatan maupun diluar sektor kesehatan
3. Pemenuhan SDM yang sesuai di tingkat puskesmas
4. Peningkatan kapasitas tenaga gizi dan bidan di puskesmas dan jaringannya
5. Pemenuhan sarana antropometri kit di tingkat posyandu
1. Persentase kunjungan
Meningkatnya ibu hamil yg ke 4 ( K4 ) 83% 72 % 86,74%
ketersediaan dan
Keterjangkauan 2. Persentase ibu bersalin di
83% 68% 81,92%
fasilitas pelayanan
pelayanan kesehatan
kesehatan (PF)
yang bermutu bagi
3. Persentase Kunjungan
seluruh masyarakat Neonatal Pertama (KN1) 83% 74 % 89,15%
16
4. Presentase Puskesmas
melaksanakan Kelas ibu 85% 94% 111%
Hamil
5. Presentase Puskesmas
mlaksanakan Orientasi 85% 97% 114%
P4K
6. Presentase Pelayanan
Lansia 50% 71% 142%
7. Presentase Puskesmas
menyelenggarakan 50% 54% 108%
Kegiatan Kesehatan
Remaja
8. Presentase Puskesmas
Melaksanakan Pelayanan 80% 94% 118%
Kesehatan Peserta Didik
Kelas 1
9. Presentase Puskesmas
melaksanakan Pelayanan 80% 96% 120%
Kesehatan Peserta Didik
Kelas 7 dan 10
17
Analisa Capaian Kinerja
Berdasarkan data laporan rutin kesehatan keluarga, cakupan kabupaten/kota yang.
Pada Tahun 2018 cakupan PF 64,88% dari target 83% sehingga Capaian kinerja
sebesar 78,16%. Pada Tahun 2019 cakupan PF 68% dari target 83% sehingga capaian
kinerja sebesar 81,92% sehingga belum mencapai target yang sudah di
tetapkan,seperti tergambar kandala grafik 1. Selama dua tahun cakupan persentase ibu
bersalin di fasilitas kesehatan tidak mencapai target namu meningkat dari tahun
sebelumnya.
83 83 82
78
65 68
2018 2019
65 68
54 57
52
120
99 TARGET
100 83 %
85
80
80
70
65 63 63 61 59
60
43
40
27
20
0
E I T R SI EL
AT TA EP LU BA EN
G
IN LS TIM UL
A BU
N O TIK A L LT V A L .S LIA
TE
R OR H HA HA PR
O H HA KE
P TA
M
Berdasarkan grafik di atas dapat dilihat bahwa dari sepuluh kabupaten kota yang
mencapai target hanya dua yaitu kota Ternate dengan capaian PF sebesar 99 % dan
Kabupaten Pulau Morotai sebesar 85%,Di sisi lain, masih terdapat kesenjangan capaian
antar Kabupaten di Provinsi Maluku Utara. Grafik di atas menggambarkan disparitas
cakupan PF di 10 Kabupaten Kota di Provinsi Maluku Utara. Bila dibandingkan dengan
target Provinsi sebesar 83%, maka ada Tujuh Kabupaten Kota yang tidak mencapai target
tersebut dan Kabupaten Pulau Taliabu dengan capaiannya sebesar 27%. Hal ini
disebabkan karena Kabpaten Pulau Taliabu merupakan Kabupaten baru yang masih sangat
minim baik dari segi Akses yang jauh,SDM maupun fasilitas sarana penunjang.
2. Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB)
Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan indikator yang
dapat menggambarkan kesejahteraan disuatu wilayah. Di provinsi Maluku Utara AKI
dapat di turunkan dalam lima tahun terakhir tahun 2015-2019. Hal ini terlihat pada grafik
berikut ;
19
JML KEMATIAN
AKI AKB
96 ORG JML KEMATIAN
441 73 ORG
JML KEMATIAN
390
63 ORG
JML KEMA-
297 TIAN JML KEMA-
49 ORG TIAN
47 ORG
206
202
JML KEMA- JML KEMA- JML KEMA- JML KEMA- JML KEMA-
TIAN BAYI TIAN BAYI TIAN BAYI TIAN BAYI TIAN BAYI
351 294 307 292 276
17 13 16 13 12
Analisa masalah
Terdapat beberapa hal yang dapat menjadi faktor penghambat pencapaian kinerja
indikator pelayanan persalinan di fasilitas pelayanan kesehatan, antara lain:
1. Kesenjangan antar Kabupaten/Kota dalam pelaporan cakupan, yang salah satunya
disebabkan oleh kondisi geografis yang menjadi hambatan bagi Puskesmas dalam
malaporkan cakupannya ke Kabupaten/Kota
2. Kurangnya pemahaman pengelola data terkait Definisi Operasional indikator
3. Keterlambatan pengiriman laporan (PKMàDINKES KABàDINKES PROV)
4. Kurangnya kepatuhan tenaga kesehatan dalam melaporkan cakupan pelayanan tepat
pada waktunya.
