Anda di halaman 1dari 30

HALUSINASI

1. Apa definisi dari halusinasi?


Halusinasi merupakan salah satu gangguan persepsi, dimana terjadi pengalamanpanca
indera tanpa adanya rangsangan sensorik (persepsi indra yang salah). Menurut Cook dan
Fotaine (1987), halusinasi adalah persepsi sensorik tentang suatu objek, gambaran dan
pikiran yang sering terjadi tanpa adanya rangsangan dari luar yang dapat meliputi semua
system penginderaan (pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan atau pengecapan),
sedangkan menurut Wilson (1983), halusinasi adalah gangguan penyerapan/persepsi
panca indera tanpa adanya rangsangan dari luar yang dapat terjadi pada sistem
penginderaan dimana terjadi pada saat kesadaran individu itu penuh dan baik.
2. Ada berapa macam halusinasi yang lazim terjadi? Ada 6, yaitu meliputi :
1. Halusinasi pendengaran (audio)
Ini adalah jenis halusinasi yang menunjukkan persepsi yang salah dari bunyi, musik,
kebisingan, atau suara. Mendengar suara-suara ketika tidak ada stimulus pendengaran
adalah jenis yang paling umum dari halusinasi audio pada penderita gangguan mental.
2. Halusinasi pengecapan (gustatorius)
Ini adalah sebuah persepsi yang salah mengenai rasa. Biasanya, pengalaman ini tidak
menyenangkan.
3. Halusinasi penciuman (olfaktori)
Halusinasi ini melibatkan berbagai bau yang tidak ada. Bau ini biasanya tidak
menyenangkan, seperti bau muntah, urin, feses, asap, atau daging yang membusuk.
Kondisi ini juga sering disebut sebagai phantosmia dan dapat diakibatkan oleh
adanya kerusakan saraf di bagian indra penciuman. Kerusakan mungkin disebabkan
oleh virus, trauma, tumor otak, atau paparan zat-zat beracun atau obat-obatan.
Phantosmia ini juga dapat disebabkan oleh epilepsi.
4. Halusinasi sentuhan (taktil)
Ini adalah sebuah persepsi atau sensasi palsu terhadap sentuhan atau sesuatu yang
terjadi di dalam atau pada tubuh. Halusinasi sentuhan ini umumnya merasa seperti
ada sesuatu yang merangkak di bawah atau pada kulit (ini juga dikenal sebagai
formikasi).
5. Halusinasi penglihatan (visual)
Ini adalah sebuah persepsi yang salah pada pandangan. Isi dari halusinasi dapat
berupa apa saja (seperti bentuk, warna, dan hilatan cahaya), tetapi biasanya orang
atau tokoh-tokoh seperti manusia. (seperti setan).
6. Halusinasi somatic
Ini mengacu pada saat seseorang mengalami perasaan tubuh mereka merasakan nyeri
yang parah, misalnya akibat mutilasi atau pergeseran sendi.

3. Bagaimana mekanisme terjadinya halusinasi?


Psikopatologi dari halusinasi yang pasti belum diketahui. Banyak teori yang diajukan
yang menekankan pentingnya faktor-faktor psikologik, fisiologik dan lain-lain. Ada yang
mengatakan bahwa dalam keadaan terjaga yang normal otak dibombardir oleh aliran
stimulus yang datang dari dalam tubuh ataupun dari luar tubuh. Input ini akan
menginhibisi persepsi yang lebih dari munculnya ke alam sadar. Bila input ini
dilemahkan atau tidak ada sama sekali seperti yang kita jumpai pada keadaan normal atau
patologis, maka materi-materi yang ada dalam unconsicisus atau preconscious bisa
dilepaskan dalam bentuk halusinasi. Pendapat lain mengatakan bahwa halusinasi dimulai
dengan adanya keinginan yang direpresi ke unconsicious dan kemudian karena sudah
retaknya kepribadian dan rusaknya daya menilai realitas maka keinginan tadi
diproyeksikan keluar dalam bentuk stimulus eksterna.

4. Faktor atau kondisi apa saja yang dapat memicu terjadinya halusinasi pada
seorang klien?
a. Faktor predisposisi.
Adalah faktor resiko yang mempengaruhi jenis dan jumlah sumber yang dapat
dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi stress. Diperoleh baik dari klien maupun
keluarganya, mengenai factor perkembangan sosial kultural, biokimia, psikologis dan
genetik yaitu factor resiko yang mempengaruhi jenis dan jumlah sumber yang dapat
dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi stress.
b. Faktor Perkembangan.
Jika tugas perkembangan mengalami hambatan dan hubungan interpersonal
terganggu maka individu akan mengalami stress dan kecemasan
c. Faktor Sosiokultural.
Berbagai faktor dimasyarakat dapat menyebabkan seorang merasa disingkirkan oleh
kesepian terhadap lingkungan tempat klien dibesarkan.
d. Faktor Biokimia.
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Denganadanya stress yang
berlebihan dialami seseorang maka didalam tubuh akan dihasilkan suatu zat yang
dapat bersifat halusinogenik neurokimia seperti Buffofenon dan Dimetytranferase
(DMP)
Beberapa kondisi yang dapat membangkitkan terjadinya halusinasi
a. Skizofrenia
b. Gangguan bipolar, mania parah
c. Obat halusinogen
d. Toksisitas obat atau efek samping (misalnya, toksisitas digitalis)
e. Putus dari alkohol, barbiturat, dan zat lain
f. Halusinosis alkoholik
g. Tidur atau sensorik deprivasi
h. Penyakit neurologis, neurosyphilis, gangguan mental organik
i. Ketidakseimbangan endokrin (misalnya tirotoksikosis)
j. Ketakutan, cemas
k. Respons metabolik terhadap stres,
l. Gangguan neurokimiawi,
m. Lesi otak,
n. Upaya tidak sadar untuk mempertahankan ego,
o. Ekspresi simbolis dari pikiran yang terpisah (isolasi diri, misalnya karena penyakit
lama yang tidak sembuh-sembuh, kemunduran psikis sehingga terjadi penurunan
interaksi dengan dunia luar).

5. Halusinasi secara umum dipahami dengan 4 fase. sebutkan apa saja fase itu dan ciri
ciri apa yang nampak pada klien di setiap fase itu?
a. Comforting. Penderita tidak merasa terganggu dengan adanya halusinasi itu dan
biasanya muncul saat sedang sendiri/ melamun/ menyendiri. Tanda-tandanya:
Menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai. Menggerakkan bibir tanpa menimbulkan
suara. Gerakan mata yang cepat. Bicara yang lamban. Diam dan dipenuhi oleh
sesuatu yang mengasyikkan.
b. Condemning. Penderita mulai merasa terganggu dan kehilangan kendali serta
mungkin berusaha menghilangkan halusinasinya itu. Misal mendengar suara-suara
yang mengejek. Tanda-tandanya: Nadi meningkat, pernafasan, tekanan darah
meningkat, Konsentrasi berkurang. Individu merasa malu dan menarik diri dari orang
lain.
c. Controling. Penderita meyakini, mengikuti dan melakukan isi dari halusinasinya.
Misalnya mendengar suara yang menyuruh membanting piring, maka penderita
mengikutinya dengan benar-benar membanting piring. Tanda-tandanya: Mengikuti
petunjuk dari halusinasi daripada menolaknya. Kesulitan berhubungan dengan orang
lain. Rentang perhatian hanya dalam beberapa menit bahkan detik. Gejala fisik
kecemasan berat seperti keringat banyak, tremor, ketidakmampuan mengiktui
petunjuk.
d. Consquering. Penderita jadi panik, cemas berat, takut jika tidak mengikuti
halusinasinya. Dapat terjadi beberapa jam atau hari jika tidak ditangani dengan baik.
Tanda-tandanya: Perilaku menyerang, teror, panik. Sangat potensial melakukan
bunuh diri atau melukai orang lain. Amuk, agresi, menarik diri. Komunikasi
menurun. Kegiatan fisik yang merefleksikan isi halusinasi seperti amuk, agitasi,
menarik diri atau katatonik, Tidak mampu berespon terhadap petunjuk yang
kompleks dan tidak mampu berespon terhadap lebih dari satu orang.

6. Dalam rencana askep klien dengan halusinasi, ada berapa tujuan yang akan
dicapai? 5 tujuan, yaitu :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
2. Klien dapat mengenal halusinasinya
3. Klien dapat mengontrol halusinasinya
4. Klien dapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol halusinasinya
5. Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik
7. Sebutkan cara menghardik atau mengatasi halusinasi?
a. Membuat klien menghilangkan atau mengusir halusinasinya dan kembali ke dunia
nyata
b. Terapi konseling, ini dilakukan agar klien dapat memahami apa yang sedang terjadi
dalam dirinya
c. Buat klien lupa dengan cara menambah kesibukan klien untuk mengalihkan
perhatiannya. Ajak keluarga untuk mendukung agar perhatian klien teralihkan
d. Memberikan treatment kepada klien agar klien tidak menarik diri
e. Mengajarkan social skill training atau ketrampilan sosialisasi pada klien
f. Pemberian obat-obatan untuk klien dengan tingkat halusinasi tinggi. Untuk pemberian
obat-obat an harus ada advice dari dokter.

8. Cari di google “PANSS (positif and negatif sains and simtom skosizofrenia)” disana ada
salah satu kriteria penilaian tentang halusinasi ada skor 0-7 tugasnya identifkasi kriteria
klien dari skor 0-7
Laporan secara verbal atau perilaku yang menunjukkan persepsi yang tidak dirangsang
oleh stimuli luar. Dapat terjadi halusinasi pendengaran, penglihatan, penciuman atau
somatik.
Dasar penilaian :
Laporan verbal dan manifestasi fisik selama wawancara, dan juga perilaku yang
dilaporkan oleh perawat atau keluarga.

1. Tidak ada
Definisi tidak dipenuhi

2. Minimal
patologis diragukan ; mungkin suatu ujung ekstrim dari batasan normal.

3. Ringan
Suatu atau dua halusinasi yang jelas tetapi jarang timbul, atau beberapa
abnormalitas yang samar-samar yang tidak mengakibatkan
penyimpangan (distorsi) proses pikir atau perilaku.

4. Sedang – Sering ada halusinasi tetapi tidak terus menerus, dan proses
pikir serta perilaku pasien hanya sedikit terpengaruh.
5. Agak berat
Halusinasi sering, dapat meliputi lebih dari satu organ sensoris dan
cenderung menyimpangkan proses pikir dan/atau mengacaukan
perilaku. Pasien dapat memiliki interpretasi bersifat waham atas
pengalamannya ini dan bereaksi terhadapnya secara emosional, serta
kadang-kadang juga secara verbal.

6. Berat
Halusinasi hampir terus menerus ada, mengakibatkan kekacauan berat
pada proses pikir dan perilaku. Pasien menganggapnya sebagai persepsi
nyata dan fungsinya terganggu oleh seringnya bereaksi secara
emosional dan verbal terhadapnya.

7. Sangat berat
Pasien hampir secara total mengalami preokupasi dengan halusinasi,
yang jelas mendominasi proses pikir dan perilaku. Halusinasi diikuti
oleh interpretasi bersifat waham yang kaku dan memacu timbulnya
respons verbal dan perilaku, termasuk kepatuhan terhadap halusinasi
perintah.

9. Tugas Kelompok
Pemberian terapi pada halusinasi dengan memperagakan bagan yang ada di makalah itu
(dibuat kelompok)
ISOLASI SOSIAL

1. Apa yang dimaksud dengan isolasi sosial?


Isolasi sosial adalah kesendirian yang dialami seseorang secara individual akibat persepsi
individu terhadap lingkungan yang dirasakan mengancam keamanan dirinya secara fisik
dan psikologis.

2. Faktor apa yang membangkitkan klien mengalami isolasi sosial?


- Faktor predisposisi
Ada berbagai faktor yang menjadi pendukung terjadinya perilaku menarik diri yaitu :
a. Faktor perkembangan
Tiap gangguan dalam pencapaian tugas perkembangan dari masa bayi sampai
dewasa tua akan menjadi pencetus seseoarang sehingga mempunyai masalah
respon sosial menarik diri. Sistem keluarga yang terganggu juga dapat
mempengaruhi terjadinya menarik diri. Organisasi anggota keluarga bekerja sama
dengan tenaga profisional untuk mengembangkan gambaran yang lebih tepat
tentang hubungan antara kelainan jiwa dan stress keluarga.
b. Faktor Biologik Faktor genetik dapat menunjang terhadap respon sosial maladaptif
Genetik merupakan salah satu faktor pendukung gangguan jiwa. Kelainan struktur
otak, seperti atropi, pembesaran ventrikel, penurunan berat dan volume otak serta
perubahan limbik diduga dapat menyebabkan skizofrenia.
c. Faktor Sosiokultural Isolasi sosial merupakan faktor dalam gangguan
berhubungan. Ini merupakan akibat dari norma yang tidak mendukung pendekatan
terhadap orang lain, atau tidak menghargai anggota masyarakat yang tidak
produktif, seperti lansia, orang cacat dan berpenyakit kronik. Isolasi dapat terjadi
karena mengadopsi norma, perilaku, dan system nilai yang berbeda dari yang
dimiliki budaya mayoritas. Harapan yang tidak realitis terhadap hubungan
merupakan faktor lain yang berkaitan dengan gangguan ini, (Stuart and sudden,
1998).
- Faktor persipitasi
Ada beberapa faktor persipitasi yang dapat menyebabkan seseorang menarik diri.
Faktor- faktor tersebut dapat berasal dari berbagai stressor antara lain :
a. Stressor sosiokultural Stressor sosial budaya dapat menyebabkan terjadinya
gangguan dalam membina hubungan dengan orang lain, misalnya menurunya
stabilitas unit keluarga, berpisah dari orang yang berarti dalam kehidupanya,
misalnya karena dirawat di rumah sakit.
b. Stressor psikologik Ansietas berat yang berkepanjangan terjadi bersamaan
keterbatasan kemampuan untuk mengatasinya. Tuntutan untuk berpisah dengan
orang terdekat atau kegagalan orang lain untuk memenuhi kebutuhanya hal ini
dapat menimbulkan ansietas tinggi bahkan dapat menimbulkan seseorang
mengalami gangguan hubungan (menarik diri), (Stuart & Sundeen, 1998)
c. Stressor intelektual
1) Kurangnya pemahaman diri dalam ketidak mampuan untuk berbagai
pikiran dan perasaan yang mengganggu pengembangan hubungan dengan
orang lain.
2) Klien dengan “kegagalan” adalah orang yang kesepian dan kesulitan dalam
menghadapi hidup. Mereka juga akan sulit berkomunikasi dengan orang
lain.
3) Ketidakmampuan seseorang membangun kepercayaan dengan orang lain
akan persepsi yang menyimpang dan akan berakibat pada gangguan
berhubungan dengan orang lain
d. Stressor fisik
1) Kehidupan bayi atau keguguran dapat menyebabkan seseorang menarik diri
dari orang lain
2) Penyakit kronik dapat menyebabkan seseorang minder atau malu sehingga
mengakibatkan menarik diri dari orang lain (Rawlins, Heacock,1993)

3. Apa yang dapat diobservasi atau manifestasi klinis dari klien yang mengalami isolasi
sosial?
a. Tidak memiliki orang – orang yang dekat dan mendukung (keluarga, teman, )
b. Menarik diri/menyendiri/menghindari kontak dengan orang lain
c. Menarik diri dan asyik dengan dirinya sendiri
d. Merasa hubungan dengan orang lain tidak berarti
e. Merasa ditolak/kesepian
f. Nada suara dan perilaku yang diperlihatkan menunjukkan permusuhan
g. Kesulitan melakukan interaksi di lingkungan/tidakmampu terlibat dalam hubungan
interpersonal
h. Tidak ada kontak mata
i. Tidak berkomunikasi
j. Memperlihatkan perilaku yang tidak diterima orang kebanyakan
k. Melakukan tindakan yang tidak berguna berulang kali
l. Melakukan aktivitas yang tidak sesuai dengan tingkat perkembangannya
m. Sedih, afek tumpul
n. Merasa bosan dan waktu berjalan lambat
o. Merasa tidak dimengerti oleh orang lain/tidak aman di lingkungan

4. Ada berapa tujuan yang ingin dicapai didalam pembuatan rencana askep klien
isolasi sosial? 7 tujuan, yaitu :
1) Klien dapat membina hubungan saling percaya
2) Klien mampu menyebutkan penyebab menarik diri
3) Klien mampu menyebutkan keuntungan berhubungan sosial dan kerugian menarik
diri.

4) Klien dapat melaksanakan hubungan sosial secara bertahap


5) Klien mampu menjelaskan perasaannya setelah berhubungan sosial.
6) Klien mendapat dukungan keluarga dalam memperluas hubungan social
7) Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik.

5. Sodara diminta membuat strategi pelaksanaan sesuai dengan tujuan pada klien yg
mengalami isolasi sosial
STRATEGI PELAKSANAAN ISOLASI SOSIAL
STRATEGI PELAKSANAAN 1 (SP 1)
A. Kondisi
Data subjektif :
 Klien mengatakan malas berinteraksi dengan orang lain.
 Klien mengatakan orang-orang jahat dengan dirinya.
 Klien merasa orang lain tidak selevel.
Data objektif :
 Klien tampak menyendiri.
 Klien terlihat mengurung diri.
 Klien tidak mau bercakap-cakap dengan orang lain.

B. Diagnosis Keperawatan
Isolasi Sosial

C. Tujuan
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya, dengan kriteria sebagai berikut.
1. Wajah cerah, tersenyum
2. Mau berkenalan
3. Ada kontak mata
4. Bersedia menceritakan perasaan
5. Bersedia mengungkapkan masalahnya
6. Bersedia mengungkapkan masalahnya
b. Membantu klien menyebutkan penyebab menarik diri dan menyebutkan keuntungan
berhubungan sosial serta kerugian menarik diri.
c. Mengajarkan klien melaksanakan hubungan sosial secara bertahap

D. Intervensi Keperawatan
a. Bina hubungan saling percaya dengan prinsip komunikasi terapeutik
1. Beri salam setiap berinteraksi.
2. Perkenalkan nama, nama panggilan perawat dan tujuan perawat berkenalan
3. Tanyakan dan panggil nama kesukaan klien
4. Tunjukkan sikap jujur dan menepati janji setiap kali berinteraksi
5. Tanyakan perasaan klien dan masalah yang dihadapi kllien
6. Buat kontrak interaksi yang jelas
7. Dengarkan dengan penuh perhatian ekspresi perasaan klien
b. Mengidentifikasi penyebab isolasi sosial pasien.
c. Berdiskusi dengan pasien tentang keuntungan berinteraksi dengan orang lain.
d. Berdiskusi dengan pasien tentang kerugian berinteraksi dengan orang lain
e. Mengajarkan pasien cara berkenalan dengan satu orang
f. Diskusikan jadwal harian yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kemampuan klien
bersosialisasi

E. Strategi Pelaksanaan
1. Fase Orentasi.
a. Salam Terapeutik.
“Selamat pagi, assalamualaikum Ibu. Boleh Saya kenalan dengan Ibu? Nama Saya Bunga
Putri Nusa, boleh panggil Saya Bunga. Saya Mahasiswa Prodi Keperawatan Sidoarjo,
Saya sedang praktik di sini dari pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 13.00 WIB siang.
Kalau boleh Saya tahu nama Ibu siapa dan senang dipanggil dengan sebutan apa?”
b. Evaluasi / Validasi.
Bagaimana perasaan Bu Ara hari ini? O.. jadi Ibu merasa bosan dan tidak berguna.
Apakah Ibu masih suka menyendiri ??
c. Kontrak.
Topik:
Baiklah Bu, bagaimana kalau kita berbincang-bincang tentang perasaan Bu Ara dan
kemampuan yang Ibu miliki? Apakah bersedia? Tujuananya Agar ibu dengan saya
dapat saling mengenal sekaligus ibu dapat mengetahui keuntungan berinteraksi
dengan orang lain dan kerugian tidak berinteraksi dengan orang lain
Waktu : Berapa lama Ibu mau berbincang-bincang? Bagaimana kalau 10 menit saja
ya?
Tempat : Ibu mau berbincang-bincang dimana? Bagai mana kalau di ruang tamu?.

2.  Fase kerja.


Dengan siapa ibu tinggal serumah?
Siapa yang paling dekat dengan ibu?
apa yang menyebabkan ibu dekat dengan orang tersebut?
Siapa anggota keluarga dan teman ibu yang tidak dekat dengan ibu?
apa yang membuat ibu tidak dekat dengan orang lain?
Apa saja kegiatan yang biasa ibu lakukan saat bersama keluarga?
Bagaimana dengan teman-teman yang lain?
Apakah ada pengalaman yang tidak menyenangkan ketika bergaul dengan orang lain?
Apa yang menghambat ibu dalam berteman atau bercakap-cakap dengan orang lain?
Menurut ibu apa keuntungan kita kalau mempunyai teman?
Wah benar, kita mempunyai teman untuk bercakap-bercakap.
Apa lagi ibu? (sampai pasien dapat menyebutkan beberapa)
Nah kalau kerugian kita tidak mempunyai teman apa ibu? ya apa lagi? (sampai
menyebutkan beberapa) jadi banyak juga ruginya tidak punya teman ya.
Kalau begitu ingin ibu belajar berteman dengan orang lain?
Nah untuk memulainya sekarang ibu latihan berkenalan dengan saya terlebih dahulu.
Begini ibu, untuk berkenalan dengan orang lain dengan orang lain kita sebutkan dahulu
nama kita dan nama panggilan yang kita sukai.
Contohnya: nama saya Mawar, senang sipanggil Mawar.
Selanjutnya ibu menanyakan nama orang yang diajak berkenalan. Contohnya nama
Bapak siapa ? senangnya dipanggil apa?
Ayo bu coba dipraktekkan! Misalnya saya belum kenal dengan ibu. coba ibu berkenalan
dengan saya.
Ya bagus sekali ibu!! coba sekali lagi ibu..!!! bagus sekali ibu!!
Setelah berkenalan dengan ibu, orang tersebut diajak ngobrol tentang hal-hal yang
menyenangkan. Misalnya tentang keluarga, tentang hobi, pekerjaan dan sebagainya,
Nah bagaimana kalau sekarang kita latihan bercakap-cakap dengan perawat itu, dia teman
saya, baik kok. (dampingi pasien bercakap-cakap).

3.   Terminasi.
a.   Evaluasi subjektif dan objektif :
Bagaimana perasaan ibu setelah kita latihan berkenalan?
Nah sekarang coba ulangi dan peragakan kembali cara berkenalan dengan orang
lain.
b. Rencana Tindak Lanjut
Baiklah ibu, dalam satu hari mau berapa kali ibu latihan bercakap-cakap dengan
teman? Dua kali ya ibu? baiklah jam berapa ibu akan latihan? Ini ada jadwal
kegiatan, kita isi pada jam 11:00 dan 15:00 kegiatan ibu adalah bercakap-cakap
dengan teman sekamar. Jika ibu melakukanya secara mandiri makan ibu
menuliskan M, jika ibu melakukannya dibantu atau diingatkan oleh keluarga atau
teman maka ibu buat ibu, Jika ibu tidak melakukanya maka ibu tulis T. apakah ibu
mengerti? Coba ibu ulangi? Naah bagus ibu.
c. Kontrak yang akan datang :
Topik :
Baik lah ibu bagaimana kalau besok kita berbincang-bincang tentang pengalaman ibu
bercakap-cakap dengan teman-teman baru dan latihan bercakap-cakap dengan topik
tertentu. apakah ibu bersedia?
Waktu :
Ibu mau jam berapa? Bagaimana kalau jam 11:00?
Tempat :
Ibu maunya dimana kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau di ruang tamu??
Baiklah bu besok saya akan kesini jam 11:00 sampai jumpa besok ibu. saya permisi
Assalamualaikum Wr,Wb.
STRATEGI PELAKSANAAN 2 (SP 2)
A. Kondisi
Data subjektif :
 Klien mengatakan malas berinteraksi dengan orang lain
Data objektif :
 Klien menyendiri di kamar.
 Klien tidak mau melakukan aktivitas di luar kamar.
 Klien tidak mau melakukan interaksi dengan yang lainnya.

B. Diagnosis Keperawatan
Isolasi Sosial

C. Tujuan
a. Klien dapat melaksanakan hubungan sosial secara bertahap dengan:
o Perawat
o Perawat lain
o Klien lain
o Kelompok
b. Klien memiliki keinginan untuk melakukan kegiatan berbincang-bincang dengan
orang lain.

D. Intervensi Keperawatan
a. Observasi perilaku klien saat berhubungan sosial .
b. Beri motivasi dan bantu klien untuk berkenalan / berkomunikasi dengan :
o Perawat lain
o Klien lain
o Kelompok
c. Libatkan klien dalam Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi
d. Beri motivasi klien untuk melakukan kegiatan sesuai dengan jadwal yang telah dibuat.
e. Beri pujian terhadap kemampuan klien memperluas pergaulannya melalui aktivitas yang
dilaksanakan.

E. Strategi Pelaksanaan
1. Fase Orentasi.
a. Salam Terapeutik.
” Selamat pagi, Ibu? Bagaimana kabarnya hari ini? Ibu masih ingat dong dengan
saya? Ibu sudah mandi belum? Apakah sudah makan?”
b. Evaluasi / Validasi.
Bagaimana dengan perasaan ibu hari ini? Apakah masih ada perasaan kesepian,
bagaimana semangatnya untuk bercakap-cakap dengan teman? Apakah ibu sudah
mulai berkenalan dengan orang lain? Bagai mana perasaan ibu setelah mulai
berkenalan?
c. Kontrak.
Topik:
Baiklah sesuai dengan janji kita kemarin hari ini kita akan latihan bagai mana
berkenalan dan bercakap-cakap dengan 2 orang lain agar ibu semakin banyak teman.
Apakah ibu bersedia?
Waktu : Berapa lama ibu mau berbincang-bincang? Bagaimana kalau 10 menit?
Tempat : Ibu mau berbincang-bincang dimana? Bagai mana kalau di ruang tamu?

2.  Fase kerja.


Baiklah hari ini saya datang bersama dua orang ibu perawat yang juga dinas di ruangan
Melati, ibu bisa memulai berkenalan.. apakah ibu masih ingat bagaimana cara
berkenalan? (beri pujian jika pasien masih ingat, jika pasien lupa, bantu pasien mengingat
kembali cara berkenalan) nah silahkan ibu mulai (fasilitasi perkenalan antara pasien
dengan perawat lain) wah bagus sekali ibu, selain nama,alamat, hobby apakah ada yang
ingin ibu ketahui tetang perawat B dan C? (bantu pasien mengembangkkan topik
pembicaraan) wah bagus sekali, Nah ibu apa kegiatan yang biasa ibu lakukan pada jam
ini? Bagai mana kalau kita menemani teman ibu yang sedang menyiapkan makan siang di
ruang makan sambil menolong teman ibu bisa bercakap-cakap dengan teman yang lain.
Mari bu.. (dampingi pasien ke ruang makan) apa yang ingin ibu bincangkan dengan
teman ibu. ooh tentang cara menyusun piring diatas meja silahkan ibu( jika pasien diam
dapat dibantu oleh perawat) coba ibu tanyakan bagaimana cara menyusun piring di atas
meja kepada teman ibu? apakah harus rapi atau tidak? Silahkan bu, apalagi yang ingin bu
bincangkan.. silahkan.
Oke sekarang piringnya sudah rapi, bagai mana kalau ibu dengan teman ibu melakukan
menyusun gelas diatas meja bersama… silahkan bercakap-cakap ibu.

3.   Terminasi.
a.    Evaluasi subjektif dan objektif :
Bagaimana perasaan ibu setelah kita berkenalan dengan perawat B dan C dan
bercakap-cakap dengan teman ibu saat menyiapkan makan siang di ruang makan?
Coba ibu sebutkan kembali bagaimana caranya berkenalan?
d. Rencana Tindak Lanjut
Bagaimana kalau ditambah lagi jadwal kegiatan ibu yaitu jadwal kegiatan bercakap-
cakap ketika membantu teman sedang menyiapkan makan siang. Mau jam berapa ibu
latihan? Oo ketika makan pagi dan makan siang.
c.   Kontrak yang akan datang :
Topik :
Baik lah ibu bagaimana kalau besok saya kan mendampingi ibu berkenalan dengan 4
orang lain dan latihan bercakap-cakap saat melakukan kegiatan harian lain, setelah itu
ibu dapat bercerita kepada saya bagaimana perasaan ibu. apakah ibu bersedia?
Waktu :
Ibu mau jam berapa? Bagaimana kalau jam 11:00?
Tempat :
Ibu maunya dimana kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau di ruang tamu??
Baiklah bu besok saya akan kesini jam 11.00 sampai jumpa besok ibu. saya permisi
Assalamualaikum Wr.Wb.

STRATEGI PELAKSANAAN 3 (SP 3)


A. Kondisi
Data subjektif :
 Klien mengatakan masih malu berinteraksi dengan orang lain.
 Klien mengatakan masih sedikit malas ber interaksi dengan orang lain.
Data objektif :
 Klien tampak sudah mau keluar kamar.
 Klien belum bisa melakukan aktivitas di ruangan.

B. Diagnosis Keperawatan
Isolasi Sosial

C. Tujuan
Klien dapat menjelaskan perasaannya setelah berhubungan sosial dengan :
- Orang lain
- Kelompok

D. Intervensi Keperawatan
a. Memberikan kesempatan pada klien berkenalan.
b. Menganjurkan pasien memasukkan kedalam jadwal kegiatan harian.
c. Diskusikan dengan klien tentang perasaannya setelah berhubungan sosial dengan :
-Orang lain
-Kelompok
d. Beri pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan perasaannya.

E. Strategi Pelaksanaan
1. Fase Orentasi.
a. Salam Terapeutik.
” Selamat pagi, bu? Masih ingat saya ?
b. Evaluasi / Validasi.
Bagaimana dengan perasaan ibu hari ini? Apakah masih ada perasaan kesepian?
Apakah ibu sudah bersemangat bercakap-cakap dengan otrang lain? Apa kegiatan yang
dilakukan sambil bercakap-cakap? Bagaimana dengan jadwal berkenalan dan bercakap-
cakap, apakah sudah dilakukan? Bagus ibu.
c. Kontrak.
Topik:
Baiklah sesuai dengan janji kita kemarin hari ini saya akan mendampingi bu
berkenalan atau bercakap-cakap dengan tukang masak, serta bercakap-cakap dengan
teman sekamar saat melakukan kegiatan harian. Setelah itu ibu dapat bercerita
perasaanya kepada saya. Apakah ibu bersedia?
Waktu : Berapa lama ibu mau berbincang-bincang? Bagaimana kalau 10 menit?
Tempat : Ibu mau berbincang-bincang dimana? Bagai mana kalau di dapur?

2.  Fase kerja.


Baiklah ibu, bagaimana jika kita menuju ruang dapur, disana para juru masak sedang
memasak dan jurumasak disana berjumlah lima orang disana. Bagaimana jika kita
berangkat sekarang? Apakah ibu sudah siap bergabubg dengan banyak orang? Nah ibu
sesampainya disana ibu langsung bersalaman dan memperkenalakan diri seperti yang
sudah kita pelajari, ibu bersikap biasa saja dan yakin bahwa orang-orang disana senang
dengan kedatangan ibu. baik lah bu kita berangkat sekarang ya bu.
(selanjutnya perawat mendampingi pasien di kegiatan kelompok, sampai dengan
kembali keruma).
Nah bu, sekarang kita latihan bercakap-cakap dengan teman saat melakukan kegiatan
harian, kegiatan apa yang ingin bu lakukan? Ooh merapikan kamar baiklah dengan
siapa ibu ingin didampingi? Dengan Nn. E? baiklah bu. kegiatannya merapikan tempat
tidur dan menyapu kamar tidur ya bu( perawat mengaja pasien E untuk menemani
pasien merapikan tempat tidur dan menyapu kamar, kemudian memotivasi pasien dan
teman sekamar bercakap-cakap.
Bagaimana bu apakah sudah dilakukan? Saya lihat ibu ceria sekali.
Bagaimana perasaan ibu setelah melakukan kegiatan tadi?
Apakah ibu sudah tidak merasakan kesepian lagi?
Apakah ibu sudah mau berinteraksi dengan orang banyak?
Bagus sekali ibu hebat.
Ibu dapat bertukar cerita dengan banyak teman dan bisa bergurau, mudah sekali
bukan?
3.   Terminasi.
a.    Evaluasi subjektif dan objektif :
Sekarang coba ceritakan bagaimana perasaan ibu sesungguhnya.
Apa pengalaman ibu yang menyenangkan berada dalam kelompok? Adakah
manfaatnya kita bergabung dengan orang banyak?
b. Rencana Tindak Lanjut
Bagaimana kalau besok ibu mencoba berinteraksi dengan keluarga ibu? Besok
saya akan menginfokan kepada keluarga bahwa ibu sudah dapat berinteraksi dengan
orang banyak.
c.   Kontrak yang akan datang :
Topik :
Baik lah ibu bagaimana kalau besok saya kan mendampingi ibu berbincang dengan
keluarga dan menanyakan kabar keluarga.
Waktu :
Ibu mau jam berapa? Bagaimana kalau jam 11:00?
Tempat :
Ibu maunya dimana kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau di ruang tamu??
Baiklah bu besok kita akan berdiskusi dengan keluarga ibu jam 11.00 di ruang tamu
sampai jumpa besok ibu. saya permisi Assalamualaikum Wr.Wb.

STRATEGI PELAKSANAAN 4 (SP 4)


A. Kondisi
Data subjektif :
 Klien mengatakan sudah mau berinteraksi dengan orang lain.
 Klien mengatakan mampu berinteraksi dengan orang lain.
Data objektif :
 Klien sudah mau keluar kamar.
 Klien bisa melakukan aktivitas di ruangan.
B. Diagnosa Keperawatan :
Isolasi Sosial
C. Tujuan :
Keluarga klien dapat menjelaskan tentang :
a. Pengertian menarik diri
b. Tanda dan gejala menarik diri
c. Penyebab dan akibat menarik diri
d. Cara merawat klien menarik diri
D. Intervensi Keperawatan
1. Diskusikan pentingnya peran serta keluarga sebagai pendukung untuk mengatasi
prilaku menarik diri.
2. Diskusikan potensi keluarga untuk membantu klien mengatasi perilaku menarik diri
3. Jelaskan pada keluarga tentang :
a. Pengertian menarik diri
b. Tanda dan gejala menarik diri
c. Penyebab dan akibat menarik diri
d. Cara merawat klien menarik diri
E. Strategi Pelaksanaan
1. Fase Orentasi.
a. Salam Terapeutik.
”Selamat pagi, Ibu? Bagaimana kabarnya hari ini? Ibu masih ingat dong dengan
saya? Ibu sudah mandi belum? Apakah sudah makan?”
b. Evaluasi / Validasi.
Bagaimana dengan perasaan ibu hari ini? Apakah masih ada perasaan kesepian,
bagaimana semangatnya untuk bercakap-cakap dengan teman? Apakah ibu sudah
mulai bercakap-cakap dengan 2 orang lain? Bagaimana perasaan ibu setelah mulai
berkenalan?
c. Kontrak.
Topik:
Baiklah sesuai dengan janji kita kemarin hari ini kita akan latihan bagaimana
berbincang dengan keluarga dan menanyakan kabar keluarga ibu Siti. Apakah ibu
bersedia?
Waktu :
Berapa lama ibu mau berbincang-bincang? Bagaimana kalau 10 menit?
Tempat :
Ibu mau berbincang-bincang dimana? Bagaimana kalau di ruang tamu?
2. Fase Kerja
Apakah ibu sudah siap bergabung dengan banyak orang? Bagaimana kalau saat ini,
kita langsung saja menuju ruang tamu? Karena disana sudah ada suami, orang tua,
dan kakak dari ibu Siti. Nah ibu sesampainya disana ibu langsung bisa menyapa
suami dan keluarga ibu. Baiklah bu kita berangkat sekarang ya bu.
(selanjutnya perawat mendampingi pasien untuk menemui keluarganya).
Nah, kali ini kita sudah berkumpul dengan keluarga ibu Siti. Sebelum saya
memulainya, ayo bu siti bisa menyapa dan bersalaman dulu dengan suami dan orang
tuanya. Ya bagus sekali bu Siti sudah mau menyapa keluarganya. Baik, langsung saja
pada pertemuan kali ini, saya akan mendiskusikan perihal apasih yang dimaksud
dengan menarik diri, bagaimana tanda dan gejalanya, kemudian apasih yang menjadi
penyebab seseorang sampai menarik diri dari lingkungan terus bagaimana cara untuk
merawat orang yang menarik diri. Jadi, bapak dan ibu sekalian tujuan dari saya
mendiskusikan beberapa hal yang sudah saya sebutkan tadi adalah agar keluarga
dapat memahami apa yang selama ini dialami dan dirasakan oleh bu Siti serta nanti
keluarga juga bisa merawat bu Siti apabila timbul gejala seperti in lagi di rumah.
Apakah bisa dapat dimulai ibu dan bapak sekalian? Baik dimulai dari apasih
sebenarnya menarik diri itu ? Jadi menarik diri itu merupakan kesendirian yang
dialami seseorang secara individual akibat persepsi individu terhadap lingkungan
yang dirasakan mengancam keamanan dirinya secara fisik dan psikologis. Terjadi
penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain di
sekitarnya. Dari penjelasan saya apakah ada yang ditanyakan? Baik, kalau semuanya
sudah paham akan saya lanjutkan ya bapak dan ibu sekalian. Kemudian apa saja ya
tanda dan gejalanya tidak ada kontak mata, tidak berkomunikasi, melakukan tindakan
yang tidak berguna berulang kali, melakukan aktivitas yang tidak sesuai dengan
tingkat perkembangannya, menarik diri/menyendiri/menghindari kontak dengan
orang lain, menarik diri dan asyik dengan dirinya sendiri, merasa hubungan dengan
orang lain tidak berarti, merasa ditolak/kesepian. Apakah dari penjelasan saya sudah
dapat dipahami? Baik kalau begitu, saya lanjutkan ya penjelasan berikutnya, nah
kira-kira apasih penyebab dari seseorang itu akhirnya menarik diri dari lingkungan?
Jadi, kebanyakan itu seseorang yang menarik diri ini tidak memiliki orang – orang
yang dekat dan mendukung (keluarga, teman). Terus bagaimana ya, cara merawat
orang dengan menarik diri dari lingkungan sosial ini? Nah, keluarga dapat mendekati
oarng ini dengan penuh perhatian dan menemaninya, kemudian keluarga juga harus
mengajak berkomunikasi dengan orang yang menarik diri dan mendengarkan
ceritanya karena agar mereka merasa dipedulikan dan mempunyai teman untuk
bercerita. Kemudian ajak seseorang yang menarik diri ini, untuk melakukan hal yang
lebih positif agar tidak melakukan hal yang tidak sesuai atau aneh atau bahkan
melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan usianya. Kegiatan tersebut dapat
berupa bersih-bersih rumah atau membuat sesuatu bersama keluarga. Jadi apakah ada
yang perlu ditanyakan bapak dan ibu sekalian? Baik kalau tidak ada yang ditanyakan.
Karena sesi berdiskusi dengan keluarga sudah selesai, saya mengucapkan
terimakasih kepada semua anggota keluarga yang sudah berpartisipasi. Saya mohon
maaf apabila ada salah kata dan perbuatan, untuk itu saatnya bu Siti kembali ke
kamarnya agar dapat beristirahat. Sebelumnya bu Siti ayo membeikan salam dulu
kepada suami dan keluarganya bu. Baik, bagus sekali, agar ibu cepat sembuh kita
kembali ke kamar dulu ya bu.
3. Terminasi.
a.    Evaluasi subjektif dan objektif :
Sekarang coba ceritakan bagaimana perasaan ibu sesungguhnya.
Apa pengalaman ibu yang menyenangkan saat berada di tengah-tengah keluarga
ibu lagi? Adakah manfaatnya kita bergabung dengan keluarga bu Siti?
b. Rencana Tindak Lanjut
Karena sekarang ibu sudah mulai berinteraksi dengan keluarga, Bagaimana
kalau besok ibu dan saya mencoba untuk belajar mengenali obat cepat sembuh?
Besok saya akan menginfokan kepada ibu apa saja manfaat obat yang akan ibu
konsumsi ya supaya ibu cepat sembuh dan pulang bersama keluarganya.
c.   Kontrak yang akan datang :
Topik :
Baik lah ibu sesuai dengan yang sudah kita sepakati, besok kita akan
mendiskusikan manfaat dari obat yang ibu konsumsi.
Waktu :
Ibu mau jam berapa? Bagaimana kalau jam 11:00?
Tempat :
Ibu maunya dimana kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau di kamar ibu
saja? Baiklah bu besok saya akan ke kamar ibu jam 11.00 sampai jumpa besok
ibu. saya permisi Assalamualaikum Wr.Wb.
PERILAKU KEKERASAN

1. Apa yang dimaksud dengan perilaku kekerasan?


Perilaku kekerasan merupakan suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai
seseorang secara fisik maupun psikologis (Berkowitz, 1993).

2. Kondisi apa saja yang dapat menyebabkan perilaku kekerasan atau perilaku agresi
atau marah pda klien gangguan jiwa?
Faktor Predisposisi
- Faktor psikologis
a. Terdapat asumsi bahwa seseorang untuk mencapai suatu tujuan mengalami hambatan
akan timbul dorongan agresif yang memotifasi PK.
b. Berdasarkan penggunaan mekanisme koping individu dan masa kecil yang tidak
menyenangkan
c. Frustasi.
d. Kekerasan dalam rumah atau keluarga.

Faktor Presipitasi
Secara umum seseorang akan marah jika dirinya merasa terancam, baik berupa injury secara
fisik, psikis, atau ancaman konsep diri. Beberapa faktor pencetus perilaku kekerasan adalah
sebagai berikut.
a. Klien        : kelemahan fisik, keputusasaan, ketidakberdayaan, kehidupan yang penuh
agresif, dan masa lalu yang tidak menyenangkan.
b. Interaksi : penghinaan, kekerasan, kehilangan orang yang berarti, konflik, merasa
terancam, baik internal dari perusahaan diri klien sendiri maupun eksternal dari
lingkungan.
c. Lingkungan : panas, padat, dan bising.

3. Apa tanda atau manifestasi klinis perilaku yg dpt diamati pada klien gangguan jiwa yg
mengalami perilaku kekerasan?
a. Fisik
• Mata melotot
• Pandangan tajam
• Tangan mengepal
• Rahang mengatup
• Wajah memerah
• Postur tubuh kaku
b. Verbal
• Mengancam
• Mengumpat dengan kata-kata kotor
• Suara keras
• Bicara kasar, ketus
• Memberikan kata-kata ancaman dengan rencana melukai
c. Perilaku
• Memperlihatkan permusuhan
• Mendekati orang lain dengan ancaman
• Menyentuh orang lain dengan cara yang menakutkan
• Mempunyai rencana untuk melukai
• Menyerang orang
• Melukai diri sendiri/orang lain
• Merusak lingkungan
• Amuk/agresif

4. Ada berapa tujuan yang ingin dicapai didalam pemberian askep pada klien yg
mengalami perilaku kekerasan? 9 tujuan, yaitu :
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya
b. Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan yang dilakukannya
c. Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan
d. Klien dapat mengidentifikasi jenis perilaku kekerasan yang pernah dilakukannya
e. Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan
f. Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam mengungkapkan kemarahan
g. Klien dapat mendemonstrasikan cara mengontrol perilaku kekerasan
h. Klien mendapat dukungan keluarga untuk mengontrol perilaku kekerasan
i. Klien menggunakan obat sesuai program yang telah ditetapkan.

5. Sebutkan cara cara yang bisa diberikan kepada klien untuk membuat perilaku
kekerasan menjadi perilaku yang asertif
 Beri kesempatan klien mengutarakan perasaan jengkel atau kesal. Dengarkan
ungkapan rasa marah dan perasaan bermusuhan klien dengan seksama.
 Ajarkan klien menyalurkan marah dengan cara verbal yaitu ketika marah minta
pasien untuk mengatakan agar tidak menimbulkan akibat yang buruk.
 Beri contoh klien berbicara yang baik seperti meminta dengan baik, menolak
dengan baik dan mengungkapkan perasaan dengan baik.
 Diskusikan bersama pasien tentang bagaimana cara marah yang sehat contohnya :

- Jika sulit mengendalikan marah, minta klien menjauhkan diri dari situasi
tersebut untuk sementara sampai Anda tenang
- Minta klien untuk sebelum marah, cari alasan yang tepat kenapa Anda harus
marah
- Anjurkan klien selalu identifikasi penyebab marah yang paling medasar
 Anjurkan dan sepakati bersama klien untuk menyalurkan marahnya dengan
metode spiritual agar tidak menimbulkan akibat yang buruk.
 Demostrasikan pada klien untuk melakukan olahraga atau melakukan sktivitas
yang menyenangkan ketika sedang emosi tidak stabil. Dengan begitu dapat
menurunkan tingkat emosi.
 Berikan pujian kepada pasien ketika pasien telah melakukan atau meluapkan
marah dengan cara yang benar dan sehat.
 Minta klien selalu minum obat dengan tepat waktu untuk mencegah perilaku
kekerasan.
 Minta klien melakukan terapi kelompok untuk stimulasi persepsi pencegahan
perilaku kekerasan.
6. Buatlah strategi pelaksanaan pada klien yang mengalami perilaku kekerasan

STRATEGI PELAKSANAAN (SP) TINDAKAN KEPERAWATAN KLIEN


DENGAN RESIKO TINGGI KEKERASAN

Pertemuan : 1 Hari, TGL : .Kamis, 1 April 2021

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
Data Subjektif:
 Keluarga klien mengatakan klien suka marah – marah tanpa sebab
 Keluarga klien mengatakan klien suka memukul pengendara motor
yg lewat
 Klien pernah menjadi korban penipuan
Data Objektif:

 Klien menjawab pertanyaan dengan nada bicara keras dan cepat.


 Klien nampak tegang saat berinteraksi.
 Mata klien tampak melotot dan kesal.
 Klien menjawab pertanyaan dengan singkat.
 Klien tampak bermusuhan.
2. Diagnosa Keperawatan
Resiko Perilaku Kekerasan
3. Tujuan Khusus
Membantu pasien melatih mengendalikan perilaku kekerasan dengan cara fisik
pertama
4. Tindakan Keperawatan
a. Mengidentifikasi penyebab, tanda dan gejala, perilaku kekerasan yang
dilakukan, akibat perilaku kekerasan.
b. Jelaskan cara mengontrol perilaku kekerasan: fisik, obat, verbal, spritual.
c. Latihan cara mengontrol perilaku kekerasan secara fisik: tarik nafas dalam
dan pukul kasur dan bantal

B. Strategi komunikasi
1. Orientasi:
Perawat : “ Selamat pagi pak, perkenalkan perawat Bunga, hari ini saya
akan berbincang-bincang dengan bapak. nama bapak siapa
senangnya di panggil apa?”
Klien : “ Bapak T”
Perawat : “ Bagaimana perasaan bapak saat ini, masih ada rasa kesal atau
marah?”
Klien : “ ya masih marah “
Perawat : “ Baiklah, kita akan berbincang-bincang sekarang tentang
perasaan marah bapak.”
Klien : “ Terserah

Perawat : “Berapa lama bapak mau kita berbincang-bincang? Bagaimana

jika 10 menit?”

Klien : “ ya”
Perawat : “Di mana enaknya kita duduk-duduk untuk berbincang-bincang,
pak? Bagaimana jika di ruang tamu?”
2. Fase Kerja:
Perawat : “Apa yang menyebabkan bapak marah? Apakah sebelumnya
bapak pernah marah? Apa penyebabnya? Samakah dengan
sekarang?”
Kien : “ saya ditipu oleh orang uang saya dibawa kabur 10 juta padahal
itu tabungan untuk pendidikan anak saya. Dan saya sangat
benci dengan orang itu. Jika saya bertemu dengan dia saya
akan memukulnya ”
Perawat : “Pada saat bapak sedang marah apa yang bapak rasakan?
Misalnya saat bapak pulang ke rumah dan istri bapak belum
menyiapkan makanan (misalnya ini yang jadi penyebab marah
pasien), apa yang bapak rasakan?”
Klien : “ Saya akan marah pada istri saya karena dia juga tidak
bertanggung jawab seperti orang penipu itu. Saya akan
memukulnya dan melempar piring – piring ”
Perawat : “Apakah ketika bapak merasa kesal, terus dada bapak berdebar-
debar, mata melotot, rahang terkatup rapat dan tangan
mengepal?”
Klien : “ya”
Perawat : “Setelah itu apa yang bapak lakukan? Ooo.. iya.. jadi bapak
memukul istri bapak dan memecahkan piring. Apakah dengan
cara ini makan terhidang? Iya.. tentu saja tidak.”
Perawat : “Apa kerugian dari cara yang bapak lakukan, betul.. istri jadi
sakit dan ketakutan. Piring – piring pecah. Menurut bapak,
adakah cara yang lebih baik? Maukah bapak belajar cara
mengungkapkan marah dengan baik tanpa menimbulkan
kerugian

Perawat : “Ada beberapa cara mengatasi marah, pak. Salah satunya


dengan cara fisik. Jadi menyalurkan marah lewat kegiatan fisik.
Dari beberapa cara tadi bagaimana jika kita belajar satu cara
dulu? ”

Klien : “ Baik”
Perawat : “ Begini pak, jika tanda – tanda marah tadi sudah bapak rasakan
bapak berdiri, lalu tarik napas dari hidung, tahan sebentar lalu
keluarkan napas perlahan – lahan melalui mulut sambil
membayangkan bahwa bapak sedang mengeluarkan kemarahan.
Silahkan bapak mencoba melakukannya. Bagus...coba lakukan
sampai lima kali. Bagus sekali bapak sudah bisa melakukannya.
Bagaimana perasaanya?”
Klien : “ Merasa lebih tenang ”
Perawat : “ Nah, sebaiknya latihan ini bapak lakukan secara rutin,
sehingga jika sewaktu-waktu rasa marahnya muncul, bapak sudah
terbiasa melakukannya.”

3. Terminasi
Perawat : “Bagaimana perasaan bapak setelah berbincang-bincang tentang
kemarahan bapak?”
Klien : “ saya merasa lebih tenang dan berusaha mengiklaskan apa yang sudah
bukan jadi milik saya lagi ”
Perawat : “Ya jadi ada dua penyebab marahnya bapak tolong bapak sebutkan dan
yang bapak lakukan serta akibatnya. ”
Klien : “ ya yang pertama saya marah karena ditipu dan yang kedua karena istri
tidak menyiapkan masakan ketika saya pulang kerja. Dan ketika saat
saya akan marah maka yang akan saya lakukan adalah saya berdiri, lalu
tarik napas dari hidung, tahan sebentar lalu keluarkan napas perlahan –
lahan melalui mulut sambil membayangkan bahwa saya sedang
mengeluarkan kemarahan. ”
Perawat : “ Baik, pertemuan kali ini saya rasa sudah selesai. Cukup sampai disini dan
terimakasih atas waktu bapak. 2 minggu lagi kita akan bertemu untuk
memberikan terapi untuk mengendalikan marah.”

Anda mungkin juga menyukai