Anda di halaman 1dari 83

ASUHAN KEPERAWATAN HALUSINASI PENDENGARAN

PADA Ny. F DENGAN SKIZOFRENIA PARANOID


DI RUANG MERPATI RUMAH SAKIT JIWA
PROVINSI JAWA BARAT

KARYA TULIS ILMIAH

Karya Ilmiah Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Ahli Madya
Keperawatan (Amd.Kep) Dari Universitas Advent Indonesia

Disusun Oleh:
Sinaga BJ Ghio Vega Romastin
1752032

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ADVENT INDONESIA
BANDUNG
2020

i
HALAMAN PENGESAHAN

Karya Tulis Ilmiah dengan Judul:

ASUHAN KEPERAWATAN HALUSINASI PENDENGARAN PADA Ny. F

DENGAN SKIZOFRENIA PARANOID DI RUANG

MERPATI RUMAH SAKIT JIWA

PROVINSI JAWA BARAT

Diterima dan disetujui oleh panitia Ujian Karya Tulis Ilmiah di Program Studi
Diploma Keperawatan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Advent
Indonesia sebagai persyaratanakhir untuk memperoleh gelar
Ahli Madya Keperawatan (A.Md.Kep)

Bandung,14 April 2020

Menyetujui:

(Denny Paul Ricky, M.Kep. Sp.Kep.J)


Pembimbing

(Samuel. M Simanjuntak, Phd) (Novita Verayanti Manalu, MAN)


Ketua Pemguji Anggota Penguji

(Untung Sudharmono, S.Kep., Ns., M.Kes)

Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan

ii
ASUHAN KEPERAWATAN HALUSINASI PENDENGARAN
PADA Ny. F DENGAN SKIZOFRENIA PARANOID
DI RUANG MERPATI RUMAH SAKIT JIWA
PROVINSI JAWA BARAT

KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan untuk Melengkapi dan Memenuhi Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar


Ahli Madya Keperawatan (A. Md. Kep) dari Universitas Advent Indonesia

Disusun Oleh:

SINAGA BJ GHIO VEGA ROMASTIN


NIM: 1752032

(Denny Paul Ricky, M.Kep. Sp.Kep.J)


Pembimbing

(Untung Sudharmono, S.Kep., Ns., M.Kes) (Debilly Yuan Boyoh, M. Kep)

Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan Pembimbing

iii
HALAMAN PERNYATAAN NON-PLAGIASI

Saya yang bertanda tangan dibawah ini, telah menyusun suatu karya tulis
ilmiah dengan judul :

ASUHAN KEPERAWATAN HALUSINASI PENDENGARAN PADA Ny. F


DENGAN SKIZOFRENIA PARANOID DI RUANG MERPATI RUMAH
SAKIT JIWA PROVINSI JAWA BARAT
Dengan ini menyatakan bahwa:

Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis
atau dipublikasikan orang lain atau bukan merupakan plagiasi dari karya orang
lain, kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan dalam daftar pustaka.
Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila dikemudian hari
terdapatpenyimpanan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka saya
bersedia menerima sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.

Bandung, 26 April 2020

Sinaga B.J Ghio Vega Romastin

iv
ABSTRAK

ASUHAN KEPERAWATAN HALUSINASI PENDENGARAN PADA Ny. F


DENGAN SKIZOFRENIA PARANOID DI RUANG MERPATI RUMAH
SAKIT JIWA PROVINSI JAWA BARAT

Sinaga BJ Ghio Vega Romastin


1752032

Latar Belakang: Jiwa merupakan unsur penting yang harus di jaga kesehatannya.
Bukan hanya di dunia, di Indonesia kesehatan jiwa merupakan salah satu masalah
yang signifikan. Data yang di dapat dari World Health Organization (WHO)
tahun 2009 dalam Widianti, dkk (2017) memperkirakan 450 juta orang di seluruh
dunia mengalami gangguan mental, dari penyakit secara keseluruhan dan
kemungkinan akan berkembang menjadi 25% di tahun 2030. Riset Kesehatan
Dasar (RISKESDAS) (2018) juga menyatakan dari 282 juta orang di Indonesia
terkena gangguan jiwa, dengan kategori gangguan jiwa ringan 6%, dari populasi
dan 7,1% atau sekitar lebih dari 18 juta jiwa yang menderita gangguan jiwa berat
(Skizofrenia), Jumlah kasus ini terus bertambah, disebabkan oleh berbagai
penyebab seperti biologi, biokimia, genetika dan faktor keluarga. Tujuan: Karya
tulis ini dapat mengaplikasikan asuhan keperawatan pada Ny. F dengan
skizofrenia paranoid: Halusinasi Pendengaran. Metode: Metode studi kasus
dengan cara pengumpulan data melalui observasi, wawancara, dokumentasi,
kepustakaan, dan studi media elektronik. Diagnosa: Diagnosa yang muncul pada
Ny. F yaitu: Gangguan Persepsi Halusinasi Pendengaran. Perencanaan disusun
sesuai dengan masalah keperawatan klien. Implementasi dilakukan sesuai rencana
yang disusun. semua intervensi dapat di aplikasikan sesuai dengan kondisi yang
ada. Kesimpulan: Kerjasama dari tim kesehatan, klien, dan keluarga sangat
dibutuhkan demi keberhasilan asuhan keperawatan. Saran agar keluarga dan
perawat dapat selalu memberikan dukungan untuk klien agar mengikuti program
terapi yang klien jalani.

Kata Kunci: Halusinasi Pendengaran Pada Skizofrenia Paranoid

v
ABSTRACT

ASUHAN KEPERAWATAN HALUSINASI PENDENGARAN PADA Ny. F


DENGAN SKIZOFRENIA PARANOID DI RUANG MERPATI RUMAH
SAKIT JIWAPROVINSI JAWA BARAT

Sinaga BJ Ghio Vega Romastin


1752032

Background: The soul is an important element that must be taken care of. Not
only in the world, in Indonesia mental health is one of the significant problems.
Data obtained from the World Health Organization (WHO) in 2009 in Widianti,
et al (2017) estimates that 450 million people worldwide suffer from mental
disorders, from overall illness and are likely to develop to 25% by 2030. Basic
Health Research ( RISKESDAS) (2018) also states that of the 282 million people
in Indonesia affected by mental disorders, with the category of mild mental illness
6%, from the population and 7.1% or about more than 18 million people who
suffer from severe mental disorders (Schizophrenia), the number of cases this
continues to grow, caused by various causes such as biology, biochemistry,
genetics and family factors.
Aim: This paper can apply nursing care to Ny. F with paranoid schizophrenia:
Hearing hallucinations.
Method: Case study method by collecting data through observation, interviews,
documentation, literature, and electronic media studies.
Diagnosis: Diagnosis that appears in Ny. F namely: Hearing Hallucinations
Perception Disorders. Planning is arranged according to the client's nursing
problem. Implementation is carried out according to the plan drawn up. all
interventions can be applied in accordance with existing conditions.
Conclusion: Cooperation from the health team, clients, and family is needed for
the success of nursing care. Suggestions that families and nurses can always
provide support for clients to follow the therapeutic program that clients live.

Keywords: Hearing Hallucinations in Paranoid Schizophrenia

vi
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas

berkat dan rahmat-Nya yang telah di limpahkan kepada penulis, sehingga penulis

dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah yang berjudul: “ASUHAN

KEPERAWATAN HALUSINASI PENDENGARAN PADA Ny. F DENGAN

SKIZOFRENIA PARANOID DI RUANG MERPATI RUMAH SAKIT

JIWAPROVINSI JAWA BARAT”

Pada kesempatan ini penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada

berbagai pihak yang telah membantu penyelesaian karya tulis ini dalam bentuk

bimbingan, dorongan, motivasi, petunjuk serta doa, yaitu:

1. Denny Paul Ricky, M.Kep. Sp.Kep.J selaku dosen pembimbing yang dengan

rela hati telah meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk memberikan

bimbingan dan saran dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini dari awal

hingga akhir.

2. Samuel. M Simanjuntak, Phd selaku dosen penguji satu yang telah

memberikan saran dan motivasi kepada penulis.

3. Novita Verayanti Manalu, MAN selaku dosen penguji dua yang telah

memberikan saran dan perbaikan karya tulis ini.

4. Untung Sudharmono, S.Kep., Ns., M.Kes selaku Dekan Fakultas Ilmu

Keperawatan Universitas Advent Indonesia.

vii
5. Debilly Yoan Boyoh, M.Kep selaku Kajur Keperawatan DIII Universitas

Advent Indonesia.

6. Pihak Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat yang telah menyediakan lahan

bagi penulis untuk melakukan studi kasus.

7. Ny. F selaku klien dan keluarganya yang rela bekerja sama dengan penulis

dalam menjalankan rencana asuhan keperawatan.

8. Keluarga penulis yang berjauhan namun disatukan oleh kasih Kristus yakni

Mama dan Papa, yang sudah mendoakan, memotivasi dan mengingatkan saya

untuk tidak malas menyelesaikan karya tulis ini.

9. Orang-orang terkasih lainnya yang selalu ada buat penulis, Carolina Tupen,

Destri Syeba Stevani Sijabat, Grace Hutajulu, Novinza Agata, Ardi Ginting,

Richard Pasaribu, Harvest Sagala, Advent Club.

10. Teman-teman seperjuangan DIII Keperawatan UNAI 2017 yang tidak bisa

disebutkan satu persatu, serta semua pihak yang selalu mendoakan Penulis.

Akhir kata, penulis berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas

semua kebaikan semua pihak yang telah membantu. Harapan penulis semoga

karya Tulis ini bermanfaat dalam memperdalam pengetahuan pembaca.

Bandung, 26 April 2020

Penulis

viii
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN SAMPUL DALAM ....................................................................... i


HALAMAN PERSETUJUAN ......................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ..........................................................................iii
HALAMAN PERNYATAAN NONPLAGIASI ............................................ iv
ABSTRAK ......................................................................................................... v
ABSTRACT ...................................................................................................... vi
KATA PENGANTAR ..................................................................................... vii
DAFTAR ISI ..................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ............................................................................................ xi
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xii

BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................. 1


1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1
1.2 Tujuan Penulisan ............................................................................... 3
1.2.1 Tujuan Umum ......................................................................... 4
1.2.2 Tujuan Khusus ........................................................................ 4
1.3 Waktu dan Tempat Pelasanaan ......................................................... 4
1.4 Metode Penulisan .............................................................................. 5
1.5 Sistematika Penulisan ....................................................................... 5
BAB 2 TINJAUAN TEORITIS ....................................................................... 6
2.1 Konsep Dasar Skizofrenia ................................................................. 6
2.1.1 Definisi Skizofrenia ................................................................ 6
2.1.2 Etiologi Skizofrenia ................................................................ 7
2.1.3 Tanda dan Gejala Skizofrenia ................................................. 9
2.1.4 Psikopatologi Skizofrenia ..................................................... 12
2.1.5 Faktor Predisposisi dan Presipitasi ....................................... 14
2.1.6 Macam – Macam Skizofrenia ............................................... 16

ix
2.2 Konsep Dasar Keperawatan Skizofrenia Paranoid ......................... 17
2.2.1 Definisi ................................................................................. 17
2.2.2 Etiologi ................................................................................. 17
2.2.2.1 Faktor Predisposisi ................................................. 17
2.2.2.2 Faktor Presipitasi ................................................... 19
2.2.3 Tanda dan Gejala Skizofrenia Paranoid................................ 20
2.2.4 Penatalaksanaa Skizofrenia .................................................. 21
2.2.5 Diagnosa Keperawatan ......................................................... 24
2.2.6 Rencana Tindakan Keperawatan .......................................... 24
2.2.7 Evaluasi Keperawatan .......................................................... 28

BAB 3 METEDOLOGI PENELITIAN ........................................................ 30


3.1 Rancangan Studi Kasus .................................................................. 30
3.2 Subyek Studi Kasus ........................................................................ 30
3.3 Fokus Studi..................................................................................... 30
3.4 Definisi Operasional ....................................................................... 30
3.5 Tempat dan Waktu ......................................................................... 31
3.6 Metode Pengumpulan Data ............................................................ 31
3.7 Analisis Data dan Penyajian Data .................................................. 31
3.8 Etika Studi Kasus ........................................................................... 32

BAB 4 TINJAUAN KASUS............................................................................ 34


4.1 Hasil Studi Kasus ............................................................................ 34
4.1.1 Lokasi Studi Kasus ............................................................... 34
4.1.2 Pengkajian ............................................................................. 34
4.1.3 Pengobatan ............................................................................ 45
4.1.4 Analisa Data.......................................................................... 46
4.1.5 Diagnosa Keperawatan ......................................................... 47
4.1.6 Rencana Tindakan Keperawatan .......................................... 47
4.1.7 Implementasi dan Evaluasi ................................................... 52
4.2 Pembahasan ..................................................................................... 58

x
4.2.1 Pengkajian ............................................................................. 58
4.2.2 Diagnosa Keperawatan ......................................................... 60
4.2.3 Intervensi .............................................................................. 61
4.2.4 Implementasi......................................................................... 61
4.2.5 Evaluasi................................................................................. 62

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................... 64


5.1 Kesimpulan .................................................................................... 64
5.2 Saran ............................................................................................... 67

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 68


CURICULUM VITAE (BIODATA) ............................................................. 70

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Rencana Asuhan Keperawatan pada: Halusinasi .............................. 25


Tabel 2.2 Rencana Asuhan Keperawatan pada Resiko Prilaku Kekerasan ...... 26
Tabel 4.1 Faktor Predisposisi ............................................................................ 36
Tabel 4.2 Mekanisme Koping ........................................................................... 44
Tabel 4.3 Dokumentasi Psikofarmasi Klien ..................................................... 45
Tabel 4.4 Terapi Farmakologi ........................................................................... 46
Tabel 4.5 Analisa Data ...................................................................................... 46
Tabel 4.6 Rencana Tindakan Keperawatan ....................................................... 48
Tabel 4.7 Implementasi dan Evaluasi ............................................................... 52

xi
DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.2 Psikopatologi Skizofrenia ............................................................. 12


Gambar 4.1 Genogram ...................................................................................... 38

xii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Jiwa merupakan unsur yang menjadi kelebihan manusia, yang tidak

dimiliki oleh mahkluk ciptaan Tuhan yang lain. Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 18 Tahun 2014 Tentang Kesehatan Jiwa mengatakan,

kesehatan jiwa adalah kondisi dimana seorang individu dapat berkembang

secara fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut menyadari

kamampuan sendiri, dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja secara produktif,

dan mampu memberikan kontribusi untuk komunitasnya.