20
Analisa Keberhasilan
Keberhasilan pencapaian indikator pelayanan persalinan di fasilitas pelayanan
kesehatan tidak terlepas dari penguatan manajemen data dan program kesehatan
keluarga, yang antara lain:
1. Penguatan manajemen data kesehatankeluarga
Untuk meningkatkan manajemen data kesehatan keluarga, dilaksanakan
sosialisasi dan peningkatan kapasitas pengelola program kesehatan keluarga. Kegiatan
ini dilakukan secara terintegrasi dengan berbagai program.
2. Bimbingan teknis dan Monitoring Evaluasi program kesehatan keluarga
Melalui Bimbingan teknis dan Monitoring Evaluasi program kesehatan
keluarga, dapat diketahui permasalahan yang terjadi di tingkat Kabupaten, maupun
puskesmas dalam pelaksanaan program kesehatan keluarga, termasuk dalam hal
pencatatan dan pelaporan, sehingga dapat secara langsung didiskusikan solusi untuk
memecahkan masalah tersebut.
Sementara itu, untuk meningkatkan cakupan program PF dilakukan kegiatan
yang akan meningkatkan akses dan kualitas pelayanan kesehatan ibu dan reproduksi.
Kegiatan yang dilakukan dalam mendukung persalinan di fasilitas pelayanan kesehatan
antara lain sebagai berikut:
1. Puskesmas melaksanakan kelas ibuhamil.
Kelas Ibu Hamil ini merupakan sarana untuk belajar bersama tentang
kesehatan bagi ibu hamil, dalam bentuk tatap muka dalam kelompok yang bertujuan
untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan ibu-ibu mengenai kehamilan,
persalinan, nifas, KB pasca persalinan, pencegahan komplikasi, perawatan bayi baru
lahir dan aktivitas fisik/ senam ibu hamil.
Kelas Ibu Hamil adalah kelompok belajar ibu-ibu hamil dengan jumlah peserta
maksimal
10 orang. Di kelas ini ibu-ibu hamil akan belajar bersama, berdiskusi dan tukar
pengalaman tentang kesehatan Ibu dan anak (KIA) secara menyeluruh dan
sistematis serta dapat dilaksanakan secara terjadwal dan berkesinambungan. Kelas
ibu hamil difasilitasi oleh bidan/tenaga kesehatan dengan menggunakan paket Kelas
Ibu Hamil yaitu Buku KIA, Flip chart (lembar balik), Pedoman Pelaksanaan Kelas Ibu
Hamil, dan Pegangan Fasilitator Kelas Ibu Hamil.
2. Puskesmas yang melakukan orientasi Program
Perencanaan Persalinandan Pencegahan Komplikasi (P4K)
Orientasi P4K menitikberatkan pada kegiatan monitoring terhadap ibu hamil dan
bersalin. Pemantauan dan pengawasan yang menjadi salah satu upaya deteksi dini,
menghindari risiko kesehatan pada ibu hamil dan bersalin yang dilakukan diseluruh
Indonesia dalam ruang lingkup kerja Puskesmas setempat serta menyediakan akses
dan pelayanan di fasilitas kesehatan tingkat pertama yang sekaligus merupakan
kegiatan yang membangun potensi masyarakat khususnya kepedulian masyarakat
untuk persiapan dan tindakan dalam menyelamatkan ibu dan bayi baru lahir.
Dalam pelaksanaan P4K, bidan diharapkan berperan sebagai fasilitator dan dapat
membangun komunikasi persuasif dan setara diwilayah kerjanya agar dapat terwujud
kerjasama dengan ibu, keluarga dan masyarakat sehingga pada akhirnya dapat
meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap upaya peningkatan kesehatan ibu
dan
bayibarulahirdenganmenyadarkanmasyarakatbahwapersalinandifasilitaspelayanan
kesehatan akan menyelamatkan ibu dan bayi barulahir.
