Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pelayanan kesehatan, baik di Rumah Sakit maupun di Puskesmas, akan

diapresiasi oleh masyarakat luas selaku pengguna layanan jika pelayanan kedua institusi

pelayanan kesehatan tersebut bermutu. Pelayanan kesehatan yang bermutu pasti

menggunakan pendekatan manajemen sehingga pengelolaannya menjadi efektif, efisien,

dan produktif. Untuk bisa menyediakan pelayanan kesehatan seperti itu, pimpinan dan staf

dari kedua institusi pelayanan tersebut harus menerapkan prinsip-prinsip manajemen

(Muninjaya, 2012).

Manajemen adalah ilmu terapan yang dapat dimanfaatkan di berbagai jenis

organisasi untuk membantu manajer dalam memecahkan masalah organisasi, sehingga

manajemen juga dapat digunakan dalam bidang kesehatan untuk membantu manajer

organisasi pelayanan kesehatan memecahkan masalah kesehatan masyarakat. Menurut

Notoatmodjo (2003), manajemen kesehatan adalah suatu kegiatan atau suatu seni untuk

mengatur petugas kesehatan dan non-petugas kesehatan masyarakat melalui program

kesehatan. (Herlambang &Murwani, 2012).

Sebagian besar penempatan dokter yang baru lulus diarahkan untuk memenuhi

kebutuhan tenaga medis di puskesmas seluruh Indonesia. Dokter tidak saja berperan

sebagai medicus practicus, tetapi juga sebagai pimpinan unit kerja pelayanan kesehatan

seperti sebagai kepala puskesmas (Muninjaya, 2012). Selain itu, Undang-undang Republik

Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan, menyebutkan dalam pasal 34 ayat 1

bahwa setiap pimpinan penyelenggaraan fasilitas pelayanan kesehatan perseorangan

1
harus memiliki kompetensi manajemen kesehatan perseorangan yang

dibutuhkan (Kemenkes,2009). Untuk itu, dokter dituntut untuk mengembangkan

managerialship dan leadershipnya sehingga tugas pokok dan fungsi puskesmas

berkembang efektif, efisien dan produktif. Oleh karena itu, penting bagi dokter untuk

mengetahui lebih dalam serta memiliki kemampuan mengenai manajemen kesehatan dan

manajemen puskesmas (Muninjaya, 2012).

1.2. Tujuan

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui tentang manajemen

kesehatan dan manajemen puskesmas serta peran serta dokter dalam manajemen

kesehatan dan manajemen puskesmas.

.1.3. Manfaat

Makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada penulis dan pembaca

khususnya dokter agar dapat lebih mengetahui dan memahami mengenai Manajemen

Kesehatan dan Manajemen Puskesmas sehingga dapat menerapkannya saat bertugas

sebagai dokter nantinya.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Puskesmas

Puseksmas adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota yang

bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja.

Pengertian puskesmas yang akan diketengahkan disini menunjukkan adanya

perubahan yang disesuaikan dengan perkembangan dan tuntutan pelayanan kesehatan

dewasa ini, diantaranya

a. Dr. Azrul Azwar, MPH (1980)

Pusat kesehatan masyarakat (puskesmas) adalah suatu kesatuan organisasi

fungsional yang langsung memberikan pelayanan secara menyeluruh kepada masyarakat

dalam suatu wilayah kerja tertentu dalam bentuk usaha-usaha kesehatan pokok.

b. Departemen Kesehatan RI (1981)

Pusat kesehatan masyarakat (puskesmas) adalah suatu kesatuan organisasi

kesehatan yang langsung memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan

terintegrasi kepada masyarkat diwilayah kerja tertentu dalam usaha-usaha kesehatan

pokok

c. Departemen Kesehatan RI (1987)

1. Puskesmas adalah sebagai pusat pembangunan kesehatan yang berfungsi

mengembangkan dan membina kesehatan masyarakat serta menyelenggarakan

pelayanan kesehatan terdepan dan terdekat dengan masyrakat dalam bentuk

kegiatan pokok yang menyeluruh dan terpadu diwilayah kerjanya

2. Puskesmas adalah suatu unit organisasi yang secara porfesional melakukan

upaya pelayanan kesehatan pokok yang menggunakan peran serta masyarakat

3
secara aktif untuk dapat memberikan pelayanan secara menyeluruh dan terpadu

kepada masyrakat di wilayah kerjanya.

d. Departemen Kesehatan RI (1991)

Puskesmas adalah suatu kesatuan organisasi kesehatan fungsional yang merupakan

pusat pengembangan kesehatan masyarakat yang juga membina peran serta masyarakat

disamping memberikan pelayanan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di

wilayah kerjanya dalam bentuk kegiatan pokok.

2.2 Tujuan, Fungsi dan Peran Puskesmas

2.2.1. Tujuan Puskesmas

Tujuan pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh Puskesmas adalah

mendukung tercapainya tujuan pembangunan kesehatan nasional, yakni meningkatkan

kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang yang bertempat

tinggal di wilayah kerja Puskesmas agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-

tingginya dalam rangka mewujudkan “Indonesia sehat 2010”

2.2.2. Fungsi Puskesmas

Ada 3 fungsi puskesmas, yaitu :

1. Pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan puskesmas selalu berupaya

menggerakkan dan memantau penyelenggaraan pembanguan lintas sector termasuk

oleh masyarakat dan dunia usaha di wilayah kerjanya.

