Anda di halaman 1dari 30

BAB II

TINJUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Puskesmas

Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) adalah suatu organisasi


kesehatan fungsional yang merupakan pusat pengembangan kesehatan
masyarakat yang juga membina peran serta masyarkat di samping
memberikan pelayanan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat
di wilayah kerjannya dalam bentuk kegiatan pokok, Depkes RI (2004).
Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang
menyelenggarkan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan
perorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif
dan prepentif untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi
tingginya diwilayah kerjanya, Permenkes (2014).
Puskesmas merupakan fasilitas pelayanan kesehatan dasar yang
menyelenggarakan upaya kesehatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan
(promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit
(kuratif), dan pemulihan kesehatan kesehatan (rehabilitatif), yang
dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan,
Permenkes (2016).
Menurut dr. Azrul Azwar, MPH (1996) Puskesmas adalah suatu unit
pelaksanaan fungsional yang berfungsi sebagai pusat pembangunan
kesehatan, pusat pembinaan peran serta masyarakat dalam bidang kesehatan
serta pusat pelayanan kesehatan tingkat pertama yang menyelenggarakan
kegiatan secara menyeluruh terpadu yang berkesinambungan pada suatu
masyarakat yang bertempat tinggal dalam suatu wilayah tertentu.
Sedangkan Puskemas menurut Dr. A. A. Gede Muninjaya, MPH.
adalah unit organisasi pelayanan kesehatan terdepan yang mempunyai misi
sebagai pusat pengembangan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan
terpadu untuk masyarakat yang tinggal di suatu wilayah terntu.
Perluasan jangkauan pelayanan kesehatan maka puskesmas perlu
ditunjang dengan unit pelayanan yang lebih sederhana diantaranya, yaitu :
1. Puskesmas Pembantu (Pustu) merupakan tempat pelayanan
pengobatan dibawah puskesmas induk yang pelayanannya dilakukan
oleh seorang perawat yang bertempat disuatu desa jauh dari
puskesmas induk.
2. Puskesmas Keliling (Pusling) kegiatannya dilakukan sama seperti
didalam puskesmas, hanya saja puskesmas keliling dilakukan oleh
seorang dokter, bidan, gizi dan asisten apoteker.
3. Posyandu Bersalin Desa (Polindes), yaitu suatu pelayanan yang
dilakukan oleh seorang bidan yang ditempatkan di suatu desa jauh dari
puskesmas induk.
4. Posyandu, terbagi 2 yaitu :
a. Posyandu untuk kesehatan Ibu dan Balita, terutama pelayanan
imunisasi dan gizi terhadap ibu hamil, bayi, dan balita
b. Posyandu lansia (lanjut usia) untuk pelayanan kesehatan bagi
usia lanjut.
2.2 Tugas dan Fungsi Puskesmas
Tugas Puskesmas menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 34 Tahun 2019 Terkait Penyelenggaraan, Tugas, Fungsi,
dan Wewenang.
1. Puskesmas mempunyai tugas melaksanakan kebijakan kesehatan
untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya.
2. Untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan sebagaimana
dimaksud pada ayat 1 puskesmas mengintegrasikan program yang
yang dilaksanakannya pendekatan keluarga.
3. Pendekatan keluarga sebagaimana dimaksud ayat 2 merupakan salah
satu cara puskesmas mengintegrasikan program untuk meningkatkan
jangkauan sasaran dan mendekatkan mendatangi keluarga.

Fungsi puskesmas, menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI


No.128/Men- kes/SK/II/2004 adalah :
1. Pusat Pergerakan Pembangunan Berwawasan Kesehatan Puskesmas
selalu berupaya menggerakan dan memantau penyelenggaraan
pembangunan lintas sektor termasuk oleh masyarakat dan dunia usaha
di wilayah kerjanya, sehingga berwawasan serta mendukung
pembangunan kesehatan. Khusus untuk pembangunan kesehatan,
upaya yang dilakukan puskesmas adalah mengutamakan pemeliharaan
kesehatan dan pencegahan penyakit tanpa mengabaikan penyembuhan
penyakit dan upaya pemulihan kesehatan (Depkes RI, 2004).
2. Pusat Pemberdayaan Masyarakat Puskesmas selalu berupaya agar
perorangan terutama pemuka masyarakat, keluarga, dan masyarakat
termasuk dunia usaha memiliki kesadaran, kemauan, dan kemampuan
melayani diri sendiri dan masyarakat untuk hidup sehat, berperan aktif
dalam memperjuangkan kepentingan kesehatan termasuk sumber
pembiayaannya, serta ikut menetapkan, menyelenggarakan, dan
memantau pelaksanaan program kesehatan. Pemberdayaan
perorangan, keluarga dan masyarakat ini diselenggarakan dengan
memperhatikan kondisi situasi, khususnya sosial budaya masyarakat
setempat (Depkes RI, 2004).
3. Pusat Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama Puskesmas bertanggung
jawab menyelenggarakan pelayanan kesehatan tingkat pertama secara
menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan. Pelayanan kesehatan
tingkat pertama yang menjadi tanggung jawab puskesmas, meliputi :
a) Pelayanan Kesehatan Perorangan
Pelayanan kesehatan perorangan adalah pelayanan yang
bersifat pribadi dengan tujuan utama menyembuhkan penyakit
dengan pemulihan kesehatan perorangan, tanpa mengabaikan
pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit. Pelayanan
tersebut adalah rawat jalan dan untuk puskesmas tertentu
ditambah dengan rawat inap(Depkes RI, 2004).

