Anda di halaman 1dari 36

Small Group Discussion 4

MODUL MATERNITAS II
HIPERTENSI PADA IBU HAMIL
Semester V Tahun Ajaran 2019/2020

Disusun Oleh :
Kelompok 4
PSIK A PSIK B
Mutiara Martin 11161040000010 Haniyah Ra'idah 11171040000047
Henny Herlina 11171040000006 Rahayu Ningsih 11171040000055
Mohamad Arief 11171040000009 Nissa Atqia 11171040000060
Ibrahim Ale
Ulfah 11171040000022 Peggy Riyanti 11171040000064
Nurcahyani Kurnia Sukma
Nanda Syifana 11171040000030 Sri Wahyuni 11171040000072
Tsal Tsa 11171040000041 Ni'ma Churia 11171040000083
Khoirunnisa Salma

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
NOVEMBER / 2019
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji syukur kepada Allah Swt. atas segala berkah dan
rahmat-Nya yang telah memberikan kesehatan yang berlimpah, sehingga makalah
ini dapat dikerjakan dengan lancar dan diselesaikan oleh kelompok 4.

Makalah yang berjudul Pembahasan Small Group Disussion 4 : Hipertensi


pada Ibu Hamil, bertujuan untuk membahas tentang apa itu hupertensi pada ibu
hamil dan bagaimana tindakan perawat dalam membantu pasien yang menderita
hipertensi pada saat kehamilan.

Selama diskusi ini berlangsung, tidak sedikit hambatan yang kami hadapi.
Namun, berkat kerjasama, semangat dan tidak lupa rahmat dari Allah Swt. pada
akhirnya kami dapat menyelesaikan makalah ini.

Keberhasilan kami dalam menyelesaikan makalah ini juga bukan hanya


karna kemampuan kami semata, melainkan adanya orang-orang terdekat kami
yang senantiasa mendukung dan membimbing kami. Sehubungan dengan itu,
kami, selaku kelompok 4, terutama sangat berterimakasih dan mengapresiasikan
Dosen pembimbing dan Fasilitator, yang senantiasa membimbing kami dan selalu
mendukung kami, sehingga makalah kami dapat terselesaikan dengan baik. Kami
juga banyak berterimakasih kepada teman-teman terdekat kami yang tidak dapat
kami sebutkan satu persatu, yang selalu senantiasa menemani kami dan bekerja
bersama kami, serta para anggota kelompok 4 yang masih tetap bersemangat demi
menyelesaikan makalah ini hingga akhir dengan baik.

Dalam penyusunan makalah ini, kami selaku penulis sangat menyadari


bahwa kami masih banyak kekurangan, dan tidak luput dari kesalahan. Maka dari
itu, kami sangatlah mengharapkan masukan berupa kritik maupun saran dari
berbagai pihak yang membaca dan mempelajari makalah ini, agar makalah ini
dapat lebih baik dan dapat lebih bermanfaat untuk kedepannya.

Jakarta, 20 November 2019

Tim Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................................2
DAFTAR ISI.....................................................................................................................3
BAB 1 PENDAHULUAN...................................................................................................4
1.1 Latar Belakang..........................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah....................................................................................................4
1.3 Tujuan Penulisan......................................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................................6
2.1 Definisi.....................................................................................................................6
2.2 Prevalensi, Morbiditas dan mortilitas......................................................................6
2.3 Etiologi.....................................................................................................................7
2.4 Manifestasi Klinis......................................................................................................8
2.5 Klasifikasi................................................................................................................12
2.6 Faktor Risiko Hipertensi pada Ibu Hamil.................................................................15
2.7 Patofisiologi............................................................................................................17
2.8 Komplikasi..............................................................................................................22
2.9 Pemeriksaan...........................................................................................................23
2.10 Penatalaksanaan..................................................................................................25
2.11 Pencegahan..........................................................................................................27
2.12 Asuhan Keperawatan Pada Hipertensi Dalam Kehamilan....................................28
BAB III PENUTUP..........................................................................................................34
3.1 Kesimpulan.............................................................................................................34
3.2 Saran......................................................................................................................34
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................35
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hipertensi dalam kehamilan (Pre-Eklampsia) merupakan kondisi spesifik
pada kehamilan yang ditandai dengan adanya disfungsi plasenta dan respon
maternal terhadap adanya inflamasi sistemik dengan aktivasi endotel dan
koagulasi. Diagnosis preeklampsia ditegakkan berdasarkan adanya hipertensi dan
proteinuria pada usia kehamilan diatas 20 minggu. Edema tidak lagi dipakai
sebagai kriteria diagnostik karena sangat banyak ditemukan pada wanita dengan
kehamilan normal. (POGI, 2014). Sedangkan Cunningham et al., (2005)
mendefinisikan preeklampsia adalah sindrom kehamilan spesifik yang ditandai
dengan penurunan perfusi organ secara sekunder hingga terjadinya aktivasi
vasospasme dan endotel. Faktor genetik, termasuk faktor yang diturunkan secara
mekanisme epigenetik.

Dari sudut pandang herediter, preeklampsia adalah penyakit multifaktorial


dan poligenik. Predisposisi herediter untuk preeklampsia mungkin merupakan
hasil interaksi dari ratusan gen yang diwariskan baik secara maternal ataupun
paternal yang mengontrol fungsi enzimatik dan metabolism pada setiap sistem
organ. Faktor plasma yang diturunkan dapat menyebabkan preeklampsia.
(McKenzie, 2012). Pada ulasan komprehensifnya, Ward dan Taylor (2014)
menyatakan bahwa insidensi preeklampsia bisa terjadi 20 sampai 40 persen pada
anak perempuan yang ibunya mengalami preeklampsia; 11 sampai 37 persen
saudara perempuan yang mengalami preeklampsia dan 22 sampai 47 persen pada
orang kembar

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan Pre-Eklampsia ?


2. Apa saja etiologi Pre-Eklampsia ?
3. Apa saja faktor resiko Pre-Eklampsia ?
4. Apa saja klasifikasi Pre-Eklampsia ?
5. Apa saja manifestasi Klinis Pre-Eklampsia ?
6. Apa saja teori etiologi Pre-Eklampsia ?
7. Apa saja patofisologi Pre-Eklampsia ?
8. Apa saja komplikasi Pre-Eklampsia ?
9. Apa saja tata laksana Pre-Eklampsia ?
10. Apa saja asuhan keperawatan Pre-Eklampsia ?

1.3 Tujuan Penulisan

1. Mengetahui apa definisi dari Pre-Eklampsia


2. Mengetahui dan memahami etiologi Pre-Eklampsia
3. Mengetahui faktor Resiko Pre-Eklampsia
4. Mengetahui klasifikasi Pre-Eklampsia
5. Mengetahui manifestasi Klinis Pre-Eklampsia
6. Mengetahui teori Etiologi Pre-Eklampsia
7. Mengetahui dan memahami Patofisologi Pre-Eklampsia
8. Mengetahui Komplikasi Pre-Eklampsia
9. Mengetahui Tata Laksana Pre-Eklampsia
10. Mengetahui dan memahami Asuhan Keperawatan Pre-klampsia
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi
Hipertensi adalah adanya kenaikan tekanan darah melebihi batas normal
yaitu tekanan darah ≥140/90 mmHg. Pengukuran tekanan darah sekurang-
kurangnya dilakukan 2kali selang 4jam. Kenaikan tekanan darah sistolik ≥
30 mmHg dan kenaikanbtekanan darah diastolik ≥15 mmH

2.2 Prevalensi, Morbiditas dan mortilitas


Prevalensi kehamilan pada wanita dengan penyakit ginjal kronis atau
penyakit pembuluh darah, seperti hipertensi esensial, diabetes militus, dan lupus
eritematosus meningkat 20 -40 % (Scott, dkk., 1990; Fairlie, Sibai, 1993)
sementara dari Buletin Penelitian Sistem Kesehatan yang ditulis oleh Sirait (2012)
tentang Hiperetensi pada kehamilan di Indonesia dan berbagai faktor yang
berhubungan (riset kesehatan dasar 2007) didapatkan data prevalensi hipertensi
pada ibu hamil sebesar 12,7 % (1062 orang dari 8341 responden).

Hipertensi yang menyertai kehamilan merupakan penyebab utama


morbiditas dan mortilitas ibu dan bayi. Preeklamsi-eklamsi bisa mempredisposisi
ibu mengalami komplikais yang lebih letal, seperti solusio plasenta, DIC,
perdarahan otak, dan gagal ginjal akut. (Consensus, Report, 1990 dalam Bobak,
2012)

Preeklamsi berperan dalam kematian intrauterine dan mortalitas perinatal.


Penyebab utama kematian neonates akibat preeklamsia ialah insufisiensi plasenta
dan solusio plasenta. Eklamsia (kejang) akibat efek serebral berat preeclampsia-
eklampsia merupakan bahaya maternal yang utama. Sebagai patokan, jumlah
morbiditas dan mortalitas maternal dan perinatal tertinggi adalah pada kasus di
mana eklampsia timbul pada awal kehamilan (sebelum minggu ke28), usia ibu
lebih dari 25 tahun, dan ibu multigravida, dan ibu yang menderita hipertensi
kronis atau penyakit ginjal. Janin dari ibu eklampsia meningkat resikonya akibat
solusio plasenta, kelahiran premature, IUGR, dan hipoksia akut (Sibai, dkk., 1983
dalam Bobak, 2012)
2.3 Etiologi
Landasan teori yang mendasari terjadinya hipertensi dalam kehamilan
adalah :

1) Teori imunologis

Risiko gangguan hipertensi dalam kehamilan meningkat cukup besar pada


keadaan-keadaan ketika terjadi pembentukan antibodi penghambat
(blocking antibody) terhadap tempat-tempat antigenik diplasenta. Keadaan
tersebut dapat ditemukan pada ibu dengan primigravida.

2) Teori peradangan dan radikal bebas

Teori ini didasarkan pada lepasnya debris trofoblas di dalam sirkulasi darah
yang merupakan rangsangan utama terjadinya proses peradangan atau
inflamasi. Pada kehamilan normal, pelepasan debris masih dalam batas
wajar, sehingga reaksi inflamasi juga masih dalam batas wajar, sedangkan
pada hipertensi kehamilan terjadi peningkatan reaksi inflamasi.

3). Teori disfungsi endotel

Disfungsi endotel pada ibu hamil dengan obesitas dapat terjadi karena
peningkatan resistensi insulin dan asam lemak tubuh yang akan
menstimulasi IL-6 (interleukin-6). Perubahan sel endotel kapiler
glomerulus, peningkatan permeabilitas kapiler, penurunan kadar Nitro
Oksida (NO), dan peningkatan endotelin serta faktor koagulasi dapat terjadi
sebagai dampak lain dari disfungsi endotel. Keadaan tersebut dapat
menimbulkan peningkatan tekanan darah selama kehamilan.

4). Teori genetik Berdasarkan teori ini, hipertensi pada kehamilan dapat
diturunkan pada anak perempuannya sehingga sering terjadi hipertensi
sebagai komplikasi kehamilannya. Kerentanan terhadap hipertensi
kehamilan bergantung pada sebuah gen resesif. Wanita yang memiliki gen
angiotensinogen varian T235 memperlihatkan insiden gangguan hipertensi
pada kehamilan lebih tinggi.
2.4 Manifestasi Klinis
Hipertensi dalam kehamilan merupakan penyakit teoritis, sehingga
terdapat berbagai usulan mengenai pembagian kliniknya. Pembagian klinik
hipertensi dalam kehamilan adalah sebagai berikut (Manuaba,2014) :

1. Hipertensi dalam kehamilan sebagai komplikasi kehamilan

a. Preeklampsi

Preeklampsi adalah suatu sindrom spesifik kehamilan berupa


berkurangnya perfusi organ akibat vasospasme dan aktivasi endotel. Diagnosis
preeklampsi ditegakkan jika terjadi hipertensi disertai dengan proteinuria dan atau
edema yang terjadi akibat kehamilan setelah minggu ke-20. Proteinuria
didefinisikan sebagai terdapatnya 300 mg atau lebih protein dalam urin 24 jam
atau 30 mg/dl (+1 dipstik) secara menetap pada sampel acak urin (Cunningham G,
2013). Preeklampsi dibagi menjadi dua berdasarkan derajatnya yang dapat dilihat
pada tabel 2.

Tabel 2. Derajat Preeklampsi


Proteinuria yang merupakan tanda diagnostik preeklampsi dapat terjadi
karena kerusakan glomerulus ginjal. Dalam keadaan normal, proteoglikan dalam
membran dasar glomerulus menyebabkan muatan listrik negatif terhadap protein,
sehingga hasil akhir filtrat glomerulus adalah bebas protein. Pada penyakit ginjal
tertentu, muatan negatif proteoglikan menjadi hilang sehingga terjadi nefropati
dan proteinuria atau albuminuria. Salah satu dampak dari disfungsi endotel yang
ada pada preeklampsi adalah nefropati ginjal karena peningkatan permeabilitas
vaskular. Proses tersebut dapat menjelaskan terjadinya proteinuria pada
preeklampsi. Kadar kreatinin plasma pada preeklampsi umumnya normal atau
naik sedikit (1,0-1,5mg/dl). Hal ini disebabkan karena preeklampsi menghambat
filtrasi, sedangkan kehamilan memacu filtrasi sehingga terjadi kesimpangan
(Guyton, 2016).

b. Eklampsia
Eklampsia adalah terjadinya kejang pada seorang wanita dengan
preeklampsia yang tidak dapat disebabkan oleh hal lain. Kejang bersifat grand mal
atau tonik-klonik generalisata dan mungkin timbul sebelum, selama atau setelah
persalinan. Eklampsia paling sering terjadi pada trimester akhir dan menjadi
sering mendekati aterm. Pada umumnya kejang dimulai dari makin memburuknya
preeklampsia dan terjadinya gejala nyeri kepala daerah frontal, gangguan
penglihatan, mual, nyeri epigastrium dan hiperrefleksia. Konvulsi eklampsi dibagi
menjadi 4 tingkat, yaitu (Prawirohardjo, 2013)

1) Tingkat awal atau aura


Keadaan ini berlangsung kira-kira 30 detik. Mata penderita terbuka
tanpa melihat, kelopak mata bergetar demikian pula tangannya dan
kepala diputar ke kanan atau ke kiri.
2) Tingkat kejang tonik
Berlangsung kurang lebih 30 detik. Dalam tingkat ini seluruh otot
menjadi kaku, wajah kelihatan kaku, tangannya menggenggam dan
kaki membengkok ke dalam. Pernapasan berhenti, muka terlihat
sianotik dan lidah dapat tergigit.

3) Tingkat kejang klonik


Berlangsung antara 1-2 menit. Kejang tonik menghilang. Semua
otot berkontraksi secara berulang-ulang dalam tempo yang cepat.
Mulut membuka dan menutup sehingga lidah dapat tergigit disertai
bola mata menonjol. Dari mulut, keluar ludah yang berbusa, muka
menunjukkan kongesti dan sianotik. Penderita menjadi tak sadar.
Kejang klonik ini dapat terjadi demikian hebatnya, sehingga
penderita dapat terjatuh dari tempat tidurnya. Akhirnya kejang
berhenti dan penderita menarik napas secara mendengkur.
4) Tingkat koma
Lamanya ketidaksadaran tidak selalu sama. Secara perlahan-lahan
penderita menjadi sadar lagi, akan tetapi dapat terjadi pula bahwa
sebelum itu timbul serangan baru yang berulang, sehingga
penderita tetap dalam koma. Selama serangan, tekanan darah
meninggi, nadi cepat dan suhu meningkat sampai 40 C.
5) Kejang pada eklampsi berkaitan dengan terjadinya edema serebri.
Secara teoritis terdapat dua penyebab terjadinya edema serebri
fokal yaitu adanya vasospasme dan dilatasi yang kuat. Teori
vasospasme menganggap bahwa over regulation serebrovaskuler
akibat naiknya tekanan darah menyebabkan vasospasme yang
berlebihan yang menyebabkan iskemia lokal. Akibat iskemia akan
menimbulkan gangguan metabolisme energi pada membran sel
sehingga akan terjadi kegagalan ATP-dependent Na/K pump yang
akan menyebabkan edema sitotoksik. Apabila proses ini terus
berlanjut maka dapat terjadi ruptur membran sel yang
menimbulkan lesi infark yang bersifat irreversible.
Teori force dilatation mengungkapkan bahwa akibat peningkatan
tekanan darah yang ekstrim pada eklampsimenimbulkan kegagalan
vasokonstriksi autoregulasi sehingga terjadi vasodilatasi yang
berlebihan dan peningkatan perfusi darah serebral yang
menyebabkan rusaknya barier otak dengan terbukanya tight
junction sel- sel endotel pembuluh darah. Keadaan ini akan
menimbulkan terjadinya edema vasogenik. Edema vasogenik ini
mudah meluas keseluruh sistem saraf pusat yang dapat
menimbulkan kejang pada eklampsi (Sudibjo P, 2010).

