KOTA MOJOKERTO
Oleh :
Faris Aditiya P, S.Kep
NIM. 1401.14901.016
KOTA MOJOKERTO
Tanggal
Mahasiswa
Pembimbing Institusi
Pembimbing Klinik
NIP.
NIP.
Kepala Ruangan
NIP.
LAPORAN PENDAHULUAN
TRAUMA WAJAH (MAKSILOFASIAL)
1. Definisi Trauma Maksilofasial
Fraktur maksilofasial ialah fraktur yang terjadi pada tulang-tulang
pembentuk wajah. Berdasarkan anatominya wajah atau maksilofasial dibagi
menjadi tiga bagian, ialah sepertiga atas wajah, sepertiga tengah wajah, dan
sepertiga bawah wajah. Bagian yang termasuk sepertiga atas wajah ialah tulang
frontalis, regio supra orbita, rima orbita dan sinus frontalis. Maksila, zigomatikus,
lakrimal, nasal, palatinus, nasal konka inferior, dan tulang vomer termasuk ke
dalam sepertiga tengah wajah sedangkan mandibula termasuk ke dalam bagian
sepertiga bawah wajah.
Trauma pada jaringan maksilofasial dapat mencakup jaringan lunak dan
jaringan keras. Yang dimaksud dengan jaringan lunak wajah adalah jaringan
lunak yang menutupi jaringan keras wajah. Sedangkan yang dimaksud dengan
jaringan keras wajah adalah tulang kepala yang terdiri dari : tulang hidung, tulang
arkus zigomatikus, tulang mandibula, tulang maksila, tulang rongga mata, gigi,
tulang alveolus. Yang dimaksud dengan trauma jaringan lunak adalah:
- Abrasi kulit, tusukan, laserasi, tato
- Cedera saraf, cedera saraf fasial
- Cedera kelenjar paratiroid atau duktus Stensen
- Cedera kelopak mata
- Cedera telinga
- Cedera hidung
2. Anatomi Maksilofasial
Pertumbuhan kranium terjadi sangat cepat pada tahun pertama dan kedua
setelah lahir dan lambat laun akan menurun kecepatannya. Pada anak usia 4-5
tahun, besar cranium sudah mencapai 90% cranium dewasa. Maksilofasial
tergabung dalam tulang wajah yang tersusun secara baik dalam membentuk
wajah manusia. Daerah maksilofasial dibagi menjadi 3 bagian. Bagian pertama
adalah wajah bagian atas, di mana patah tulang melibatkan frontal dan sinus.
Bagian kedua adalah midface tersebut. Midface dibagi menjadi bagian atas dan
bawah. Para midface atas adalah di mana rahang atas Le Fort II dan III Le Fort
fraktur terjadi dan / atau di mana patah tulang hidung, kompleks nasoethmoidal
atau zygomaticomaxillary, dan lantai orbit terjadi. Bagian ketiga dari daerah
maksilofasial adalah wajah yang lebih rendah, di mana patah tulang yang
terisolasi ke rahang bawah.
Tulang pembentuk wajah pada manusia bentuknya lebih kecil dari tengkorak
otak. Didalam tulang wajah terdapat rongga-rongga yang membentuk rongga mulut
(cavum oris), dan rongga hidung (cavum nasi) dan rongga mata(orbita).
a. Bagian hidung terdiri atas :
Os Lacrimal (tulang mata) letaknya di sebelah kiri/kanan pangkal hidung
disudut mata. Os Nasal (tulang hidung) yang membentuk batang hidung
sebelah atas. Dan Os Konka nasal (tulang karang hidung), letaknya di dalam
rongga hidung dan bentuknya berlipat-lipat. Septum nasi (sekat rongga
hidung) adalah sambungan dari tulang tapis yang tegak.
b. Bagian rahang terdiri atas tulang-tulang seperti :
Os Maksilaris (tulang rahang atas), Os Zigomaticum, tulang pipi yangterdiri
dari dua tulang kiri dan kanan. Os Palatum atau tulang langit-langit, terdiri
dari dua dua buah tulang kiri dan kanan. Os Mandibularis atau tulang rahang
bawah, terdiri dari dua bagian yaitu bagian kiri dan kanan yang kemudian
bersatu di pertengahan dagu. Dibagian depan dari mandibula terdapat
processus coracoids tempat melekatnya otot.
3. Facial danger zones (Zona bahaya wajah)
Secara anatomi, wajah memiliki beberapa serabut-serabut saraf yang tersebar di
beberapa lokasi di wajah, ada 7 lokasi-lokasi penting di sekitar wajah yang
apabila terjadi trauma atau kesalahan dalam penanganan trauma maksilofasial
akan berakibat fatal, lokasi-lokasi tersebut disebut dengan facial danger zone.
