Anda di halaman 1dari 20

ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA

DENGAN INKONTINENSIA
(Disusun Untuk Melengkapi Tugas Gerontik)

Disusun Oleh :
DORA NOVIYANTI P G2A.004.027
APISAH G2A.004.011
IIN PRASETYO G2A.004.048

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2007
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Inkontinensia urin merupakan salah satu masalah besar (geriatrik giant)
dibidang geriatri yang seringkali membuat frustasi pasien yang mengalaminya
dan atau keluarga serta pengasuh yang merawatnya.
Bagi orang muda masalah ini barangkali jarang dijumpai sehingga tidak
atau belum mendapat perhatian yang cukup dikalangan petugas kesehatan
maupun masyarakat awam di Indonesia ini. Pemahaman yang keliru atau
bahkan mungkin karena ketidaktahuan sering menyebabkan masalah
inkontinensia urin pada usia lanjut menjadi terabaikan dan dianggap wajar
terjadi akibat proses penuaan.
Seiring dengan meningkatnya usia harapan hidup, populasi usia lanjut
di Indonesia tak diragukan lagi akan semakin meningkat dan masalah
inkontinensia urin ini tentu akan semakin banyak pula dijumpai bersama-sama
masalah biopsikososial lainnya. Penanganan yang tidak benar tentu akan
berdampak pada timbulnya penyulit seperti dekubitus, infeksi dan depresi atau
finstasi yang pada gilirannya akan memperburuk kualitas hidup orang usia
lanjut. (Soejono Czeresna dkk, 2000.hal 85)
Inkontinensia urin merupakan salah satu keluhan utama pada penderita
usia lanjut usia, seperti halnya dengan keluhan pada suatu penyakit merupakan
diagnosis, sehingga perlu dicari penyebabnya.
Inkontinensia urin cenderung tidak dilaporkan, karena penderita merasa
malu dan juga menganggap tidak ada yang dapat diperbuat untuk
menolongnya.

B. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan ini yaitu :
1. Memahami konsep sistem perkemihan pada lansia
2. Memahami Askep lansia dengan sistem perkemihan
C. Metode Penulisan
Dalam penyusunan makalah ini penulis menggunakan metode diskriptif
Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dengan studi
kepustakaan.

D. Sistematika penulisan
Dalam makalah ini sistematika penulisan terdiri dari beberapa bab, dam
dari masing-masing bab terdiri dari beberapa item
Bab I Pendahuluan berisi tentang latar belakang, tujuan penulisan, metode
penulisan dan sistematika penulisan.
Bab II Konsep dasar yang berisi tentang pengertian, etiologi, patofisiologi,
manifestasi klinis, pathway dan prinsip penatalaksanaan.
Bab III Asuhan keperawatan yang berisi tentang pengkajian, diagnosa
keperawatan, fokus intervensi dan evaluasi.
Daftar Pustaka
BAB II
KONSEP DASAR

A. Pengertian
Pada lansia umumnya timbul kondisi fisik yang menurun dan mengalami
penurunan jumlah sel-sel otak disertai penurunan fungsi pendengaran,
penglihatan, pembauan yang seiring menimbulkan keterasangan bagi lansia.
Kulit yang mengalami perubahan karena penurunan lemak dibawah kulit yang
menyebabkan hilangnya elastisitas kulit, sehingga kulit menjadi keriput.
Pembatasan gerak yang terjadi pada lansia menyebabkan hilangnya kekuatan
otot dan hilangnya massa tulang sehingga gerakan menjadi lambat. Perubahan
lain yang paling menonjol pada lansia yaitu terjadinya inkontinensia urin
karena penurunan kekuatan otot dasar panggul (Hudak & Carolyn, 1997)
Inkontinensia adalah pengeluaran urin (atau fases) tanpa disadari dalam
jumlah dan frekuensi yang cukup sehingga mengakibatkan masalah gangguan
kesehatan sosial (Kane dkk, 1989). Variasi dari ikontinensia urin meliputi dari
kadang keluar hanya beberapa tetes urin saja sampai benar-benar banyak
bahkan disertai juga Inkontinensia alvi.
Inkontinen alvi atau disebut juga pengeluaran fases dalam jumlah dan
frekuensi yang cukup sehingga mengakibatkan masalah gangguan kesehatan
atau sosial. hikontinensia alvi lebih jarang ditemukan dibanding inkontinensia
urin, apalagi bila penderita tidak menderita inkontinensia urin.