2. Hipertensi dalam kehamilan sebagai akibat dari hipertensi menahun


a. Hipertensi kronik
Hipertensi kronik dalam kehamilan adalah tekanan darah
≥140/90 mmHg yang didapatkan sebelum kehamilan atau sebelum umur
kehamilan 20 minggu dan hipertensi tidak menghilang setelah 12 minggu pasca
persalinan. Berdasarkan penyebabnya, hipertensi kronis dibagi menjadi dua, yaitu
hipertensi primer dan sekunder. Pada hipertensi primer penyebabnya tidak
diketahui secara pasti atau idiopatik. Hipertensi jenis ini terjadi 90-95% dari
semua kasus hipertensi. Sedangkan pada hipertensi sekunder, penyebabnya
diketahui secara spesifik yang berhubungan dengan penyakit ginjal, penyakit
endokrin dan penyakit kardiovaskular (Manuaba, 2014).
b. Superimposed preeclampsia
Pada sebagian wanita, hipertensi kronik yang sudah ada sebelumnya
semakin memburuk setelah usia gestasi 24 minggu. Apabila disertai proteinuria,
diagnosisnya adalah superimpose preeklampsi pada hipertensi kronik
(superimposed preeclampsia). Preeklampsia pada hipertensi kronik biasanya
muncul pada usia kehamilan lebih dini daripada preeklampsi murni, serta
cenderung cukup parah dan pada banyak kasus disertai dengan hambatan
pertumbuhan janin (Manuaba, 2014).

3. Hipertensi gestasional
Hipertensi gestasional didapat pada wanita dengan tekanan darah
≥140/90 mmHg atau lebih untuk pertama kali selama kehamilan tetapi belum
mengalami proteinuria. Hipertensi gestasional disebut transien hipertensi apabila
tidak terjadi preeklampsi dan tekanan darah kembali normal dalam 12 minggu
postpartum. Dalam klasifikasi ini, diagnosis akhir bahwa yang bersangkutan tidak
mengalami preeklampsi hanya dapat dibuat saat postpartum. Namun perlu
diketahui bahwa wanita dengan hipertensi gestasional dapat memperlihatkan
tanda-tanda lain yang berkaitan dengan preeklampsi, misalnya nyeri kepala, nyeri
epigastrium atau trombositopenia yang akan mempengaruhi penatalaksanaan
(Cunningham G, 2013).

2.5 Klasifikasi
Klasifikasi yang dipakai di Indonesia adalah berdasarkan The National
High Blood Pressure Education Program Working Group on High Blood Pressure
in Pregnancy (NHBPEP) memberikan suatu klasifikasi untuk mendiagnosa jenis
hipertensi dalam kehamilan, (NHBPEP, 2000) yaitu :

1) Hipertensi kronik adalah hipertensi yang timbul sebelum umur kehamilan


20 minggu atau hipertensi yang pertama kali didiagnosis setelah umur
kehamilan 20 minggu dan hipertensi menetap sampai 12 minggu
pascapersalinan.
2) Preeklampsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan
disertai dengan proteinuria. Eklampsia adalah preeklampsi yang disertai
dengan kejang-kejang dan/atau koma.
3) Preeklampsia pada hipertensi kronik (preeclampsia superimposed upon
chronic hypertension) adalah hipertensi kronik disertai tandatanda
preeklampsi atau hipertensi kronik disertai proteinuria.
4) Hipertensi gestasional adalah hipertensi yang timbul pada kehamilan tanpa
disertai proteinuria dan hipertensi menghilang setelah 3 bulan
pascapersalinan atau kematian dengan tanda-tanda preeklampsi tetapi
tanpa proteinuria (Prawirohardjo, 2013).(Cunningham, 2010)

The Guideline Development Group (GDG) membagi definisi hipertensi


menjadi ringan, sedang dan berat untuk membantu dalam penerapan definisi
sebagai berikut:

1) Hipertensi ringan: tekanan diastolik 90 – 99 mmHg, tekanan sistolik 140 –


149 mmHg
2) Hipertensi sedang: tekanan diastolik 100 – 109 mmHg, tekanan sistolik
150 – 159 mmHg
3) Hipertensi berat: tekanan diastolik lebih besar sama dengan 110 mmHg,
tekanan sistolik lebih besar sama dengan 160 mmHg. (Royal, 2010)
Berdasarkan Klasifikasi menurut American College of Obstetricians and
Gynecologists, yaitu:

6) Hipertensi gestaional, bila tekanan darah > 140/90 mmHg pada usia
kehamilan > 20 minggu tanpa riwayat hipertensi sebelumnya dan tanpa
disertai dengan proteinuria. (Cunningham, 2010)
7) Preeklampsia, bila disertai keadaan sebagai berikut:
a) Tekanan darah sistolik ≥140 mmHg atau diastolik ≥ 90 mmHg
yang terjadi setelah umur kehamilan diatas 20 minggu tanpa
riwayat hipertensi sebelumnya
b) Proteinuria 5 gr atau lebih perliter dalam 24 jam atau kualitatif
3+ atau 4+. Bila proteinuria negatif:
c) Oligouri, yaitu jumlah urine kurang dari 500 cc per 24
jam/kurang dari 0,5 cc/kgBB/jam.
d) Adanya gangguan serebral, gangguan penglihatan, dan rasa
nyeri di epigastrium. Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran
kanan atas abdomen
e) Terdapat edema paru dan sianosis
f) Hemolisis mikroangiopatik
g) Trombositopeni (< 100.000 sel/mm3 atau penurunan trombosit
dengan cepat)
h) Gangguan fungsi hati.: peningkatan kadar alanin dan aspartate
aminotransferase.
i) Pertumbuhan janin terhambat Preeklampsia berat, bila disertai
keadaan sebagai berikut:
j) Tanda – tanda preeklampsia disertai tekanan darah sistolik ≥ 160
mmHg atau diastolik ≥ 110 mmHg pada 2 x pemeriksaan 6 jam
setelah pasien dalam keadaan istirahat.(Sibai, 2014)
8) Superimposed preeclampsia ( ≥1 kriteria dibawah ini)
a) Proteinuria onset baru pada wanita dengan hipertensi kurang
dari 20 minggu
b) Jika hipertensi dan proteinuria timbul < 20 minggu
 Proteinuria meningkat tiba – tiba jika hipertensi dan
proteinuria timbul < 20 minggu
 Hipertensi meningkat tiba – tiba pada wanita dengan
rewayat hipertensi terkontrol
 Trombositopenia ( trombosit < 100.000 /mm3)
 Peningkatan SGOT dan SGPT

Gejala dengan hipertensi kronis dengan nyeri kepala persisten, skotoma


atau nyeri ulu hati juga dapat disebut dengan superimposed preeclampsia

9) HELLP syndrome (ada 2 kriteria)

Menurut Sibai et al (salah satu kriteria dibawah ini)

1) Hemolisis, lactate dehydrogenase > 600 U/L, atau total bilirubin >
1.2 mg/dL
2) SGOT > 70 U/L (3) Trombosit 600 U/L (2) SGOT atau SGPT > 40
IU/L
3) Trombosit <100,000 /mm3

Menurut Martin et al (salah satu kriteria dibawah ini)

1) Lactate dehydrogenase > 600 U/L


2) SGOT atau SGPT > 40 IU/L
3) Trombosit <150,000 /mm3.(Sibai,2014)

Tabel 1. Perbedaan gambaran klinis antara hipertensi kronik, hipertensi


gestasional dan preeklampsia (Suyono S, 2009).