2. Pusat pemberdayaan masyarakat. Puskesmas selalu berupaya agar perorangan

terutama pemuka masyarakat, keluarga dan masyarakat termasuk dunia usaha

memiliki kesadaran, kemauan dan kemampuan melayani diri sendiri dan masyarakat

untuk hidup sehat, berperan aktif dalam memperjuangkan kepentingan kesehatan

4
termasuk sumber pembiayaan, serta ikut menetapkan, menyelenggarakan dan

memantau pelaksanaan program kesehatan.

3. Pusat pelayanan kesehatan strata pertama. Puskesmas bertanggung jawab

menyelenggarakan pelayanan kesehatan tingkat pertama secara menyeluruh , terpadu

dan berkesinambungan. Pelayanan kesehatan tingkat pertama yang menjadi tanggung

jawab puskesmas adalah :

a. Pelayanan kesehatan perorangan

Pelayananan kesehatan perorangan adalah pelayanan kesehatan yang bersifat

pribadi dengan tujuan umum menyembuhkan penyakit dan pemulihan kesehatan

perorangan, tanpa mengabaikan pemeliharaan kesehatan dan penegahan

penyakit.

b. Pelayanan kesehatan masyarakat adalah pelayanan kesehatan yang bersifat

public dengan tujuan utama memelihara dan meningkatkan kesehatan serta

mencegah penyakit tanpa mengabaikan penyembuhan penyakit dan pemulihan

kesehatan:

Proses dalam melaksanakan fungsinya dilakukan dengan cara :

1. Merangsang masyarakat termasuk swasta untuk melaksanakan kegiatan

dalam rangka menolong dirinya sendiri

2. Memberikan petunjuk kepada masyarakat tentang bagaimana menggali dan

menggunakan sumber daya yang ada secara efektif dan efisien

3. Memberikan bantuan yang bersifat bimbingan teknis materi dan rujukan medis

maupun rujukan kesehatan kepada masyarakat dengan ketentuan bantuan

tersebut tidak menimbulkan ketergantungan

5
4. Memberi pelayanan kesehatan langsung kepada masyarakat

5. Bekerja sama dengan sector-sektor yang bersangkutan dalam melaksanankan

program puskesmas

2.2.3. Peran Puskesmas

Jika ditinjau dari sistem pelayanan kesehatan di Indonesia, maka peranan dan

kedudukan puskesmas di Indonesia adalah amat unik. Sebagai sarana pelayanan

kesehatan terdepan di Indonesia, maka puskesmas kecualai bertanggungjawab dalam

menyelenggarakan pelayanan kesehatan masyarakat, juga bertanggungjawab dalam

menyelenggarakan pelyanan kedokteran.

2.3 Visi dan Misi Puskesmas

2.3.1. Visi Puskesmas

Visi Puskesmas adalah mewujudkan “Kecamatan Sehat” menuju terwujudnya

“Indonesia Sehat” adalah gambaran masyarakat kecamatan masa depan yang ingin

dicapai melalui pembangunan kesehatan, yakni masyarakat yang hidup dalam lingkungan

dan perilaku yang sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan

yang bermutu secara adil dan merata serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-

tingginya.

Indikator utama “Kecamatan Sehat” adalah sebagai berikut:

a. Lingkungan sehat

b. Perilaku sehat

c. Cakupan pelayanan kesehatan yang bermutu

d. Derajat kesehatan yang optimal bagi penduduk kecamatan

2.3.2 Misi Puskesmas

6
Misi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan puskesmas adalah

mendukung tercapainya misi pembangunan kesehatan nasional. Empat misi Puskesmas

adalah sebagai berikut:

a. Menggerakkan pembangunan berwawasan kesehatan diwilayah kerjanya.

Puskesmas akan selalu menggerakkan pembangunan sektor lain yang

diselenggarakan di wilayah kerjanya agar memerhatikan aspek kesehatan, yaitu

pembangunan yang tidak menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan, setidaknya

terhadap lingkungan dan perilaku masyarakat. Pengembangan perumahan untuk keluarga

yang dilaksanakan oleh pengembang atau individu sebaiknya melibatkan tenaga

kesehatan. Tenaga kesehatan akan memberikan masukan berkaitan dengan terciptanya

rumah yang sehat sehingga keluarga yang tinggal di rumah tersebut sehat.

b. Mendorong kemandirian untuk hidup sehat bagi keluarga dan masyarakat di wilayah

kerjanya.

Puskesmas akan selalu berupaya agar setiap keluarga dan masyarakat yang

bertempat tinggal di wilayah kerjanya mempunyai kemampuan di bidang kesehatan,

melalui peningkatan pengetahuan dan kemampuan menuju kemandirian untuk hidup

sehat.

c. Memelihara dan meningkatkan mutu, pemerataan, dan keterjangkauan pelayanan

kesehatan yang memenuhi standar dan memuaskan masyarakat.

