Anda di halaman 1dari 33

PERTOLONGAN PERSALINAN SESUAI APN

ASUHAN KEBIDANAN PERSALINAN DAN BAYI BARU LAHIR

Oleh

Kelompok 5 :

ARIANTI ANUWA

IRMAWATI HUSNA

MARYAM DJIBU

NUR ASTRI KAUNANG

NURINDA ALIFAH ENTENGO

OLIVIA P. S. BOGU

RIFKA ANDALIANY THALIB

SRI MIYATI IYADO

TIYARA YASIN

KELAS II B DIII KEBIDANAN

DIPLOMA D-III KEBIDANAN


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES GORONTALO
TA : 2020/2021
KATA PENGANTAR

Ucapan puji dan syukur semata-mata hanyalah milik Allah SWT. Hanya kepada-
Nya lah kami memuji dan hanya kepada-Nya lah kami bersyukur, kami meminta
ampunan dan kami meminta pertolongan.
Dengan hormat serta pertolongan-Nya, puji syukur, pada akhirnya kami dapat
menyelesaikan makalah kami dengan judul “Pertolongan Persalinan Sesuai APN “
dengan lancar. Kami pun menyadari dengan sepenuh hati bahwa tetap terdapat
kekurangan pada makalah kami ini.
Oleh sebab itu, kami sangat menantikan kritik dan saran untuk materi kami
mengenai penulisan makalah berikutnya. Kami juga berharap hal tersebut mampu
dijadikan cambuk untuk kami supaya kami lebih mengutamakan kualitas makalah di
masa yang selanjutnya.

Gorontalo, Agustus 2020

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………………………...

DAFTAR ISI……………………………………………………………………………..

BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………………..

A. Latar Belakang…………………………………………………………………….

B. Rumusan Masalah…………………………………………………………………

C. Tujuan......................................................................................................................

D. Manfaat…………………………………………………………………………....

BAB II PEMBAHASAN………………………………………………………………

A. Pembukaan Kala II………………………………………………………………

B. Menolong Kelahiran Bayi……………………………………………………….

C. Persiapan Alat……………………………………………………………………

D. Persiapan obat-obatan……………………………………………………………

E. Peran suami dan keluarga dalam proses persalinan……………………………..

F. 58 langkah asuhan persalinan normal…………………………………………...

BAB III PENUTUP……………………………………………………………………

A. Kesimpulan............................................................................................................

B. Saran……………………………………………………………………………..

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………

LAMPIRAN……………………………………………………………………………..
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan
uri) yang telah cukup bulan atau atau dapat hidup di luar kandungan
melalui jalan lahir atau bukan jalan lahir, dengan bantuan atau tanpa
bantuan (kekuatan sendiri) (Mochtar, 2002).
Persalinan adalah proses membuka dan menipisnya serviks,
hingga janin turun ke dalam jalan lahir. Kelahiran adalah proses dimana
janin dan ketuban di dorong keluar melalui jalan lahir (sarwono, 2001).
Persalinan merupakan suatu proses alami yang akan berlangsung
dengan sendirinya, tetapi persalinan pada manusia setiap saat terancam
penyulit yang membahayakan ibu maupun janinnya sehingga
memerlukan pengawasan, pertolongan dan pelayanan dengan fasilitas
yang memadai. Persalinan dibagi menjadi empat tahap penting dan
kemungkinan penyulit dapat terjadi pada setiap tahap
tersebut ( Manuaba, IG, 1999 )
Ibu merupakan kesatuan dari Bio Psikososial Spiritual maka
perlu perhatian khusus dari bidan yang dalam menyiapkan fisik dan
mental guna meningkatkan serta mencegah komplikasi lebih lanjut.
Bidan merupakan salah satu tenaga dari team pelayanan kesehatan yang
keberadaannya paling dakat dengan ibu yang mempunyai peran penting
dalam mengatasi masalah melalui asuhan kebidanan. Dalam melaksanan
asuhan kebidanan bidan dituntut memiliki wawasan yang luas, trampil
dan sikap profesional, karena tindakan yang kurang tepat sedikit saja
dapat menimbulkan komplikasi. Oleh karenanya diharapkan semua
persalinan yang dialami ibu dapat berjalan normal dan terjamin pula
keselamatan baik ibu dan bayinya. 

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan pembukaan kala II ?
2. Apa saja proses pertolongan kelahiran bayi ?
3. Apa saja persiapan alat dalam proses pertolongan persalinan ?
4. Apa saja peran suami dan keluarga dalam proses pertolongan
persalinan ?
5. Apa saja langkah asuhan persalinan normal ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui tanda dan gejala pembukaan kala II
2. Untuk mengetahui proses pertolongan kelahiran bayi
3. Untuk mengetahui alat yang akan digunakan saat pertolongan
persalinan
4. Untuk mengetahui peran suami dan keluarga dalam proses
pertolongan persalinan
5. Untuk mengetahui langkah-langkah asuhan persalinan normal
D. Manfaat
Sebagai sumber wawasan bagi pembaca khususnya mahasiswa
kebidanan tentang pertolongan persalinan sesuai APN. Selain itu sebagai
salah satu nilai tugas Mata Kuliah “Pertolongan Persalinan Sesuai APN”
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pembukaan Kala II

Persalinan adalah suatu peroses pengeluaran hasil konsepsi yang hidup


dari dalam uterus melalui vagina keluar dunia Persalinan Kala II adalah proses
pengeluaran buah kehamilan sebagai hasil pengenalan proses dan
penatalaksanaan kala pembukaan, batasan kala II di mulai ketika pembukaan
serviks sudah lengkap 10 cm dan berakhir dengan kelahiran bayi, kala II juga di
sebut sebagai kala pengeluaran bayi (Rukiyah, 2012). Lamanya (waktu) kala II
pada persalinan spontan tanpa komplikasi adalah pada waktu his kepala janin
mulai terlihat, vulva membuka dan perenium meregang dengan his mengedan
yang terpimpin akan lahirlah kepala dengan diikuti seluruh badan janin.Kala II
pada primi 2-3 jam, pada multi 1 jam (Setyorini, 2013).

Kala II disebut juga dengan kala pengeluaran, kala ini dimulai dari
pembukaan lengkap (10 cm) sampai bayi lahir. Proses ini berlangsung 2 jam
pada primigravida dan 1 jam pada multigravida, gejala utama dari kala II
adalah :

1. His semakin kuat, dengan interval 2 sampai 3 menit dengan durasi 50 sampai
100 detik.

2. Menjelang akhir kala I, ketuban pecah yang ditandai dengan pengeluaran


cairan secara mendadak.

3. Ketuban pecah pada pembukaan merupakan pendeteksi lengkap diikuti


keinginan mengejan karena fleksus frankenhauser tertekan.

4. Kedua kekuatan, his dan mengejan lebih mendorong kepala bayi sehingga
kepala bayi membuka pintu, subocciput bertindak sebagai hipomoglion
berturut-turut lahir dari dahi, muka, dagu yang melewati perineum.
5. Kepala lahir seluruhnya dan diikuti oleh putaran paksi luar, yaitu
penyesuaian kepala pada punggung.

6. Setelah putar paksi luar berlangsung maka persalinan bayi ditolong dengan
jalan :

a) Kepala dipegang pada ocsiput dan di bawah dagu, ditarik curam ke


bawah untuk melahirkan bahu belakang.

b) Setelah kedua bahu lahir, ketiak diikat untuk melahirkan sisa badan bayi.

c) Bayi kemudian lahir diikuti oleh air ketuban (Annisa, 2017).


Kala II (Kala pengeluaran janin)

Kala II persalinan dimulai Ketika pembukaan servik sudah lengkap dan


berakhir dengan lahirnya bayi, pada primigravida berlangsung 2 jam dan
multipara selama 1 jam.

Tanda gejala kala II :

1. His semakin kuat dengan interval 2-3 menit

2. Ibu merasa ingin meneran Bersamaan dengan terjadinya kontraksi

3. Ibu merasakan adanya tekanan pada rectum atau vagina

4. Perineum menonjol

5. Vulva-vagina dan sfingter ani membuka

6. Peningkatan pengeluaran lendir dan darah (Nila Trisna, 2019).

Berikut tabel lamanya persalinan :

Lamanya Persalinan

Uraian Primipara Multipara

Kala I 13 jam 7 jam

Kala II 1 jam ½ jam

Kala III ½ Jam 1/4 jam

Total : 14 ½ jam 7 ¾ jam

B. Menolong Kelahiran Bayi

1. Posisi saat ibu melahirkan


Selama ini, posisi melahirkn yang banyak digunakan adalah berbaring
telentang sepanjang persalinan tahap pertama. Selanjutnya, jika tiba
waktunya mengejan, ibu dipindahkan ke posisi berbaring, kedua kaki dibuka
lebar dan di sangga atau litothomi.padahal,posisi melahirkan tidak terbatas
itu. Ibu dapat dan boleh mencoba berbagai posisi melahirkan yang berbeda
untuk setiap tahapan, dan kondsi persalinan. Tujuannya menemukan pereda
sakit atau membuta proses persalinan lebih mudah.

Dulu, wanita yang sering menjalani fase peralinan dan melahirkan


dengan posisi tegak sehingga seviks tetap vertical, seperti berlutut,
berjongkok, duduk, atau berdiri tegak. Melairkan dengan posisi-posisi ini
memungkinkan dinding perut rileks dan bayi turun kejalan lahir lebih cepat.
Hal itu dikarenakan kontraksi terjadi lebih kuat dan lebih teratur sehingga
persalinan yang dialami lebih singkat.

Kebebasan memilih posisi melahirkan membuat ibu lebih percaya diri


mengatasi persalin dan melahirkan. Ibu juga ebih puasa dengan
pengalamannya.

a) Posisi sebelum persalinan dan selama persalinan

Kebanyakan wanita berbaring sebelum dan selama


persalinan.padahal, ini tidak diajurkan. Selain bukan posisi yang
nyaman, berbaring dapat menurunkan kekuatan dan frekuensi kontraksi
sehingga memperlambat proses persalinan. Berbaring juga membuat
tekanan darah turun dan mengurangi suplai oksigen bagi bayi sehingga
memperlambat denyut jantung bayi. Jika ibu berbaring terlentang,
tinggikan kepala tempat tidur dan ltakan bantal dibawah satu paha
sehingga ibu idak berbaring rata.

Sebaliknya,jika posisi ibu tetap tegak atau ibu tetap


bergerak,gravitasi bumi menarik kepala bayi turun menuju ke panggul.
Riset menunjukan,ibu yang tetap bergerak selama persalinan akan
mendapatkan persalinan lebih singkat dan bantuan pereda sakit lebih
sedikit dari pada ibu yang terus berbaring.
b) Posisi saat persalinan dimulai
Saat persalinan dimulai, mungkin ibu sulit beristirahat karena ingin
tetap sibuk dan bergerak.hal ini boleh dilakukan,tetapi jangan teralalu
lelah.istirahatlah sesekli,duduk atau baring pada sisi tubuh.jika kontraksi
dimulai malam hari, tetaplah ditempat tidur dan rileks selama mungkin.
Saat kontraksi makin kuat, ibu butuhberkonsentrasi, focus pad apa yang
terjadi pda ubuh dan bayi, serta melatih tehnik pernapasan dan relaktasi.
Inilah saatnya memilih posisi paling menolong dalam menghadapi
kontraksi. Pilihan yang dapat dilakukan ibu sebagai berikut.
a) Berlutut disangga tagan dan lutut atau merangkak. Posisi ini
merupakancara terbaik menghilangkan sakit pantat
b) Berlutu disangga kursi, pinggir ranjang, atau pendamping
persalinan. posisi ini mereangkan otot-otot pantat dan memiliki
efek seperti posisi jalan dan berdiri.
c) Berlutut dubantal besar atau kasur keil yang diletakkan dilantai
atau bersandar dengan tubuh condong di punggung kursi.
d) Meletakkan kedua tangan dileher pasangan
e) Duduk mengagkan dikursi, beristirahat diatas bantal yang
diletakkan diatas punggung kursi.
f) Menyandarkan tubuh di punggung kursi
g) Duduk di toilet
h) Meskipun menurunkan kekuatan dan frekunsi kontraksi sehingga
memperlmbat persalinan, duduk setelah berjalan atau berdiri
dibenerkan. Namun, dudk saat terjadi kontraksi tidak nyaman.
i) Berdiri, terutama di bawah pancuran air hangat dapat meredakan
sakit kontraksi. Berjalan membantu ibu bernapas lebih mudah.
Ketika berjalan-jalan, patikan ibu ditemani.
j) Berlutu diatas satu kaki, sedangkan kaki lainnya ditekuk.
k) Jangan lupa, menggerakan pinggul ke depan-belakang atau
membentuk lingkaran untuk membantu bayi bergerak menuju
pnggul dan untuk membuat ibu nyaman.
Seluruh posisi diatas berguna untuk membuat kontraksi efektif dan
menolong ibu merasa terkendali. Jika ingin mengubah posisi seiring
keajuan proses persalinan, mintalah bantuan pendamping persalinan atau
bidan. Halite merupakantugas mereka membut ibu nyaman dalam
menggunakan bantal, kasur kecil, aau pilihan lain.
c) posisi saat kontraksi kuat
Ketika ibu mengalamikontaksi kuat, mngkin tidak ingin bergerak
karena ibu menggunakan seluruh kekuatan untuk menahan sakit. Jangan
khawatir, secara alamiah ibu akan menemukan posisi paling nyaman.
Tetaplah bergerak atau bersandar sepanjang kontraksi . ibu akan baik
kembali di sela kontraksi.
d) Posisi istirahat
Jika ibu benar-benar lelah dan sangat ingin tiduran, beraringlah
pada sisi kiri tubuh. Efek berbaring miring lebih bagus bagi bayi karena
memberinya lebih banyak kosigen. Jika sudah cukup istirahat, kemalilah
ke posisi duduk, kemudian bangun kembali
e) Posisi untuk sakit punggung.
Jika ibu mengalami sakit punggung yang parah di antara kontraksi,
mungkin ini karena bayi berada di posisi posterior, kepala di atas atau
salah satu posisi sungsnag. Ini mmbuat persalina semakin sulit dihadapi,
kecuali jika ibu dapat membuat tubuh bayi memutar kebawah sehingga
tidak terlalu menekan pangkal tulan belakang ibu. Caranya, lakukan
posisi merangkak dan bantal di bwaha lutu dan tnagan agar ibu tetap
nyaman. Jika ibu merasa dara naik ke kepala,istirhatkan kepala,bahu dan
lengan bawah di atas bantal besar sehingga keapal tidak menggantung.
f) Posisi saat menggunakan epidural
Ibu harus tetap di tempat tidur jika efek epidural membuat bagian
tubuh dari pinggang kebawah kebal. Namun, jika ibu masih dapat
merasakan tubuhnya dan bergerak sedikit, cobalah duduk dikursi,
lebarkan kedua lutut, dan condongkan tubuh kedepan pada setiap
kontraksi. Jika ibu harus tetap ditempat tidur, pastikan ibu mendapat
cukup bantal du bwaha tubuh atau punggung untuk menahan tubuh tetap
mirirng di satu sisi. Saat siap mengejan, tetaplah disisi tersebut dan
mintalah pendamping persalinan menaikkan salah satu kaki ke atas saat
kontraksi terjadi. Mengejanlah dengan kekuatan bertumpu pada kedua
kaki. Hindari berbaring terlentang. Posisi tersebut mengurangi aliran
oksigen untuk bayi.
2. Pencegahan Laserasi
Laserasi spontan pada vagina atau perineum dapat terjadi saat kepala
dan bahu dilahirkan. Kejadian laserasi akan meningkat jika bayi dilahirkan
terlalu cepat dan tidak terkendali. Bombing ibu untuk meneran dan beristirahat
atau bernafas dengan cepat pada waktunya. Dimasa lalu, dianjurkan untuk
melakukan episiotomy secara rutin yang bertujuan untuk mencegah robekan
berlebihan pada perineum, membuat tepi luka rata sehingga mudah dilakukan
penjahitan (reparasi), mencegah penyulit atau tahanan pada kepala dan
infeksitetapi hal tersebut ternyata tidak did dukung oleh bukti-bukti ilmiah yang
cukup.
Episiotomy rutin tidak dianjurkan kerena dapat menyebabkan :
1. Meningkatnya jumlah darah yang hilang dan resiko hematoma
2. Kejadian laserasi derajat tiga atau empat lebih banyak pada
episiotomy rutin dibandingkan dengan tanpa episiotomy .
3. Meningkatnya nyeri pasca persalinan di daerah perenium.
4. Meningkatnya resiko infeksi ( terutama jika prosedur PI diabaikan )
indikasi untuk melakukan episiotomy untuk mempercepat kelahiran
bayi bila didapatkan :
a) Gawat janin dan bayi akan segera dilahirkan dengan tindakan
b) Penyulit kelahiran per vaginam (sungsang, distosia bahu,
ektraksi cunanam(forsep)atau ekstraksi vakum
c) Jaringan parut pada perineum atau vagina yang
memperlambat kemajuan persalinan .
3. Melahirkan Kepala

Banyak wanita yang dapat melahirkan bayinya spontan di tempat tidur


tanpa pertolongan. Meskipun demikian ada keuntungannya mempunyai
penolong dan bersalin dimeja bersalin.

a) kalau terjadi komplikasi yang tidak terduga segera dapat diambil


tindakan
b) ahli kebidanan dapat membantu pasien sedemikian rupa sehingga
kejadian robekan jalan lahir yang hebat dan tidak terkontrol dapat
dikurangi.

Kelahiran kepala terkontrol. Harus dilakukan cara-cara yang telah


direncanakan untuk memungkinkan lahirnya kepala dengan pelan-pelan.
Lahirnya kepala dengan pelan-pelan dan sedikit mengurangi terjadinya
laserasi. Penolong harus mencegah terjadinya pengeluaran kepala yang tiba-
tiba oleh karena ini akan mengakibatkan laserasi yang hebat dan tidak
teratur, bahkan dapat meluas sampai sphincter ani dan rectum.

a) pimpinan mengejan: pimpinan mengejan yang benar adalah penting.


Dua kekuatan yang bertanggung jawab untuk lahirnya bayi adalah
kontraksi uterus dan kekuatan mengejan. Kontraksi uterus tidak
dipengaruhi kehendak tetapi mengejan dapatdipengaruhi. Pada awal
persalinan kala dua pasien haru mengejan setiap ada kontaksi untuk
mempercapat kemajuan persalinan. Akan tetapi pada kelahiran yang
sebenarnya pengeluaran kepala yang terlau cepat dapat diperlambat
dengan pasien menarik nafas dalam dan cepat dengan mulut terbuka
setiap ada kontraksi. Kalau pasien bernafas berulang-ulang dengan
cepat maka diaphragma bergerak dan tidak memungkinkan
terbentuknya tekanan intra abdominal yang efektif sehingga kekuatan
mengejan menjadi hilang.
b) Tekanan dengan tangan: umumnya kecepatan kelahiran dapat dikurangi
dengan tekanan dengan tangan pada kepala. Kadang-kadang daya
dorong sedemikian besar sehingga tidak mungkin atau bahkan usaha-
usaha untuk memperlambat kelahiran dapat membahayakan. Kepala
tidak boleh didorong kembali dengan paksa.
c) Perasat ritgen: tujuan perasat ini adalah untuk mempermudah extensi
kepala janin dengan demikian memperlancar kelahirannya. Prosedur ini
paling baik dikerjakan pada waktu tidak ada kontraksi uterus. Pada saat
itu kepala dapat dilahirkan pelan-pelan, sedikit demi sedikit dan
sepenuhnya berada dibawah kontrol si penolong. Lagi pula jaringan
lunak lebih relaks dan kerusakan jaringan kurang. Perasat ini belum
bisa dilakukan kalau UUK belum berada dibawah symphysis. Baru
dapat dikerjakan kalau diameter suoccipitofrontalis hampir dilahirkan

Tangan operator, diselubungi dengan handuk atau kain,


diletakkan sedemian rupa sehingga jari-jari ada dibelakang anus ibu.
Extensi kepala janin ditambah dengan menekan muka bayi, sebaiknya
pada dagu, melalui rectum. Berturut-turut lahir bregma, dahi dan muka.
Tngan satunya diletakkan pada kepala bayi untuk mengatur kecepatan
pengeluarannya. Kadang-kadang diperlukan dorongan fundus untuk
melahirkan kepala, atau apabila pasiennya sadar ia dapat mengejan
perlahan-lahan.
d) Menggaet dagu keluar: kadang-kadang dagu tersangkut pada perineum.
Dagu yang tersangkut ini dikeluarkan dengan memasukkan jari kedalam
vagina, disebelah pipi dan dibawah dagu, kemudian dikeluarkan diatas
perineum
e) Episiotomi: apabila tampaknya laserasi yang lebar tidak dapat dihindari
lebih baik dilakukan incisi perineum (episiotomi). Dengan cara ini arah
dan ukuran robekan dapat diatur dan robekan rectum dapat dihindari.

Penurunan, pemahkotaan dan kelahiran kepala spontan

Pada setiap kontaksi kepala maju dan kemudian masuk kembali kalau
uterus ralaksasi. Setiap kali kepala maju sedikit. Introitus menjadi celah
anteroposterior, kemuadian oval dan akhirnya lubang bulat. Tekanan kepala
mempertipis perineum, feces dapat terdorong keluar dari rectum. Dengan
terbukanya anus maka dinding depan rectum menonjol melalui anus.
Dengan turunnya kepala maka occiput terletak dibawah symhisis pubis.
Kepala terus maju mundur pada setiap kontraksi sampai kontraksi yang kuat
mendorong diameter terbesarnya melewati vulva (pemahkotaan, erowning).
Sekali hal ini terjadi terjadi maka kepala tidak akan masuk kembali dan
dengan proses extensi kepala dilahirkan ketika bregma, dahi, hidung, mulut
dan dagu berturut-turut tampak diatas perineum. Pada saat kepala melalui
introitus pasien berasa seperti terobek. Kadang-kadang terjadi laserasi
vulva.

Kepala kemudian jatuh kembali ke arah anus. Setelah berada diluar


vagina ia mengadakan restitusi oleh karena leher tidak terputar lagi. Setelah
beberapa saat terjadi putar paksi luar oleh karena bahu pindah dari diameter
obliqua ke diameter anteroposterior panggul.

Setelah kepala lahir

a) Kepala harus ditahan waktu mengadakan putaran paksi dan berputar ke luar
b) Muka diusap perlahan-lahan dan lendir dihisap dari mulut dan tenggorokan
dengan pengisap lendir
c) Daerah leher untuk mengetahui adanya lilitan tali pusat. Apabila didapatkan
lilitan tali pusat yang longgar, dapat dilepaskan melalui kepala. Kalu
lilitannya erat, tali pusat diklem didua tempat, dipotong diantara keduanya,
dan kemudian dilepaskan.
4. Melahirkan Bahu
Sebelum dapat dilahirkan, bahu harus masuk kedalam pintu atas
panggul, rotasi internal bahu harus terjadi lebh dahulu disertai restitusi dan
rotasi eksternal kepala. Sehingga bahu sekarang berada pada diameter
anteriorposterior pintu atas panggul. Baru bahu dapat melalui rongga
panggul.
Kepala ditarik kearah bawah dan kearah belakang oleh perawat
meternitas untuk membantu bahu anterior muncul dibawah lengkung,
simpisis dan mengelincir dibawah arkus pubis. Dalam kejadian normal
bahu anterior dilahirkan dengan sedikit tarikan ke bawah kearah perineum
dan untuk mencegah trauma pada perineum, kepala diangkat keatas kearah
simpisi pubis.sehingg bahu dilahirkan melalui perineum (Myles, 1989)
Pemberian tekanan pada fundus uteri. Dengan semakin banyak posisi
alternative untuk megejan, pendekatan pada fundus uteri semakin jarang
digunakan. Posisi alternative membantu dalam penurunan janin. Pada
beberapa kasus, dimana anestesi regional atau konduksi/epidural diberikan,
penekanan fundus uteri mungkin diperlukan karena kekuatan
ekspulsi/dorongan ibu berslin menurun. Apabila diperlukan penekanan
fundus uteri, seorang perawat, maternitas yang “terampil” dapat melakukan
prosedur ini. Penekanan fundus uteri paling sering dipakai jika terjadi
distosia riang pada bahu. (kline-kaye,miller-siade, 1990).
Pada waku bahu akan lahir maka telah terjadi putaran paksi dan rotasi
keluar sedang berjalan. Pada waktu ada kontraksi uterus penderita disuruh
mengejan. Apabila penderita dianastesi atau tidak dapat mengejan,
dilakukan dorongan fundus uteri oleh penolong. Pada saat yang bersamaan
kepala di cekam dengan dua tangan pada os parietale atau dengan satu
tangan pada muka dan tangan lainnya pada os ciput. Kemudian kepala
ditarik kebawah kearah rectum. Ini memungkinkan bahu depan muncul
dibawah simfiis pubis. Apabila ini telah tercapai kepala dinaikan sehingga
bahu belakang dapat dilahirkan diatas perineum. Perlu ditekankan bahwa
operator hanya menurunkn dan mengagkat kepala bayi untuk memudahkan
lahirnya bahu. Ia tidak melakukan tarikan kuat oleh karena dapat
menyebabkan kerusakan fleksus saraf dileher. Kekatan yang akan
mendorong bahu keluar adalah hejan perut apabila ia sadar, atau dorongan
pada fundus oleh pembantu kalau ia ada dibawah pengaruh anastesi.
5. Kelahiran tubuh dan ekstremitas
Ekspulsi dikendalikan sehingga dapat berlangsung perlahan-lahan.
Sewaktu fleksi latenal berlangsung. Tangn bawah perawat meternitas
menahan dada bayi untuk mencegah trauma perineum. Sedikit rotasi tubuh
kearah kanan atau kiri dapat dilakukan untuk membantu kelahiran. Waktu
kelahiran yang merupakan waktu tepat ketika seluruh tubuh bayi keluar dari
tubuh ibu bersalin.
6. Memotong Tali Pusat

Tali pusat dipotong segera setelah dilahirkan. Talo pusat mula-mula


dijepit pada dua tempat dan kemudian dipotong dengan gunting diantara dua
tempat penjepitan tersebut. Kadang – kadang si ayah atau pasangan andalah
yang melakukan pemotongan ini. Kapan waktu yang tepat untuk menjepit
dan memotong tali pusat asih menjadi subjek perdebatan.

Beberapa orang beranggapan bahwa menunda penjepitan tali pusat akan


membuat bayi memperoleh lebih banyak oksigen. Ini tidak benar karena
meskipun darah terus mengalir ke dalam dan ke luar di antara plasenta dan
bayi, darah tidak mengandung oksigen. Plasenta berhenti membawa oksigen
jauh sebelum plasenta dilahirkan karena plasenta seringkali terlepas dari
dinding rahim beberapa menit sesudah bayi lahir.

Jumlah darah yang dialirkan ke bayi dipengaruhi oleh waktu penjepitan


tali pusat dan posisi bayi dalam hubungannya dengan plasenta. Saat rahim
berkontraksi, rahim memeras darah keluar dari plasenta melalui tali pusat ke
dalam tubuh bayi. Bila tali pusat dijepit pada saat ini, bayi akan mempunyai
volume darah yang lebih tinggi. Diantara kontraksi, jantung bayi memompa
darah kembali ke plasenta (denyut jantung bayilah yang menyebabkan tali
pusat berdenyut). Jika tali pusat dijepit diantara waktu kontraksi, volume
darah bayi akan lebih rendah. Perpindahan darah antara plasenta dan bayi
juga dapat dipengaruhi oleh gaya tarik bumi. Jika bayi digendong dibawah
ketinggian plasenta, darah mengalir dari plasenta ke bayi. Saat bayi berada
dalam perut ibu, posisinya kira-kira sama dengan plasenta dan gaya tarik
bumi tidak mempengaruhinya. Dalam beberapa menit, pemajanan tali pusat
terhadap udara menyebabkan ekspansi dari jeli wharton (substansi yang ada
di dalam tali pusat), yang pada gilirannya menekan pembuluh darah yang
ada di tali pusat. Dari sejak saat ini, tidak lagi ada pergerakan darah dari
maupun ke tali pusat. Jika bayi dilahirkan dalam air hangat, ekspansi jeli
wharton akan tertunda dan perpidahan darah antara plasenta dan bayi dapat
berlanjut lebih lama.

Waktu penjepitan dan pemotongan tali pusat tidak banyak memengaruhi


tingkat oksigen bayi tetapi memengaruhi volume darah. Apakah penjepitan
dilakukan antara kontraksi, selama kontraksi, atau sesudah tali pusat
berhenti berdenyut, akan memengaruhi volume darah dalam sistem
pendarahan darah bayi. Untuk mendapat volume darah optimal, pemberian
perawatan meletakkan bayi setinggi plasenta(pada perut ibu) sampai tali
pusat berhenti berdenyut.

Bicarakan waktu penjepitan tali pusat dengan dokter atau bidan dan
pastikan anda mencantumkan apa yang anda sukai pada rencana pelahiran.
Ada beberapa situasi dimana tali pusat harus dipotong sebelum bayi keluar
seluruhnya (seperti tali pusat yang pendek atau tali pusat yang melingkari
leher bayi dengan erat). Atau tali pusat harus segera dipotong sesudah
dilahirkan untuk memungkinkan dilakukannya perawatan bagi masalah-
masalah lain yang dimiliki bayi.

Dalam memotong tali pusat, tenaga kesehatan (bidan atau perawat) perlu
memerhatikan hal-hal berikut:

1. Penundaan penjepitan dan pemotongan tali pusat sekitar 1-2 menit dapat
meningkatkan jumlah darah yang dialirkan ke bayi baru lahir sehingga dapat
mencegah rendahnya Hb dalam periode neonatal, terutama pada bayi baru
lahir prematur yang disertai berat lahir rendah
2. Para ahli WHO menyimpulkan bahwa pada persalinan normal tidak ada
inidikasi untuk melakukan penjepitan normal tidak ada indikasi untuk
melakukan penjepitan dan pemotongan tali pusat dini dilakukan jika ada
alasan kuat seperti rhesus autoimunisasi atau bayi yang dilahirkan dari ibu
yang menderita HIV/AIDS
3. Penundaan penjepitan dan pemotongan tali pusat tidak meningkatkan
terjadinya perdarahan postpartum.

Pada dasarnya merawat tali pusat adalah tindakan seederhana. Walaupun


sederhana, harus memerhatikan prinsip-prinsip seperti selalu cuci tangan
dengan air bersih dan menggunakan sabun, menjaga agar daerah sekitar tali
pusat. Karena bila hal-haltersebut tidak diperhatikan dapat mengakibatkan
infeksi, dan bila telah terjadi infeksi masalahnya menjadi tidak sederhana
lagi.

Secara ringkas perawatan tali pusat meliputi:

1. Membiarkan tali pusat mengering dan hanya melakukan perawatan rutin


setiap hari dengan menggunakan air matang merupakan cara yang lebih cost
effective (murah) dari pada cara perawatan tali pusat lainnya.
2. Membiarkan tali pusat mengering dengan sendirinya dan hanya
membersihkan setiap hari dengan air bersih tidak menyebabkan infeksi.
3. Mengusapkan alkohol dan antiseptik dapat mempercepat waktu pelepasan
tali pusat tetapi secara statistik tidak bermakna bila dibandingkan dengan
membiarkan tali pusat mengering sendiri.

C. Persiapan Alat

1. Partus set:
a) 2 buah klem tali pusat
b) 1 buah gunting tali pusat
c) Benang tali pusat/klem tali pusat
d) 1 buah ½ kocher
e) 1 buah kateter nalaton
f) 1 buah gunting episiotomy
g) 2 buah pasang sarung tangan steril
h) Kasa steril secukupnya
2. Hectting set:
a) Nail holder 1 buah
b) Pinset anatomi 1 buah
c) Gunting benang 1 buah
d) Jarum
e) Catgut
f) Cromix, side (Rahayu, 2016).
3. APD
a) Celemek
b) Kacamata google
c) Masker
d) Alas kaki tertutup (sepatu boot)
e) Tutup kepala
f) Henduk kecil
4. Com sedang berisi kapas DTT secukupnya
5. Tissue
6. Doopler
7. Jam tangan
8. Bengkok
9. 2 waslap
10. Korentang
11. Tempat sampah medis
12. Tempat sampah non medis
13. Tempat baju kotor
14. Tempat sampah bahan tajam (safety box)
15. Tempat plasenta
16. Under pad
17. Lampu sorot
18. Tempat resusitasi
19. Obat-obatan:
a) Oksitosin
b) Salep mata tetrasiklin 1 %
c) Vit K
d) Hb0
20. Baskom berisi larutan klorin 0,5%
21. Baskom berisi air DTT
22. Tensimeter dan stetoskop
23. Pita ukur
24. 2 spuit 2,5-3 ml
25. Spuit 1 ml
26. Thermometer
27. Duk segiempat/kain bersih untuk las bokong (duk steril)
28. Kain bersih
29. Sabun cuci tangan
30. Perlengkapan ibu:
a) Baju ibu
b) Jarik
c) Celana dalam ibu
d) Pembalut
31. Perlengkapan bayi:
a) Topi bayi
b) 2 handuk besar
32. Lembar partograf
33. Form ibu bersalin (Roihatul dkk, 2019).
D. Persiapan Obat-obatan

1. Sediaan obat oral


Bentuk obat oral biasanya merupakan sediaan yang paling mudah
diminum oleh pasien dan pemberiaanya paling tidak menyulitkan bidan. Bentuk
sediaan obat oral antara lain:
a. Tablet adalah obat serbuk yang dipadatkan atau dicetak dalam bentuk
padat. Tablet biasa untuk pemberian per oral dapat dihancurkan juka
pasien mengalami kesulitan menelan. Beberapa tablet memiliki tanda
berupa garis pada bagian tengah yang dapat mempermudah pada saat
teblet dipatahkan menjadi setengah bagian. Tablet tidak bertanda tidak
disarankan untuk dipatahkan karena pembagian dosis dapat tidak rata.
b. Tablet salut merupakan tablet yang biasanya dilapisi (gula) sehingga rasa
obat yang pahit tidak terasa dan obat lebih mudah ditelan karena
dilapisannya lebih licin. Jika perlu tablet jenis ini dapat dihancurkan.
c. Kapsul adalah wadah gelatin yang digunakan untuk menyimpan obat
dalam bentuk padat atau cair. Kapsul berfungsi untuk memudahkan
pasien meminum obat dan menjaga kestabilan obat. Jika pasien kesulitan
menelan, bidan dapat membuka kapsul dan memberikannya bersama
cairan pelarut.
d. Sirup adalah larutan gula air yang dapat menyembunyikan rasa obat.
Beberapa sirup obat untuk anak-anak mendapat tambahan perasa, hal ini
bertujuan agar anak-anak mudah dalam meminum obat.
e. Bubuk adalah obat kering dan sangat halus yang harus dilarutkan sesuai
dengan petunjuk. Setelah dilarutkan dalam cairan pelarut disebut dengan
suspensi. Suspensi adalah partikel-partikel padat suatu obat yang
terdispresi didalam air. Jika dibiarkan obat akan terpisah dengan larutan
pelarut (mengendap) sehingga obat harus dikocok sebelum diberikan.
2. Sediaan obat parenteral
Bentuk obat untuk pemberian secara parenteral (injeksi) antara lain
larutan,suspensi, dan serbuk. Sediaan obat injeksi dikemas dalam bentuk ampul,
vial atau kantung plastik fleksibel. Pemberian obata parenteral dapat melalui
intramuscular (IM) subcutan (SC), intravena (IV) dan piggyback intravena
(IVPB).
3. Sediaan obat topikal
Obat topikal adalah obat yang diberikan melalui kulit dan membran
mukosa yang pada prinsipnya menimbulkan efek lokal. Berikut ini merupakan
bentuk obat topikal
a. Obat cair dikemas dalam bentuk obat tetes (instilasi) yang dipakai untuk
tetes mata, telinga, atau hidung
b. Krim adalah preparat obat setengah padat untuk pemakaian luar pada kulit
atau membrane mukosa
c. Salep adalah preparat setengah pada dalam dasar minyak atau lanolin
untuk pemakaian luar
d. Supositoria berisi obat yang dicetak dengan suatu dasar yang keras seperti
mentega yang meleleh pada subu tubuh. Supositoria dibentuk untuk dapat
dimasukan kedalam rectum atau vagina
e. Transdermal obat yang terkandung dalam tempelan polimer yang
ditempelkan pada kulit seperti plester biasa (Septikasari,2018)
E. Peran Suami dan Keluarga dalam Proses Persalnan

Suami atau orag terdekat dapat memainkan peran penting pada saat proses

persalinana, apabila pendamping terus mendampingi ibu selama kehamilannya

maka orang tersebut dapat membantu dan menemano ubu dalam proses

persalinan, bantuan yang diberikan berupa menggososk punggung ibu bila

terjadi his, mengingatkan padanya tehnik bernafas, menghitug kontraksi ibu,

mengusap keringat ibu, membimbingna berjalan-jalan, memberikan makan dan

minum serta memberikan support penuh kepada ibu, banyak penelitian yang

mendukug kehadiran orang kedua pada saat persalinan berlangsung, penelitian

menunjukan bahwa merasakan kehadiran orang kedua tersebut sebagai

pedamping penolong persalinan, akan memebrikan kenyamanan pada saat

bersalin.

Peneliian juga menunjukan bukti bahwa kehadiran seorang pendamping

pada saat persalinan dapat menim bulkan efek positif terhadap persalinan dalam

arti dapat menurunkan morbiditas, mengurangi rasa sakit, persalinan yang lebih

sinkat, dan menurunya persalinan dengan opresai besar. Selain itu kehadiran

seorang pendamping persalinana dapat memberikan rasa nyaman, aman,

semangat, dukungan emosionaldan dapat membesarkan hati ibu. Untuk itu

anjurkan iu untuk ditemani oleh suami atau anggta keluarga atau temannya yang

ia inginkan selama proses persalinan, mengajurkan mereka untuk melakukan

peran aktif dalam mendukung ibu dan mengidentifikasi langkah-langkah yang

mungkin sangat membantu kenyamanan ibu, seorang bidan harus menghargai


keinginan ibu untuk menhadirkan teman atau saudara yang khusus untuk

meemaninya.

Peran aktif anggota keluarga selama persalinana dengan cara :

1. Mengucapkan kata-kata yag membesarka hati dan memuji ibu.

2. Melakukan massege pada tubuh ibu dengan lembut

3. Menyeeka wajah ibu dengan lembut menggunakan kain

4. Membantu ibu bernafas dengan benar saat kotraksi

5. Menciptakan suasana kekeluargaan dan rasa aman.

F. Dirumuskan dalam 58 langkah Asuhan Persalinan Normal

1. Mendengar & Melihat Adanya Tanda Persalinan Kala Dua.

2. Memastikan kelengkapan alat pertolongan persalinan termasuk mematahkan


ampul oksitosin & memasukan alat suntik sekali pakai 2 ml ke dalam wadah
partus set.

3. Memakai celemek plastik.

4. Memastikan lengan tidak memakai perhiasan, mencuci tangan dgn sabun & air
mengalir.

5. Menggunakan sarung tangan DTT pada tangan kanan yg akan digunakan untuk
pemeriksaan dalam.

6. Mengambil alat suntik dengan tangan yang bersarung tangan, isi dengan oksitosin
dan letakan kembali kedalam wadah partus set.

7. Membersihkan vulva dan perineum dengan kapas basah dengan gerakan vulva ke
perineum.
8. Melakukan pemeriksaan dalam pastikan pembukaan sudah lengkap dan selaput
ketuban sudah pecah.

9. Mencelupkan tangan kanan yang bersarung tangan ke dalam larutan klorin 0,5%,
membuka sarung tangan dalam keadaan terbalik dan merendamnya dalam larutan
klorin 0,5%.

10. Memeriksa denyut jantung janin setelah kontraksi uterus selesai pastikan DJJ
dalam batas normal (120 - 160 x/menit).

11. Memberi tahu ibu pembukaan sudah lengkap dan keadaan janin baik, meminta ibu
untuk meneran saat ada his apabila ibu sudah merasa ingin meneran.

12. Meminta bantuan keluarga untuk menyiapkan posisi ibu untuk meneran (Pada saat
ada his, bantu ibu dalam posisi setengah duduk dan pastikan ia merasa nyaman.

13. Melakukan pimpinan meneran saat ibu mempunyai dorongan yang kuat untuk
meneran.

14. Menganjurkan ibu untuk berjalan, berjongkok atau mengambil posisi nyaman,
jika ibu belum merasa ada dorongan untuk meneran dalam 60 menit.

15. Meletakan handuk bersih (untuk mengeringkan bayi) di perut ibu, jika kepala bayi
telah membuka vulva dengan diameter 5 - 6 cm.

16. Meletakan kain bersih yang dilipat 1/3 bagian bawah bokong ibu

17. Membuka tutup partus set dan memperhatikan kembali kelengkapan alat dan
bahan

18. Memakai sarung tangan DTT pada kedua tangan.

19. Saat kepala janin terlihat pada vulva dengan diameter 5 - 6 cm, memasang handuk
bersih untuk mengeringkan janin pada perut ibu.
20. Memeriksa kemungkinan adanya lilitan tali pusat dan ambil tindakan yang sesuai
jika hal tersebut terjadi, dan segera lanjutkan proses kelahiran bayi. (jika tali pusat
melilit leher secara longgar lepaskan lewat bagian atas kepala bayi, jika melilit
secara kuat, klem tali pusat di dua tempat dan potong di antara 2 klem tersebut).

21. Menunggu hingga kepala bayi selesai melakukan putaran paksi luar secara
spontan.

22. Setelah kepala melakukan putaran paksi luar, pegang secara biparental.
Menganjurkan kepada ibu untuk meneran saat kontraksi. Dengan lembut kepala
kearah bawah dan distal hingga bahu depan muncul di bawah arkus pubis dan
kemudian gerakan arah atas dan distal untuk melahirkan bahu belakang.

23. Setelah bahu lahir, geser tangan bawah kearah perineum ibu untuk menyanggah
kepala, lengan dan siku sebelah bawah. Gunakan tangan atas untuk menelusuri
dan memegang tangan dan siku sebelah atas.

24. Setelah badan dan lengan lahir, tangan kiri menyusuri punggung kearah bokong
dan tungkai bawah janin untuk memegang tungkai bawah (selipkan jari telunjuk
tangan kiri diantara kedua lutut janin)

25. Melakukan penilaian selintas:

a) Apakah bayi menangi kuat dan atau bernapas tanpa kesulitan?

b) Apakah bayi bergerak aktif?

26. Mengeringkan tubuh bayi mulai dari muka, kepala dan bagian tubuh lainnya
kecuali bagian tangan tanpa membersihkan verniks. Ganti handuk basah dengan
handuk/kain yang kering, Membiarkan bayi di atas perut ibu.

27. Memeriksa kembali uterus untuk memastikan tidak ada lagi bayi dalam uterus.

28. Memberitahu ibu bahwa ia akan disuntik oksitosin agar uterus berkontraksi baik.
29. Dalam waktu 1 menit setelah bayi lahir, suntikan oksitosin 10 unit IM
(intramuskuler) di 1/3 paha atas bagian distal lateral (lakukan aspirasi sebelum
menyuntikan oksitosin).

30. Setelah 2 menit pasca persalinan, jepit tali pusat dengan klem kira-kira 3 cm dari
pusat bayi. Mendorong isi tali pusat ke arah distal (ibu) dan jepit kembali tali
pusat pada 2 cm distal dari klem pertama.

31. Dengan satu tangan. Pegang tali pusat yang telah dijepit (lindungi perut bayi), dan
lakukan pengguntingan tali pusat diantara 2 klem tersebut.

32. Mengikat tali pusat dengan benang DTT atau steril pada satu sisi kemudian
melingkarkan kembali benang tersebut dan mengikatnya dengan simpul kunci
pada sisi lainnya.

33. Menyelimuti ibu dan bayi dengan kain hangat dan memasang topi di kepala bayi.

34. Memindahkan klem pada tali pusat hingga berjarak 5-10 cm dari vulva

35. Meletakan satu tangan diatas kain pada perut itu di tepi atas simpisis, untuk
mendeteksi Tangan lain menegangkan tali pusat.

36. Setelah terus bersontraksi, menegangkan tali pusat dengan tangan kanan,
sementara tangan kiri menekan uterus dengan hati-hati kearah doroskranial untuk
mencegah inversio uteri. jika plasenta tidak lahir setelah 30-40 detik, hentikan
penegangan tali pucat dan menunggu hingga timbul kontraksi berikutnya dan
mengulangi prosedur. (jika uterus tidak segera berkontraksi, minta
suami/keluarga/ibu untuk stimulasi puting susu ibu.)

37. Melakukan penegangan dan dorongan dorsokranial hingga plasenta terlepas,


minta ibu meneran sambil penolong menarik tali pusat dengan arah sejajar lantai
dan kemudian kearah atas, mengikuti poros jalan lahir (tetap lakukan tekanan
dorso-kranial). jika tali pusat tambah panjang maka pindahkan klem 5-10 cm dari
vulva, dan lahirkan. jika plasenta tidak lepas setelah 15 menit menegangkan tali
pusat. beri dosis ulang aksi 10 IU IM, lakukan kateterisasi (aseptik) jika kandung
kemih penuh, minta keluarga untuk menyiapkan rujukan, ulangi Penegangan tali
pusat 15 menit berikutnya. jika plasenta tidak lahir dalam 30' setelah bayi
lahir/bila tejadi perdarahan, segera lakukan plasenta manual (jika fasilitas rujukan
tidak tersedia/sangat jauh).

38. Saat plasenta tampak pada introitus vaginae, teruskan melahirkan plasenta dengan
hati-hati. Bila perlu (terasa ada tahanan) pegang dan putar plasenta dengan kedua
tangan hingga selaput ketuban terpilin kemudian lahirkan dan tempatkan plasenta
di tempat yang telah disediakn. jika selaput ketuban ada yang robek. pakai sarung
tangan DTT/steril untuk eksplorasi sisa selaput kemudian gunakan jari-jari
tangan/klem DTT/steril untuk mengeluarkan bagian selaput yang tertinggal.

39. Segera setelah plasenta dan selaput ketuban lahir, melakukan masase pada fundus
uteri dan lakukan massase fundus uteri secara sirkuler dengan lembut hingga
kontraksi uterus baik (fundus teraba keras) lakukan tindakan yang diperlukan jika
uterus tidak berkontraksi setelah 15'.

40. Periksa bagian maternal dan bagian letal plasenta dengan tangan kanan untuk
memastikan bahwa seluruh kotiledon dan selaput ketuban sudah lahir lengkap dan
utuh, dan masukan kedalam kantong plastik/Lempat khusus yang tersedia.

41. Evaluasi kemungkinan laserasi pada vagina dan perineum. Melakukan penjahitan
bila laserasi menyebabkan perdarahan, bila ada robekan yang menimbulkan
perdarahan aktif, segera lakukan penjahitan.

42. Memastikan uterus berkontraksi dengan baik dan tidak terjadi perdarahan
pervaginam.

43. Membiarkan bayi tetap melakukan kontak kulit ke kulit di dada ibu paling sedikit
1 jam. (sebagian besar IMD berhasil 30-50 menit. menyusu pertama biasanya
sekitar 10-15 menit bayi cukup menyusu dari 1 payudara, biarkan bayi berada di
dada ibu selama 1 jam walaupun bayi sudah berhasil menyusu.
44. Setelah satu jam, lakukan penimbangan/pengukuran bayi, beri tetes mata
antibiotik profilaksis, dan vitamin K1 1 mg intramuskuler di paha kiri
anterolateral.

45. Setelah satu jam pemberian vitamin K1 berikan suntikan imunisasi Hepatitis B di
paha kanan Anterolateral. letakkan bayi dalam jangkauan ibu agar sewaktu-waktu
bisa disusukan, letakkan kembali bayi di dada ibu bila belum berhasil menyusu 1
jam pertama dan biarkan sampai berhasil menyusu.

46. Melanjutkan pemantauan kontraksi dan mencegah perdarahan pervaginam. (Jika


uterus tidak berkontrasi dengan baik, lakukan asuhan penatalaksanaan atonia
uteri)

47. Mengajarkan ibu/keluarga cara melakukan massase uterus dan menilai kontraksi.

48. Evaluasi dan estimasi jumlah kehilangan darah.

49. Memeriksakan nadi ibu dan keadaan kandung kemih setiap 15 menit selama 1 jam
pertama pasca persalinan dan setiap 30 menit selama jam kedua pasca persalinan.
(periksa suhu ibu sekali tiap jam selama 2 jam pertama pascapersalinan)

50. Memeriksa kembali bayi untuk memastikan bahwa bayi bernafas dengan baik (40
60 x/menit) serta suhu tubuh normal (36,5-37,5).

51. Menempatkan semua peralatan bekas pakai dalam larutan klorin 0,5% untuk
dekontaminasi (10 menit). Cuci dan bilas peralatan setelah di dekontaminasi.

52. Buang bahan-bahan yang terkontaminasi ke tempat sampah yang sesuai

53. Membersihkan ibu dengan menggunakan air DDT. Membersihkan sisa cairan
ketuban, lendir dan darah. Bantu ibu memakai pakaian bersih dan kering.

54. Memastikan ibu merasa nyaman. bantu ibu memberikan ASI. Anjurkan keluarga
untuk memberi ibu minuman dan makanan yang diinginkannya.
55. Dekontaminasi tempat persalinan dengan larutan klorin 0,5%.

56. Membersihkan sarung tangan di dalam larutan klorin 0,5% melepaskan sarung
tangan dalam keadaan terbalik dan merendamnya dalam larutan klorin 0,5%
selama 10 menit.

57. Mencuci kedua tangan dengan sabun dan air mengalir.

58. Melengkapi partograf (halaman depan dan belakang), periksa tanda vital dan
asuhan kala IV.

BAB III

PENUTUP
A.  Kesimpulan

Persalinan normal adalah pengeluaran hasil konsepsi yang dikandung selama 37


– 42 minggu, presentasi belakang kepala / ubun-ubun kecil di bawah sympisis
melalui jalan lahir biasa, keluar dengan tenaga ibu sendiri, disusul dengan
pengeluaran plasenta dan berlangsung kurang dari 24 jam. Setelah persalinan ibu
maupun bayi dalam kondisi baik.

Kelahiran bayi merupakan pristiwa penting bagi kehidupan seorang pasien dan
keluarganya. Sangat penting untuk diingat bahwa persalinan adalah proses yang
normal dan merupakan kejadian yang sehat. Namun demikian, potensi terjadinya
komplikasi yang mengancam nyawa selalu ada sehingga bidan harus mengamati
dengan ketat pasien dan bayi sepanjang proses melahirkan. Dukungan yang terus
menerus dan penatalaksanaan yang trampil dari bidan dapat menyumbangkan suatu
pengalaman melahirkan yang menyenagkan dengan hasil persalinan yang sehat dan
memuaskan. (APN Revisi tahun 2010).

B.  Saran

1.    Diharapkan mahasiswi mampu dalam melakukan asuhan Kebidanan pada ibu


yang bersalin normal sesuai teori dan metode yang telah ditentukan.

2.    Diharapkan  mahasiswi dapat meningkatkan pengetahuan keterampilan dalam


melaksanakan asuhan kebidanan pada ibu bersalin.

DAFTAR PUSTAKA

Damayanti, dkk, 2019, Buku Ajar Asuhan Kebidanan Komprehensif pada Ibu
Bersalin dan Bayi Baru Lahir, Yogyakarta: Deepublish
Danuatmaja, dkk, 2015, Persalinan Normal Tanpa Rasa Sakit, Jakarta: Puspa swara

Fauziah, 2015, Keperawatan Maternitas, Jakarta: Prenamedia Group

Fortle, dkk, 2015, Ilmu Kebidanan Patologi dan Fisiologi Persalinan, Yogyakarta:
ANDI

Mutmainnah, Annisa.2017.Asuhan Persalinan Normal dan Bayi Baru Lahir.


Yogyakarta : ANDI

Rahayu, 2016, Panduan Praktikum Keperawatan Maternitas, Yogyakarta: Deepublish


publisher.

Oktarina, 2016, Buku Ajar Asuhan Kebidanan Persalinan dan Bayi Baru Lahir,
Yogyakarta: Deepublish

Roihatul dkk, 2019, Buku Panduan Praktikum Laboratorium Keperawatan,


Surabaya: CV. Jakad Publishing

Septikasari, 2018, Konsep Dasar Pemberian Obat Untuk BIdan, Jawa Tengah: Stikes
Al Irsyad Al Islamiyyah Cilacap

Simkin, dkk, 2015, Panduan Lengkap Kehamilan, Melahirkan dan Bayi, Yogyakarta:
Deepublish.

Soikin, 2015, Buku Saku Perawatan Tali Pusat, Jakarta: EGC

Sursilah, 2015, Asuhan Persalinan Normal dengan Inisiasi Menyusu Dini (IMD),
Yogyakarta: Perpustakaannasional

Yulianti, 2019, Asuhan Kebidanan Persalinan dan Bayi Baru Lahir, Makassar:
Cendekia Publisher

Anda mungkin juga menyukai