Jumlah penderita gangguan jiwa dari tahun ke tahun mengalami

peningkatan. World Health Organization (WHO) (2009) dalam Widianti, dkk

(2017) memperkirakan 450 juta orang di seluruh dunia mengalami gangguan

mental, sekitar 10% adalah orang dewasa dan 25% penduduk diperkirakan

akan mengalami gangguan jiwa pada usia tertentu selama hidupnya.

Gangguan jiwa mencapai 13% dari penyakit secara keseluruhan dan

kemungkinan akan berkembang menjadi 25% di tahun 2030. National

Institute of Mental Health (NIMH) (2011) menyatakan bahwa 26,2 %

penduduk di amerika serikat pada tahun 2004 berusia 18 tahun atau lebih

mengalami gangguan jiwa. Kondisi ini tidak jauh berbeda dengan kasus

gangguan jiwa yang ada di negara negara berkembang.

1
2

World Health Organization (WHO) (2016) dalam Riani (2017)

mengatakan, sekitar 35 juta orang di dunia terkena depresi, 47,5 juta terkena

dimensia, dan 21 juta orang terkena skizofrenia. Riset Kesehatan Dasar

(RISKESDAS) (2018) juga menyatakan dari 282 juta orang di Indonesia

terkena gangguan jiwa, dengan kategori gangguan jiwa ringan 6%, dari

populasi dan 7,1% atau sekitar lebih dari 18 juta jiwa yang menderita

gangguan jiwa berat (Skizofrenia), dengan prevalensi psikosis tertinggi berada

di DI Yogyakarta dan Bali masing-masing 10,4 % dan 11.1 %.

Prevalensipenduduk yang mengalami gangguan mental emosional secara

nasional adalah 9,8 % (706.688 orang). Provinsi dengan prevalensi gangguan

mental emosional tertinggi adalah Gorontalo dan Jawa Barat masing - masing

17,7 % dan 12,8%, sedangkan yang terendah di Kepulauan Riau (5,5 %).

Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat mencatat dalam Media Indonesia (2018)

Di Jawa Barat, jumlah orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) di 27 kota dan

kabupaten diperkirakan mencapai 72 ribu orang. Estimastinya berasal dari

1,6% per 1.000 penduduk dikali jumlah penduduk di Jawa Barat sebanyak

lebih kurang 47 juta jiwa.

Skizofrenia merupakan sindrom dengan variasi penyebab dan

perjalanan penyakit yang luas serta sejumlah akibat yang tergantung pada

perimbangan pengaruh genetik, fisik dan sosial budaya (Rahayu, 2016).

National Alliance on Mental Illnes (NAMI) (2020) skizofrenia adalah

penyakit jiwa serius yang mengganggu kemampuan seseorang untuk berpikir

jernih, mengatur emosi, membuat keputusan dan berhubungan dengan orang


3

lain. Perubahan yang menjadi tanda-tanda awal penderita skizofrenia pada

remaja dapat mencakup perubahan teman, penurunan nilai, masalah tidur,

mengiosolasi diri, peningkatan pemikiran dan kecurigaan yang tidak biasa.

Klien yang mengalami halusinasi pendengaran, kehilangan kontrol

terhadap kejadian dalam hidupnya dan merasa tidak dapat mengontrol realita

dan situasi yang dialami sehingga dapat mengakibatkan timbulnya waham

kebesaran, isolasi sosial, resiko perilaku kekerasan. Alasan penulis memilih

topik ini adalah kerena banyaknya kasus yang ditemukan di bangsal perawatan

di RSJ Provinsi Jawa Barat, dari program studi D3 angkatan 2017 ketika

melakukan praktek keperawatan di RSJ Provinsi Jawa Barat sejumlah 25

mahasiswa yang terbagi dalam 5 bangsal perawatan dan merawat 1 pasien

kelolaan yang berbeda, didapati bahwa setiap pasien kelolaan kami memiliki

diagnosa medis skizofrenia dan diagnosa keperawatan halusinasi pendengaran.

Oleh sebab itu penulis tertarik membuat Karya Tulis Ilimiah dengan judul:

“ASUHAN KEPERAWATAN HALUSINASI PENDENGARAN

PADA Ny. F DENGAN SKIZOFRENIA PARANOID DI RUANG

MERPATI RUMAH SAKIT JIWA PROVINSI JAWA BARAT.”

1.2 Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan Karya Tulis Ilmiah ini dibagi menjadi dua bagian

yaitu tujuan Umum dan tujuan khusus.


4

1.2.1 Tujuan umum

Tujuan Umum penulisan Karya Tulis Ilmiah ini adalah memberikan

gambaran asuhan keperawatan dengan diagnosa keperawatan gangguan

persepsi halusinasi pendengaran pada klien dengan Skizofrenia Paranoid.

1.2.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penulisan Karya Tulis Ilmiah ini adalah :

1. Memberikan gambaran pengkajian pada klien dengan halusinasi

penglihatan.

2. Memberkan gambaran diagnosa keperawatan pada klien dengan halusinasi

penglihatan.

3. Memberikan gambaran intervensi keperawatan pada klien dengan

halusinasi penglihatan.

4. Memberikan gambaran implementasi keperawatan pada klien dengan

halusinasi penglihatan.

5. Memberikan gambaran evaluasi tindakan keperawatan pada klien dengan

halusinasi penglihatan.

1.3 Waktu dan Tempat Pelaksanaan

Pelaksanaan asuhan keperawatan dilakukan pada tanggal 16 Oktober

2019 sampai 24 Oktober 2019 di Ruang Merpati Rumah Sakit Jiwa Provinsi

Jawa Barat.
5

1.4 Metode Penulisan

Metode penulisan pada Karya Tulis Ilmiahini adalah metode deskriptif

dengan :

1. Observasi yaitu mengamati perilaku klien secara langsung untuk

memperoleh gambaran tentang keadaan klien.

2. Wawancara yaitu : Mengumpulkan data dengan mengajukan pertanyaan

kepada klien, keluarga klien dan staf perawat untuk memperoleh data

yang tepat.

3. Studi dokumentasi yaitu mempelajari dan mengumpulkan data catatan

medis dan catatan perawatan klien di RSJ.

4. Kepustakaan yaitu jurnal-jurnal yang memuat data-data tentang

skizofrenia dan perawatan sikizofrenia.

1.5 Sistematika Penulisan

Sistematika dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiahini, terdiri dari lima

bab, yaitu:

Bab1 Pendahuluan berisi latar belakang, tujuan penulisan, waktu dan

tempat pelaksanaan, metode penulisan dan sistematika penulisan.

Bab 2 Tinjauan teoritis yang terdiri dari konsep dasar skizofrenia

paranoid dan asuhan keperawatan.

Bab 3 Berisi tentang gambaran klien kelolaan, dan asuhan keperawatan

yang diberikan pada klien kelolaan.

Bab 4 Pembahasan

Bab 5 Kesimpulan dan saran


BAB II

TINJAUAN TEORITIS

2.1 Konsep Dasar Skizofrenia

Bab ini akan membahas mengenai definisi Skizofrenia,etiologi skizofrenia,

tanda dan gejala skizofrenia, psikopalogi skizofrenia, faktor predisposisi dan

persipitasi, macam-macam skizofrenia, penatalaksanaan, diagnosa keperawatan,

rencana asuhan keperawatan dan evaluasi keperawatan.

2.1.1 Definisi Skizofrenia

Skizofrenia menurut Eugen Bleuler adalah suatu gambaran jiwa yang

terpecah belah, adanya keretakan atau ketidakharmonisan antara proses berpikir,

perasaan dan perilaku (Maramis, 2009 dalam Intansari, 2016).Skizofrenia

merupakan gangguan kejiwaan dan kondisi medis yang mempengaruhi fungsi

otak manusia, mempengaruhi fungsi normal kognitif, mempengaruhi emosional

dan tingkah laku (Depkes RI, 2015 dalam Sudarmono, dkk, 2018).

Skizofrenia merupakan gangguan psikotik yang bersifat kronis ditandai

dengan terdapatnya perpecahan antara pikiran, emosi serta perilaku

pasien.Perpecahan pada pasien digambarkan dengan adanya gejala primer

spesifik, yaitugangguan pikiran yang ditandai dengan gangguan

asosiasi,khususnya kelonggaran asosiasi. Gejala primer lainnya adalah gangguan

afektif, autisme, dan ambivalensi, sedangkan gejala sekundernya adalah waham

dan halusinasi (Stuart, 2013 dalam Rahayu, 2016).

6
7

2.1.2 Etiologi Skizofrenia

Prabowo (2017) mengatakan, penyebab pasti skizofrenia belum diketahui

hingga saat ini, namun skizofrenia dapat dialami oleh seseorang karena adanya

multipel faktor penyebab meliputi:

1. Biologi

Penderita yang mengalami skizofrenia, tidak terdapat gangguan fungsional

serta sruktur yang patognomonik. Meskipun begitu, gangguan - gangguan organik

bisa terlihat pada sub populasi pasien. Gangguan yang sering dijumpai yaitu

dilatasi ventrikel dan lateral yang stabil dan terkadang sudah terlihat sebelum

timbul gejala penyakit, atrofi bilateral lobus temporal medial, pada

girusparahipocampus, hipocampus dan amygdala, serta disorientasi spasial sel

piramid hipocampus dan penurunan volume korteks prefrontal dorso lateral.

Beberapa hasil penelitian melaporkan; semua perubahan telah dibawa sejak lahir

dan progresif.

2. Biokimia

Etiologi dari segi biokimia belum diketahui. Hipotesis paling banyak yakni

adanya gangguan neurotransmitter sentral di mana terjadi peningkatan aktivitas

dopamin sentral (hipotesis dopamine). Hipotesis ini dibuat berdasarkan tiga

penemuan utama:

1) Efektifitas obat-obat neuroleptik pada skizofrenia yang bekerja memblok

reseptor dopamin paska sinap.

2) Terjadinya psikosis akibat penggunaan amfetamin. Amfetamin

melepaskan dopamin sentral. Amfetamin juga memperburuk skizofrenia.


8

3) Adanya peningkatan jumlah reseptor D2 di nukleus kaudatus, nukleus

akumben, dan putamen pada skizofrenia.

3. Genetika

Genetik memiliki kontribusi yang tinggi sehingga menimbulkan

kekambuhan penyakit skizofrenia. Pada beberapa kasus adopsi, anak yang

mempunyai orang tua yang terdiagnosa terkena skizofrenia diadopsi oleh orang

yang tua yang tidak memiliki riwayat penyakit skizofrenia, tetapi hal tersebut

tidak mengurangi resiko pada anak itu terjangkit penyakit skizofrenia. Frekuensi

resiko akan bertambah atau meningkat pada keluarga yang memiliki riwayat

skizofrenia

4. Faktor Keluarga

Kekacauan dan dinamika keluarga memegang peran penting dalam

menimbulkan kekambuhan dan mempertahankan remisi skizofrenia. Pasien yang

pulang ke rumah akan sering kambuh pada tahun berikutnya bila dibandingkan

dengan pasien yang ditempatkan di panti penitipan. Pasien yang berisiko adalah

pasien yang tinggal bersama keluarga yang tidak harmonis, memperlihatkan

kecemasan berlebihan, sangat protektif, terlalu ikut campur, sangat mengkritik,

dan sering tidak dibebaskan oleh keluarganya. Beberapa peneliti mengidentifikasi

suatu cara komunikasi yang patologis dan aneh pada keluarga-keluarga

skizofrenia.
9

2.1.3 Tanda dan Gejala Skizofrenia

Perilaku obyektif dan subyektif pada penderita skizofrenia adalah sebagai

berikut:

1. Data obyektif meliputi:

1) Perubahan dalam hubungan pribadi meliputi; penurunan perhatian pada

penampilan dan fasilitas sosial terkait introspeksi dan autisme, komunikasi

yang tidak memadai atau tidak tepat, permusuhan, dan penarikan diri dari

lingkungan.

2) Perubahan aktivitas, meliputi; kekakuan katatonik, echopraxia(gerakan

berulang), stereotypy (pengulangan kata-kata)

2. Data subyektif meliputi:

1) Perubahan persepsi; halusinasi, ilusi, paranoid.

2) Perubahan berfikir; autisme, pemblokiran, asosiasi longgar, delusi,

kemiskinan kata, sifat bisu.

3) Perubahan kesadaran; bingung, inkoheren (Keltner dan Steele, 2015).

Durand dan Barlow (2008) dalam Hidayah (2018) membagi gejala

skizofrenia dalam dua kategori:

1. Gejala positif

1) Delusi atau waham adalah suatu keyakinan yang dipegang secara

kuat namun tidak akurat, yang terus ada

walaupun bukti menunjukkan hal tersebut tidak memiliki dasar

dalam realitas. Dalam ilmu psikiatri, delusi diartikan sebagai

kepercayaan yang bersifat patologis dan terjadi walaupun terdapat


10

bukti yang berkebalikan. Delusi berbeda dari kepercayaan yang

berdasar pada informasi yang tidak lengkap atau salah, dogma,

kebodohan, memori yang buruk, ilusi, atau efek lain

dari persepsi. Delusi menyudutkan seseorang untuk melakukan

tindakan yang mengacaukan situasi. Seseorang bertindak

berdasarkan persepsi salah yang membuat kita membayangkan

respons negatif dari orang lain, karena itu mungkin sekali orang

tersebut justru mendapat reaksi seperti yang dibayangkan sehingga

menguatkan rasa takut

2) Halusinasi adalah terjadinya persepsi dalam kondisi sadar tanpa

adanya rangsang nyata terhadap indra. Kualitas dari persepsi itu

dirasakan oleh penderita sangat jelas, substansial dan berasal dari

luar ruang nyatanya. Definisi ini dapat membedakan halusinasi

dengan mimpi, berkhayal, ilusi dan pseudohalusinasi (tidak sama

dengan persepsi sesungguhnya, tetapi tidak dalam keadaan

terkendali). Contoh dari fenomena ini adalah di mana seseorang

mengalami gangguan penglihatan, di mana ia merasa melihat suatu

objek, tetapi indra penglihatan orang lain tidak dapat menangkap

objek yang sama.Halusinasi juga harus dibedakan

dengan delusi pada persepsi, ketika indra

menangkap rangsang nyata, tetapi persepsi nyata yang diterimanya

itu diberikan makna yang berbeda (bizzare). Sehingga orang yang

mengalami delusi lebih percaya kepada hal-hal yang tidak


11

masuk logika. Halusinasi dapat dibagi berdasarkan indra yang

bereaksi saat persepsi ini terbentuk, yaitu; Halusinasi Penglihatan,

Halusinasi Pendengaran, Halusinasi Penciuman, Halusinasi

Pengecapan, dan Halusinasi Perabaan.

3) Kacau dalam berpikir dan berbicara. Gejala ini dapat diketahui dari

kesulitan penderita dalam berbicara, serta memiliki cara

berkomunikasi yang kacau serta membingungkan, sehingga sulit

dimengerti oleh lawan bicaranya. Bukan hanya itu saja penderita

skizofrenia sulit berkonsentrasi, bahkan menangkap informasi

melalui membaca koran atau menonton televisi membuatnya

menjadi kebingungan, akibat dari terganggunya proses kognitif si

penderita.

4) Perilaku kacau. Perilaku penderita skizofrenia sulit diprediksi.

Bahkan cara berpakaiannya juga tidak biasa. Secara tidak terduga,

penderita dapat tiba-tiba berteriak dan marah tanpa alasan.

2. Gejala-gejala negatif

Gejala-gejala negatif biasanya menunjukkan ketiadaan atau tidak

mencukupinya perilaku normal. Gejala-gejala ini termasuk menarik diri secara

emosional maupun sosial, apatis, miskin pembicaraan atau pemikiran. Berikut

beberapa gejala negatif:

1) Avolisi. Avolisi berarti ketidakmampuan untuk memulai atau

mempertahankan berbagai macam kegiatan. Penderita gejala ini


12

menunjukkan minat yang rendah untuk melakukan sesuatu, bahkan fungsi-

fungsi dasar sehari-hari, termasuk kesehatan pribadi.

2) Alogia. Alogia mengacu pada relatif ketiadaan pembicaraan. Orang

dengan alogia mungkin merespon pertanyaan dengan jawabanjawaban

pendek yang isinya terbatas dan mungkin tampak tidak tertarik untuk

bercakap-cakap.

3) Anhedonia. Anhedonia adalah ketiadaan perasaan senang yang dialami

oleh sebagian penderita skizofrenia.

4) Pendataran afek. Kira-kira seperempat penderita skizofrenia

memperlihatkan apa yang disebut afek datar. Mereka seperti orang yang

mengenakan topeng karena tidak memperlihatkan emosi pada saat mereka

mestinya memperlihatkannya.

2.1.4 Psikopatologi Skizofrenia

Gambar 2.2 psikopatologi Skizofrenia

skizofrenia

faktor eksternal

keluarga sosiokultural lingkungan

konflik keluarga pernikahan lintas budaya tuntutan hidup

tumbang anak tidak perbedaan adat istiadat stressor ekonomi


optimal dan kebiasaan
13

anak merasa tidak hubungan konflik Pekerjaan menjadi


diperhatikan meningkat berantakan

sifat sifat stressor


introvet ekstrovet

Ketidaksenangan
menarik R. perilaku terhadap kritik dari
diri kekerasan orangtua dan keluarga

Ingin menikah,
R. perilaku kekerasan
tidak tercapai

Waham: Halusinasi
kebesaran

Sumber: Keltner (2013).

Psikopatologi pada skizofrenia berasal dari faktor eksternal yaitu faktor

keluarga, faktor sosiokultural dan faktor lingkungan, berikut adalah

penjelasannya:

1. Faktor keluarga, berawal dari adanya konflik dalam keluarga sehingga

tumbuh kembang anak tidak optimal merasa anak tidak diperhatikan,

sehingga anak memiliki sifat introvet (sifat menutup diri dari kehidupan

luar) menimbulkan sifat menarik diri, sifat ekstrovet (sifat yang cenderung

membuka diri dengan kehidupan luar) muncul pikiran ingin menikah

namun tidak tercapai menimbulkan gangguan proses pikir: waham dan

muncul halusinasi
14

2. Faktor sosiokultural, bisa disebabkan pernikahan lintas budaya yaitu

perbedaan adat istiadat dan kebiasaan sehingga menimbulkan konflik yang

meningkat mengakibatkan setres yang berkepanjangan karena

ketidaksenangan terhadap kritik dari orang tua dan keluarga maka terjadi

resiko perilaku kekerasan.

3. Faktor lingkungan, berawal dari tuntutan hidup, menjadi tulang punngung

keluarga dalam mencari nafkah, karena pekerjaan yang tidak baik

menimbulkan kritik dirumah oleh karena tekanan ekonomi

2.1.5 Faktor Predisposisi dan Faktor Persipitasi

Yosep dan Sutini (2014) menyebutkan faktor predisposisi adalah faktor

risiko yang melatarbelakangi seseorang terjadi gangguan jiwa yang mana itu

mempengaruhi tipe dan sumber dari individu untuk menghadapi stres baik yang

biologis, psikososial, dan sosiokultural. Faktor ini akan memengaruhi seseorang

dalam memberikan arti dan nilai terhadap stres pengalaman stres yang dialaminya.

Macam-macam faktor predisposisi meliputi hal sebagai berikut.

1. Biologi: latar belakang genetik, status nutrisi, kepekaan biologis, kesehatan

umum, dan terpapar racun.

2. Psikologis: kecerdasan, keterampilan verbal, moral, personal, pengalaman

masa lalu, konsep diri, motivasi, pertahanan psikologis, dan kontrol.

3. Sosiokultural: usia, gender, pendidikan, pendapatan, okupasi, posisi sosial,

latar belakang budaya, keyakinan, politik, pengalaman sosial, dan tingkatan

sosial.
15

Faktor presipitasi adalah stimulus yang mengancam individu. Faktor

presipitasi memerlukan energi yang besar dalam menghadapi stres atau tekanan

hidup. Faktor presipitasi ini dapat bersifat biologis, psikologis, dan sosiokultural.

Waktu merupakan dimensi yang juga memengaruhi terjadinya stres, yaitu berapa

lama terpapar dan berapa frekuensi terjadinya stres. Faktor presipitasi yang sering

terjadi adalah :

1. Kejadian yang menekan (stressful).Kategori kejadian yang menekan

kehidupan, yaitu aktivitas sosial, lingkungan sosial, dan keinginan sosial.

Aktivitas sosial meliputi keluarga, pekerjaan, pendidikan, sosial, kesehatan,

keuangan, aspek legal, dan krisis komunitas. Lingkungan sosial adalah

kejadian yang dijelaskan sebagai jalan masuk dan jalan keluar. Jalan masuk

adalah seseorang yang baru memasuki lingkungan sosial. Keinginan sosial

adalah keinginan secara umum seperti pernikahan.

2. Ketegangan hidup. Stres dapat meningkat karena kondisi kronis yang

meliputi ketegangan keluarga yang terus-menerus, ketidakpuasan kerja, dan

kesendirian. Beberapa ketegangan hidup yang umum terjadi adalah

perselisihan yang dihubungkan dengan hubungan perkawinan, perubahan

orang tua yang dihubungkan dengan remaja dan anak-anak, ketegangan

yang dihubungkan dengan ekonomi keluarga, serta overload yang

dihubungkan dengan peran.


16

2.1.6 Macam – Macam Skizofrenia

Maramis (2009) menuliskanmacam – macam Skizofrenia yaitu:

1. Skizofreniaparanoid, timbul di usia produktif antara 20-30 tahun. Gejala

utamanya adalah mudah tersinggung, suka menyendiri, agak congkak, dan

kurang percaya pada orang lain.

2. Skizofreniahebefrenik,permulaanya gejala ini timbul perlahan-lahan dan

sering timbul pada masa remaja atau antara 15-25 tahun. Gejala yang

mencolok adalah gangguan proses berpikir, gangguan kemauan. Gangguan

psikomotor juga sering terjadi seperti mannerism, neulogisme atau

perilaku seperti kekanak-kanakan.

3. Skizofrenia katatonik, timbul pertama kali antara usia 15-30 tahun dan

biasanya ikut serta terjadi didahului oleh stress emosional. Gejala

psikomotor yang paling sering terlihat antara lain: mata kadang tertutup,

wajah tanpa mimik, tremor (sulit untuk mengatur gerakan anggota

tubuhnya), makanan ditolak, air ludah tidak ditelan sehingga terkumpul

didalam mulut dan mengalir keluar, air seni dan feses ditahan.

4. Skizofrenia simplex,sering timbul pertama kali pada masa pubertas.

Gejala utama pada skizofrenia simplex adalah kedangkalan emosi dan

kemunduran kemauan. Gangguan proses pikir biasanya sukar ditemukan.

5. Skizofreniaresidual, keadaan skizofreniadengan gejala primernya tetapi

tidak jelas adanya gejala sekunder.

6. Jenis skizo-efektif, jenis ini cenderung untuk menjadi sembuh tanpa efek,

tetapi mungkin juga timbul lagi serangan.


17

2.2 Konsep Dasar Keperawatan Skizofrenia Paranoid

2.2.1 Definisi

Skizofrenia paranoid adalah jenis skizofrenia yang paling sering dijumpai

di negara manapun. Gambaran klinis didominasi oleh waham yang secara relatif

stabil, sering kali bersifat paranoid diserta oleh halusinasi, terutama halusinasi

pendengaran. Gangguan-gangguan afektif, dorongan kehendak (volition) dan

pembicaraan serta gejala-gejala katatonik tidak menonjol (Maramis, 2009).

Keltner dan Steele (2015) mengatakan pasien yang didiagnosa mengidap

skizofrenia paranoid mempunyai kepercayaan atau mengganggap sesuatu aneh,

ada yang ganjil, yang salah tetapi tidak mau diluruskan, bersikap curiga,

emosional, mudah sekali cemas. Skizofrenia paranoid adalah bentuk gangguan

jiwa yang paling sering ditemukan pada klien. Skizofrenia jenis ini didominasi

oleh gejala yang positif yang sering nampak jelas seperti waham. Waham itu

sendiri dapat berkembang menjadi masalah yang lebih kompleks.

2.2.2 Etiologi

Yoseph dan Sutini (2014) menuliskan faktor pencetus dibagi menjadi dua

yaitu faktor predisposisi dan faktor presipitasi.

2.2.2.1 Faktor Predisposisi

Faktor predisiposisi pada skizofrenia paranoid adalah sebagai berikut:

1. Biologis. Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan

dengan respon neurobiologis yang maladaptif ini ditunjukkan dengan:

Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan adanya

atrofi otak.
18

1) Neurotransmiter dopamin yang berlebihan, ketidakseimbangan antara

dopamin dan neurotransmiter lain terutama serotonin, masalah-masalah

pada sistem reseptor dopamin.

2) Kembar identik yang dibesarkan secara terpisah mempunyai angka

kejadian skizofrenia yang lebih tinggi dari pada pasangan saudara

sekandung yang tidak identik. Studi terhadap orang kembar (twin)

menyebutkan angka kejadian skizofrenia pada kembar identik sekitar

59,20%, sedangkan pada kembar praternal sekitar 15,2%.

2. Psikologis. Halter (2018) menjelaskan bahwa klien dengan waham

memproyeksikan perasaan dasarnya dengan mencurigai. Pada klien

dengan waham kebesaran terdapat perasaan yang tidak adekuat serta tidak

berharga, sehingga klien mampu mengingkari perasaannya sendiri,

kemudian memproyeksikan perasaannya kepada lingkungan. Beberapa

perubahan dalam proses berpikir, perasaan atau perilaku akan

mengakibatkan perubahan yang lain. Dampak dari perubahan itu salah

satunya adalah halusinasi, dapat muncul dalam pikiran seseorang karena

secara nyata mendengar, melihat, merasa, atau mengecap fenomena

tersebut.

3. Sosial budaya. Stres yang menumpuk dapat menunjang awitan, tapi tidak

diyakini sebagai penyebab utama.


19

2.2.2.2 Faktor presipitasi

Faktor presipitasi pada skizofrenia paranoid adalah sebagai berikut:

1. Biologis. Stresor biologis yang berhubungan dengan respon neurobiologis

maladaptif meliputi:

1) Gangguan dalam komunikasi dan putaran umpan balik otak, yang

mengatur proses informasi.

2) Abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak (komunikasi saraf

yang melibatkan elektrolit), yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk

secara selektif menanggapi stimulus.

2. Lingkungan. Perubahan pada lingkungan membuat proses kognitif pada

pasien skizofrenia tidak mampu untuk bertoleransi dengan perubahan

tersebut sehingga mengakibatkan stres. Stres yang menumpuk terus

menerus akan mengakibatkan perubahan perilaku.

3. Pemicu. Pemicu gejala respon neurobiologis maladaptif adalah kesehatan,

kurang olah raga, hambatan dalam mengakses pelayanan kesehatan, rasa

bermusuhan/ lingkungan yang penuh kritik, masalah perumahan

(perumahan yang tidak memuaskan), tekanan dalam bertindak (kehilangan

kemandirian dalam kehidupan), perubahan dalam kejadian kehidupan dan

pola aktifitas sehari-hari, kesukaran interpersonal, gangguan dalam

hubungan interpersonal, isolasi sosial dan dukungan sosial yang kurang,

tekanan pekerjaan, kemiskinan, kurang transportasi, stigmatisasi dan sikap

atau perilaku.
20

2.2.3 Tanda dan gejala Skizofrenia Paranoid.

Tanda dan gejala yang muncul pada skizofrenia paranoid adalah waham

kejar atau waham kebesaran, keagamaan dan kadang-kadang halusinasi yang

berlebihan atau prilaku agresif yang berlebihan (Suryani, 2015). Gejala primer

yang muncul adalah gangguan proses pikir, gangguan afek dan emosi, gangguan

kemauan psikomotor (gejala katatonik atau gangguan perbuatan). Gejala sekunder

yang muncul adalah waham dan halusinasi (Maramis,2009).

