Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PERITONITIS

DI RUANG ICU RS Dr R. SOETIJONO BLORA

Di Susu Oleh:

Nama : Eka Mevi H.

Nim : N320164104

PROGRAM STUDI PROFESI KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH KUDUS
TAHUN 2016
A. DEFINISI
Peritonitis adalah peradangan yang biasanya disebabkan oleh infeksi
pada selaput rongga perut (peritoneum) lapisan membran serosa rongga
abdomen dan dinding perut sebelah dalam. Peradangan ini merupakan komplikasi
berbahaya yang sering terjadi akibat penyebaran infeksi dari organ-organ abdomen
misalnya, apendisitis, salpingitis), rupture saluran cerna atau dari luka tembus
abdomen(Brunner & Suddarth, 2002).
Peritonitis adalah peradangan pada peritoneum suatu membrane yang melapisi
rongga abdomen. Peritonitis biasanya terjadi akibat masunya bakteri dari saluran cerna
atau organ-organ abdomen ke dalam ruang perotonium melalui perforasi usus atau
rupturnya suatu organ. (Corwin, 2000).
Peritonitis adalah inflamasi dari peritoneum yang biasanya di akibatkan oleh infeksi
bakteri, organisme yang berasal dari penyakit saluran pencernaan atau pada organ-
organ reproduktif internal wanita (Baugman dan Hackley, 2000).
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa peritonitis adalah radang selaput
perut atau inflamasi peritoneum baik bersifat primer atau sekunder, akut atau kronis
yang disebabkan oleh kontaminasi isi usus, bakteri atau kimia.

B. ETIOLOGI
Menurut Smeltzer dan Bare (2001), penyebab dari peritonitis antara lain :
a. Infeksi bakteri :
Organisme berasal dari penyakit saluran gastrointestinal atau pada wanita
dari organ reproduktif internal. Bakteri paling umum yang terkait adalah E. coli,
klebsiella, proteus, dan pseudomonas.
b. Sumber eksternal seperti cedera atau trauma (misal luka tembak atau luka
tusuk) atau inflamasi yang luas yang berasal dari organ diluar peritoneum seperti
ginjal.
c. Penyakit gastrointestinal : appendicitis, ulkus perforasi, divertikulitis dan perforasi
usus, trauma abdomen (luka tusuk atau tembak) trauma tumpul (kecelakaan )
atau pembedahan gastrointestinal..
d. Proses bedah abdominal dan dialisis peritoneal.
C. TANDA & GEJALA / MANISFESTASI KLINIS
Menurut Corwin (2000), gambaran klinis pada penderita peritonitis adalah sebagai
berikut :
1. Nyeri terutama diatas daerah yang meradang.
2. Peningkatan kecepatan denyut jantung akibat hipovolemia karena perpindahan
cairan kedalam peritoneum.
3. Mual dan muntah.
4. Abdomen yang kaku.
5. Ileus paralitik (paralisis saluran cerna akibat respon neurogenik atau otot terhadap
trauma atau peradangan) muncul pada awal peritonitis.
6. Tanda-tanda umum peradangan misalnya demam, peningkatan sel darah putih dan
takikardia.
7. Rasa sakit pada daerah abdomen.
8. Dehidrasi.
9. Lemas.
10. Nyeri tekan pada daerah abdomen.
11. Bising usus berkurang atau menghilang.
12. Nafas dangkal.
13. Tekanan darah menurun
14. Nadi kecil dan cepat.
15. Berkeringat dingin.
16. Pekak hati menghilang.
Adanya darah atau cairan dalam rongga peritonium akan memberikan tanda-tanda
rangsangan peritonium. Rangsangan peritonium menimbulkan nyeri tekan dan defans
muskular, pekak hati bisa menghilang akibat udara bebas di bawah diafragma.
Peristaltik usus menurun sampai hilang akibat kelumpuhan sementara usus.
Bila telah terjadi peritonitis bakterial, suhu badan penderita akan naik dan terjadi
takikardia, hipotensi dan penderita tampak letargik dan syok. Rangsangan ini
menimbulkan nyeri pada setiap gerakan yang menyebabkan pergeseran peritonium
dengan peritonium. Nyeri subjektif berupa nyeri waktu penderita bergerak seperti jalan,
bernafas, batuk, atau mengejan. Nyeri objektif berupa nyeri jika digerakkan seperti
palpasi, nyeri tekan lepas, tes psoas, atau tes lainnya.
Diagnosis peritonitis ditegakkan secara klinis dengan adanya nyeri abdomen (akut
abdomen) dengan nyeri yang tumpul dan tidak terlalu jelas lokasinya (peritoneum
visceral) yang makin lama makin jelas lokasinya (peritoneum parietal). Tanda-tanda
peritonitis relative sama dengan infeksi berat yaitu demam tinggi atau pasien yang
sepsis bisa menjadi hipotermia, takikardi, dehidrasi hingga menjadi hipotensi. Nyeri
abdomen yang hebat biasanya memiliki punctum maximum ditempat tertentu sebagai
sumber infeksi. Dinding perut akan terasa tegang karena mekanisme antisipasi
penderita secara tidak sadar untuk menghindari palpasinya yang menyakinkan atau
tegang karena iritasi peritoneum. Pada wanita dilakukan pemeriksaan vagina bimanual
untuk membedakan nyeri akibat pelvic inflammatoru disease. Pemeriksaan-pemeriksaan
klinis ini bisa jadi positif palsu pada penderita dalam keadaan imunosupresi (misalnya
diabetes berat, penggunaan steroid, pascatransplantasi, atau HIV), penderita dengan
penurunan kesadaran (misalnya trauma cranial,ensefalopati toksik, syok sepsis, atau
penggunaan analgesic), penderita dengan paraplegia dan penderita geriatric.

D. PATHOFISIOLOGI
Disebabkan oleh kebocoren dari organ abdomen kedalam rongga abdomen bisanya
sebagai akibat dari inflamasi,infeksi,iskemia, trauma atau perforasi tumor. Terjadi
proliferasi bacterial, yang menimbulkan edema jaringan, dan dalam waktu yang singkat
terjadi eksudasi cairan. cairan dalam peritoneal menjadi keruh dengan peningkatan
protein, sel darah putih, debris seluler dan darah. Respon segera dari saluran usus
adalah hipermotilitas, diikut oleh oleh ileus pralitik, disertai akumudasi udara dan cairan
dalam usus.
Peritonitis menyebabkan penurunan aktivitas fibrinolitik intra abdomen
(meningkatkan aktivitas inhibitor activator plasminogen) dan sekuestrasi fibrin dengan
adanya pembentukan jajaring pengikat. Produksi eksudat fibrin merupakan mekanisme
terpenting dari system pertahanan tubuh, sengan cara ini akan terikat bakteri dalam
jumlah yang sangat banyak diantara matrika fibrin. Pembentukan abses pada peritonitis
pada prinsipnya merupakan mekanisme tubuh yang melibatkan substansi pembentuk
abses dan kuman-kuman itu sendiri untuk menciptakan kondisi abdomen yang steril.
Pada keadaan jumlah kuman yang sangat banyak, tubuh sudah tidak mampu
mengeliminasi kuman dan berusaha mengendalikan penyebaran kuman dengan
membentuk kompartemen yang dikenal sebagai abses.
Masuknya bakteri dalam jumlah besar ini bisa berasal dari berbagai sumber. Yang
paling sering ialah kontaminasi bakteri transien akibat penyakit visceral atau intervensi
bedah yang merusak keadaan abdomen. Selain jumlah bakteri transien yang terlalu
banyak di dalam rongga abdomen, peritonitis juga terjadi karena virulensi kuman yang
tinggi hingga mengganggu proses fagositosis dan pembunuhan bakteri dengan neutrofil.
Keadaan makin buruk jika infeksinya disertai dengan pertumbuhan bakteri lain atau
jamur.

Bagan Patofisiologi
Bakteri Streptokokus dan stapilokok eksternal Masuk saluran cerna
Peradangan saluran cerna Keluarnya enzim pancreas, asam lambung, empedu
Benda asing, dialysis, tumor Cedera perforasi saluran cerna Masuk ke ginjal
Peradangan ginjal Port de entre benda asing, bakteri
Adanya inflamasi, infeksi, iskemia, trauma atau perforasi tumor
Kebocoran isis dari organ abdomen kedalam rongga abdomen tumor
Terjadi poliferasi bakteri, edema jaringan dan eksudasi cairan tumor
Cairan dalam rongga abdomen menjadi keruh dengan peningkatan jumlah protein,
sel darah putih, debris seluler dan darah
Hipermotilitas, ileus paralitik, akumulasi cairan dan udara dalam usus
E. PATHOLOWGI (JALAN MUNCULNYA MASALAH SESUAI DENGAN TEORI)
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Doengoes, Moorhouse, dan Geissler (1999), pemeriksaan diagnostic pada
peritonitis adalah sebagai berikut :
1. Pemeriksaan darah lengkap : Sel darah putih meningkat kadang-kadang lebih dari
20.000 /mm3. Sel darah merah mungkin meningkat menunjukan hemokonsentrasi.
2. Albumin serum, mungkin menurun karena perpindaahan cairan.
3. Amylase serum biasanya meningkat.
4. Elektrolit serum, hipokalemia mungkin ada.
5. Kultur, organisme penyebab mungkin teridentifikasi dari darah, eksudat/sekret atau
cairan asites.
6. Pemeriksaan foto abdominal, dapat menyatakan distensi usus ileum. Bila perforasi
visera sebagai etiologi, udara bebas akan ditemukan pada abdomen.
7. Foto dada, dapat menyatakan peninggian diafragma.
8. Parasentesis, contoh cairan peritoneal dapat mengandung darah, pus/eksudat,
amilase, empedu, dan kreatinin.

G. PENATALAKSANAAN MEDIS
Menurut Netina (2001), penatalaksanaan pada peritonitis adalah sebagai berikut :
1. Penggantian cairan, koloid dan elektrolit merupakan focus utama dari
penatalaksanaan medik.
2. Analgesik untuk nyeri, antiemetik untuk mual dan muntah.
3. Intubasi dan penghisap usus untuk menghilangkan distensi abdomen.
4. Terapi oksigen dengan nasal kanul atau masker untuk memperbaiki fungsi ventilasi.
5. Kadang dilakukan intubasi jalan napas dan bantuan ventilator juga diperlukan.
6. Therapi antibiotik masif (sepsis merupakan penyebab kematian utama).
7. Tindakan pembedahan diarahkan pada eksisi (appendks), reseksi ,
memperbaiki (perforasi), dan drainase (abses).
8. Pada sepsis yang luas perlu dibuat diversi fekal.

H. PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN (POLA FUNGSI KESEHATAN)
a. Pola persepsi dan pemiliharaan kesehatan
1) Riwayat operasi.
2) Riwayat sakit berat.
3) Perilaku mencari bantuan
b. Pola nutrisi metabolic
1) Kebiasaan makan rendah serat
2) Makanan pedas
3) Pola makan tidak teratur
4) Mual
5) Muntah
6) Anoreksia
7) Distensi
c. Pola eliminasi
1) Konstipasi
2) Diare
d. Pola aktivitas dan latihan
1) Kurang aktivitas
2) Kebiasaan dalam melakukan kegiatan sehari-hari
e. Pola tidur istirahat
1) Kebiasan tidur (berapa lama)
2) Kebiasaan sebelum tidur
3) Gangguan tidur
f. Pola persepsi kognitif
1) Cara pasien mengatasi nyeri.
2) Kurang pengetahuan tentang penyakitnya
g. Pola persepsi diri dan konsep diri
1) Gangguan harga diri
h. Pola peran hubungan sesama
1) Interaksi dengan lingkungan sekitar.
2) Gangguan penampilan peran
i. Pola reproduksi seksual
1) Perubahan pola seksual.
2) Jumlah anak.
3) Libido meningkat atau menurun.
j. Pola koping-toleransi terhadap stres
1) Perepsi penerimaan kesehatan.
2) Gangguan penyesuian diri
k. Pola nilai kepercayaan
1) Berdoa.
2) Sarana ibadah (Kitab Suci)

Menurut Doengoes, Moorhouse, dan Geissler (1999), pengkajian pada penderita


dengan peritonitis adalah sebagai berikut :
a. Aktivita/ Istirahat
Gejala : Kelemahan.
Tanda : Kesulitan ambulasi.
b. Sirkulasi
Gejala : Takikardia, berkeringat, pucat, hipotensi (tanda syok).
Edema jaringan.
c. Eliminasi
Gejala : Ketidakmampuan defekasi dan flatus, diare (kadang-kadang).
Tanda : Cegukan ; distensi abdomen, abdomen diam.
Penurunan haluaran urin, warna gelap.
Penurunan/tak ada bising usus (ileus), bunyi keras hilang timbul, bising usus
kasar (obstruksi), kekakuan abdomen, nyeri tekan. Hiperesonan/ timpani (ileus),
hilang suara pekak diatas hati (udara bebas dalam abdomen).
d. Makanan/Cairan
Gejala : Anoreksia, mual/muntah, haus.
Tanda : Muntah proyektil. Membran mukosa kering, lidah bengkak, turgor kulit
buruk.
e. Nyeri/ Kenyamanan
Gejala : Nyeri abdomen tiba-tiba berat, umum atau lokal, menyebar ke bahu,
terus menerus oleh gerakan.
Tanda : Distensi, kaku, nyeri tekan.
Otot tegang (abdomen), lutut fleksi, perilaku distraksi, gelisah, fokus pada diri
sendiri.
f. Pernapasan
Gejala : Pernapasan dangkal, takipnea.
g. Keamanan
Gejala : Riwayat inflamasi organ pelvik (salpingitis), infeksi pasca melahirkan,
abses peritoneal.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN (SESUAI PATHWAY, RUMUSAN
BERDASARKAN NANDA)
Diagnosa yang muncul pada pasien dengan kasus peritonitis berdasarkan
rumusan diagnosa keperawatan menurut NANDA (2006) antara lain:
a. Konstipasi berhubungan dengan distensi abdomen.
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
mual, muntah, anoreksia, gangguan fusngsi usus.
c. Hipertermi berhubungan dengan proses peradangan.
d. Resiko infeksi berhubungan dengan kemungkinan ruptur.
e. Nyeri akut berhubungan dengan proses inflamasi, demam dan kerusakan
jaringan.

3. INTERVENSI KEPERAWATAN
a. Konstipasi berhubungan dengan pola makan yang buruk.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan konstipasi teratasi.
NOC : Eliminasi defekasi, kriteria hasil:
1) Pola eliminasi dalam rentang yang diharapkan
2) Mengeluarkan feses tanpa bantuan.
3) Mengingesti cairan dan serat dengan adekuat.
NIC : Penatalaksanaan defekasi
1) Pantau pergerakan defekasi meliputi frekuensi, konsistensi,bentuk, volume,
dan warna yang tepat.
2) Perhatikan masalah defekasi yang telah ada sebelumnya, rutinitas defekasi
dan penggunaan laksatif.
3) Instruksikan pada pasien dan keluarga tentang diet, asupan cairan,aktivitas
dan latihan.
4) Awali konferensi keperawatan dengan melibatkan pasien dan keluarga untuk
mendorong perilaku positif yaitu perubahan diet.
5) Beri umpan balik positif untuk pasien saat terjadi perubahan tingkah laku.
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
mual, muntah, anoreksia, gangguan fusngsi usus.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nutrisi pasien
adekuat.
NOC : Status Gizi, kriteria hasil:
1) Mempertahankan berat badan.
2) Toleransi terhadap diet yang dianjurkan.
3) Menunjukan tingkat keadekuatan tingkat energi.
4) Turgor kulit baik.
NIC : Pengelolaan Nutrisi
1) Tentukan kemampuan pasien untuk memenuhi kebutuhan nutrisi.
2) Pantau kandungan nutrisi dan kalori pada catatan asupan.
3) Berikan informasi yang tepat tentang kebutuhan nutrisi dan bagaimana
memenuhinya.
4) Minimalkan faktor yang dapat menimbulkan mual dan muntah.
5) Pertahankan higiene mulut sebelum dan sesudah makan.
c. Hipertermi berhubungan dengan proses peradangan.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan suhu tubuh
kembali normal 37 °C
NOC : Thermoregulation,kriteria hasil:
1) Suhu kulit dalam rentang yang diharapkan
2) Suhu tubuh dalam batas normal
3) Nadi dan pernapasan dalam rentang yang diharapkan
4) Perubahan warna kulit tidak ada
NIC : Fever Treatment
1) Pantau suhu minimal setiap dua jam, sesuai dengan kebutuhan.
2) Pantau warna kulit dan suhu.
3) Lepaskan pakaian yang berlebihan dan tutupi pasien dengan hanya
selembar pakaian.
4) Berikan cairan intravena.
d. Resiko infeksi berhubungan dengan kemungkinan ruptur.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pasien bebas dari
gejala peritonitis.
NOC : Pengendalian Resiko, kriteria hasil:
1) Terbebas dari tanda dan gejala peritonitis.
2) Mengindikasikan status gastrointestinal, pernafasan,genitourinaria, dan imun
dalam batas normal.
3) Menunjukan gejala dan tanda infeksi dan mengikuti prosedur dan
pemantauan.
NIC : Pengendalian Infeksi
1) Pantau TTV dengan ketat, khususnya adanya peningkatan frekuensi jantung
dan suhu serta pernafasan yang cepat dan dangkal untuk mendeteksi
rupturnya apendiks.
2) Observasi adanya tanda-tanda lain peritonitis ( misal hilangnya nyeri secara
tiba-tiba pada saat terjadi perforasi diikuti dengan peningkatan nyeri yang
menyebar dan kaku abdomen, distensi abdomen, kembung, sendawa karena
akumulasi udara, pucat, menggigil, peka rangsang untuk menentukan
tindakan yang tepat.
3) Hindari pemberian laksatif,karena dapat merangsang motilitas usus dan
meningkatkan resiko perforasi.
4) Pantau jumlah SDP sebagai indikator infeksi.
5) Lindungi pasien dari kontaminasi silang.
e. Nyeri akut berhubungan dengan proses inflamasi, demam dan kerusakan
jaringan.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri dapat
berkurang atau hilang.
NOC : Level nyeri, kriteria hasil:
1) Nyeri berkurang
2) Ekspresi nyeri lisan atau pada wajah
3) Mempertahankan tingkat nyeri pada skala 0-10.
4) Menunjukkan teknik relaksasi yang efektif untuk mencapai kenyamanan.
NIC: Penatalaksanaan nyeri
1) Lakukan pengkajian nyeri, secara komprhensif meliputi lokasi, keparahan.
2) Observasi ketidaknyamanan non verbal.
3) Gunakan pendekatan yang positif terhadap pasien, hadir dekat pasien untuk
memenuhi kebutuhan rasa nyamannya dengan cara: masase, perubahan
posisi, berikan perawatan yang tidak terburu- buru.
4) Kendalikan factor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon pasien
terhadap ketidaknyamanan.
5) Anjurkan pasien untuk istirahat dan menggunakan tenkik relaksai saat nyeri.
6) Kolaborasi medis dalam pemberian analgesic.
DAFTAR PUSTAKA

Andra. 2007. Peritonitis Pedih dan Sulit Diobati. www.majalah-farmacia.com. 2 Desember 2007.

Brunner / Sudart. Texbook of Medical Surgical Nursing Fifth edition IB. Lippincott Company. Philadelphia.
1984.

Doenges, Marilynn E. et all. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta : EGC.

Johnson, Marion et all. 2000. Iowa Intervention Project Nursing Outcomes Classification (NOC). St. Louis
: Mosby Inc.

Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius.

McCloskey, Joanne C. dan Gloria M. Bulechek. 1996. Iowa Intervention Project Nursing Interventions
Classification (NIC). St. Louis : Mosby - Year Book Inc.

Potter dan Perry. 1999. Fundamental Keperawatan Edisi 4 Vol 2. Buku Kedokteran. Jakarta : ECG.

Soeparman, dkk 1987. Ilmu Penyakit Dalam Edisi II. Jakarta : Balai Penerbit FKUI

Santosa, Budi. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda. Jakarta: Prima Medika.

Brunner & Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC.

Carpenito, Lynda Juall. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan dan Dokumentasi Keperawatan. Jakarta :
EGC.

Pearce, Evelyn C. 1999. Anatomi Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta : Penerbit PT. Gramedia.

Anda mungkin juga menyukai