Anda di halaman 1dari 28

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Dasar Puskesmas

2.2.1. Definisi Puskesmas

Departemen Kesehatan RI (2007) mengemukakan bahwa Pusat

Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) merupakan bagian dari Dinas

Kesehatan Kabupaten/Kota sebagai unit pelaksana teknis yang

bertanggungjawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu

wilayah kerjanya. Puskesmas dan jaringannya berperan sebagai institusi

penyelenggara pelayanan kesehatan di jenjang pertama yang terlibat

langsung dengan masyarakat. Tanggung jawab Puskesmas dalam

menyelenggarakan pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya

diantaranya adalah meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan

hidup sehat bagi setiap orang yang bertempat tinggal di wilayah

kerjanya agar terwujudnya derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.

Puskesmas memberikan pelayanan kesehatan secara komprehensif

dan terpadu kepada masyarakat di wilayah kerjanya dalam bentuk

kegiatan pokok serta puskesmas meningkatkan peran masyarakat dalam

meningkatkan derajat kesehatan. Pelayanan kesehatan komprehensif

yang diberikan puskesmas meliputi pelayanan kuratif (pengobatan),

pelayanan preventif (pencegahan), pelayanan promotif (peningkatan

kesehatan), dan rehabilitatif (pemulihan kesehatan). Wilayah kerja

puskesmas meliputi satu kecamatan atau sebagaian dari kecamatan


karena tergantung dari faktor kepadatan penduduk, luas daerah, keadaan

geografis, dan keadaan infrastruktur di wilayah tersebut (Efendi, 2009).

2.2.2. Fungsi Puskesmas

Menteri Kesehatan dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr. PH

dalam Seminar Nasional Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Diponegoro dengan tema ”Strategi Kesehatan Kementerian Kesehatan

dalam Pembangunan Kesehatan yang Berbasiskan Preventif dan

Promotif” (2010), puskesmas memiliki empat fungsi yang berfokus

pada pembangunan kesehatan, yakni:

a. Puskesmas Sebagai Pusat Pembangunan Kesehatan

Puskesmas sebagai pusat pembangunan kesehatan yaitu sebagai

pusat pembangunan wilayah berwawasan kesehatan. Upaya

puskesmas menjalankan fungsi ini dilakukan dengan menjalankan,

menggerakkan dan memantau penyelenggaraan pembangunan lintas

sektor masyarakat di wilayah kerjanya sehingga dapat mendukung

pembangunan kesehatan. Fokus upaya yang dilakukan puskesmas

terkait pembangunan kesehatan adalah mengutamakan preventif dan

promotif tanpa mengabaikan upaya kuratif dan rehabilitatif.

Puskesmas harus memantau dan melaporkan hasil atau dampak dari

program yang telah diselenggarakan di wilayah kerjanya;

b. Puskesmas Sebagai Pusat Pemberdayaan Masyarakat

Lyonset al (dalam Wrihatnolo & Nugroho, 2007)

mendefinisikan pemberdayaan masyarakat merupakan suatu upaya

yang dilakukan agar masyarakat mandiri dan mampu mengatasi


masalahnya serta mampu meningkatkan inisiatif yang berhubungan

dengan keadaan masyarakat.

Pemberdayaan masyarakat diharapkan mampu meningkatkan

pemahaman dalam mengidentifikasi masalah, merencanakan dan

memecahkan masalah dalam masyarakat dengan memanfaatkan

potensi dan fasilitas yang terdapat di masyarakat. Sedangkan

pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan adalah upaya

meningkatkan kemampuan masyarakat agar masyarakat memiliki

kemampuan untuk hidup mandiri dalam rangka meningkatkan status

kesehatannya (Departemen Kesehatan RI, 2007). Kesimpulannya

bahwa Puskesmas dalam melakukan pemberdayaan masyarakat

bertujuan agar masyarakat dapat meningkatkan kesadaran, kemauan,

dan kemampuan untuk hidup sehat (Maulana, 2009);

c. Puskesmas Sebagai Pusat Pelayanan Kesehatan Masyarakat Primer

Puskesmas sebagai pusat pelayanan kesehatan masyarakat

primer merupakan pelayanan kesehatan tingkat pertama yang

ditujukan untuk perorangan dan masyarakat. Puskesmas bertanggung

jawab pada pelayanan kesehatan yang menyeluruh, terpadu dan

berkesinambungan (Haris, 2007).