B. Etioiogi
Inkontinensia urin bukan merupakan konsekuensi normal dari
bertambahnya usia namun perubahan traktus urinarius yang berkaitan dengan
usia merupakan predisposisi bagi lansia untuk mengalami inkontinensia
(Smeltzer suzannec, 2000).
Ada beberapa perubahan yang terjadi ada lansia sehingga dapat
mendukung terjadinya inkontinensia urin yaitu :
1. Mobilitas yang terbatas karena menurunnya, panca indra.
2. Kondisi-kondisi medik yang patologik dan berhubungan dengan
pengaturan
urin, misalnya DM dan gagal jantung korgesif.
3. Pada wanita menjadi usia lanjut berakibat menurunnya tekanan pada uretra
dan
muara kandung kemih berkenaan dengan berkurangnya kadar esterogen
dan
melemahnya jaringan / otot-otot punggul berkenaan dengan persalinan.
4. Pada pria terjadi pembesaran kelenjar prostat pada usia lanjut.
Sedangkan penyebab inkontinensia menurut whitehead Fonda, antara lain:
1. Kelainan urologik, (misal radang, batu tumor diventrikel).
2. Kelainan neurologik (misal stroke, trauma pada medulla spinalis,
demensia)
3. Hambatan mobilitas, situasi tempat berkemih yang tidak memadai /
jauh.

