Anda di halaman 1dari 30

KONSEP DAN ASUHAN KEPERAWATAN NEONATUS DENGAN HIPERBILIRUBIN

DISUSUN OLEH:
 
DEFINISI
• Hiperbilirubinemia merupakan masalah yang sering terjadi pada bayi baru lahir.
Hiperbilirubinemia ditandai dengan ikterik atau jaundice akibat tingginya kadar
bilirubin dalam darah. Bilirubin merupakan hasil pemecahan hemoglobin akibat sel
darah merah yang rusak (Wong , 2009).
• Hiperbilirubinemia adalah kondisi dimana tingginya kadar bilirubin yang
terakumulasi dalam darah dan akan menyebabkan timbulnya ikterus, yang mana
ditandai dengan timbulnya warna kuning pada kulit, sklera dan kuku. (Kristianti ,dkk,
2015).
• Bayi memiliki usus yang belum sempurna, karna belum terdapat bakteri pemecah,
sehingga pemecahan bilirubin tidak berhasil dan menjadi bilirubin indirek yang
kemudian ikut masuk dalam aliran darah, sehingga bilirubin terus bersirkulasi (Atikah
& Jaya, 2016 ).
• Hiperbilirubinemia dapat terjadi
secara fisiologis dan patologis.
Secara fisiologis bayi mengalami
kuning pada bagian wajah dan leher,
atau pada derajat satu dan dua
(12mg/dl), di indikasikan untuk
pemberian fototerapi, jika kadar
bilirubin >20mg/dl maka bayi akan
di indikasikan untuk transfusi tukar
(Aviv, 2015; Atikah & Jaya, 2015).
• WHO (2015), menjelaskan bahwa
sebanyak 4,5 juta (75%) dari semua
kematian bayi dan balita terjadi pada
tahun pertama kehidupan. Data
kematian bayi terbanyak dalam tahun
pertama kehidupan ditemukan di
wilayah Afrika, yaitu sebanyak
55/1000 kelahiran. Sedangkan di
wilayah eropa ditemukan ada 10/1000
dari kelahiran. Hal ini menunjukkan
bahwa di wilayah afrika merupakan
kejadian tertinggi pada tahun 2015.
Faktor penyebab Hiperbilirubin
(menurut Atikah dan Jaya, 2016)
Ikterus Fisiologis : • Ikterus patologis
Ikterus fisiologis sering dijumpai pada bayi Merupakan ikterus yang timbul segera dalam
dengan berat lahir rendah, dan biasanya akan 24 jam pertama, dan terus bertambah 5mg/dl
timbul pada hari kedua lalu menghilang setelah setiap harinya, kadal bilirubin untuk bayi
minggu kedua. Ikterus fisiologis muncul pada
matur diatas 10 mg/dl, dan 15 mg/dl pada
hari kedua dan ketiga. Bayi aterm yang
bayi prematur, kemudian menetap selama
mengalami hiperbilirubin memiliki kadar
bilirubin yang tidak lebih dari 12 mg/dl, pada seminggu kelahiran. Ikterus patologis sangat
BBLR 10 mg/dl, dan dapat hilang pada hari ke- butuh penanganan dan perawatan khusus, hal
14. Penyebabnya ialah karna bayi kekurangan ini disebabkan karna ikterus patologis sangat
protein Y, dan enzim glukoronil transferase. berhubungan dengan penyakit sepsis.
Tanda-tandanya ialah
1) Ikterus muncul dalam 24jam pertama dan kadar melebihi 12mg/dl.
2) Terjadi peningkatan kadar bilirubin sebanyak 5 mg/dl dalam 24jam.
3) Ikterus yang disertai dengan hemolisis.
4) Ikterus akan menetap setelah bayi berumur 10 hari pada bayi aterm , dan
14 hari pada bayi BBLR.
• Luasnya ikterus pada neonatus menurut daerah yang terkena dan kadar bilirubinnya dapat
dilihat pada tabel berikut :
Zona Luas Ikterik Rata – rata Bilirubin Serum Kadar Bilirubin (mg)
(umol/L)