Handayani, dkk (2015) menjelaskan bahwa skizofrenia paranoid adalah

gangguan jiwa yang paling umum ditemukan, dimana 40% dari semua kasus

skizofrenia adalah skizofrenia paranoid. Berikut adalah beberapa tanda gejala

skizofrenia paranoid:

1. Halusinasi pendengaran seperti suara-suara atau melihat bayangan jelas

maupun tidak jelas.

2. Kecurigaan yang sangat berlebihan.

3. Kemarahan

4. Meyakini akan adanya motif-motif tersembunyi dari orang lain.

5. Merasa akan dimanfaatkan atau dikhianati oleh orang lain.

6. Ketidakmampuan dalam melakukan kerjasama dengan orang lain.

7. Gambaran yang buruk mengenai diri sendiri.

8. Sikap tidak terpengaruh.

9. Rasa permusuhan.

10. Secara terus menerus menanggung dendam yaitu dengan tidak

memaafkan.
21

2.2.4 Penatalaksanaan Skizofrenia

American Psychiatric Assosiated (APA) (2013) menjelaskan

Ada 2 terapi yang dapat di lakukan pada penderita skizofrenia paranoid yaitu:

1. Terapi Non Farmakologi.

Terapi non farmakologi dilakukan melaluipendekatan psikososial yang

dapat digunakan untuk pengobatan skizofrenia. Intervensi psikososial merupakan

bagian dari perawatan yang komprehensif dan dapat meningkatkan kesembuhan

jika diintegrasikan dengan terapi farmakologis. Intervensi psikososial ditujukan

untuk memberikan dukungan emosional pada pasien. Pilihan pendekatan dan

intervensi psikososial didasarkan kebutuhan khusus pasien sesuai dengan

keparahan penyakit seperti:

1) Program for Assertive Community Treatment (PACT). PACT merupakan

program rehabilitasi yang terdiri dari manajemen kasus dan intervensi aktif

oleh satu tim menggunakan pendekatan yang sangat terintegrasi. Program

ini dirancang khusus untuk pasien yang fungsi sosialnya buruk dan

bertujuan untuk mencegah kekambuhan dan memaksimalkan fungsi sosial

dan pekerjaan. Unsur-unsur kunci dalam PACT adalah menekankan

kekuatan pasien dalam beradaptasi dengan kehidupan masyarakat,

penyediaan dukungan dan layanan konsultasi untuk pasien, memastikan

bahwa pasien tetap dalam program perawatan. Laporan dari beberapa

penelitian menunjukan bahwa PACT efektif untuk memperbaiki gejala,

mengurangi lama perawatan di rumah sakit dan memperbaiki kondisi

kehidupan secara umum.


22

2) Intervensi keluarga, prinsipnya adalah bahwa keluarga pasien harus

dilibatkan dan terlibat dalam penyembuhan pasien. Anggota keluarga

diharapkan berkontribusi untuk perawatan pasien dan memerlukan

pendidikan, bimbingan dan dukungan serta pelatihan membantu mereka

mengoptimalkan peran mereka.

3) Terapi perilaku kognitif.Terapi ini memperbaiki atau memodifikasi

keyakinan (delusi), fokus terhadap halusinasi pendengaran dan

menormalkan pengalaman psikotik pasien sehingga mereka bisa tampil

secara norma. penelitian menunjukkan bahwa terapi perilaku efektif dalam

mengurangi frekuensi dan keparahan gejala positif, namun ada risiko

penolakan yang mungkin disebabkan oleh pertemuan mingguan yang

mungkin terlalu membebani pasien-pasien dengan gejala negatif yang

berat.

4) Terapi pelatihan keterampilan sosial. Terapi ini didefinisikan sebagai

penggunaan teknik perilaku atau kegiatan pembelajaran yang

memungkinkan pasien untuk memenuhi tuntutan interpersonal, perawatan

diri dan menghadapi tuntutan masyarakat. Tujuannya adalah memperbaiki

kekurangan tertentu dalam fungsi sosial pasien.

5) Terapi Elektrokonvulsif (ECT), Sebuah kajian sistematik menyatakan

bahwa penggunaan ECT dan kombinasi dengan obat-obat antipsikotik

dapatdipertimbangkan sebagai pilihan bagi penderita skizofrenia terutama

jika menginginkan perbaikan umum dan pengurangan gejala yang cepat .

2. Terapi Farmakologi
23

Terapi penderita skizofrenia dibagi menjadi tiga tahap yakni terapi akut,

terapi stabilisasi dan terapi pemeliharaan. Terapi akut dilakukan pada tujuh hari

pertama dengan tujuan mengurangi agitasi, agresi, ansietas.Benzodiazepin

biasanya digunakan dalam terapi akut. Penggunaan benzodiazepin akan

mengurangi dosis penggunaan obat antipsikotik. Terapi stabilisasi dimulai pada

minggu kedua atau ketiga. Terapi stabilisasi bertujuan untuk meningkatkan

sosialisasi serta perbaikan kebiasaaan dan perasaan. Pengobatan pada tahap ini

dilakukan dengan obat-obat antipsikotik. Terapi pemeliharaan bertujuan untuk

mencegah kekambuhan. Dosis pada terapi pemeliharaan dapat diberikan setengah

dosis akut. Klozapin merupakan antipsikotik yang hanya digunakan apabila pasien

mengalami resistensi terhadap antipsikotik yang lain (Citraningrum, 2016).

Maramis (2009) mengatakan bahwa penanganan medis pada pasien

dengan skizofrenia adalah dengan pemberian obat-obatan dan tindakan lain

seperti:

1) Psikofarmakologis

Obat-obatan yang lazim digunakan pada klien yang mengalami gangguan

skizofrenia paranoid pada umumnya adalah obat-obat anti psikosis.

Beberapa contoh obat yang dapat digunakan adalah: Fenotiazin dengan

jenis-jenis nama generik sebagai berikut: Asetofenazin (Tindal) dengan

dosis harian 60-120 mg, klorpromazin dengan dosis harian 30-800 mg dan

masih banyak jenis-jenis obat yang lain.

2) Terapi kejang listrik atau Electro Confulsive Therapy (ECT)


24

Terapi kejang listrik atau electro convulsive therapy (ECT) adalah suatu

tindakan terapi dengan menggunakan aliran listrik dan menimbulkan

kejang pada penderita tonik maupun klonik. Tindakan ini adalah bentuk

terapi pada klien dengan mwngalirkan arus listrik melalui elektroda yang

ditempelkan pada pelipis dahi kiri dan kanan untuk membangkitkan kejang

grandmall.

2.2.5 Diagnosa Keperawatan

Keltner dan Steele, (2009) menuliskan diagnosa keperawatan yang

berhubungan dengan skizofrenia paranoid yaitu: waham, halusinasi, risiko

perilaku kekerasan. Maramis, (2009) menuliskan ciri utama dari skizofrenia ini

adalah waham yang mencolok, halusinasi pendengaran maupun penglihatan,

perilaku kekerasan. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul adalah

gangguan proses pikir: waham kebesaran, gangguan persepsi sensori:

halusinasi:penglihatan, risiko perilaku kekerasan.

2.2.6 Rencana Tindakan Keperawatan

Hartono dan Kusumawati (2010) menuliskan rencana tindakan

keparawatan merupakan serangkaian tindakan yang dapat mencapai setiap tujuan

khusus perencanaan keperawatan meliputi perumusan tujuan, tindakan dan

penilaian rangkaian asuhan keparawatan pada pasien berdasarkan analisis

pengkajian agar masalah kesehatan dan keperawatan pasien dapat diatasi.


25

Tabel 2.1 Rencana Asuhan Keperawatan pada: Halusinasi

Diagnosa Rencana Tindakan Keperawatan


Keperawatan Tujuan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Gangguan klien mampu: Setelah SP 1 1. Untuk
Sensori 1. mengenaliha Pertemuan 1. Bantu klien mengetahui
Persepsi lusinasi pertama klien mengenal perkembanga
Halusinasi 2. mengontrol dapat halusinasi n klien.
halusinasi menyebutkan isi, a. Isi 2. Agar
3. mengikuti waktu, frekuensi, b. waktu terjadi halusinasi
program situasi pencetus, c. frekuensi dapat diatasi
secara perasaan dan d. situasi dan dikontrol
optimal mampu pencetus 3. Agar klien
memperagakan e. perasaan saat dapat melatih
cara mengontrol halusinasi secara terus
halusinasi. 2. Latih menerus
mengontrol
halusinasi
dengan cara
menghardik
3. Masukan
dalam jadwal
kegiatan klien.

Setelah SP 2 1. Untuk
pertemuan 1. Evaluasi Sp 1 mengetahui
kedua, klien 2. Latih perkembanga
mampu berbicara atau n klien.
menyebutkan bercakap- 2. Untuk
kegiatan yang cakap dengan mengelihkan
sudah dilakukan orang lain saat perhatian
dan mampu halusinasi klien
memperagakan muncul 3. Agar klien
cara bercakap- 3. Masukan dapat
cakap dengan dalam jadwal mengulangi
orang lain. kegiatan apa yang
harian. dilatih.

Setelah SP 3 1. untuk
pertemuan 1. evaluasi mengetahui
ketiga, klien kegiatan yang perkembangan
mampu lalu klien.
menyebutkan 2. latih kegiatan 2. untuk
keqgiatan yang agar halusinasi mengatasi
sudah dilakukan tidak muncul. halusinasi
26

dan mampu 3. pantau klien


mem- pelaksanaan 3. untuk
peragakannya. jadwal mengawasi
kegiatan perkembangan
klien

Setelah SP 4 1. untuk
pertemuan 1. evaluasi mengetahui
keempat, klien kegiatan yang perkembangan
mampu lalu klien
menyebutkan 2. tanyakan 2. agar klien
kegiatanyang program dapat minum
sudah dilakukan, pengobatan obat
klien mampu 3. jelaskan 3. agar klien
menyebutkan pentingnya dapat
manfaat dari penggunaan melakukannya
pengobatan. obat secara rutin
4. jelaskan akibat
putus obat
5. jelaskan
pengobatan
(5B).
6. latih klien
minum obat
7. masukkan
dalam jadwal
harian klien

Sumber: (Nurarif dan Kusuma, 2015)

Tabel 2.2 Rencana Asuhan Keperwatan pada Resiko Prilaku Kekerasan

Diagnosa Rencana Tindakan Keperawatan


Keperawatan Tujuan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Resiko Klien mampu: Setelah SP 1 1. Agar klien
Perilaku 1. mengidentifikas pertemuan 1. Identifikasi mengerti
Kekerasan i penyebab dan pertama, klien penyebab tentang
tanda periaku mampu tanda gejala perilaku
kekerasan. menyebutkan serta akibat kekerasan
2. menyebutkan penyebab tanda perilaku 2. Agar klien
jenis perilaku dan gejala dan kekerasan rilek dan
kekerasan yang akibat perilaku 2. Latih cara menenangkan
pernah kekerasan serta fisik 1 : diri
dilakukan - mampu tarik nafas 3. Agar
27

menyebutkan memperagakan dalam kliendapat


cara mengotrol cara fisik 1 3. Masukan melatihnya
perilaku untuk dalam secara terus
kekerasan. mengontrol jadwal menerus
3. mengontrol perilaku harian klien
perilaku kekerasan
kekerasan
secara fisik,
social dan
spiritual dan
obat.

Setelah Sp 2 1. Untuk
pertemuan 1. Evaluasi mengetahui
kedua, klien kegiatan perkembangan
mampu yang lalu klien
menyebutkan 2. Latih cara 2. Agar resiko
kegiatan yang fisik 2: perilaku
sudah dilakukan pukul kasur kekerasan
atau bantal tidak muncul
3. Masukan 3. Agar klien
dalam dapat
kegiatan melatihnya
harian klien

Setelah SP 3 1. Untuk
pertemuan 1. Evaluasi mengetahui
ketiga, klien kegiatan perkembangan
mampu yang lalu klien
menyebutkan 2. Latih secara 2. Agar klien
kegiatan yang verbal : dapat
sudah dilakukan menolak, menghindari
dan mampu meminta resiko perilaku
memperagakan dengan baik kekerasan
cara verbal 3. Masukan 3. Agar klien
mengontrol dalam dapat
perilaku kegiatan melatihnya
harian
Setelah SP 4 1. Untuk
pertemuan 1. Evaluasi mengetahui
keempat, klien kegiatan kegiatan
mampu yang lalu perkembangan
menyebutkan 2. Latih secara klien
kegiatan yang spiritual: 2. Agar klien
sudah dilakukan shalat, merasa tenang
dan mampu berdoa 3. Agar klien
28

memperagakan 3. Masukan dapat


cara spiritual dalam melatihnya
jadwal
harian klien
Setelah SP 5
pertemuan 1. Evaluasi 1. Untuk
kelima, klien kegiatan mengetahui
mampu yang lain perkembangan
menyebutkan 2. Latih patuh klien
kegiatan yang obat 2. Agar klien
sudah dilakukan 3. Masukan tidak kambuh
dan mampu dalam penyakitnya
memperagakan jadwal
cara patuh obat klien

Sumber: (Nurarif dan Kusuma, 2015)

2.2.6 Evaluasi Keperawatan

Damaiyanti dan Iskandar (2012) mengatakan bahwa mengevaluasi

perkembangan klien dalam mencapai hasil yang diharapkan adalah proses

dinamik yang melibatkan perubahan dalam status kesehatan klien sepanjang

waktu, pemicu kebutuhan terhadap data baru, berbagai diagnosa keperawatan, dan

modifikasi rencana asuhan keperawatan, dan modifikasi rencana asuhan sesuai

dengan kondisi klien. Semua tindakan keperawatan yang telah dilakukan oleh

perawat didokumentasikan dalam format implementasi dan dievaluasi dengan

menggunakan pendekatan subyektif, obyektif, analisis, dan perencanaan (SOAP)

yaitu, didapatkan pasien mampu berorientasi pada realitas secara bertahap, dapat

mengontrol emosinya dan menggunakan obat dengan 5 benar. Diagnosa

halusinasi, pasien mampu menggenali halusinasi, menggontrol halusinasi,

mengikuti program secara optimal. Diagnosa resiko perilaku kekerasan, pasien


29

mampu mengidentifikasi penyebab dan tanda perilaku kekerasan, menyebutkan

jenis-jenis perilaku kekerasan, cara menggontrol perilaku kekerasan secara fisik,

sosial, spiritual dan obat.


BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini akan membahas cara penulisan dan pengumpulan data dalam

membuat karya tulis ilmiah sesuai dengan buku pedoman pembuatan karya tulis.

3.1 Rancangan Studi Kasus

Desain penulisan karya tulis ilmiah ini adalah deskriptif dengan

pendekatan studi kasus. Studi kasus yang menjadi pokok pembahasan karya tulis

ilmiah ini adalah gambaran lebih dalam tentang asuhan keperawatan gangguan

sensori persepsi : halusinasi penglihatan dan pendengaran pada pasien skizofrenia

paranoid. Asuhan keperawatan meliputi pengkajian, diagnosis keperawatan,

perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.

3.2 Subyek Studi Kasus

Subyek dalam studi kasus ini adalah asuhan keperawatan halusinasi

pendengaran pada Ny. F usia 24 tahun dengan diagnosa skizofrenia paranoid.

3.3 Fokus Studi

Fokus studi dari karya tulis ilmiah ini adalah pelaksanaan asuhan

keperawatan gangguan persepsi sensori : halusinasi penglihatan dan pendengaran

pada pasien skizofrenia.

30
31

3.4 Definisi Operasional

Definisi operasional pada studi kasus ini adalah :

1. Pelaksanaan asuhan keperawatan gangguan persepsi sensori : halusinasi

penglihatan dan pendengaran adalah pemberian intervensi keperawatan

halusinasi yang terdiri dari menghardik, bercakap-cakap, melakuakan

kegiatan, dan melatih minum obat.

2. Pasien halusinasi adalah pasien kelolaan penulis dengan inisial Ny. F yang

dirawat di Ruang Merpati Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat dengan

diagnosa medis skizofrenia.

3.5 Tempat dan Waktu

Studi kasus ini dilaksanakan di Ruang Merpati Rumah Sakit Jiwa Provinsi

Jawa Barat dimulai tanggal 20 Oktober 2019 sampai 24 Oktober 2019.

3.6 Metode Pengumpulan Data

Prosedur pengumpulan data pada studi kasus ini adalah sebagai berikut :

1. Mengenalkan kepada pasien tujuan pengumpulan data.

2. Meminta persetujuan secara lisan kepada pasien untuk pengumpulan data.

3. Melakukan pengumpulan data dengan cara :

1) Wawancara, mengguanakan lembar pengkajian yang disediakan

fakultas.
32

2) Observasi, proses pengumpulan data dan pelaksanaan asuhan

keperawatan halusinasi yang digunakan adalah lembar pengkajian

yang memuat hasil wawancara dan hasil observasi.

3) Studi dokumentasi, membaca catatan keperawatan dan medis klien.

3.7 Analisis Data dan Penyajian Data

Analisa data dilakukan saat pengkajian dilakukan hingga semua data

terkumpul. Data yang telah terkumpul selanjutnya dikelompokkan dan

dibandingkan dengan teori untuk menghasilkan masalah keperawatan yang timbul

pada klien.

3.8 Etika Studi Kasus

Etika yang mendasari penyusunan studi kasus, terdiri dari:

1. Informed Consent (persetujuan menjadi klien)

Perawat meminta persetujuan pada pasien secara lisan sebelum melakukan

pengumpulan data dan pengkajian.

2. Anonimity (tanpa nama)

Perawat menggunakan inisial menggantikan nama pasien agar privasi

pasien dapat terjaga.

3. Nonmaleficience

Perawat memastikan bahwa pasien tidak mendapatkan bahaya atau

ancaman karena dalam pengumpulan data dan pengkajian menggunakan


33

metode wawancara dan observasi serta implementasi yang diberikan aman

bagi klien, dengan meminta pengawasan dari para perawat yang bekerja.

4. Autonomy

Pasien setuju mau berpartisipasi dalam studi kasus ini setelah perawat

melakukan pendekatan dan telah menjelaskan tujuan dari dilakukannya

studi kasus dengan persetujuan lisan dari klien.

5. Beneficence

Perawat menjelaskan manfaat yang didapatkan oleh pasien jika dapat

dapat mengetahui dan mengontrol halusinasinya.

6. Justice

Perawat tidak membeda-bedakan pasien pada saat memberikan asuhan

keperawatan dan melakukan tindakan terapi aktivitas kelompok (TAK)

setiap pasien mendapatkan fasilitator.


BAB IV

TINJAUAN KASUS

Bab ini akan membahas tentang memberikan asuhan keperawatan pada

pasine secara langsung dengan proses keperawatan. Asuhan keperawatan yang

dimulai dari pengkajian, sampai akhirnya akan dilakukan evaluasi terhadap pasien

tentang tindakan keperawatan yang sudah diberikan.

4.1 Hasil Studi Kasus

Hasil studi kasus diperoleh dari data-data yang telah dikumpulkan melalui

wawancara dan observasi pada pasien gangguan persepsi sensori : halusinasi

pendengaran dengan resiko perilaku kekerasan.

4.1.1 Lokasi Studi Kasus

Studi kasus ini dilakukan di Ruang MerpatiRumah Sakit Jiwa Provinsi

Jawa Barat. Rumah sakit ini terletak di Jl. Cisarua - Pasur Calung, Jambudipa,

Cisarua, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat 40551 memiliki 12 ruang rawat

inap. Fasilitas yang ada di rumah sakit ini adalah pelayanan rawat jalan,

laboratorium, pelayanan rawat inap, instalasi gawat darurat, ruang NAPZA,

instalasi rehabilitasi. Ruang Merpati merupakan rawat inappasien tenang

perempuan dengan jumlah daya tampung 20 pasien.

4.1.2 Pengkajian

Pengkajian merupakan sarana sebagi pengumpulan data uantuk

mendapatkan informasi mengenai pasien dan masalah keperawatan yang

dibutuhkan pasien.

34
35

1.) Identitas Pasien

Nama : Ny. F

Umur : 24 Tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Alamat : Majalengka

Nomor Rekam Medik : 060375

Status : Sudah Menikah

Pendidikan : Tamatan SMP

Diagnosa Medis : Skizofrenia Paranoid

Ruang Rawat : Merpati

Tanggal Masuk : 1 Oktober 2019

Tanggal Pengkajian : 16 Oktober 2019

2.) Alasan Masuk

Enam hari sebelum masuk rumah sakit, keluarga mengatakan pasien

mengamuk karena keinginannya tidak dituruti, memecahkan kaca, memukul

kepala ayahnya, dan melempar barang. Keluarga juga mengatakan pasien suka

keluyuran, telanjang, mondar – mandir, berteriak, nafsu makan pasien menurun

serta tidak tidur selama tiga hari.Saat perawat mengkaji pasien, didapati pasien

berbicara dengan nada keras dan sering mendengar suara yang selalu menyuruh

dia untuk pulang dan jangan melakukan hal-hal yang memalukan.Pasien

mengatakan bahwa suara itu adalah suara pamannya dan suara itu terdengar saat

pasien sedang sendiri. Suara itu sering terdengar saat malam hari.
36

Faktor Predisposisi

1. Pernah mengalami gangguan jiwa masa lalu.

Pasien pernah mengalami gangguan jiwa 4 tahun silam, yaitu pada bulan

Juni tahun 2015 dan keluarga segera membawa pasien ke Rumah Sakit Jiwa

Provinsi Jawa Barat. Tidak data dalam rekam medis pasien mengenai keteraturan

pengobatan serta keterlambatan kontrol pengobatan.

2. Pengalaman traumatik masa lalu

Tabel 4.1 Faktor Predisposisi

Trauma Saksi Usia Pelaku Usia Korban Usia

Aniaya Fisik - - - - - -

Aniaya Seksual - - - - v 20

Penolakan - - - - - -

Kekerasan Dalam RT - - - - - -

Tindakan Kriminal - - - - - -

Penjelasan dari pasien dan keluarga bahwa pasien pernah mengalami

aniaya seksual oleh seorang laki - laki ketika berumur 20 tahun. Keluarga

mengatakan bahwa pasien sosok yang baik dan juga suka mengaji.

3. Anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa? Tidak ada

4. Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan: Pasien ditinggal pergi oleh

suaminya tanpa ada status hubungan yang jelas dan pasien pernah mengalami

keguguran.
37

3.) Pemeriksaan Fisik

1. Tanda-tanda vital:

Tekanan Darah = 120/80 mmHg

Nadi = 80x/m

Suhu = 36°C

Pernafasan = 20x/m

Ukuran : Berat Badan = 68 kg Tinggi Badan = 168 cm

Keluhan Fisik : Tidak ada

4.) Psikososial

1. Genogram.

Pasien adalah anak kedua dari 2 bersaudara, Ayah pasien berusia 55 tahun

bekerja sebagai seorang buruh pabrik, ibu pasien sekarang berusia 52

tahun. Ayah serta ibunya sudah lama berpisah akibat konflik diantara

kedua belah pihak keluarga, oleh karena itu semenjak kelas 2 smp pasien

dan kakaknya tinggal bersama ayahnya, ayahnya menjadi tulang punggung

keluarga, dan semua keputusan didalam keluarga ditentukan oleh ayahnya.

Pasien memiliki hubungan komunikasi yang baik dengan ayahnya dan

kakaknya.
38

Gambar 4.1 Genogram

Ket

= Laki – Laki

= Perempuan

= Bayi Keguguran

= Tinggal Serumah

= Pasien

= Berpisah/bercerai

2. Konsep Diri

1) Gambaran diri: Pasien menanggap tidak ada masalah dalam dirinya.

Pasien tidak memiliki masalah dengan bagian tubuh. Pasien paling

senang dengan rambutnya yang lurus dan hitam

2) Identitas diri: Pasien menyadari dirinya sebagai perempuan, dan

telahmenikah.

3) Peran: Sebelum pasien masuk ke RSJ, pasien mampu membantu

ayahnya di rumah, dan pasien mampu melaksanakan peran sebagai

perempuan.

4) Ideal diri: Pasien ingin cepat pulang dan beraktifitas seperti

sebelumnya.
39

5) Harga diri: Pasien percaya diri dalam bergaul.

6) Masalah Keperawatan: Tidak ada masalah keperawatan

3. Hubungan Sosial

1) Orang yang berarti:Ayah

2) Peran serta dalam kelompok: Pasien mengatakan, dia merupakan salah

satu anggota tim voli terbaik dikampungnya.

3) Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain: Pasien sering diam,

sering keluyuran di kampung dan malas berhubungan dengan orang lain

tanpa alasan.Pasien mengatakan jika dia sedang sendiri ada suara yang

berbisik kepadanya dan mengatakan padanya untuk pulang dan tidak

berbuat hal-hal yang memalukan, karena itu pasien merasa dirinya aneh

dan menolak untuk bergaul dengan orang lain.

4) Masalah Keperawatan: Halusinasi.

4. Spiritual

1) Nilai dan keyakinan: Pasien mengatakan bahwa dirinya beragama

Islam. Pasien yakin dengan Allah SWT dan selalu menunaikan ibadah

sholat 5 waktu.

2) Kegiatan ibadah: Sebelum dan setelah pasien mengalami gangguan

kejiwaan, pasien tidka pernah melewatkan ibadah sholat dan mengajak

teman-temannya untuk sholat.

3) Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah

5. Status mental
40

1) Penampilan: Penampilan pasien cukup rapih, pasien menggunakan

baju yang disediakan rumah sakit, pasien menggunakan baju dengan

benar, rambut tidak diikat namun tersisir rapih, tubuh pasien terlihat

bersih dan tidak bau.

Masalah Keperawatan: Tidak ada masalah.

2) Pembicaraan: Pasien dapat diajak berdiskusi serta kooperatif, ketika

perawat bertanya pasien mau untuk menjawab dengan baik. Nada

suara tinggi dan agak membentak, serta agak gagap.

Masalah Keperawatan: Resiko Perilaku Kekerasan.

3) Aktivitas Motorik: Pasien aktif dan suka berdiri diatas tempat tidur.

Tidak tremor, pasien selalu gelisah saat berbaring di tempat tidur,

serta suka bertepuk tangan.

Masalah Keperawatan: Resiko Perilaku Kekerasan.

4) Alam perasaan: Alam perasaan pasien berubah-ubah, kadang datar,

sedih, ataupun senang.

Masalah Keperawatan: Tidak ada masalah.

5) Afek: Labil. Kadang nampak datar dan kadang suka senyum-senyum

sendiri, pasien suka berteriak – teriak saat bernyanyi, melompat –

lompat dikasur, perasaan labil, mudah tersinggung dengan pasien lain

yang menggangu kesenangannya. Pasien sering berbicara sendiri,

mulut komat-kamit, dan juga terkadang teriak sendiri tanpa tau tanpa

penyebab yang jelas.

6) Masalah Keperawatan: Resiko Perilaku Kekerasan dan Halusinasi.


41

7) Interaksi selama wawancara: Pasien interaktif dan kooperatif. Ada

kontak mata, pasien tidak melotot, dan dapat menjawab sesuai

pertanyaan.

Masalah Keperawatan: Tidak ada masalah.

8) Persepsi Pendengaran:Pasien mengatakan jika dia sedang sendiri ada

suara yang berbisik kepadanya, yaitu suara pamannya yang

mengatakan padanya untuk pulang dan jangan berbuat hal-hal yang

memalukan

Masalah Keperawatan: Halusinasi pendengaran.

9) Proses pikir: Tidak ada pengulangan kata-kata. Namun jawaban

pasien sering berubah-ubah saat ditanyakan pertanyaan yang sama.

Masalah Keperawatan: Halusinasi.