4. Epidemiologi
Dari data penelitian itu menunjukan bahwa kejadian trauma maksilofasial sekitar
6% dari seluruh trauma yang ditangani oleh SMF Ilmu Bedah RS Dr.Soetomo.
Kejadian fraktur mandibula dan maksila terbanyak diantara 2 tulang lainnya,
yaitu masing-masing sebesar 29,85 %, disusul fraktur zigoma 27,64 % dan fraktur
nasal 12, 66 %. Penderita fraktur maksilofasial ini terbanyak pada laki-laki usia
produktif,yaitu usia 21-30 tahun, sekitar 64,38 % disertai cedera di tempat lain,
dan trauma penyerta terbanyak adalah cedera otak ringan sampai berat, sekitar
56%. Penyebab terbanyak adalah kecelakaan lalu lintas dan sebagian besar adalah
pengendara sepeda motor.
5. Etiologi Trauma Maksilofasial
Trauma wajah di perkotaan paling sering disebabkan oleh perkelahian, diikuti
oleh kendaraan bermotor dan kecelakaan industri. Para zygoma dan rahang
adalah tulang yang paling umum patah selama serangan. Trauma wajah dalam
pengaturan masyarakat yang paling sering adalah akibat kecelakaan kendaraan
Persentase (%)
40-45
Penganiayaan / berkelahi
10-15
Olahraga
5-10
Jatuh
Lain-lain
5
5-10
pada pasien yang tidak memakai sabuk pengaman mereka. Penyebab penting lain
dari trauma wajah termasuk trauma penetrasi, kekerasan dalam rumah tangga,
dan pelecehan anak-anak dan orang tua.
Bagi pasien dengan kecelakaan lalu lintas yang fatal menjadi masalah karena
harus rawat inap di rumah sakit dengan cacat permanen yang dapat mengenai
ribuan orang per tahunnya. Berdasarkan studi yang dilakukan, 72% kematian
oleh trauma maksilofasial paling banyak disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas
(automobile).
Berikut ini tabel etiologi trauma maksilofasial :
Persentase (%)
10-15
Penganiayaan / berkelahi
5-10
50-65
Jatuh
5-10
disebut floating
jaw.
Hipoestesia
nervus
infraorbital
10
bersifat depressedke dalam atau hanya mempunyai garis fraktur linier yang
dapat meluas ke daerah wajah yang lain.
8. Patofisiologi Trauma Maksilofasial
Kehadiran energi kinetik dalam benda bergerak adalah fungsi dari massa
dikalikan dengan kuadrat kecepatannya. Penyebaran energi kinetik saat deselerasi
menghasilkan kekuatan yang mengakibatkan cedera. Berdampak tinggi dan
rendah-dampak kekuatan didefinisikan sebagai besar atau lebih kecil dari 50 kali
gaya gravitasi. Ini berdampak parameter pada cedera yang dihasilkan karena
jumlah gaya yang dibutuhkan untuk menyebabkan kerusakan pada tulang wajah
berbeda regional. Tepi supraorbital, mandibula (simfisis dan sudut), dan tulang
frontal memerlukan kekuatan tinggi-dampak yang akan rusak. Sebuah dampak
rendah-force adalah semua yang diperlukan untuk merusak zygoma dan tulang
hidung.
Patah
Tulang Frontal :
ini terjadi
akibat dari
pukulan
berat pada dahi. Bagiananterior dan / atau posterior sinus frontal mungkin
terlibat. Gangguan lakrimasi mungkin dapat terjadi jika dinding posterior sinus
frontal retak. Duktus nasofrontal sering terganggu.
Fraktur Dasar Orbital : Cedera dasar orbital dapat menyebabkan suatu fraktur
yang terisolasi atau dapat disertai dengan fraktur dinding medial. Ketika kekuatan
menyerang pinggiran orbital, tekanan intraorbital meningkat dengan transmisi ini
kekuatan
dan
dinding
medial orbita. Herniasi dari isi orbit ke dalam sinus maksilaris adalah mungkin.
Insiden cedera okular cukup tinggi, namun jarang menyebabkan kematian.
Patah Tulang Hidung: Ini adalah hasil dari kekuatan diakibatkan oleh trauma
langsung.
Fraktur
kekuatan
trauma dari
dapat
mengakibatkan
fraktur
terisolasi
melibatkan
jahitan
zygomaticotemporal.
Patah Tulang Zygomaticomaxillary kompleks (ZMCs): ini menyebabkan patah
tulang dari trauma langsung. Garis fraktur jahitan memperpanjang melalui
zygomaticotemporal, zygomaticofrontal, dan zygomaticomaxillary dan artikulasi
11
Panfacial:
Ini
biasanya
sekunder
mengakibatkan cedera pada wajah atas, midface, dan wajah yang lebih rendah
9. Manifestasi Klinis
Gejala klinis gejala dan tanda trauma maksilofasial dapat berupa :
Dislokasi, berupa perubahan posisi yg menyebabkan maloklusi terutama pada
fraktur mandibular
Pergerakan yang abnormal pada sisi fraktur
Rasa nyeri pada sisi fraktur
Perdarahan pada daerah fraktur yang dapat menyumbat saluran napas
Pembengkakan dan memar pada sisi fraktur sehingga dapat menentukan
lokasi daerah fraktur
Krepitasi berupa suara pada saat pemeriksaan akibat pergeseran
Laserasi yg terjadi pada daerah gusi, mukosa mulut dan daerah sekitar fraktur
Diskolorisasi perubahan warna pada daerah fraktur akibat pembengkakan
Numbness, kelumpuhan dari bibir bawah, biasanya bila fraktur terjadi
dibawah nervus alveolaris
Pada fraktur orbita dapat dijumpai penglihatan kabur atau ganda, penurunan
pergerakan bola mata dan penurunan visus
10. Pemeriksaan Penunjang
a. Wajah Bagian Atas :
-
12
Panoramic X-ray
dengan
cara
menurunkan
PaCO 2 dengan
hiperventilasi
yang
13
Antibiotika yang mengandung barrier darah otak (pensilin) atau untuk infeksi
anaerob diberikan metronidasol.
Makanan atau cairan. Pada trauma ringan bila muntah-muntah tidak dapat
diberikan apa-apa,hanya cairan infuse dextrose 5%, aminofusin, aminofel (18
jam pertama dari terjadinya kecelakaan), 2-3 hari kemudian diberikan
makanan lunak.
Pada trauma berat. Karena hai-hari pertama didapat klien mengalami
penurunan kesadaran dan cenderung terjadi retensi natrium dan elektrolit
maka hari-hari pertama (2-3 hari) tidak terlalu banyak cairan. Dextosa 5% 8
jam pertama, ringer dextrosa 8 jam kedua, dan dextrose 5% 8 jam ketiga,
pada hari selanjutnya bila kesadaran rendah maka makanan diberikan melalui
nasogastric tube (2500-300 TKTP). Pemberian protein tergantung dari nilai
urenitrogennya.
12. Komplikasi
-
Perdarahan ulang
Konvulsi
Tanda
Sirkulasi
14
Gejala
Integritas ego
Gejala
Tanda
:Cemas,mudah tersinggung,delirium,agitasi,bingung,depresi
Eliminasi
Gejala
Makanan/cairan
Gejala
Tanda
: muntah,gangguan menelan
Neurosensori
Gejala
vertigo,
sinkope,tinitus,kehilangan
pendengaran,
Perubahan
dalam
Nyeri/kenyamanan
Gejala
lama
Tanda
Pernafasan
Tanda
Perubahan
pola
nafas,
nafas
berbunyi,
stridor,
tersedak,ronkhi,mengi
-
Keamanan
Gejala
Tanda
: Fraktur/dislokasi,gangguan penglihatan
Gangguan kognitif
15
Demam
Diagnosa Keperawatan
-
Rencana Keperawatan
16
ulang
fungsi
untuk
mempertahankan
fungsi
pernapasan.
memeriksa tekanan oksigen dalam tabung, hasil diagnostik dan menyediakan sebagai
monitor manometer untuk menganalisis cadangan.
batas/kadar oksigen.
Mengkaji tidal volume (10-15 ml/kg).
periksa fungsi spirometer.
Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :
Pemberian analgesic.
pengembangan parunya.
DX 2 : Resiko tinggi peningkatan TIK yang berhubungan dengan desak ruang sekunder
dari kompresi korteks serebri dari adanya perdarahan baik bersifat intraserebral
hematoma, subdural hematoma, dan epidural hematoma.
Tujuan : dalam waktu 30 menit tidak terjadi peningkatan TIK pada klien.
Kriteria hasil : klien tidak gelisah, klien tidak mengeluh nyeri kepala, mual-mual dan
muntah, GCS 4, 5, 6, tidak terdapat papiledema. TTV dalam batas normal ( TD: 120/80
mmhg, HR : 80-100x/menit, RR : 16-20x/menit), Keringat dingin (-), Akral hangat
Intervensi
Rasionalisasi
Mandiri
Kaji
ulang
situasi/keadaan
koma/penurunan
faktor
penyebab
dari Deteksi
dini
untuk
memprioritaskan
jaringan
17
tekanan
darah
peningkatan
bradikardi,
disritmia,
intrakrinial.
tekanan
dispnea
darah,
merupakan
mata
merupakan
tanda
dari
gangguan
diatur
oleh
(okulomotorik)
keseimbangan
saraf
yang
antara
III
cranial
menunjukkan
parasimpatis
dan
Peningkatan
kebutuhan
metabolism
dan
pada
menghambat
aliran
darah
otak
kerja
perawatan
mengurangi kecemasan.
Perubahan
kesadaran
sama
klien
dalam
dan
menunjukkan
18
Kolaborasi :
Pemberian O2 sesuai indikasi.
Mengurangi
hipoksemia,
dimana
dapat
untuk
tindakan
peningkatan ntrakranial.
Pemberian cairan mungkin di inginkan untuk
mengurangi
edema
serebral,
peningkatan
DX 3 : Tidak efektif bersihan jalan napas yang berhubungan dengan adanya jalan napas
buatan pada trakea, peningkatan sekresi sekret, dan aspirasi cairan lambung
Tujuan : Dalam waktu 30 menit terdapat perilaku peningkatan keefektifan jalan napas.
Kriteria hasil : Bunyi napas terdengar bersih, ronkhi tidak terdengar, tracheal tube bebas
sumbatan, menunjukkan batuk yang efektif, tidak ada lagi penumpukan sekret di saluran
pernapasan.
Intervensi
Rasional
Mandiri
Lakukan
diperlukan,
penghisapan
batasi
durasi
lender
pengisapan terus-menerus,
dan
durasinya
pun
dapat
dengan 15 detik atau lebih. Gunakan dikurangi untuk mencegah bahaya hipoksia.
kateter pengisap yang sesuai, cairan Diameter kateter pengisap tidak boleh lebih
fisiologis steril.
19
pengisapan
dengan
ambu
bag Dengan
(hiperventilasi).
membuat
hiperventilasi
melalui
atelektasis
dan
mengurangi
terjadinya hipoksia.
Monitoring
Kaji ulang keadaan jalan napas
sekret,
sisa
cairan
mucus,
napas
tidak
terganggu.menandakan
Lekatkan tube secara hati-hati dengan napas ke paru-paru kanan dan mengakibatkan
memakai perekat khusus.
Mohon
bantuan
perawat
ketika
mengeluarkan
untuk
lendir
memudahkan
dan
mengevaluasi
Pemberian ekspektoran.
Pemberian antibiotic.
parunya.
seperti
aminophilin,
20
terasa nyeri dan berikan posisi yang sehingga akan meningkatkan kenyamanan.
nyaman misalnya ketika tidur, belakangnya
dipasang bantal kecil.
Monitoring
Jelaskan dan bantu klien dengan tindakan Pendekatan dengan menggunakan relaksasi
pereda nyeri nonfarmakologi dan non- dan
invasif.
nonfarmakologi
lainnya
telah
KIE
Ajarkan relaksasi :
Teknik-teknik
ketegangan
otot
rangka,
analgetik.
Rasional
klien
yang
trauma multiple.
21
bradikardi, takikardi atau bentuk disritmia bradikardia) dan disritmia dapat timbul yang
lainya.
encerminkan
adanya depresi / trauma pada batang otak pada
pasien yang tidak mempunyai kelainan jantung
sebelumnya.
Nafas tidak teratur menunjukkan adanya
gangguan
hiperventilasi
menyempit.
tengah/ pada posisi netral. Sokong dengan menekan vena jugularis dan menghambat
handuk kecil /
meningkat TIK.
ditoleransi.
/ resiko terjadinya peningkatan TIK.
Kolaborasi pemberian O2 tambahan sesuai Menurunkan hipoksemia yang mana dapat
Indikasi
- Steroid
- Analgetik sedang
- Sedatif
22
23
DAFTAR PUSTAKA
Smeltzer, Suzanne C. Brenda G.Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner dan Suddarth. Edisi 8. Jakarta:EGC
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta: Salemba Medika
M.Taylor, Cynthia., Ralph, Sheila. 2012. Diagnosis Keperawatan dengan Rencana
Asuhan. Jakarta:EGC
http://bedahugm.com/Correlation-between-midfacial-fractures-andintracranial-lesion-in-mild-and-moderate-head-injury-patients.php.
Accesed on August 28, 2010.
Dwidarto D. Affandi M.
panfascial
Fracture
Case
Report).
http://www.pdgionline.com/web/index.
php
Available
at:
?option=co
ntent
mosby co.
2003
Prasetiyono A. Penanganan
24
WOC
Kulit kepala
Jaringan otak
Cedera otak
TIK
Gangguan kesadaran,
gangguan TTV, kelainan
neurologis
Gangguan autoregulasi
O2 gangguan
metabolisme
Edema otak
rangsangan simpatis
Stress lokalis
katekolamin, sekresi
asam lambung
tek.pembuluh darah
pulmonal
Mual, muntah
tekanan hidrostatik
Intake nutrisi
tidak adekuat
Kebocoran cairan
kapiler
Edema paru
Gangguan perfusi
jaringan serebral
Curah jantung
Difusi O2 terhambat
Hipoksemia, hiperkapnea