C. Pathofisiologi
Proses berkemih yang normal adalah suatu proses dinamik yang secara
fisiologik berlangsung dibawah kontrol dan koordinasi sistem saraf pusat dan
sistem saraf tepi di daerah sakrum, saat periode pengisian kandung kemih
tekanan didalamnya tetap rendah (dibawah 15 mm H2O).
Sensasi pertama ingin mencapai antara 150 - 350 ml. Kapasitas kandung
kemih normal bervariasi sekitar 300 - 600 ml, umumnya kandung kemih dapat
menampung urin sampai ± 500 ml tanpa terjadi kebocoran. Bila proses
berkemih terjadi otot-otot dari kandung kemih berkontraksi, diikuti relaksasi
dari stingter dan uretra. Secara sederhana dapat digambarkan, saat proses
berkemih dimulai, tekanan dari otot-otot detrusor kandung kemih meningkat
melebihi tahanan dari muara uretra dan urin akan memancar keluar (Reuben
dkk).
Secara garis besar, proses berkemih diatur oleh pusat refleks kemih
didaerah sakrum. Saraf aferen lewat persyarafan somatik dan ototnom,
membawa informasi tentang isi kandung kemih ke medula spinalis sesuai
pengisian kandung kemih.
Tonus simpatik akan menyebabkan penutupan kandung kemih dan
menghambat tonus parasimpatik. Pada saat proses berkemih berlangsung
tonus simpatik menurun dan peningkatan rangsang parasimpatik
mengakibatkan kontraksi kandung kemih. Semua proses ini berlangsung
dibawah koordinasi dan pusat yang lebih tinggi pada batang otak, otak kecil
dan koteks serebri. Sehingga proses patologik yang mengenai pusat-pusat ini
misalnya stroke, sindrom parkinson, demensia dapat menyebabkan
inkontinensia.
Secara umum dengan bertambahnya usia, kapasitas kandung kemih
menurun, sisa urin dalam kandung kemih setiap selesai berkemih cenderung
meningkat dan kontraksi otot-otot kandung kemih yang tidak teratur dan
makin sering terjadi. Kontraksi-kontraksi invokunter ini ditemukan pada 40-
75 % orang lanjut usia yang mengalami inkontinensia (Reuben, dkk).
Pada lanjut usia menurut Reuben dkk inkontinensia bisa terjadi secara
akut atau kronik.
1. Inkontinensia akut
Sifatnya reversible biasanya berkaitan dengan sakit yang sedang
diderita atau masalah obat-obat yang digunakan (latrogenik) dan dapat
sembuh jika penyakit akut yang diderita sembuh atau obat penyebab
dihentikan. Penyebab inkontinensia akut adalah DRIP (Delirium, Retraksi,
mobilitas, retensi, infeksi, inflamasi, impaksi fases, pharmasi ,poliuri).
Delirium suatu penurunan kesadaran yang terjadinya secara akut,
antara lain disebabkan hipoksia otak karena oksigen yang berkurang
misalnya pada keadaan dihindari atau radang paru-paru dapat berakibat
pengaturan berkemih terganggu dan terjadi inkontinensia.
Retraksi atau hambatan dari mobilitas misalnya akibat mengalami
fraktur atau bahkan karena penghalang dari pengamanan tempat tidurnya
agar penderita lanjut usia tidak terjatuh dapat mencetuskan inkontinensia.
Impaksi dari fases merupakan masalah yang banyak dijumpai pada
penderita dengan inkontinensia win terjadi sumbatan secara mekanik pada
muara kandung kemih, atau refleks kontraksi kandung kemih akibat
regangan dari rektum.
Poliuria yang disebabkan macam-macam keadaan misalnya
hiperglikemin, hiperkalsemi dapat menyebabkan inkontinensia akut.
Potensi dari obat untuk menimbulkan inkontinensia harus diperhatikan.
2. Inkontinensia peristen
Inkontinensia peristen / kronik menetap dibagi menjadi 4 tipe penyebab :
a. Tipe stress
Inkontinensia urin tipe stress ditandai dengan keluarnya urin
diluar pengaturan berkemih, biasanya jumlahnya sedikit akibat
peningkatan tekanan intra abdominal misal saat bersin, tertawa atau
olahraga. Peristiwa seperti ini seringkali berkenaan dengan
kelemahan jaringan sekitar muara kandung kemih dan uretra serta
hilangnya pengaruh esterogen dan sering melahirkan dengan disertai
tindakan pembedahan merupakan salah faktor predisposi dan
obesitas, batuk kronik juga memegang peran penting.
Inkontinensia urin tipe stres jarang pada pria dapat terjadi
setelah mengalami operasi lewat uretra (trans-uretra) misal akibat
terapi radiasi yang masuk struktur jaringan sfingter (kale dkk,
brocklehurst dkk).
b. Tipe urgensi
Inkontinensia tipe urgensi ditandai dengan pengeluaran urin
diluar pengaturan berkemih yang normal, biasanya dalam jumlah
banyak karena ketidakmampuan menunda berkemih dari otot-otot
distrusor kandung kemih Inkontinensia ini dapat didapatkan pada
gangguan sistem saraf pusat misalnya stroke, demensia,
sindromparkinson dan kerusakan medula spinalis.
Gangguan lokal dari saluran uro-genital misalnya sistitis, batu
dan divertikuluni dari kandung kemih juga dapat mencetuskan
inkontinensia tipe urgensi (kare, dkk).
c. Tipe luapan
Inkontinensia tipe luapan (overflow) ditandai dengan
kebocoran/ keluarnya urin, biasanya dalam jumlah sedikit karena
desakkan mekanik akibat kandung kemih yang sangat teregang.
Penyebab umum biasanya:
1. Sumbatan akibat kelenjar prostat yang membesar atau adanya
keristokel
penyempitan dari jalan keluar urin.
2. Gangguan kontraksi akibat gangguan dari persarafan misalnya
penyakit DM.
d. Tipe fungsional
Ditandai dengan keluarnya urin sendiri akibat ketidakmampuan
mencapai tempat berkemih karena gangguan fisik atau kognitif,
maupun macam-macam hambatan situasi / lingkungan yang lain
sebelum siap untuk berkemih faktor-faktor psikologik seperti marah
dan depresi.