10) Isi pikir: Pasien berulang-ulang mengatakan, jika dia malu berada di

RSJ, dia merasa dirinya tidak berguna dan apabila dia sudah boleh

pulang, dia akan berusaha untuk menjadi anak yang baik bagi kedua

orang tuanya serta berusaha menjadi istri yang baik bagi suaminya,

pasien tidak ingin orang-orang yang dia sayangi pergi.

Masalah Keperawatan: Halusinasi pendengaran.

11) Waham: Tidak ada.

Masalah Keperawatan: Tidak ada masalah keperawatan.

12) Tingkat kesadaran: Pasien dapat menyebutkan keberadaannya yaitu di

RSJ Cisarua. Pasien dapat mengenal perawat dan orang-orang

disekitarnya.
42

13) Disorientasi: Pasien tidak disorientasi. Pasien mengetahui hari,

tanggal, tahun, dan waktu saat ditanya.

Masalah Keperawatan: Tidak ada masalah.

14) Memori: Gangguan daya ingat sendiri. Daya ingat pasien kurang baik.

Pasien dapat menceritakan hal-hal yang ditanyakan, namun ada

beberapa pertanyaan yang tidak dapat dijawab oleh pasien karena

pasien tidak mengetahuinya.

Masalah Keperawatan: Gangguan daya ingat jangka panjang.

15) Tingkat konsentrasi dan berhitung: Pasien mampu berkonsentrasi

dengan cara menjawab beberapa pertanyaan yang diajukan perawat

dan juga mampu berhitung perhitungan sederhan sederhana, seperti

penjumlahan dan pengurangan.

16) Kemampuan penilaian: Pasien dapat mengambil keputusan sederhana,

misalnya setelah lelah lalu tidur.

Masalah Keperawatan: Tidak ada masalah

17) Daya tilik diri: Pasien menyadari penyakitnya, ingin cepat sembuh dan

pulang ke rumah.

Masalah Keperawatan: Tidak ada masalah

6. Kebutuhan Persiapan Pulang

1.) Makan: Pasien mampu makan secara mandiri tiga kali sehari. Pasien

makan apa saja yang disediakan rumah sakit dan selalu

menghabiskannya. Setelah pasien selesai makan, pasien langsung


43

mencuci tangan serta meletakan piring kotor yang telah dipakainya ke

tempatnya.

2.) BAB/BAK :Pasien mampu BAB dan BAK secara mandiri di WC,

frekuensi BAK 4-5 kali sehari.

3.) Mandi :Pasien mampu mandi secara mandiri satu kali setiap pagi,

namun ada sedikit aroma kurang sedap yang tercium dari tubuh pasien

karena pasien kadang tidak mengganti baju.

4.) Berpakaian/berhias :Pasien berpenampilan kurang rapih, pasien selalu

menggunakan seragam yang diberikan rumah sakit, tapi pasien tidak

pernah menyisir rambutnya.

5.) Istirahat dan tidur

1. Durasi tidur siang : 13.00 s/d 16.00

2. Durasi tidur malam : 19.00 s/d 05.00

Kegiatan sebelum/sesudah tidur : berbincang-bincang dengan pasien

lain, atau merenung di tempat tidur. Pasien mengatakan tidak ada

masalah dengan pola tidurnya.

6.) Penggunaan obat : Perawatan lanjut: Ya

Perawatan pendukung: Ya

7.) Pemeliharaan kesehatan : Perawatan lanjut: Ya

Perawatan pendukung: Ya

8.) Kegiatan di dalam rumah:

1. Mempersiapkan makanan: Ya

2. Menjaga kerapihan rumah: Ya


44

3. Mencuci pakaian: Ya

4. Pengatur keuangan: Tidak

9.) Kegiatan di luar rumah:

1. Belanja: Tidak

2. Transportasi: Tidak

3. Lain-lain: Tidak

Masalah Keperawatan: Tidak ada masalah keperawatan.

5.) Mekanisme Koping

Tabel 4.2 Mekanisme Koping

Adaptif Ya Maladaptif Ya

Berbicara dengan orang lain Minum alkohol



Mampu menyelesaikan Reaksi lambat/berlebihan 
masalah
Tehnik relaksasi Bekerja berlebihan

Aktivitas konstruktif Menghindar

Olah raga  Mencederai diri

Lainnya: Mengaji  Lainnya

Penjelasan: Pasien mampu berbicara dengan orang lain dengan reaksi yang

lambat, juga pasien tetapi tidak suka memulai pembicaraan duluan. Pasien juga

dapat beraktivitas seperti olahraga dan mengaji.

6.) Masalah Psikososial dan Lingkungan

1. Masalah dengan dukungan kelompok (spesifik): Pasien mengatakan tidak

ada masalah dan pasien didukung oleh keluarga.


45

2. Masalah berhubungan dengan lingkungan (spesifik): mengganggu

kesenangan warga karena suka keluyuran.

3. Masalah dengan pendidikan (spesifik): Pasien hanya bersekolah sampai

bangku SMP. Pasein mengatakan tidak minat lanjut sekolah semenjak

ibunya pergi dari rumah.

4. Masalah dengan pekerjaan (spefisik): Pasien tidak bekerja, hanya

membantu ayah di rumah.

5. Masalah dengan perumahan (spesifik): Tidak ada masalah.

6. Masalah ekonomi (spesifik): Tidak ada masalah.

7. Masalah dengan pelayanan kesehatan: Tidak ada masalah.

8. Masalah lainnya (spesifik): Tidak ada masalah.

9. Masalah keperawatan: Tidak ada masalah keperawatan.

4.1.3 Pengobatan

Tabel 4.3 Dokumentasi Psikofarmasi Pasien


NO Nama/Dosis Tgl: Tgl: Tgl: Tgl: Tgl: Tgl: Tgl:
Obat 17- 18- 20- 21- 22- 23- 24-
102019 102019 102019 102019 102019 102019 102019

1 THP 2mg 3 x 
     
1 hari
2 HP 5mg 3 x 1 
     
hari
46

Tabel 4.4 Terapi Farmakologi

NO Nama Obat Indikasi Kontra Indikasi Efek Samping

1 Trihexyphenid Mengobati Hipersensitif terhadap Euforia


il (THP) 2mg ketakutan, obat, psikosis berat, berlebihan,
tremor, kejang, hipertropi prostat dan pusing,
penyakit obstruksi saluran cerna penurunan fungsi
parkinson, memori jangka
gangguan ekstra pendek,
piramidal karena kelemahan mata.
obat.

2 Haloperidol Skizofrenia, Penyakit hati, darah, Penurunan berat


(HP) 5mg hiperaktif epilepsi, kelainan badan, sakit
mengatasi jantung, febris, kepala, perut
agitasi, ketergantungan obat, susah BAK,
mengurangi penyakit susunan saraf tremor, gelisah,
halusinasi. pusat, gangguan mengences,
kesadaran, hidung
hipersensitivitas tersumbat.
terhadap obat ini.

4.1.4 Analisa Data

Tabel 4.5 Analisa Data

Masalah
Data Subjektif Data Objektif
Keperawatan
Pasien mengatakan jika dia
sedang sendiri ada suara yang Pasien sering berbicara
berbisik kepadanya dan sendiri, mulut komat- Halusinasi
mengatakan padanya untuk kamit, teriak sendiri tiba Pendengaran
pulang dan tidakberbuat hal-hal – tiba.
yang memalukan
Pasiensuka berteriak –
Keluarga pasien
teriak saat bernyanyi,
mengatakanpasien marah dan
melompat – lompat
merusak barang misalnya :
dikasur, perasaan labil, Resiko Perilaku
piring,gelas, jendela jika
mudah tersinggung Kekerasan
kemauannya tidak dipenuhi
dengan pasien lain yang
bahkan memukul ayahnya
menggangu
ketika ditegur
kesenangannya .
47

4.1.5 Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien adalah:

1. Halusinasi: Penglihatan

2. Resiko perilaku kekerasan.

4.1.6 Rencana Tindakan Keperawatan

Rencana tindakan keperawatan halusinasi penglihatan dan pendengaran

pada Ny. F dengan skizofrenia di ruang merpati Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa

Barat terlampir pada Tabel 4.6.


48

Tabel 4.6 Rencana Tindakan Keperawatan

Nama : Ny. F Umur : 24 Thn Ruang : Merpati No.RM : 060375

Perencanaan
No Diagnosa
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi Rasional
1. Gangguan sensori Setelah di berikan Setelah dilakukan SP 1 1. ungkapan dari pasie
persepsi : halusinasi tindakan asuhan pertemuan pasien mampu : 1. Bantu pasien mengenal tentang isi, waktu
pendengaran. keperawatan 1. Menyebutkan isi waktu, halusinasinya dengan terjadi, frekuensi,
selama 1 x 8 jam frekuensi, situasi cara mendiskusikan isi, situasi pencetus,
diharapkan pasien pencetus, dan perasaan waktu terjadi, menunjukan apa
mampu : 2. memperagakan cara frekuensi, situasi yang dibutuhkan dan
1. Mengenal mengontrol halusinasi pencetus, perasaan. dirasakan pasien.
halusinasinya 2. Latih mengontrol 2. tindakan
2. Mengontrol halusinasi dengan cara menghardik
halusinasinya menghardik : merupkan salah satu
3. Mengikuti a. Jelaskan cara upaya untuk
pengobatan menghardik menguntrol
secara optimal b. Peragakan cara halusinasi.
menghardik Syafrini, dkk (2015).
c. minta pasien
memperagakan ulang
d. pantau penerapan ini,
beri penguatan prilaku
pasien
e. masukan dalam jadwal
kegiatan pasien.
49

2. Gangguan sensori Setelah di berikan Seteleh di lakukan SP II 1. evaluasi akan


persepsi: halusinasi tindakan asuhan pertemuan pasien mampu: Evaluasi kegiatan yang lalu membantu
pendengaran. keperawatan 1. Menyebutkan kegiatan (SP I) merencanakan
selama 1 x 8 jam yang sudah dilakukan 1. latih berbicara atau tindakan selanjutnya
diharapkan pasien 2. Membuat jadwal bercakap-cakap dengan 2. bercakap-cakap
mampu : kegiatan sehari- hari orang lain saat dengan orang lain
1. Mengenal dan mampu halusinasinya muncul. merupkan salah satu
halusinasinya memperagakan 2. masukan dalam jadwal cara mengontrol
2. Mengontrol kegiatan harian pasien. halusinasi
halusinasinya 3. memasukan
3. Mengikuti kegiatan bercakap-
pengobatan cakap kedalam
secara optima jadwal halian pasien
membantu
mempercepat pasien
mengontrol
halusinasinya.
Syafrini, dkk (2015).
50

3. Gangguan sensori Setelah di berikan Setelah pertemuan pasien SP III 1. evaluasi akan
persepsi : halusinasi tindakan asuhan mampu : mengevaluasi kegiatan membantu untuk
penglihatan dan keperawatan 1. Menyebutkan kegiatan yang lalu (SP I dan II) merencanakan
pendengaran. selama 1 x 8 jam yang sudah dilakukan dengan menayakan apa tindakan
diharapkan pasien 2. Membuat jadwal yang sudah dilakukan selanjutnya
mampu : kegiatan dam seperti latihan bercakap- 2. melakukan sebuah
1. Mengenal melakukan setiap hari cakap. kegiatan rutin
halusinasinya dan mempu 1. latih kegiatan agar dapat membantu
2. Mengontrol memperagakan halusinasi tidak muncul pasien lupa akan
halusinasinya 2. jelaskan aktivitas halusinasinya
3. Mengikuti teratur dapat mengatasi 3. melakukan
pengobatan halusinasi kegiatan yang
secara 3. dikusikan aktivitas biasa dilalukan
optimal. yang biasa pasien pasien merupakan
lakukan sebelum salah satu
masuk RS tindakan yang
4. latih pasien dapat
melakuakan aktivitas mengendalikan
5. susun jadwal aktivitas halusinasi.
sehari-hari (dari Syafrini, dkk (2015).
bangun pagi sampai
tidur malam)
6. pantau pelaksanan
jadwal kegiatan,
berikan penguatan
terhadap prilaku yang
positif.
51

4. Gangguan sensori Setelah di berikan Setelah dilakuakan SP IV 1. evaluasi akan


persepsi : halusinasi tindakan asuhan pertemuan pasien mampu : Evaluasi kegitan yang lalu membantu
pendengaran. keperawatan 1. Meyebutkan kegiatan (SP I, II, dan III) merencanakan
selama 1 x 8 jam uang sudah dilakukan 1. tanyakan program tndakan
diharapkan pasien 2. Memyebutkan manfaat pengobatan selanjutnya
mampu : dari program 2. jelaskan pentingnya 2. mengguankan
1. Mengenal pengobatan. penggunaan obat pada obat secara teratur
halusinasinya gangguan jiwa merupakan salah
2. Mengontrol 3. jelaskan dampak obat satu cara tindakan
halusinasinya bila tidak digunakan yang dapat
3. Mengikuti sesuai program d. mengendalikan
pengobatan jelaskan cara halusinasi.
secara optimal. mendapatkan obat atau Syafrini, dkk (2015).
berobat
4. jelaskan pengobatan
(5B)
5. latih pasien minum
obat
6. masukan dalam jadwal
harian pasien.
52

4.1.7 Implementasi dan Evaluasi

Implementasi pada Ny.F dengan gangguan sensori presepsi sensori :

halusinasi penglihatan terlihat pada tabel 4.7 Implementasi dan evalusi.

Tabel 4.7 Impelementasi dan Evaluasi

Tanggal Implementasi Evaluasi


17/10/19 - Mendiskusikan isi, frekwensi, 11.10 WIB
08.10 waktu, situasi pencetus, dan
respon saat terjadi halusinasi S:
- Melatih cara mengontrol “Saya mendengar
halusinasi, dengan cara ada bisikan di telinga
menghardik seperti menutup saya”
telinga bila mendengar bisikan “Tapi saya tidak
dan mengatakan dalam hati melihat siapa – siapa
“pergi kau suara palsu aku tidak saat saya sendiri,
mau dengar”, dan mengontrol atau saat saya
halusinasi bila mendengar suara dikamar mandi
yang menyuruhnya pulang, waktunya tiba –
dilakukan dengan menutup mata tiba.”
dan mengatakan “pergi kau saya
tidak mau dengar kau, kau tidak O:
nyata”. Pasien mampu
menceritakan isi,
frekwensi, waktu,
situasi pencetus, dan
perasaan saat terjadi
halusinasi.