Hiperbilirubinemia dapat disebabkan oleh bermacam-macam


1 Kepala dan Leher 100 5
keadaan. Penyebab yang sering ditemukan disini adalah
2 Pusar – Leher 150 9
hemolisis yang timbul akibat inkopatibilitas golongan darah
3 Pusar – Paha 200 11
ABO atau defisiensi enzim G6PD. Hemolisis ini dapat pula
4 Lengan dan Tungkai 250 12
timbul karna adanya perdarahan tertutup (hematoma cepal,
5 Tangan dan Kaki >250 16
perdarahan subaponeurotik) atau inkompatibilitas golongan
Sumber : Atikah & Jaya (2016) darah Rh. Infeksi juga memegang peranan penting dalam
terjadinya hiperbilirubinemia; keadaaan ini terutama terjadi
pada penderita sepsis dan gastroenteritis. Faktor lain yaitu
hipoksia atau asfiksia, dehidrasi dan asiosis, hipoglikemia,
dan polisitemia (Atikah & Jaya, 2016).
Nelson, (2011), secara garis besar etiologi ikterus
neonatorum dapat dibagi :

a. Produksi yang berlebihan


b. Gangguan dalam proses “uptake” dan konjugasi hepar
c. Gangguan transportasi
d. Gangguan dalam ekskresi
• Patofisiologi
Respon Tubuh Ketika Terjadi Hiperbilirubin
(menurut Widagdo, 2012).
• Sistem Eliminasi (Pada bayi normal, feses akan berwarna kuning
kehijauan, sementara pada bayi dengan hiperbilirubin biasanya akan
berwarna pucat. Hai ini disebabkan oleh bilirubin tak larut dalam lemak
akibat dari kerja hepar yang mengalami gangguan.)
• Sistem Pencernaan (Bayi dengan hiperbilirubinemia mengalami gangguan
pada nutrisi, karena biasanya bayi akan lebih malas dan tampak letargi,
dan juga reflek sucking yang kurang, sehingga nutrisi yang akan dicerna
hanya sedikit. )
• Sistem Integumen (Pada bayi normal, kulit bayi akan tambah merah muda, akan tetapi
pada bayi yang mengaami hiperbilirubin, kulit bayi akan tampak berwarna
kekuningan. Ini disebabkan karna fungsi hepar yang belum sempurna, defisiensi
protein “Y”, dan juga tidak terdapat bakteri pemecah bilirubin dalam usus akibat dari
imaturitas usus, sehingga bilirubin indirek terus bersirkulasi keseluruh tubuh)
• Sistem Kerja Hepar (Pada bayi yang mengalami hiperbilirubin biasanya disebabkan
oleh sistem kerja hepar yang imatur, akibat nya hepar mengalami gangguan dalam
pemecahan bilirubin, sehingga bilirubin tetap bersirkulasi dengan pembuluh darah
untuk menyebar keseluruh tubuh)
• Sistem Persyarafan (Bilirubin indirek yang berlebihan serta kurang nya penanganan
akan terus menyebar hingga ke jaringan otak dan syaraf, hal ini sangat membahayakan
bagi bayi, dan akan menyebabkan kern ikterus, dengan tanda dan gejala yaitu kejang-
kejang, penurunan kesadaran, hingga bisa menyebabkan kematian)
Penatalaksanaan Menurut Atikah dan Jaya, 2016,
cara mengatasi hiperbilirubinemia yaitu
 Mempercepat proses konjugasi, misalnya pemberian fenobarbital. Fenobarbital dapat
bekerja sebagai perangsang enzim sehingga konjugasi dapat dipercepat.
 Memberikan substrat yang kurang untuk transportasi atau konjugasi. Contohnya ialah
pemberian albumin untuk meningkatkan bilirubion bebas.
 Melakukan dekomposisi bilirubin dengan fototerapi ini ternyata setelah dicoba dengan
alat-alat bantuan sendiri dapat menurunkan bilirubin dengan cepat. Walaupun demikian
fototerapi tidak dapat menggantikan transfusi tukar pada proses hemolisis berat.
Fototerapi dapat digunakan untuk pra dan pasca transfusi tukar
Penatalaksanaan Hiperbilirubinemia secara
Terapeutik
 Fototerapi Dilakukan apabila kadar bilirubin indirek lebih dari 10 mg% dan berfungsi untuk
menurunkan bilirubin dalam kulit melalui tinja dan urin dengan oksidasi foto pada bilirubin dari
biliverdin.
Langkah – langkah pelaksanaan fototerapi yaitu :
 Membuka pakaian neonatus agar seluruh bagian tubuh neonatus kena sinar.
 Menutup kedua mata dan gonat dengan penutup yang memantulkan cahaya.
 Jarak neonatus dengan lampu kurang lebih 40 cm
 Mengubah posisi neonatus setiap 6 jam sekali.
 Mengukur suhu setiap 6 jam sekali.
 Kemudian memeriksa kadar bilirubin setiap 8 jam atau sekurang-kurangnya sekali dalam 24 jam.
 Melakukan pemeriksaan HB secara berkala terutama pada penderita yang mengalami hemolisis.
Fenobarbital