3. Ibu hamil yang mendapatkan pelayanan antenatal minimal 4 kali(K4).
Indikator ini memperlihatkan akses pelayanan kesehatan terhadap ibu hamil dan
tingkat kepatuhan ibu hamil dalam memeriksakan kehamilannya ketenaga kesehatan
minimal 4 kali, sesuai dengan ketetapan waktu kunjungan. Disamping itu, indikator ini
21
menggambarkan tingkat perlindungan ibu hamil di suatu wilayah, Melalui kegiatan ini
diharapkan ibu hamil dapat dideteksi secara dini adanya masalah atau gangguan
atau kelainan dalam kehamilannya dan dilakukan penanganan secara cepat
dantepat.
Pada saat ibu hamil melakukan pemeriksaan kehamilan, tenaga kesehatan
memberikan pelayanan antenatal secara lengkap (10 T) yang terdiri dari: timbang
badan dan ukur tinggi badan, ukur tekanan darah, nilai status gizi (ukur LiLA), ukur
tinggi fundus uteri, tentukan presentasi janin dan denyut jantung janin, skrining status
imunisasi TT dan bila perlu pemberian imunisasi TT, pemberian tablet besi (90 tablet
selama kehamilan), test lab sederhana (Golongan Darah, Hb, Glukoprotein Urin) dan
skrining terhadap Hepatitis B, Sifilis, HIV, Malaria, TBC, tata laksana kasus, dan temu
wicara/ konseling termasuk P4K serta KB PP.
Melalui konseling yang aktif dan efektif, diharapkan ibu hamil dapat melakukan
perencanaan kehamilan dan persalinannya dengan baik serta memantapkan
keputusan ibu hamil dan keluarganya untuk melahirkan ditolong tenaga kesehatan di
fasilitas kesehatan.
4. Dukungan regulasi pelayanan KIA dan persalinan di Fasyankes oleh PemerintahDaerah.
5. Dukungan lintas program, lintas sektor, dan organisasi profesi dalam pelayanan KIA
yang komprehensif.
6. Peningkatan akses persalinan di fasyankes baik melalui JKN, BOK maupun melalui
Jampersal (Rumah Tunggu Kelahiran (RTK), tranportasi rujukan dan pembiayaan
persalinan).
7. Dukungan dalam pemenuhan Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidangKesehatan.
8. Intervensi kesehatan yang komprehensif yang dilaksanakan mulai dari masa remaja
dan calon pengantin, dan terintegra si dalam kerangka upaya penurunan stunting.
Alternatif solusi
Beberapa alternatif solusi untuk meningkatkan cakupan kabupaten/kota yang
melaporkan pelayanan persalinan di fasilitas pelayanan kesehatan, antaralain:
1. Meningkatkan kapasitas tenaga kesehatan dalam manajemen data kesehatan keluarga,
termasuk dalam pelaporan berjenjang.
2. Meningkatkan kesadaran Puskesmas dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
pentingnya data untuk analisis program kesehatan keluarga.
22
3. Meningkatkan pengetahuan, peran, dan dukungan keluarga dan masyarakat melalui kegiatan
kelas ibu hamil dan Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi(P4K).
4. Distribusi buku KIA dan pemanfaatannya, sebagai sarana pencatatan pelayanan kesehatan dan
media kie kesehatan ibu dan anak untuk ibu dan keluarga sampai ke masyarakat.
5. Audit Maternal dan Perinatal dan Surveilans KematianIbu
6. Meningkatkan dukungan Pemda dalam pencapaian SPM BidangKesehatan
7. Pengembangan model Sekolah Sehat dalam UKS
8. Penguatan Promosi dan advokasi persalinan di fasyankes di setiap level pemerintahan daerah
9. Integrasi dan sinkronisasi dalam upaya pencegahan stunting dan penguatan akreditasi
fasyankes.
23
Untuk meningkatkan daya tangkal dan daya juang pembangunan kesehatan yang
merupakan modal utama pembangunan nasional, tinjauan kembali terhadap kebijakan
pembangunan kesehatan telah merupakan keharusan.
Dari Grafik diatas terlihat bahwa Halmahera Selatan dan Kepulauan Sula sudah 100%
melakukan pengawasan terhadap sarana air minum yang ada diwilayahnya, sementara capain
terendah ada di Taliabu dan Halmahera Timur yaitu 49 %. Secara keselruhan dalam prpvinsi Maluku
Utara capaiannya 73 %.
Dari Garafik diatas juga terlihat bahwa capaian hasil rekapitulasi e-monev pengawasan kualitas
air minum semua Kab/Kota sudah dapat menginput data sarana air minum kedalam e-monev PKAM.
Dalam penginputan data ke e-monev PKAM sangat terasa sekali hampir semua Kab/Kota mengalami
kendala dengan masalah jaringan internet, terutama bagi petugas kesehatan lingkungan puskesmas
yang berada di kecamatan-kecamatan. Masalah lain juga dalam penginputan data belum semua
petugas kesehatan lingkungan puskesmas tahu cara penginputan data baik dengan menggunakan
laptop maupun HP Android, sehingga ada beberapa kab/kota yang datanya masih stagnan (hamper
tidak pernah berubah).
24
Berdasarkan data diatas tergambar jumlah desa/ kelurahan yang melaksanakan STBM tertinggi
di Kota Ternate yaitu 77,92 % menyusul Kota Tidore Kepulauan 77,53 % dan yang terendah adalah
Kabupaten Pulau Morotai 19,32 %. Adapun target indikator adalah 450 Desa/Kelurahan
Pelaksanaan kegiatan Higiene Sanitasi Pangan merupakan salah satu aspek dalam
menjaga keamanan pangan yang harus dilaksanakan secara terstruktur dan terukur dengan
kegiatan, sasaran dan ukuran kinerja yang jelas, salah satunya dengan mewujudkan Tempat
Pengelolaan Pangan (TPP) yang memenuhi syarat kesehatan. TPP yang memenuhi syarat
kesehatan adalah TPP yang memenuhi persyaratan hygiene sanitasi yang dibuktikan dengan
sertifikat laik hygiene sanitasi. TPP adalah Tempat Pengelolaan Pangan (TPP) siap saji yang
terdiri dari Rumah Makan/Restoran, Jasa Boga, Depot Air Minum, Sentra
Makanan Jajanan, dan Kantin Sekolah.
25
Pada garafik diatas tergambar capaian TPP yang memenuhi syarat berdasarkan data
aplikasi e-monev HSP yaitu sebesar 44,66 % artinya sudah melampaui target Nasional,
namun masih dibawah target provinsi. Berdasarkan capaian Kabupaten Kota, capain tertinggi
ada pada Kota Tidore Kepulauan disusul oleh Kab. Halmahera Timur, dan salah satu
Kabupaten yaitu Taliabu tidak menginput sama sekali dalam e-monev selama tahun 2019.
Adapun target nasional TPM Memenuhi syarat tahun 2019 sebesar 32 % dan target
provinsi sebesar 90 %.
Dari data diatas tergambar bahwa semua Rumah Sakit yang ada di Provinsi Maluku
Utara hanya sekitar 43 % yang mengelola limbah Medis sesuai standar, sedangkan target
Nasional hanya 36 % sudah dilampaui, namun belum mencapai target Provinsi yaitu 80 %
Data Rumah sakit yang memiliki alat IPAL sesuai standar adalah: RSUD Soasio, RSUD
Jailolo, RSUD Weda, RSUD Maba, RSUD Sanana, RSUD Tobelo, RSUD Morotais dan RSU
26
Chasan Bosoeiri yang, sedangkan RS TNI, RS. Bayangkara, RS Dharma Ibu, RS Islam
Muhamadiyah, RS Medika Falm, RS Prima Ternate, RS Umum sofifi dan RS Bobong di
Taliabu belum memiliki alat Ipal, untuk penanganan limbah cair mereka menggunakan septic
tank.
Sedangkan pengelolaan Limbah Medis Padat semua Rumah sakit yang ada di Wilayah
Kota Ternate melakukan MOU dengan Dinas Kesehatan Kota Ternate, termasuk RSUD
Soasio, RSUD Jailolo, RSUD Weda untuk di Musnahkan dengan Incinerator pada TPA
Takome.
TTU yang memenuhi syarat kesehatan adalah tempat dan fasilitas umum minimal
sarana pendidikan dan pasar tradisional yang memenuhi syarat kesehatan berdasarkan hasil
Inspeksi Kesehatan Lingkungan sesuai standar di wilayah kab/kota dalam kurun waktu 1
tahun. TTU dinyatakan sehat apabila memenuhi persyaratan fisiologis, psikologis, dan dapat
mencegah penularan penyakit antar pengguna, penghuni, dan masyarakat sekitarnya serta
memenuhi persyaratan dalam pencegahan terjadinya masalah kesehatan.
Pada Grafik diatas terlihat bahwa pada tahun 2019 target Nasional indikator Persentase
TTU yang Memenuhi Syarat Kesehatan sebesar 58 % dan target Provinsi sebesar 95%
sedangkan realisasi indikator Provinsi sebesar 67 %. Itu berarti pada tahun 2019 realisasi
indikator sudah mencapai target indikator nasional yang ditetapkan, namun belum mencapai
target Provinsi.
Data diatas menunjukkan bahwa Kabupaten kota yang cakupan TTU memenuhi syarat
paling rendah adalah Kabupaten Halmahera Tengan hanya 49 % dan yang paling tinggi pada
Kabupaten Pulau Taliabu sebesar 92% disusul Kota Ternate 91 %.
27
khusus atau kesling tertentu yang sebagian besar dari keseluruhan kegiatan tersebut
berorientasi pada pemberdayaan masyarakat. Penyelenggaraan Kabupaten/Kota Sehat
sendiri merupakan kegiatan pemerintah daerah yang ditujukan untuk meningkatkan kondisi
lingkungan di wilayahnya kearah yang lebih baik sehingga masyarakatnya dapat hidup dengan
aman, nyaman, bersih dan sehat. Penyelenggaraan Kab/Kota Sehat adalah juga merupakan
pelaksanaan berbagai kegiatan dalam mewujudkan kab/kota sehat berbasis masyarakat yang
berkesinambungan, melalui forum yang difasilitasi oleh pemerintah kab/kota. Kab/kota yang
menyelenggarakan kawasan sehat adalah kab/kota yang menyelenggarakan pendekatan
Kab/Kota Sehat dengan membentuk Tim Pembina dan Forum Kab/Kota Sehat yang
menerapkan minimal 2 Tatanan dari 9 Tatanan Kawasan Sehat yaitu : (1). Kawasan
Permukiman, Sarana, dan Prasarana Umum (2). Kawasan Sarana Lalu Lintas Tertib dan
Pelayanan Transportasi (3). Kawasan Pertambangan Sehat (4). Kawasan Hutan Sehat (5).
Kawasan Industri dan Perkantoran Sehat (6). Kawasan Pariwisata Sehat (7). Ketahanan
Pangan dan Gizi (8). Kehidupan Masyarakat yang Mandiri (9). Kehidupan Sosial yang Sehat.
Dari ke tiga Kab/kota tersebut yang telah menerima penghargaan Swastisaba kategori
Padapa adalah Kota Tidore Kepulauan pada tahun 2017 dan Kota Ternate pada tahun 2019,
sedangkan Kabupaten Halmahera Selatan baru sampai pada tahapan pembentukan Tim
Pembina.
28
G. PROGRAM PASAR SEHAT
Pada tahun 2019, target indikator Jumlah Pasar yang Diawasi yang
Memenuhi Syarat Kesehatan sebesar 40 pasar. Sedangkan realisasi indikator
tersebut sebesar 14 pasar. Itu berarti realisasi indikator tersebut belum mencapai target
indikator dengan capaian kinerja sebesar 35 %.
Upaya Kesehatan Olahraga adalah salah satu upaya kesehatan yang lebih
mengutamakan pendekatan promotif dan preventif tanpa mengabaikan pendekatan kuratif dan
rehabilitatif untuk meningkatkan derajat kesehatan dan kebugaran jasmani melalui kegiatan
aktivitas fisik/latihan fisik olahraga
Kesehatan olahraga yang bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan dan
kebugaran jasmani masyarakat. Laporan WHO pada tahun 2002 menunjukkan kasus
kesakitan dan kematian akibat PTM terus meningkat. PTM sangat erat kaitannya dengan gaya
hidup (life style) seperti pola makan tidak seimbang, kurang melakukan aktivitas fisik/latihan
fisik/olahraga dan kebiasaan merokok.
Menurut studi WHO menyatakan bahwa gaya hidup duduk terus-menerus dalam
bekerja merupakan 1 dari 10 penyebab kematian dan kecacatan di dunia, setiap tahun lebih
30
dari 2 juta kematian disebabkan karena kurang melakukan aktivitas fisik. Beberapa negara,
termasuk Indonesia sekitar 60-85% orang dewasa kurang melakukan aktivitas fisik untuk
memelihara kebugaran jasmani mereka.
Program Kesehatan Kerja dan Olahraga yang dapat dibagi dalam 7 sub program yaitu :
1. Pembinaan Kesehatan pekerja
2. Pembinaan Pelayanan Kesehatan Pekerja
3. Pengendalian Faktor Resiko Kesehatan Lingkungan dan Lingkungan Kerja
4. Keselamatan dan kesehatan Kerja
5. Pembinaan SDM dan Profesi Kesehatan Kerja
6. Pembinaan Kesehatan Olahraga Masyarakat
7. Pembinaan Kesehatan Olahraga Prestasi
Program kesehatan kerja dan olahraga bertujuan membangun masyarakat yang sehat bugar
produktif dan memiliki 7 indikator yaitu
1. Puskesmas yang melaksanakan Kesehatan kerja Dasar
2. Puskesmas yang membina kelompok olahraga diwilayah kerjanya
3. Puskesmas Melaksanakan Kesehatan Olah Raga pada anak sekolah
4. Po UKK di wilayah TPI/PPI
5. Calon
6. Sarkes CTKI yang memenuhi standar
Program kesjaor merupakan implementasi program- program kesehatan pada sasaran tertentu
antara lain pekerja formal, pekerja informal, anak sekolah
Lansia, TKI dll
INDIKATOR RENSTRA KESEHATAN KERJA DAN OLAHRAGA
Sesuai indikator Renstra kesehatan kerja dan olahraga, definisi operasional dan target
capaian hasil seluruh kegiatan kesehatan kerja dan olahraga pada tahun 2019 diperoleh hasil
sebagai berikut :
31
1. Presentase Puskesmas yang menyelenggarkan kesehatan kerja dasar
Pada Grafik diatas tergambar bahwa pada tahun 2019 target Nasional sebesar 90% dan
Target Provinsi sebesar 85 % semuanya belum tercapai dengan capaian Provinsi hyanya 79
%. Adapun Kabupten Kota yang capaian tinggi adalah Kota Tidore Kepulauan yaitu 100% dan
yang paling rendah adalah Kabupaten Halmahera Selatan
Pada Grafik diatas dapat disimpulkan bahwa masih ada Puskesmas yg belum
mmebentuk Pos UKK di wilayahnya sampai akhir tahun 2019. Adapun Kabupaten yang paling
banyak membentuk Pos UKK di Wilayah Puskesmas adalahKabupaten Halmahera Timur
sebanyak 12 Pos UKK di susul Kota Tidore Kepulauan sebnyak 10 Pos, sedangkan yang
paling sidikit membentuk adalah Kabupaten Halmahera Tengah hanya 1 Pos UKK.
Untuk Pembentukan Pos UKK di Wilayah TPI/PPI dari 10 Kabupaten masing-masing
Kab/Kota memiliki 1 PPI/TPi namun sampai dengan akhir tahun 2019 Jumlah Pos UKK yang
terbentuk didaerah PPI/TPI adalah 1 Pos UKK binaan Puskesmas Kalumata/Kota Ternate
yang terbentuk sejak tahun 2016 dengan nama Pos UKK “Cakalang” keanggotaannya terdiri
dari penjual ikan , buruh pikul es, dan nelayan, jumlah anggota 100 orang ,kegiatan yang
dilakukan berupa pemeriksaan kesehatan sebulan sekali dan Penyuluhan kesehatan oleh
Tenaga kesehatan dan pengelola Kesjaor Puskesmas Kalumata.
32
3. Persentase Puskesmas yang melaksanakan kegiatan kesehatan olahraga
pada kelompok masyarakat di wilayah kerjanya
Grafik diatas menunjukkan Puskesmas yang melaksanakan kesehatan olah raga pada
kelompok masyarakat di wilayah kerjanya sebanyak 100 % adalah di wilayah Kota Ternate,
Halbar, dan Morotai, yang terendah di Kabupaten Halmahera Selatan dengan capaian 50 %,
namun dalam lingkup Provinsi secara keseluruhan sudah mencapai 76 % atau sudah
melampaui target Nasional maupun target Provinsi yang menargetkan hanya 60 %.
33
Pada Grafik diatas Secara Keseluruhan Calon Jamaah Haji yang mengikuti tes kebugan
baru mencapai 59 % dari 1310 total calon Jamaah
5. PKM yang melaksanakan Kes.Olahraga bagi anak SD
34
2. Terdapat sekitar 50 % dari 10 Kabupaten Kota mendapatkan dukungan dana dari
BOK terkait kegiatan Kesjaor
3. Terdapat beberapa desa di Kabupaten/Kota mendapatkan dukungan dana dari
dana DD maupun dana desa terkait pelaksanaan kegiatan sosialisasi Pos UKK.
1. Sarana dan prasarana yang belum tersedia/belum lengkap, seperti APD yang
diperlukan untuk Pos UKK yang sudah terbentuk sebagian sudah mendapatkan
bantuan dari Kementerian kesehatan , namun belum semua pekerjanya yang
mendapatkan.
2. Kuantitas dan kualitas petugas Kesjaor di tingkat Puskesmas yang masih kurang
( karena pelaksanaan kegiatan peningkatan kapasitas di Provinsi tidak semua
Puskesmas yang di undang dari 10 Kabupaten/Kota).
3. Masih banyak perilaku masyarakat pekerja yang kurang menganggap pentingnya
kesehatan kerja/bagaimana kerja yang baik/menghindari resiko kerja, dll ( selama
ini sakit yang diderita akibat kerja hanya dianggap sebagai sakit biasa).
36
1 KOTA TERNATE Keputusan Walikota Nomor Kelompok Kerja Pasar Sehat
119.4/II.2/KT/2019
Nomor Strategi Akselarasi Gerakan
Keputusan Walikota 155/II.2/KT/2019 Doti Sehat
Dalam rangka mempercepat dan mensinergikan tindakan dari upaya promotif dan
preventif dan untuk mewujudkan Gerakan Masyarakat Hidup Sehat, maka Presiden
mengeluarkan Instruksi Presiden No. 1 tahun 2017 tentang Gerakan Masyarakat Hidup Sehat
dengan menginstruksikan para Menteri, Kepala Lembaga Pemerintah non Kementerian,
Direktur Utama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan dan Gubernur dan Bupati
Walikota untuk menetapkan kebijakan dan mengambil langkah-langkah tugas, fungsi, dan
kewenangan masing-masing untuk mewujudkan Gerakan Masyarakat Hidup Sehat.
Dalam upaya melaksanakan Instruksi Presiden Nomor 1 tahun 2017 tentang Gerakan
37
Masyarakat Hidup Sehat, maka hingga tahun 2019 sebanyak 5 kebijakan GERMAS yang
telah terlaporkan di Maluku Utara. Pada tahun 2019 dilakukan advokasi Kebijakan Germas di
kab Halmahera Utara dan Kab Halmahera Timur, akan tetapi kebijakan Germas di kedua
kabupaten tersebut masih belum dapat dihasilkan.
BENTUK
KAB/KOTA/PROV NOMOR KEBIJAKAN URAIAN
KEBIJAKAN
KOTA TERNATE Gerakan Masyarakat hidup
Instruksi Walikota Nomor : 4 tahun 2017 sehat
KAB Intruksi Bupati Nomor 1 Tahun 2017
HALMAHERA Gerakan Masyarakat hidup
BARAT sehat
KAB Intruksi Bupati Nomor 9 tahun 2018
HALMAHERA Gerakan Masyarakat hidup
SELATAN sehat
KAB KEPULAUAN Keputusan Bupati Keputusan Bupati Kepulauan
SULA Sula tentang POKJANAL Desa
Nomor 53 A tahun
Siaga Aktif dan Tim Pembina
2018
Gerakan Masyarakat Hidup
Sehat Kab. Kepulauan Sula
PROVINSI Keputusan Pembentukan Forum
MALUKU UTARA Gubernur Nomor Komunikasi GERMAS Prov
486/KPTS/MU/2019 Malut
Faktor Pendukung
Tercapainya indikator kebijakan wawasan kesehatan sebesar 70% pada tahun ini,
didukung oleh komitmen para pemegang kebijakan di daerah untuk membuat kebijakan
yang berpihak pada kesehatan masyarakat. Dengan dibuatnya kebijakan tersebut maka
diharapkan menjadi kesepakatan bersama stakeholder untuk mewujudkan kebijakan
tersebut. Keberhasilan pembangunan kesehatan sangat ditentukan adanya upaya yang
berkesinambungan dan dukungan dari berbagai pihak.
Faktor Penghambat
Kebijakan – kebijakan yang telah dibuat sebelumnya ataupun pada tahun ini masih
mengalami kendala pada penerapannya di lapangan. Belum semua kebijakan yang telah
dibuat dapat diterapkan sesuai dengan yang diharapkan. Hal ini sangat terkait dengan
sumber daya yang dimiliki oleh masing-masing daerah baik berupa dana, SDM maupun
sarana yang dimiliki. Misalnya saja pada kebijakan KTR, belum semua dapat diterapkan di
instansi maupun masyarakat. Selain itu upaya advokasi guna mendorong dikeluarkannya
kebijakan Germas masih mengalami kendala terkait koordinasi internal kabupaten. Namun
diharapkan pada awal 2020 kab Halmahera Utara dan Kab Halmahera Timur telah dapat
mengeluarkan kebijakan pelaksanaan GERMAS.
38
Upaya pencapaian/solusi
Upaya yang dilakukan dalam mengatasi permasalahan tersebut adalah melakukan advokasi
untuk mendorong dikeluarkannya kebijakan baru dan sosialisasi tentang kebijakan yang telah
dibuat baik ke lintas sektor, lintas program maupun unsur masyarakat. Sosialisasi juga
dilakukan menggunakan berbagai media yang ada baik media cetak, media elektronik
maupun media tradisional.
39
Perbandingan Target dan Realisasi Kinerja
Target Indikator Persentase desa yang mengalokasikan dana desa untuk UKBM
pada tahun 2019 sebesar 90%, sedangkan capaian Indikator sebesar 74. Capaian ini
lebih rendah dari tahun 2018 yaitu 100%, hal tersebut kemungkinan karena hanya 7 dari
10 kabupaten yang melaporkan terkait penggunaan dana desa untuk UKBM. Data
tentang penggunaan dana desa seringkali agak sulit diperoleh dari DPMD
kabupaten/kota.
42
c) Jumah Dunia Usaha yang Memanfaatkan CSR untuk Kesehatan
Pada tahun 2019, hanya sebanyak 2 dunia usaha yang
dilaporkan memanfaatkan CSR untuk kesehatan di wilayah Maluku Utara,
yaitu ANTAM dan WBN. Kedua perusahaan ini berrgerak dalam bidang
pertambangan. Bentuk CSR yang diberikan adalah pemenuhan sarana dan
prasarana temasuk penguatan posyandu khsusnya untuk wilayah lingkar
tambang.
43
bidang kesehatan maka dilakukan berbagai upaya penggalangan mitra potensial
baik dalam bentuk sosialisasi serta advokasi di kabupaten/kota. Sebanyak 13
ORMAS telah berperan aktif dalam mendkukung kesehatan dari target 12 ORMAS
45
Mendorong pembiayaan Penguatan Posyandu melalui berbagai sumber
pembiayaan seperti Dana Dekonsentrasi, Dana Alokasi Khusus baik Fisik dan
Non Fisik dan Dana Desa
Penguatan Fungsi Pokjanal Posyandu di tingkat provinsi maupun
kabupaten/kota.
Menguatkan koordinasi dan kemitraan dengan PKK baik di Provinsi,
Kabupaten/kota hingga ke kecamatan dan desa
Alternatif solusi
46
Penguatan teknis dan pedampingan pelaksanaan kegiatan promosi kesehatan
dan pemberdayaan masyarakat oleh pengelola promkes provinsi ke
kabupaten/kota dan puskesmas.
Mendorong Pemerintah Daerah Kab./Kota untuk pemenuhan tenaga Promosi
Kesehatan di Puskesmas baik melalui APBD maupun DAK Non Fisik
Mendorong upaya untuk Peningkatan Kapasitas Petugas Promosi Kesehatan
di Puskesmas terkait Pengelolaan Promosi Kesehatan di Puskesmas
Melakuka refreshing Petugas Promosi Kesehatan Puskesmas untuk
beberapa kab/kota
Mendorong keswadayaan masyarakat dalam mendukung upaya kesehatan di
Posyandu dalam upaya meningkatkan strata perkembangan Posyandu
Faktor pendukung :
1. Kegiatan yang dilaksanakan di program dukman merupakan kegiatan yang
terintegrasi untuk semua seksi yang ada di bidang kesmas
Faktor penghambat:
1. Beberapa kegiatan pada dukman merupakan kegiatan yang menunggu pemanggilan
dari pusat, dimana terdapat beberapa kegiatan yang semula sudah terencanakan
47
B. Realisasi Anggaran
48
Efisiensi yang telah dilakukan
Didalam pelaksanaan upaya pencapaian kinerja, ada beberapa upaya efisiensi
untuk mengefektifkan pelaksanaan kegiatan.
Beberapa upaya tersebut antara lain :
1. Melakukan pertemuan tingkat Provinsi secara terpadu. Beberapa pertemuan yang
mengundang pengelola program yang sama, disatukan dalam satu pertemuan.
Melalui keterpaduan ini cukup menghemat pengeluaran di sisi transportasi.
2. Melakukan Orientasi terintegrasi. Kegiatan ini menggabungkan beberapa Orientasi
Program yang ada menjadi 1 pelatihan. Melalui kegiatan ini, cukup mengefisienkan
anggaran di sisi transportasi karena pengelola program tidak dipanggil berkali-kali.
.
49
BAB IV
Kesimpulan