A:
SP I yang yang
diberikan belum
tercapai pasien
belum dapat
mengontrol
halusinasinya. Pasien
masih takut bila
halusinasinya timbul.
Masalah belum
teratasi.
53

P:
Latihan terus
menghardik sesuai
jadwal.

Tanggal Implementasi Evaluasi


18/10/19 - Mengevaluasi kegiatan yang 11.30 WIB
8.10 lalu (SP I) dengan menanyakan
kembali isi halusinasinya yang S:
kemarin sudah dibahas. “lupa-lupa ingat ”
- Melatih kembali cara “yakinkan dalam hati
mengontrol halusinasi dengan bahwa suara dan
cara menghardik bayangan itu tidak
nyata” “pergi kamu
suara tidak jelas”

O:
Pasien bisa
memperagakan cara
menghardik.

A:
Tujuan tercapai
pasien mampu
memperagakan cara
menghardik, lanjut
SP 2.
Masalah Teratasi.

P:
Latihan mengontrol
halusinasi dengan
menghardik.

Tanggal Implementasi Evaluasi


20/10/19 - Mengevaluasi kegiatan yang 10.00 WIB
08.10 lalu (SP I) dengan menanyakan
kembali apa isi halusinasinya. S:
- Melatih cara mengontrol “saya ingat, harus
halusinasi dengan cara yakinkan dalam hati
bercakap-cakap dengan orang itu tidak nyata”
lain. “sus…tolong saya,
saya mendengar suara
itu lagi temani saya
54

ngobrol”

O:
Pasien
memperagakan cara
mengontrol halusinasi
dengan bercakap-
cakap.

A:
Pasien belum mampu
memperagakan cara
mengontrol halusinasi
dengan bercakap-
cakap.
Masalah belum
teratasi.

P:
Terus latihan
bercakap- cakap.

Tanggal Implementasi Evaluasi


21/10/19 - Mengevaluasi kegiatan kemarin 17.00 WIB
08.10 (SP II) dengan menanyakan
cara atau tahapan bercakap- S:
cakap yang sudah di ajarkan. “tadi ada suara yang
- Melatih kembali cara ku dengar terus saya
mengontrol halusinasi dengan ajak teman saya
cara bercakap- cakap dengan bicara dengan saya”
orang lain.
O:
Pasien
memperagakan cara
mengontrol halusinasi
dengan bercakap-
cakap dengan orang
lain.

A:
Tujuan tercapai
pasien dapat
memperagakan cara
mengontrol halusinasi
dengan bercakap-
55

cakap, lanjut SP 3.
Masalah teratasi.

P:
Latihan cara
melakuakan aktivitas
yang biasa di
lakukan.

Tanggal Implementasi Evaluasi


22/10/19 - Mengevaluasi kegiatan yang 13.00 WIB
08.10 lalu (SP I dan II) dengan
menayakan tentang isi S:
halusinasi dan cara bercakap- “saya masih ingat
cakap bila halusinasi muncul. atuh tentang
- Melatih kegiatan agar halusinasi menghardik sama
tidak muncul lagi dengan bercakap-cakap untuk
membereskan tempat tidur mengontrol
setiap pagi. halusinasi” “iya nanti
saya latih lagi di
rumah sakit”

O:
Pasien
memperagakan cara
membereskan tempat
tidur.

A:
Tujuan tercapai
pasien dapat
membereskan tempat
tidur.
Masalah teratasi.

P:
Latihan kembali
untuk membereskan
tempat tidurnya setiap
pagi dan aktivitas
lainnya.
56

Tanggal Implementasi Evaluasi


23/10/19 - Mengevaluasi kegiatan 10.20 WIB
8.10 sebelumnya (SP I dan II) serta
SP III yang belum hapal dengan S:
mendiskusikan ulang tentang “saya masih ingat
SP yang sudah diberikan. tentang cara
- Melatih kegiatan agar menghardik
halusinasi tidak muncul dengan halusinasi dengan
membereskan tempat tidur istigfar dan bercakap-
setiap pagi, meyapu ataupun cakap” “saya di
baca buku. rumah suka beres-
- Memasukan dalam jadwal beres rumah,
harian kegiatan pasien merapikantempat
tidur, dan cuci piring,
sapu rumah” “iya
saya akan terus
lakukan kegiatan di
RS”

O:
Pasien dapat
mendemontrasikan
cara membereskan
tempat tidur.

A : Tujuan tercapai
pasien sudah mampu
melakukan aktivitas
membereskan tempat
tidur setiap bagi yang
sudah diajarkan,
Lanjut SP IV
Masalah teratasi.

P:
Latihan melakukan
kegiatan yang biasa
dilakuakan seperti
bereskan tempat tidur
sesuai jadwal
kegiatan pasien.
57

Tanggal Implementasi Evaluasi


24/10/19 - Evaluasi kegiatan sebeumnya 11.20 WIB
08.10 (SP I, II, dan III) dengan
menanyakan kembali isi S:
halusinasi, cara percakap-cakap “saya tidak tahu sama
bila halusinasi muncul dan bingung obat yang
melakuakan kegiatan halian saya minum itu obat
seperti membereskan tempat apa”
tidut setiap pagi.
- Menanyakan pentingnya O:
penggunaan obat padagangguan Pasien mampu
jiwa. mengingat dan dapat
- Menanyakan program mendemontrasikan
pengobatan. mengontrol halusinasi
- Menjelaskan akibat bila tidak dengan menghardik,
sesuai program. bercakap-cakap, dan
- Menjelaskan bila putus obat. - melakukan kegiatan.
Menjelaskan cara mendapatkan
obat/berobat. A:
- Menjelaskan pengobatan (5B). Tujuan belum
tercapai pasiem masih
belum paham betul
tantang guna dari obat
yang diminum.
Masalah belum
teratasi.

P:
Latihan minum obat
dengan benar dan
teratur sesuai jadwal.

Tanggal Implementasi Evaluasi


25/10/19 - Evaluasi kegiantan sebeumnya 13.30WIB
08.10 (SP I, II, dan III) dengan
menanyakan kembali isi S:
halusinasi, cara percakap-cakap “saya tau mana-mana
bila halusinasi muncul dan obat saya” “saya mau
melakuakan kegiatan halian minum obat”
seperti membereskan tempat
tidut setiap pagi. O:
- Menanyakan pentingnya Pasien mampu
penggunaan obat padagangguan mengingat dan
jiwa. mampu
- Menanyakan program mendemontrasikan
58

pengobatan. cara- cara mengontrol


- Menjelaskan akibat bila tidak halusinasi dengan car
sesuai program. amenghardik,
- Menjelaskan akibat bila putus bercakap-cakap, dan
obat. melakukan kegiatan.
- Menjelaskan cara mendapatkan Pasien tahu guna
obat/berobat. pengobatan/obat yang
- Menjelaskan pengobatan (5B). di minum.

A:
Tujuan tercapai
pasian dapat
melakukan semua SP.
Masalah teratasi.

P :.
Latihan minum obat
dengan benar sesuai
jadwal. Pasien
mampu melakukan
aktivitas sesuai
jadwal.

4.2 Pembahasan

Penulis melakukan asuhan keperawatan pada Ny.F dengan halusinasi

penglihatan yang di laksanakan di ruang Merpati Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa

Barat selama 6 hari (tanggal 17 Oktober 2019 – 18 Oktober 2019 dan 20 Oktober

2019 – 24Oktober 2019), membahas tahapan proses keperawatan yang terdiri dari

pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi

keperawatan.

4.2.1 Pengkajian

Yosep dan Sutini (2014) mengatakan bahwa pengumpulan data dilakukan

dengan cara wawancara, obeservasi, pemeriksaan fisik dan mempelajari data


59

penunjang (hasil pemeriksaan laboratorium dan uji diagnostik, serta mempelajari

catatan lain). Sumber data adalah pasien, keluarga atau orang terdekat, tim

kesehatan serta catatan lain. Pasien berpartisipasi dalam proses pengumpulan data.

Data yang dikumpulkan, difokuskan untuk mengidentifikasi status

kesehatan saat ini, status kesehatan masa lalu, status biologis (fisiologis), status

psikologi (pola koping), status sosiokultural, status spiritual, respon terhadap

terapi, harapan terhadap tingkat kesehatan yang optimal, dan respon masalah

potensial. Dalam pengumpulan data, penulis menggunakan metode wawancara

dengan Ny. F serta melakukan observasi langsung terhadap kemampuan dan

perilaku Ny. F.

Pengkajian pada Ny. F dilakukan sesuai dengan panduan yang ada, setelah

dilakukan pengkajian didapati yaitu, faktor predisposisi penyebab terjadinya

gangguan persepsi halusinasi pendengaran pada pasien yaitu; aniaya seksual yang

dialaminya tahun 2015 silam saat pasien berusia 20 tahun, pengalaman pasien saat

ditinggalkan oleh ibunya dan suaminya. Dan yang menjadi faktor pencetus

kekambuhan penyakit pasien yaitu pada saat keinginan pasien tidak dapat

terpenuhi dan keterlambatan kontrol ke rumah sakit. Setelah di lakukan observasi

perilaku, pasien di dapati dapat bercakap - cakap dengan pasien lain atau dengan

perawat apabila ada yang memotivasinya. Pada teori pasien dengan halusinasi,

pasien suka berbicara sendiri, dan sering menangis atau tertawa tiba-tiba tanpa

sebab, tetapi tidak dengan Ny. F.

Faktor pendukung yang didapatkan penulis selama melakukan pengkajian

adalah, pasien cukup kooperatif dan hubungan saling percaya antara perawat dan
60

pasien terbina dengan baik. Faktor penghambat yang didapatkan adalah pasien

terkadang menjawab pertanyaan yang sama dengan jawaban yang berbeda. Upaya

yang dilakukan penulis untuk mengatasi kendala di atas adalah penulis melakukan

validasi kepada perawat ruangan, melihat rekam medis.

4.2.2 Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien ada perbedaan dan

Persamaan antara teori dan praktek, berdasarkan hasil pengkajian pada pasien

terdapat halusinasi pendegaran dan resiko perilaku kekerasan . Hasil observasi

yang didapati bahwa; pasien labil, Kadang nampak datar dan kadang suka

senyum-senyum sendiri, pasien suka berteriak – teriak saat bernyanyi, melompat –

lompat dikasur, mudah tersinggung dengan pasien lain yang menggangu

kesenangannya. Pasien sering berbicara sendiri, mulut komat-kamit, dan juga

terkadang teriak sendiri tanpa ada penyebab yang jelas oleh karena itu diagnosa

keperawatan yang ditegakkan adalah halusinasi pendengaran dan resiko perilaku

kekerasan.

Nanda, (2015) mengatakan diagnosis keperawatan yang dapat ditetapkan

pada pasienskizofrenia dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi

pendengaran adalah berduka, keputuasaan, ketidakberdayaan, distress spiritual,

danresiko perilaku kekerasaan diri sendiri. Diagnosa yang diberikan pada pasien

yang dikelola dilihat berdasarkan faktor predisposisi dan presipitasi yang di alami

pasien.
61

4.2.3 Intervensi

Rencana keperawatan yang diberikan pada pasien Ny. F adalah pasien

dapat mengenal halusinasinya dari isi halusianasi sampai perasaan pasien saat

terjadi halusinasi, cara menghardik halusinasi dengan menyebutkan dalam hati

“pergi kau suara palsu aku tidak mau dengar” sambil tutup telinga, bercakap-

cakap bila halusinasi muncul pasien segera mencari orang untuk diajak bicara,

melakukan kegiatan pasien dianjurkan agar melakukan kegiatan seperti

membereskan tempat tidur setelah bangun tidur, minum obat secara teratur dan

mengetahui guna minum obat. Intervensi yang diberikan memiliki tujuan-tujuan

yang akan dijadikan titik hasil yang harus dicapai.

4.2.4 Implementasi

Implementasi yang diberikan penulis pada pasien Ny. F dengan diagnosa

keperawatan gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran adalah SP 1

menghardik halusinasi dengan cara tutup telinga dan katakana “pergi kau suara

palsu kau tidak nyata” yang dilakukan pada tanggal 17 Oktober 2019 pukul 10.15

WIB kemudian memberikan pasien reinforcement apabila berhasil

memperaktekan cara menghardik halusinasi.

Implementasi kedua yang dilakuakan pada tanggal 20 Oktober 2019 pukul

08.15 WIB. Penulis terlebih dahulu melakukan validasi dan evaluasi mengenai

cara menghardik halusinasi yang sudah diajarkan setelah itu penulis melanjutkan

SP 2 yaitu mengajarkan cara mengontrol halusinasi dengan cara bercakap-cakap

dengan menemui orang lain untuk bercakap-cakap bila halusinasi mulai timbul
62

kemudian memberikan reinforcement positif pada pasien apabila berhasil

melakukan cara mengontrol halusinasi yang kedua.

Implementasi ketiga yang dilakukan pada tanggal 22 Oktober 2019 pukul

11.20 WIB adalah mengajarkan SP 3 yaitu melatih kegiatan yang sudah terjadwal.

Penulis terlebih dahulu melakukan validasi dan evaluasi SP 1 dan SP 2 kemudian

mulai mengajarkan pasien SP 3 melakukan kegiatan yang sudah terjadwal seperti

membereskan tempat tidur setiap bangun tidur. Penulis memberikan

reinforcement positif apabila pasien melakuakan kegiatan yang sudah

dijadwalkan.

Implementasi keempat dilakukan pada tanggal 23 Oktober 2019 pukul

09.00 WIB. Penulis seperti biasa menvalidasi dan mengevaluasi SP 1, SP 2 dan

SP 3 yang sudah diajarkan lalu pasien mengajarkan SP 4 yaitu minum obat secara

teratur dan benar kemudian apabila pasien berhasil menyebutkan obat-obat yang

harus diminum serta waktu unuk minum obat berikan reinforcement positif

kepada pasien.