 Dapat mengekskresi bilirubin dalam hati dan memperbesar


konjugasi. Meningkatkan sintesis hepatis glukoronil transferase
yang mana dapat meningkatkan bilirubin konjugasi dan clearance
hepatik pada pigmen dalam empedu, sintesis protein dimana dapat
meningkatkan albumin untuk mengikat bilirubin. Fenobarbital tidak
begitu sering dianjurkan.
Tranfusi Tukar
Apabila sudah tidak dapat ditangani dengan fototerapi atau kadar bilirubin indirek lebih dari 20 mg%.
Langkah penatalaksanaan saat transfusi tukar adalah sebagai berikut :
 Sebaiknya neonatus dipuasakan 3-4 jam sebelum transfusi tukar.
 Siapkan neonatus dikamar khusus.
 Pasang lampu pemanas dan arahkan kepada neonatus.
 Tidurkan neonatus dalam keadaan terlentang dan buka pakaian ada daerah perut.
 Lakukan transfusi tukar sesuai dengan protap.
 Lakukan observasi keadaan umum neonatus, catat jumlah darah yang keluar dan masuk.
 Lakukan pengawasan adanya perdarahan pada tali pusat.
 Periksa kadar Hb dan bilirubin setiap 12 jam. (Suriadi dan Yulianni 2006)
Penatalaksanaan Hiperbilirubinemia secara alami

 Bilirubin Indirek  Bilirubin Direk


Penatalaksanaanya dengan metode Penatalaksanaannya yaitu
penjemuran dengan sinar dengan pemberian intake ASI
ultraviolet ringan yaitu dari jam yang adekuat. Hal ini
7.oo – 9.oo pagi. Karena bilirubin disarankan karna bilirubin
fisioplogis jenis ini tidak larut direk dapat larut dalam air,
dalam air.
dan akan dikeluarkan melalui
sistem pencernaan. (Atikah &
Jaya, 2016 ; Widagdo, 2012)
Konsep Asuhan Keperawatan Pada Kasus Hiperbilirubinemia

- Pengkajian
Identitas, seperti : Bayi dengan kelahiran prematur, BBLR, dan lebih sering diderita oleh bayi laki-laki
a. Keluhan utama : Bayi terlihat kuning dikulit dan sklera, letargi, malas menyusu, tampak lemah, dan bab
berwarna pucat
b. Riwayat kesehatan ( Riw. Kesehatan sekarang, dahulu, riwayat kehamilan dan kelahiran)
c. Pemeriksaan Fisik
d. Pemeriksaan Neurologis
e. Urogenital
Pemeriksaan
Diagnostik
 Pemeriksaan Bilirubin Serum
Bilirubin pada bayi cukup bulan mencapai puncak kira-kira 6 mg/dl, antara 2 dan 4 hari
kehidupan. Jika nilainya diatas 10 mg/dl yang berarti tidak fisiologis, sedangkan
bilirubin pada bayi prematur mencapai puncaknya 10-12 mg/dl, antara 5 dan 7 hari
kehidupan.
 Ultrasound untuk mengevaluasi anatomi cabang kantong empedu
 Radioisotope scan dapat digunakan untuk membantu membedakan hepatitis dan
atresia biliary. (Surasmi, dkk, 2003; Lynn & Sowden, 2009; Widagdo, 2012)
Data Penunjang

 Pemeriksaan kadar bilirubin serum (total) (normal = < 2 mg)


 Pemeriksaan darah tepi lengkap dan gambaran apusan darah tepi.
 Penentuan golongan darah dari ibu dan bayi.
 Pemeriksaan kadar enzim G6PD.
 Pada ikterus yang lama, lakukan uji fungsi hati, uji fungsi tiroid, uji urin
terhadap galaktosemia
 Bila secara klinis dicurigai sepsis, lakukan pemeriksaan kultur darah, urin, IT
rasio dan pemeriksaan C reaktif protein (CPR).
Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul

a. Ikterus Neonatus
b. Hipertermi b.d suhu lingkungan tinggi dan efek fototerap
c. Risiko infeksi b.d proses invasive
d. Risiko kekurangan volume cairan b.d tidak adekuatnya intake cairan, efek fototerapi dan diare.
e. Risiko kerusakan integritas kulit b.d hiperbilirubinemia dan diare.
f. Risiko cedera b.d peningkatan kadar bilirubin dan proses fototerapi.
g. etidakefektifan pola makan bayi b.d penurunan daya hisap bayi. ( NANDA, 2015
Intervensi Keperawatan
NO DIAGNOSA KEPERAWATAN NOC NIC
1 Ikterus Neonatus b.d neonatus Setelah dilakukan asuhan keperawatan, maka 1. Fototerapi : neonatus
mengalami kesulitan transisi kehidupan didapatkan kriteria: a. Kaji ulang riwayat maternal dan bayi
ekstra uterin, keterlambatan pengeluaran 1. Adaptasi bayi baru lahir mengenai adanya faktor resiko terjadinya
mekonium, penurunan BB tidak a. Warna kulit (5) hiperbilirubinemia
terdeteksi, pola makan tidak tepat dan b. Mata bersih (5) b. Obs. Tanda tanda kuning
usia ≤ 7 hari c. Kadar bilirubin (5) c. Periksa kadar serum bilirubin, sesuai
1. Organisasi (pengelolaan) bayi prematur kebutuhan, sesuai protokol dan permintaan
a. Warna kulit (5) dokter
1. Fungsi hati, resiko gangguan d. Edukasikan keluarga mengenai prosedur
a. Pertumbuhan dan perkembangan bayi dalam dalam perawatan isolasi
batas normal (5) e. Tutup mata bayi, hindari penekanan yang
b. TTV bayi dalam batas normal (5) berlebihan
f. Ubah posisi bayi setiap 4 jam per protokol
1. Monitor TTV
a. Monitor TTV dengan tepat
Monitor warna kulit, suhu dan kelembaban 
2 Hipertermi b.d suhu lingkungan tinggi Setelah dilakukan asuhan keperawatan, maka 1. Temperatur regulation (pengaturan suhu)
dan efek fototerapi didapatkan kriteria : a. Monitor suhu minimal tiap 2 jam
1. Termoregulasi b. Rencanakan monitoring suhu secara
a. Berkeringat saat panas (5) kontinyu
b. Gemetaran saat dingin (5) c. Monitor nadi dan RR
c. Tingkat pernafasan (5) d. Monitor warna dan suhu kulit
1. Kontrol resiko hipertermi e. Sesuaikan suhu dengan kebutuhan pasien
a. Teridentifikasinya tanda dan gejala f. Monitor tanda tanda hipotermi
hipertermi (5) g. Tingkatkan cairan dan nutrisi
b. Modifikasi lingkungan untuk mengontrol h. Berikan antipiretik jika perlu
suhu tubuh (5) i. Gunakan kasur yang dingin dan mandi air
hangat untuk perubahan suhu tubuh yang
sesuai
1. Manajemen demam
a. Monitor suhu secara kontinue
b. Monitor keluaran cairan
c. Monitor warna kulit dan suhu
d. Monitor masukan dan keluaran
3 Resiko infeksi b.d proses invasif Setelah dilakukan asuhan keperawatan, Kontrol infeksi
maka didapatkan kriteria : a. Bersihkan lingkungan setelah dipakai
Kontrol resiko: proses infeksi. pasien
Faktor resiko infeksi teridentifikasi (5) b. Pertahankan teknik isolasi
c. Batasi pengunjung bila perlu
d. Gunakan sabun antimikroba untuk cuci
tangan
e. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah
tindakan keperawatan
f. Gunakan baju, sarung tangan sebagai
pelindung
g. Pertahankan lingkungan aseptik selama
pemasangan alat
h. Tingkatkan intaken nutrisi
i. Berikan terapi antibiotik bila perlu
yang mengandung proteksi terhadap
infeksi
Resiko kekurangan volume cairan b.d Setelah dilakukan asuhan keperawatan, maka Manajemen cairan
tidak adekuatnya intake cairan, efek didapatkan kriteria: a. Monitor berat badan
fototerapi dan diare Keseimbangan cairan : b. Timbang popok
a. Intake dan output seimbang dalam 24 jam c. Pertahankan catatan intake dan output
b. Turgor kulit membaik yang akurat
d. Monitor TTV
e. Dorong masukan oral
f. Monitor pernafasan, tekanan darah dan
nadi
g. Monitor status hidrasi (kelembaban
membran mukosa, nadi adekuat, tekanan
darah ortostatik)
h. Monitor warna, kuantitas dan banyaknya
keluaran urin
i. Berikan cairan yang sesuai
j. Monitor respon pasien terhadap
penambahan cairan
k. Monitor BB
5 Risiko kerusakan integritas kulit b.d Setelah dilakukan asuhan keperawatan, maka 1. Manajemen resiko
hiperbilirubinemia dan diare. didapatkan kriteria: a. Monitor berat badan
1. Integritas jaringan : kulit dan membran b. Pertahankan catatan intake dan output
mukosa. yang akurat
a. Integritas kulit yang baik bisa c. Dorong masukan oral.
dipertahankan (sensasi, elastisitas, hidrasi) d. Monitor status hidrasi (kelembapan
b. Perfusi jaringan baik membran mukosa, nadi adekuat, tekanan
1. Kontrol resiko darah ortostatik).
integritas kulit neonatus kembali membaik. e. Berikan cairan yang sesuai.
Dengan kriteria hasil : 1. Pressure management (manajemen
a. Faktor resiko teridentifikasi tekanan)
b. Faktor resiko personal termonitor a. Anjurkan untuk menggunakan pakaian
c. Faktor resiko lingkungan termonitor. yang longgar
b. Hindari kerutan pada tempat tidur.
c. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan
kering.
d. Mobilisasi (ubah posisi pasien) setiap dua
jam sekali.
e. Monitor akan adanya kemerahan.
f. Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
g. Memandikan pasien dengan sabun dan air
hangat.
6 Resiko cedera b.d peningkatan kadar Setelah dilakukan asuhan keperawatan, maka Environment Management (manajemen
bilirubin dan proses fototerapi didapatkan kriteria: lingkungan).
Kontrol resiko cedera (terbebas dari cidera) a. Sediakan lingkungan yang aman untuk
pasien
b. Menghindari lingkungan yang berbahaya.
c. Monitor kadar bilirubin, Hb, HCT
sebelum dan sesudah tansfusi tukar.
d. Monitor tanda vital.
e. Mempertahankan sistem
kardiopulmonary.
f. Mengkaji kulit pada abdomen.
g. Kolaborasi pemberian obat untuk
meningkatkan transportasi dan konjugasi
seperti pemberian albumin atau
pemberian plasma
h. Mengontrol lingkungan dari kebisingan.
7 Ketidakefektifan pola makan Setelah dilakukan asuhan 1. Manajemen cairan
bayi keperawatan, maka didapatkan a. Timbang BB setiap hari dan dan
kriteria monitor status pasien.
1. Organisasi (pengelolaan) bayi b. Hitung atau timbang popok
premature dengan baik
a. Toleransi makanan c. Monitor tanda vital pasien
1. Status menelan: fase oral 1. Monitor nutrisi
a. Efisiensi kemampuan menghisap a. Timbang dan ukur berat badan
ideal
b. Berikan intake ASI yang adekuat.
Implementasi
a. Memonitor suhu dan tanda vital setiap 4 jam sekali.
b. Memonitor efek samping fototerapi (mis, hipertermi, diare, rush pada kulit, penurunan berat badan lebih dari
8-10%).
c. Menyiapkan lampu fototerapi dan inkubator atau kotak bayi.
d. Melepaskan pakaian bayi kecuali popok.
e. Memberikan penutup mata pada bayi.
f. Mengukur jarak antara lampu dan permukaan kulit bayi.
g. Membiarkan tubuh bayi terpapar sinar fototerapi secara berkelanjutan .
h. Mengganti segera alas dan popok bayi jika bab/bak.
i. Mengunakan linen berwarna putih agar memantulkan cahaya sebanyak mungkin.
j. Menganjurkan ibu menyusui sekitar 20-30 menit .
k. Berkolaborasi pemeriksaan darah vena bilirubin direk dan indirek.
Evaluasi Keperawatan
Evaluasi ikterik merupakan salah satu dari berbagai tanggung jawab keperawatan yang membutuhkan pemikiran
kritis yang efektif. Perawat harus melakukan observasi dengan penuh perhatian dan mengetahui respon apa yang
akan diantisipasi berdasarkan kualitas perubahan warna kulit dan waktu pemberian terapi. (Perry & Potter, 2009).
 Elastisitas kulit meningkat.
 Hidrasi meningkat .
 Perfiusi jaringan meningkat
 Kerusakan jaringan menurun.
 Kerusakan lapisan kulit menurun.
 Pigmentasi abnormal menurun
 Suhu kulit membaik
 Sensasi membaik
 Tekstur membaik
 Pertumbuhan rambut membaik.

Anda mungkin juga menyukai