Gambaran Klinis Hipertensi Hipertensi Preeklampsia


Kronik Gestasional
Saatnya muncul Kehamilan Biasanya Kehamilan <20
Hipertensi <20 minggu Trimester III Minggu
Derajat HT Ringan- berat Ringan Ringan – berat
Proteinuria Tidak ada Tidak ada Biasanya ada
Rerum urat > 5,5 Jarang Tida kada Ada pada semua
mg/dl kasus
Hemokonsenterasi Tidak ada Tidak ada Ada pada kasus
preeklamsia berat
trombositopenia Tidak ada Tidak ada Ada pada kasus
preeklamsia berat
Disfungsi hati Tidak ada Tidak ada Ada pada kasus
preeklamsia berat

2.6 Faktor Risiko Hipertensi pada Ibu Hamil


Penelitian berbagai faktor risiko terhadap hipertensi pada
kehamilan/praeklampsia/eklampsia :
1. Usia
Insiden tinggi pada primigravida muda, meningkat pada primigravida tua.
Pada wanita hamil berusia kurang dari 25 tahun insiden > 3 kali lipat. Pada
wanita hamil berusia lebih dari 35 tahun, dapat terjadi hipertensi laten.
2. Paritas
 Angka kejadian tinggi pada primagravida, muda maupun tua
 Primagravida tua risiko lebih tinggi untuk preeklampsia berat
 Ras/golongan etnik
 Bias (mungkin ada perbedaan perlakuan/akses terhadap berbagai
etnik di banyak negara)
3. Faktor Keturunan
Jika ada riwayat preeklampsia/eklampsia pada ibu/nenek penderita, faktor
risiko meningkat sampai + 25%
4. Faktor Gen
Diduga adaya suatu sifat resesif (recessive trait), yang ditentukan genotip,
ibu dan janin
5. Diet/Gizi
Tidak ada hubungan bermakna ahtara menu//pola diet tertentu (WHO).
Penelitian lain: kekurangan kalsium berhubungan dengan angka kejadian
yang tinggi. Angka kejadian juga lebih tinggi pada ibu hamil yang
obese/overweight
6. Tingkah Laku/Sosioekonomi
Kebiasaan merokok: insiden pada ibu perokok lebih rendah, namun
merokok selama hamil memiliki risiko kematian janin dan pertumbuhan
janin terhambat yang jauh lebih tinggi. Aktivitas fisik selama hamil:
istirahat baring yanng cukup selama hamil mengurangi
kemungkinan/insiden hipertensi dalam kehamilan
7. Hiperplasentosis
Proteinuria dan hipertensi garvidarum lebih tinggi pada kehamilan kembar
 Hidrops fetalis: berhubungan, mencapai sekitar 50% kasus
 Diabetes mellitus: angka kejadian yang ada kemungkinan
patofisiologinya bukan preeklampsia murn, melainkan disertai
dengan kelainan ginjal/vaskular primer akibat diabetesnya
 Mola hidatidosa: diduga degenerasi trofoblas berlebihan berperan
menyebabkan preeklampsia. Pada kasus mola/hipertensi pada
proteinuria terjadi lebih dini/pada usia kehamilan muda, dan
ternyata hasil pemeriksaan patologi ginjal juga seuai dengan pada
preeklampsia
8. Riwayat hipertensi
Riwayat hipertensi kronis yang dialami selama kehamilan dapat
meningkatkan risiko terjadinya hipertensi dalam kehamilan, dimana
komplikasi tersebut dapat mengakibatkan superimpose preeclampsi dan
hipertensi kronis dalam kehamilan
9. Tingginya indeks massa tubuh
Tingginya indeks massa tubuh merupakan masalah gizi karena kelebihan
kalori, kelebihan gula dan garam yang bisa menjadi faktor risiko terjadinya
berbagai jenis penyakit degeneratif, seperti diabetes melitus, hipertensi
dalam kehamilan, penyakit jantung koroner, reumatik dan berbagai jenis
keganasan (kanker) dan gangguan kesehatan lain. Hal tersebut berkaitan
dengan adanya timbunan lemak berlebih dalam tubuh
10. Gangguan ginjal
Penyakit ginjal seperti gagal ginjal akut yang diderita pada ibu hamil dapat
menyebabkan hipertensi dalam kehamilan. Hal tersebut berhubungan
dengan kerusakan glomerulus yang menimbulkan gangguan filtrasi dan
vasokonstriksi pembuluh darah.
2.7 Patofisiologi
Vasopasme adalah dasar patofisiologi hipertensi. Konsep ini pertama
dianjurkan oleh volhard (1918) didasarkan pada pengamatan langsung pembuluh-
pembuluh darah halus dibawah kuku , fundus okuli dan konjungtiva bulbar serta
dapat diperkirakan dari perubahan- perubahan histologis yang tampak diberbagai
organ yang terkena . konstruksi vaskular menyebabkan resistensi terhadap aliran
darah dan menjadi penyebab hipertensi (wagiyo & putrono 2016).

Teori yang mengemukakan tentang bagaimana dapat terjadi hipertensi


pada kehamilan cukup bnayak sehingga weifel (1992) menyebutkan sebagai
disease of theory karena banyaknya teori dan tidak satupun dari teori tersebut
dapat menerangkan berbagai gejala yang timbul. Beberapa landasan teori
dikemukakan sebagai berikut ( manuaba, 2007) :

1) Teori genetik
2) Teori imunologis
3) Teori iskemia regio uteroplasenter
4) Teori radikal bebas
5) Teori trombosis
6) Teori diet

 Teori genetik

Berdasarkan teori ini komplikasi hipertensi pada kehamilan dapat


dituurnkan pada anak perempuannya sehingga sering terjadi hipertensi sebagai
komplikasi kehamilannya. Sifat herediternya adalah resesif sehingga tidak atau
jarang terjadi pada menentunya. Kejadian hipertensi pada kehamilan berikutnya
atau ketiga makinberkurang.

 Teori imunologis

Hasil konsepsimerupakan allegraf atau benda asing tidak murni karena


sebagian genetiknya berasal dari sel maternal sehingga sebagaian besar kehamilan
berhasil dengan baik sampai aterm dan mencapai well helath mother dan well
born baby

Untuk benda asing hanya berasal dari pihak suami sehingga terdapat
beberapa kemungkinan terhadap hasil konsepsi:

1. Terjadi adaptasi sempurna


Janin bukan benda asing murni sehingga dapat diterima dalam bentuk
kehamilan sempurna, uterus tidak dipengaruhi oleh sistem imunologis
umum sehingga bersifat autonom dalam pengaturan imunologisnya, terjadi
modifikasi respon imunologis lokal uterus sehingga janin dapat tumbuh
kembang dengan sempurna.
2. Terjadi penolakan terhadap hasl konsepsi
Terjadi abortus berulang/habitualisasi dengan sebab yang sulit diterangkan
dengan baik, mungkin perlu dipertimbangkan terdapat antifosfolipid
sebagai bentuk penolakan hasil konsepsi tersebut.
3. Proses pembentukan dan invasi sel trofoblas
Sel trofoblas bermigrasi menuju arterial spiralis dalam bentuk sel
interstistial dan sel endothelial sampai terjadi pembentukan plasenta
lengkap, sekitar 100-150 arteria spiralis mengalami invasi sel trofoblas
sehingga terjadi beberapa perubahan seperti
a) Retensi arteri spiralis menurun
b) Lumen pembuluh darahnya menjadi lebih lebar
c) Tahapan pembuluh darah semakin rendah sehingga aliran darah
menuju placenta bed semakin besar seiring dengan tumbuh
kembangnya janin dalan uterus
d) Aliran darah yang datang dari desidua menjadi besar dengan
tekanan tinggi sehingga dapat membasahi semua permukaan
maternalplasenta.
e) Sistem retroplasenter sirkulasi sangat menguntungkan pertukaran
dan fungsi plasenta seluruhnya.
4. Pada kasus hipertensi dalam kehamilan dan intrauterine growth retardation
terdapat kegagalan invasi migrasi sel trofoblas masuk ke dalam
arterimiometrium

a) Seharunsya migrasi invasi sel masuk jauh dari miometrium


sehingga terjadi
b) Dinding pembuluh darahya diganti oleh sel trofoblas sehingga
lumennya semakin melebar.
c) sel otot pembuluh darah akkan diganti oleh sel trofoblas
sehingga sangat sedikit pembuluh darah yang akan dipengaruhi
oleh hormon yang mengendalikan vasokontriksi dan
vasodilatasi arteriol otot uterus.
d) sel trofoblas yang amsuk sampai jauh pada arterioli otot uterus
akan menyebabkan pembuluh darah terbuka denagn lumen
yang reltof lebar
e) dampak lebarnya dan tetap tebukaya pembuluh darah akan
dapat menjamin sirkulasi retroplasenter tetap terpelihara
f) perlu diketahui bahwa volume aretroplasentermenjelang aterm
sekitar 250 cc sedangkan peredaran darahnya belangsung 600
cc/menit.

Karena keggalan invasi-migrasi sel trofoblas masuk jauh kedalam oebuluh


darah arterioli yang berada dalam miometrium. Hal ini dapat menyebabkan
arterioli tidak dipengaruhi oleh sistem hormonal plasenta untuk dapat mendukung
tumbuh kembang janin dalam rahim sehingga ada kemungkinan terjadi

1) Kegagalan hanya dalam nutrisi yang meninimbulkan intrauterine


growth retardation (IUGR)
2) Bila terjadi iskemia regio uteroplaster dapat menimbulkan hipertensi
dalam kehamilan.

Berat ringannya komplikasi IUGR dan hipertensi dalam kehamilan


tergantung pada jumlah dan kualitas lumen arteriol dalam miometrium yang gagal
mengalami proses invasi oleh sel trofoblas.
 Teori iskhemia regio uteroplasenter

J. whitridge williams 1903 melaporkan dan mengemukakan hipotesis


dalam kehamilan yang menyatakan bahwa terdapat toksin yang menyebabkan
terjadinya gejala preeklampsi dan eklampsia. Dugaan tersebut ada benarnya
mengingat saat itu belum dilakukan penelitian yang menemukan penyebab
pastinya.

Demikina zweifel 1992 menyebutkan preeklampsi dan eklamsia sebagai


penyakit teoritis karena tidak dijumpai satu teori yang dapat menerangkan semua
gejala yang ditimbulkan secara kompleks

Pada kehamilan normal arteria spiralis yang terdapat pada desidua


megalami pergantian sel dengan trofoblas endovaskular yang akan menjamin
lumennya tetap terbuka untuk memberikan aliran darah tetap, nutrisi cukup dan
oksigen seimbang. Detruksi pergantian ini seharusnya pada trimester pertama
yaitu minggu ke16 dengan perkiraan pembentukan plasenta telah berakhir.

Invasi endovaskular trofoblas terus berlansung pada trimester kedua dan


masuk kedalam arteria miometrium. hal ini menyebabkan pelebaran dan tetap
terbukanya arteri sehingga kelangsungan aliran darha, nutrisi dan oksigen tetap
terjamin.hal tersebut diperlukan untuk tumbuh kembang janin dalam rahim.

Invasi trimester kedua pada preeklampsia dan eklampsia tidak terjadi


sehingga trejadi hambatan pada saat memerlukan tambahan aliran darah untuk
memberikan nutrisi dan oksigen dan menimbulkan situasi iskemia regio
neuroplasenter pada sekitar minggu ke 20. Keadan ini dapat menerangkan bahwa
preeklampsia/eklampsia baru akan terjadi mulai minggu ke 20 kehamilan.

Pada kehmilan normal terjadi pembentukan prostasiklin (PGI.2) dominan


oleh plasenta . khususnya endotelium pembuluh darah dan korteks renalis.
Dengan dominan nya prostasiklin, vasodilatasi pembuluh darah akan terjadi
sehingga aliran darah menuju sirkulasi retroplasenter terjamin untuk memberikan
nurisi dan oksigen.
Selain itu dibentuk juga tromboksan A2 oleh sel trofoblas dan trombosit
yang berfungsi menimbulkan vasokonstriksi pembuluh darah.oleh karena itu
autoregulasi aliran darah menuju sirkulasi retreoplasenter dikendalikan oleh
penimbanagn prostasiklin (vasodilatasi) dan tromboksan A2 ( vasokonstriksi)
sehingga aliran darah relatif konstan

Proses terjadinya iskemia regio utero plasenter dapat diuraikan sebagai


berikut

1. Kontraksi braxton hicks terjadi karena terdapat reseptor oksitosin yang


disebarkan pada otot uterus yang dapat menimbulkan kontraksi bila
oksitoksin keluar dari hipofisis posterior
2. Kehamilan terdapat dominan hormon estrogen dan progesterin dan
fungsinya masing-masing diantaranya
3. Frekuensi kontraksi braxton hickks terjadi sebagai akibat perubahan
keseimbangan antara oksitosin dari hipofisis posterior , estrogen dan
progesteron yang dikeluarkan oleh korpus luteum atau plasenta.
4. Walaupun ringan, kontraksi braxton hicks tetap akan mengganggu
alian darah menuju retroplasenter sehingga menimbulkan iskemia
regional kontraksi otot miometrium terhadap pembuluh darah yang
berada didalamnya.

 Teori diet proses terjadinya hipertensi dalam kehamilan

Peranan kalium dalam hipertensi sangat penting diperhatikan karena


kekurangan kalsium dalam diet dapat memicu terjadinya hipertensi. Ibu hamil
memerlukan ekitar2-2 setengah gram kalsium setiap hari. Hal itu bertujuan untuk
memenuhi kebutuhan kalsium . kalsium berfungsi untuk membantu
pertumbuhandan perkembangan tulang janin mempertahankan konsentrasi dalam
drah pada aktivitas kontraksi otot. Kontraksi otot pembuluh darah sangat penting
karena dapat mempertahankan tekanan darah.

2.8 Komplikasi
Hipertensi didiagnosa bila terdapat tekanan darah 140/90 mmHg diukur
dua kali selang 4 jam setelah penderita istirahat. Pada masa lalu, kriteria diagnose
hipertensi pada kehamilan juga bisa berupa peningkatan tekanan sistolik setinggi
30 mmHg atau diastolic 15 mmHg dari tekanan darah biasaya meskipun tekanan
absolutnya dibawah banyak 140/90 mmHg. Namun kriteria ini sekarang sudah
tidak direkomendasikan lagi karena terbukti bahwa banyak ibu hamil dalam
kriteria ini ternyata tidak mengalami gangguan pada kehamilan (Levine, 2000)
Namun ibu hamil dengan kriteria seperti ini tetap memerlukan observasi
yang lebih ketat. Terjadinya edema juga sudah tidak digunakan lagi sebagai
kriteria hipertensi karena terlalu banyak ditemukan pada kehamilann normal,
kecuali edema anakarsa