Mengupayakan pemerataan pelayanan kesehatan serta meningkatkan efisiensi

pengelolaan dana sehingga dapat dijangkau oleh seluruh lapisan keluarga. Sebagai pilar

utama terciptanya pemerataan pelayanan kesehatan yang bermutu, pelayanan kesehatan

tidak dipandang sebagai pelayanan yang terjangkau oleh seluruh lapisan keluarga.

7
d. Memelihara dan meningkatkan kesehatan individu, keluarga, dan masyarakat serta

lingkungannya.

Puskesmas akan selalu berupaya memelihara dan meningkatkan kesehatan,

mencegah dan menyembuhkan penyakit, serta memulihkan kesehatan perorangan,

keluarga, dan masyarakat yang berkunjung dan bertempat tinggal di wilayah kerjanya,

tanpa diskriminasi dengan menerapkan kemajuan ilmu dan tekhnologi kesehatan yang

sesuai. Upaya pemeliharaan kesehatan, individu, keluarga, masyarakat dan lingkungannya

memerlukan asuhan keperawatan keluarga secara terus-menerus dan bekesinambungan

yang dilakukan perawat keluarga. Perawat keluarga sebagai pilar utama terlaksananya

asuhan keperawatan keluarga di wilayah kerja Puskesmas merupakan ujung tombak

memandirikan keluarga di bidang kesehatan sehingga tercipta sehat sebagai gaya hidup.

2.4 Wilayah Kerja Puskesmas

Puskesmas harus bertanggung jawab untuk setiap masalah yang terjadi di wilayah

kerjanya, meskipun masalah tersebut lokasinya berkilo-kilo meter dari puskesmas. Dengan

asas inilah puskesmas dituntut untuk lebih mengutamakan tindakan pencegahan penyakit,

dan bukan tindakan untuk pengobatan penyakit. Dengan demikian puskesmas harus

secara aktif terjun ke masyarakat dan bukan menantikan masyarakat datang ke

puskesmas.

Wilayah kerja puskesmas, bisa kecamatan, faktor kepadatan penduduk, luas daerah,

keadaan geografik dan keadaan infrastruktur lainnya merupakan bahan pertimbangan

dalam menentukan wilayah kerja puskesmas.

8
Puskesmas merupakan perangkat Pemerintah Daerah Tingkat II, sehingga pembagian

wilayah kerja puskesmas ditetapkan oleh bupati KDH, mendengar saran teknis di Kantor

Wilayah Departemen Kesehatan Provinsi.

Untuk kota besar wilayah kerja puskesmas bisa satu kelurahan, sedangkan

puskesmas di ibukota kecamatan merupakan puskesmas rujukan, yang berfungsi sebagai

pusat rujukan dari puskesmas kelurahan yang juga mempunyai fungsi koordinasi. Sasaran

penduduk yang dilaksanakan oleh sebuah puskesmas rata-rata 30.000 penduduk.

Luas wilayah yang masih efektif untuk sebuah puskesmas di daerah pedesaan adalah

suatu area dengan jari-jari 5 km, sedangkan luas wilayah kerja yang dipandang optimal

adalah area dengan jari-jari 3 km.

2.5 Kedudukan Puskesmas

a. Kedudukan dalam bidang administrasi

Puskesmas merupakan perangkat Pemerintah Daerah Tingkat II dan bertanggung

jawab langsung baik teknis maupun administrative kepada Kepala Dinas Kesehatan

Dati II.

b. Kedudukan dalam hirarki pelayanan kesehatan

Dalam urutan hirarki pelayanan kesehatan sesuai dengan Sistem Kesehatan Nasional

(SKN) maka puskesmas berkedudukan pada tingkat fasilitas kesehatan pertama.

2.6 Satuan Penunjang

Sesuai dengan keadaan geografi, luas wilayah, sarana perhubungan serta kepadatan

penduduk dalam wilayah kerja puskesmas, tidak semua penduduk dapat dengan mudah

9
mendapatkan pelayanan puskesmas. Agar jangkauan pelayanan puskesmas lebih merata

dan meluas, perlu ditunjang dengan puskesmas pembantu, penempatan bidan di desa-

desa yang belum terjangkau oleh pelayanan yang ada di puskesmas keliling. Disamping

itu penggerakan peran serta masyarakat untuk mengelola posyandu dan membina desa

wisma akan dapat menunjang jangkauan pelayanan kesehatan.

Demi pemerataan dan perluasan jangkauan pelayanan kesehatan maka puskesmas

perlu ditunjang dengan unit pelayanan kesehatan yang lebih sederhana yang disebut

puskesmas pembantu dan puskesmas keliling.

Puskesmas Pembantu

Puskesmas pembantu adalah unit pelayanan kesehatan yang sederhana dan

berfungsi menunjang dan membantu melaksanakan kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan

puskesmas dalam ruang lingkup wilayah yang lebih kecil. Dalam Repelita V wilayah kerja

puskesmas pembantu diperkirakan meliputi 2 sampai 3 desa, dengan sasaran penduduk

antara 2500 orang (di luar Jawa dan Bali) sampai 10.000 orang (di perkotaan Jaawa dan

Bali).

Puskesmas pembantu merupakan bagian integral dari puskesmas, dengan lain

perkataan satu puskesmas meliputi juga seluruh puskesmas pembantu yang ada di

wilayah kerjanya.

Puskesmas Keliling

Puskesmas keliling merupakan unit pelayanan kesehatan keliling yang dilengkapi

dengan kendaraan bermotor roda 4 atau perahu bermotor dan peralatan kesehatan,

10
peralatan komunikasi serta sejumlah tenaga yang berasal dari puskesmas. Puskesmas

keliling berfungsi menunjang dan membantu melaksanakan kegiatan-kegiatan puskesmas

dalam wilayah kerjanya yang belum terjangkau oleh pelayanan kesehatan. Kegiatan-

kegiatan puskesmas keliling adalah:

1. Memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat di daerah terpencil yang tidak

terjangkau oleh pelayanan puskesmas atau puskesmas pembantu, 4 hari dalam 1

minggu

2. Melakukan penyelidikan tentang kejadian luar biasa

3. Dapat dipergunakan sebagai alat transportasi penderita dalam rangka rujukan bagi

kasusu gawat darurat

4. Melakukan penyuluhan kesehatan dengan menggunakan alat audio visual

Bidan yang bertugas di desa

Pada setiap desa yang belum ada fasilitas pelayanan kesehatan, akan

ditempatkan seorang bidan yang bertempat tiggal di desa tersebut dan bertanggung jawab

langsung kepada kepala puskesmas. Wilayah kerja bidan tersebut adalah satu desa

dengan jumlah penduduk rata-rata 3000 orang, dengan tugas utamanya adalah membina

peran serta masyarakat melalui pembinaan posyandu yang membina pimpinan kelompok

persepuluhan, selain memberikan pelayanan aangsung di posyandu dan pertolongan

persalinan di rumah-rumah. Disamping itu juga menerima rujukan anggota keluarga

persepuluhan untuk diberi pelayanan seperlunya atau ditunjuk lebih lanjut ke puskesmas

atau fasilitas kesehatan yang lebih mampu dan terjangkau secara tradisional.

2.7 Struktur Organisasi Puskesmas

a. Unsur pimpinan

11
Kepala puskesmas

b. Unsur tata usaha

1. Data informasi

2. Perencanaan dan penilaian

3. Keuangan

4. Kepegawaian

c. Unsur pelaksana teknis fungsional puskesmas

1. Upaya kesehatan masyarakat

2. Upaya kesehatan perorangan

d. Jaringan pelayanan puskesmas

1. Unit puskesmas pembantu

2. Puskesmas keliling

3. Bidan desa/komunitas

BAB III
PEMBAHASAN

3.1. Manajemen Kesehatan

3.1.1. Definisi

12
Secara klasik, manajemen adalah ilmu atau seni tentang penggunaan sumber

daya secara efisien, efektif, dan rasional untuk mencapai tujuan organisasi yang telah

ditetapkan sebelumnya. Manajemen merupakan ilmu terapan yang penerapannya

disesuaikan dengan ruang lingkup fungsi organisasi, bentuk kerja sama manusia di dalam

organisasi, dan ruang lingkup masalah yang dihadapi. Di bidang kesehatan, manajemen

diterapkan untuk mengatur perilaku staf yang bekerja di dalam organisasi (institusi

pelayanan) kesehatan untuk menjaga dan mengatasi gangguan kesehatan pada individu

atau kelompok masyarakat secara efektif, efisien, dan produktif (Muninjaya, 2012).

Sehat adalah suatu keadaan optimal, baik jasmani maupun rohani serta sosial

ekonomi, dan tidak hanya terbatas pada keadaan bebas dari penyakit atau kelemahan fisik

dan mental saja (WHO, 1946). Di Indonesia pengertian sehat dituangkan dalam UU Pokok

Kesehatan RI No.9 tahun 1960 (Herlambang & Murwani, 2012).

Menurut Notoatmodjo (2003) dalam buku Manajemen Kesehatan dan Rumah

Sakit, manajemen kesehatan adalah suatu kegiatan atau suatu seni untuk mengatur para

petugas kesehatan dan nonpetugas kesehatan guna meningkatkan kesehatan masyarakat

melalui program kesehatan (Herlambang & Murwani, 2012).

Sesuai dengan tujuan sistem kesahatan, yakni peningkatan derajat kesehatan

yang setinggi-tingginya, maka manajemen kesehatan tidak dapat disamakan dengan

manajemen niaga yang lebih berorientasi pada upaya mencari keuntungan berupa uang

untuk pemilik perusahaan (profit oriented) melainkan manajemen kesehatan berorientasi

memberikan manfaat pelayanan secara optimal pada masyarakat (benefit oriented) oleh

karena organisasi kesehatan lebih mementingkan pencapaian kesejahteraan umum

(Herlambang & Murwani, 2012)..

