Anda di halaman 1dari 15

Makalah Discovery Learning 3 Keperawatan Jiwa 2

“ETIKA KEPERAWATAN PADA ODGJ”

Dosen Pengampu : Ns. Fajriyah Nur Afriyanti, S.Kep., M.Kep., Sp.Kep.J

Disusun oleh :

Kelompok 4 Keperawatan A 2017

Mutiara Martin (11161040000010)

Isnaini Aris Tri P (11171040000007)

Maulina Fitriyani (11171040000012)

Anisa Dwiningrum (11171040000016)

Indah Tahari (11171040000018)

Yeni Wulan Sari (11171040000027)

Risma Nur Fadillah (11171040000036)

PROGRAM ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI JAKARTA

2020
A. Justice (Keadilan)
Dalam memberikan asuhan keperawatan, perawat tidak boleh membeda-bedakan
klien berdasarkan suku, ras, agama, status sosial-ekonomi, politik, ataupun atribut
lainnya. Setiap klien berhak mendapatkan layanan keperawatan yang terbaik. Dengan
kata lain, tidak ada pembedaan kualitas layanan keperawatan untuk klien. Semua
klien berhak dilayani dengan adil dan baik oleh perawat. Prinsip justice didasarkan
pada konsep keadilan. Prinsip ini melibatkan perlakuan yang sama dan adil terhadap
setiap individu, kecuali jika ada pembenaran atas perlakuan yang tidak setara. Dalam
profesi keperawatan, seorang perawat harus mendistribusikan perawatan kepada
klien-kliennya dengan adil dan merata. Contoh tindakan yang tidak sesuai dengan
prinsip justice adalah melakukan dikriminasi atau perlakuan sewenang-wenang yang
tidak adil, memanfaatkan atau mengambil keuntungan secara tidak adil dari orang
lain, dan membuat pernyataan yang tidak adil tentang orang lain. (Potter Perry. 2013)
Contoh kasus :
1. Resiko Perilaku Kekerasan
Kasus :
Ibu Maria adalah pasien dengan resiko perilaku kekerasan yang disebabkan oleh
kekerasan yang dia terima di keluarga di RS Jiwa Sehat. Ibu Maria sudah dirawat
sejak satu minggu yang lalu, dan beragama katholik. Jika RPK kambuh pasien
selalu ingin memukul orang yang disekitarnya yang terlebih dahulu dia pantau.
Jika dia merasa orang tersebut mengancam dirinya. Perawat Aisyah beragama
Islam, ia ingin memberikan implementasi Sp 1 RPK yaitu dengan distraksi
memukul bantal. Walaupun perawat Aisyah dan Ibu Maria berbeda agama, tapi
perawat Aisyah tetap memberikan intervensi tanpa membeda-bedakan pasien.
Justice :
Dalam memberikan intervensi kepada pasien perawat tidak boleh membeda-
bedakan atau memilih pasien berdasarkan ras, agama, suku, jenis kelamin dll.
2. Isolasi Sosial
Kasus :
Tn. G 25 thn adalah pasien dengan diagnosa isolasi Sosial yang sudah bisa
berinteraksi dengan orang lain. Tn. W 28 thn adalah pasien dengan Isolasi Sosial
yang belum bisa berinteraksi dengan orang lain. Siang ini perawat berencana akan
memberikan intervensi berupa berlatih berkenalan dan berinteraksi. Pada saat jam
kunjungan orang tua Tn. G mengunjungi perawat dan memberikan sejumlah uang
kepada perawat. Orangtua Tn. G meminta perawat terlebih dahulu menangani
anaknya agar cepat pulih dan pulang dibanding pasien lain. Perawat
mengembalikan uang tersebut dan mengungkapkan bahwa sebagai perawat
dilarang menerima uang dari keluarga pasien dan harus memeperlakukan pasien
secara adil tanpa pilih-piluh.
Justice :
Dalam memberikan intervensi kepada pasien perawat harus adil dan tidak boleh
menerima uang atau barang dari keluarga pasien.
3. Halusinasi
Kasus :
Ny. K 23 tahun adalah pasien halusinasi pendengaran yang dirawat di RS Segar
Waras sejak 1 minggu yang lalu. Ny. K yang merupakan pasien dinas sosial yang
tidak dipungut biaya. Pasien mengaku sering mendengarkan suara-suara horor
seperti suara kuntilanak, dan pasien mengaku sulit tidur jika mulai mendengar
suara tersebut. Hari ini perawat A adalah perawat yang bertanggung jawab yang
akan memberikan obat kepada Ny. K. Obat yang diberikan kepada Ny. K sama
dengan obat yang diberikan kepada pasien lain yang bukan dari dinas sosial.
Justice :
Tidak membeda-bedakan dalam memberikan obat
4. Harga Diri Rendak Kronik
Tn. I 29 thn pasien RS Segar Waras dengan diagnose HDRK yang diakibatkan
karena merasa tidak mampu bekerja. Tn. I dirawat sejak 3 hari yang lalu, perawat
A akan melakukan intervensi Sp 1 yaitu kegiatan positif. Dalam melakukan
kegiatan positif perawat A memfasilitasi dan mendampingi Tn. I seperti pasien-
pasien lain.
Justice :
Perawat tidak membeda-bedakan pasien satu dengan pasien lainnya.
5. Defisit Perawatan Diri
Kasus :
Ny. M adalah pasien dengan Defisit Perawatan Diri (rambut kusut, wajah kusam,
dan bau) yang disebabkan oleh karena tidak mandi karena tidak tahu cara mandi
yang benar. Ibu Maria sudah dirawat sejak satu minggu yang lalu, dan beragama
katholik. Pasien lain menjauhi Ny. M karena bau. Perawat Aisyah beragama
Islam, ia ingin memberikan implementasi Sp 1 DPD yaitu dengan mengajarkan
mandi yang benar dan melatih dalam membersihkan diri. Walaupun perawat
Aisyah dan Ibu Maria berbeda agama, tapi perawat Aisyah tetap memberikan
intervensi tanpa membeda-bedakan pasien.
Justice :
Dalam memberikan intervensi kepada pasien perawat tidak boleh membeda-
bedakan atau memilih pasien berdasarkan ras, agama, suku, jenis kelamin dll.

B. Fidelity (Kesetiaan)
Prinsip fidelity (menepati janji) dibutuhkan untuk menghargai janji dan komitmennya
terhadap orang lain. Perawat setia pada komitmennya dan menepati janji serta
menyimpan rahasia klien. Ketaatan dan kesetiaan adalah kewajiban seseorang untuk
mempertahankan komitmen yang dibuatnya. Kesetiaan menggambarkan kepatuhan
perawat terhadap kode etik yang menyatakan tanggung jawab dsar dari perawat
adalah untuk meningkatkan kesehatan, menegah penyakit, memulihkan kesehatan,
dan meminimalkan penderitaan. (Muhith A, dan Siyoto S. 2016)
Contoh Kasus :
1. HDRK
Klien menderita gangguan jiwa sejak tahun 2019, klien pernah di rawat di rumah
sakit Jiwa Cisarua-Cimahi Juni 2019, kemudian klien selalu berobat jalan secara
teratur tetapi setelah 1 bulan klien menolak minum obat, pengobatan tidak berhasil
kemudian klien dianjurkan untuk dirawat. Saat dikaji tanggal 10 Maret 2020, klien
menyendiri di kamar, tampak melamun. Klien mengatakan dirinya tidak berguna,
klien juga mengatakan merasa malu dengan orang lain karena klien merasa orang
yang tidak memiliki apa-apa, Pendidikan hanya lulusan SMP dan tidak punya
pekerjaan.
Fidelity : Perawat mengatakan pada klien bahwa tenaga kesehatan dan keluarga
akan membantu untuk mengatasi perasaan malu dan rendah diri yang dirasakan
oleh klien, akan selalu ada saat klien membutuhkan pertolongan, dan tepat waktu
ketika menemui klien sesuai dengan kontrak yang telah disepakati.
2. Isolasi Sosial
Saat dilakukan pengkajian Klien mengatakan dia dibawa ke RSJ ini karena sering
keluyuran dan menyendiri, tidak mau bicara dengan orang lain karena takut dengan
orang lain, merasa bosan dan mau pulang. Klien mengatakan sering menyendiri di
kamar daripada berkumpul dengan teman-teman,, dan klien mengatakan tidak
memiliki teman di kamar. Klien banyak diam dan tidak ada respon. Klien juga
tidak kooperatif, apatis dan afek tumpul.
Fidelity : Perawat mengatakan pada klien bahwa tenaga kesehatan dan keluarga
akan membantu untuk mengatasi perasaan takut berbiara dengan orang lain dan
perasaan ingin menyendiri yang dirasakan oleh klien, akan selalu ada saat klien
membutuhkan pertolongan, dan tepat waktu ketika menemui klien sesuai dengan
kontrak yang telah disepakati.
3. Risiko Perilaku Kekerasan
Saat dilakukan pengkajian Klien mengatakan dia dibawa ke RSJ ini karena sering
mengamuk, dan suka mengancam. Klien pernah memukul orang lain karena sering
diejek. Klien pernah masuk rumah sakit jiwa kurang lebih 15 kali dan sering kabur
dari rumah sakit. Klien mengatakam cepat tersinggung dan ingin mengamuk. Klien
mengatakan tidak pernah mengalami masa lalu yang tidak menyenangkan, namun
menurut klien hal yang paling tidak menyenangkan adalah jauh dari keluarganya.
Fidelity : Perawat mengatakan pada klien bahwa tenaga kesehatan dan keluarga
akan membantu untuk mengontrol rasa marah dan ingin mengamuk yang dirasakan
oleh klien, akan selalu ada saat klien membutuhkan pertolongan, dan tepat waktu
ketika menemui klien sesuai dengan kontrak yang telah disepakati.
4. Defisit Perawatan Diri
Klien di rawat di RSJ dengan diagnose medis Skizofrenia residual sejak 28 Januari
2020. Selama di rawat klien sering kali tidak mau mandi, sehingga badannya bau,
kotor, kulitnya berdaki dan rambutnya gimbal. Klien mengatakan merasa gerah dan
gatal. Saat akan dibantu untuk mandi klien menolak dengan mengatakan badan
saya bersih dan tidak bau”, klien tidak ada keinginn untuk melakukan perawatan
diri.
Fidelity : Perawat mengatakan pada klien bahwa tenaga kesehatan dan keluarga
akan membantu untuk mengatasi perasaan gerah dan gatal pada badan yang
dirasakan oleh klien, akan selalu ada saat klien membutuhkan pertolongan, dan
tepat waktu ketika menemui klien sesuai dengan kontrak yang telah disepakati.
5. Halusinasi
Klien dibawa keluarga pada tanggal 10 Januari 2020 ke RSJ karena pasien sering
teriak-teriak dan keluyuran. Klien sering menangis dan berteriak ketakutan
semenjak anaknya meninggal karena kecelakaan. Klien mengatakan sering
mendengar suara anaknya yang menyalahkan dirinya yang menyebabkan
kecelakaan motor. Klien juga mengatakan bahwa keluarga tidak ada yang
mengalami sakit seperti klien. setiap harinya klien sebagai Ibu rumah tangga yang
hanya mengasuh kedua anaknya.
Fidelity : Perawat mengatakan pada klien bahwa tenaga kesehatan dan keluarga
akan membantu untuk mengatasi suara-suara yang didengar oleh klien, akan selalu
ada saat klien membutuhkan pertolongan, dan tepat waktu ketika menemui klien
sesuai dengan kontrak yang telah disepakati.