Perubahan pada sistem dan organ pada preeklampsi


Ada 8 organ atau system yang mengalami perubahan saat preeklampsi ;
1) Perubahan kardiovaskular
Penderita preeklampsi sering mengalami gangguan fungsi
kardiovaskular yang parah, gangguan tersebut pada dasarnya berkaitan
dengan pompa jantung akibat hipertensi (Cunningham, 2013).
2) Ginjal
Terjadi perubahan fungsi ginjal disebabkan karena menurunnya
aliran darah ke ginjal akibat hipovolemi, kerusakan sel glomerulus
mengakibatkan meningkatnya permeabilitas membran basalis sehingga
terjadi kebocoran dan mengakibatkan proteinuria. Gagal ginjal akut akibat
nekrosis tubulus ginjal. Kerusakan jaringan ginjal akibat vasospasme
pembuluh darah dapat diatasi dengan pemberian dopamin agar terjadi
vasodilatasi pada pembuluh darah ginjal.
3) Viskositas darah
Vaskositas darah meningkat pada preeklampsi, hal ini
mengakibatkan meningkatnya resistensi perifer dan menurunnya aliran
darah ke organ.
4) Hematokrit
Hematokrit pada penderita preeklampsi meningkat karena
hipovolemia yang menggambarkan beratnya preeklampsi.
5) Edema
Edema terjadi karena kerusakan sel endotel kapilar. Edema yang
patologi bila terjadi pada kaki tangan/seluruh tubuh disertai dengan
kenaikan berat badan yang cepat.
6) Hepar
Terjadi perubahan pada hepar akibat vasospasme, iskemia, dan
perdarahan. Perdarahan pada sel periportal lobus perifer, akan terjadi
nekrosis sel hepar dan peningkatan enzim hepar. Perdarahan ini bisa
meluas yang disebut subkapsular hematoma dan inilah yang menimbulkan
nyeri pada daerah epigastrium dan dapat menimbulkan ruptur hepar.
7) Neurologik
Perubahan neurologik dapat berupa, nyeri kepala di sebabkan
hiperfusi otak. Akibat spasme arteri retina dan edema retina dapat
terjadi ganguan visus.
8) Paru
Penderita preeklampsi berat mempunyai resiko terjadinya edema
paru. Edema paru dapat disebabkan oleh payah jantung kiri, kerusakan sel
endotel pada pembuluh darah kapiler paru, dan menurunnya diuresis.
(Sofian amru, 2012)
2.9 Pemeriksaan
a) Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan meliputi pemeriksaan tanda vital,
pemeriksaan tanda-tanda penyakit yang menyebabkan hipertensi sekunder,
dan pemeriksaan komplikasi yakni adanya kerusakan pada organ target.
Pengukuran tekanan darah dilakukan sambil duduk atau berbaring dengan
posisi manset sejajar dengan jantung. Pengukuran dilakukan pada saat
pasien tenang/setelah istirahat. Bunyi Korotkoff I digunakan untuk
menentukan nilai sistolik sementara Bunyi Korotkoff V digunakan untuk
menentukan nilai diastolik.(Cunningham, 2014)
b) Pemeriksaan Penunjang
a) Pemeriksaan Proteinuria
Pemeriksaan yang perlu dilakukan dalam kasus hipertensi sebagai
komplikasi kehamilan adalah proteinuria, untuk diagnosis dini
preeklampsi yang merupakan akibat dari hipertensi kehamilan.
Pemeriksaan proteinuria dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu
secara Esbach dan Dipstick. Pengukuran secara Esbach, dikatakan
proteinuria jika didapatkan protein ≥300 mg dari 24 jam jumlah
urin. Nilai tersebut setara dengan kadar proteinuria ≥30 mg/dL (+1
dipstick) dari urin acak tengah yang tidak menunjukkan tanda-
tanda infeksi saluran kencing. Interpretasi hasil dari proteinuria
dengan metode dipstick adalah (POGI, 2010) :
+1 = 0,3 – 0,45 g/L
+2 = 0,45 – 1 g/L
+3 = 1 – 3 g/L
+4 = > 3 g/L
b) Pemeriksaan Chest X ray
Pemeriksaan penunjang lain yang dapat dilakukan adalah Chest X-
Ray untuk menilai adanya edema pulmoner, MRI atau CT Scan
untuk menilai kondisi edema serebral atau perdarahan intrakranial
yang bisa terjadi pada pasien eklampsia. Selain itu, untuk
memeriksa komplikasi hipertensi kronis pada jantung seperti LVH
dapat dilakukan pemeriksaan EKG dan echocardiography. EEG
juga dapat dilakukan jika terdapat defisit neurologis yang berlanjut
pasca mengalami eklampsia. Sementara itu, pemeriksaan
penunjang yang bisa dilakukan untuk memantau kesejahteraan
janin yakni USG untuk menilai adanya intrauterine growth
retardation (IUGR) dan cardiotocography (CTG) untuk menilai
adanya gawat janin.
(Cunningham, 2014)
2.10 Penatalaksanaan
Penanganan umum, meliputi :

1) Perawatan selama kehamilan

Jika tekanan darah diastolik >110 mmHg, berikan obat


antihipertensi sampai tekanan darah diastolik diantara 90-100 mmHg.
Obat pilihan antihipertensi adalah hidralazin yang diberikan 5 mg IV
pelan-pelan selama 5 menit sampai tekanan darah turun. Jika hidralazin
tidak tersedia, dapat diberikan nifedipin 5 mg sublingual dan
tambahkan 5 mg sublingual jikarespon tidak membaik setelah 10
menit. Selain itu labetolol juga dapat diberikan sebagai alternatif
hidralazin. Dosis labetolol adalah 10 mg, jika respon tidak baik setelah
10 menit, berikan lagi labetolol 20 mg. Pasang infus Ringer Laktat
dengan jarum besar (16 gauge atau lebih). Ukur keseimbangan cairan,
jangan sampai overload. Auskultasi paru untuk mencari tanda-tanda
edema paru.
Adanya krepitasi menunjukkan edema paru, maka pemberian
cairan dihentikan. Perlu kateterisasi urin untuk pengeluaran volume
dan proteinuria. Jika jumlah urin <30 ml per jam, infus cairan
dipertahankan sampai 1 jam dan pantau kemungkinan edema paru.
Observasi tanda-tanda vital ibu dan denyut jantung janin dilakukan
setiap jam (Prawirohardjo S, 2006). Untuk hipertensi dalam kehamilan
yang disertai kejang, dapat diberikan Magnesium sulfat (MgSO4).
MgSO4 merupakan obat pilihan untuk mencegah dan menangani
kejang pada preeklampsi dan eklampsi. Cara pemberian MgSO4 pada
preeklampsi dan eklampsi adalah (Prawihardjo S, 2006):
Dosis awalBerikan MgSO4 4 gram IV sebagai larutan 20% selama 5
menit. Diikuti dengan MgSO4 (50%) 5 gr IM dengan 1 ml lignokain
2% (dalam semprit yang sama). Pasien akan merasa agak panas saat
pemberian MgSO4 Dosis pemeliharaan MgSO4 (50%) 5 gr + 1 ml
lignokain 2 % IM setiap 4 jam. Pemberian tersebut dilanjutkan sampai
24 jam postpartum atau kejang terakhir. Sebelum pemberian MgSO4,
periksa frekuensi nafas minimal 16 kali/menit, refleks patella positif
dan urin minimal 30 ml/jam dalam 4 jam terakhir. Pemberian MgSO4
dihentikan jika frekuensi nafas <16 kali/menit, refleks patella negatif
dan urin <30 ml/jam. Siapkan antidotum glukonat dan ventilator jika
terjadi henti nafas. Dosis glukonat adalah 2 gr (20 ml dalam larutan
10%) IV secara perlahan sampai pernafasan membaik

2) Perawatan persalinan

Pada preeklampsi berat, persalinan harus terjadi dalam 24 jam, sedang


pada eklampsi dalam 12 jam sejak gejala eklampsi timbul. Jika
terdapat gawat janin, atau persalinan tidak terjadi dalam 12 jam pada
eklampsi, lakukan seksio sesarea (Mustafa R et al.,2012).

3) Perawatan post partum

Antikonvulsan diteruskan sampai 24 jam postpartum atau kejang


terakhir. Teruskan pemberian obat antihipertensi jika tekanan darah
diastolik masih >110 mmHg dan pemantauan urin (Mustafa R et al.,
2012).

Khusus pada penatalaksanaan preeklampsia berat (PEB), penanganan


terdiri dari penanganan aktif dan penanganan ekspektatif. Wanita hamil dengan
PEB umumnya dilakukan persalinan tanpa ada penundaan. Pada beberapa tahun
terakhir, sebuah pendekatan yang berbeda pada wanita dengan PEB mulai
berubah. Pendekatan ini mengedepankan penatalaksanaan ekspektatif pada
beberapa kelompok wanita dengan tujuan meningkatkan luaran pada bayi yang
dilahirkan tanpa memperburuk keamanan ibu. Adapun terapi medikamentosa yang
diberikan pada pasien dengan PEB antara lain adalah:

a) Tirah baring
b) Oksigen
c) Kateter menetap
d) Cairan intravena
e) Magnesium sulfat (MgSO4).
Obat ini diberikan dengan dosis 10 cc MgSO4 40% secara intravena loading
dose dalam 4-5 menit. Kemudian dilanjutkan dengan MgSO4 40% sebanyak 15 cc
dalam 500 cc ringer laktat (RL) selama 6 jam. Magnesium sulfat ini diberikan
dengan beberapa syarat, yaitu:

a) Refleks patella normal


b) Frekuensi respirasi >16x per menit
c) urin dalam 4 jam sebelumnya >100cc atau 0.5 cc/kgBB/jam
d) Disiapkannya kalsium glukonas 10% dalam 10 cc sebagai
antidotum.

Bila nantinya ditemukan gejala dan tanda intoksikasi maka kalsium


glukonas tersebut diberikan dalam tiga menit.

a. Antihipertensi

Antihipertensi diberikan jika tekanan darah diastolik >110 mmHg. Pilihan


antihipertensi yang dapat diberikan adalah nifedipin 10 mg. Setelah 1 jam,
jika tekanan darah masih tinggi dapat diberikan nifedipin ulangan 10 mg
dengan interval satu jam, dua jam, atau tiga jam sesuai kebutuhan.
Penurunan tekanan darah pada PEB tidak boleh terlalu agresif yaitu
tekanan darah diastol tidak kurang dari 90 mmHg atau maksimal 30%.
Penggunaan nifedipin ini sangat

2.11 Pencegahan
Tujuan penanganan pada wanita yang kehamilannya berpenyulit
hipertensi kronis adalah memperkecil atau mencegah semua gangguan
hasil akhir ibu atau perinatal yang telah dijelaskan. Secara umum,
penatalaksanaan ditujukan untuk mencegah hipertensi sedang atau berat
serta mencegah timbulnya preeklamsia.
Modifikasi perilaku yang dianjurkan adalah:
1. Konsultasi gizi
2. Pengurangan merokok, alkohol, kokain, atau penyalahgunaan
zat lainnya.
3. Diakui bahwa wanita dengan hipertensi berat harus selalu
diterapi atas indikasi ibu, apa pun status kehamilannya. Hal ini
mencakup wanita hamil dengan riwayat penyulit, termasuk
cedera serebrovaskular, infark miokardium, dan disfungsi
jantung atau ginjal. Kami sependapat dengan filosofi yang
memulai pengobatan antihipertensi pada wanita dengan
tekanan diastolik 100 mm Hg atau lebih (Kenneth dkk. 2009).
Sebelum Hamil
1. Pastikan tensi terkendali
2. Perhatikan asupan garam
3. Olah raga teratur
4. Kurangi berat badan bila kegemukan
5. Bila sedang menjalani pengobatan untuk hipertensi, tanyakan pada
dokter adakah cara lain menurunkan tekanan darah
Saat Hamil
1. Bila Anda merasa memiliki tekanan darah tinggi dan sedang hamil,
biasanya pemeriksaan kehamilan diawali dengan pemeriksaan tekanan
darah, sampai saatnya proses persalinan.
2. Hindari alkohol dan tembakau.
3. Bicarakan dengan dokter tentang pengobatannya
(Sini, 2013).
2.12 Asuhan Keperawatan pada Hipertensi dalam Kehamilan
1. PENGKAJIAN
a. Pengumpulan Data
Data-data yang perlu dikaji adalah berupa
1) Identitas klien
2) Keluhan Utama:
Pasien dengan hipertensi pada kehamilan didapatkan keluhan
berupa seperti sakit kepala terutama area kuduk bahkan mata
dapat berkunang-kunang, pandangan mata kabur, proteinuria
(protein dalam urin), peka terhadap cahaya, nyeri ulu hati.
3) Riwayat Penyakit Sekarang:
Pada pasien jantung hipertensi dalam kehamilan, biasanya
akan diawali dengan tanda-tanda mudah letih, nyeri kepala
(tidak hilang dengan analgesik biasa ), diplopia, nyeri abdomen
atas (epigastrium), oliguria (<400 ml/ 24 jam)serta nokturia
dan sebagainya. Perlu juga ditanyakan apakah klien menderita
diabetes, penyakit ginjal, rheumatoid arthritis, lupus atau
skleroderma, perlu ditanyakan juga mulai kapan keluhan itu
muncul. Apa tindakan yang telah dilakukan untuk menurunkan
atau menghilangkan keluhan-keluhan tersebut
4) Riwayat Penyakit Dahulu:
Perlu ditanyakan apakah pasien pernah menderita penyakit
seperti kronis hipertensi (tekanan darah tinggi sebelum hamil),
Obesitas, ansietas, angina, dispnea, ortopnea, hematuria,
nokturia dan sebagainya. Ibu beresiko dua kali lebih besar bila
hamil dari pasangan yang sebelumnya menjadi bapak dari satu
kehamilan yang menderita penyakit ini. Pasangan suami baru
mengembalikan resiko ibu sama seperti primigravida. Hal ini
diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya faktor
predisposisi
5) Riwayat Penyakit Keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita
penyakit-penyakit yang disinyalir sebagai penyebab jantung
hipertensi dalam kehamilannya. Ada hubungan genetik yang
telah diteliti. Riwayat keluarga ibu atau saudara perempuan
meningkatkan resiko empat sampai delapan kali
6) Riwayat Psikososial: Meliputi perasaan pasien terhadap
penyakitnya, bagaimana cara mengatasinya serta bagaimana
perilaku pasien terhadap tindakan yang dilakukan terhadap
dirinya
7) Pengkajian Sistem Tubuh:
a) B1 (Breathing): Pernafasan meliputi sesak nafas sehabis
aktifitas, batuk dengan atau tanpa sputum, riwayat
merokok, penggunaan obat bantu pernafasan, bunyi nafas
tambahan, sianosis
b) B2 (Blood): Gangguan fungsi kardiovaskular pada
dasarnya berkaitan dengan meningkatnya afterload
jantung akibat hipertensi. Selain itu terdapat perubahan
hemodinamik, perubahan volume darah berupa
hemokonsentrasi. Pembekuan darah terganggu waktu
trombin menjadi memanjang. Yang paling khas adalah
trombositopenia dan gangguan faktor pembekuan lain
seperti menurunnya kadar antitrombin III. Sirkulasi
meliputi adanya riwayat hipertensi, penyakit jantung
coroner, episodepalpitasi, kenaikan tekanan darah,
takhicardi, kadang bunyi jantung terdengar S2 pada dasar ,
S3 dan S4, kenaikan TD, nadi denyutan jelas dari karotis,
jugularis, radialis, takikardi, murmur stenosis valvular,
distensi vena jugularis, kulit pucat, sianosis, suhu dingin.
c) B3 (Brain): Lesi ini sering karena pecahnya pembuluh
darah otak akibat hipertensi. Kelainan radiologis otak
dapat diperlihatkan dengan CT-Scan atau MRI. Otak dapat
mengalami edema vasogenik dan hipoperfusi.
Pemeriksaan EEG juga memperlihatkan adanya kelainan
EEG terutama setelah kejang yang dapat bertahan dalam
jangka waktu seminggu.Integritas ego meliputi cemas,
depresi, euphoria, mudah marah, otot muka tegang,
gelisah, pernafasan menghela, peningkatan pola bicara.
Neurosensori meliputi keluhan kepala pusing, berdenyut ,
sakit kepala sub oksipital, kelemahan pada salah satu sisi
tubuh, gangguan penglihatan (diplopia, pandangan kabur),
epitaksis, kenaikan terkanan pada pembuluh darah
cerebral
d) B4 (Bladder): Riwayat penyakit ginjal dan diabetes
mellitus, riwayat penggunaan obat diuretic juga perlu
dikaji. Seperti pada glomerulopati lainnya terdapat
peningkatan permeabilitas terhadap sebagian besar protein
dengan berat molekul tinggi. Sebagian besar penelitian
biopsy ginjal menunjukkan pembengkakan endotel kapiler
glomerulus yang disebut endoteliosis kapiler glomerulus.
Nekrosis hemoragik periporta dibagian perifer lobulus
hepar kemungkinan besar merupakan penyebab
meningkatnya kadar enzim hati dalam serum
e) B5 (Bowel): Makanan/cairan meliputi makanan yang
disukai terutama yang mengandung tinggi garam, protein,
tinggi lemak, dan kolesterol, mual, muntah, perubahan
berat badan, adanya edema.
f) B6 (Bone): Nyeri/ketidaknyamanan meliputi nyeri hilang
timbul pada tungkai,sakit kepala sub oksipital berat, nyeri
abdomen, nyeri dada, nyeri ulu hati. Keamanan meliputi
gangguan cara berjalan, parestesia, hipotensi postural
2. DIAGNOSA

Diagnosa keperawatan ditegakkan melalui analisis cermat


terhadap hasil pengkajian. Diagnosa keperawatan yang umum
untuk orang tua dengan gangguan hipertensi pada kehamilan
meliputi hal-hal berikut.

a. Penurunan curah jantung b.d penurunan after load


b. Ansietas b.d ancaman krisis situasional
Diagnosa Intervensi Outcome

Penurunan curah Perawatan jantung Setelah dilakukan


jantung b.d asuhan keerawatan 1 x
a. Identifikasi tandaatau
penurunan after 24 dengan kriteria
gejala primer penurunan
load hasil :
curah jantung (meliputi
dipsnea, kelelahan, 1. Kekuatan nadi
edema) perifer
b. Identifikasi tanda dan meningkat
gejala sekunder 2. Ejection
penurunn curah jantung Fractionmening
c. Monitor tekanan darah kat
d. Monitor intake dan
output cairan
e. Monitor berat badan
setiap hari
f. Mnitor saturasi oksigen
g. Monitor keluhan nyeri
dada
h. Monitor EKG sadapan
i. Monitor aritmia
j. Monitor nilai
laboratorium jantung
k. Periksa TTV sesudah
dan sebelum aktivitas
serta saat pemberian obat
l. Posisikan pasien semi
fowler atau fowler
m. Berikan diet jantung
yang sesui
n. Berikan terapi relaksasi
untuk mengurangi stress
o. Berikan dukungan
emosional dan spirutual

Ansietas b.d  Kaji tingkat ansietas Setelah dilakukan


ancaman krisis pasien. Perhatikan tanda asuhan keperawatan 2 x
situasional depresi dan 24 jam dengan kriteria
pengingkaran hasil :
 Dorong dan berikan o Tampak rileks, dapat
kesempatan untuk pasien istirahat dengan tepat
atau orang terdekat o Menuujukkan
mengajukan pertanyaan ketrampilan pemecahan
dan menyatakan masalah masalah
 Dorong orang terdekat
berpartisipasi dalam
asuhan, sesuai indikasi
 Kaji respon janin pada
ibu yang diberi SM
 Kolaborasi dengan medis
dalam pemeriksaan USG
dan NST
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Preeklampsia merupakan kondisi spesifik pada kehamilan yang ditandai
dengan adanya disfungsi plasenta dan respon maternal terhadap adanya inflamasi
sistemik dengan aktivasi endotel dan koagulasi.

Dari sudut pandang herediter, preeklampsia adalah penyakit multifaktorial


dan poligenik. Predisposisi herediter untuk preeklampsia mungkin merupakan
hasil interaksi dari ratusan gen yang diwariskan baik secara maternal ataupun
paternal yang mengontrol fungsi enzimatik dan metabolism pada setiap sistem
organ. Faktor plasma yang diturunkan dapat menyebabkan preeklampsia.

3.2 Saran
Dengan penulisan makalah ini, diharapkan bagi pembaca agar dapat
memahami tentang beberpa penyakit seperti Kanker prostat, Hidrokel, Vasektomi
varicocele, gangguan ejakulasi dan sirkumsisi. Serta mengetahui bagaimana
Asuhan Keperawatan pada Kasus-kasus tersebut.

Semoga makalah ini dapat memberi manfaat bagi pembaca dan apabila ada
kekurangan, kami mohon saran dan kritik membangun sehingga dapat kami
tingkatkan dikemudian hari.

Perawat maupun mahasiswa keperawatan dapat meningkatkan kemampuan


komunikasi dengan klien agar tercipta hubungan yang saling percaya,
terpenuhinya kebutuhan klien dan berpengaruh positif pada proses penyembuhan
klien.
DAFTAR PUSTAKA

1. Adriani, Merryana. 2012. Peranan Gizi Dalam Siklus Kehidupan. Jakarta:


Prenadamedia
2. Amru, Sofian. 2012. SInopsis Obstetri : Obstetri OPeratif Obstetri SOsial
Ed. 3 Jilid 2. Jakarta : EGC
3. Angsar, M.D., 2010. Hipertensi dalam Kehamilan Ilmu dalam Kebidanan
Sarwono Prawirohardjo Edisi IV. Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo
4. Bobak, Lowdermilk, Jense. 2012. Buku Ajar Keperawatan Maternitas.
Jakarta: EGC
5. Cunningham, F. G., et al. 2013. Hipertensi dalam kehamilan dalam
Obstetri Williams Edisi 21 Volume 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
6. Cunningham F, Leveno K, Bloom S, Hauth J, Rouse D, Spong C, et al.
Pregnancy Hypertension. William Obstetrics, edisi ke-24. New York:
McGraw-Hill, 2010 : 706-756.
7. Ida bagus gde manuaba. 2007. Pengantar kuliah obstetri.jakarta : EGC
8. Kenneth J. Leveno dkk. 2009. Williams Manual of Obstetrics, 21st Ed.
Jakarta: EGC.
9. Manuaba, I. B. G., 2014. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta : EGC. pp.
401-31
10. Mustafa, R., Ahmed, S., Gupta, A., Venuto, R.C., 2012, A Comprehensive
Review of Hypertension in Pregnancy, Division of Nephrology
Departement of Medicine, State University of Newyork, USA, 7Wantania,
John J. E. 2015. Hipertensi Dalam Kehamilan. Manado : FK UNSRAT
11. Prawirohardjo S. 2013. Hipertensi dalam kehamilan dalam : Ilmu
Kebidanan Edisi Keempat. Jakarta : PT Bina Pustaka
12. Royal College of Obstetricians and Gynaecologists. Hypertension in
pregnancy: the management of hypertensive disorders during pregnancy.
NICE clinical guidelines. August 2010
13. Sibai, MD. Evaluation and management of severe preeclampsia before 34
weeks gestation, SMFM in American Journal of Obstetrics and
Gynecology. 2014
14. Sini, Ivan R. 2013. Bayi Tabung: Mempersiapkan Kehamilan - Menanti
Kehamilan. Jakarta: Gramedia Pustaka
15. Sirait, Anna Maria. 2012. Prevalensi Hipertensi Pada Kehamilan di
Indonesia dan Berbagai Faktor yang Berhubungan (Riset Kesehatan Dasar
2007). Buletin Penelitian Sistem Kesehatan. Vol.15 No.2. diakses dari
ejournal.litbang.depkes.go.id
16. Suyono S. 2009. Hipertensi pada Kehamilan dalam : Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam, Edisi Kelima, Jilid II. Jakarta : Fakultas Kedokteran UI.
17. Tim pokja . 2017. Standar diagnosa keperawatan indonesia. Jakarta: PPNI
18. Tim pokja . 2018. Standar intervensi keperawatan indonesia. Jakarta: PPNI
19. Tim pokja . 2018. Standar luaran keperawatan indonesia. Jakarta: PPNI
20. Wagiyo. 2016. Auhan keperawatan antenatal, intranatal dan bayi baru lahir
fifiologis dan patologis. Yogyakarta: ANDI

Anda mungkin juga menyukai