Implementasi yang sudah diberikan pada pasien Ny. F dengan gangguan

persepsi sensori : halusinasi pendengaran pasien dapat melakuakan SP 1 sampai

dengan SP 4.

4.2.5 Evaluasi

Kasus yang dialami pasien Ny. F yang penulis dapatkan adalah pasien

dapat melakukan SP 1 dengan baik dan dapat mengontrol halusinasinya dengan

cara menghardik sehingga dapat dievaluasi dengan hasil masalah teratasi.


63

Pelaksanaan SP 2 juga pasien mampu bercakap-cakap apabila halusinasi mulai

muncul dan pasien berhasil melakukannya evaluasi yang didapati adalah masalah

teratasi. Pelaksanaan SP 3 dimana pasien melakukan kegiatan yang sudah

dijadwalkan dan pasien juga berhasil melakukan apa yang sudah diajarkan dan

hasil evalusai yang diterima adalah masalah teratasi. Pelaksanaan SP 4 pasien

mampu menggunakan obat secara teratur sehingga dapat dievaluasi masalah

teratasi. Evaluasi yang sudah didapatkan dari implementasi yang dilakukan

penulis terhadap pasien Ny. F dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi

penglihatan dan pendengaran didapati adanya kesamaan antara konsep dasar

dengan kasus yang dialami Ny. F dimana hasil evaluasi dibandingkan antara

respon pasien dengan tujuan khusus dan umum yang sudah ditentukan.
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini membahas kesimpulan yang ditemukan berdasarkan laporan kasus

mengenai asuhan keperawatan jiwa pada Ny. F dengan diagnosa medis

skizofrenia paranoid di Ruang Merpati Rumah Sakit Jiwa Propinsi Jawa Barat.

5.1 Kesimpulan

Kesimpulan dari karya ilmiah akhir ini adalah:

1. Pengkajian menemukan bahwa klien mendengar suara seseorang yang terus

menyuruhnya untuk pulang. klien punya riwayat mengamuk jika keinginan

nya tidak dipenuhi. Faktor predisposisi yang muncul adalah dari segi

psikologis, yaitu klien memiliki pengalaman masa lalu yang kurang baik yaitu

pernah mengalami aniaya seksual.Pengkajian pada Ny. F sesuai dengan teori yang

ada, namun ada beberapa kesenjangan yang terjadi yaitu, pada pengkajian faktor

penyebab terjadinya gangguan persepsi halusinasi pendengaran pada pasien, tidak

banyak faktor yang dapat mendukung terjadinya gangguan persepsi halusinasi

pada pasien, hanya satu faktor yaitu aniaya seksual yang dialaminya tahun 2015

saat pasien berusa 20 tahun. Pada observasi perilaku, pasien di dapati dapat

bercakap - cakap dengan pasien lain atau dengan perawat apabila ada yang

memotivasinya. Pada teori pasien dengan halusinasi, pasien suka berbicara

sendiri, dan sering menangis atau tertawa tiba-tiba tanpa sebab, tetapi tidak

dengan Ny. F. Faktor presipitasi selama pengkajian belum terlihat namun

berdasarkan data yang didapat melalui rekam medis kekambuhan penyakit pasien

64
65

disebabkan oleh karena keinginannya tidak dipenuhi oleh ayahnya dan

keterlambatan kontrol merupakan salah satu pemicu terjadinya kekambuhan.

2. Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien ada perbedaan dan

Persamaan antara teori dan praktek, berdasarkan hasil pengkajian pada pasien

terdapat halusinasi pendegaran dan resiko perilaku kekerasan . Hasil observasi

yang didapati bahwa; pasien labil, Kadang nampak datar dan kadang suka

senyum-senyum sendiri, pasien suka berteriak – teriak saat bernyanyi,

melompat – lompat dikasur, mudah tersinggung dengan pasien lain yang

menggangu kesenangannya. Pasien sering berbicara sendiri, mulut komat-

kamit, dan juga terkadang teriak sendiri tanpa ada penyebab yang jelas oleh

karena itu diagnosa keperawatan yang ditegakkan adalah halusinasi

pendengaran dan resiko perilaku kekerasan.

3. Intervensi keperawatan yang diberikan pada pasien Ny. F adalah pasien dapat

mengenal halusinasinya dari isi halusianasi sampai perasaan pasien saat terjadi

halusinasi, cara menghardik halusinasi dengan menyebutkan dalam hati “pergi

kau suara palsu aku tidak mau dengar” sambil tutup telinga, bercakap-cakap

bila halusinasi muncul pasien segera mencari orang untuk diajak bicara,

melakukan kegiatan pasien dianjurkan agar melakukan kegiatan seperti

membereskan tempat tidur setelah bangun tidur, minum obat secara teratur

dan mengetahui guna minum obat. Intervensi yang diberikan memiliki tujuan-

tujuan yang akan dijadikan titik hasil yang harus dicapai.

4. Implementasi keperawatan lainnya yaitu melatih pasien untuk berpikir positif

dan mengembangkan harapan positif. Dengan berpikir positif diharapkan


66

dapat memberikan pengurangan terhadap pemikiran yang negatif tentang

dirinya harga diri rendah, mampu mengambil keputusan dalam mencapai

tujuan yang realistis dalam hidupnya serta mampu mengontrol emosional

sehingga tidak terjadi risiko perlaku kekerasan. Mahasiswa memberikan

pemahaman tentang pemikiran positif dalam kehidupannya dengan

pengembangan tatanan harapan positif dalam realita kehidupan yang akan

dijalaninya nanti. Implementasi yang sudah diberikan pada pasien Ny. F

dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran pasien dapat

melakuakan SP 1 sampai dengan SP 4.

5. Kasus yang dialami pasien Ny. F yang penulis dapatkan adalah pasien dapat

melakukan SP 1 dengan baik dan dapat mengontrol halusinasinya dengan cara

menghardik sehingga dapat dievaluasi dengan hasil masalah teratasi.

Pelaksanaan SP 2 juga pasien mampu bercakap-cakap apabila halusinasi mulai

muncul dan pasien berhasil melakukannya evaluasi yang didapati adalah

masalah teratasi. Pelaksanaan SP 3 dimana pasien melakukan kegiatan yang

sudah dijadwalkan dan pasien juga berhasil melakukan apa yang sudah

diajarkan dan hasil evalusai yang diterima adalah masalah teratasi.

Pelaksanaan SP 4 pasien mampu menggunakan obat secara teratur sehingga

dapat dievaluasi masalah teratasi. Evaluasi yang sudah didapatkan dari

implementasi yang dilakukan penulis terhadap pasien Ny. F dengan gangguan

persepsi sensori : halusinasi penglihatan dan pendengaran didapati adanya

kesamaan antara konsep dasar dengan kasus yang dialami Ny. F dimana hasil
67

evaluasi dibandingkan antara respon pasien dengan tujuan khusus dan umum

yang sudah ditentukan.

5.2 Saran

Saran yang dapat diberikan terkait temuan pada karya ilmiah akhir ini

diberikan kepada berbagai pihak sebagai berikut.

1. Perawat dan tim kesehatan lainnya; untuk memperhatikan dan meningkatkan

pelayanan asuhan keperawatan terhadap klien dengan skizofrenia paranoid,

seperti mengawasi pasien dengan baik, selalu mengajak pasien bicara, tidak

acuh dengan pasien, sehinggadapat membina rasa saling percaya antara

pasien dan perawat sehingga proses keperawatan berjalan dengan baik.

2. Bidang penelitian; agar hasil karya ilmiah akhir ini dapat dijadikan referensi

terkait tindakan keperawatan dalam membantu menangani masalah

skizofrenia pada klien.


68

DAFTAR PUSTAKA

American Psychiatric Association. (2013). Diagnostic and Statistical Manual of


Mental Disorders, (5th eds.). Washington, DC:American Psychiatric
Association.
Citraningrum, D. F. (2016). Asuhan Keperawatan Jiwa Dengan Gangguan Persepsi
Sensori Halusinasi: Pendengaran Pada Tn. S di Wisma Abiyasa RSJ. Pfor.
Dr. Soeroyo Magelang. Pekalongan. Stikes Muhammdiyah Pekajangan. (KTI)
Damaiyanti, M. dan Iskandar. (2012). Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung: PT
Refika Aditama.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2016). Peran Keluarga Dukung
Kesehatan Jiwa Masyarakat.
Halter, M. J. (2018). Varcarolis’ Foundation of Psychiatric-Mental Health Nursing:
A Clinical Approach. St. Louis, Missouri: Elsevier.
Handayani, L; Febriani; Rahmadani, A & Saufi, A. (2015). Humanitas. Faktor Risiko
Kejadian Sjizofrenia Di Rumah Sakit Jiwa Grhasia Daerah Istimewa
Yogyakarta, 13(2), 140-145.
Hartono, Y., & Kusumawati, F. (2010). Buku ajar keperawatan jiwa. Jakarta:
Salemba Medika.
Hidayah, N. I. (2018). Gambaran Post Traumatic Stress Disorder Korban Bencana
Tanah Longsor Di Dusun Jemblung Kabupaten Banjarnegara (Doctoral
Dissertation, Universitas Muhammadiyah Purwokerto).
Intansari, N. P. (2016). Keefektifan Penambahan Terapi Omega-3 Pasien Skizofrenia
Kronis Untuk Memperbaiki Skor PANSS di RSJD dr. Arif Zainudin Surakarta.
1(1), 39-57.
Keltner, N. L dan Steele, D. (2015). Psychiatric Nursing. St. Louis, Missouri:
Elsevier.
Laporan Nasional Riset Kesehatan Dasar. (2018) Kementrian Kesehatan RI Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 223 – 225.
Maramis. (2009). Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Edisi 2. Surabaya: Airlangga.
Media Indonesia. (2019) Orang – Orang Dengan Gagguan Jiwa Di Jawa Barat.
Indonesia. [Online] Avaliable:
https://mediaindonesia.com/read/detail/216435-268-orang-dengan-gangguan-
jiwa-di-jawa-barat [30 April 2020]
Natinal Institute of Mental Health NIMH. (2018). Prevalence of mental ilness by
disorder. [Online]. Avalible:
https://www.nimh.nih.gov/health/statistics/schizophrenia.shtml. diperoleh
tanggal [30 April 2020]
National Alliance on Mental Illness (NAMI). (2020). Schizophrenia. United States.
[Online]. Available: https://www.nami.org/Press-Media/In-The-
News/2019/Push-is-on-to-Reclassify-Schizophrenia-as-a-Neurologic-Disease
[30 April 2020]
69

North American Nursing Diagnosis Asssosiation NANDA. (2015) Skizofrenia, Jld 3,


hal 137-142.
Nurarif, A.H. dan Kusuma,H. (2015) .Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc. Jilid 3. Jogjakarta: Mediaction Jogja.
Prabowo, B.T.A.K. (2017). Hubungan Gejala Positif-Negatif Gangguan Skizofrenia
Pada Anak Remaja dengan Tingkat Depresi Pada Orangtua Penderita di
RSJD DR.Amino Gondohutomo Provinsi Jawa Tengah. Semarang. Fakultas
Kedokteran Universitas Muhamadiyah. (Skripsi)
Rahayu, D. R. (2016). Asuhan Keperawatan Pada Ny.S Dengan Gangguan Sensori
Persepsi Halusinasi Pendengaran di Ruang Bima Rumah Sakit Umum Daerah
Banyumas. Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhhamadiyah Purwokerto.
1, 8.
Republik Indonesia. (2014). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun
2014 Tentang Kesehatan Jiwa. Jakarta: Sekertaris Negara. [Hukum]
Riani, B. R. (2017). Hubungan Persepsi Diri, Sosial dan Keluarga Dengan Kesepian
Pada Klien Skizofrenia Di Unit Pelayanan Jiwa A (UPJA) RSJ. Prof. HB.
Saanin Padang (Doctoral dissertation, Universitas Andalas).
Sudarmono, S., Afni, N., Andri, M., & Rafiudin, R. (2018). Faktor Risiko Kejadian
Skizofrenia Di Rumah Sakit Madani Palu. Jurnal Kolaboratif Sains, 1(1).
Suryani. (2015). A Critical Review of Symptom Management of Auditory
Hallucinations in Patient with Schizophrenia. 3(3), 151.
Syafrini, R. O., Keliat, B. A., & Putri, Y. S. E. (2015). Efektivitas Implementasi
Asuhan Keperawatan Dalam Mpkp Jiwa Terhadap Kemampuan Klien. Jurnal
Ners, 10(1), 175-182.
Widianti, E., Keliat, B. A., & Wardhani, I. Y. (2017). Aplikasi Terapi Spesialis
Keperawatan Jiwa pada Pasien Skizofrenia dengan Harga Diri Rendah Kronis
di RSMM Jawa Barat. Jurnal Pendidikan Keperawatan Indonesia, 3(1), 83-
99.
Yosep, H. I. dan Sutini, T. (2014). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Bandung: PT
Refika Aditama.
70

CURICULUM VITAE

Biodata

Nama : Sinaga BJ Ghio Vega Romastin

Tempat, tanggal Lahir : Blora, 09 September 1998

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Kristen (Advent)

Status : Belum Nikah

Alamat : Kp. Lubang Buaya

Rt/Rw : 003/007

Kel/Desa : Cijengkol

Kecamatan : Setu

Kota : Bekasi

Provinsi : Jawa Barat

Pendidikan

2004 – 2010 : SDN Pengasinan 04

2010 – 2013 : SMPN 04 Tambun Selatan

2013 – 2016 : Sekolah Lanjutan Advent Purwodadi (Slapur)

2017 – 2020 : Universitas Advent Indonesia

Pengalaman Bekerja

2016 – 2017 : Student Labor Departement Ground

2018 : Student Association Literature Evangelist

2019 : Caregiver di PT. Kanopi Indonesia


71

Berorganisasi

2016 – 2017 : Anggota Master Guide Club UNAI

2017 – 2018 : Anggota Choir Nursing Jubilee

2018 : Anggota Choir Witnessing Sound

2020 : Panitia Fieldtrip FIK 2020

Anda mungkin juga menyukai