C. Non maleficient
Non maleficient adalah tindakan untuk tidak membahayakan atau tidak merugikan.
Membahayakan dapat berarti dengan sengaja menyebabkan kerusakan, menempatkan
seseorang dalam bahaya, ataupun secara tidak sengaja menyebabkan kerusakan
(Berman , Synder & Frandsen, 2016). Oleh karena itu, dalam melakukan asuhan
keperawatan penting untuk mempertimbangkan tindakan dengan pertanyaan “akankah
tindakan ini menyebabkan lebih banyaka bahaya ataua kebaikan bagi klien ?”.
Perawat harus bertindak bijaksana dan hati-hati , serta menimbang potensi resiko dan
manfaat perawatan atau penelitian. Contoh tindakan yang melaksanakan prinsip non
maleficient diantaranya mencegah kesalahan pengobatan, menyadari resiko yang
berpotensi akibat modalitas pengobatan dan menghilangkan bahaya (DeLaune &
Ladner, 2011). Hal yang diharapkan dari perawat professional adalah mencoba untuk
menyeimbangkan resiko dan manfaat perawatan dengan tetap berjuang untuk
melakukan dengan resiko bahaya sesedikit mungkin (Potter Perry, 2013).
Contoh Kasus :
1. HDRK
Ny. W 24 tahun pasien RS Sehat Sentosa dengan Diagnosa HDRK yang
diakibatkan karena perceraian 2 bulan yang lalu. Ny. W sudah di rawat sejak 3
hari yang lalu, perawat ingin melakukan pengimplementasian Sp 1 yaitu kegiatan
positif. Sebelum dilakukan pengimplementasian perawat melakukan kontrak serta
menjelaskan tujuan tindakan kegiatan positif dan meminta persetujuan Ny. W
terlebih dahulu. Ny. W mengatakan pada perawat bahwa iya tidak memiliki
kemampuan atau kelebihan. Ny. W malu dan tidak percaya diri untuk melakukan
kegiatan positif tersebut (menyapu). Oleh karena itu perawat menjelaskan tujuan
dari kegiatan positif tersebut juga memberikan motivasi serta dukungan positif
agar klien mampu melatih kemampuannya.

2. Isolasi sosial
Tn. A 40 tahun dengan diagnosa isolasi sosial dirawat Di RS Segar Adem sejak
seminggu yang lalu. Perawat melakukan pengkajian dan didapatkan data berupa
pasien baru saja di PHK oleh perusahaannya yang menyebabkannya menjadi
pengangguran dan dikucilkan keluarga . Tn . A menolak untuk mengikuti makan
bersama diruangan dengan teman-teman yg lain, dan lebih memilih mengurung
diri dikamarnya. Oleh karena itu perawat menghampiri pasien dan memberikan
makananan agar pasien tetap bisa makan dan terpenuhi kebutuhan nutrisinya.
3. Halusinasi
Tn.M mengatakan bahwa ia merasakan di kepalanya atau di rambutnya ada
sesuatu yang bergerak sehingga dia merasakan gatal yang amat sangat setelah
dilakukan pemeriksaan di kepalanya ternyata perawat tidak menemukan apa-apa
kepala klien dalam keadaan bersih dan tidak ada kotoran ketombe dan
sebagainya. untuk mencegah atau mengatasi halusinasi pasien perawat
menganjurkan pasien untuk mencukur habis rambutnya dalam hal ini klient setuju
untuk mencukur habis rambut.
4. DPD
Ny g usia 45 tahun dirawat di RSJ sumber waras sudah 5 hari, ia mengatakan
tidak bisa mengendalikan baknya ny G juga mengatakan bahwa ia suka BAK di
sembarang tempat dan tidak membersihkan area kemaluan. Setelah dilakukan
pengkajian oleh perawat didapatkan data bahwa kondisi fungsi perkemihan
pasien dalam keadaan normal. Hal ini menandakan bahwa nyonya g mengalami
gangguan pada bagian persepsi BAK. Oleh karena itu perawat melakukan
intervensi kepada klien berupa melatih toileting dan menganjurkan klien untuk
memakai Pampers juga mengajarkan klien untuk membersihkan area kemaluan
dengan air bersih setelah BAK. Perawat juga menganjurkan klien untuk
mengganti pampersnya jika terasa penuh..
5. RPK
Nyonya z usia 48 tahun dirawat di RSJ mantappu jiwa sudah 6 hari. Nyonya z
selalu bersemangat dan mempunyai aktivitas yang tinggi. Ia senang dirinya
menjadi fokus utama. Perawat mengajak nyonya Z untuk berbincang-bincang
dengannya, awalnya pembicaraan tersebut berjalan dengan lancar namun tiba-tiba
klien berespon agresif. Iya marah-marah membentak membanting barang dan
tidak lagi mendengarkan arahan dari perawat. Oleh karena itu perawat dan dan
rekan perawat lainnya memberikan obat penenang pada klien.

D. Beneficence (Berbuat Baik)


Beneficence berarti "berbuat baik", dimana perawat wajib menerapkan tindakan yang
menguntungkan klien dan menghindari tindakan yang merugikan klien. Kesepakatan
mengenai prinsip beneficence adalah bahwa kepentingan terbaik pasien tetap lebih
penting daripada kepentingan diri sendiri (Potter, Perry, Stockert, & Hall, 2013).
Salah satu perbuatan beneficence yang kurang disarankan adalah sikap paternalistik,
dimana seseorang memperlakukan orang dewasa yang kompeten seolah-olah mereka
adalah anak-anak yang membutuhkan perlindungan. Contohnya adalah ketika seorang
perawat memutuskan apa yang terbaik untuk klien dan memaksa atau mendorong
klien untuk memilih tindakan tersebut (Berman, Synder, & Frandsen, 2016). Meski
begitu, terkadang sikap paternalistik disarankan untuk dilakukan. Misalnya, ketika
kemampuan seorang klien untuk memilih tindakan dibatasi oleh ketidakmampuan
klien tersebut, paternalisme dapat dibenarkan (DeLaune & Ladner, 2011).
Contoh Kasus :
1. DPD
Klien dengan gangguan DPD sejak Oktober 2019. Pada hari ini akan memilih
sendiri tindakan perawatan untuk dirinya karena klien menganggap jika
dipilihkan oleh perawat, klien tidak nyaman dan klien menganggap itu
merupakan hak nya untuk memilih tindakan perawatan sesuai yang klien
inginkan.
Beneficence : perawat memperbolehkan klien memilih tindakan perawatan sesuai
yang klien inginkan asalkan klien tetap harus melakukan perawatan untuk
dirinya.
2. Isolasi sosial
Klien dengan gangguan isolasi sosial sejak September 2018. Pada gari ini klien
sedang berusaha untuk melakukan interaksi dengan teman sekamarnya terlebih
dahulu karena klien masih terlalu malu untuk berinteraksi dengan teman beda
kamarnya.
Beneficence : perawat memperbolehkan nya sembari perawat memberi dukungan
agar klien berusaha untuk berinteraksi dengan teman beda kamarnya.
3. HDRK
Klien dengan gangguan HDRK melakukan tindakan perawatan sesuai yang klien
dan disepakati oleh perawat yaitu bersih-bersih tetapi klien tidak mau
menggunakan alat-alat kebersihan yang ada dan harus alat kebersihan yang baru
karena menurut klien dengan alat yang baru maka kebersihan nya terjamin.
Beneficence : perawat menyediakan alat kebersihan yang ada tetapi dari beda
ruangan karena tidak mungkin untuk memberi alat kebersihan yang baru.
4. Halusinasi
Klien dengan gangguan halusinasi melakukan latihan cara menghardik halusinasi
nya pada waktu siang dan sore hari karena klien menganggap jika halusinasi nya
muncul pada siang dan sore hari.
Beneficence : perawat tetap membantu klien untuk latihan sesuai jadwal yang
klien inginkan.
5. RPK
Klien dengan gangguan RPK sejak November 2019 hanya ingin melakukan
latihan mengendalikan amarahnya dengan perawat saja karena klien menganggap
jika latihan dilakukan bukan dengan perawat akan membuat dirinya takut dan
tidak melakukan latihannya.
Beneficence : perawat tetap membantu klien untuk latihan sesuai jadwal yang
klien inginkan.

E. Confidentiality (Kerahasiaan)
Aturan dalam prinsip kerahasiaan adalah informasi tentang klien harus dijaga privasi
klien. Segala sesuatu yang terdapat dalam dokumen catatan kesehatan klien hanya
boleh dibaca dalam rangka pengobatan klien. Tidak ada seorangpun dapat
memperoleh informasi tersebut kecuali jika diijinkan oleh klien diluar area pelayanan,
menyampaikan pada teman atau keluarga tentang klien dengan tenaga kesehatan lain
harus dihindari.
Contoh kasus :
1. HDRK
Nn. A usia 20th dirawat di RS Jiwa Dharma Graha sejak 2 pekan lalu karena
mengunci diri dalam kamar, tidak mau bersosialisasi, dan tidak mau makan.
Pasien mengatakan dirinya tidak berguna dan tidak memiliki kemampuan apapun
sehingga merasa tidak dapat diandalkan. Pasien merasa bersalah dan malu karena
tidak lulus dalam ujian nasional, sehingga pasien mengurung diri sendirian.
Pasien mengatakan jangan beritahu pada siapapun mengenai dirinya yang tidak
lulus ujian karena akan membuatnya merasa semakin bersalah dan tidak berguna.
Confidentiality: Perawat mengatakan kepada klien bahwa dia dan perawat lainnya
tidak akan memberitahu bahwa pasien pernah tidak lulus dalam ujian, sehingga
pasien tidak perlu khawatir dan kerahasiananya akan aman.
2. Isolasi Sosial
Nn. B usia 25th dirawat di RS Jiwa Ismail Marzuki Mahdi Bogor sejak 3 pekan
lalu karena tidak pernah keluar kamar sejak 2 pekan sebelum masuk RS dan
ketakutan saat bertemu orang lain. Pasien mengatakan dirinya hanya ingin sendiri
dan merasa tidak aman saat ada orang lain di dekatnya. Pasien menarik diri
karena ia sering di bully oleh rekan kerjanya saat di kantor, sehingga ia takut di
bully ketika bertemu dengan orang. Pasien mengatakan jangan sampai ada yang
tahu kalau ia sering di bully, itu akan membuatnya semakin takut jika bertemu
dengan orang lain.
Confidentiality: Perawat mengatakan kepada klien bahwa dia dan perawat lainnya
tidak akan memberitahu kalau pasien sering di bully, sehingga pasien tidak perlu
khawatir dan kerahasiananya akan aman.
3. DPD
Nn. C usia 20th dirawat di RS Jiwa Grogol sejak 4 pekan lalu karena sering
berperilaku tidak sesuai dan menggunakan pakaian yang tidak pantas, selain itu
pasien juga tidak pernah mandi sejak 1 pekan sebelum masuk RS. Pasien
mengatakan tidak nyaman dan gatal-gatal pada seluruh tubuhnya, perawat
melakukan intervensi perawatan diri pada pasien lalu ditemukan scabies pada
seluruh tubuhnya. Pasien mengatakan jangan beritahu siapapun kalau tubuhnya
penuh scabies akibat ia jarang mandi.
Confidentiality: Perawat mengatakan bahwa dia tidak akan memberitahu pada
siapapun mengenai kondisi tubuh pasien, sehingga pasien tidak perlu khawatir
dan rahasianya akan aman.
4. Halusinasi
Nn. D usia 25th dirawat di RS Jiwa Dharma Graha sejak 2 pekan lalu karena
sering bicara sendiri dan tiba-tiba menangis histeris. Setelah dikaji pasien
mengatakan selalu mendengar suara bisikan seperti menyuruhnya untuk bunuh
diri atau melakukan kekerasan pada orang disekelilingnya. Pasien mengatakan
jangan beritahu pada siapapun tentang kondisinya.
Confidentiality: Perawat mengatakan bahwa dia tidak akan memberitahu kondisi
pasien pada siapapun dan pasien tidak perlu khawatir.
5. Rencana Perilaku Kekerasan
Tn. E usia 40th dirawat di RS Jiwa Ismail Marzuki Mahdi Bogor sejak 3 pekan
lalu karena sering mengamuk tiba-tiba dan memukul orang yang ada didekatnya.
Pasien mengatakan tidak mampu mengontrol emosinya sehingga ia selalu ingin
memukul orang, ia merasa apa yang diinginkannya harus terpenuhi jika tidak ia
marah dan memukul orang lain. Pasien juga mengatakan saat kecil ia sering
dipukuli ketika meminta sesuatu sehingga ia mengikuti perilaku tersebut. Pasien
mengatakan jangan beritahu pada siapapun kalau sejak kecil ia sering dipukuli
oleh orang tuanya.
Confidentiality: Perawat mengatakan bahwa dia tidak akan memberitahu kepada
siapapun kalau pasien saat masa kecilnya sering dipukuli oleh orang tuanya,
sehingga pasien tidak perlu khawatir dan rahasianya akan aman.

F. Veracity
Veracity mempunyai pengertian agar perawat menjelaskan dengan lengkap dan akurat
agar pasien memperoleh suatu pemahaman terhadap masalah yang dideritanya yang
terkait dengan asuhan keperawatan. Walau dipahami oleh perawat tentang konsep
veracity, akan tetapi bila keluarga tidak menginginkan pasien mengetahuinya dan atau
karena pasien tidak siap menerima informasi maka perlu dipertimbangkan untuk tidak
dijelaskan. Tindakan tidak menjelaskan ini merupakan salah satu pertimbangan
terhadap budaya yang dianut dimana keluarga mempunyai hak atas pasien. Hak
keluarga atas pasien ini disebut heteronomy.
Nilai ini bukan cuman dimiliki oleh perawat namun harus dimiliki oleh seluruh
pemberi layanan kesehatan untuk menyampaikan kebenaran pada setiap klien yang
akan diberikan asuhan keperawatan untuk meyakinkan agar klien mengerti. Informasi
yang diberikan harus akurat, komprehensif, dan objektif. Kebenaran merupakan dasar
membina hubungan saling percaya. Klien memiliki otonomi sehingga mereka berhak
mendapatkan informasi yang ia ingin tahu.
Contoh Kasus :
1. HDRK:
Nn X adalah pasien Rs Marzoeki Mahdi sejak satu hari lalu. Pasien belum pernah
dirawat sebelumnya. Keluarga mengeluhkan bahwa anaknya sering mengurung
diri dikamar, berjalan menunduk, sering melamun dan tidak pernah mau berbicara
dengan siapapun. Keluarga klien sangat bingung dan tidak tahun apa yang terjadi
pada anaknya sehingga keluarga membawanya ke Rumah Sakit. Saat dilakukan
pengkajian oleh perawat, didapatkan pasien menyendiri dikamar, tampak
melamun. Klien mengatakan malu kepada teman-temannya karena ia tidak lulus
pada Ujian Nasional di sekolahnya. Klien juga mengatakan bahwa dirinya
merasa tidak berguna karena telah menyusahkan orang tuanya. hal ini telah
dirasakan selama 1 tahun terakhir. Klien mengatakan bahwa tidak tahu apa yang
telah dialami oleh dirinya.
Veracity: Perawat Anisa menjelaskan kepada klien dan keluarganya bahwa klien
mengalami Harga Diri Rendah Kronis dengan tanda-tanda dirinya merasa dirinya
tidak berguna, meras malu, merasa tidak memiliki kelebihan, perilakunya senang
menyendiri, sering melamun, dan sering berjalan menunduk karena malu.
Sehingga perawat Anisa menyampaikan bahwa Nn.X harus dirawat beberapa
lama di Rumah Sakit untuk pemulihan.
2. Isolasi Sosial:
Nn D dan keluarganya datag ke RS Dharga Graha. Pasien belum pernah dirawat
sebelumnya. Keluarga mengeluhkan bahwa anaknya sering mengurung diri
dikamar dan tidak pernah mau berbicara dengan siapapun. Keluarga klien sangat
bingung dan tidak tahun apa yang terjadi pada anaknya sehingga keluarga
membawanya ke Rumah Sakit. Saat dilakukan pengkajian oleh perawat,
didapatkan pasien menyendiri dikamar, tampak sedih, dan tampak lesu. Klien
mengatakan malu kepada teman-temannya karena ia tidak lulus pada Ujian
Nasional di sekolahnya. Klien juga mengatakan bahwa dirinya tidak mau diajak
keluar ruangan karena diluar ramai, klien juga mengatakan bahwa ia ingin
sendirian, klien mengatakan bahwa ia tidak mempunyai teman karena teman-
temannya memusuhinya. Klien pernah dilempari batu oleh teman-temannya
karena klien dari keluarga yang miskin sehingga klien menolak untuk berteman
dengan alasan takut membuat teman-temannya tidak nyaman berteman dengan
dirinya. Hal ini telah dirasakan selama 1 tahun terakhir.
Veracity: Perawat Anisa menjelaskan kepada klien dan keluarganya bahwa klien
mengalami Isolasi Sosial dengan tanda-tanda dirinya tidak mau berbincang denga
siapapun, merasa tidak suka ditempat ramai, riwayat ditolak oleh teman-
temannya, terlihat menarik diri dari lingkungan, terlihat lesu dan tampak sedih.
Sehingga perawat Anisa menyampaikan bahwa Nn.X harus dirawat beberapa
lama di Rumah Sakit untuk pemulihan.
3. Halusinasi:
Tn X datang ke RS Grogol tadi pagi. Pasien belum pernah dirawat sebelumnya.
Istri mengeluhkan bahwa suaminya sering mendengar suara-suara aneh, sering
berteriak-teriak histeris hingga menangis. Istri klien sangat bingung dan tidak
tahu apa yang terjadi pada suaminya sehingga keluarga membawanya ke Rumah
Sakit. Saat dilakukan pengkajian oleh perawat, didapatkan pasien tampak
waspada, matanya sering melihat ke sekeliling atas. Klien mengatakan bahwa ia
mendengar ada suara-suara yang memanggil dirinya. hal ini telah dirasakan
selama 1 bulan terakhir. Klien mengatakan bahwa tidak tahu apa yang telah
dialami oleh dirinya.
Veracity: Perawat Anisa menjelaskan kepada klien dan keluarganya bahwa klien
mengalami Halusinasi pendengaran dengan tanda-tanda dirinya merasa dirinya
merasa mendengar suara-suara aneh yang tidak terdengar oleh orang lain, klien
tampak waspada. Sehingga perawat Anisa menyampaikan bahwa Tn. X harus
dirawat beberapa lama di Rumah Sakit untuk pemulihan.
4. Defisit Perawatan Diri:
Nn X dan keluarga datang ke Rs Marzoei Mahdi. Pasien belum pernah dirawat
sebelumnya. Keluarga mengeluhkan bahwa anaknya sering mengurung diri
dikamar dan tidak mau keluar kamar. Klien tidak mau mandi dan makan.
Keluarga klien sangat bingung dan tidak tahu apa yang terjadi pada anaknya
sehingga keluarga membawanya ke Rumah Sakit. Saat dilakukan pengkajian oleh
perawat, didapatkan pasien menyendiri dikamar, tampak melamun,
penampilannya berantakan, rambut tidak terurus, baju tidak terkancing rapi. Klien
mengatakan celananya basah, klien menolak untuk dimandikan.
Veracity: Perawat Anisa menjelaskan kepada klien dan keluarganya bahwa klien
mengalami Defisit Perawatan Diri dengan tanda-tanda dirinya menolak untuk
mandi dan membersihkan diri, klien berpenamplan tidak rapi, rambut
berantakan, dan tdak mampu melakukan aktivitas makan dengan benar. Sehingga
perawat Anisa menyampaikan bahwa Nn.X harus dirawat beberapa lama di
Rumah Sakit untuk pemulihan.
5. Resiko Perilaku Kekerasan:
Tn X datang ke RS Grogol tadi pagi. Pasien belum pernah dirawat sebelumnya.
Istri mengeluhkan bahwa suaminya sering berteriak-teriak histeris hingga
menangis, terkadang suka memukul-mukul tembok dan membanting perabotan.
Istri klien sangat bingung dan tidak tahu apa yang terjadi pada suaminya sehingga
keluarga membawanya ke Rumah Sakit. Saat dilakukan pengkajian oleh perawat,
didapatkan pasien tampak berdia, diri di kamar , matanya focus pada satu titi dan
terlihat marah. Klien mengatakan bahwa ia merasa bersalah dan marah pada
dirinya karena telah lalai menjaga anaknya sehingga anaknya meninggal. Klien
mengatakan bahwa tidak tahu apa yang telah dialami oleh dirinya.
Veracity: Perawat Anisa menjelaskan kepada klien dan keluarganya bahwa klien
mengalami resiko perilaku kekerasan dengan tanda-tanda klien tampak marah,
suka membanting barang, dan mencelakai drinya sendiri. Sehingga perawat Anisa
menyampaikan bahwa Tn. X harus dirawat beberapa lama di Rumah Sakit untuk
pemulihan.
DAFTAR PUSTAKA

1. Potter, P. A., Perry, A. G., Stockert, P. A., & Hall, A. M. (2013). Fundamentals of


Nursing (8th ed.). Missouri: Elsevier.
2. Muhith A, dan Siyoto S. 2016. Pendidikan Keperawatan Gerontik. Yogyakarta : Andi
3. Berman, Synder, & Frandsen. (2016). Kozier & Erb's Fundamentals of Nursing:
Concepts, Practice, and Process. New Jersey: Pearson Education.
4. DeLaune, S. C., & Ladner, P. K. (2011). Fundamentals of Nursing: Standards & Practice
(4th ed.). New York: Cencage Learning.

Anda mungkin juga menyukai