BAB 1
PENGERTIAN
1.1 Puskesmas
Seperti halnya hak, kewajiban puskesmas pun belum diatur secara jelas dalam
undang-undang. Namun, dalam Peraturan Menteri Kesehatan no. 128 tentang
Kebijakan Dasar Puskesmas, diatur tentang upaya kesehatan wajib, fungsi dan
tugas, dan azas penyelenggaraan puskesmas yang konteksnya hampir mirip
dengan kewajiban puskesmas, yakni:
BAB 3
Kewajiban ahli gizi diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan nomor 374 tahun
2007 tentang standar profesi gizi. Berbagai kewajiban tersebut antara lain:
a. Kewajiban Umum
1) Ahli Gizi berperan meningkatkan keadaan gizi dan kesehatan serta berperan
dalam meningkatkan kecerdasan dan kesejahteraan rakyat
2) Ahli Gizi berkewajiban menjunjung tinggi nama baik profesi gizi dengan
menunjukkan sikap, perilaku, dan budi luhur serta tidak mementingkan diri
sendiri
5) Ahli Gizi berkewajiban memberikan informasi kepada klien dengan tepat dan
jelas, sehingga memungkinkan klien mengerti dan mau memutuskan sendiri
berdasarkan informasi tersebut.
3) Ahli Gizi harus menunjukan sikap percaya diri, berpengetahuan luas, dan
berani mengemukakan pendapat serta senantiasa menunjukan kerendahan
hati dan mau menerima pendapat orang lain yang benar.
a. Kewajiban umum
6) Seorang hanya memberi saran atau rekomendasi yang telah melalui suatu
proses analisis secara komprehensif.
11) Seorang sanitarian dalam bekerja sama dengan para pejabat di bidang
kesehatan dan bidang lainnya serta masyarakat, harus saling menghormati.
2) Seorang sanitarian tidak boleh saling mengambil alih pekerjaan dari teman
seprofesi, kecuali dengan persetujuan, atau berdasarkan prosedur yang ada.
Kewajiban bidan diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan nomor 369 tahun
2007 tentang standar profesi bidan. Berbagai kewajiban tersebut antara lain:
1) Setiap bidan wajib menjaga nama baik dan menjunjung tinggi citra profesi
dengan menampilkan kepribadian yang bermartabat dan memberikan
pelayanan yang bermutu kepada masyarakat
Kewajiban dokter pada dasarnya terdiri dari kewajiban yang timbul akibat
profesinya atau sifat layanan medisnya yang diatur dalam sumpah dokter, etika
kedokteran dan berbagai standar dan pedoman, kewajiban menghormati hak
pasien dan kewajiban yang berhubungan dengan fungsi sosial pemeliharaan
kesehatan. Penyelenggaraan praktik kedokteran diatur dalam Undang-
Undang 29 Tahun 2004 Pasal 51 bahwa dokter dan dokter gigi memiliki
kewajiban sebagai berikut:
Kewajiban dokter dan dokter gigi juga diatur oleh Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 1419/MENKES/PER/X/2005 Tentang Penyelenggaraan
Praktik Dokter dan Dokter Gigi dan Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 290/MENKES/PER/III/2008 Tentang Persetujuan Tindakan
Kedokteran. Pada Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1419/MENKES/PER/X/2005 Tentang Penyelenggaraan Praktik Dokter dan Dokter
Gigi mengatur kewajiban dokter dan dokter gigi antara lain:
a. Setiap dokter dan dokter gigi yang akan melakukan praktik kedokteran pada
sarana pelayanan kesehatan atau praktik perorangan wajib memiliki Surat
Izin Praktik (SIP).
Hal ini juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 Pasal 12
Tentang Rumah Sakit yang berisi bahwa setiap tenaga kesehatan yang
melakukan praktik kedokteran di Rumah Sakit wajib memiliki SIP sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 20
(2) Papan nama sebagaimana dimaksud ayat (1) harus memuat nama dokter
atau dokter gigi dan nomor registrasi sesuai dengan SIP yang diberikan.
(3) Dalam hal dokter dan dokter gigi sebagaimana dimaksud ayat (2)
berhalangan melaksanakan praktik dapat menunjuk dokter dan dokter gigi
pengganti.
(4) Dokter dan dokter gigi pengganti sebagaimana dimaksud ayat (3) harus
dokter dan dokter gigi yang memiliki SIP atau sertifikat Kompetensi peserta
PPDS dan STR
a. Dokter atau dokter gigi harus meminta persetujuan atas semua tindakan
kedokteran yang dilakukan kepada pasien baik secara tertulis atau lisan.
Hal ini diatur dalam pasal 2 ayat 1 dan 2. Kemudian pada ayat 3 dijelaskan
bahwa persetujuan diberikan setelah dokter atau dokter gigi menjelaskan
perlunya tindakan kedokteran tersebut.