D. Manifestasl klinik
Pada lansia yang mengalami inkontinensia terdapat keinginan kuat untuk
berkemih (urgensi), sering berkemih (frekuensi) atau kebocoran urin, terjadi
gangguan integritas kulit dan resiko infeksi karena daerah genetalia lembab.
Terjadi retensi yaitu ketidakmampuan melakukan urinari meskipun terdapat
keinginan atau dorongan, biasanya terjadi pada pembesaran prostat atau BPH
dan adanya sisa urin dalam vesikaurinaria
E. Penatalaksanaan
Pengelolaan inkontinensia pada penderita lanjut usia dapat kerjakan sbb :
1. Program rehabilitasi antara lain :
a. Melatih respon kandung kemih agar baik.
b. Melatih perilaku berkemih
c. Latihan otot-otot dasar panggul
d. Modifikasi tempat untuk berkemih (alat bantu toilet)
Alat bantu toilet seperti urinal, kondom, dan bedpan dapat
digunakan oleh orang usia lanjut yang tidak mampu bergerak atau
menjalani tirah baring. Alat-alat bantu tersebut dapat menolong lansia
terhindar dari jatuh dan akan membantu memberikan kemandirian pada
usia lanjut dalam menggunakan toilet
2. Katerisasi dengan tujuan untuk memantau produksi urin dan keperluan
mengatur balance cairan. Ada 3 macam cara katerisasi inkontinensia urin
(Reuben dkk):
a. Katerisasi luar (katerkondom).
Efek samping yang sering terjadi adalah iritasi pada kulit dan sering
lepas selain itu insiden ISK meningkat dengan katerisasi macam ini,
metode ini hanya dianjurkan pada pria yang tidak menderita retensia
urin dan mobilitasnya masih cukup baik.
b. Katerisasi intermiten (berkala).
Frekuensi pemasangannya 3-4 x/hari.
c. Katerisasi secara menetap (indwelling).
3. Obat-obatan (Terapi farmologis)
Obat-obatan yang diberikan adalah antikolinergik (relaksasi
kandung kemih) yang dapat diberikan pada inkontinensia urgensi dan
agonis alfa yang tepat diberikan pada inkontinensia stress.
4. Pembedahan (mengangkat penyebab sumbatan patologi lain, pembuatan
sfingter artetirisia dll).
5. Penyesuaian lingkungan yang mendukung untuk kemudahan berkemih.
6. Penggunaan pakaian dalam dan bahan-bahan penyerap khusus (pempers)
untuk mengurangi dampak inkontinensia.
7. Kartu catatan berkemih
Kartu catatan berkemih merupakan suatu yang dapat digunakan
oleh usia lanjut yang mempunyai masalah inkontinensia urin. Pada kartu
akan dicatat waktu dan jumlah urin yang keluar baik yang keluar secara
normal maupun yang keluar karena tidak tertahan karena selain itu juga
akan dicatat waktu, jumlah, dan jenis minuman yang diminum.
Pencatatan pemasukkan dan pengeluaran cairan ini dilakukan setiap saat
sepanjang hari selama tiga hari berturut-turut.
Tujuan pencatatan ini adalah agar diketahui pola berkemih yang
dapat diduga tipe inkontinensia urinnya sehingga dapat dikelola dengan
baik dan benar.

Menurut Fano dkk untuk masing-masing dari inkontinensia ada beberapa


hal khusus yang dianjurkan misal:
1. Inkontinensia tipe stress :
a. Latihan otot-otot dalampanggul
b. Latihan penyesuaian kemih
c. Obat-obatan untuk merelaksaksi kandung kemih dan esterogen
d. Tindakan pembedahan memperkuat muara kandung kemih
2. Inkontinensia tipe urgensi:
a. Latihan mengenal sensasi berkemih dan penyesuaiannya
b. Obat-obatan untuk merelaksasi kandung kemih dan esterogen
c. Tindakan pembedahan untuk mengambil sumbutan dan Iain-lain
keadaan patologik yang menyebabkan distensi pada saluran kemih
bagian bawah
3. Inkontinensia tipe lupaan :
Katerisasi intermiten atau menetap.
4. Inkontinensia tipe fungsional
a. Penyesuaian sikap berkemih antara lain dengan jadwal dan kesiapan
b. Pakaian dalam dan kain penyerap khusus lainnya
c. Penyesuaian atau modifikasi lingkungan tempat berkemih
d. Obat-obatan yang merelaksasi kandung kemih
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Pengkajian inkontinensia akut.
Jika inkontinensia merupakan suatu kegiatan yang baru dialami
(dalam beberapa hari) dan atau berhubungan dengan penyakit-penyakit
akut maka apakah hal-hal berikut ini dialami :
a. Infeksi akut saluran kencing
b. Pengerasan tinja
c. Gangguan mental sehingga kesulitan untuk dapat kekamar mandi
sendiri
d. Tidak dapat bergerak sehingga kesulitan untuk dapat kekamar mandi
sendiri
e. Pengaruh obat (seperti obat penenang yang berlebihan, poliuria)
sering kencing yang disebabkan oleh diuretik atau pengaruh lainnya.
f. Ketidaknormalan metabolik dengan poliuria. (hiperglikemia dan
hiperglikemi).
j Jika mengompol timbul dengan adanya kondisi-kondisi diatas, maka
dilakukan pengkajian lebih lanjut.
2. Pengkajian inkontinensia perifer
a. Riwayat
1. Keluarnya urin tanpa disadari atau tidak ada keinginan buang air
kecil.
2. Adanya masalah untuk ke kamar mandi tepat pada waktunya.
3. Berapa lama memiliki masalah inkontinensia urin :
a. Kurang dari satu minggu.
b. 1-4 minggu
c. 1 - 3 bulan
d. 4 - 12 bulan
e. 1 - 5 tahun
f. > 5 tahun
4. Berapa sering mengalami inkontensia urin
a. Jarang (kurang dari 1 minggu sekali)
b. Lebih dari sehari sekali
c. Terus menerus
d. Tidak tentu
5. Kapan masalah inkontinensia urin terjadi
a. Siang hari
b. Malam hari
a. Siang atau malam hari
6. Banyaknya urin yang keluar
a. Berapa tetes
b. Lebih dari beberapa tetes tapi kurang dari secangkir
c. Lebih dari secangkir
d. Tidak tentu
e. tidak tahu
7. Kondisi yang menyebabkan inkontinensia urin
a. Batuk
b. Tertawa
c. Olah raga
d. Tidak dapat mencapai kamar mandi tepat waktunya
8. Waktu normal buang air kecil
a. Setiap 6-8 jam atau kurang
b. Setiap 3-5 jam
c. Setiap 1 atau 2 jam
d. Tiap jam / lebih sering
e. Frekuensinya tidak menentu
f. Tidak tahu
9. Intensitas bangun malam untuk buang air kecil
a. Jarang / tidak normal
b. Biasanya 1 - 3 x sehari
c. Lebih 4 kali tiap malam
d. Frekuensinya tidak tentu / sering
10.Lamanya menahan kandung kemih yang penuh
a. Beberapa menit
b. Kurang dari 1 atau 2 menit
c. Tidak dapat menahan sama sekali
d. Tidak dapat mengetahui kapan kandung kemih penuh
11. Adanya kesulitan memulai mengeluarkan urin
12. Urin tidak lancar (pelan)
13. Menahan / mengejan untuk berhenti
14. Merasa tidak nyaman atau sakit
15. Rasa terbakar
16. Adanya darah dalam urin
17. Adanya penggunaan bantuan alat untuk mengatasi inkontinensia
urin :
a. Bantalan / alas ditempat tidur atau pada coladulan
b. Pempres
c. Obat-obat yang digunakan
d. Pispot
e. Cateter
18. Riwayat medis yang berkaitan
a. Stroke
b. Demensia
c. Penyakit parkanson
d. Gangguan syaraf
e. Diabetes
f. Gangguan jantung kronik
19. Riwayat saluran kemih dan kelamin
a. Melahirkan normal
b. Operasi seksio sesarea
c. Histerektomi abdomen
d. Histerektomi vagina
e. Suspensi bladder
f. Reseksi prostat transusetral
g. Prostektomi suprapubis
h. Struktur uretra
i. Tumor kandung kemih

b. Pengkajian fisik
1. Status mental
Adanya gangguan kognitif
2. Mobilitas
a. Dapat berjalan sendiri dengan kecepatan yang cukup.
b. Dapat berjalan sendiri tetapi, perlahan (sehingga kemampuan
untuk mencapai kamar mandi terganggu).
c. Dapat bergerak dengan bantuan, tetapi dapat menggunakan
pispot dan kamar mandi didekat tempat tidur sendiri.
d. Menggunakan kursi roda, tetapi dapat menggunakan pispot
sendiri.
e. Tergantung orang lain untuk dapat dikamar mandi.
3. Uji abdomen
a. Adanya pembesaran kandung kemih dan teraba.
b. Kandung kemih tidak terasa.
c. Nyeri supra pubik.
4. Uji syaraf
a. Normal
b. Lesi syaraf motorik bagian atas
c. Lesi motorik bagian bawah
d. Neuropati peripheral
5. Ujirektum

a. Penurunan tekanan pada anus


b. Penurunan sensori perioral
c. Tidak ada refleks bulbukavervonarus
d. Pembesaran prostat
e. Kanker prostat
6. Genital bagian luar
a. Iritasi kulit
b. Sensasi hilang
7. Uji vagina
a. Vaginitis arrofik
b. Prolaps niryan
c. Prolaps berat
d. Rektokel

B. Diagnosa keperawatan
1. Gangguan integritas kulit b/d inkontinensia sekunder terhadap kelembapan
area genetalia
2. Resiko infeksi b/d kurangnya personal hygien pada area genetalia
3. Perubahan pola eliminasi inkontinensia b/d gangguan eliminasi sekunder
terhadap penurunan otot dekstrusor vesikaurinaria
4. Gangguan citra diri HDR b/d inkontinensia
5. Inkontinensia b/d gangguan mobilitas fisik sekunder terhadap proses
menua, gangguan motorik sensorik
6. Kurang pengetahuan b/d kurangnya informasi tentang pengontrolan
dan penatalaksanaan inkontinensia

C. Fokus intervensi
1. Gangguan integritas kulit b/d inkontinensia sekunder terhadap
kelembapan area genetalia
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan kulit
perineal klien utuh tidak mengalami kerusakan dan klien
merasa nyaman
Kriteria basil:
a. Kulit klien tampak utuh ,tidak ada kemerahan, iritasi, gatal dan lecet
b. Klien tampak nyaman
Intervensi:
a. Kaji daerah perinealdari kemerahan, iritasi, gatal atau lecet
b. Bersihkan kulit dengan sabun dan air, dan keringkan bila terjadi
inkontinensia
c. Gunakan semprotan pelindung protektif pelindung kulit
d. Usahakan /pastikan sepraikering dan tanpa lipatan
e. Gunakan popok atau pempres jika sering mengalami inkontinensia

2. Resiko infeksi b/d kurangnya personal hygien pada area genetalia


Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan klien
tidak mengalami infeksi yang nantinya akan berdampak pada
keadaan yang lebih buruk
Kriteria hasil:
e. Tidak adanya inflamasi; rugor, kalor, dolor, tumor dan fungsilaise
Intervensi:
a. Kaji suhu tubuh dan laporkan jika terjadi kenaikan suhu lebih dari
38,5°C
b. Perhatikan karteristik urin dan laporkan jika kemih dan baunya
menyimpang
c. Berikan perawatan keteter reguler dengan sabun dan air; berikan salep
antibiotik disekitar sisi kateter
d. Berikan hygien perineal yang baik ; jaga daerah perineal tetap kering
dan bersih
e. Ganti pembalut atau pempers bersihkan dan keringkan sepanjang
waktu
f. Ajarkan klien wanita membersihkan /merawat perineal setelah
berkemih dengan gerakan dari depan kebelakang
g. Kolaborasi; berikan antibiotik sesuai jndikasi

3. Perubahan pola eliminasi inkontinensia b/d gangguan eliminasi


sekunder terhadap penurunan otot dekstrusor vesikaurinaria dan
defisit sensorik, kognotif dan motorik atau perubahan lingkungan
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan klien
mampu meminimalkan inkontinensia ,masukan dan haluran
cairan seimbang
Kriteria hasil:
a. Klien aktif dalam mengontrol pola berkemihnya
b. Masukan dan haluran cairan seimbang
Intervensi:
a. Kaji kebiasaan berkemih dengan menggunakan catatan harian
b. Kolaborasi dengan dokter dalam mengkaji efek obat, dosis obat
dan jadwal pemberian obat untuk mengurangi inkontinensia
c. Pantau masukan dan haluran atau balence cairan
d. Kaji adanya defisit kognitif dan sesuaikan program berkemih selama
dibutuhkan
e. Anjurkan untuk berkemih tiap 2-3 jam
f. Palpasi kandung kemih untuk mengetahui adanya distensi
g. Bantu klien ke kamar mandi, memakai pispot atau urinal
h. Bantu pasien mendapatkan posisi yang nyaman untuk berkemih
i. Anjurkan klien menghindari minum 2-3 jam sebelum tidur
j. kaji defisit sensorik motorik yang dapat menghalangi klien mencapai
kekamar
k. mandi k. Orientasikan klien pada lokasi kamar mandi dan atau
pemasangan kateter

4. Gangguan citra diri ; harga diri rendah b/d inkontinensia


Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan klien harga
diri klien dapat teratasi
Kriteria hasii:
a. Mengeksperikan perasaan ansietas berkurang dan dapat menangani
perubahan yang ada
b. Mampu melakukan aktivitas secara mandiri
c. Mampu menerima bantuan saat membutuhkan
Intervensi:
a. Berikan situasi atau suasana yang menerima dan mendukung klien
b. Tentukan bagaimana inkontinensia mempengaruhi aktivitas sehari-hari
b. Anjurkan untuk mengekspresikan perasaan ansietas, bingung,
marah, tak berdaya dan dukung perasaan positif
c. Jangan komentar saat membantu membersihkan kilien setelah
terjadi inkontinensia
d. Usulkan metode yang dapat mengontrol bau seperti; kebersihan
perineal yang baik, mengganti pakaian jika perlu, cegah makanan
yang dapat memimbulkan bau pada urine
e. Anjurkan untuk berpartisipasi dalam kelompok pendukung (yang
mempunyai masalah yang sama)
f. Anjurkan untuk berkomunikasi dengan anggota keluarga yang
lain minta bantuan profesi lain untuk membantu maslah klien dengan
perubahan emosi

5. Kurang pengetahuan b/d kurangnya informasi tentang pengontrolan


dan penatalaksanaan inkontinensia
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan klien dan
keluarga memahami perubahan yang terjadi pada lansia
berkenaan dengan inkontinensia dan mampu mengatasi masalah
yang terjadi
Kriteria basil:
a. Klien atau keluarga mengatakan mengerti tentang mempertahankan
jadwal berkemih
b. Klien atau keluarga mengatakan mengerti beberapa cara
mencegah/mengatasi inkontinensia
c. Klien atau keluarga mampu mengubah lingkungan untuk menghindari
risiko inkontinensia
Intervensi:
a. Melihat kembali kebutuhan untuk mempertahankan jadwal berkemih
b. Diskusikan pentingnya menjaga masukan cairan 2000-2500 ml/hari
c. Diskusikan metode untuk mencegah atau mengatasi inkontinensia
yang tak terduga
d. Berikan fakta tentang inkontinensia dan banyak orang-orang
mengalaminya
e. Bantu untuk berkomunikasi dengan anggota keluarga
DAFTAR PUSTAKA

Darmojo Boedi dan Martono H. 2004. Geriatri Ilmu Kesehatan Usia Lanjut. Edisi 3
Jakarta: FKUI

Doenges, Marilyan E, 1999, Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3, Jakarta :


EGC

Hudak dan Carolyn, 1997. Keperawatan Kritis, Pendekatan Holistik. Vol 1.


Jakarta: EGC

Iueckenotte Annette Giesler. 1997. Pengkajian Gerontik. Edisi 2. Jakarta : EGC

Soejono Czeresma. 2000. Pedoman Pengeloloaan Keseharian Pasien Geriatri


untuk Dokter dan Perawat. Jakarta : FKUI

Smeltzer, Suzannec. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan
Suddarth, Jakarta : EGC

Tucker S. Martin, 1993. Standar Keperawatan Pasien Proses Keperawatan.


Diagnosis dan Evaluasi. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai