Kelas A kecil
Kelompok 2
Abstrak
Infark miokard masih merupakan penyebab utama gagal jantung kongestif dan kematian (5,1%).
Penyakit tersebut mengakibatkan kerusakan miokard yang progresif dan irreversible, sehingga
pengobatan konvensional seperti terapi reperfusi tidak dapat mengatasi secara sempurna. Oleh
karena itu, diperlukan terapi yang dapat meregenerasi jaringan yang dapat dicapai melalui aplikasi
stem cell secara klinis. Stem cell memiliki kemampuan meregenerasi sel lain melalui dua mekanisme
yaitu, diferensiasi sel dan sekresi sitokin serta faktor pertumbuhan. Stem cell yang paling banyak
digunakan pada terapi infark miokard adalah derivat sumsum tulang. Sel tersebut memiliki tingkat
aplikabilitas yang tinggi, tidak membutuhkan ekspansi secara in vitro, dan yang terpenting mampu
berdiferensiasi menjadi berbagai jenis sel. Metode aplikasi yang paling sesuai ialah melalui
pendekatan transvaskuler sesuai hasil studi yang telah dilakukan berupa perbaikan anatomis serta
peningkatan fungsi jantung jauh di atas terapi konvensional. Meskipun demikian, masih perlu
dilakukan studi yang mendalam terkait optimalisasi terapi stem cell di masa yang akan datang. Kata
kunci: infark miokard, terapi stem cell
Abstract
Myocardial infarction is still leading cause of congestive heart failure and death in many
countries. The percentage of death is 5,1%. This disease may cause progressive and irreversible
myocardial damage. Because of that, conventional therapy like reperfusion, won’t overcome it
completely. So, in this era, we need therapy that could regenerate them. This therapy could be
done by applying stem cell clinically, as an answer of the hope to regenerate irreversible cell
damage. Stem cell could regenerate other cells by cells differentiation and secretion cytokine
also other growth factors. Bone marrow derived stem cells remain the most commonly used cell
type for human studies. It has the feasibily of procuring, no requirement of in vitro expansion, and
above all the availability of mixed populations of cells with characteristic for differentiating into
various populations of cells. The most appropriate utilized method of stem cell delivery is the
transvascular approach. It is stated by many studies before, in which resulted improvement of
function and anatomical structure of cardiac, above beyond other conventional therapy. Thus,
another study still needed to be done, in order to optimalize stem cell therapy in the future.
Keywords: myocardial infarction, stem cell therapy
156
2
Vol. 1, No. 2, Agustus 2013 Terapi Stem cell
157
3
Hilman Zulkifli Amin eJKI
dalam dinding rahim. Dengan sifat yang pluripoten, dalam mengalami diferensiasi menjadi keganasan
sel dapat berkembang menjadi berbagai jenis sel bila dibandingkan dengan stem cell embrionik. Hal
dan jaringan, termasuk kardiomiosit.7 tersebut menjadi tantangan tersendiri dalam
Kardiomiosit yang terbentuk dari stem cell mengembangkan stem cell dengan gabungan
embrionik paling menyerupai kardiomiosit embrional kelebihan dari masing-masing karakteristik stem
dan mengekspresikan sepenuhnya kumpulan faktor cell embrionik dan dewasa.
transkripsi yang spesifik pada jantung seperti
GATA4, Nkx2.5, MEF2C, and Irx4.8 Hal tersebut Stem Cell Jantung
sejalan pada studi lain terhadap subjek Paradigma selama lebih dari 60 tahun terakhir
eksperimental hewan dengan infark miokard dan bahwa kardiomiosit pasca kelahiran telah mengalami
kardiomiopati non-iskemik, bahwa dengan kehilangan kemampuan replikasinya, namun studi
transplantasi stem cell embrionik, dapat terbaru menyatakan memiliki kemampuan untuk
menghasilkan perbaikan fungsi dan struktur jantung melakukan replikasi dan berdiferensiasi sepenuhnya
yang lebih baik, disertai fungsi elektromekanis menjadi kardiomiosit.12 Termasuk ke dalam populasi
kardiak yang terintegrasi.9 Meskipun demikian, sel tersebut ialah sel side population (SP) dengan
terkait dengan kemampuan proliferasi serta aktifitas pewarnaan hoechst 33342 dan rhodamine negatif,
enzim telomerase yang tinggi, perkembangan stem sel yang mengekspresikan faktor stem cell c-Kit
cell embrionik menjadi kardiomiosit, belum (CD117), antigen 1 stem cell (Sca-1+), dan protein-
sepenuhnya terkontrol. Masih terdapat kemungkinan islet 1 yang terdeteksi di jantung neonatus.13,14 Sel
stem cell berkembang menjadi sel selain tersebut berukuran 1/10 dari kardiomiosit dewasa.
kardiomiosit. Hal itu dapat mendukung pembentukan Bila pada sel itu dilakukan isolasi menggunakan
tumor, salah satu contohnya ialah teratoma.10 Selain fluorescence activated cell sorting (FACS), yaitu
itu, juga terdapat bukti bahwa stem cell embrionik berdasarkan prinsip keberadaan molekul protein
mengekspresikan human leukocyte antigen (HLA) permukaan stem cell, maka sel tersebut
yang spesifik pada tubuh manusia yang mengekspresikan 7-10% penanda spesifik awal
menimbulkan kekuatiran akan timbulnya reaksi mula jantung seperti GATA4, Nkx2.5, dan MEF2.
penolakan graft. Ekspresi penanda tersebut tidak berarti sepenuhnya
bahwa sel itu merupakan asal mula dari jantung,
Stem Cell Dewasa akan tetapi cukup mendukung fakta ini.10 Dengan
Stem cell dewasa merupakan sel yang belum demikian, diharapkan sel-sel tersebut dapat
berdiferensiasi dan kadang-kadang ditemukan kompatibel sebagai sel transplan dengan
dalam keadaan inaktif, di jaringan dengan fungsi kemampuan mekanik dan elektrofisiologik yang
spesifik dalam tubuh.2 Stem cell tersebut memiliki sesuai. Melalui studi terhadap hewan, ditemukan
kapasitas diferensiasi terbatas bila dibandingkan bahwa sel tersebut yang selanjutnya berkembang
dengan stem cell embrional. Sel tersebut hanya menjadi kardiomiosit dan dapat meningkatkan fungsi
dapat berdiferensiasi menjadi beberapa jenis sel ventrikel kiri jantung. Fungsi ventrikel kiri jantung
yang umumnya segolongan seperti stem cell juga mengalami peningkatan pada penggunaan sel
hematopoietik, jantung, jaringan saraf, mesenkimal SP, sel c-Kit. Sementara pada penggunaan sel Sca-
(osteosit, kondrosit, adiposit, dan berbagai jenis sel 1+ ditemukan bahwa peningkatan fungsi jantung
penyusun jaringan ikat), kulit, dan sebagainya. terkait pembentukan pembuluh darah baru.15
Walaupun demikian, pada beberapa golongan,
dapat terjadi transdiferensiasi, yaitu diferensiasi di
luar golongan tersebut.9 Sebagai contoh, sel dari Myoblast Skeletal
derivat jaringan adiposa dapat mengalami
Myoblast skeletal seringkali disebut sel satelit,
transdiferensiasi menjadi sel dengan karakteristik
yang dapat diisolasi dari biopsi otot rangka dan
menyerupai kardiomiosit.
dikembangkan secara in vitro. Sel itu terletak di
Teknik isolasi stem cell dewasa juga sulit karena
antara membran basal serat otot, yang mempunyai
konsentrasinya sangat rendah dibandingkan dengan
sifat dorman, hingga akhirnya distimulasi untuk
sel-sel di sekitarnya yang telah matur sehingga
berproliferasi karena kerusakan otot maupun
dapat menurunkan kemampuan multiplikasi stem penyakit.16 Sel itu diinjeksikan pertama kali ke dalam
cell.11 Meskipun demikian, stem cell jenis ini memiliki miokardium yang mengalami iskemia sebagai
risiko yang jauh lebih kecil bagian dari terapi berbasis sel.17 Dari beberapa
158
4
Vol. 1, No. 2, Agustus 2013 Terapi Stem cell
159
5
Hilman Zulkifli Amin eJKI
dengan plastisitas yang lebih besar dibandingkan banyak studi yang mempelajari aplikasi berbagai
sel dewasa, terkait asal mula terbentuknya, yaitu jenis stem cell seperti stem cell sumsum tulang,
saat prenatal. Sel itu mengandung stem cell mesenkimal, sel progenitor endothelial, dan sel
mesenkimal dan hematopoietik. Studi pada hewan adipose. Melalui studi tersebut diketahui metode
menunjukkan terapi dengan sel itu secara isolasi dan administrasi stem cell seperti melalui
signifikan mengurangi luas infark, meningkatkan intravena, epikardial, dan intramural disertai teknik
neovaskularisasi, serta fungsi jantung secara kateterisasi bila diperlukan.
global. Meskipun demikian, belum ada studi terkait Studi dengan populasi yang lebih besar
penggunaan terapi sel ini pada manusia.26 dilakukan oleh Strauer et al, TOPCARE-AMI,
BOOST, dan Fernandez-Aviles.29,30 Pada aplikasi
Stem Cell Hasil Induksi stem cell sumsum tulang mononuclear intrakoroner
Stem cell hasil induksi merupakan stem cell melalui infus, terdapat peningkatan fraksi ejeksi
yang dibuat dari derifat sel dewasa, untuk ventrikel kiri global sebesar 6-9%. Selain itu terjadi
mengekspresikan gen dengan profil karakteristik penurunan volume akhir sistolik ventrikel kiri setelah
stem cell embrional. Pendekatan klinis yang 6 bulan transplantasi sel. Sementara itu, pada studi
revolusioner tersebut, menjadi alternatif yang dilakukan Janssens et al,31 infus stem cell
pengembangan sel dengan potensi kardiogenik sumsum tulang mononuclear tidak meningkatkan
tanpa menggunakan embrio. Pengembangan fungsi jantung. Meskipun demikian, ditemukan
stem cell hasil induksi ini, mempunyai potensi penurunan yang signifikan di area infark. Populasi
terapeutik sebagaimana stem cell embrionik, studi ini, sedikit berbeda dengan studi sebelumnya.
dengan berbagai faktor yang telah menjadi bukti Pada studi ini, pasien telah dilakukan reperfusi yang
studi hingga sekarang seperti keberadaan lebih dini, sehingga pada terapi sel yang dilakukan
penanda spesifik embrionik (SSEA-1), protein, setelahnya hanya menghasilkan manfaat yang
bentuk metilasi kromatin, kemampuan multiplikasi sedikit. Dalam studi double-blind di pusat studi
serta diferensiasi.27 Selain itu, juga dapat dipelajari REPAIR-AMI,32 tidak hanya didapat peningkatan
mekanisme genetik suatu penyakit, aksi obat, dan fungsi ventrikel kiri, tetapi juga pengurangan jumlah
ilmu regeneratif. Studi lebih lanjut mengenai kematian dan kejadian miokard infak selanjutnya
kemungkinan potensi dan toksisitas stem cell ini pada kelompok pasien dengan terapi stem cell
masih terus ditelusuri. sumsum tulang melalui infus intrakoroner
dibandingkan kelompok placebo setelah 1 tahun
Studi Klinis pada Manusia follow-up.
Strategi tatalaksana modern bertujuan untuk Chen et al33 melakukan infus stem cell mesenkimal
mengatasi keadaan iskemia, namun belum intrakoroner dengan hasil berupa perbaikan fraksi
menangani area yang mengalami infark sehingga ejeksi dan penurunan volume diastolik akhir setelah 6
terjadi peningkatan risiko remodeling ventrikel dan bulan aplikasi dibandingkan kontrol yang menerima
gagal jantung terkait kerusakan kardiomiosit dan infus saline. Terapi dinilai aman karena tidak
vaskuler yang tidak ditangani.10 Berbagai jenis stem mempunyai efek samping yang berbahaya seperti
cell melalui metode implantasi sel seperti intravena, aritmia. Hare et al34 juga melaporkan bahwa aplikasi
intrakoroner, dan transmiokard telah menjadi stem cell mesenkimal allogenik intravena meningkatkan
harapan dalam dikembangkannya terapi moderen fraksi ejeksi ventrikel kiri dan perbaikan remodeling.
ini. Oleh karena itu, studi yang dilakukan oleh Orlic et Werner et al35 melaporkan peningkatan angka survival
al28 telah membuka cakrawala baru dalam pasien infark miokard setelah jumlah sel progenitor
penanganan infark miokard. Dilakukan injeksi stem endotel dalam tubuh ditingkatkan. Terdapat tren positif
cell hematopoietic di daerah infark sehingga terjadi berupa peningkatan fungsi ventrikel kiri pada kejadian
regenerasi miokard yang ekstensif. Hal itu memberi iskemia akut maupun kronis, tanpa efek samping.
kesempatan untuk dilakukannya studi pada manusia.
Studi selanjutnya dilakukan oleh Strauer et al29 pada Meta-analisis yang dilakukan Abdel-Latif et al36
tahun 2002 terhadap sejumlah kecil populasi pada 18 studi dengan populasi pasien mencapai 999
manusia. Hasilnya tidak hanya ditemukan orang, didapatkan bahwa aplikasi stem cell sumsum
peningkatan fungsi jantung melalui infus stem cell tulang dewasa yang di dalamnya termasuk sel
sumsum tulang mononuclear intrakoroner, tetapi sumsum tulang mononuclear, sel progenitor endotel,
juga disertai bukti tingkat keamanan dan efikasi yang dan stem cell mesenkimal, meningkatkan fraksi
tinggi. Sejak itu, ejeksi ventrikel kiri, pengurangan area infark dan
160
6
Vol. 1, No. 2, Agustus 2013 Terapi Stem cell
penurunan volume akhir sistolik ventrikel kiri. Bukti sebelumnya.41 Sitokin dan faktor pertumbuhan
ilmiah tersebut menunjukkan bahwa transplantasi tersebut seperti IL-3, IL-8, stem cell factor (SCF),
stem cell sumsum tulang dan derivatnya telah granulocyte-macrophage-colony stimulating factor
menghasilkan perbaikan anatomis jantung serta (GM-CSF), dan flt3 ligan (FL).42 Melalui kedua
meningkatkan fungsi jantung jauh di atas terapi mekanisme perbaikan jantung tersebut, stem cell
konvensional. Meskipun demikian, masih perlu terbukti berperan dalam meningkatkan serta
dilakukan studi yang lebih dalam terutama terkait memperbaiki fungsi jantung.
potensi stem cell yang seperti pedang bermata dua.
Dalam kaitannya dengan efek samping seperti Tantangan Dalam Aplikasi Stem Cell
gangguan elektrik kardiak, progresivitas Tujuan utama dalam aplikasi stem cell ialah
aterosklerotik, dan peningkatan risiko stenosis, perlu untuk regenerasi sel yang telah rusak; dalam hal
dilakukan kajian yang lebih mendalam lagi.37 Hal lain ini untuk menggantikan kardiomiosit. Untuk
yang perlu diperhatikan ialah berapa lama efek terapi mencapai hasil yang optimal, tentunya harus
dapat bertahan. Pada studi BOOST dilaporkan dapat menjawab pertanyaan mendasar seperti
bahwa peningkatan fraksi ejeksi bertahan 6-18 jenis stem cell, jumlah yang dipakai, metode
bulan,38 sedangkan pada studi TOPCARE-AMI dapat isolasi dan penyimpanan sel yang tepat, rute
bertahan hingga 5 tahun.39 Secara umum, terapi administrasi, serta waktu yang tepat.
dengan derivat sel sumsum tulang aman dan dapat
diaplikasikan hingga 5 tahun. Jenis Stem Cell
Stem cell derivat sumsum tulang yang
Mekanisme Perbaikan Miokard diisolasi dari aspirat sumsum tulang paling banyak
Mekanisme perbaikan jaringan rusak melalui digunakan karena tingkat aplikabilitasnya yang
aplikasi stem cell terdiri atas dua jenis, yaitu tinggi, tidak membutuhkan ekspansi secara in
diferensiasi stem cell dan produksi faktor vitro, dan yang paling penting yaitu mampu
pertumbuhan stem cell.2 Telah banyak studi yang berdiferensiasi menjadi berbagai jenis sel.10 Stem
membuktikan bahwa transplantasi stem cell seperti cell mesenkimal juga cukup menjanjikan karena
stem cell sumsum tulang dalam penanganan infark berpotensi mengalami transdiferensiasi menjadi
miokard mampu meningkatkan fungsi ventrikel dan kardiomiosit serta lebih ditoleransi oleh sistem
mengurangi area infark sehingga dapat imun sehingga risiko penolakan transplantasi
menghambat remodeling. Meskipun demikian, masih sangat rendah.
menjadi kontroversi apakah hal itu terjadi sebagai
efek langsung dari diferensiasi atau karena Jumlah Stem Cell
penggabungan sel dengan kardiomiosit. Hal tersebut Miokard terdiri atas sekitar 20 juta kardiomiosit
karena diperlukan sekitar 1 milyar kardiomiosit per gram per jaringan.43 Rerata ventrikel kiri
dalam mengatasi defisit miosit akibat infark yang mempunyai berat kurang lebih 200 gram, sehingga
dapat menginduksi gagal jantung. Di sisi lainnya, jumlah kardiomiositnya mencapai kira-kira 4 milyar.
peningkatan fungsi ventrikel terjadi hanya dalam Agar infark dapat mengakibatkan gagal jantung,
waktu 72 jam setelah transplantasi, terjadi sangat diperlukan kematian sekitar 25% dari ventrikel,44
dini dalam proses regenerasi.40 Oleh karena itu, sehingga defisit miosit oleh infark yang dapat
masih perlu pengkajian lebih dalam mengenai hal mengakibatkan gagal jantung berjumlah sekitar 1
ini.
milyar kardiomiosit. Oleh karena itu diperlukan
Mekanisme perbaikan jaringan yang kedua yaitu jumlah sel yang sama disertai sinkronisasi
melalui produksi faktor pertumbuhan sel terkait elektromekanik dari jantung inang.
dengan masih adanya stem cell yang berada di
jantung setelah 2 minggu implantasi. Hal itu Waktu Aplikasi Stem Cell
mengarahkan pada hipotesis adanya peran sekresi Pada 48 jam pertama pasca-infark miokard,
sitokin dan faktor pertumbuhan dari stem cell dalam
akan terjadi debridemen dan pembentukan
proses regenerasi jaringan. Melalui komunikasi sel
matriks fibrin sebelum fase penyembuhan
parakrin, sitokin, dan faktor pertumbuhan yang telah
dimulai.45 Setelah 3-4 hari pertama sel infark
disekresikan stem cell, berperan dalam melindungi
mengalami adhesi, molekul konsentrasi akan lebih
kardiomiosit dari apoptosis sel, menginduksi
menstimulasi stem cell yang ditransplan, ke dalam
proliferasi kardiomiosit, dan merekrut stem cell
proses inflamasi dibandingkan pembentukan
kardiak yang telah ada
161
7
Hilman Zulkifli Amin eJKI
Metode aplikasi intravena lebih efektif karena 8. Parmacek MS. Cardiac stem cells and progenitors:
dapat mencapai jaringan dan pembuluh di sekitar developmental biology and therapeutic challenges.
area infark. Sel tidak hanya mencapai area infark Transactions of The American Clinical and
saja, namun menjangkau area yang mengalami Climatological Association. 2006;117:239-40.
jejas sebelumnya dan tidak terdeteksi radiografi, 9. Gersh BJ, Simari RD, Behfar A, Terzic CM, Terzic A.
sehingga dapat mencegah masalah yang mungkin Cardiac cell repair therapy: a clinical perspective.
timbul di masa depan di area tersebut. Mayo Clin Proc. 2009;84(10):876-92.
162
8
Vol. 1, No. 2, Agustus 2013 Terapi Stem cell
10. Shah VK, Shalia KK. Stem cell therapy in acute cells identifies a population of functional endothelial
myocardial infarction: a pot of gold or pandora’s box. precursors. Blood 2000;95(3):952-8.
Stem Cells International. 2011:1-20. 24. Young PP, Vaughan DE, Hatzopoulos K. Biologic
11. Kim YJ. Culture of umbilical cord and cord blood properties of endothelial progenitor cells and their
derived stem cells. Dalam Freshney RI, Stacey GN, potential for cell therapy. Progress in Cardiovascular
Auerbach JM (editor). Culture of Human Stem Cells. Diseases. 2007;49(6):421-49.
Wiley Interscience; 2007. 25. Jujo K, Ii M, Losordo DW. Endothelial progenitor cells
12. Oh H, Bradfute SB, Gallardo TD, Nakamura T, Gaussin in neovascularization of infarcted myocardium.
V, Mishina Y. Cardiac progenitor cells from adult Journal of Molecular and Cellular Cardiology
myocardium: homing, differentiation, and fusion after 2008;45(4):530-44.
infarction. Proc Natl Acad Sci USA. 2003;100:12313-8. 26. Kim BO, Tian H, Prasongsukarn K. Cell
13. Beltrami AP, Barluchi L, Torella D. Adult cardiac stem transplantation improves ventricular function after a
cells are multipotent and support myocardial myocardial infarction: a preclinical study of human
regeneration. Cell 2003;114(6):763-76. unrestricted somatic stem cells in a porcine model.
14. Messina E, De Angelis L, Frati G. Isolation and Circulation. 2005;112(9) (suppl):I96-I104.
expansion of adult cardiac stem cells from human and 27. Wernig M, Meissner A, Foreman A. In vitro
murine heart.Circulation Research. 2004;95(9):911-21. reprogramming of fibroblasts into a pluripotent ES-
15. Wang X, Hu Q, Nakamura Y. The role of the Sca- cell-like state. Nature. 2007;448(7151):318-24.
1/CD31 cardiac progenitor cell population in 28. Orlic D, Kajstura J, Chimenti S. Bone marrow cells
postinfarction left ventricular remodeling. Stem Cells. regenerate infarcted myocardium. Nature.
2006;24(7):1779-88. 2001;410(6829):701-5.
16. Buckingham M, Montarras D. Skeletal muscle 29. Strauer BE, Brehm M, Zeus T. Repair of infarcted
stem cells. Current opinion in genetics and myocardium by autologous intracoronary
development. 2008;18(4):330-6. mononuclear bone marrow cell transplantation in
17. Menasché P, Hagège AA, Vilquin JT. Autologous humans. Circulation. 2002;106(15):1913-8.
skeletal myo- blast transplantation for severe 30. Scha chinger V, Assmus B, Britten MB, Transplantation
postinfarction left ventricular dysfunction. J Am of progenitor cells and regeneration enhancement in
Coll Cardiol. 2003;41(7):1078-83. acute myocardial infarction: final one-year results of the
18. Dib N, Dinsmore J, Lababidi Z, et al. One-year follow- TOPCARE-AMI trial. Journal of the American College of
up of feasibility and safety of the first US, Cardiology. 2004;44(8):1690-9.
randomized, controlled study using 3-dimensional 31. Janssens S, Dubois C, Bogaert J. Autologous bone
guided catheter-based delivery of autologous skeletal marrow-derived stem-cell transfer in patients with ST
myoblasts for ischemic cardiomyopathy (CAuSMIC segment elevation myocardial infarction. The Lancet.
study). JACC Cardiovasc Interv. 2009;2(1):9-16. 2006;367:113-21.
19. Menasche P. Skeletal myoblasts and cardiac 32. Scha chinger, Erbs S, Elsa sseretal A. Improved
repair. Journal of Molecular and Cellular clinical outcome after intracoronary administration of
Cardiology. 2008;45(4):545-53. bone-marrow-derived progenitor cells in AMI: final
20. Kern S, Eichler H, Stoeve J, Kluter H, Bieback K. 1-year results of the REPAIR-AMI trial. European
Comparative analysis of mesenchymal stem cells Heart Journal. 2006;27(23):2775-83.
from bone marrow, umbilical cord blood, or adipose 33. Chen SL, Fang WU. Ye F. Effect on left ventricular
tissue. Stem Cells. 2006;24:1294-301. function of intracoronary transplantation of autologous
21. Schuleri KH, Amado LC, Boyle AJ. Early bone marrow mesenchymal Stem cell in patients with
improvement in cardiac tissue perfusion due to acute myocardial infarction. American Journal of
mesenchymal stem cells. Am J Physiol Heart Circ Cardiology. 2004;94:92-5.
Physiol. 2008;294(5):2002-11. 34. Hare JM, Traverse JH, Henry TD. A Randomized,
22. Sardjono CT, Frisca, Prawiro W, Setiawan B, Sandra double-Blind, placebo-controlled, dose escalation
F. The secrets of Stem cell therapy for myocardial study of intravenous adult human mesenchymal stem
infarction. CDK 2009;36:177-9. cells (prochymal) after acute myocardial infarction.
Journal of the American College of Cardiology.
23. Peichev M, Naiyer AJ, Pereira D. Expression of
2009;54(24):2277-86.
VEGFR-2 and AC133 by circulating human CD34 (+)
163
9
Hilman Zulkifli Amin eJKI
35. Werner N, Kosiol S, Schiegl T. Circulating endothelial 42. Ponting I, Zhao Y, Anderson WF. Hematopoietic stem
progenitor cells and cardiovascular outcomes. New cells. Dalam: Stewel S. (editor). Stem cells handbook.
England Journal of Medicine. 2005;353(10):999-1007. 2003:155-61.
36. Abdel-Latif A, Bolli R, Tleyjeh IM. Adult bone marrow- 43. Olivetti G, Capasso JM, Sonnenblick EH, Anversa P.
derived cells for cardiac repair: a systematic review & Side-to-side slippage of myocytes participates in
meta-analysis. Archives of Internal Medicine ventricular wall remodeling acutely after myocardial
2007;167(10):989-97. infarction in rats. Circulation Research. 1990;67(1):23-4.
37. Silvestre S, Gojova A, Brun V. Transplantation of 44. Caulfield JB, Leinbach R, Gold H. The relationship of
bone marrow-derived mononuclear cells in ischemic myocardial infarct size and prognosis. Circulation.
apolipoprotein E-knockout mice accelerates 1976;53(3):1141-4.
atherosclerosis without altering plaque composition. 45. Frangogiannis NG, Smith CW, Entman ML. The
Circulation. 2003;108(23):2839-42. inflammatory response in myocardial infarction.
38. Meyer GP, Wollert KC, Lotz J. Intracoronary bone Cardiovascular Research. 2002;53(1):31–47.
marrow cell transfer after myocardial infarction: eighteen 46. Xie Y, Zhou T, Shen W, Lu G, Yin T, Gong L. Soluble
months’ follow-up data from the randomized, controlled cell adhesion molecules in patients with acute coronary
BOOST trial. Circulation. 2006;113(10):1287-94. syndrome. Chinese Medical Journal. 2000;113(3): 286-8.
39. Assmus B, Scha chinger, Teupe C. Transplantation of 47. Schuster MD, Kocher AA, Seki T. Myocardial
progenitor cells and regeneration enhancement in neovascularization by bone marrow angioblasts
acute myocardial infarction (TOPCARE-AMI). results in cardiomyocyte regeneration. American
Circulation. 2002;106(24):3009-17. Journal of Physiology. 2004;287(2):525-32.
40. Murry CE, Reinecke H, Pabon LM. Regeneration gap: 48. Lunde K, Solheim,S, Aakhus S. Intracoronary
observation on stem cell and cardiac repair. Journal of injection of mononuclear bone marrow cells in acute
the American College of Cardiology. 2006;47(9):1777-85. myocardial infarction.New England Journal of
41. Murry CE, Field LJ, Menasche P. Cell-based cardiac Medicine. 2006;355(12):1199-209.
repair reflections at the 10-year point. Circulation. 49. Wollert KC, Drexler H. Clinical applications of stem cells
2005;112(20):3174-83. for the heart. Circulation Research. 2005;96(2):151-63.
10
164
11
Hasil Analisa Jurnal
b. Kekurangan :
Terdapat waktu pengaplikasi-an Stem Cell, namun tidak dijelaskan bagaimana
dan kapan dilakukannya penelitian tersebut.
Masih membutuhkan penelitian lanjutan terhadap jurnal ini ditandai dengan kata
“masih diperlukan studi yang lebih lanjut terkait hal ini” di beberapa akhir
paragraph.
3. Analisa PICOT
P (Population): Pasien Infark Miokard Akut
I (Intervention): Stem Cell dengan Derivat sumsum tulang belakang
C (Comparisson): Dalam jurnal “Terapi Stem Cell untuk Infark Miokard
Akut” pembanding intintervensi ini adalah dengan Teraphy Konvensioanal
(Teraphy Perfusi).
O (Outcome): Perbaikan Anatomis, Serta Peningkatan Fungsi Jantung Jauh Di
Atas Terapi Konvensional.
T (Time): Dalam jurnal ini tidak ditunjukkan kapan penelitian dilakukan.
Artikel Penelitian
Abstrak
Kadar troponin T memberikan informasi penting dalam estimasi luas infark. Pada IMA, luas infark berhubungan
erat dengan nilai prognosis. Luas infark yang melebihi 40% miokardium juga berkaitan dengan tingginya insiden syok
kardiogenik. Keadaan ini yang diduga mendasari perburukan klinis pasien IMA sehingga dapat mempengaruhi lama
perawatan. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis hubungan kadar troponin T deng n lama perawatan pasien
Infark Miokard Akut (IMA) di RSUP Dr. M. Djamil Padang dengan menggunakan desain penelitian Cross Sectional
Study. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diambil di Instalasi Rekam Medik (Medical Record), yaitu data
rekam medik pasien yang didiagnosis sebagai IMA yang dirawat inap di RSUP Dr. M. Djamil Padang periode 01
Januari – 31 Desember 2013. Data dianalisis dengan uji korelasi Spearman. Hasil penelitian ini menemukan sebagian
besar pasien IMA masuk rumah sakit dengan kadar kadar Troponin T sebesar 0,1-2 ng/ml (68,0%) dan lama hari
rawat sebesar ≥ 5 hari (74,0%). Berdasarkan hasil analisis bivariat yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa
tidak terdapat hubungan signifikan antara kadar troponin T dengan lama perawatan pasien IMA dengan nilai p>0,05
dan nilai koefisien korelasi Spearman (r)=0,160 yang menunjukkan korelasi positif dengan derajat hubungan yang
lemah/tidak ada hubungan.
Kata kunci: infark miokard akut, troponin T, lama perawatan
Abstract
Troponin T level gives an important information in estimating infarct size. On Acute Myocardial Infarction (AMI), infarct
size was closely related to prognosis assessment. Infark size which extends more than 40% of myocardials are also related to the
high incidence of cardiogenic shock. These condition are presumed to be responsible to the clinical worsening of AMI patient and
affect the duration of hospitalization. The objective of this study was to analyze the relation between troponin T with duration of
hospitalization of AMI patients at Dr. M. Djamil Padang Hospital which using cross sectional study design. This study used
secondary data which was taken in Medical Record Installation. Those data consist of AMI patients medical record who were
hospitalized in Dr. M. Djamil Padang Hospital on January 1 st – December 31st 2013. Data were analized by using Spearman's
correlation. This study showing that most of AMI patients were admitted to Hospital with troponin T level 0,1-0,2 ng/ml (68%)
and the duration of hospitalization was ≥ 5 days (74%). Result of bivariate analysis using Spearman’s correlation was not having
significant relation between troponin T with duration of hospitalization of AMI patients p>0,05 and Spearman's correlation (r)=
0.160 which showing positive correlation with low correlation degree or no correlation.
Keywords: acute myocardial infarction, troponin T, duration of hospitalization
Affiliasi penulis: 1. Prodi Profesi Dokter 2011 FK Unand (Fakultas Kedokteran Korespondensi: Yulia Eka Hastuti, Email: yulia.eh15@gmail.com Telp/Hp:
Universitas Andalas Padang), 2. Bagian Kardiologi dan Kedokteran Vaskuler FK 081278891734.
Unand, 3. Bagian Patologi Klinik FK Unand.
PENDAHULUAN dilakukan. Data penelitian menunjukkan bahwa
Infark Miokard Akut (IMA) adalah kerusakan troponin I memiliki sensitifitas dan spesifisitas sedikit
jaringan miokard akibat iskemia hebat yang terjadi lebih tinggi dibandingkan dengan troponin T. Meskipun
1 demikian, troponin T dianggap lebih tepat digunakan
secara tiba – tiba. Keadaan ini biasanya disebabkan
oleh ruptur plak yang diikuti dengan proses sebagai kriteria diagnosis IMA karena memiliki nilai cut
2 off yang relatif seragam, sehingga variasi sensitivitas
pembentukan trombus oleh trombosit.
Berdasarkan laporan World Health dan spesifisitas antar produk relatif lebih kecil. 10
Organization (WHO) pada tahun 2008, infark miokard Penelitian oleh Yaswir pada tahun 2002 di RSKJ
merupakan penyebab kematian utama di dunia. Sumatra Barat melaporkan bahwa troponin T
Terhitung sebanyak 7,25 juta (12,8%) kematian terjadi mempunyai sensitifitas 91,9% dan spesifisitas 100%
akibat penyakit ini di seluruh dunia. 3 Menurut data dalam deteksi kerusakan sel miokard.11
statistik National Health and Nutrition Examination Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kadar
Survey (NHANES) 2007 – 2010, prevalensi infark troponin T juga memberikan informasi penting dalam
miokard lebih banyak diderita laki – laki dibandingkan menentukan luas infark.12 Pernyataan ini didukung
perempuan.4 Kejadian ini mulai meningkat pada laki – oleh penelitian Arruda-Olson et al yang membuktikan
laki saat berusia ≥ 45 tahun dan perempuan ≥55 bahwa kadar troponin T pada hari 1, 2 dan 3
tahun. 5 berkorelasi positif dengan luas infark miokard.13
Penyakit IMA juga merupakan salah satu Pada IMA, luas infark berhubungan erat
masalah kesehatan di Indonesia. Laporan Riskesdas dengan nilai prognosis. Luas infark merupakan faktor
tahun 2007 memperlihatkan bahwa penyakit infark penentu fungsi ventrikel kiri pasca infark, berupa
miokard termasuk 10 penyebab kematian terbanyak penurunan Left Ventrikel Ejection Fraction (LVEF).
6 Penurunan LVEF ini selanjutnya akan berpengaruh
dengan proporsi kematian sebesar 5,1%. Menurut
data Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) tahun terhadap penurunan cardiac output yang kemudian
2010, penyakit infark miokard menduduki peringkat 10 dapat menimbulkan efek kompensasi jangka panjang
besar Penyakit Tidak Menular (PTM) yang yang merugikan.14 Keadaan ini yang diduga
menyebabkan rawat jalan (1.88%) dan rawat inap mendasari perburukan klinis pasien IMA sehingga
7 dapat mempengaruhi lama perawatan.
(2,29%) rumah sakit di Indonesia.
Berdasarkan data awal yang diperoleh dari Hasil studi ada yang melaporkan bahwa ada
Rekam Medik RSUP Dr. M. Djamil Padang periode 01 hubungan antara kadar troponin T dengan angka
Januari – 31 Desember 2012 diketahui bahwa jumlah mortalitas dan morbiditas yangsemakin tinggipada
pasien IMA rawat inap di RSUP Dr. M. Djamil Padang pasien IMA. Penelitian kohort oleh Gerber et al pada
mencapai 321 orang. Berdasarkan data tersebut, tahun 2012 di Olmsted County Minnesota
diperkirakan 207 orang (64,5%) menunjukkan kasus mengelompokkan 1177 pasien menjadi 3 kategori
STEMI, sedangkan sisanya tercatat menderita berdasarkan kadar troponin T, yaitu kadar troponin
NSTEMI. rendah (≤0.22), kadar troponin sedang (0.23-1.17) dan
Kriteria diagnosis IMA menurut The Third kadar troponin tinggi (≥1.18). Hasil studi membuktikan
Universal Definition of MI diperoleh dari bukti kenaikan bahwa peningkatan kadar troponin T berkaitan secara
kadar troponin ditambah dengan minimal satu dari bermakna dengan tingginya risiko kematian, iskemia
lima kriteria diagnostik. 8
Troponin dipilih menjadi berulang, dan gagal jantung dalam 30 hari.15 Penelitian
biomarker pilihan untuk mendiagnosis IMA karena serupa juga pernah dilakukan oleh Tarigan pada tahun
memiliki sensitifitas dan spesifisitas yang lebih unggul 2003 di beberapa RS di Medan, dari 35 pasien
dibandingkan biomarker sebelumnya, yaitu Creatine Sindrom Koroner Akut (SKA) dijumpai 30 (85,7%)
Kinase Isoenzyme MB. 9 kadar troponin T>0,1 ng/ml, dan dari troponin T>0,1
Penelitian tentang sensitivitas dan spesifisitas ng/ml didapatkan 23 (76,7%) mengalami komplikasi.
troponin T dan I untuk mendiagnosis IMA telah banyak Komplikasi terbanyak adalah syok yaitu pada 76%
pasien, disusul dengan kematian pada 17,1% pasien sampel penelitian didiagnosis dengan kasus ST-
dimana kadar troponin T pasien yang meninggal >2 Elevation Myocardial Infarction) STEMI, yaitu
ng/ml, sedangkan pasien dengan Troponin T<0,1 sebanyak 28 orang (56,0%). Hasil ini hampir serupa
16
ng/ml tidak ada mengalami komplikasi yang fatal. dengan penelitian yang dilakukan Zahara (2013) di
Berdasarkan latar belakang di atas, perlu RSKJ Sumatera Barat, dimana diagnosis utama
dilakukan sebuah penelitian mengenai hubungan terbanyak pada pasien SKA adalah kasus STEMI,
kadar troponin T dengan lama perawatan pada pasien yaitu 51 orang (52,0%).17
Infark Miokard Akut di RSUP Dr. M. Djamil Padang.
Medik (Medical Record) RSUP Dr. M. Djamil Padang. Laki – laki 43 86,0
Perempuan 7 14,0
Pelaksanaan penelitian dilakukan selama lima bulan
Total 50 100,0
(Mei – September 2014). Sampel dalam penelitian ini
Umur
sebanyak 50 orang. Sampel merupakan pasien Mean 53,80
dengan diagnosis utama Infark Miokard Akut (IMA) SD 9,313
yang dirawat inap di RSUP Dr. M. Djamil Padang Median 54,50
periode 01 Januari –31 Desember 2013 yang Maximum 70
sisanya 14,6% masuk dengan kadar troponin negatif. 20 Penelitian kohort oleh Gerber et al pada tahun 2012
membuktikan bahwa peningkatan kadar troponin T
berkolerasi positif dengan peningkatan risiko
Lama Perawatan
kematian, iskemia berulang, dan gagal jantung dalam
Tabel 3. Distribusi frekuensi sampel penelitian
30 hari pasca infark. Penelitian yang diikuti oleh 1177
berdasarkan lama perawatan
pasien ini dikelompokkan menjadi 3 kategori
Lama Perawatan Frekuensi (%)
berdasarkan kadar troponin T, yaitu kadar troponin
<5 hari 13 26,0
rendah (≤0.22), kadar troponin sedang (0.23-1.17) dan
≥5 hari 37 74,0
kadar troponin tinggi (≥1.18). Hasil studi melaporkan
Total 50 100,0
bahwa risiko morbiditas dan mortalitas dalam 30 hari
berhubungan dengan kadar troponin T. Risiko
Tabel 3 memperlihatkan bahwa pasien IMA
kematian pada pasien dengan kadar troponin rendah
yang menjadi sampel dalam penelitian ini terbanyak
6,9%, sedang 5,8%, dan tinggi 12,7%. Risiko iskemik
dirawat inap selama ≥ 5 hari yaitu sebanyak 37 orang
berulang pada pasien dengan kadar troponin
(74,0%) dan selebihnya hanya dirawat <5 hari
rendah10,2%, sedang 12,7%, dan tinggi 15,4%. Risiko
(26,0%). Pada penelitian ini didapatkan lama
gagal jantung pada pasien dengan kadar troponin
perawatan pasien IMA terendah adalah 1 hari dan
rendah 17,9%, sedang 19,0%, dan tinggi 24,8%.15
tertinggi adalah 12 hari. Rerata lama perawatan
Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang
pasien IMA yang dirawat inap di RS pada penelitian ini
dilakukan oleh Arruda-Olson et al pada tahun 2011
adalah 5,24±2,016 hari. Hasil penelitian ini tidak jauh
yang menyimpulkan bahwa kadar troponin T <12 jam
berbeda dengan data awal dari RSUP Dr. M. Djamil
tidak berhubungan dengan luas infark miokard.
Padang periode 1 Januari 2013 – 31 Desember 2013
Korelasi antara troponin T dan luas infark hanya terjadi
yang dikumpulkan sebelum penelitian ini dilakukan
di hari 1, 2, dan 3.13 Pada penelitian ini sebagian besar
yang menyebutkan bahwa lama hari rawat inap pasien
troponin T yang diperoleh adalah troponin T <12 jam.
IMA berkisar 5 – 6 hari.
Kelebihannya: Jenis penelitian ini adalah analitik observasional dengan menggunakan desain cross
sectional study. Penelitian dilakukan diInstalasi Rekam Medik (Medical Record) RSUP Dr. M. Djamil
Padang.
Kekurangannya: Tidak terdapat hubungan antara kadar troponin T dengan lama perawatan pasien IMA
di RSUP Dr. M. Djamil Padang.
P: Jenis penelitian ini adalah analitik observasional dengan menggunakan desain cross sectional study.
Penelitian dilakukan diInstalasi Rekam Medik (Medical Record) RSUP Dr. M. Djamil Padang. Kadar
troponin T memberikan informasi penting dalam estimasi luas infark. Pada IMA, luas infark
berhubungan erat dengan nilai prognosis. Luas infark yang melebihi 40% miokardium juga berkaitan
dengan tingginya insiden syok kardiogenik. Keadaan ini yang diduga mendasari perburukan klinis
pasien IMA sehingga dapat mempengaruhi lama perawatan.
I: Perawat melakukan kriteria diagnosis IMA menurut The Third Universal Definition of MI diperoleh
dari bukti kenaikan kadar troponin ditambah dengan minimal satu dari lima kriteria diagnostik.8
Troponin dipilih menjadi biomarker pilihan untuk mendiagnosis IMA karena memiliki sensitifitas dan
spesifisitas yang lebih unggul dibandingkan biomarker sebelumnya, yaitu Creatine Kinase Isoenzyme
MB.
C: Data penelitian menunjukkan bahwa troponin I memiliki sensitifitas dan spesifisitas sedikit lebih
tinggi dibandingkan dengan troponin T. Meskipun demikian, troponin T dianggap lebih tepat
digunakan sebagai kriteria diagnosis IMA karena memiliki nilai cut off yang relatif seragam, sehingga
variasi sensitivitas dan spesifisitas antar produk relatif lebih kecil.10 Penelitian oleh Yaswir pada tahun
2002 di RSKJ Sumatra Barat melaporkan bahwa troponin T mempunyai sensitifitas 91,9% dan
spesifisitas 100% dalam deteksi kerusakan sel miokard.
O: Hasil penelitian ini menemukan sebagian besar pasien IMA masuk rumah sakit dengan kadar kadar
Troponin T sebesar 0,1-2 ng/ml (68,0%) dan lama hari rawat sebesar ≥ 5 hari (74,0%). Berdasarkan
hasil analisis bivariat yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan
signifikan antara kadar troponin T dengan lama perawatan pasien IMA dengan nilai p>0,05 dan nilai
koefisien korelasi Spearman (r)=0,160 yang menunjukkan korelasi positif dengan derajat hubungan
yang lemah/tidak ada hubungan.
TERAPI OKSIGEN TERHADAP PERUBAHAN SATURASI OKSIGEN
MELALUI PEMERIKSAAN OKSIMETRI PADA PASIEN INFARK
MIOKARD AKUT (IMA)
ABSTRACT
Background: Acute myocardial infarction is the death of heart muscle cells due to prolonged ischemia due to coronary
artery occlusion in. One of the measures for the prevention of myocardial infarction is oxygen therapy. Oxygen therapy
aims to maintain adequate tissue oxygenation fixed and can reduce myocardial work due to lack of oxygen supply. This
study was conducted to determine the effect of oxygen therapy on the value of oxygen saturation through oximetri
examination in patients of acute myocardial infarction (AMI) in the emergency room in Dr. Moewardi hospital
Surakarta.
Method: This study used quantitative research using pre-experimental design with one group pre test-post test design.
Samples involved in this study amounted to 38 respondents using Quota Sampling.
Result: The results showed that prior to oxygen therapy oxygen saturation values obtained all the respondents were 38
(100%) experienced mild hypoxia, and after being given oxygen therapy obtained a total of 32 (84.2%) of respondents
who experienced an increase in oxygen saturation of mild hypoxia and as many as 6 (15.8%) respondents remained in
mild hypoxia. Results of statistical tests using the Wilcoxon test significance value p = 0.000 (p = <0,05). Making the
hypothesis Ho is rejected which means no effect of oxygen therapy to changes in oxygen saturation values through
oximetri examination in patients acute myocardial infarction (AMI).
Suggest: Given the importance of oxygen therapy in patients with acute myocardial infarction, it is expected that the
role of nurses to monitor all the time and consider providing oxygen therapy to a higher concentration of eg non-
rebreathing mask with a mask (NR) to improve the process of ventilation with FiO2 higher.
Martono, N. (2007). Pulse Oxymetri: alat bantu Ridwan, 2007. Rumusan dan data Dalam
untuk perawat. Diambil dari Analisa Statistika. Bandung :
Nurmartono’s.blogspot.com Alfabeta.
Nugroho, Dhamang Aryo. (2010). Pengaruh Sargowo, Djanggan. (2012). Stem Cell
Tindakan Kolaboratif Pemberian Terapi dalam Terapi Penyakit
Oksigen Terhadap Status Hemodinamik dan Kardiovaskular. Surabaya: Fakultas
Frekuensi Pernafasan pada Pasien Gagal Kedokteran Universitas Wijaya
Jantung Kongestif di Ruang UPJ RSUP Dr. Kusuma Surabaya.
Kariadi Semarang. Skripsi tidak
dipublikasikan. Program Studi Diploma IV
Keperawatan Medikal Bedah Poltekkes Smeltzer, Suzanne C & Brenda G. Bare.
Kemenkes Semarang. (2002). Buku Ajar Keperawatan
Medikal-Bedah Brunner & Suddarth,
Edisi 8, vol.2. Terjemahan oleh H.Y.
Kuncara. Jakarta: EGC.
Kekurangan : Pada pasien infark miokard yang telah mendapatkan terapi oksigen binasal
kanul dan tetap mengalami hipoksia ringan,
P : untuk mengetahui pengaruh pemberian dosis terapi oksigen terhadap perubahan nilai
saturasi, mengambil 38 responden. Dalam penelitian ini penulis melakukan pengumpulan
data dengan cara observasi, mempelajari status pasien dan data demografi dari medical
record, wawancara, dilakukan pengukuran saturasi oksigen pada responden dan
dokumentasi
I: Pengaruh saturasi oksigen sebelum dan sesudah diberikan terapi oksigen binasal kanul
pada responden infark miokard akut
C: Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dengan terapi oksigen binasal kanul dapat
mengembalikan saturasi oksigen dari kondisi hipoksia ringan ke kondisi normal secara
bermakna. Dimana pada pasien dengan infark miokard terjadi sumbatan ataupun
penyempitan arteri koroner secara mendadak yang menyebabkan jaringan miokard
mengalami iskemik, maka dengan pemberian terapi oksigen dapat mempengaruhi tonus
otot arteri sehingga menyebabkan vasodilatasi dari arteri koroner (sebagaimana kondisi
hipoksia dapat menyebabkan vasokonstriksi arteri koroner), sehingga suplai darah dan
oksigen ke jaringan miokard yang mengalami iskemik dapat kembali baik yang pada
akhirnya dapat mempertahankan fungsi pompa ventrikel dan fungsi sistim kardiovaskuler
secara umum sebagai salah satu sistim transportasi oksigen yang menentukan saturasi
oksigen.
O: Berdasarkan hasil penelitian diketahui sebagian besar responden berjenis kelamin laki-
laki yaitu 29 (76,3%) responden dan sebanyak 9 (23,7%) adalah responden perempuan Dari
38 responden sebelum diberikan terapi oksigen binasal kanul, didapatkan semua responden
yaitu sebanyak 38 (100%) mengalami hipoksia ringan dengan nilai SaO2 90 - < 95%.
Sebagian besar responden mengalami peningkatan saturasi oksigen kembali normal (SaO2
95 – 100%) setelah diberikan terapi oksigen binasal kanul yaitu sebanyak 32 (84.2 %)
responden dan sebanyak 6 (15.8 %) responden tetap dengan hipoksia ringan (SaO2 90 - <
95%). Berdasarkan uji statistik dengan menggunakan uji Wilcoxon diperoleh nilai p value
0,000 (p < 0,05) maka disimpulkan bahwa ada pengaruh perubahan saturasi oksigen yang
sangat signifikan sebelum pemberian terapi oksigen dengan setelah pemberian terapi
oksigen pada pasien infark miokard akut RSUD Dr. Moewardi di Surakarta
PENGARUH SUDUT POSISI TIDUR TERHADAP KUALITAS TIDUR
DAN STATUS KARDIOVASKULER PADA PASIEN INFARK
MIOKARD AKUT (IMA) DI RUANG ICVCU RSUD Dr. MOEWARDI
SURAKARTA
Dwi Sulistyowati1)
1
Jurusan Keperawatan Program D-IV Keperawatan Politeknik Kesehatan Surakarta
ABSTRAK
Pasien IMA umumnya akan mengalami penurunan kualitas tidur dan status kardiovaskuler. Kualitas tidur yang buruk
mengakibatkan proses perbaikan kondisi pasien akan semakin lama, sehingga akan memperpanjang masa perawatan di
rumah sakit. Salah satu cara untuk mengurangi akibat yang ditimbulkan yaitu pentingnya pengaturan sudut posisi tidur yang
paling efektif bagi pasien. Tujuan penelitian untuk mengetahui pengaruh sudut posisi tidur terhadap kualitas tidur dan
status kardiovaskuler pasien IMA di Ruang ICVCU RSUD Dr. Moewardi Surakarta.Jenis penelitian ini adalah Quasi
Eksperimental Design dengan rancangan Static Group Comparison. Subyek penelitian ini adalah pasien IMA yang
dirawat pada hari pertama di ruang ICVCU RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Penelitian ini menggunakan uji T
Independen. Hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh antara sudut posisi tidur terhadap kualitas tidur pasien IMA
dengan nilai p = 0,023. Namun, tidak ada pengaruh antara sudut posisi tidur terhadap 3 parameter status
kardiovaskuler. psistole = 0,583, p diastole 0,563, p HR = 0,895 dan nilai p RR = 0,858 (p > 0,05). Hasil penelitian
menunjukkan bahwa intervensi pengaturan sudut posisi tidur 30°dapat menghasilkan kualitas tidur yang baik, sehingga
bisa dipertimbangkan sebagai salah satu intervensi untuk memenuhi kebutuhan istirahat dan tidur pasien.
Kata kunci: IMA, sudut posisi tidur, kualitas tidur, status kardiovaskuler.
ABSTRACT
The patient with AMI usually will experience decrease of sleep quality and cardiovascular status. Bad sleep
quality result process in improvement of patient’s condition longer, so that it will extend the period of
hospitalization. One way to decrease the impact that is appeared is the importance of the arrangement in the
sleep position angle that is the most effective for the patients. The purpose of this research is to know the effect
of the sleep position angle to the sleep quality and cardiovascular status in patients with AMI in ICVCU Dr.
Moewardi hospital of Surakarta. The kind of this research is a Quasi Experimental Design with Static Group
Comparison. The subject of this research are patients with AMI who treated on the first day in ICVCU Dr.
Moewardi hospital of Surakarta. This research uses an Independent T test. The research result showed that there
was the influence of the sleep posisition angle to the sleep quality of AMI patients with the value of p = 0.023.
But, there was no influence of the sleep position angle to three parameters of cardiovascular status. The value of
systole p = 0.583, the value of diastole p = 0.563, the value of HR p = 0.895, and the value of RR p = 0.858 (p >
0.05). Based on the analysis result could be concluded that the intervention of the sleep position angle with 30°
could produce the good quality sleep, so that it could be considered as one of the intervention to meet the need
of patient rest and sleep.
Keyword: AMI, sleep position angle, the sleep quality, status cardiovascular
Jurnal KesMaDaSka - Juli 2015
1. PENDAHULUAN
nafas, lingkungan unit perawatan intensif, stress
Infark Miokard Akut (IMA) mengacu pada proses psikologis dan efek dari berbagai obat dan per- awatan
rusaknya jaringan jantung akibat suplai darah yang tidak yang diberikan pada pasien kritis terse- but. Oleh karena
adekuat sehingga aliran darah koroner berkurang. itu aktivitas intervensi keper- awatan yang dilakukan
Penyebab penurunan suplai darah mungkin akibat antara lain menempatkan posisi tidur yang nyaman,
penyempitan kritis arteri koroner karena aterosklerosis memonitor status ok- sigen sebelum dan sesudah
atau penyumbatan total arteri oleh emboli atau perubahan posisi, po- sisikan untuk mengurangi dyspnea
thrombus. Penyakit IMA menimbulkan gejala klinis yang seperti posisi semi fowler.
dirasakan pasien, beberapa diantaranya dyspnea (sesak
Di dalam standar asuhan keperawatan pasien
nafas), ortopnea, pucat, keringat dingin, pusing, mual
IMA RSUD Dr. Moewardi Surakarta khususnya di Ruang
muntah dan gejala yang paling sering di- jumpai adalah
ICVCU, bahwa pengaturan sudut posisi tidur belum
nyeri dada yang terjadi secara mendadak dan spesifik dijelaskan.Inter- vensi keperawatan yang
terus-menerus tidak mereda seperti ditusuk- tusuk, tercantum, ternyata ma- sih banyak terdapat perbedaan
biasanya diatas region sternal bawah dan abdomen pendapat dalam hal memberikan intervensi sudut posisi
bagian atas, menjalar ke bahu dan terus ke bawah tidur pada pasien IMA. Dimana ada yang menyatakan
menuju lengan (biasanya lengan kiri) hingga ke arah bahwa pasien dengan nyeri dan sesak nafas yang
rahang dan leher. Munculnya ber- bagai gejala klinis pada penting diberikan posisi tidur dengan duduk mi- ring
pasien IMA tersebut akan menimbulkan masalah senyaman pasien, ada mengatakan posisi tidur yang
keperawatan dan meng- ganggu kebutuhan dasar biasa diberikan adalah posisi semi- fowler saja tanpa
manusia, salah satu diantaranya adalah kebutuhan memperhatikan besaran sudut kemiringan pada tempat
istirahat seperti adanya nyeri dada pada aktivitas, tidurnya. Berdasarkan pengamatan selama studi
dyspnea pada istirahat dan aktivitas, letargi dan pendahuluan di Ruang ICVCU, sebagian besar pasien
gangguan tidur (Smeltzer and Bare, 2001). IMA banyak di- posisikan dalam keadaan sudut posisi
Berdasarkan laporan World Health Statistic 2012, tidur 30° daripada sudut posisi tidur 45°.Tindakan inter-
tercatat 17,8 juta orang meninggal di dunia akibat vensi itu dilakukan tanpa mengetahui efektifitas diantara
penyakit jantung dan diperkirakan angka ini akan dua sudut tersebut. Keefektifan antara dua sudut itu
meningkat terus hingga 2030 menjadi 23,4 juta kematian seharusnya sangat perlu untuk di- perhatikan, mengingat
di dunia. Penyakit kardio- vaskuler saat ini menempati nyeri dan sesak nafas pada malam hari sangat
urutan pertama sebagai penyebab kematian di mempengaruhi kebutuhan isti- rahat dan tidur pasien
Indonesia. Ber- dasarkan hasil Survey Kesehatan serta proses penyembuhan.
Rumah Tangga (SKRT) tahun 2012, prosentase
penderita IMA dengan usia di bawah 40 tahun adalah 2-8 3. METODE PENELITIAN
% dari seluruh penderita dan sekitar 10 % pada penderita
Jenis penelitian ini adalah Quasi Eksperi- mental
dengan usia di bawah 46 tahun. Sensus kesehatan
Design dengan rancangan Static Group Comparison.
nasional tahun 2010 menunjukkan bahwa kema- tian
Quasi experiments merupakan penelitian untuk
karena penyakit kardiovaskular termasuk IMAadalah
megetahui hubungan antara in- tervensi dan efeknya
sebesar 26,4%. Care Fatality Rate (CFR) tertinggi terjadi
pada variabel dependen dan independen (Nursalam,
pada IMA (13,49%) dan kemudian diikuti gagal jantung
2008). Static Group Comparison adalah penelitian yang
(13,42%) dan penyakit jantung lainnya (13,37%) (Badan
bertujuan untuk menentukan pengaruh dari suatu
Pene- litian dan Pengembangan Kesehatan, 2013).Di
tindakan pada kelompok subjek yang mendapat
unit perawatan intensif, pasien IMA pada umum- nya
perlakuan berbeda (Nursalam, 2008).Penelitian ini mem-
akan mengalami gangguan tidur. Penyebab gangguan
berikan perlakuan pada setiap kelompok inter- vensi
tidur itu dikarenakan oleh nyeri, sesak
yang selanjutnya dilakukan elevasi terha- dap hasil
intervensi.
75
Jurnal KesMaDaSka - Juli 2015
76
Jurnal KesMaDaSka - Juli 2015
Tabel 3. Karakteristik Kualitas Tidur Responden tersebut juga didukung oleh teori dari Smeltzer dan Bare
(2001) yang menyatakan bahwa posisi kepala yang lebih
Kualitas Tidur Frekuens Persenta tinggi sekitar 30° akan men- guntungkan berdasarkan
alasan berikut: volume tidal dapat diperbaiki karena
i se tekanan isi perut ter- hadap diafragma berkurang,
Baik 24 66,7 drainase lobus atas paru lebih baik dan aliran balik vena
ke jantung berkurang, sehingga mengurangi kerja
Buruk 10 27,8 jantung.
Sangat Buruk 2 5,6
Pengaruh sudut posisi tidur terhadap status
Total 36 100 kardiovaskuler (respirasi, nadi dan tekanan darah) pada
Tabel 3 menggambarkansebagian besar respon- den pasien Infark Miokard Akut (IMA).
memiliki kualitas tidur baik, dengan jumlah
24 responden (66,7%), 10 responden (27,8%) dengan Tabel 4.4 Karakteristik Status Kardiovaskuler
kualitas tidur buruk dan 2 responden (5,6%) dengan
kualitas tidur sangat buruk.
Berdasarkan perhitungan statistik peneli-
tian menunjukkan terdapat perbedaan rerata skor
kualitas tidur yang bermakna antara dua inter- vensi Status Kardiovaskuler Posisi Tidur
posisi tidur baik pada sudut 30° dan 45°.
30° 45°
Pasien IMA dengan sudut 30° memiliki kualitas tidur Tekanan Sistolik 123,8 121,6
yang lebih baik dibandingkan sudut posisi tidur 45°. Hal (mmHg)
ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Melanie Tekanan Diastolik
(2012) yang menunjuk- 76,2 78,0
(mmHg)
kan bahwa sudut posisi tidur 30° menghasilkan Nadi (x/menit) 83,7 84,2
kualitas tidur yang baik dibandingkan sudut 45° dalam Respirasi (x/menit) 19,2 19,3
penyakit gagal jantung. Penelitian yang dilakukan oleh
Julie (2008) juga membuktikan bahwa posisi tidur pasien Tabel 4 menggambarkan pada sudut 30° menghasilkan
mempengaruhi cardiac output dengan hasil bahwa posisi rerata nilai sistolik 123,8 mmHg, diastolik 76,2 mmHg,
kepala dieleva- sikan dengan tempat tidur 30 derajat nadi 83,7 x/menit dan respirasi 19,2 x/menit. Sedangkan
akan men- jaga maintenance cardiac output sehingga sudut 45° menghasilkan rerata nilai sistolik 121,6 mmHg,
ketida- knyamanan nyeri dada dan sesak nafas berkurang diastolik 78,0 mmHg, nadi 84,2 x/menit dan respirasi
yang akhirnya akan mengoptimalkan kualitas ti- dur 19,3 x/menit.
pasien. Menurut Tarwoto (2010) hal-hal yang
mempengaruhi kualitas tidur seseorang adalah faktor Berdasarkan perhitungan statistik pene- litian
penyakit, kelelahan, stress psikologis, obat, nutrisi dan menunjukkan tidak terdapat perbedaan re- rata jumlah
faktor lingkungan. Faktor pe- nyakit merupakan hal respirasi (RR) yang bermakna antara dua intervensi
terbesar yang mempenga- ruhi kualitas tidur seseorang. posisi tidur baik pada sudut 30° dan 45°. Hasil penelitian
Seperti juga yang dikemukakan oleh Amir (2008) Supadi (2008) yang mengungkapkan bahwa posisi
menunjukkan bahwa orang dewasa atau lanjut usia yang semifowler dima- na kepala dan tubuh dinaikkan 30°
su- dah didagnosis depresi, stroke, penyakit jantung, sampai 45° membuat oksigen di dalam paru-paru
penyakit paru, diabetes, arthritis atau hipertensi sering semakin meningkat sehingga memperingan kesukaran
melaporkan bahwa kualitas tidurnya bu- ruk dan durasi bernafas. Selain itu, juga diperkuat oleh peneli- tian
tidurnya kurang dikarenakan ge- jala yang ditimbulkan Setyawati (2008) bahwa saat terjadi serangan asma
seperti nyeri dan sesak nafas. Untuk mengurangi gejala biasanya klien merasa sesak dan tidak dapat tidur
nyeri dan sesak nafas maka salah satu tindakan untuk dengan posisi berbaring, melainkan harus dalam posisi
mengu- ranginya adalah dengan menentukan posisi tidur setengah duduk untuk mere- dakan penyempitan jalan
pasien.Dengan demikian diharapkan berdampak pada napas dan memenuhi O2 darah. Seperti yang
perbaikan kualitas tidur suatu pasien. Hal dikemukakan oleh teori Smeltzer dan Bare (2001) bahwa
pengaturan po-
77
Jurnal KesMaDaSka - Juli 2015
sisi tidur dengan meninggikan punggung bahu dan sopressin, renin, angiotensin, aldosterone) serta
kepala sekitar 30° atau 45° memungkinkan rongga dada peningkatan aktivitas simpatik (Huddak dan Gal- lo,
dapat berkembang secara luas dan pengembangan paru 2010). Maka dapat disimpulkan bahwa secara statisktik
meningkat. Kondisi ini akan menyebabkan asupan perubahan posisi semifowler dengan berbagai ukuran
oksigen membaik sehingga proses respirasi kembali sudut baik 30° dan 45° tidak berpengaruh besar
normal. terhadap perubahan tekanan darah pasien.
Selain respirasi, dalam penelitian ini menun- jukkan
Analisa Bivariat
bahwa dalam posisi semifowler dengan sudut 30° dan
45° menghasilkan nadi yang baik dan tidak ada Analisis Pengaruh Sudut Posisi Tidur terhadap
perbedaan yang signifikan diantara kedua sudut tersebut. Kualitas Tidur.
Begitu pula dengan hasil penelitian dari Melanie (2012)
yang menyebut- kan bahwa tidak ada perbedaan nadi Hasil uji-t didapatkan nilai th = 2,383, tt = 1,691, dan p =
yang ber- makna diantara sudut 30° dan 45° pada pasien 0,023 maka dapat dikatakan p < 0,05 dan th>tt, uji-t
gagal jantung. Secara teori sebenarnya posisi tubuh signifikan/bermakna sehingga Ho ditolak, “sudut posisi
sangat berpengaruh terhadap perubahan denyut nadi, tidur berpengaruh terhadap kualitas tidur pada pasien
hal ini karena efek gravitasi bumi. Pada saat duduk Infark Miokard Akut (IMA) di ruang ICVCU RSUD Dr.
maupun berdiri, kerja jantung dalam memompa darah Moewardi Surakarta”.Dari hasil analisis pengaruh sudut
akan lebih keras karena melawan gaya gravitasi tidur terhadap kualitas tidur diperoleh hasil bahwa
sehingga kecepatan de- nyut jantung meningkat. responden dengan sudut posisi tidur 30° memiliki skor
Menurut Sudoyo (2006) pada saat posisi supin dan kualitas tidur yang lebih tinggi dibandingkan dengan skor
semifowler gaya gravi- tasi pada peredaran darah lebih kualitas tidur responden dengan sudut posisi tidur 45°.
rendah karena arah peredaran tersebut horizontal
sehingga tidak terlalu melawan gravitasi dan tidak perlu Analisis Pengaruh Sudut Posisi Tidur Terhadap Status
me- mompa besar. Kardiovaskuler
Begitu juga dengan hasil tekanan darah, pada Hasil uji-t didapatkan nilai th sistole = 0,554, th diastole =
penelitian ini posisi semifowler baik dengan sudut 30° 0,584, th HR = 0,133, th RR = 0,180 dan tt = 1,691 maka
maupun 45° menghasilkan nilai tekan- an darah yang dapat dikatakan th < tt. Serta didapatkan nilai p sistole =
baik, tanpa mempertimbangkan sudut yang dipakai. 0,583, p diastole = 0,563, p HR = 0,895 dan p RR =
Penelitian yang mendukung penelitian ini adalah 0,858 maka
penelitian yang dilakukan oleh Bredore (2004) yang dapat dikatakan p > 0,05. Dari data tersebut dapat
menyebutkan bahwa posisi tidur semifowler disimpulkan bahwa uji-t tidak signifikan/ bermakna,
menyebabkan tekanan darah sistolik berkurang secara sehingga Ho diterima, “sudut posisi tidur tidak
nyata (p<0,005), demikian pula penelitian yang dilakukan berpengaruh terhadap status kardiovaskuler pada pasien
oleh Duward (2005) juga mengatakan bahwa po- sisi Infark Miokard Akut (IMA) di ruang ICVCU RSUD Dr.
tidur 30° sampai 45° ditemukan penurunan tekanan arteri Moewardi Surakarta.”
yang progresif, penurunan CVP (p<0,005). Pemberian
posisi semifowler akan mengakibatkan peningkatan
aliran darah balik ke jantung tidak terjadi secara cepat 5. KESIMPULAN
(Sudoyo, 2006). Aliran balik yang lambat menjadikan a. Sudut posisi tidur berpengaruh terhadap
peningka- tan jumlah cairan yang masuk ke paru
berkurang, sehingga udara di alveoli mampu kualitas tidur pasien Infark Miokard Akut
mengabsorbsi oksigen atmosfer. Disamping itu, pasien (IMA) di ruang ICVCU RSUD Dr. Moewardi
dengan curah jantung yang menurun akan merangsang
mekanisme kompensasi (seperti peningkatan va-
Surakarta.
b. Posisi tidur 30° dapat menghasilkan
kualitas tidur yang lebih baik dibandingkan
dengan posisi tidur dengan sudut 45°.
78
Jurnal KesMaDaSka - Juli 2015
c. Sudut posisi tidur 30° maupun 45° tidak Harkreader, H.H & Thobaben, M. (2007).Funda-
berpengaruh terhadap status mental of nursing: Caring and clinical judg-
rd
kardiovaskuler (tekanan darah, nadi dan ment. 3 ed. St. Louis, Missouri: Saunders
respirasi) pasien In- fark Miokard Akut Elevier.
(IMA) di ruang ICVCU RSUD Dr. Moewardi Harwoko, P. (2012). Perbedaan Perubahan In-
Surakarta. tensitas Nyeri Dada Kaitannya dengan Pem-
berian Posisi Fowler dan Posisi Semifowler Pada
SARAN Pasien Dengan Coronary Heart Dis- ease di
Hasil penelitian diharapkan mampu menjadikan rujukan Intensive Cardiovascular Care Unit Rumah Sakit
dalam menentukan sudut posisi tidur yang paling sesuai
Umum Daerah Dr. Moewardi. Jurnal
dengan kebutuhan pasien akut miokard infark untuk
meningkatkan kualitas tidur adalah dengan posisi Keperawatan Politeknik Kesehatan Surakarta.
semifowler 30°. Hidayat, A.A.A. (2009). Metode Penelitian
Keperawatan dan Teknik Analisis Data. Ja-
REFERENSI
karta: Salemba Medika.
Amir, N. (2008). Gangguan tidur pada lanjut usia
diagnosis dan penatalaksanaan. http:// Hudak, C.M & Gallo, B.M. (2010). Keperawatan Kritis:
www.critpathcardio.com/pt/re/ cpcardio / Pendekatan Holistik, Edisi 7, Vol. 1. Jakarta: EGC.
abstract.00004268-200312000- 00022.htm,
(diunduh tanggal 2 Februari 2015).
Julie, C.H. (2008). The effect of positioning on cardiac
ouput measurement.http://proquest.
Arikunto, S. (2010).Prosedur Penelitian Suatu
umi.com/pqdweb, (diunduh tanggal 19 Janu- ari
Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta
2015).
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.
(2013). Survei Kesehatan Nasional 2012. Kasuari.(2002). Asuhan Keperawatan Sistem
http.//dev3.litbang. depkes.go.id/surkesmas Pencernaan dan Kardiovaskuler Dengan
(diakses pada 28 Desember 2014). Pendekatan Patofisiology. Magelang: Pol-
Bredore, V. (2004).The relationship between con- tekkes Semarang PSIK.
getive heart failure, sleep apnea and mortal- ity Kozier, B. (2004). Fundamental of nursing: con-
in older men. http://www. guideline.gov/ th
cepts, process and practice. 7 ed. New Jer- sey:
summary.aspx?Vied_id, (diunduh tanggal 12 Prentice-Hall, Inc.
April 2015)
Melanie, R. (2012). “Analisis Pengaruh Sudut Tidur
Carpenito, L.J. (2001). Diagnosa Keperawatan: terhadap Kualitas Tidur dan Tanda Vital Pada
Aplikasi Praktek Klinik, Edisi 6. Jakarta: EGC. Pasien Gagal Jantung di Ruang Intensif RSUP Dr.
Corwin, E.J. (2001). Handbook of pathophysiol- ogy. Hasan Sadikin Bandung”.
Alih bahasa: Pendit, B.U. Jakarta: EGC. http://stikesayani.ac.id/publikasi/e-jour-
Departemen Kesehatan RI. (2011). Pharamatical Care nal/.../201208-008.pdf. (diakses pada tang- gal
Untuk Pasien Jantung Koroner. Jakar- ta: 18 September 2014)
Depkes RI. Meana & Lieberman. (2009).Evaluation of The Effect
Doengoes, E. (2000). Rencana Asuhan Keper- of Group Counselling on Post Myo- cardial
awatan dan Dokumentasi Keperawatan. Edisi Infarction Patient: Determined by an Analysis of
3.Jakarta : EGC. Quality of life.Blackwell Pub- lishing Ltd. Journal
of Clinical Nursing.
Duward. (2004). The Effects of Semi- Fowler’s
Position on Post- Operative Recovery in Re- Merta. (2010). Impact of Anxiety ang Perceived
covery Room for Patients with Laparoscopic Control on In-Hospital Complications Af- ter
Abdominal Surgery. Abstract. College of Nursing, Acute Myicardial Infarction. By the American
Catholic University of Pusan, Ko- rea Psychosomatic Society: 0033- 3174/07/6906-
0010
79
Jurnal KesMaDaSka - Juli 2015
Muttaqin, A. (2009). Asuhan Keperawatan Klien Smeltzer, S.C. & B.G. Bare.(2001). Buku Ajar
Dengan Gangguan Sistem Kardiovaskuler dan Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Hematologi. Jakarta: Salemba Medika Suddart.Edisi 8.Jakarta: EGC.
Norman, W.M., Hayward, L.F., (2005). Sleep Sudoyo, W., A., Setiyohadi, B., Alwi, I., et al.
Neurobiology for the Clinician. 27:811-820. (2006).Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ja- karta
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins : Fakultas KedokteranUniversitas In- donesia.
Nursalam. (2008). Konsep dan Penerapan Met- Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kuantitatif,
odologi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pe- Kualitatif dan R&D. Bandung: CV. Alfabeta
doman Skripsi, Tesis dan Instrumen Peneli- tian Supadi, E. Nurachmah, dan Mamnuah.(2008).
Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika. Hubungan Analisa Posisi Tidur Semi Fowler
Price, S., & Wilson, L. (2006). Patofisiologi. Ja- karta : Dengan Kualitas Tidur Pada Klien Gagal Jantung
EGC Di RSU Banyumas Jawa Tengah. Jurnal
Potter, P.A., & Perry, AG. (2005). Buku Ajar Fun- Kebidanan dan Keperawatan Volume IV No 2
damental Keperawatan: Konsep, Proses dan Hal 97-108.
Praktik. Jakarta: EGC. Tambayong, J. (2004). Patofisiologi Untuk
Rekam Medis RSUD Dr. Moewardi.(2014). Angka Keperawatan. Jakarta: EGC.
Kejadian Miokard Infark di RSUD Dr. Moewardi. Tarwoto.(2010). Kebutuhan Dasar Manusia dan
Safitri, R & Andriyani, A. (2011).Keefektifan Proses Keperawatan. Jakarta: Salemba Me-
Pemberian Posisi Semi Fowler Terhadap dika.
Penurunan Sesak Nafas pada Pasien Asma di
Ruang Rawat Inap Kelas III RSUD dr. Moewardi
Surakarta.Jurnal Keperawatan dan Kebidanan
Volume 4.
80
Hasil Analisa Jurnal
Jurnal KesMaDaSka - Juli 2015
Kelebihan : Jenis penelitian ini adalah Quasi Eksperi- mental Design dengan rancangan
Static Group Comparison. Quasi experiments merupakan penelitian untuk megetahui
hubungan antara in- tervensi dan efeknya pada variabel dependen dan independen
Penelitian ini mem- berikan perlakuan pada setiap kelompok inter- vensi yang selanjutnya
dilakukan elevasi terha- dap hasil intervensi.
Kekurangan : Dalam penelitian ini wanita tidak terlihat mendominasi, dibuktikan dengan hasil
distribusi frekuensi hanya 16 responden (44,4%) saja yang menderita penyakit IMA.
Analisis PICO
P : untuk mengetahui pengaruh sudut posisi tidur terhadap kualitas tidur dan status kardiovaskuler
pasien IMA di Ruang ICVCU RSUD Dr. Moewardi Surakarta.Jenis penelitian ini adalah Quasi
Eksperimental Design dengan rancangan Static Group Comparison. Subyek penelitian ini adalah
pasien IMA yang dirawat pada hari pertama di ruang ICVCU RSUD Dr. Moewardi Surakarta.
I: aktivitas intervensi keper- awatan yang dilakukan antara lain menempatkan posisi tidur yang
nyaman, memonitor status ok- sigen sebelum dan sesudah perubahan posisi, po- sisikan untuk
mengurangi dyspnea seperti posisi semi fowler.
C : Distribusi Frekuensi Responden Menurut Jenis Kelamin. Berdasarkan hasil penelitian, dari 36
respon- den menunjukkan bahwa jenis kelamin laki-laki lebih dominan mengalami IMA dibandingkan
wanita. Dibuktikan distribusi frekuensi jumlah responden laki-laki mendominasi dengan jum- lah
responden sebanyak 20 responden (55,6%). Penelitian yang mendukung dari penelitian ini di- lakukan
oleh Melanie (2012) dengan hasil bahwa sebagian besar responden adalah laki-laki dengan
prosentase 56,7%. Hal ini diperkuat dengan per- nyataan dari Muttaqin (2009) yang menunjukkan
bahwa laki-laki memiliki resiko 2-3 kali lebih be- sar mengalami penyakit jantung koroner daripa- da
wanita sebelum menopause. Laki-laki banyak menderita penyakit IMA daripada perempuan
dikarenakan pengaruh gaya hidup yang tidak sehat seperti minum minuman keras, kebiasaan
merokok yang mengakibatkan aterosklerosis di- dominasi oleh laki-laki, sehingga menjadikan nyeri
dada yang hebat dan meningkatkan kebu- tuhan oksigen.Dalam penelitian ini wanita tidak terlihat
mendominasi, dibuktikan dengan hasil distribusi frekuensi hanya 16 responden (44,4%) saja yang
menderita penyakit IMA. Ini sejalan dengan hasil penelitian yang disampaikan oleh Melanie (2012),
memang wanita tidak mendo- minasi, hanya 43,3% saja wanita yang menderita penyakit jantung
koroner. , Distribusi Frekuensi Responden Menurut Kelompok Umur menunjukkan bahwa responden
didominasi oleh kelompok umur de- wasa tua dengan rentang usia 41-65 tahun yang berjumlah 16
responden (44,4 %) Karakteristik Status Kardiovaskuler perhitungan statistik pene- litian menunjukkan
tidak terdapat perbedaan re- rata jumlah respirasi (RR) yang bermakna antara dua intervensi posisi
tidur baik pada sudut 30° dan 45°.
O : Sudut posisi tidur berpengaruh terhadap kualitas tidur pasien Infark Miokard Akut (IMA) di ruang
ICVCU RSUD Dr. Moewardi Surakarta., b. Posisi tidur 30° dapat menghasilkan kualitas tidur yang
81
lebih baik dibandingkan dengan posisi tidur dengan sudut 45°. c.Sudut posisi tidur 30° maupun 45°
tidak berpengaruh terhadap status kardiovaskuler (tekanan darah, nadi danJurnal
respirasi) pasien
KesMaDaSka - JuliIn-
2015fark
Miokard Akut (IMA) di ruang ICVCU RSUD Dr. Moewardi Surakarta.
82
http://jurnal.fk.unand.ac.id 621
Artikel Penelitian
Abstrak
Infark Miokard Akut Elevasi Segmen ST (IMA-EST) merupakan masalah kesehatan dengan morbiditas dan
mortalitas yang tinggi di dunia. IMA-EST adalah gejala iskemia infark khas yang dikaitkan dengan gambaran EKG
berupa elevasi segmen ST yang persisten. Kejadian IMA-EST tidak terlepas dengan berbagai faktor risiko serta
manajemen reperfusi yang didapat pasien. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran faktor risiko dan
manajemen reperfusi pasien IMA-EST di bangsal jantung RSUP Dr. M. Djamil Padang. Penelitian ini bersifat deskriptif
retrospektif. Penelitian ini dilaksanakan pada Januari 2016-Maret 2016. Sampel penelitian adalah seluruh pasien IMA-
EST yang memenuhi kriteria inklusi dan kemudian dilakukan pencatatan dari beberapa variabel yang diteliti. Hasil
penelitian ini menunjukkan IMA-EST dengan karakteristik rentang usia terbanyak 45-54 tahun dengan jenis kelamin
laki-laki. Faktor risiko yang paling banyak dimiliki adalah hipertensi dan merokok. Intervensi Koroner Perkutan (IKP)
merupakan terapi yang paling sering dilakukan dengan waktu tindakan lebih dari 12 jam pasca infark.
Kata kunci: IMA-EST, faktor risiko, manajemen reperfusi
Abstract
ST-segment Elevation Myocardial Infarction (STEMI) is a health problem with high morbidity and mortality in the world.
STEMI are typical symptoms of myocardial ischemia associated with ECG features such as persistent ST segment elevation.
Incident of STEMI is inseparable with risk factors and management of reperfusion of the patient. The objective of this study was
to find out the description of the risk factors and reperfusion management of patients at Cardiac Ward in RSUP Dr. M. Djamil
Padang. This research was a retrospective descriptive study. It was carried out in January 2016 - March 2016. The research
samples were the entire STEMI patients were meets the criteria of inclusion. Risk factors and reperfusion management were
recorded from Medical Record. This research showed that STEMI patients were mostly male with age 45-54 years. The common
risk factors were hypertension and smoking. In addition, Percutaneous Coronary Intervention (PCI) was a therapy that most often
performed with time of action is more than 12 hours of post infarction.
Keywords: STEMI, risk factors, management of reperfusion
Affiliasi penulis: 1. Prodi Profesi Dokter FK Unand (Fakultas Kedokteran (WHO), penyakit kardiovaskuler merupakan penyebab
Universitas Andalas Padang), 2. Bagian Jantung dan Pembuluh Darah
kematian terbesar di dunia, diperkirakan 17,3 juta orang
FKUnand/RSUP Dr. M.Djamil Padang, 3. Bagian Anatomi FK Unand.
meninggal dunia karena penyakit kardiovaskuler setiap
Korespondensi: Suhayatra Putra, Email: suhayatra.putra@live.com Telp:
082283039049 tahunnya dan 45% diantaranya diakibatkan oleh
1
penyakit jantung koroner (PJK).
terbanyak pada kelompok umur 65-74 tahun yaitu 2,0% juga diberikan terapi lain seperti anti-platelet (aspirin,
dan 3,6%, menurun sedikit pada kelompok umur ≥75 klopidogrel, thienopyridin), anti-koagulan seperti
tahun (0,4%) serta lebih tinggi pada perempuan (0,2%) Unfractionated Heparin (UFH) / Low Molecular Weight
dibandingkan dengan laki-laki (0,1%).2 Heparin (LMWH), nitrat, penyekat beta, ACE-inhibitor,
Dalam International Classification of Diseases 10th dan Angiotensin Receptor Blocker.7 Dalam penelitian
Revision Clinical Modification/ICD-10CM disebutkan bentuk- sebelumnya oleh Farissa dalam 2012, di RSUP Dr.
bentuk umum dari penyakit jantung koroner yang akut, Kariadi Semarang, didapatkan bahwa dari 105 pasien
yakni: Angina Pektoris Tidak Stabil (APTS), Infark Miokard terdiagnosis IMA-EST, 21 diantaranya mendapat terapi
Akut dengan ST Elevasi (IMA- EST) dan Infark Miokard Akut reperfusi dan 84 lainnya mendapat terapi non reperfusi
dan diberikan obat antara lain heparin, enoxaparin,
Non ST Elevasi (IMA- nEST).3
klopidogrel, isosorbid dinitrat, aspilet, kaptopril,
The Thai Registry of Acute Coronary Syndrome
bisoprolol, dan ranitidin.8
(TRACS) melaporkan bahwa dari data yang
Penyakit kardiovaskuler dapat dicegah dan
dikumpulkan dalam kurun waktu Oktober 2007 sampai
jumlah kematian akibat dapat ditekan dengan
Desember 2008 terhadap 2007 pasien, didapatkan
mengendalikan faktor risikonya.9 Ada banyak faktor
angka kejadian IMA-EST sebesar 55%, IMA-nEST
risiko tersebut telah menjadi kebiasaan masyarakat
sebesar 33% dan APTS sebesar 12% dimana angka
yang sulit diubah dan seiring dengan perkembangan
mortalitas rumah sakit dari pasien IMA-EST adalah
teknologi yang semakin mempermudah pekerjaan
sebesar 5,3%, IMA-nEST sebesar 5,1%, dan pasien
manusia, serta aktivitas fisik semakin jarang dilakukan.
APTS sebesar 1,7%.4
Di RSUP Dr. M. Djamil Padang tercatat frekuensi
paling tinggi pasien IMA berada direntang usia 40-59 METODE
tahun (51,72% dari keseluruhan pasien IMA). Frekuensi Penelitian telah dilakukan di bagian Jantung dan
terbanyak pasien IMA berjenis kelamin laki-laki.5 bagian Rekam Medik RSUP Dr. M. Djamil Padang dari
Tingginya angka kejadian dan angka kematian Januari 2016 hingga Maret 2016. Penelitian ini bersifat
akibat infark miokard, terutama IMA-EST tidak terlepas deskriptif retrospektif. Populasi pada penelitian ini
dari berbagai faktor risiko, kecepatan dan ketepatan adalah semua pasien yang didiagnosis utama IMA-EST
diagnosis serta tatalaksana yang dilakukan dokter. di RSUP Dr. M. Djamil Padang tahun 2013 - 2014.
Kecepatan penanganan dinilai dari time window antara Penentuan besar sampel menggunakan teknik total
onset nyeri dada sampai tiba di rumah sakit dan sampling. Sampel pada penelitian ini adalah semua
mendapat penanganan di rumah sakit. pasien yang didiagnosis IMA-EST di RSUP Dr. M.
Faktor risiko IMA-EST dikelompokkan menjadi Djamil Padang tahun 2013 - 2014 yang memiliki data
faktor risiko yang dapat dimodifikasi dan tidak dapat rekam medik yang lengkap. Data yang diambil adalah
dimodifikasi. Adapun faktor risiko yang tidak dapat usia, jenis kelamin, faktor risiko dan manajemen
dimodifikasi meliputi usia, riwayat keluarga dengan reperfusi yang dijalani. Analisis data dilakukan dengan
penyakit kardiovaskuler dan jenis kelamin. Sedangkan melakukan analisis univariat dalam bentuk distribusi
faktor risiko yang dapat dimodifikasi seperti hipertensi, frekuensi untuk setiap variabel dari penelitian ini dan
dislipidemia, merokok, diabetes mellitus (DM), obesitas, disajikan dalam bentuk tabel.
6
aktifitas fisik yang kurang dan alkoholik.
American College of Cardiology/American Heart
Association dan European Society of Cardiology HASIL
merekomendasikan tatalaksana pasien dengan IMA- EST Pada penelitian ini, besar sampel yang
dengan terapi reperfusi, berupa terapi fibrinolitik maupun memenuhi kriteria penilaian adalah sebesar 181 sampel.
Intervensi Koroner Perkutan (IKP). Selain itu Sampel dikelompokkan berdasarkan variabel.
Tabel 1. Karakteristik pasien IMA-EST di RSUP Dr. M. Tabel 4. Distribusi frekuensi dan persentase
Djamil Padang tahun 2013 - 2014 berdasarkan manajemen reperfusi
n (%) Frekuensi Persentase
Karakterisitik Manajemen Reperfusi
Laki-laki Perempuan Total (n) (%)
<45 tahun 17 (9,3) 1 (0,6) 18 (9,9) Ada
45-54 tahun 60(33,1) 10 (5,6) 70 (38,7) - Fibrinolitik 28 15,5
55-64 tahun 57(31,5) 7 (3,9) 64 (35,4)
65-74 tahun 12 (6,6) 5 (2,8) 17 (9,4) - IKP 75 41,4
75-84 tahun 5 (2,8) 7 (3,8) 12 (6,6 - IKP 5 2,8
)
≥85 tahun 0 (0,0) 0 (0,0) 0 (0,0 Rescue* 73 40,3
)
Total 151(62,3) 30(37,7) 181 (100) Tidak
Rerata usia 55 62 58 tahun Total 181 100
Standar deviasi 13,4 *Fibrinolitik tidak dilakukan di RSUP Dr. M. Djamil
Padang.
Tabel 1 menunjukkan distribusi terbanyak pasien
IMA-EST di RSUP Dr. M. Djamil Padang adalah pada
Tabel 4 menunjukkan gambaran bahwa pasien
kelompok umur 45 - 54 tahun (38,7%) dan jenis kelamin
IMA-EST yang mendapat manajemen reperfusi
laki-laki (62,3%).
sebanyak 108 orang, 28 orang mendapat terapi
fibrinolitik (15,5%), 75 orang mendapat terapi IKP
(41,4%) dan 5 orang diantaranya mendapat Rescue IKP
Tabel 2. Distribusi frekuensi dan persentase
(2,8%).
berdasarkan faktor risiko
Faktor Risiko Frekuensi Persentase
Tabel 5. Distribusi frekuensi dan persentase
(n) (%)
berdasarkan waktu tindakan manajemen reperfusi
Hipertensi 95 52,5
Waktu Tindakan Frekuensi Persentase
Diabetes Melitus 30 16,6
(n) (%)
Dislipidemia 20 11,0
Fibrinolitik
Merokok 122 67,4 - <12 Jam 28 100
Total 181 100,0 - >12 Jam -
IKP
Tabel 2 menunjukkan bahwa faktor risiko - <12 Jam 17 21,3
Padang adalah merokok yaitu sebanyak 122 sampel Total 108 100,0
berkaitan dengan peningkatan proporsi pasien penyakit lain dan angka kematian pada pasien penyakit jantung
jantung koroner karena umur berbanding lurus dengan koroner sebesar 65%. 19,20
progresifitas aterosklerosis dan sebagian faktor risiko Pasien IMA-EST dengan dislipidemia tercatat
yang merupakan faktor risiko penyakit jantung koroner hanya berjumlah 20 orang (11%). Sejalan dengan
11
juga meningkat seiring dengan pertambahan umur. penelitian yang dilakukan oleh Lamuna Fathila tahun
IMA-EST lebih sering terjadi pada laki-laki 2015, data profil lipid yang dikumpulkan di Bagian
(62,3%) dari pada perempuan (37,7%). Ini serupa Rekam Medik RSUP M. Djamil Padang didapatkan
dengan yang dikemukakan dalam sebuah studi pasien IMA yang memiliki kadar kolesterol total normal
INTERHEART, laki-laki (74,9%) lebih banyak yang adalah sebanyak 124 orang (61,08%). 5 Dan penelitian
mengalami infark miokard daripada perempuan oleh Irwanto didapatkan data profil lipid pasien PJK
12
(25,1%). Hal ini juga didukung penelitian di Indonesia, berada dikisaran normal.21
tepatnya di daerah Surakarta dan Sulawesi Utara Dalam penelitian ini pasien cenderung tidak
dengan proporsi laki-laki masing-masing 53,33% dan mengalami dislipidemia. Hal itu dikarenakan beberapa
13,14
73%. Penyebabnya rendahnya kejadian penyakit kadar lemak bukan hanya sebagai faktor risiko satu-
jantung koroner pada perempuan adalah efek proteksi satunya yang berpengaruh dalam kejadian penyakit
estrogen pada wanita subur yang menahan proses jantung koroner, tetapi banyak faktor lain yang ikut
aterosklerosis, tetapi setelah menopause, proporsi terlibat dan saling mempengaruhi. Dimana pasien
penyakit jantung koroner pada perempuan akan sama penyakit jantung koroner bisa memiliki 1 atau lebih jenis
dengan kejadian penyakit jantung koroner pada laki-laki kadar lemak yang mengalami kelainan dengan kadar
karena hilangnya efek proteksi estrogen.15 lemak lain yang normal sehingga masing-masing kadar
Penelitian ini mendapatkan pasien IMA-EST lemak tidak dapat berdiri sendiri-sendiri.22 Dalam
terbanyak memiliki riwayat hipertensi, yaitu sebanyak 95 penelitian lain dinyatakan bahwa kadar Low Density
orang (52,5%). Hasil penelitian oleh Sarumpaet tahun Lipid pasca infark miokard menurun dan hal ini juga
2009 diperoleh proporsi penderita PJK dengan faktor dipengaruhi oleh pemberian statin saat pasien masuk ke
16
risiko tertinggi adalah hipertensi sebesar 67,4%. rumah sakit pada fase pengobatan awal. Penurunan
Peningkatan tekanan darah merupakan beban LDL ini berhubungan dengan kadar cTn-T, terapi statin
yang berat untuk jantung sehingga menyebabkan intensif, usia tua, dan jenis kelamin terutama laki-
hipertrofi ventrikel kiri, keadaan ini tergantung dari berat laki.23,24
dan lamanya hipertensi. Tekanan darah yang tinggi dan Riwayat merokok ditemukan pada 122 orang
menetap juga akan menimbulkan trauma langsung (67,4%) pasien IMA-EST. Hal ini sesuai dengan
terhadap dinding pembuluh darah arteri koroner penelitian yang dilakukan oleh Ram dan Trivedi tahun
sehingga memudahkan terjadinta aterosklerosis. Makin 2012 yang mendapatkan proporsi pasien PJK terbanyak
berat kondisi hipertensi yang diderita maka semakin memiliki riwayat merokok sebesar 51,85%.25 Penelitian
17
besar pula risiko terkena PJK. di Medan, didapatkan proporsi pasien dengan riwayat
Pasien IMA-EST dengan DM didapatkan hanya merokok sebanyak 63,8%.21
berjumlah 30 orang (16,6%). Hal ini sejalan dengan Hasil ini sesuai dengan dengan teori yang ada,
Valerian tahun 2015 bahwa tidak ada hubungan yang yaitu merokok merupakan faktor risiko yang
bermakna antara jenis – jenis SKA dengan kadar gula berpengaruh pada peningkatan kejadian terjadinya
18
darah. penyakit jantung koroner karena merokok meningkatkan
Ketidaksesuaian hasil pengamatan dan efek dari faktor risiko yang lain, seperti meningkatkan
kepustakaan yang ada, yaitu proporsi pasien penyakit kejadian hiperlipidemia, hipertensi, dan diabetes melitus,
jantung koroner dengan riwayat DM harus tinggi, yan sama-sama meningkatkan kejadiannya penyakit
dikarenakan DM bukan hanya faktor risiko satu-satunya jantung koroner, bahkan penyakit jantung yang
20,21,25
yang berpengaruh dalam kejadian penyakit jantung lain.
koroner, tetapi cenderung meningkatkan faktor risiko
Pasien IMA-EST yang dirawat di RSUP Dr. M. 3. World Health Organization (WHO). International
Djamil Padang sebagian besar mendapat terapi classification of diseases 10th revision clinical
reperfusi (59,7%), 41,4% pasien mendapat terapi IKP modification/ICD-10CM. 2015 (diunduh 1 Desember
namun tidak dilakukan dalam 12 jam pertama onset 2015). Tersedia dari: URL: HYPERLINK
nyeri dada pasien dan 15,5% pasien mendapat htttp://ftp.cdc.gov/pub/Health_Statistics/NCHS/Public
fibrinolitik..
ations/ICD10CM/2015/ICD10CM_FY2015_Full_PDF
Menurut panduan dari European Society of
.zip.
Cardiology, pasien dengan gejala klinis IMA-EST
4. Srimahachota S, Boonyaratavej S, Kanjanavanit R, Sritara
dengan elevasi segmen ST persmisten atau LBBB baru
P, Krittayaphong R. Thai registry in acute coronary
pada EKG harus ditatalaksana dalam 12 jam secepat
syndrome (TRACS)-an extension of Thai acute coronary
mungkin.7 Menurut panduan AHA dan PERKI, terapi
syndrome registry (TACS) group: lower in-hospital but
reperfusi segera, baik dengan IKP atau farmakologis,
still high mortality at one-year. J Med Assoc Thai.
diindikasikan untuk semua pasien dengan gejala yang
2012;95:508-18.
timbul dalam 12 jam dengan elevasi segmen ST yang
persisten LBBB yang (terduga) baru. Terapi reperfusi 5. Fathila L. Gambaran profil lipid pada pasien infark
(sebisa mungkin berupa IKP primer) diindikasikan miokard akut di RSUP M. Djmil Padang periode 1 Januari
apabila terdapat bukti klinis maupun EKG adanya 2011-31 Desember 2012 (skripsi). Padang: Fakultas
iskemia yang sedang berlangsung, bahkan bila gejala Kedokteran Universitas Andalas; 2015.
telah ada lebih dari 12 jam yang lalu atau jika nyeri dan 6. Masic I, Rahimic M. Socio-medical Characteristics of
perubahan EKG tampak tersendat.27.28 coronary disease in Bosnia and Herzegovina and The
World. MSM. 2011;23:171-83.
SIMPULAN 7. Thygesen K, Alpert JS, Jaffe AS, Maarten LS, Bernard RC,
Manajemen reperfusi pada pasien IMA-EST di Harvey DW. Universal definition of myocardial infarction.
Bangsal Jantung RSUP Dr. M. Djamil pada tahun 2013- European Heart Journal. 2012;33:2551–67.
2014 paling banyak dilakukan IKP, namun sebagian 8. Farissa IP. Komplikasi pada pasien infark miokard akut ST
besar tindakan IKP tersebut tidak dilakukan dalam 12
elevasi (STEMI) yang mendapat maupun tidak mendapat
jam pasca keluhan pasien.
terapi reperfusi di RSUP Dr. Kariadi Semarang (skripsi).
Semarang, Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro;
UCAPAN TERIMA KASIH
2012.
Terima kasih kepada Direktur RSUP Dr. M.
9. World Health Organization (WHO). Cardiovascular
Djamil yang telah memberikan ijin dan fasilitas dalam
disease (CVDs). 2013 (diunduh 10 November 2015).
penelitian serta staf pegawai rekam medik yang telah
Tersedia dari: URL: HYPERLINK http://www.who.int/
membantu dalam penelitian ini.
mediacentre/factsheets/fs317/en/
10. Alexander, KP, Newby LK, Paul WA, Cannon CP, Gibler
DAFTAR PUSTAKA
WB, Rich MW, et al. Acute coronary care in the elderly,
1. World Health Organization (WHO). Global atlas on
part II ST-segment–elevation myocardial infarction a
cardiovascular disease prevention and control. 2011
scientific statement for healthcare professionals from the
(diunduh 2 November 2015). Tersedia dari: URL:
American Heart Association Council on Clinical Cardiology
HYPERLINKhttp://www.who.int/cardiovascular_disea
Circulation. 2007;115:2570-89.
ses/publications/atlas_cvd/en/
11. Wang L, Wang KS. Age differences in the association of
2. Departemen Kesehatan RI. Riset kesehatan dasar.
severe physiological distress and behavioral factors with
Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
heart disease. 2013 (diunduh 11 Januari 2016). Tersedia
Kementerian Kesehatan RI. 2013 (diunduh 2 November
dari: URL: HYPERLINK
2015). Tersedia dari: URL: HYPERLINK
http://dx.doi.org/10.1155/2013/979623
http://labdata.litbang.depkes.go.id
13. Rahmawati AC, Zulaekah S, Rahmawaty S. Aktivitas fisik (skripsi). Medan: Fakultas Kedokteran Universitas
dan rasio kolesterol (HDL) pada penderita penyakit Sumatera Utara; 2015.
jantung koroner di poliklinik jantung RSUD DR Moewardi 22. Arsenault BJ, Rana JS, Stroes SG, Després JP, Shah PK,
Surakarta. Jurnal Kesehatan. 2009;2(1):11-8. Kastelein JJP. et al. Beyond low-density lipoprotein
14. Nelwan JE. Karakteristik individu penderita penyakit cholesterol. JACC. 2010;55(1):35-41.
jantung koroner di Sulawesi Utara tahun 2011. 2013 23. Arnold SV, Kosiborod M, Tang F, Zhao Z, McCollam PL,
(diunduh 10 April 2016) Tersedia dari: URL: HYPERLINK Birt J, Spertus JA. Changes in Low-Density lipoprotein
15. Maas AHEM, Appleman YEA. Gender difference in Journal of Epidemiology. 2014; 179(11):1293–300.
coronary heart disease. Neth Heart J. 2010;18(12): 598- 24. Rott D, Klempfner R, Goldenberg I, Leibowitz D.
16. Sarumpaet NS. Karakteristik penderita penyakit jantung infarction. Israel Medical Association Journal. 2015;17:
2005-2007 (skripsi). Medan: Fakultas Kesehatan 25. Ram RV, Trivedi AV. Smoking, smokeless tobacco
Masyarakat Universitas Sumatera Utara; 2009 consumption & coronary artery disease – a case control
17. Anwar TB. Faktor-faktor risiko PJK. Medan: Bagian Ilmu study. Natl J Community Med. 2012;3(2):264- 8.
Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara; 26. Kelley JA, Sherrod RA, Symth P. Coronary artery disease
18. Valerian W, Syafri M, Rofinda ZD. Hubungan kadar gula provider in a rural clinic. Online J Rural Nurs Health Care.
koroner akut di RS Dr. M. Djamil Padang. Jurnal 27. O’gara PT, Kushner FG, Ascheim DD, Casey DE, Chung
Kesehatan Andalas. 2015;4(2):430-3. MK, de Lemos JA, et al. ACCF/AHA guideline for the
19. Unachukwu C, Ofori S. Diabetes mellitus and management of ST-Elevation myocardial Infarction. 2013:
20. American Heart Association (AHA). Coronary Artery foundation/American heart association task force on
Disease – Coronary Heart Disease. 2013 (Diakses practice guidelines. Circulation. 2013;127:e362-e425.
29 Desember 2015). Tersedia dari: URL: 28. PERKI. Pedoman tatalaksana sindroma koroner akut.
HYPERLINK http://www.heart.org/HEARTORG/ Jakarta: Centra Communications; 2015.
Conditions/More/MyHeartandStrokeNe.
Kelebihan :
Penelitian ini bersifat deskriptif retrospektif. Penelitian ini dilaksanakan pada Januari 2016-
Maret 2016. Sampel penelitian adalah seluruh pasien IMA- EST yang memenuhi kriteria
inklusi dan kemudian dilakukan pencatatan dari beberapa variabel yang diteliti.
Kekurangan :
Manajemen reperfusi pada pasien IMA-EST di Bangsal Jantung RSUP Dr. M. Djamil
pada tahun 2013- 2014 paling banyak dilakukan IKP, namun sebagian besar tindakan IKP
tersebut tidak dilakukan dalam 12 jam pasca keluhan pasien.
PICO
P : mengetahui gambaran faktor risiko dan manajemen reperfusi pasien IMA-EST di bangsal
jantung RSUP Dr. M. Djamil Padang Sampel penelitian ini seluruh pasien IMA- EST yang
memenuhi kriteria inklusi dan kemudian dilakukan pencatatan dari beberapa variabel yang
diteliti.
I : Penelitian telah dilakukan di bagian Jantung dan bagian Rekam Medik RSUP Dr. M.
Djamil Padang dari Januari 2016 hingga Maret 2016. Penelitian ini bersifat deskriptif
retrospektif. Populasi pada penelitian ini adalah semua pasien yang didiagnosis utama IMA-
EST di RSUP Dr. M. Djamil Padang tahun 2013 - 2014. Penentuan besar sampel
menggunakan teknik total sampling. Sampel pada penelitian ini adalah semua pasien yang
didiagnosis IMA-EST di RSUP Dr. M. Djamil Padang tahun 2013 - 2014 yang memiliki data
rekam medik yang lengkap. Data yang diambil adalah usia, jenis kelamin, faktor risiko dan
manajemen reperfusi yang dijalani. Analisis data dilakukan dengan melakukan analisis
univariat dalam bentuk distribusi frekuensi untuk setiap variabel dari penelitian ini dan
disajikan dalam bentuk tabel.
C : Karakteristik pasien IMA-EST di RSUP Dr. M. Djamil Padang tahun 2013 - 2014
menunjukkan distribusi terbanyak pasien IMA-EST di RSUP Dr. M. Djamil Padang adalah
pada kelompok umur 45 - 54 tahun (38,7%) dan jenis kelamin laki-laki (62,3%)., Distribusi
frekuensi dan persentase berdasarkan faktor risiko menunjukkan bahwa faktor risiko terbanyak
pasien IMA-EST di RSUP Dr. M. Djamil Padang adalah merokok yaitu sebanyak 122
sampel (67,4%) dan hipertensi sebanyak 98 sampel (52,5%). Distribusi frekuensi dan
Jurnal Kesehatan Andalas. 2017; 6(3)
http://jurnal.fk.unand.ac.id 628
persentase berdasarkan jumlah faktor risiko yang dimiliki menunjukkan bahwa pasien IMA-
EST terbanyak meiliki faktor risiko kecil dari 3 sebanyak 99 sampel (54,7%). Distribusi
frekuensi dan persentase berdasarkan manajemen reperfusi menunjukkan gambaran
bahwa pasien IMA-EST yang mendapat manajemen reperfusi sebanyak 108 orang, 28 orang
mendapat terapi fibrinolitik (15,5%), 75 orang mendapat terapi IKP (41,4%) dan 5 orang
diantaranya mendapat Rescue IKP (2,8%).
O: Penelitian ini didapatkan kelompok usia terbanyak yaitu kelompok umur 45–54 tahun
sebanyak
70 orang (38,7%). AHA Scientific Statement memaparkan bahwa angka kejadian IMA-EST
tertinggi didapatkan pada umur <65 tahun.10 Peningkatan umur berkaitan dengan peningkatan
proporsi pasien penyakit jantung koroner karena umur berbanding lurus dengan progresifitas
aterosklerosis dan sebagian faktor risiko yang merupakan faktor risiko penyakit jantung
koroner juga meningkat seiring dengan pertambahan umur.