b) Pelayanan Kesehatan Masyarakat


Pelayanan kesehatan masyarakat adalah pelayanan yang
bersifat publik dengan tujuan utama memelihara dan
meningkatkan kesehatan serta mencegah penyakit tanpa
mengabaikan penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan.
Pelayanan kesehatan masyarakat tersebut antara lain adalah
promosi kesehatan dan pemberatasan penyakit, penyehatan
lingkungan, perbaikan gizi, peningkatan kesejahteraan keluarga,
keluarga berencana, kesehatan jiwa masyarakat serta berbagai
program kesehatan masyarakat lainnya (Depkes RI, 2004)
Ada beberapa proses dalam melaksanakan fungsi tersebut
yaitu merangsang masyarakat termasuk swasta untuk
melaksanakan kegiatan dalam rangka menolong dirinya sendiri,
memberikan petunjuk kepada masyarakat tentang bagaimana
menggali dan menggunakan sumber daya yang ada secara
efektif dan efisien, memberikan bantuan yang bersifat
bimbingan teknis materi dan rujukan medis maupun rujukan
kesehatan kepada masyarakat dengan ketentuan bantuan tersebut
tidak menimbulkan ketergantungan memberikan pelayanan
kesehatan langsung kepada masyarakat, bekerja sama dengan
sektor-sektor yang bersangkutan dalam melaksanakan program
puskesmas (Efendi, 2009).
Puskesmas mempunyai peran yang sangat vital sebagai
institusi pelaksana teknis, dituntut memiliki kemampuan
manajerial dan wawasan jauh ke depan untuk meningkatkan
kualitas pelayanan kesehatan. Peran tersebut ditunjukkan dalam
bentuk keikutsertaan dalam menentukan kebijakan daerah
melalui sistem perencanaan yang matang dan realistis, tata
laksana kegiatan yang tersusun rapi, serta sistem evaluasi dan
pemantauan yang akurat. Pada masa mendatang, puskesmas juga
dituntut berperan dalam pemanfaatan teknologi informasi terkait
upaya peningkatan pelayanan kesehatan secara komprehensif
dan terpadu (Efendi, 2009).
2.3 Tujuan Puskesmas
Tujuan Puskesmas adalah Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
(FKTP) yang bertanggung jawab atas kesehatan masyarakat di wilayah
kerjanya pada satu atau bagian wilayah kecamatan. Tujuan puskesmas
mengacu pada kebijakan pembangunan kesehatan Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota bersangkutan, yang tercantum dalam Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dan Rencana Lima
Tahunan dinas kesehatan kabupaten/kota (Kementerian Kesehatan RI,
2016).
Tujuan pembangunan kesehatan yang dilaksanakan oleh puskesmas
tertera dalam peraturan menteri kesehatan Republik Indonesia nomor 75
tahun 2014 Pasal 2, yang mana tujuan puskesmas adalah. :
1. Untuk mewujudkan masyarakat yang memiliki perilaku sehat yang
meliputi kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat.
2. Untuk mewujudkan masyarakat yang mampu menjangkau pelayanan
kesehatan bermutu.
3. Untuk mewujudkan masyarakat yang hidup dalam lingkungan sehat.
4. Untuk mewujudkan masyarakat yang memiliki derajat kesehatan yang
optimal, baik individu, keluarga, kelompok dan masyarakat
(Kementerian Kesehatan RI, 2014).
2.4 Persyaratan Puskesmas

Menurut Permenkes RI Nomor 43 Tahun 2019, Ada beberapa


Persyaratan Puskesmas yang harus di perhatikan dalam penyelenggaraan
puskesmas yaitu:
Pasal 10
1. Puskesmas harus didirikan pada setiap kecamatan.
2. Dalam kondisi tertentu, pada satu kecamatan dapat didirikan lebih dari
(satu) Puskesmas.
3. Kondisi ditetapkan berdasarkan pertimbangan kubutuhan pelayanan,
jumlah penduduk, dan aksebilitas.
4. Puskesmas harus memenuhi persyaratan lokasi, bangunan, prasarana,
peralatan, ketenagaan, kefarmasian, dan laboratorium klinik.

Pasal 11
1. Persyaratan lokasi sebagaimana dimaksud dalam pasal ayat (4)
meliputi:
a. Geografis
b. aksebilitas
c. kontur tanah
d. fasilitas parkir
e. fasilitas keamanan
f. ketersediaan utilitas publik
g. pengelolaan kesehatan lingkungan
h. tidak didrikan di area sekitar saluran udara tegangan tinggi dan
saluran udara tenaga ekstra tinggi sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
2. Selain Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pendirian
Puskesmas harus memperhatikan ketentuan teknis pembangunan
gedung negara.
Pasal 12
1. Persyaratan bangunan sebagaimana dimaksud dalam pasal dalam 10
ayat (4) meliputi:
a. persyaratan administratif,persyaratan keelamatan dan kesehatan
kerja serta persyaratan teknis bangunan.
b. bangunan bersifat permanen dan terpisah dengan bangunan lain.
c. bangunan didirikan dengan memperhatikan fungsi, keamanan,
kenyamanan, perlindungan keselamatan dan kesehatan serta
kemudahan dalam memberi pelayanan bagi semua orang
termasuk yang berkebutuhan khusus, penyandang disabilitas,
anak-anak dan lanjut usia.
2. Persyaratan teknis bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a sesuai dengan pedoman yang ditetapkan oleh Direktur Jendral
pada Kementrian Kesehatan yang memiliki tugas dan fungsi di bidang
pelayanan kesehatan.

Pasal 13
1. Selain memiliki bangunan yang memenuhi persyaratan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 12, setiap Puskesmas memiliki bangunan
rumah dinas Tenaga Kesehatan dan bangunan lainnya sesuai dengan
kebutuhan.
2. Bangunan rumah dinas Tenaga Kesehatan sebagai mana dimaksud
pada ayat (1) didirikan dengan mempertimbangkan akses aksibilitas
Tenaga Kesehatan dalam memberikan pelayanan.
3. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan dalam
hal terdapat keterbatasan lahan dan/atau hasil analisis dinas kesehatan
daerah kabupaten / kota Puskesmas tidak membutuhkan bangunan
rumah dinas Tenaga Kesehatan
Pasal 14
1. Persyaratan prasarana sebagaimana dimaksud dalam pasal 10 ayat (4)
paling sedikit terdiri atas:
a. sistem penghawaian (ventilasi)
b. sistem pencahayaan
c. sistem air bersih, sanitasi, dan hygiene
d. sistem kelistrikan
e. sistem komunikasi
f. sistem gas medik
g. sistem proteksi petir
h. sistem proteksi kebakaran
i. sarana evakuasi
j. sistem pengendalian kebisingan
k. kendraan puskesmas keliling
2. Selain kendaraan puskesmas keliling sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf k, Puskesmas dapat dilengkapi dengan ambulans dan
kendaraan lainnya.
Pasal 15
Bangunan dan prasarana sebagaimana dimaksud dalam pasal 12
sampai dengan pasal 14 harus dilakukan pemeliharaan, perwatan, dan
pemeriksaan secara berkala agar tetap layak fungsi.

Pasal 16
1. Persyaratan peralatan sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 10 ayat
(4) meliputi:
a. Jumlah dan jenis peralatan sesuai kebutuhan pelayanan.
b. Kelengkapan izin edar sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
c. Standar mutu,keamanan,dan keselamatan.
d. Diuji dan dikalibrasi secara berkala oleh intitusi penguji dan
pengkalibrasi yang berwenang.
2. Jumlah dan jenis peralatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
a dapat berubah sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi, kebijakan, kebutuhan, kompetensi, dan kewenangan tenaga
kesehatan Puskesmas, serta ketentuan peraturan perundang-undangan.
3. Pada kondisi infrastruktur belum memadai, jumlah dan jenis peralatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat menyesuaikan
dengan alat lain yang memiliki fungsi yang sama.

Pasal 17
1. Persyaratan ketenagaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat
(4) meliputi dokter dan/atau dokter layanan primer.
2. Selain dokter dan/atau dokter layanan primer sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), Puskesmas harus memiliki:
a. dokter gigi;
b. Tenaga Kesehatan lainnya;dan
c. tenaga nonkesehatan.
3. Jenis Tenaga Kesehatan lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf b paling sedikit terdiri atas:
a. perawat;
b. bidan;
c. tenaga promosi kesehatan dan ilmu perilaku;
d. tenaga sanitasi lingkungan;
e. nutrisionis;
f. tenaga apoteker dan/atau tenaga teknis kefarmasian; dan
g. ahli teknologi laboratorium medik.
4. Dalam kondisi tertentu, Puskesmas dapat menambah jenis tenaga
kesehatan lainnya meliputi terapis gigi dan mulut, epidemiolog
kesehatan, entomolog kesehatan, perekam medis dan informasi
kesehatan, dan tenaga kesehatan lain sesuai dengan kebutuhan.
5. Dokter dan/atau dokter layanan primer, dokter gigi, dan Tenaga
Kesehatan lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
bertugas untuk memberikan Pelayanan Kesehatan di wilayah kerjanya.
6. Tenaga nonkesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c
harus mendukung kegiatan ketatausahaan, administrasi keuangan,
sistem informasi, dan kegiatan operasional lain di Puskesmas.
7. Dalam hal jumlah dan jenis dokter dan/atau dokter layanan primer,
dokter gigi, dan Tenaga Kesehatan lainnya sebagaimana dimaksud
pada ayat (5) telah memenuhi kebutuhan ideal, dokter dan/atau dokter
layanan primer, dokter gigi, dan Tenaga Kesehatan lainnya dapat
diberikan tugas lain.
Pasal 18
1. Puskesmas harus menghitung kebutuhan ideal terhadap jumlah dan
jenjang jabatan dokter dan/atau dokter layanan primer, dokter gigi,
dan masing-masing jenis Tenaga Kesehatan lainnya serta tenaga
nonkesehatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan
kesehatannya.
2. Perhitungan kebutuhan ideal terhadap jumlah dan jenjang jabatan
dokter dan/atau dokter layanan primer, dokter gigi, dan masing-
masing jenis Tenaga Kesehatan lainnya serta tenaga nonkesehatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui analisis beban
kerja dengan mempertimbangkan jumlah pelayanan yang
diselenggarakan, rasio terhadap jumlah penduduk dan persebarannya,
luas dan karakteristik wilayah kerja, ketersediaan Fasilitas Pelayanan
Kesehatan tingkat pertama lainnya di wilayah kerja, dan pembagian
waktu kerja sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 19
1. Setiap dokter dan/atau dokter layanan primer, dokter gigi, dan Tenaga
Kesehatan lain yang memberikan pelayanan kesehatan di Puskesmas
harus bekerja sesuai dengan standar profesi, standar pelayanan,
standar prosedur operasional, dan etika profesi.
2. Selain harus bekerja sesuai dengan standar profesi, standar pelayanan,
standar prosedur operasional, dan etika profesi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), setiap dokter dan/atau dokter layanan primer, dokter
gigi, dan Tenaga Kesehatan lain harus menghormati hak pasien, serta
mengutamakan kepentingan dan keselamatan pasien dengan
memperhatikan keselamatan dan kesehatan dirinya dalam bekerja.
kesehatan dirinya dalam bekerja.
3. Dokter dan/atau dokter layanan primer, dokter gigi, dan Tenaga
Kesehatan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memiliki
surat izin praktik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan

Pasal 20
1. Dalam memberikan pelayanan kesehatan, dokter dan/atau dokter
layanan primer, dokter gigi, dan Tenaga Kesehatan lain sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) harus memiliki kewenangan untuk
memberikan pelayanan kesehatan yang diperoleh melalui kredensial.
2. Kredensial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan untuk
memastikan bahwa setiap pelayanan kesehatan dilakukan oleh dokter
dan/atau dokter layanan primer, dokter gigi, dan Tenaga Kesehatan
lain yang kompeten agar mutu pelayanan kesehatan berorientasi pada
keselamatan pasien dan masyarakat di Puskesmas lebih terjamin dan
terlindungi.
3. Kredensial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan oleh
dinas kesehatan daerah kabupaten/kota.
4. Dalam penyelenggaraan kredensial sebagaimana dimaksud pada ayat
(3), Puskesmas harus menyampaikan usulan dokter dan/atau dokter
layanan primer, dokter gigi, dan Tenaga Kesehatan lain yang akan
dikredensial kepada kepala dinas kesehatan daerah kabupaten/kota
secara berkala paling sedikit 5 (lima) tahun sekali.
5. Dalam penyelenggaran kredensial sebagaimana dimaksud pada ayat
(3), dinas kesehatan daerah kabupaten/kota membentuk tim
kredensial.
6. Tim kredensial sebagaimana dimaksud pada ayat (5) terdiri atas unsur
dinas kesehatan daerah kabupaten/kota dan organisasi profesi.
7. Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (5) bertugas: a. menyusun
instrumen penilaian; b. melakukan penilaian; dan c.
merekomendasikan kewenangan klinis.
8. Hasil kredensial dilaporkan kepada kepala dinas kesehatan daerah
kabupaten/kota sebagai rekomendasi pemberian kewenangan klinis
bagi tenaga kesehatan.
9. Berdasarkan rekomendasi dari tim kredensial, dinas kesehatan daerah
kabupaten/kota menetapkan kewenangan dokter dan/atau dokter
layanan primer, dokter gigi, dan Tenaga Kesehatan lain dalam
memberikan pelayanan kesehatan.
10. Dinas kesehatan daerah kabupaten/kota harus memfasilitasi
penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan untuk dokter dan/atau
dokter layanan primer, dokter gigi, dan Tenaga Kesehatan lain yang
tidak mendapatkan kewenangan dalam memberikan pelayanan
kesehatan berdasarkan hasil kredensial.
11. Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan kredensial
ditetapkan oleh Direktur Jenderal pada Kementerian Kesehatan yang
memiliki tugas dan fungsi di bidang pelayanan kesehatan.
Pasal 21
1. Persyaratan kefarmasian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat
(4) berupa ruang farmasi.
2. Ruang farmasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan unit
pelayanan Puskesmas tempat penyelenggaraan pelayanan
kefarmasian.
3. Pelayanan kefarmasian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus
memenuhi kriteria ketenagaan, bangunan, prasarana, perlengkapan
dan peralatan, serta dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 22
1. Persyaratan laboratorium klinik sebagaimana dimaksud dalam Pasal
10 ayat (4) berupa ruang laboratorium klinik untuk menunjang upaya
diagnosis penyakit, penyembuhan penyakit, dan pemulihan kesehatan.
2. Laboratorium klinik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
memenuhi kriteria ketenagaan, bangunan, prasarana, perlengkapan
dan peralatan, serta dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 23
Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan Puskesmas sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 11 sampai dengan Pasal 22 tercantum dalam
Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Menteri ini.
2.5 Pengelolaan Kefarmasian di Puskesmas

Menurut Peraturan Mentri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 74


tahun 2016 tentang stndar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas dalam
Penglolaan Puskesmas yaitu:
Pengelolaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai
merupakan salah satu kegiatan pelayanan kefarmasian, yang dimulai dari
perencanaan, permintaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian,
pengendalian, pencatatan dan pelaporan serta pemantauan dan evaluasi.
Tujuannya adalah untuk menjamin kelangsungan ketersediaan dan
keterjangkauan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai yang efisien,
efektif dan rasional, meningkatkan kompetensi/kemampuan tenaga
kefarmasian, mewujudkan sistem informasi manajemen, dan melaksanakan
pengendalian mutu pelayanan.
Kepala Ruang Farmasi di Puskesmas mempunyai tugas dan tanggung
jawab untuk menjamin terlaksananya pengelolaan Sediaan Farmasi dan
Bahan Medis Habis Pakai yang baik. Kegiatan pengelolaan Sediaan Farmasi
dan Bahan Medis Habis Pakai meliputi:

1. Perencanaan kebutuhan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis


Pakai
Perencanaan merupakan proses kegiatan seleksi Sediaan
Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai untuk menentukan jenis dan
jumlah Sediaan Farmasi dalam rangka pemenuhan kebutuhan
Puskesmas.
Tujuan perencanaan adalah untuk mendapatkan:
a. perkiraan jenis dan jumlah Sediaan Farmasi dan Bahan Medis
Habis Pakai yang mendekati kebutuhan;
b. meningkatkan penggunaan Obat secara rasional; dan
c. meningkatkan efisiensi penggunaan Obat.
Perencanaan kebutuhan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis
Habis Pakai di Puskesmas setiap periode dilaksanakan oleh Ruang
Farmasi di Puskesmas.
Proses seleksi Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai
dilakukan dengan mempertimbangkan pola penyakit, pola konsumsi
Sediaan Farmasi periode sebelumnya, data mutasi Sediaan Farmasi,
dan rencana pengembangan. Proses seleksi Sediaan Farmasi dan
Bahan Medis Habis Pakai juga harus mengacu pada Daftar Obat
Esensial Nasional (DOEN) dan Formularium Nasional. Proses seleksi
ini harus melibatkan tenaga kesehatan yang ada di Puskesmas seperti
dokter, dokter gigi, bidan, dan perawat, serta pengelola program yang
berkaitan dengan pengobatan.
Proses perencanaan kebutuhan Sediaan Farmasi per tahun
dilakukan secara berjenjang (bottom-up). Puskesmas diminta
menyediakan data pemakaian Obat dengan menggunakan Laporan
Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO).
Selanjutnya Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota akan melakukan
kompilasi dan analisa terhadap kebutuhan Sediaan Farmasi Puskesmas
di wilayah kerjanya, menyesuaikan pada anggaran yang tersedia dan
memperhitungkan waktu kekosongan Obat, buffer stock, serta
menghindari stok berlebih.

2. Permintaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai


Tujuan permintaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis
Pakai adalah memenuhi kebutuhan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis
Habis Pakai di Puskesmas, sesuai dengan perencanaan kebutuhan
yang telah dibuat. Permintaan diajukan kepada Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan dan kebijakan pemerintah daerah setempat.
3. Penerimaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai
Penerimaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai
adalah suatu kegiatan dalam menerima Sediaan Farmasi dan Bahan
Medis Habis Pakai dari Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota atau hasil
pengadaan Puskesmas secara mandiri sesuai dengan permintaan yang
telah diajukan. Tujuannya adalah agar Sediaan Farmasi yang diterima
sesuai dengan kebutuhan berdasarkan permintaan yang diajukan oleh
Puskesmas, dan memenuhi persyaratan keamanan, khasiat, dan mutu.
Tenaga Kefarmasian dalam kegiatan pengelolaan bertanggung
jawab atas ketertiban penyimpanan, pemindahan, pemeliharaan dan
penggunaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai berikut kelengkapan
catatan yang menyertainya.
Tenaga Kefarmasian wajib melakukan pengecekan terhadap
Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai yang diserahkan,
mencakup jumlah kemasan/peti, jenis dan jumlah Sediaan Farmasi,
bentuk Sediaan Farmasi sesuai dengan isi dokumen LPLPO,
ditandatangani oleh Tenaga Kefarmasian, dan diketahui oleh Kepala
Puskesmas. Bila tidak memenuhi syarat, maka Tenaga Kefarmasian
dapat mengajukan keberatan.
Masa kedaluwarsa minimal dari Sediaan Farmasi yang diterima
disesuaikan dengan periode pengelolaan di Puskesmas ditambah satu
bulan.
4. Penyimpanan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai
Penyimpanan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai
merupakan suatu kegiatan pengaturan terhadap Sediaan Farmasi yang
diterima agar aman (tidak hilang), terhindar dari kerusakan fisik
maupun kimia dan mutunya tetap terjamin, sesuai dengan persyaratan
yang ditetapkan.
Tujuannya adalah agar mutu Sediaan Farmasi yang tersedia di
puskesmas dapat dipertahankan sesuai dengan persyaratan yang
ditetapkan.
Penyimpanan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai
dengan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
a. bentuk dan jenis sediaan;
b. kondisi yang dipersyaratkan dalam penandaan di kemasan
Sediaan Farmasi, seperti suhu penyimpanan, cahaya, dan
kelembaban;
c. mudah atau tidaknya meledak/terbakar;
d. narkotika dan psikotropika disimpan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan; dan
e. tempat penyimpanan Sediaan Farmasi tidak dipergunakan untuk
penyimpanan barang lainnya yang menyebabkan kontaminasi.
5. Pendistribusian Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai
Pendistribusian Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai
merupakan kegiatan pengeluaran dan penyerahan Sediaan Farmasi
dan Bahan Medis Habis Pakai secara merata dan teratur untuk
memenuhi kebutuhan sub unit/satelit farmasi Puskesmas dan
jaringannya.
Tujuannya adalah untuk memenuhi kebutuhan Sediaan Farmasi
sub unit pelayanan kesehatan yang ada di wilayah kerja Puskesmas
dengan jenis, mutu, jumlah dan waktu yang tepat.
Sub-sub unit di Puskesmas dan jaringannya antara lain:
a. Sub unit pelayanan kesehatan di dalam lingkungan Puskesmas;
b. Puskesmas Pembantu;
c. Puskesmas Keliling;
d. Posyandu; dan
e. Polindes.
Pendistribusian ke sub unit (ruang rawat inap, UGD, dan lain-
lain) dilakukan dengan cara pemberian Obat sesuai resep yang
diterima (floor stock), pemberian Obat per sekali minum (dispensing
dosis unit) atau kombinasi, sedangkan pendistribusian ke jaringan
Puskesmas dilakukan dengan cara penyerahan Obat sesuai dengan
kebutuhan (floor stock).
6. Pemusnahan dan penarikan
Pemusnahan dan penarikan Sediaan Farmasi, dan Bahan Medis
Habis Pakai yang tidak dapat digunakan harus dilaksanakan dengan
cara yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Penarikan sediaan farmasi yang tidak memenuhi
standar/ketentuan peraturan perundang-undangan dilakukan oleh
pemilik izin edar berdasarkan perintah penarikan oleh BPOM
(mandatory recall) atau berdasarkan inisiasi sukarela oleh pemilik izin
edar (voluntary recall) dengan tetap memberikan laporan kepada
Kepala BPOM.
Penarikan Bahan Medis Habis Pakai dilakukan terhadap produk
yang izin edarnya dicabut oleh Menteri.
Pemusnahan dilakukan untuk Sediaan Farmasi dan Bahan Medis
Habis Pakai bila:
a. produk tidak memenuhi persyaratan mutu;
b. telah kadaluwarsa;
c. tidak memenuhi syarat untuk dipergunakan dalam pelayanan
kesehatan atau kepentingan ilmu pengetahuan; dan/atau
d. dicabut izin edarnya.
Tahapan pemusnahan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis
Pakai terdiri dari:
a. membuat daftar Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai
yang akan dimusnahkan;
b. menyiapkan Berita Acara Pemusnahan;
c. mengoordinasikan jadwal, metode dan tempat pemusnahan
kepada pihak terkait;
d. menyiapkan tempat pemusnahan; dan
e. melakukan pemusnahan disesuaikan dengan jenis dan bentuk
sediaan serta peraturan yang berlaku.
7. Pengendalian Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai
Pengendalian Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai
adalah suatu kegiatan untuk memastikan tercapainya sasaran yang
diinginkan sesuai dengan strategi dan program yang telah ditetapkan
sehingga tidak terjadi kelebihan dan kekurangan/kekosongan Obat di
unit pelayanan kesehatan dasar.
Tujuannya adalah agar tidak terjadi kelebihan dan kekosongan
Obat di unit pelayanan kesehatan dasar.
Pengendalian Sediaan Farmasi terdiri dari:
a. Pengendalian persediaan;
b. Pengendalian penggunaan; dan
c. Penanganan Sediaan Farmasi hilang, rusak, dan kadaluwarsa.

8. Administrasi
Administrasi meliputi pencatatan dan pelaporan terhadap
seluruh rangkaian kegiatan dalam pengelolaan Sediaan Farmasi dan
Bahan Medis Habis Pakai, baik Sediaan Farmasi dan Bahan Medis
Habis Pakai yang diterima, disimpan, didistribusikan dan digunakan di
Puskesmas atau unit pelayanan lainnya.
Tujuan pencatatan dan pelaporan adalah:
a. Bukti bahwa pengelolaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis
Habis Pakai telah dilakukan;
b. Sumber data untuk melakukan pengaturan dan pengendalian;
c. Sumber data untuk pembuatan laporan.
9. Pemantauan dan evaluasi pengelolaan Sediaan Farmasi dan Bahan
Medis Habis Pakai
Pemantauan dan evaluasi pengelolaan Sediaan Farmasi dan
Bahan Medis Habis Pakai dilakukan secara periodik dengan tujuan
untuk:
a. mengendalikan dan menghindari terjadinya kesalahan dalam
pengelolaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai
sehingga dapat menjaga kualitas maupun pemerataan pelayanan;
b. memperbaiki secara terus-menerus pengelolaan Sediaan Farmasi
dan Bahan Medis Habis Pakai; dan
c. memberikan penilaian terhadap capaian kinerja pengelolaan.
Setiap kegiatan pengelolaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis
Habis Pakai, harus dilaksanakan sesuai standar prosedur operasional.
Standar Prosedur Operasional (SPO) ditetapkan oleh Kepala
Puskesmas. SPO tersebut diletakkan di tempat yang mudah dilihat.
Contoh standar prosedur operasional sebagaimana terlampir.
2.6 Pelayanan Kefarmaian di Puskesmas

Pelayanan Puskesmas menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia Nomor 74 Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian


di Puskesmas, antara lain ebagai berikut :
a. Pengkajian Resep
Kegiatan pengkajian dimulai dari seleksi persyaratan
administrasi, persyaratan klinis baik untuk pasien rawat inap maupun
rawat jalan.
Persyaratan administrasi meliputi:
1) Nama, umur, jenis kelamin, dan berat badan pasien
2) Nama dan paraf dokter
3) Tanggal resep
4) Ruangan/unit asal resep

Persyaratan farmasetik meliputi:


1) Bentuk dan kekuatan sediaan
2) Stabilitas dan ketersediaan
3) Inkompatibilitas (ketidakcampuran obat)

Persyaratan klinis meliputi:


1) Ketepatan indikasi, dosis dan waktu penggunaan obat
2) Duplikasi pengobatan
3) Alergi, interaksi dan efek samping obat
4) Kontraindikasi
5) Efek adiktif
b. Pelayanan Informasi Obat (PIO)
Pelayanan Informasi Obat (PIO) merupakan kegiatan pelayanan
yang dilakukan oleh apoteker untuk memberikan informasi secara
akurat, jelas dan terkini kepada dokter, perawat, profesi kesehatan
lainnya dan pasien.
Tujuannya adalah:
1) Menyediakan informasi mengenai obat kepada tenaga kesehatan
lain dilingkungan puskesmas pasien, dan masyarakat.
2) Menunjang penggunaan obat yang rasional.

Kegiatan PIO meliputi:


1) Memberikan dan menyebarkan informasi kepada pasien secara
pro aktif dan pasif.
2) Menjawab pertanyaan dari pasien maupun tenaga kesehatan
melalui telepon, surat atau tatap muka
3) Membuat buletin, leafet, label obat, poster, majalah dinding dan
lain-lain.
4) Melakukan kegiatan penyuluhan bagi pasien rawat jalan dan
rawat inap serta masyarakat
5) Melakukan pendidikan atau pelatihan bagi tenaga kefarmasian
dan tenaga kesehatan lainnya terkait dengan obat dan Bahan
Medis Habis Pakai
6) Mengkoordinir penelitian terkait obat dan kegiatan pelayanan
kefarmasian

Faktor-faktor yang perlu diperhatikan:


1) Sumber informasi obat
2) Tempat
3) Perlengkapan
c. Konseling
Konseling merupakan suatu proses untuk mengidentifikasi dan
penyelesaian masalah pasien yang berkaitan dengan penggunaan obat
pasien rawat jalan dan rawat inap, serta keluarga pasien.
Tujuan dilakukkannya konseling adalah memberikkan
pemahaman yang benar mengenai obat kepada pasien/keluarga pasien
antara lain tujuan pengobatan, jadwal pengobatan, cara dan lama
penggunaan obat, efek samping, tanda-tanda toksisitas, cara
penyimpanan dan penggunaan obat.
Kegiatan konseling meliputi :
1) Membuka komunikasi antara apoteker dengan pasien
2) Menyatakan hal-hal yang menyangkut obat yang dikatakan oleh
dokter kepada pasien dengan metode pertanyaan terbuka (open-
ended question), misalnya apa yang dikatakan dokter mengenai
obat, bagaimana cara pemakaian obat, apa efek yang diharapkan
dari obat tersebut dan lain-lain
3) Memperagakan dan menjelaskan mengenai cara penggunaan
obat untuk mengoptimalkan tujuan terapi
4) Verfikasi akhir yaitu mengecek pemahaman pasien,
mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah yang berhubungan
dengan cara penggunaan obat untuk mengoptimalkan tujuan
terapi.

Kriteria pasien yang dilakukan konseling:


1) Pasien rujukan dokter
2) Pasien dengan penyakit kronis
3) Pasien dengan obat yang berindeks terapi sempit dan
polifarmasi
4) Pasien geriatrik
5) Pasien pediatrik
6) Pasien pulang sesuai dengan kriteria di atas
Setelah dilakukan konseling, pasien yang memiliki
kemungkinan mendapat risiko masalah terkait obat misalnya
komorbiditas, lanjut usia, lingkungan sosial, karakteristik obat,
kompleksitas pengobatan, kompleksitas penggunaan obat,
kebingungan atau kurangnya pengetahuan dan keterampilan tentang
bagaimana menggunakan obat dan/atau alat kesehatan perlu dilakukan
pelayanan kefarmasian di rumah (Home Pharmacy Care) yang
bertujuan tercapainya keberhasilan terapi obat.

d. Visite
Visite merupakan bagian kunjungan ke pasien pemilihan rawat
inap yang dilakukan secara mandiri atau Bersama tim profesi
kesehatan lainnya terdiri dari dokter, perawat, ahli gizi, dan lain-lain.
Tujuan visite meliputi:
1) Memeriksa obat pasien
2) Memberikan rekomendasi kepada dokter dalam pemilihan obat
dengan mempertimbangkan diagnosis dan kondisi klinis pasien
3) Memantau perkembangan klinis pasien yang terkait dengan
penggunaan obat
4) Berperan aktif dalam pengambilan keputusan tim profesi
kesehatan dalam terapi pasien
Kegiatan yang dilakukan meliputi persiapan, pelaksanaan,
pembuatan dokumentasi, dan rekomendasi.
Kegiatan visite mandiri meliputi:
1) Pasien Baru
a) Apoteker memperkenalkan diri dan menerangkan tujuan
dari kunjungan
b) Memberikan informasi mengenai sistem pelayanan
farmasi dan jadwal pemberian obat
c) Menanyakan obat yang sedang digunakan atau dibawa
dari rumah, mencatat jenisnya dan melihat instruksi dokter
pada cetatan pengobatan pasien
d) Mengkaji terapi obat lama dan baru untuk memperkirakan
masalah terkait obat yang mungkin terjadi
2) Pasien Lama Dengan Instruksi Baru
a) Menjelaskan indikasi dan cara penggunaan obat baru
b) Mengajukan pertanyaan apakah ada keluhan setelah
pemberian obat
3) Semua Pasien
a) Memberikan keterangan dan catatan pengobatan pasien
b) Membuat catatan mengenai permasalahan dan
penyelesaian masalah dalam satu buku yang akan
digunakan dalam setiap kunjungan.

Kegiatan visite Bersama tim:


1) Melakukan persiapan yang dibutuhkan seperti memeriksa
catatan pengobatan pasien dan menyiapkan pustaka penunjang
2) Mengamati dan mencatat komunikasi dokter dengan pasien
dan/atau keluarga pasien terutama tentang obat
3) Menjawab pertanyaan dokter tentang obat.
4) Mencatat semua instruksi atau perubahan instruksi atau
perubahan instruksi pengobatan, seperti obat yang dihentikan,
obat baru, perubahan dosis dan lain-lain
Hal yang harus diperhatikan :
1) Memahami cara berkomunikasi yang efektif
2) Memiliki kemampuan untuk berinteraksi dengan pasien dan tim
3) Memahami cara edukasi
4) Mencatat perkembangan pasien
Pasien rawat inap yang telah pulang ke rumah ada kemungkinan
terputusnya kelanjutan terapi dan kurangnya kepatuhan penggunaan
obat. Untuk itu, perlu juga dilakukan pelayanan kefarmasian di rumah
(Home Pharmacy care) agar terwujud komitmen, keterlibatan, dan
kemandirian pasien dalam penggunaan obat sehingga tercapainya
keberhasilan terapi obat.

e. Monitoring Efek Samping Obat (MESO)


Monitoring Efek Samping Obat merupakan kegiatan
pemantauan setiap respon terhadap obat yang merugikan atau tidak
diharapkan yang terjadi pada dosis normal yang digunakan pada
manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis, dan terapi atau
memodifikasi fungsi fisiologi.
Tujuan MESO meliputi:
1) Menemukan efek samping obat sedini mungkin terutama yang
berat, tidak dikenal dan frekuensinya jarang.
2) Menentukan frekuensi dan insidensi efek samping obat yang
sudah sangat dikenal atau yang baru saja ditemukan.
Kegiatan MESO:
1) Menganalisis laporan efek samping obat
2) Memberikan rekomendasi penyelesainan masalah yang terkait
dengan obat
3) Mengisi formulir monitoring efek samping obat
4) Melaporkan ke pusat monitoring efek samping obat nasional
Hal yang perlu diperhatikan:
1) Kerja sama dengan tim kesehatan lain
2) Ketersediaan formulir monitoring efek samping obat

f. Pemantauan Terapi Obat (PTO)


Pemantauan Terapi Obat merupakan proses yang memastikan
bahwa seorang pasien mendapatkan terapi obat yang efektif,
terjangkau dengan memaksimalkan efikasi dan meminimalkan efek
samping.
Tujuan PTO:
1) Mendeteksi masalah yang terkait dengan obat
2) Memberikan rekomendasi penyelesaian masalah yang terkait
dengan obat
Kriteria pasien yang dilakukan PTO:
1) Anak-anak dan anjut usia, ibu hamil dan menyusui
2) Menerima obat lebih dari 5 (lima) jenis
3) Adanya multidiagnosis
4) Pasien dengan gangguan fungsi ginjal atau hati
5) Menerima obat dengan indeks terapi sempit
6) Menerima obat yang sering diketahui menyebabkan reaksi obat
yang merugikan
Kegiatan PTO meliputi:
1) Memilih pasien yang memenuhi kriteria
2) Membuat catatan awal
3) Memperkenalkan diri pada pasien
4) Mengambil data yang dibutuhkan
5) Melakukan evaluasi
6) Memberikan rekomendasi
g. Evaluasi Penggunaan Obat (EVO)
Evaluasi Penggunaan Obat meruapakan kegiatan untuk
mengevaluasi penggunaan obat secara terstruktur dan
berkesinambungan untuk menjamin obat yang digunakan sesuai
indikasi, efektif, aman dan terjangkau (rasional).
Tujuan evaluasi penggunaan obat:
1) Mendapatkan gambaran pola penggunaan obat pada kasus
tertentu
2) Melakukan evaluasi secara berkala untuk penggunaan obat
tertententu.

2.7 Pengaturan Perundang – undangan bidang Puskesmas

Permenkes 73 tahun 2016 standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek


memuat kebijakan pelayanan kefarmasian termasuk pengelolaan sediaan
farmasi, alat kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai (BMHP) dan
pelayanan farmasi klinik harus dilaksanakan dan menjadi tanggung jawab
seorang apoteker.
Tujuan Pengaturan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek
bertujuan untuk meningkatkan mutu Pelayanan Kefarmasian, menjamin
kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian, melindungi pasien dan
masyarakat dari penggunaan obat yang tidak rasional dalam rangka
keselamatan pasein (Patient Safety).

Anda mungkin juga menyukai