Effendi (2009) menyebutkan beberapa fungsi puskesmas, antara lain:

a. Puskesmas berfungsi sebagai ujung tombak pembangunan

kesehatan masyarakat di wilayah kerjanya

Upaya kesehatan dalam SKN dibagi menjadi dua subsistem,

yakni Usaha Kesehatan Perorangan (UKP) dan Usaha Kesehatan


Masyarakat (UKM). Puskesmas sebagai ujung tombak

penyelenggaraan UKM dan UKP dalam pelayanan kesehatan dasar

dan merupakan unit pelaksana teknis dinas kesehatan

kabupaten/kota yang memiliki tanggung jawab menyelenggarakan

sebagian tugas pembangunan kesehatan di kabupaten/kota. Tujuan

dari pembangunan kesehatan adalah meningkatkan kesadaran,

kemauan dan kemauan hidup sehat masyarakat agar terwujud

derajat kesehatan yang optimal (Departemen Kesehatan RI, 2006);

Membina peran serta masyarakat yang ada di wilayah

kerjanya untuk meningkatkan derajat kesehatan

Masyarakat membutuhkan arahan tentang perilaku hidup sehat

agar mampu mengenali Masalah kesehatan yang muncul di

lingkungannya. Arahan dari puskesmas juga akan meningkatkan

kemampuan masyarakat dalam memanfaatkan potensi yang ada di

mayarakat semaksimal mungkin (Muninjaya, 2004);

b. Puskesmas berfungsi sebagai pemberi pelayanan kesehatan

komprehensif dan menyeluruh kepada masyarakat.

2.2.3. Jenis Puskesmas

Jenis Puskesmas adalah keterangan mengenai jenis dari Puskesmas

yang bersangkutan. Terdapat dua jenis puskesmas menurut Departemen

Kesehatan RI (2001) yaitu puskesmas perawatan dan puskesmas

nonperawatan.
a. Puskesmas Perawatan (Rawat Inap)

Dalam rangka mengembangkan layanan kesehatan, Provinsi

Jawa Timur berupaya mengembangkan fungsi layanan puskesmas

yakni puskesmas non perawatan dan puskesmas perawatan (rawat

inap). Menurut Setiawan (2012) upaya Provinsi Jawa Timur tersebut

bertujuan untuk meningkatkan akses masyarakat dalam perawatan

dan pengobatan. Puskesmas rawat inap didefinisikan pula sebagai

puskesmas yang dilengkapi ruangan tambahan dan fasilitas untuk

menyelamatkan pasien gawat darurat dan tindakan yang diberikan

adalah tindakan operatif terbatas dan rawat inap sementara (Effendi,

2009). Rawat inap pasien dilakukan paling sedikit 24 jam perawatan.

Puskesmas Perawatan adalah Puskesmas yang berdasarkan Surat

Keputusan Bupati atau Walikota menjalankan fungsi perawatan dan

untuk menjalankan fungsinya diberikan tambahan ruangan dan

fasilitas rawat inap yang sekaligus merupakan pusat rujukan antara

(Departemen Kesehatan RI, 2007). Puskesmas perawatan (rawat

inap) berfungsi sebagai pusat rujukan pasien yang gawat darurat

sebelum dibawa ke rumah sakit.

Tindakan operatif terbatas seperti kecelakaan lalu lintas,

persalinan dengan penyulit dan penyakit lain yang bersifat gawat

darurat. Puskesmas perawatan sebagai puskesmas rawat inap tingkat

pertama memberikan pelayanan kesehatan yang meliputi observasi,

diagnosa, pengobatan, rehabilitasi medik dengan tinggal di ruang


rawat inap puskesmas (Kepmenkes nomor

28/MENKES/SK/IX/2008).

b. Puskesmas Non Perawatan

Puskesmas non perawatan hanya melakukan pelayanan

kesehatan rawat jalan (Direktorat Penelitian dan Pengabdian

Masyarakat Institut Teknologi Telkom, 2012). Permenkes No.029

tahun 2010 menyebutkan kegiatan di pelayanan kesehatan rawat

jalan yakni observasi, diagnosis, pengobatan, dan atau pelayanan

kesehatan lainnya tanpa dirawat inap.

2.2. Konsep Dasar Keperawatan

2.2.1. Definisi Perawat

Perawat adalah seseorang yang telah lulus pendidikan perawat

baik di dalam maupun di luar negeri sesuai dengan peraturan

perundang-undangan (Peraturan Menteri Kesehatan RI No.

HK.02.02/MENKES/148/I/2010). Perawat terdiri dari Perawat Ahli

Madya, Ners dan Ners Spesialis. Sedangkan AD/ART PPNI/INNA

Hasil Munas VII Manado tahun 2005 (dalam Simamora, 2009)

menjelaskan bahwa perawat adalah seorang yang telah menempuh

serta lulus pendidikan formal dalam bidang keperawatan yang

program pendidikannya telah disahkan oleh Pemerintah Republik

Indonesia.

2.2.2. Peran dan Fungsi Perawat Puskesmas

Peran merupakan seperangkat tingkah laku yang diharapkan

oleh orang lain terhadap seseorang, sesuai kedudukannya dalam suatu


sistem. Perawat dituntut melakukan peran dan fungsi sebagaimana

yang diharapkan oleh masyarakat pengguna jasa pelayanan kesehatan

(Kusnanto, 2004). Perawat di puskesmas sebagai perawat kesehatan

minimal dapat berperan sebagai pemberi pelayanan kesehatan melalui

layanan keperawatan (Effendi, 2009).

Asmadi (2004) menjelaskan bahwa peran perawat yang utama

adalah sebagai pemberi layanan keperawatan. Layanan keperawatan

tersebut berupa asuhan keperawatan keperawatan secara langsung

kepada pasien (individu, keluarga, maupun komunitas) sesuai dengan

kewenangannya. Layanan keperawatan tersebut merupakan bentuk

bantuan yang diberikan kepada pasien yang mengalami kelemahan

fisik dan mental, keterbatasan pengetahuan, serta kurangnya kemauan

dalam melaksanakan hidup sehat secara mandiri.

Layanan keperawatan di puskesmas adalah pelayanan

professional yang terintegrasi dengan pelayanan kesehatan yang

dilaksanakan oleh perawat (Keputusan Menteri Kesehatan RI

No.279/MENKES/SK/IV/2006). Perawat melaksanakan layanan

keperawatan kepada individu, keluarga, kelompok, dan masyrakat

untuk mencapai kemandirian masyarakat baik di sarana pelayanan

kesehatan seperti rumah sakit dan puskesmas (Kepmenpan No.94

tahun 2001 dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI

No.279/MENKES/SK/IV/2006).

2.2.3. Layanan Keperawatan


Keperawatan merupakan salah satu pelayanan kesehatan

profesional yang mencakup pelayananan menyeluruh (biologis,

psikologis, sosioal, dan spiritual) serta ditujukan pada individu,

keluarga dan masyarakat sakit maupun sehat (mencakup seluruh

proses kehidupan manusia dari lahir sampai meninggal). Pelayanan

tersebut dilaksanakan berdasarkan pada ilmu keperawatan (Lokakarya

Nasional dalam Kusnanto, 2004). Kusnanto (2004) memaparkan

bahwa alasan utama pelayanan keperawatan diberikan yakni

disebabkan oleh kelemahan fisik dan mental, keterbatasan

pengetahuan serta kemauan yang kurang dalam melaksanakan

kehidupan sehari-hari secara mandiri.

Pada dasarnya keperawatan itu melayani atau membantu.

Perawat berusaha membantu manusia (pasien) dalam mengatasi

masalah sehat sakit serta akibatnya. Menurut Zaidin (2001), klien

yang menjadi sasaran keperawatan yakni:

a. Individu;

b. Keluarga;

c. Kelompok;

d. Komunitas.

Kepmenkes RI Nomor 279/MENKES/SK/IV/2006

mendefinisikan pelayanan keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan

profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan

yang didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan, berbentuk pelayanan

bio-psiko-sosio-spiritual yang komprehensif dan ditujukan kepada


individu, keluarga dan masyarakat baik sakit maupun sehat yang

mencakup seluruh proses kehidupan manusia.

Keperawatan adalah profesi yang berorientasi pada pelayanan

yang hakekatnya tindakan keperawatan bersifat membantu. Perawat

membantu pasien mengatasi masalah-masalah sehat-sakit pada

kehidupan sehari-harinya (Asmadi, 2008). Pelayanan keperawatan

merupakan pelayanan kesehatan profesional, yakni praktik

keperawatan didasarkan atas profesi keperawatan yang dilakukan oleh

perawat. Salah satu ciri praktik keperawatan profesional adalah

tindakan yang dilakukan berdasarkan standar praktik dan kode etik

profesi (Kusnanto, 2004). Standar pelayanan keperawatan merupakan

pedoman untuk perawat dalam melakukan praktik keperawatan yang

digunakan untuk menentukan apakah perawat telah bertindak sesuai

prosedur (Potter & Perry, 2005). Apabila perawat melakukan tindakan

keperawatan sesuai standar maka perawat dapat melindungi diri

sendiri pada bahaya tindakan legal dan yeng lebih penting adalah

melindungi klien/pasien pada risiko bahaya dan cedera.

Layanan keperawatan dapat diamati dari praktik keperawatan

yang dilakukan oleh perawat saat memberikan asuhan keperawatan

pada pasien. Asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien harus

memenuhi standar dan kriteria profesi keperawatan, serta mampu

memberikan pelayanan keperawatan yang berkualitas sesuai harapan

instansi pelayanan kesehatan untuk mencapai tingkat kepuasan dan

memenuhi harapan pasien (Yani, 2007). Beberapa aspek yang dapat


menjadi indikator penerapan sebuah layanan keperawatan pada pasien

menurut Marini (2010), diantaranya adalah:

a. Aspek perhatian

Aspek perhatian merupakan sikap seorang perawat dalam

memberikan pelayanan keperawatan harus sabar, bersedia

memberikan pertolongan kepada pasien, perawat harus peka

terhadap setiap perubahan pasien dan keluhan pasien, memahami

dan mengerti terhadap kecemasan dan ketakutan pasien. Perawat

memperlakukan pasien dengan baik dan tulus dalam pemenuhan

kebutuhannya (Wahyuni, 2012). Perhatian yang tulus seorang

perawat pada pasien harus selalu dipertahankan, seperti bersikap

jujur dan terbuka serta menunjukkan perilaku yang sesuai

(Videbeck, 2008);

b. Aspek penerimaan

Aspek penerimaan merupakan sikap perawat yang selalu

ramah dan ceria saat bersama pasien, selalu tersenyum dan

menyapa semua pasien. Perawat harus menunjukkan rasa

penerimaan yang baik terhadap pasien dan keluarga pasien,

menerima pasien tanpa membedakan agama, status sosial ekonomi

dan budaya, golongan dan pangkat, serta suku sehingga perawat

menerima pasien sebagai pribadi yang utuh. Penerimaan ialah

sikap yang tidak menghakimi individu, bagaimanapun dan apapun

perilaku individu tersebut. Perawat menunjukkan sikap tegas dan

jelas, tetapi tanpa amarah atau menghakimi, sehingga perawat


membuat pasien merasa utuh. Perawat tidak kecewa atau tidak

berespon negatif terhadap amarah yang meluap-luap, atau perilaku

buruk pasien menunjukkan penerimaan terhadap pasien (Videbeck,

2008).

c. Aspek komunikasi

Aspek komunikasi merupakan sikap perawat yang harus

mampu melakukan komunikasi sebaik mungkin dengan pasien, dan

keluarga pasien. Interaksi antara perawat dengan pasien atau

interaksi antara perawat dengan keluarga pasien akan terjalin

melalui komunikasi yang baik. Perawat menggunakan komunikasi

dari awal penerimaan pasien untuk menyatu dengan pasien dan

keluarga pasien. Komunikasi digunakan untuk menentukan apa

yang pasien inginkan berkaitan dengan cara melakukan tindakan

keperawatan. Perawat juga melakukan komunikasi dengan pasien

pada akhir pelayanan keperawatan untuk menilai kemajuan dan

hasil akhir dari pelayanan keperawatan yang telah diberikan.

Kesimpulannya bahwa selama melakukan layanan

keperawatan, perawat menggunakan keterampilan komunikasi

pada pasien, keluarga pasien dan tim kesehatan lain (Arwani,

2002).

d. Aspek kerjasama

Aspek ini meliputi sikap perawat yang harus mampu

melakukan kerjasama yang baik dengan pasien dan keluarga

pasien. Perawat harus mampu mengupayakan agar pasien mampu


bersikap kooperatif. Perawat bekerja sama secara kolaborasi

dengan pasien dan keluarga dalam menganalisis situasi yang

kemudian bersama-sama mengenali, memperjelas dan menentukan

masalah yang ada. Setelah masalah telah diketahui, diambil

keputusan bersama untuk menentukan jenis bantuan apa yang

dibutuhkan oleh pasien. Perawat juga bekerja sama secara

kolaborasi dengan ahli kesehatan lain sesuai kebutuhan pasien.

e. Aspek tanggung jawab

Aspek ini meliputi sikap perawat yang jujur, tekun dalam

tugas, mampu mencurahkan waktu dan perhatian, sportif dalam

tugas, konsisten serta tepat dalam memberikan pelayanan

keperawatan. Perawat mempunyai tanggung jawab untuk

memberikan pelayanan keperawatan pada pasien selama 24 jam

sehari, dari penerimaan sampai pemulangan pasien (Swanburg,

2000). Perawat harus tahu bagaimana menjaga keselamatan pasien,

jalin dan pertahankan hubungan saling percaya yang baik dengan

pasien, pertahankan agar pasien dan keluarga tetap mengetahui

tentang diagnosis dan rencana tindakan, pencatatan semua tindakan

harus dilakukan dengan akurat untuk melindungi kesejahteraan

pasien (Priharjo, 2008).

2.3. Kepuasan Pasien

2.3.1. Definisi Kepuasan

Oliver (dalam Koentjoro, 2007) mendefinisikan kepuasan

merupakan respon sesorang terhadap dipenuhinya kebutuhan dan


harapan. Respon tersebut merupakan penilaian seseorang terhadap

pelayanan pemenuhan kebutuhan dan harapan, baik pemenuhan yang

kurang ataupun pemenuhan yang melebihi kebutuhan dan harapan.

Kepuasan merupakan perasaan senang yang dirasakan seseorang

setelah membandingkan antara hasil suatu produk dengan harapannya

(Kotler, 2005).

Pohan (2006) mendefinisikan pelanggan layanan kesehatan

merupakan orang yang melakukan kontak dengan layanan kesehatan.

Terdapat dua macam pelanggan dalam layanan kesehatan, yakni

pelanggan eksternal dan internal. Pelanggan eksternal adalah orang

yang memperoleh layanan kesehatan namun berada di luar organisasi

layanan kesehatan. Pasien dan keluarga pasien termasuk dalam

pelanggan eksternal. Sedangkan pelanggan internal adalah orang yang

bekerja di dalam organanisasi layanan kesehatan dan menghasilkan

layanan kesehatan. Pasien sebagai pelanggan eksternal layanan

kesehatan tidak hanya membutuhkan kesembuhan dari sakit, tetapi

pasien juga merasakan dan menilai layanan kesehatan yang ia terima.

2.3.2. Definisi Pasien Rawat Inap

Supriyanto (2010), pasien ialah makhluk biologis, psikologis,

sosial, ekonomi dan budaya yang memerlukan pemenuhan kebutuhan

serta harapan dari aspek bio (kesehatan), aspek psiko (kepuasan),

aspek sosio-ekonomi (sandang, pangan,papan dan afiliasi sosial), serta

aspek budaya. Pasien rawat inap adalah penderita di suatu fasilitas

pelayanan kesehatan yang harus menginap di fasilitas pelayanan


kesehatan tersebut lebih dari 24 jam karena penyakitnya (Dinkes

Propinsi Jawa Timur, 2004). Penderita adalah orang yang sedang

menderita suatu penyakit.

Kepuasan pasien merupakan perasaan yang dimiliki pasien dan

timbul sebagai hasil dari kinerja layanan kesehatan setelah pasien

membandingkannya dengan apa yang diharapkan (Pohan, 2006).

Hasil tersebut berupa respon dari pasien terhadap pelayanan kesehatan

yang diterima secara nyata. Pelayanan kesehatan yang dimaksud

dalam penelitian ini yakni pelayanan keperawatan. Pelayanan

keperawatan yang diterima oleh pasien ternyata lebih buruk dari

harapan pasien, maka pasien tersebut merasa tidak puas karena merasa

kecewa. Apabila pelayanan keperawatan yang diterima oleh pasien

ternyata sebanding dengan harapan pasien maka pasien merasa puas

(senang). Kepuasan pasien adalah suatu prioritas yang akan membantu

perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan agar pasien mau

berparisipasi selama perawatan.

2.3.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Pasien

Muninjaya (2004) menyebutkan beberapa faktor yang

mempengaruhi kepuasan pengguna pelayanan kesehatan, diantaranya

adalah:

a. Pemahaman pasien tentang jenis pelayanan yang akan diterima;

b. Sikap peduli petugas kesehatan terhadap pasien;

c. Biaya;
d. Penampilan fisik petugas kesehatan, kondisi kebersihan dan

kenyamanan ruangan;

e. Jaminan keamanan dari petugas kesehatan;

f. Keandalan dan keterampilan petugas kesehatan dalam memberikan

perawatan;

g. Kecepatan petugas dalam menanggapi keluhan pasien.

2.3.4. Faktor-faktor yang berpengaruh tehadap kepuasan pelanggan

Menurut Simamora (2003) terbagi menjadi faktor internal dan

faktor eksternal:

a. Faktor internal

Faktor yang berasal dari dalam diri individu sendiri, diantaranya

adalah:

1. Karakteristik individu:

a. Usia

Kebutuhan seseorang terhadap suatu barang atau jasa

akan semakin meningkat seiring bertambahnya usia.

Faktanya kebutuhan terhadap pelayanan kuratif atau

pengobatan semakin meningkat saat usia mulai meningkat

dibandingkan dengan kebutuhan terhadap pelayanan

preventif (Trisnantoro, 2006);

b. Jenis kelamin

Menurut Trisnantoro (2006), tingginya angka kesakitan

pada perempuan daripada angka kesakitan pada laki-laki


menyebabkan perempuan membutuhkan pelayanan

kesehatan yang lebih banyak;

c. Tingkat pendidikan

Pendidikan yang lebih tinggi cenderung meningkatkan

kesadaran akan status kesehatan dan konsekuensinya untuk

menggunakan pelayanan kesehatan (Trisnantoro, 2006).

Perbedaan tingkat pendidikan akan memiliki

kecenderungan yang berbeda dalam pemanfaatan pelayanan

kesehatan;

d. Pekerjaan

Secara langsung pekerjaan akan mempengaruhi status

ekonomi seseorang. Seseorang yang berpenghasilan di atas

rata-rata mempunyai minat yang lebih tinggi dalam

memilih pelayanan kesehatan.

e. Sosial

Interaksi seseorang dengan orang lain akan

mempengaruhi seseorang dalam memilih pelayanan

kesehatan, seperti mendapatkan saran dari keluarga atau

teman dalam memilih pelayanan kesehatan yang

berkualitas;

f. Faktor emosional

Seseorang yang telah yakin bahwa orang lain puas pada

pelayanan yang ia pilih maka orang tersebut cenderung

memiliki keyakinan yang sama. Pengalaman dari orang lain


terhadap pelayanan kesehatan akan berpengaruh pada

pendapatnya dalam hal yang sama;

g. Kebudayaan

Perilaku pasien sangat dipengaruhi oleh keyakinan dan

kebudayaan yang mereka miliki, sehingga pemberi

pelayanan kesehatan harus memahami peran pasien

tersebut.

b. Faktor eksternal:

1. Karakteristik produk

Karakteristik produk yang dimaksud adalah karakteristik

dari pelayanan kesehatan secara fisik, seperti kebersihan ruang

perawatan beserta perlengkapannya. Pasien akan merasa puas

dengan kebersihan ruangan yang diberikan oleh pemberi

pelayanan;

2. Harga

Faktor harga memiliki peran penting dalam menentukan

kepuasan pasien, karena pasien cenderung memiliki harapan

bahwa semakin mahal biaya pelayanan kesehatan maka

semakin tinggi kualitas pelayanan yang ia terima;

3. Pelayanan

Pelayanan merupakan hal terpenting dari faktor-faktor

yang mempengaruhi kepuasan pasien. Pelayanan kesehatan

khususnya pelayanan keperawatan harus kompeten dan

memperhatikan kebutuhan pasien dan menghargai pasien.


Pelayanan yang memberikan kesan baik akan meningkatkan

kepuasan pasien;

4. Lokasi

Lokasi pelayanan kesehatan misalnya jarak ke pelayanan

kesehatan, letak kamar, dan lingkungan. Pasien akan

mempertimbangkan jarak dari tempat tinggal pasien ke

pelayanan kesehatan, transportasi yang dapat menjangkau

pelayanan kesehatan dan lingkungan pelayanan kesehatan yang

baik;

5. Fasilitas

Suatu pelayanan kesehatan harus memperhatikan sarana

prasarana dalam memberikan fasilitas yang baik pada pasien.

Hal tersebut dilakukan untuk menarik minat pasien dalam

memanfaatkan pelayanan kesehatan;

6. Image

Reputasi suatu pelayanan kesehatan merupakan hasil

interpretasi dan penilaian dari pasien. Pasien akan menerima

dan memberikan informasi tentang pelayanan yang pernah ia

terima. Informasi yang bersifat positif akan memberikan citra

positif bagi pelayanan kesehatan tersebut;

7. Desain visual

Pasien yang menjalani perawatan membutuhkan rasa

nyaman saat dalam ruang perawatan. Ruangan yang

memberikan rasa nyaman harus memperhatikan tata ruang


dekorasi yang indah. Pasien merasa puas apabila mendapat

kenyamanan saat menjalani perawatan;

8. Suasana

Suasana pelayanan kesehtan yang nyaman dan aman

akan memberikan kesan positif bagi pasien dan pengunjung.

Tidak hanya kenyamanan suasana secara fisik, namun

suasana keakraban antara pasien dan pemberi pelayanan

kesehatan akan mempengaruhi kepuasan pasien;

9. Komunikasi

Interaksi antara pasien dan pemberi pelayanan

kesehatan dapat terjalin baik dari komunikasi yang baik pula.

Setiap keluhan pasien harus cepat diterima oleh pemberi

pelayanan kesehatan agar pasien merasa dipedulikan.

Perasaan dipedulikan oleh pemberi pelayanan kesehatan akan

memunculkan kesan positif bagi pelayanan kesehatan

tersebut.

2.3.5. Mekanisme Kepuasan Pelanggan (pasien)

Kepuasan pelanggan (pasien) terjadi apabila apa yang menjadi

kebutuhan, keinginan, atau harapannya dapat terpenuhi. Harapan

tersebut dapat terpenuhi melalui jasa (pelayanan kesehatan) yang

diterima olehnya. Oleh karena itu kepuasan pasien adalah selisih (gap)

antara layanan yang diterima oleh pasien dengan harapan pasien pada

layanan tersebut (Supriyanto,2010). Gambar 2.3 Konsep Kepuasan

Menurut Supriyanto (2010)


Kepuasan merupakan selisih antara persepsi dengan harapan, artinya

terdapat dua unsur penting dalam menimbulkan suatu kepuasan pada

pasien, antara lain:

a. Persepsi pasien/pelanggan

Potter & Perry (2005), persepsi merupakan proses seseorang

memilih, merumuskan dan menafsirkan masukan informasi untuk

menciptakan suatu gambaran. Persepsi terbentuk oleh apa yang

diharapkan dan adanya suatu pengalaman.

Gunarsa (2002), persepsi merupakan pengalaman tentang

objek, peristiwa, yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi

dan menafsirkan pesan. Persepsi dapat mempengaruhi kepuasan

pasien terhadap suatu pelayanan, kepuasan tersebut akan timbul

apabila perbandingan nilai persepsi atau kenyataan yang dirasakan

tersebut lebih besar daripada harapan pelanggan.

b. Harapan pasien/pelanggan

Olson dan Dover (dalam Tjiptono, 2000), harapan merupakan

keyakinan seseorang sebelum mencoba atau membeli suatu


produk, yang dapat dijadikan standar atau acuan dalam menilai

kinerja suatu produk tersebut.

2.3.6. Teori Kepuasan Pelanggan

Beberapa model konseptual dan teori kepuasan pelanggan

menurut Tjiptono (2004) diantaranya sebagai berikut:

a. Expectancy Disconfirmation Model

Model konsep ini mendefinisikan kepuasan pelanggan

sebagai penilaian yang dirasakan sesuai dengan harapan. Jika

pelayanan yang diterima pelanggan lebih rendah dari harapan

pelanggan maka akan menghasilkan ketidakpuasan emosional

(negative disconfirmation). Sebaliknya, jika pelayanan yang

diterima pelanggan lebih tinggi dari harapan pelanggan maka akan

menghasilkan kepuasan emosional (positive disconfirmation).

Pelayanan yang diterima pelanggan sama dengan harapan

pelanggan, hasilnya bukan kepuasan ataupun ketidakpuasan.

Berdasarkan model ini, kepuasan pelanggan dipengaruhi oleh

karakteristik pelanggan itu sendiri (pengalaman) dan pelayanan itu

sendiri (harga dan karakteristik pelayanan);

b. Equity Theory

Perbandingan hasil yang diterima oleh pelanggan A harus

sama dengan dengan hasil yang diterima pelanggan B. Apabila

kedua keadaan tersebut tidak sama maka pelanggan yang

melakukan evaluasi terhadap pelayanan akan merasakan

ketidakpuasan akibat ketidakadilan dari pemberi pelayanan;


c. Attribution theory

Pelanggan akan melakukan identifikasi terhadap pelayanan

yang ia dapatkan dan pelayanan yang mempengaruhi kepuasannya.

Apabila pelayanan tidak sesuai harapan pelanggan maka pelanggan

akan berusaha menentukan penyebab ketidaksesuaian tersebut.

Penyebab ketidaksesuaian pelayanan diduga akibat dari kelalaian

pemberi pelayanan, maka perasaan tidak puas pasti muncul.

Sebaliknya, penyebab ketidaksesuaian pelayanan dengan

harapan pelanggan berasal dari pelanggan sendiri, maka rasa tidak

puas akan menurun levelnya;

d. Experientally-Based Affective Feelings

Model ini berpendapat bahwa kepuasan pelanggan

dipengaruhi oleh dimensi respon afektif (perasaan positif dan

perasaan negatif) pada pelayanan;

e. Assimilation-Contrast Theory

Apabila pelayanan yang diberikan oleh pemberi layanan tidak

terlalu berbeda dengan harapan pelanggan maka pelayanan tersebut

akan diterima dan dievaluasi secara positif oleh pelanggan yakni

dalam bentuk kepuasan pelanggan;

f. Opponent Process Theory

Model ini berusaha menjelaskan penyebab pengalaman

konsumen yang awalnya sangat memuaskan cenderung kurang

memuaskan setelah dievaluasi pada kejadian berikutnya. Apabila

ada stimulus positif atau negatif yang mengganggu keseimbangan


konsumen, maka proses sekunder akan berlangsung dan akhirnya

pelanggan tersebut akan kembali ke kondisi semula. Emosi awal

pelanggan terhadap pelayanan disebut proses primer dan proses

berikutnya adalah proses adaptif (opponent process). Respon awal

terhadap suatu pelayanan tidak mungkin meningkat seiring adanya

pengulangan, opponent process akan menjadi semakin kuat

sehingga ketertarikan pelanggan pada pelayanan tersebut akan

melemah pada pengalaman berikutnya;

g. Model Anteseden dan Konsekuensi Pelanggan

Anteseden pelanggan meliputi ekspektasi pelanggan (sebagai

antisipasi kepuasan), diskonfirmasi ekspektasi (ekspektasi berperan

sebagai standar pembanding untuk pelayanan), kinerja atau

pelayanan (performance), affect, dan equity. Konsekuensi

pelanggan ada tiga kategori, yaitu perilaku komplain, negative

word-of-mouth, dan minat pembelian ulang.

2.3.7. Pengukuran Kepuasan

Menurut Supriyanto (2010), terdapat beberapa teknik mengukur

kepuasan, diantaranya sebagai berikut:

a. Teknik rating:

1. Teknik pengukuran langsung

Teknik ini mengukur respon pelanggan secara subyektif

dan obyektif terhadap pelayanan yang diterima menggunakan

skala. Skala standar ditentukan terlebih dahulu berdasarkan nilai

skala tengah dari pengukuran dan dapat ditentukan oleh peneliti


sendiri. Hasil jawaban dari individu dihitung nilai rata-ratanya

dengan cara menjumlahkan nilai skala individu yang diamati

dibagi jumlah individu. Apabila nilai rata-rata lebih besar dari

nilai standar maka pelanggan puas terhadap pelayanan;

2. Metode ranking sederhana

Pelanggan menentukan rangking dari obyek yang

ditanyakan dalam urutan pilihan bobot kepentingan;

3. Metode berpasangan

Tersedia beberapa obyek yang harus dinilai, kemudian

pelanggan dianjurkan memilih pasangan dari obyek tersebut saat

itu juga.

b. Pengukuran kesenjangan

Kepuasan pelanggan merupakan hasil kesenjangan antara

harapan dan kenyataan pelayanan yang diterima. Dua hal tersebut

dibandingkan kemudian dianalisis. Harapan (E=expectation)

pelanggan dapat dinyatakan dengan skala 1 sampai 4 (skala 1=tidak

berharap (TH), skala 2=kurang berharap (KH), skala 3=berharap

(H), dan skala 4=sangat berharap (SH)). Kenyataan (A=actual)

dinyatakan dengan skala 1 sampai 4 (skala 1= tidak setuju (TS),

skala 2=kurang setuju (KS), skala 3=setuju (S), dan skala 4=sangat

setuju (SS)). Hasil analisis apabila didapatkan nilai A>E adalah

pelanggan sangat puas, nilai A=E adalah puas dan nilai A<E adalah

pelanggan tidak puas.


Berikut beberapa metode pengukuran kesenjangan:

1. Satisfaction feeling (evaluation overall):

a. Tidak langsung

Hasil dari metode ini dapat berupa “tidak puas”

apabila nilai harapan lebih besar dari kenyataan, “puas”

apabila nilai harapan sama dengan nilai kenyataan dan

“sangat puas” bila nilai harapan lebih besar dari nilai

kenyataan

b. Langsung

Dengan apa yang pernah Anda terima selama

pelayanan ...., puaskah Anda akan pelayanan ....

Sangat Tidak Sedikit Netral Sedikit Puas Sangat


Tidak puas tidak puas Puas
Puas puas
1 2 3 4 5 6 7

2. Satisfaction feeling (emotional feeling)

Bagaimana tentang pelayanan ...yang telah Anda terima?

Menyen
Sangat angkan Sedikit Netral Sedikit Tidak Buruk
Menyenang menyenan
kan g tidak senang sekali
kan senang
1 2 3 4 5 6 7
3. Satisfaction outcome (word of mouth)

Maukah Anda merekomendasikan kepada orang lain,

pengalaman apa yang telah Anda terima selama perawatan

Tidak Pasti akan


Rekomendasi 1 2 3 4 5 6 7
positif
Rekomendasi 1 2 3 4 5 6 7
negatif

4. Satisfaction outcome (inention)

Maukah Anda memanfaatkannya kembali apabila di

lain waktu membutuhkan pelayanan yang sama?

Tidak Pasti akan


Memanfaatkan 1 2 3 4 5 6 7
lagi

c. Indeks kepuasan

Kepuasan diukur menggunakan faktor-faktor yang

mempengaruhi kepuasan pelanggan, yakni product, service, dan

value. Tahap awal diukur terlebih dahulu rata-rata tingkat kepuasan

product (QSS=Qoality Satisfaction Score), PBS (Perceived Best

Score), dan VSS (Value Satisfaction Score). Kemudian menentukan

bobot ketiga faktor dengan melakukan multiple regression. Setelah

menentukan bobot, langkah selanjutnya adalah menentukan indeks

TSS (Total Satisfaction Score). Indeks = WqSq + WvSv + WpSp.


2.4. Kerangka Teori

Kepuasan Pasien :
Konsep Dasar 1. definisi Kepuasan
Keperawatan: 2. definisi Pasien
1. definisi Perawat Rawat Inap
2. peran dan Fungsi Layanan 3. faktor yang
Konsep Dasar Puskesmas : Perawat Puskesmas Keperawatan : Mempengaruhi
1 . definisi Puskesmas 3. pelayanan 1. aspek Perhatian Kepuasan Pasien Tingkat
2. fungsi Puskesmas Jenis Puskesmas: Keperawatan 2. aspek 4. teori Kepuasan Kepuasan
1. puskesmas Penerimaan
4. layanan 5. pengukuran Pasien
3. jenis Puskesmas rawatan 3. aspek
Perawatan Keperawatan Komunikasi Kepuasan
4. standar Pelayanan (Supriyanto,
Puskesmas 2. puskesmas 4. aspek
2010
Non (Hasil Munas VII Kerja sama (Pohan, 2006; Dinkes
(Depkes RI (2007); Depkes perawatan 5. aspek Tanggung Propinsi Jawa Timur,
Manado tahun 2005 2004; Simamora,
RI (2001); Effendi (2009)) jawab
(Depkes RI (2001))
(dalam Simamora, 2003; Tjiptono, 2004;
2009); Asmadi (Marini (2010)) Supriyanto, 2010)
(2004); Kusnanto
(2004))

Anda mungkin juga menyukai