13
3.1.2. Fungsi

Fungsi-fungsi dalam manajemen kesehatan sama dengan fungsi-fungsi dalam

manajemen perusahaan, yaitu (Herlambang & Murwani, 2012) :

1. Fungsi Perencanaan (Planning)

Perencanaan merupakan fungsi terpenting dalam manajemen. Perencanaan

kesehatan adalah sebuah proses untuk merumuskan masalah-masalah kesehatan yang

berkembang di masyarakat, menentukan kebutuhan dan sumber daya yang tersedia,

menetapkan tujuan program yang paling pokok, dan menyusun langkah-langkah praktis

untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan tersebut.

Dengan perencanaan dapat mengetahui : tujuan yang ingin dicapai; jenis dan

struktur organisasi yang dibutuhkan; jenis dan jumlah staf yang diinginkan dan uraian

tugasnya; sejauh mana efektivitas kepemimpinan dan pengarahan yang diperlukan; bentuk

dan standar pengawasan yang akan dilakukan.

Terdapat lima langkah yang perlu dilakukan pada proses penyusunan sebuah

perencanaan dalam manajemen kesehatan, yaitu: (a) analisa situasi; (b) mengidentifikasi

masalah dan prioritasnya; (c) menentukan tujuan program; (d) mengkaji hambatan dan

kelemahan program; (e) menyusun rencana kerja operasional.

2. Fungsi Pengorganisasian (Organizing)

Dengan adanya pengorganisasian, maka seluruh sumber daya yang dimiliki oleh

organisasi akan diatur penggunaannya secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan

organisasi yang telah ditetapkan.

14
Dengan pengorganisasian, seorang pemimpin akan mengetahui: pembagian tugas

secara jelas, tugas pokok dan prosedur kerja staf, hubungan organisatoris dalam struktur

organisasi, pendelegasian wewenang, dan pemanfaatan staf dan fasilitas fisik yang dimiliki

organisasi.

Ada enam langkah penting dalam membuat pengorganisasian, yaitu: (a) tujuan

organisasi harus sudah dipahami oleh staf; (b) membagi habis pekerjaan dalam bentuk

kegiatan-kegiatan pokok untuk mencapai tujuan; (c) menggolongkan kegiatan pokok ke

dalam suatu kegiatan yang praktis; (d) menetapkan kewajiban yang harus dilakukan oleh

staf dan menyediakan fasilitas pendukung yang diperlukan untuk melaksanakan tugasnya;

(e) penugasan personal yang terampil.

3. Fungsi Pelaksanaan dan Pembimbingan (Actuating)

Pada fungsi ini lebih mengarahkan dan menggerakkan semua sumber daya untuk

mencapai tujuan yang telah disepakati. Beberapa hal yang dapat menggerakkan dan

mengarahkan sumber daya manusia dalam organisasi yaitu : peran kepemimpinan

(leadership), motivasi staf, kerja sama antar staf, dan komunikasi yang lancar antar staf.

Adapun tujuan fungsi pelaksanaan dan pembimbingan adalah: (1) menciptakan

kerjasama yang lebih efisien; (2) mengembangkan kemampuan dan keterampilan staf; (3)

menumbuhkan rasa menyukai dan memiliki pekerjaan; (4) mengusahakan suasana

lingkungan kerja yang meningkatkan motivasi prestasi kerja staf; (5) membuat organisasi

berkembang secara dinamis.

4. Fungsi Pengawasan (Controlling)

15
Melalui fungsi pengawasan, standar keberhasilan program yang telah dibuat dalam

bentuk target, prosedur kerja, dan sebagainya harus selalu dibandingkan dengan hasil

yang telah dicapai atau yang mampu dikerjakan oleh staf.

Jenis standar pengawasan ada dua, yaitu : (1) standar norma, standar yang dibuat

berdasarkan pengalaman staf melaksanakan program yang sejenis atau yang pernah

dilaksanakan dalam situasi yang sama di masa lalu; (2) standar kriteria, standar yang

diterapkan untuk kegiatan-kegiatan pelayanan oleh petugas yang sudah mendapatkan

pelatihan.

Pemimpin bisa mendapatkan data pada saat melakukan pengawasan dengan tiga

cara: pengamatan langsung, laporan lisan dari staf atau pengaduan masyarakat, dan

laporan tertulis dari staf.

5. Fungsi Evaluasi (Evaluation)

Tujuannya yaitu untuk memperbaiki efisiensi dan efektivitas pelaksanaan program

dengan memperbaiki fungsi manajemen. Evaluasi ada beberapa macam, yaitu: (a)

evaluasi terhadap input, dilaksanakan sebelum program dilaksanakan;(b) evaluasi

terhadap proses, dilaksanakan pada saat kegiatan berlangsung; (c) evaluasi terhadap

output, dilaksanakan setelah pekerjaan selesai.

Fungsi-fungsi manajemen diatas dapat dilihat pada Gambar 2.1. Meskipun

keempat fungsi manajemen tersebut terpisah satu sama lain, teteapi sebagai sebuah

proses, keempatnya merupakan suatu rangkaian kegiatan yang berhubungan satu sama

lain. Jika tujuan organisasi belum tercapai, pimpinan organisasi harus menganalisis

kelemahan pelaksanaan salah satu atau beberapa fungsi manajemen tersebut (Muninjaya,

2012).