Pada pasal 3 ditegaskan kembali bahwa dokter atau dokter gigi yang
melakukan tindakan kedokteran berisiko wajib meminta persetujuan secara
tertulis yang ditandatangani oleh pihak yang berhak memberikan persetujuan.
Namun pada keadaan darurat, tindakan kedokteran dilakukan tanpa meminta
persetujuan lebih dahulu seperti yang diatur dalam pasal 4 ayat 1.
4.5 Kewenangan dan Hak Ahli Gizi, Sanitarian, Bidan, Dokter dan
Dokter Gigi
a. Kewenangan
Kewenangan ahli gizi dan sanitarian tidak diatur khusus dalam suatu peraturan.
Secara umum kewenangan tenaga kerja diatur dalam UU no. 36 tahun 2009
pasal 22 yaitu tenaga kesehatan berwenang untuk menyelenggarakan
pelayanan kesehatan. Pelayanan kesehatan yang dimaksud dilakukan sesuai
bidang keahlian yang dimiliki.
Kewenangan bidan diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan nomor 900 tahun
2002 tentang regristasi dan praktik bidan. Dalam keadaan tidak terdapat dokter
yang berwenang pada wilayah tersebut, bidan dapat memberikan pelayanan
pengobatan pada penyakit ringan bagi ibu dan anak sesuai dengan
kemampuannya. Bidan dalam menjalankan praktiknya berwenang untuk
memberikan pelayanan yang meliputi:
1) Pelayanan Kebidanan;
a) memberikan imunisasi;
b) memberikan suntikan pada penyulit kehamilan, persalinan dan nifas;
c) mengeluarkan placenta secara manual;
d) bimbingan senam hamil;
e) pengeluaran sisa jaringan konsepsi;
f) episiotomi;
g) penjahitan luka episiotomi dan luka jalan lahir sampai tingkat II;
h) amniotomi pada pembukaan serviks lebih dari 4 cm;
i) pemberian infus;
j) pemberian suntikan intramuskuler uterotonika, antibiotika dan
sedativa;
k) kompresi bimanual;
l) versi ekstraksi gemelli pada kelahiran bayi kedua dan seterusnya
m) vacum ekstraksi dengan kepala bayi di dasar panggul;
n) pengendalian anemi;
o) meningkatkan pemeliharaan dan penggunaan air susu ibu;
p) resusitasi pada bayi baru lahir dengan asfiksia;
q) penanganan hipotermi;
r) pemberian minum dengan sonde/ pipet;
s) pemberian obat-obat terbatas, melalui lembaran permintaan obat
t) pemberian surat keterangan kelahiran dan kematian.
b. Hak
Hak ahli gizi, sanitarian dan bidan tidak diatur khusus dalam suatu peraturan.
Hak tenaga kesehatan secara umum dijelaskan pada PP nomor 36 tahun 1996,
yaitu:
1) Pasal 10: Setiap tenaga kesehatan memiliki kesempatan yang sama untuk
mengikuti pelatihan di bidang kesehatan sesuai dengan bidang tugasnya.
3) Pasal 25: Kepada tenaga kesehatan yang bertugas pada sarana kesehatan
atas dasar prestasi kerja, pengabdian, kesetiaan, berjasa pada negara
atau meninggal dunia dalam melaksanakan tugas diberikan penghargaan.
7) Berhak untuk diperlakan adil dan jujur, baik oleh puskesmas maupun oleh
pasien.
BAB 4
Hak pasien yang lainnya sebagai konsumen adalah hak untuk didengar dan
mendapatkan ganti rugi apabila pelayanan yang didapatkan tidak sebagaimana
mestinya. Masyarakat sebagai konsumen dapat menyampaikan keluhannya
kepada pihak puskesmas sebagai upaya perbaikan puskesmas dalam
pelayanannya. Selain itu konsumen berhak untuk memilih dokter yang
diinginkan dan berhak untuk mendapatkan opini kedua (second opinion), juga
berhak untuk mendapatkan rekam medik (medical record) yang berisikan riwayat
penyakit pasien.
Pada ayat (2) yang dimaksud hak pasien yakni hak atas Informasi, hak atas
pendapat kedua (second opinion), hak atas kerahasiaan, hak atas persetujuan
tindakan medis, hak atas masalah spiritual, dan hak atas ganti rugi.
(1) Setiap orang berhak atas ganti rugi akibat kesalahan atau kelalaian yang
dilakukan tenaga kesehatan.
(2) Ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) dilaksanakan sesuai
dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Hak Pasien dalam sebuah Puskesmas telah diatur dalam UU No 44 tahun 2009.
Pada pasal 32 disebutkan bahwa setiap pasien mempunyai hak sebagai berikut: