Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

FRAKTUR

DISUSUN OLEH :

Nama : Bintari Oktavia Anggraeny


NIM : S20201
Kelas : S20D

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PROGRAM SARJANA


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS KUSUMA HUSADA SURAKARTA
2023
LAPORAN PENDAHULUAN FRAKTUR

A. DEFINISI
Fraktur merupakan istilah hilangnya kontinuitas tulang, baik bersifat total
maupun sebagian yang ditentukan berdasarkan jenis dan luasnya. Fraktur adalah
patah tulang yang biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik. Kekuatan
dari tenaga tersebut, keadaan tulang itu sendiri, dan jaringan lunak di sekitar
tulang akan menentukan kondisi fraktur tersebut.
Fraktur adalah rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan
eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap oleh tulang. Fraktur
dapat terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang dapat diabsorbsi.
Fraktur adalah rusaknya kontinuitas tulang pangkal paha yang dapat
disebabkan oleh trauma langsung, kelelahan otot, kondisi-kondisi tertentu seperti
degenerasi tulang / osteoporosis. Hilangnya kontinuitas tulang paha tanpa atau
disertai adanya kerusakan jaringan lunak seperti otot, kulit, jeringan saraf dan
pembuluh darah (Suriya and Zuriati 2019).
B. ETIOLOGI
Penyebab fraktur menurut (Suriya and Zuriati 2019) dapat dibedakan
menjadi :
1. Cedera traumatik
Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh :
a. Cedera langsung adalah pukulan langsung terhadap tulang sehingga
tulang patah secara spontan. Pemukulan biasanya menyebabkan
fraktur melintang dan kerusakan pada kulit diatasnya
b. Cedera tidak langsung adalah pukulan langsung berada jauh dari
lokasi benturan, misalnya jatuh dengan tangan berjulur sehingga
menyebabkan fraktur klavikula
c. Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot
yang kuat.
2. Fraktur patologik
Fraktur patologik terjadi pada daerah-daerah tulang yang telah menjadi
lemah oleh karena tumor, kanker dan osteoporosis
3. Fraktur beban
Fraktur beban atau fraktur kelelahan terjadi pada orang- orang yang
baru saja menambah tingkat aktivitas mereka, seperti baru di terima
dalam angkatan bersenjata atau orang- orang yang baru mulai latihan
lari.
C. KLASIFIKASI
Smeltzer dan Bare (2013), menjelaskan klasifikasi fraktur
berdasarkan kondisi patahnya meliputi fraktur komplit yang merupakan
kondisi patah pada seluruh garis tulang dan biasanya mengalami pergeseran
dan fraktur inkomplit yaitu kondisi patah hanya dari sebagian dari garis
tengah tulang, sedangkan (Sudaryono, 2020) mengungkapkan metode paling
sederhana adalah berdasarkan apakah fraktur tertutup atau terbuka. Fraktur
tertutup memiliki kulit yang masih utuh di atas lokasi cidera, sedangkan
fraktur terbuka dicirikan oleh robeknya kulit di atas cidera tulang yang
terbagi menjadi 3 grade, yaitu sebagai berikut:
1. Grade I : Luka kecil < 1 cm, dengan kontaminasi minimal
2. Grade II : Luka > 1 cm, kerusakan jaringan lunak dan kontaminasi
sedang
3. Grade III : Luka lebih besar antara 6-8 cm dengan kerusakan pada
syaraf dan tendon dan kontaminasinya berat.
(Riyadi, 2019) membagi istilah untuk menjelaskan fraktur yaitu:
1. Fraktur linear yaitu fraktur yang garis patahnya utuh. Bisa transverse
atau oblique terjadi karena kekuatan yang minimal atau sedang
2. Fraktur Oblique yaitu fraktur yang garis patahnya membentuk sudut 45
derajat terhadap tulang. Fraktur oblique biasanya dihasilkan oleh
kekuatan yang memutar
3. Fraktur Spiral (trauma rotasi) akibat adanya torsi pada ekstermitas.
Fraktur ini biasanya karena kekuatan yang memutar dengan dorongan
keatas. Fraktur dengan garis fraktur memanjang dengan arah spiral
D. PATOFISIOLOGI
Ketika patah tulang, terjadi kerusakan di korteks, pembuluh darah,
sumsum tulang dan jaringan lunak.Akibat dari hal tersebut terjadi
perdarahan, kerusakan tulang dan jaringan sekitarnya. Keadaan ini
menimbulkan hematom pada kanal medul antara tepi tulang bawah
periostrium dengan jaringan tulang yang mengatasi fraktur. Terjadinya
respon inflamasi akibat sirkulasi jaringan nekrotik ditandai dengan fase
vasodilatasi dari plasma dan leukosit, ketika terjadi kerusakan tulang, tubuh
mulai melakukan proses penyembuhan untuk memperbaiki cedera, tahap ini
menunjukkan tahap awal penyembuhan tulang.
Hematom yang terbentuk biasa menyebabkan peningkatan tekanan
dalam sumsum tulang yang kemudian merangsang pembebasan lemak dan
gumpalan lemak tersebut masuk kedalam pembuluh darah yang mensuplai
organ-organ yang lain. Hematom menyebabkan dilatasi kapiler di otot,
sehingga meningkatkan tekanan kapiler di otot, sehingga meningkatkan
tekanan kapiler, kemudian menstimulasi histamin pada otot yang iskemik
dan menyebabkan protein plasma hilang dan masuk ke interstitial. Hal ini
menyebabkan terjadinya edema. Edema yang terbentuk akan menekan ujung
syaraf, yang bila berlangsung lama bisa menyebabkan syndrom
comportement (Suriya and Zuriati 2019).
Pathway Fraktur

Trauma langsung, benturan, kecelakaan

Trauma eksternal

Kompresi tulang

Patah tulang
tertutup / terbuka

Kerusakan
struktur tulang

Kerusakan Pembedahan Gangguan


struktur tulang Mobilitas
Fisik
Nyeri Akut

Risiko Jatuh

E. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis patah tulang yaitu munculnya gejala sakit atau
nyeri, hilangnya fungsi esktremitas, terjadi deformitas, pembengkakan lokal,
pemendekan ekstremitas, krepitus serta perubahan warna. Manifestasi klinis
fraktur menurut (Dani, 2019) adalah Nyeri hebat berlangsung lama serta
bertambah beratnya hingga fragmen tulang diimobilisasi adanya spasme
pada otot yang menyertai patah tulang. Setelah terjadinya patah tulang
bagian tulang tidak dapat digerakan secara alamiah atau gerakan luar biasa
yang tidak tetap seperti normalnya. Pada pergeseran fragmen pada patah
tulang lengan maupun pada tungkai mengakibatkan deformitas ekstremitas
yang bisa diketahui dengan membadingkan pada ekstremitas normal
Ekstremitas menjadi tidak bisa bergerak normal karena fungsi otot
bergantung pada integritas tulang tempat melekatnya otot.
Pada patah tulang panjang, terjadinya pemendekan tulang karena
adanya kontraksi pada otot yang menempel dibawah tempat patah tulang
Fragmen sering saling melingkupi satu sama lain hingga 2,5 sampai 5 cm (1
sampai 2 inchi). Ketika ekstremitas diperiksa, akan teraba derik tulang
(krepitus) yang menjadi dampak gesekan antara fragmen satu dengan tulang
lainnya. Pembengkakan serta adanya perubahan warna pada kulit klien
sebagai dampak dari trauma serta perdarahan yang menyertai patah tulang.
F. DATA PENUNJANG
Menurut (Suriya and Zuriati 2019) pemeriksaan penunjang fraktur, yaitu:
1. Pemeriksaan foto radiologi dari fraktur : menentukan lokasi, luasnya
2. Pemeriksaan jumlah darah lengkap
3. Arteriografi : dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai
4. Kreatinin : trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk kliens ginjal
5. Scan tulang : memperlihatkan fraktur lebih jelas, mengidentifikasi
kerusakan jaringan lunak
G. KOMPLIKASI
Menurut (Yulianto, 2019) dalam Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah, komplikasi fraktur dibagi menjadi 2 yaitu:
1. Komplikasi awal
a. Syok
Syok hipovolemik akibat dari perdarahan karena tulang merupakan
organ yang sangat vaskuler maka dapat terjadi perdarahan yang sangat
besar sebagai akibat dari trauma khususnya pada fraktur femur dan
fraktur pelvis (kejadian syok yang berakibat fatal hanya dalam beberapa
jam setelah kejadian).
b. Emboli lemak
Pada saat terjadi fraktur, globula lemak dapat masuk kedalam darah
karena tekanan sumsum tulang lebih tinggi dari tekanan kapiler dan
katekolamin yang dilepaskan memobilisasi asam lemak kedalam
aliran darah. Globula lemak ini bergabung dengan trombosit
membentuk emboli yang dapat menyumbat pembuluh darah kecil
yang memasok darah ke otak, paru- paru, ginjal dan organ lainnya
(dapat terjadi dalam 48 jam).
c. Compartment Syndrome
Compartment syndrome merupakan masalah yang terjadi saat perfusi
jaringan dalam otot kurang dari yang dibutuhkan. Hal ini disebabkan
oleh karena penurunan ukuran fasia yang membungkus otot terlalu
ketat, balutan yang terlalu ketat dan peningkatan isi kompartemen
karena perdarahan atau edema (berakibat kehilangan fungsi
ekstremitas secara permanen jika terlambat ditangani).
2. Komplikasi lambat
a. Delayed union, malunion, nonunion
Penyatuan terlambat (delayed union) terjadi bila penyembuhan tidak
terjadi dengan kecepatan normal berhubungan dengan infeksi dan
distraksi (tarikan) dari fragmen tulang. Tarikan fragmen tulang juga
dapat menyebabkan kesalahan bentuk dari penyatuan tulang
(malunion). Tidak adanya penyatuan (nonunion) terjadi karena
kegagalan penyatuan ujung- ujung dari patahan tulang.
b. Nekrosis avaskular tulang
Nekrosis avaskular terjadi bila tulang kekurangan asupan darah dan
mati. Tulang yang mati mengalami kolaps atau diabsorpsi dan diganti
dengan tulang yang baru. Sinar-X menunjukkan kehilangan kalsium
dan kolaps structural.
c. Reaksi terhadap alat fiksasi internal
Alat fiksasi interna diangkat setelah terjadi penyatuan tulang namun
pada kebanyakan pasien alat tersebut tidak diangkat sampai
menimbulkan gejala. Nyeri dan penurunan fungsi merupakan
indikator terjadinya masalah. Masalah tersebut meliputi kegagalan
mekanis dari pemasangan dan stabilisasi yang tidak memadai,
kegagalan material, berkaratnya alat, respon alergi terhadap logam
yang digunakan dan remodeling osteoporotic disekitar alat.

H. PENATALAKSANAAN
1. Medis
Menurut (Wijaya & Putri, 2018).
a. Fraktur terbuka
Merupakan kasus emergensi karena dapat terjadi kontaminasi bakteri
dan disertai perdarahan yang hebat. Hal yang yang perlu dilakukan
adalah pembersihan luka dengan operasi, debridement, atau eksisi,
jaringan mati, dan pemberian antibiotic
b. Fraktur tertutup
 Rekognitif atau pengalaman yaitu menyangkut diagnonis fraktur
dengan melakukan pengkajian melalui pemeriksaan dan keluhan
pasien
 Reduksi atau manipulasi atatu resposisiyaitu mengembalikan
fragmen tulang pada kesejajaran yang dapat dilakukan dengan
reduksi tertutup, traksi dan reduksi terbuka
 Retensi atau immobilisasi fraktur adalah mempertahankan posisi
reduksi dalam posisi sejajar yang benar sampai terjadi penyatuan
immobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna dan interna
 Jajar yang benar sampai terjadi penyatuan immobilisasi dapat
dilakukan dengan fiksasi eksterna dan interna.
2. Keperawatan
Menurut (Kusumaningsih, 2019) Terapi fraktur meliputi
beberapa perlakukan yaitu pemilihan medikamentosa, rehabilitasi dan
operasi. Pilihan terapi fraktur mencakup :
a. Perawatan luka post op
b. ROM (Range Of Mation)
c. Rehabilitasi yaitu proses penyembuhan fraktur
ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah pertama dari proses keperawatan dengan
mengadakan kegiatan mengumpulkan data-data atau mendapatkan data
yang akurat dari klien sehingga akan diketahui berbagai permasalahan
yang ada (Hidayat, 2021).
a. Identitas
Mengkaji biodata pasien yang berisi kan nama klien dan nama
penanggung jawab, umur, jenis kelamin, tempat tanggal lahir,
alamat, golongan darah, pendidikan terakhir, tanggal masuk RS,
agama, status perkawinan, pekerjaan, nomor register,dan diagnosa
medis.
b. Keluhan utama
Keluhan utama adalah keluhan atau gejala saat awal dilakukan
pengkajian yang menyebabkan pasien berobat (Hidayat, 2021).

b. Riwayat penyakit Menurut Hidayat (2021) yang perlu dikaji pada


riwayat penyakit diantaranya:
1) Riwayat penyakit terdahulu : catatan tentang penyakit yang
pernah dialami pasien sebelum masuk rumah sakit.
2) Riwayat penyakit sekarang : catatan tentang riwayat penyakit
pasien saat dilakukan pengkajian.
3) Riwayat penyakit keluarga : catatan tentang penyakit keluarga
yang berhubungan dengan penyakit pasien saat ini.
c. Pemeriksaan fisik
Pada pengkajian fisik menurut Hidayat (2021) meliputi pemeriksaan
pada :
1) Kepala dan leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada
leher, telinga kadang-kadang berdenging, adakah gangguan
pendengaran, lidah sering terasa tebal, ludah menjadi lebih
kental, gigi mudah goyah, gusi mudah bengkak dan berdarah,
apakah penglihatan kabur / ganda, diplopia, lensa mata keruh.
2) Sistem integument
Turgor kulit menurun, adanya luka akibat bed rest yang lama ,
kemerahan pada kulit sekitar luka, tekstur rambut dan kuku.
3) Sistem pernafasan
Adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada.
4) Sistem kardiovaskuler
Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang,
takikardi/bradikardi, hipertensi/hipotensi, aritmia, kardiomegalis.
5) Sistem gastrointestinal
Terdapat adanya kesulitan menelan , nafsu makan menurun ,
mual muntah pada fase akut . Mual sampai muntah disebabkan
oleh peningkatan produksi asam lambung sehingga menimbulkan
masalah pemenuhan nutrisi . Pola defekasi biasanya terjadi
konstipasi akibat penurunan peristaltic usus .
6) Sistem urinary
Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine.
7) Sistem musculoskeletal
Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahn tinggi
badan, cepat lelah, lemah dan nyeri.
8) Sistem neurologis
Terjadi penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi,
mengantuk, reflek lambat, kacau mental, disorientasi.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan adalah suatu penilaian klinis mengenai respon
klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik
yang berlangsung actual maupun potensial (PPNI, 2018).
a. Nyeri Akut berhubungan dengan Agen pencedera Fisik (D.0077)
b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan program pembatasan gerak
(D.0054)
c. Risiko jatuh dibuktikan dengan gangguan keseimbangan (D.0143)
3. Intervensi
Intervensi keperawatan adalah segala treatment yang dikerjakan oleh
perawat yang didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk
mencapai tujuan (outcome), (PPNI, 2018).
NO. TUJUAN DAN KRITERIA INTERVENSI
DX HASIL (SIKI)
(SLKI)
1. Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri (I.08238)
keperawatan selama 3 x 24 jam, Observasi
masalah Tingkat nyeri menurun  Identifikasi lokasi, karakteristik,
dengan kriteria hasil sebagai durasi, frekuensi, kualitas,
berikut: intensitas nyeri.
Tingkat Nyeri ( L.08066)  Identifikasi skala nyeri
a) Keluhan nyeri menurun Terapeutik
b) Meringis menurun  Berikan teknik nonfarmakologis,
c) Kemampuan menuntaskan seperti relaksasi nafas dalam.
aktivitas meningkat  Fasilitasi istirhat tidur
Edukasi
 Jelaskan penyebab, periode, dan
pemicu nyeri.
 Ajarkan teknik nonfarmakologis
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian analgetik.
2. Setelah dilakukan tindakan Dukungan Mobilisasi (I. 05173)
keperawatan selama 3 x 24 jam, Observasi
masalah Mobilitas fisik klien - Identifikasi adanya nyeri atau
dapat teratasi dengan kriteria keluhan fisik lainnya.
hasil sebagai berikut: - Monitor kondisi umum selama
Mobilitas fisik (L.05042) melakukan mobilisasi.
a) ROM meningkat Terapeutik
b) Nyeri menurun - Fasilitasi mobilisasi menggunakan
c) Gerakan terbatas menurun alat bantu
- Libatkan keluarga untuk membantu
pasien dalam meningkatkan
pergerakan.
Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur
mobilisasi
- Ajarkan mobilisai sederhana yang
harus dilakukan, seperti mobilisasi
ditempat tidur miring kanan dan
kiri
Perawatan Kaki (I.11354)
Observasi
 Identifikasi perawatan kaki yang
biasa dilakukan
 Periksa adanya iritasi, retak, lesi,
kapalan, kelainan bentuk, atau
edema
 Monitor tingkat kelembaban kaki
Terapeutik
 Keringkan sela-sela jari kaki
 Bersihkan kuku dan potong kuku
 Lakukan perawatan luka sesuai
kebutuhan
Edukasi
 Informasikan pentingnya
perawatan kaki
 Ajarkan cara mempersiapkan dan
memotong kuku
Kolaborasi
 Rujuk podiatrist untuk memotong
kuku yang menebal
3. Setelah dilakukan tindakan Pencegahan Jatuh (I.14540)
keperawatan selama 3 x 24 jam, Observasi
masalah Tingkat Jatuh menurun  Identifikasi faktor risiko jatuh
dengan kriteria hasil sebagai  Identifikasi risiko jatuh minimal
berikut: setiap shift
Tingkat Jatuh (L.14138)  Identifikasi faktor lingkungan yang
a) Jatuh saat berdiri menyebabkan jatuh
menurun Terapeutik
b) Jatuh saat berjalan  Pasang handrall tempat tidur
menurun  Tempatkan pasien risiko jatuh
c) Jatuh saat berjalan dekat dengan nurse station
menurun
 Dekatkan bel panggil ke pasien
Edukasi
 Anjurkan memanggil perawat jika
membutuhkan bantuan unuk
berpindah
 Anjurkan memakai alas kaki yang
tidak licin

4. Implementasi
Impementasi merupakan tindakan yang sudah direncanakan dalam rencana
tindakan keperawatan.Impementasi merupakan tindakan yang sudah
direncanakan dalam rencana tindakan keperawatan. Menurut Moorhead Sue
(2013), berikut ini adalah kategori implementasi yang dapat diberikan:
a. Mandiri: aktivitas perawat yang didasarkan pada kemampuan sendiri dan
bukan merupakan petunjuk/perintah dari petugas kesehatan
b. Delegatif: tindakan keperawatan atas intruksi yang diberikan oleh petugas
kesehatan yang berwenang
c. Kolaboratif: tindakan perawat dan petugas kesehatan yang lain dimana
didasarkan atas keputusan bersama.
5. Evaluasi
Menurut Moorhead Sue (2013), evaluasi keperawatan adalah mengukur
keberhasilan dari rencana dan pelaksanaan tindakan keperawatan yang dilakukan
dalam memenuhi kebutuhan klien. Ada tiga kriteria hasil evaluasi, yaitu:
a. Tujuan tercapai : Jika klien menunjukkan perubahan sesuai dengan standar
yang telah ditetapkan.
b. Tujuan tercapai sebagian : jika klien menunjukkan perubahan sebagian dari
standar dan kriteria yang telah ditetapkan
c. Tujuan tidak tercapai : Jika klien tidak menunjukkan perubahan dan
kemajuan sama sekali dan bahkan timbul masalah baru.
DAFTAR PUSTAKA

Dani .(2019).Risk Factors for Positional Fraktu and the Impact of Fraktur on
Daily Life. The Korean National Health and Nutrition Examination
Survey. 23(1), 8-14
Moorhead Sue. (2013). Nursing Outcome Clasifikation (NOC) fifth
edition.Missouri : Elsevior Mosby.
PPNI, 2016. Standar Diagnosis keperawatan Indonesia: Definisi dan
Indikator Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI, 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Tindakan Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI, 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan
KriterianHasil Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
Riyadi.(2019).Hubungan Antara Cedera external dan terjadinya
Fraktur.Saintika Media: Jurnal ILmu Kesehatan dan Kedokteran. 1-6
Smeltzer & Bare .(2019). Clinical Practice of Fraktur
Sudaryono.(2020). Diagnosis Fraktur Fibula. Universitas Hassanudin:
Makasar.
Suriya & Zuriati.(2019). Panduan Praktis Klinis Ortopedis.154-156
Wijaya & Putri.(2018).Pengaruh Pemberian Terapi Fisik ROM terhadap
fraktur di Ruang UGD RUSD Dr.Soedarsono Pasuruan.Jurnal
Keperawatan.4(1), 59-64.

Anda mungkin juga menyukai