16
Gambar 3.1 Siklus Fungsi Manajemen

Sumber: Muninjaya, 2012

3.1.3. Ruang Lingkup

Seperti halnya manajemen perusahaan, di bidang kesehatan juga dikenal berbagai

jenis manajemen sesuai dengan ruang lingkup kegiatan dan sumber daya yang

dikelolanya. Ruang lingkup manajemen kesehatan secara garis besar mengerjakan

kegiatan yang berkaitan dengan (Herlambang & Murwani, 2012).:

1. Manajemen sumber daya manusia (personalia);

2. Manajemen keuangan (mengurusi cashflow keuangan);

3. Manajemen logistik (mengurusi logistik-obat dan peralatan);

4. Manajemen pelayanan kesehatan dan sistem informasi manajemen (melayani

pelayanan kesehatan masyarakat).

Untuk masing-masing bidang tersebut dikembangkan manajemen yang lebih

spesifik sesuai dengan ruang lingkup dan tugas pokok institusi kesehatan. Penerapan

manajemen pada unit pelaksana teknis seperti puskesmas dan RS merupakan upaya

untuk memanfaatkan dan mengatur sumber daya yang dimiliki oleh masing-masing unit

pelayanan kesehatan tersebut, dan diarahkan untuk mencapai tujuan organisasi (unit

kerja dan sebagainya) secara efektif, efisien, produktif, dan bermutu (Muninjaya, 2012).

Manajemen kesehatan harus dikembangkan di tiap-tiap organisasi kesehatan di

Indonesia, seperti Kantor Departemen Kesehatan, Dinas Kesehatan di daerah, Rumah

17
Sakit, dan Puskesmas, dan jajarannya. Untuk memahami penerapan manajemen

kesehatan di Rumah Sakit, Dinas Kesehatan, dan Puskesmas perlu dilakukan kajian

proses penyusunan rencana tahunan Departemen Kesehatan dan Dinas Kesehatan di

daerah. Khusus untuk tingkat Puskesmas, penerapan manajemen dapat dipelajari melalui

perencanaan yang disusun setiap lima tahunan (Herlambang & Muwarni, 2012).

3.1.4. Subsistem Manajemen Kesehatan

Subsistem adalah bagian dari sistem yang membentuk sistem pula. Dalam sistem

kesehatan nasional, subsistem manajemen kesehatan adalah tatanan yang menghimpun

berbagai upaya administrasi kesehatan yang didukung oleh pengelolaan data dan

informasi, pengembangan dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta

pengaturan hukum kesehatan secara terpadu dan saling mendukung, guna menjamin

tercapainya derajat kesehatan yang setinggi-tingginya (Herlambang & Murwani, 2012).

Subsistem manajemen kesehatan terdiri dari empat unsur utama (Herlambang &

Murwani, 2012) :

1. Administrasi kesehatan, adalah kegiatan perencanaan, pelaksanaan, dan

pengendalian serta pengawasan dan pertanggungjawaban penyelenggara

pembangunan kesehatan;

2. Informasi kesehatan, adalah hasil pengumpulan dan pengolahan data yang

merupakan masukan bagi pengambilan keputusan di bidang kesehatan;

3. Ilmu pengetahuan dan teknologi, adalah hasil penelitian dan pengembangan yang

merupakan masukan bagi pengambilan keputusan di bidang kesehatan;

4. Hukum kesehatan, adalah peraturan perundang-undangan kesehatan yang dipakai

sebagai acuan bagi penyelenggara pembangunan kesehatan.

18
3.1.5. Pembiayaan Program Kesehatan

Sesuai dengan UU No. 22 dan 25 tahun 1999 (diubah menjadi UU No.32 dan 33

tahun 2004) tentang pemerintah daerah dan perimbangan keuangan pusat dan daerah,

dana pembangunan kesehatan berasal dari tiga sumber yaitu (Muninjaya, 2012) :

1. Pemerintah (APBN), yang disalurkan ke daerah dalam bentuk DAU ( Dana Alokasi

Umum) dan DAK (Dana Alokasi Khusus). Dengan diberlakukannya otonomi daerah, porsi

dana sector kesehatan yang bersumber dari APBN menurun. Pemerintah pusat juga masih

tetap membantu pelaksanaan program kesehatan melalui bantuan dana dekonsentrasi,

khususnya untuk pemberantasan penyakit menular.

2. APBD yang bersumber dari PAD (Pendapatan Asli Daerah), baik yang bersumber

dari pajak maupun penghasilan badan usaha milik Pemda. Mobilisasi dana kesehatan juga

bisa bersumber dari masyarakat dalam bentuk asuransi kesehatan, investasi

pembangunan sarana pelayanan kesehatan oleh pihak swasta dan biaya langsung yang

dikeluarkan oleh masyarakat untuk perawatan kesehatan. Dana pembangunan kesehatan

yang diserap dari berbagai sektor harus dibedakan dengan dana sektor kesehatan yang

diserap oleh dinas kesehatan.

3. Bantuan luar negeri, dapat dalam bentuk hibah (grant) atau pinjaman (loan) untuk

investasi atau pengembangan pelayanan kesehatan.

3.2. Manajemen Puskesmas

3.2.1. Definisi

Menurut Permenkes No.75 tahun 2014 tentang pusat kesehatan masyarakat,

disebutkan bahwa Pusat Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya disebut Puskesmas

19
adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan

masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih

mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan

masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya (Depkes, 2014).

3.2.2. Tugas dan Fungsi

Puskesmas mempunyai tugas melaksanakan kebijakan kesehatan untuk

mencapai tujuan pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya dalam rangka mendukung

terwujudnya kecamatan sehat. Dalam melaksanakan tugas tersebut, puskesmas

menyelenggarakan fungsi (Depkes, 2014) :

a. penyelenggaraan UKM tingkat pertama di wilayah kerjanya; dan

b. penyelenggaraan UKP tingkat pertama di wilayah kerjanya.

3.2.3. Penerapan Manajemen di Puskesmas

Untuk dapat melaksanakan usaha pokok puskesmas secara efisien, efektif,

produktif, dan berkualitas, pimpinan puskesmas harus memahami dan menerapkan

prinsip-prinsip manajemen. Penerapan manajemen kesehatan di puskesmas terdiri dari :

1. Micro Planning (MP)

Merupakan perencanaan tingkat puskesmas. Pengembangan program puskesmas

selama 5 tahun disusun dalam MP.

2. Lokakarya Mini Puskesmas (LKMP)

Merupakan bentuk penjabaran MP kedalam paket-paket kegiatan program yang

dilaksanakan oleh staf, baik secara individu maupun berkelompok. LKMP dilaksanakan

setiap tahun.

20
3. Local Area Monitoring (LAM) atau PIAS-PWS (Pemantauan Ibu dan Anak Setempat-

Pemantauan Wilayah Setempat).

Merupakan sistem pencatatan dan pelaporan untuk pemantauan penyakit pada ibu

dan anak atau untuk penyakit menular yang dapat dicegah dengan imunisasi. LAM

merupakan penjabaran fungsi pengawasan dan pengendalian program. LAM yang

dijabarkan khusus untuk memantau kegiatan program KIA disebut dengan PIAS. Sistem

pencatatan dan pelaporan terpadu puskesmas (SP2TP) adalah kompilasi pencatatan

program yang dilakukan secara terpadu setiap bulan.

Stratifikasi puskesmas merupakan kegiatan evaluasi program yang dilakukan

setiap tahun untuk mengetahui pelaksanaan manajemen program puskesmas secara

menyeluruh. Penilaian dilakukan oleh tim dari Dinas Kesehatan Provinsi dan

Kabupaten/Kota. Data SP2TP dimanfaatkan oleh puskesmas untuk penilaian stratifikasi

(Muninjaya, 2004).

Supervisi rutin oleh pimpinan puskesmas dan rapat-rapat rutin untuk koordinasi

dan memantau kegiatan program. Supervisi oleh pimpinan, monitoring, dan evaluasi

merupakan penjabaran fungsi manajemen (pengawasan dan pengendalian) di puskesmas

(Tabel 2.1) (Muninjaya, 2004).

Planning Mikro planning, perencanaan tingkat puskesmas

Struktur organisasi, pembagian tugas, pembagian wilayah kerja,


Organizing
pengembangan program puskesmas

Actuating Lokakarya mini puskesmas, kepemimpinan, motivasi kerja, koordinasi,

21
komunikasi melalui rapat rutin bulanan untuk membahas aktivitas harian

dan kegiatan program

PIAS, LAM, PWS KIA, supervise, monitoring, evaluasi, audit internal


Controlling
keuangan di puskesmas

Tabel 3.2 Penerapan Fungsi Manajemen di Puskesmas

Sumber: Muninjaya, 2004

3.2.4 Subsistem Manajemen Puskesmas

Dalam upaya menunjang pengembangan program pokok puskesmas, puskesmas

memiliki enam subsistem manajemen, yaitu (Muninjaya, 2004):

1. Subsistem pelayanan kesehatan

Berupa promosi, pencegahan, pengobatan, rehabilitasi medis dan sosial

2. Subsistem manajemen keuangan

· Jenis anggaran yang digunakan terdiri dari dana rutin (gaji pegawai) dan dana

operasional/proyek untuk masing-masing program.

· Sumber anggaran, sejak otonomi daerah yang ditetapkan berdasarkan UU No. 22 dan

25 tahun 1999 sumber dana puskesmas sebagian besar dari APBD kabupaten/kota yang

disalurkan melalui dinas kesehatan kabupaten/kota. Hanya sebagian kecil yang berasal

dari APBN. Puskesmas juga mendapat dana dari sumber-sumber lain yang sah dan tidak

mengikat.

· Pimpinan puskesmas menunjuk bendahara puskesmas, ada yang menjadi bendahara

proyek (mencatat dan melaporkan dana operasional kegiatan proyek) dan bendahara rutin

(mengurusi gaji pegawai dan pemasukan keuangan rutin puskesmas).

3. Subsistem manajemen logistik

22
Setiap program membutuhkan dukungan logistik yang jumlah dan jenisnya berbeda-beda.

Kebutuhan ini disusun dalam Lokakarya Mini Puskesmas (LKMP). Agar praktis biasanya

kebutuhan logistik puskesmas disediakan oleh dinas kesehatan kabupaten/kota dan

BKKBN (khusus untuk program KB) dengan dana yang sudah dialokasikan setiap tahun.

Pimpinan puskesmas mempunyai wewenang dan wajib memeriksa administrasi barang

dan obat secara rutin.

4. Subsistem manajemen personalia

· Untuk meningkatkan motivasi kerja staf, sistem intensif perlu diterapkan sesuai dengan

ketentuan yang disepakati bersama. Selain itu pemberian penghargaan oleh pimpinan

kepada staf yang berprestasi akan membantu meningkatkan motivasi mereka.

· Untuk manajeman personalia di puskesmas, dokter selaku manajer puskesmas tidak

diberikan wewenang untuk mengangkat staf kecuali puskesmas menyisihkan dana sendiri

untuk membayar honor staf. Akan tetapi dokter berhak mengusulkan kebutuhan staf

(jumlah dan jenis) ke Dinkes kabupaten/kota.

· Pertemuan antara pimpinan dengan staf sebaiknya diadakan secara rutin dalam

pertemuan rutin seperti rapat bulanan dan mingguan

5. Subsistem pencatatan dan pelaporan

Laporan yang dibuat oleh puskesmas antara lain:

· Laporan harian (melaporkan adanya kejadian luar biasa (KLB) penyakit tertentu

· Laporan mingguan (melaporkan kegiatan penanggulangan penyakit diare)

· Laporan bulanan (ada 4 jenis, LB1 berisi data kesakitan, LB2 berisi data kematian, LB3

berisi data program gizi. KIA, KB, dan P2M, LB4 untuk obat-obatan)

23
BAB IV
PENUTUP

4.1. KESIMPULAN

24
1. Good Clinical Practice (GCP) adalah suatu standar kualitas etik dan ilmiah internasional

untuk mendisain, melaksanakan, mencatat, dan melaporkan uji klinik yang melibatkan

partisipasi subjek manusia. Mematuhi standar ini akan memberi kepastian kepada publik

bahwa hak, keamanan, kesejahteraan subjek uji klinik dilindungi serta data uji klinik dapat

dipercaya.

2. Dokter harus mengetahui dan memahami GCP karena dokter yang akan melakukan uji

klinik dianjurkan menerapkan prinsip GCP agar uji klinik yang dilakukan menghasilkan

mutu hasil uji klinik yang dapat dipercaya dan bermanfaat serta diakui di dunia

internasional. Dokter yang berpedoman pada GCP akan melindungi hak, keamanan, dan

kesejahteraan subjek uji klinik.

4.2. SARAN

Untuk itu diharapkan bagi tenaga kesehatan baik dokter, perawat dan ahli kesehatan

lainnya dipuskesmas maupun di layanan lain agar memberikan pelayanan yang terbaik

bagi pasien sesuai dengan kode etik yang berlau demi meningkatkan kualias pelayanan.

DAFTAR PUSTAKA

Muninjaya, A. 2004. Manajemen Kesehatan Edisi 2. Jakarta : EGC. Hal 44-49, 129-164

25
Herlambang, S., Murwani, A. 2012. Cara Mudah Memahami Manajemen Kesehatan dan
Rumah sakit. Gosyen publishing: Yogyakarta.
Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2001. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat
dan Makanan Republik Indonesia Nomor 02002/SK/KBPOM Tentang Tata Laksana Uji
Klinik.
Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2014. Good Clinical Practice. Diambil
dari:http://www.pom.go.id/mobile/index.php/view/berita/6043/Good-Clinical-Practice-
Inspection-Training-Course-Tahun-2014.html [Diakses tanggal 18 Maret 2015]
ICH Expert Working Group. 1996. International Conference On Harmonization of Technical
Requirements For Registration Of Pharmaceuticals For Human Use. Guideline For Good
Clinical Practice E6 (R1).
Sastroasmoro, S. dan Ismael, S. 2011. Uji Klinis. Dalam: Dasar-Dasar Metodologi
Penelitian Klinis. Edisi Keempat. Sagung Seto. Jakarta: 187-217.
Vijayananthan, A. 2008. The Importance of Good Clinical Practice Guidelines and itsrole
inclinical trials. Biomedical Imaging and Intervention Journal.
Ilmi, Ani Auli, 2011, Keperawatan Komunitas. Makassar: Alauddin University Press
Norfatmawati, Prayudha
http://digilib.unismus.ac.id/files/disk1/105/jtpunimus-gdl-agussantos-5214-3-bab2.pdf.
Diakses tanggal 10 November 2012.

26

Anda mungkin juga menyukai