Anda di halaman 1dari 31

REVIEW JURNAL

(TERAPI DALAM PENINGKATAN STATUS GIZI PADA PASIEN SIROSIS HEPATITIS)

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 4

1. Afni Anggraini (11194561920116)

2. Desi (11194561920123)

3. Elsiyani (11194561920128)

4. Febby Natalia Dano (11194561920132)

5. Lenny Priyanti (11194561920138)

6. Muhammad Malik Pajar (11194561920146)

7. Megawati Tasya

8. Noor Mahmudianti (11194561920149)

9. Rainy Maulida Putri (11194561920152)

10. Syarifa Rini (11194561920160)

11. Tya Ayu Widyasari (11194561920162)

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

FAKULTAS KESEHATAN

UNIVERSITAS SARI MULIA

BANJARMASIN

2020
1. ISI

REVIEW JURNAL

Penulis Resa Nirmala Jona, Arlies Zenitha Victoria


Tahun Terbit 2020
Judul Terapi Dalam Peningkatan Status Gizi Pada Pasien Sirosis
Hepatitis
Lembaga penerbit Program Studi D-3 Kepeerawatan STIKES Telogorejo Semarang
Volume, nomer & Vol 5, No.1.2020
Halaman
Tanggal terbit -
Reviewer (mahasiswa- 1. Afni Anggraini (11194561920116)
npm)
2. Desi (11194561920123)

3. Elsiyani (11194561920128)

4. Febby Natalia Dano (11194561920132)

5. Lenny Priyanti (11194561920138)

6. Muhammad Malik Pajar (11194561920146)

7. Megawati Tasya

8. Noor Mahmudianti (11194561920149)

9. Rainy Maulida Putri (11194561920152)

10. Syarifa Rini (11194561920160)

11. Tya Ayu Widyasari (11194561920162)


1. Pendahuluan
a. Latar Belakang Sirosis hepatis merupakan tahap akhir penyakit hati dan menjadi
penyebab ketujuh kematian di dunia. Sebanyak 25.000 orang
meninggal per-tahun akibat sirosis hepatis (Suratun & Lusianah,
2010). Malnutrisi sering terjadi pada pasien dengan penyakit hati,
prevalensi yang didapatkan yaitu 50% -90% di antara pasien
sirosis (Cheung, Lee, & Raman, 2012).Malnutrisi menyebabkan
kelainan sensori-motor dan pengecilan otot yang bervariasi pada
tiap tahapannya.Kepatuhan pasien dalam pemenuhan nutrisi yang
tepat sangat diperlukan untuk meningkatkan status nutrisi,
sehingga diperlukan perubahan perilaku (changes behavior). Salah
satu jenis terapi dengan menggunakan pendekatan perilaku untuk
mengatasi masalah ketidakpatuhan adalah Cognitive Behavior
Therapy (CBT), merupakan salah satu bentuk psikoterapi yang
mengubah pikiran negatif menjadi pikiran positif (Meichenbaum,
2009). Keunggulan dari terapi ini adalah menggali kemampuan
seseorang untuk bereaksi secara adaptif dalam menghadapi
masalah atau situasi sulit dalam setiap fase hidupnya (Beck,
2006).
b. Alasan untuk meningkatkan status nutrisi pada pasien yang terdiagnosa
sirosis hepatis menggunakan terapi cognitive behavior therapy
(CBT).
c. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Efektivitas Cognitive
Behavior Therapy (CBT) dalam meningkatkan status gizi pada
pasien sirosis hepatis.
d. Teori & hasil Kepatuhan pasien dalam pemenuhan nutrisi yang tepat sangat
penelitian diperlukan untuk dapat meningkatkan status gizi pasien, sehingga
sebelumnya diperlukan perubahan perilaku (changes behavior). Salah satu
jenis terapi dengan menggunakan pendekatan perilaku untuk
mengatasi masalah ketidakpatuhan adalah Cognitive Behavior
Therapy (CBT), yang merupakan salah satu bentuk psikoterapi
yang mengubah pikiran negatif menjadi pikiran positif.
1. Usia
hasil penelitian Jeffrey yang menyatakan bahwa jumlah
penderita sirosis hepatis terbanyak pada usia >40 tahun
(Jeffrey T. Parsons, Sarit A. Golub, Elana Rosof, &
Catherine Holder, 2009).
2. Pendidikan
hasil penelitian yang dilakukan oleh Corral F. bahwa,
dilaporkan bahwa insiden sirosis hati per 100.000 pria
adalah 88,3% di antara pria tanpa pendidikan, 52,6% di
antara mereka yang memiliki pendidikan dasar, 28,8% di
antara pria dengan pendidikan menengah, dan 14,9% di
antara mereka dengan pendidikan universitas (Corral,
Cueva, & Yépez, 2001).
Pendidikan
3. Pekerjaan
Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Mutia yang
menyebutkan bahwa responden yang terbanyak adalah
pekerja swasta. Hal ini dapat disebabkan karena
kemungkinan adanya paparan penyakit di tempat kerja.
Penyebab sirosis hati terbanyak adalah riwayat penyakit
hepatitis. Penyebab yang lain yaitu alkohol, diabetes
mellitus, kardiaksirosis, dan sirosis hati non B-non C
(Mutia, 2017).
4. Jenis Kelamin
hasil penelitian yang dilakukan oleh Tambunan bahwa
bahwa jumlah responden terbanyak berjenis kelamin laki-
laki dibandingkan perempuan, dengan perbandingan 2,3 : 1
(Tambunan et al., 2015).
5. Metodelogi
penelitian
a. Subjek penelitian
Subjek pada penelitian ini adalah pasien yang mengalami serosis
hepatis yang mengalami rawat jalan yang terdiri dari 68
responden.
b. Teknik Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian Quasy
Experiment (eksperimen semu).
c. Pengumpulan data Pada penelitian ini pengumpulan data dilakukan
denganpendekatan Pre and post test control group design.

d. Alat pengumpulan Alat pengumpulan data pada jurnal ini menggunaakan metode non
data
probability sampling dengan cara purposive sampling.

e. Prosedur Penelitian dimulai dengan pengambilan sampel pada pasien sirosis


penelitian
hepatis yang mengalami rawat jalan. Jumlah sampel yang
dibutuhkan untuk penelitian ini adalah 68 responden dengan
distribusi 34 untuk kelompok intervensi dan 34 untuk kelompok
kontrol. Pada penelitian ini responden akan dibagi dalam dua
kelompok, yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.
Kelompok intervensi diberikan Cognitive Behavior Tehrapy (CBT),
dan kelompok kontrol tidak diberikan perlakuan (usual care).Teknik
pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode
non probability sampling dengan cara purposive sampling. Adapun
yang termasuk kriteria inklusi pada penelitian ini adalah pasien
sirosis hepatis dengan kriteria child pugh A dan B, pasien sirosis
hepatis di ruang rawat jalan yang bertempat tinggal di wilayah
semarang (untuk kelompok intervensi), pasien berusia 17 – 55
tahun, pasien dapat berkomunikasi, pasien tidak mengalami
gangguan pendengaran, pasien bersedia menjadi responden dan
kriteria eksklusinya adalah tidak mengikuti sesi CBT secara
lengkap.
f. Analisis data Normalitas data diuji menggunakan Shapiro wilk, dilanjutkan
dengan uji beda menggunakan Paired T Test.
6. Hasil dan
Pembahasan
a. Hasil Berdasarkan hasil uji kesetaraan karakteristik responden yang
meliputi usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan dan pekerjaan pada
kelompok intervensi dan kelompok kontrol menunjukkan adanya
homogenitas, dengan nilai (p>0,005).
b. Pembahasan 1. Usia Berdasarkan data usia responden, distribusi data pada
kelompok intervensidan kelompok kontrol sebagian besar
responden berusia 46-55 tahun. Pada kelompok kontrol
sebanyak 61,8% dan kelompok intervensi sebanyak 58,8%. Hal
ini sesuai dengan hasil penelitian Jeffrey yang menyatakan
bahwa jumlah penderita sirosis hepatis terbanyak pada usia
>40 tahun (Jeffrey T. Parsons, Sarit A. Golub, Elana Rosof, &
Catherine Holder, 2009). Hasil Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) juga menunjukkan bahwa data karakteristik
prevalensi sirosis hepatis tertinggi terdapat pada kelompok
umur 45-54 dan 65-74 tahun (Kementrian Kesehatan, 2014).
Penderita sirosis hati semakinbanyak dijumpai seiring dengan
bertambahnya usia. Sirosis hati adalah penyakit hati kronis
atau menahun. Progresi dari kerusakan sel hati menuju sirosis
dapat muncul dalam beberapa minggu sampai dengan
bertahun-tahun. Oleh karena itu, infeksi virus yang terjadi di
masa muda dapat menunjukkan manifestasi sebagai sirosis
hati pada dekade yang lebih lanjut (Tambunan, Mulyadi, &
Ibnu, 2015).
2. Pendidikan Berdasarkan karakteristik pendidikan responden,
distribusi data pada kelompok intervensi jumlah responden
paling banyak adalah berpendidikan sekolah dasar. Hal ini
sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Corral F.
bahwa, dilaporkan bahwa insiden sirosis hati per 100.000 pria
adalah 88,3% di antara pria tanpa pendidikan, 52,6% di antara
mereka yang memiliki pendidikan dasar, 28,8% di antara pria
dengan pendidikan menengah, dan 14,9% di antara mereka
dengan pendidikan universitas (Corral, Cueva, & Yépez,
2001).Pendidikan seseorang akan mempengaruhi pola pikir
kognitif dikarenakan dipengaruhi oleh faktor informasi yang
didapatkan selama masa pendidikan dan pengalaman yang
dialami seseorang. Sesorang dengan pendidikan tinggi
biasanya cenderung memiliki pemahaman yang lebih baik
tentang penyakit dalam hal penyebab, pilihan pengobatan dan
prognosis (Suwistianisa & Huda, 2015).
3. Pekerjaan Berdasarkan karakteristik pekerjaan, sebagian besar
responden bekerja sebagai wiraswasta dan pekerja swasta.
Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Mutia yang menyebutkan
bahwa responden yang terbanyak adalah pekerja swasta. Hal
ini dapat disebabkan karena kemungkinan adanya paparan
penyakit di tempat kerja. Penyebab sirosis hati terbanyak
adalah riwayat penyakit hepatitis. Penyebab yang lain yaitu
alkohol, diabetes mellitus, kardiaksirosis, dan sirosis hati non
B-non C (Mutia, 2017).
4. Jenis Kelamin Berdasarkan karakteristik jenis kelamin,
sebagian responden berjenis kelamin laki-laki dengan jumlah
22 responden (64,7%) pada kelompok intervensi dan 24
responden (70,6%) pada kelompok kontrol. Hal ini sesuai
dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Tambunan bahwa
bahwa jumlah responden terbanyak berjenis kelamin laki-laki
dibandingkan perempuan, dengan perbandingan 2,3 : 1
(Tambunan et al., 2015). Kecenderungan ini belum diketahui
secara pasti penyebabnya. Laki-laki lebih banyak menderita
sirosis hati kemungkinan karena mereka lebih seringterpapar
dengan sejumlah agen penyebab sirosis hati, seperti virus
hepatitis dan alkohol. Selain itu juga dapat dikarenakan
minimnya penggunaan sumber-sumber layanan kesehatan,
sehingga mereka yang menderita sirosis hati kurang terdeteksi
dan tidak terlaporkan (Mutia, 2017).

Perbedaan status gizi sebelum dan sesudah diberikan


Cognitive Behavior Therapy (CBT) pada kelompokintervensi
dan kelompok kontrol
Hasil uji beda status gizi responden menunjukkan bahwa
terdapat perbedaan status gizi yang signifikan pada kelompok
intervensi saat pre test dan post test, dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa status gizi pada kelompok intervensi naik
secara signifikan setelah diberikan CBT, sedangkan pada
kelompok kontrol menunjukkan bahwa tidak terdapat
perbedaan status gizi saat pre test dan post test. Dapat
disimpulkan bahwa status gizi pada kelompok kontrol tidak
bermakna setelah diberikan usual care di Rumah Sakit. Setiap
individu membutuhkan asupan zat gizi yang berbeda antar
individu, hal ini tergantung pada usia orang tersebut, jenis
kelamin, aktivitas tubuh dalam sehari, berat badan, dan
lainnya. Status gizi seseorang tergantung dari asupan gizi dan
kebutuhannya, jika antara asupan gizi dengan kebutuhan
tubuhnya seimbang, maka akan menghasilkan status gizi yang
baik (Harjatmo, Par’i, & Wiyono, 2017) Salah satu aspek
Cognitive Behavior Therapy (CBT) adalah merubah pola pikir
negatif menjadi positif sehingga perilaku maladaptif yang timbul
akibat pola pikir yang salah juga akan berubah menjadi perilaku
yang adaptif (Beck, 2006). Seseorang yang patuh akan diet
yang telah dianjurkan, akan berdampak pada peningkatan atau
perbaikan status gizi (Cahyati, 2015).

Efektifitas Cognitive Behavior Therapy (CBT) terhadap status


gizi pada kelompok intervensi dan kelompok control
Untuk mengetahui besar pengaruh (effect size) CBT terhadap
status gizi pada kelompok intervensi maka dilakukan
penghitungan effect size. Penghitungan besar pengaruh CBT
tersebut menggunakan rumus Cohen’s sebagai berikut: 𝑆𝑔𝑎𝑏 =
√ (𝑛1 − 1)𝑆1 2 + (𝑛2 − 1)𝑆2 2 𝑛1 + 𝑛2 − 2 𝑆𝑔𝑎𝑏 = √ (34 −
1)7,4202 + (34 − 1)6,9422 34 + 34 − 2 = 7,58 𝑑 = 𝑋1 − 𝑋2
𝑆𝑔𝑎𝑏𝑑 = 38,74 − 32,85 7,58 = 0,7 Keterangan: 𝑑 = nilai effect
size 𝑆𝑔𝑎𝑏 = standar deviasi gabungan 𝑋1 = rerata kelompok
intervensi 𝑋2 = rerata kelompok kontrol 𝑛1 = besar sampel
kelompok intervensi 𝑛2 = besar sampel kelompok kontrol 𝑆1 =
standar deviasi kelompok intervensi 𝑆2 = standar deviasi
kelompok kontrol Perhitungan di atas menunjukkan nilai effect
size CBT terhadap kepatuhan diet yaitu sebesar 0,7.
Berdasarkan kriteria nilaiCohen’s, nilai (0,5-0,8) memiliki besar
efek yang sedang. Dapat diartikan bahwa CBT memiliki efek
yang sedang dalam meningkatkan status gizi pada pasien
sirosis hepatis sebanyak 43%. Nilai besar efek ini belum
memiliki nilai tinggi dalam meningkatkan status gizi pada
pasien sirosis hepatis. Hal ini dapat disebabkan kurang
lamanya waktu evaluasi perubahan status gizi setelah
diberikan CBT. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
Mutia, menyebutkan bahwa untuk mengetahui perubahan
status gizi seseorang dibutuhkan waktu antara 1-3 bulan
(Mutia, 2017). Akan tetapi, CBT menunjukkan dampak yang
positif dalam meningkatkan skor kekuatan genggam tangan
(handgrip strength) pada kelompok intervensi.
CognitiveBehavioral Therapy (CBT) sebagai psikoterapi yang
berfokus pada masalah dibuat untuk mengurangi gejala dan
membangun kepercayaan bahwa seseorang memiliki kontrol
pikiran, kepercayaan, perilaku dan keterampilan untuk
membantu pasien selama terapi diet. Peran CBT dalam terapi
diet sirosis memberikan dampak positif, sehingga dapat
meningkatkan atau memperbaiki status gizi pada pasien yang
akan menjalani perawatan (Sulistyowati, Respati, & Nasrudin,
2016). Proses terjadinya dampak positif setelah CBT pada
pasien sirosis hepatis pada penelitian ini hanya dapat dilihat
secara fisik yaitu dari peningkatan status gizi yang dapat dilihat
dari meningkatkan kekuatan genggam tangan (handgrip
strength), akan tetapi penelitian belum dapat hasil perubahan
status gizi dalam istilah biomolekuler. Pada penelitian ini, selain
diberikan CBT, responden juga diberikan edukasi mengenai
diet yang tepat untuk penderita sirosis hepatis. Pengetahuan
merupakan modal awal bagi terbentuknya sikap yang akhirnya
akan mengarah pada niat akan melakukan perbuatan atau
bertindak. Berdasarkan pernyataan tersebut, maka yang harus
dilakukan pertama kali adalah memperbaiki pengetahuan
pasien sehingga menumbuhkan keyakinan pada pasien yang
akhirnya akan menimbulkan sikap yang baik. Seseorang
dengan keyakinan yang baik akan keberhasilan terapi yang
dijalani, maka akan meningkatkan kepatuhan pasien dalam
menjalani terapi yang dilakukan (Ilmah, 2015). Seseorang yang
patuh akan diet yang telah dianjurkan, akan berdampak pada
peningkatan atau perbaikan status gizi. Hal ini sesuai dengan
penelitian Cahyati bahwa ada hubungan kepatuhan diet
dengan peningkatan status gizi (Cahyati, 2015).

7. Kesimpulan,
keterbatasan saran
dan rekomendasi
a. Kesimpulan Kepatuhan dalam menjalankan diet yang tepat akan dapat
meningkatkan status gizi seseorang. Untuk meningkatkan
kepatuhan, perlu dilakukan perubahan perilaku negative menjadi
positif dengan mengubah pikiran negative menjadi positif pula.
Cognitive Behavior Therapy (CBT) efektif dalam meningkatkan
status gizi pada pasien sirosis hepatis, dengan memiliki besar efek
0,7 (efek sedang). Selain diberikan CBT, peneliti juga memberikan
edukasi mengenai diet yang tepat untuk penderita sirosis hepatis,
yang mana pengetahuan merupakan modal awal bagi
terbentuknya sikap yang akhirnya akan mengarah pada niat untuk
melakukan perubahan sikap. Hal ini perlu ditindak lanjuti oleh pihak
rumah sakit bahwa CBT dan edukasi dapat menjadi salah satu
tindakan keperawatan untuk meningkatkan status gizi pasien
khususnya pasien sirosis hepatis.
b. Keterbatasan 1. Berdasarkan karakteristik jenis kelamin, kecenderungan ini
belum diketahui secara pasti penyebabnya. Laki-laki lebih
banyak menderita sirosis hati kemungkinan karena mereka
lebih sering.
2. Selain itu juga dapat dikarenakan minimnya penggunaan
sumber-sumber layanan kesehatan, sehingga mereka yang
menderita sirosis hati kurang terdeteksi dan tidak terlaporkan
(Mutia, 2017).
3. Nilai besar efek ini belum memiliki nilai tinggi dalam
meningkatkan status gizi pada pasien sirosis hepatis. Hal ini
dapat disebabkan kurang lamanya waktu evaluasi perubahan
status gizi setelah diberikan CBT. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Mutia, menyebutkan bahwa untuk mengetahui
perubahan status gizi seseorang dibutuhkan waktu antara 1-3
bulan (Mutia, 2017).
4. Proses terjadinya dampak positif setelah CBT pada pasien
sirosis hepatis pada penelitian ini hanya dapat dilihat secara
fisik yaitu dari peningkatan status gizi yang dapat dilihat dari
meningkatkan kekuatan genggam tangan (handgrip strength),
akan tetapi penelitian belum dapat hasil perubahan status gizi
dalam istilah biomolekuler.

c. Saran Di dalam jurnal tidak terdapat saran


d. Rekomendasi Cognitive Behavioral Therapy (CBT)sebagai psikoterapi yang
berfokus padamasalah dibuat untuk mengurangi gejala
danmembangun kepercayaan bahwa seseorangmemiliki kontrol
pikiran, kepercayaan,perilaku dan keterampilan untuk
membantupasien selama terapi diet. Peran CBT dalamterapi diet
sirosis memberikan dampak positif,sehingga dapat meningkatkan
ataumemperbaiki status gizi pada pasien yangakan menjalani
perawatan (Sulistyowati,Respati, & Nasrudin, 2016). Dan Pada
penelitian ini, selain diberikan CBT, responden juga diberikan
edukasi mengenai diet yang tepat untuk penderita sirosis hepatis.
8. Kekuatan dan
Kelemahan jurnal
oleh reviewer
a. Kekuatan 1. Memaparkan secara jelas dan lengkap mulai dari pendahuluan
metode, hasil, sampai kesimpulan
2. Penulisan jurnal ini teratur dan sesuai dengan kaidah
pembuatan penulisan jurnal.
3. Kata yang digunakan dalam jurnal ini bersifat baku dan sesuai
dengan Kamus EYD Bahasa Indonesia.
b. Kelemahan 1. Peneliti tidak menuliskan alasan penelitian secara jelas
2. Peneliti menggunakan sumber jurnal lebih dari 5 tahun
kebawah dan sumber buku lebih dari 10 tahun ke bawah
3. Peneliti tidak menuliskan nomor halaman pada jurnal

(JURNAL)

hubungan kepatuhan diet dengan peningkatan status gizi (Cahyati, 2015)

Jurnal Medika Karya Ilmiah Kesehatan


Vol 5, No.1. 2020

ISSN : 2654-945X (Online), 2541-4615 (Print)

Journal homepage : http://jurnal.itkeswhs.ac.id/index.php/medika

TERAPI DALAM MENINGKATKAN STATUS GIZI PADA PASIEN SIROSIS


HEPATIS

Resa Nirmala Jona1, Arlies Zenitha Victoria2

Program Studi D-3 Keperawatan STIKES Telogorejo Semarang

Email: resa@stikestelogorejo.ac.id

ABSTRAK

Malnutrisi merupakan komplikasi yang terkenal pada pasien dengan sirosis hepatis.
Penurunan nilai kekuatan genggam berhubungan dengan malnutrisi dan dianggap sebagai
parameter terpercaya yang mencerminkan hilangnya massa otot. Kepatuhan pasien dalam
pemenuhan nutrisi yang tepat sangat diperlukan untuk sapat meningkatkan status gizi
pasien, sehingga diperlukan perubahan perilaku (changes behavior). Salah satu jenis terapi
dengan menggunakan pendekatan perilaku untuk mengatasi masalah ketidakpatuhan adalah
Cognitive Behavior Therapy (CBT), yang merupakan salah satu bentuk psikoterapi yang
mengubah pikiran negatif menjadi pikiran positif. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui Efektivitas Cognitive Behavior Therapy (CBT) dalam meningkatkan status gizi
pada pasien sirosis hepatis. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian quasi
eksperimental pada pasien sirosis hepatis dengan kriteria child pugh A dan B, pemilihan
sampel dengan cara purposive sampling dan dibagi dalam kelompok intervensi 34
responden dan kelompok kontrol 34 responden. Normalitas data diuji menggunakan Shapiro
wilk, dilanjutkan dengan uji beda menggunakan Paired T Test. Didapatkan nilai pre-post
pada kelompok intervensi p=0,000. Pengukuran efektivitas dihitung dengan rumus menurut
Cohen’s. Didapatkan nilai Effect Size (ES) CBT terhadap status gizi adalah 0,7 (efek
sedang). Simpulan dari peneliian ini Cognitive Behavior Therapy (CBT) efektif dalam
meningkatkan status gizi pada pasien sirosis hepatis.

Kata Kunci : Terapi, Status Gizi, Sirosis Hepatis

PENDAHULUAN 738.000 pasien meninggal akibat sirosis


hepatis (Kementrian Kesehatan, 2014).
WHO memperkirakan lebih 2 milyar
Sirosis hepatis menjadi penyebab penduduk dunia telah terinfeksi virus
ketujuh kematian di dunia. Sebanyak 25.000 hepatitis B, dimana 378 juta atau 4,8%
orang meninggal per-tahun akibat sirosis terinfeksi yang bersifat carier kronis
hepatis (Suratun & Lusianah, 2010). World dengan angka kematian 620,000 jiwa
Health Organization (WHO) mengemukakan setiap tahun. Lebih dari 4,5 juta kasus
bahwa pada tahun 2011 tercatat sebanyak infeksi baru virus hepatitis B terjadi setiap
tahun, dan satu per empat dari kejadian
kasus tersebut berkembang menjadi
*Corresponding Author : penyakit hati sirosis hepatis dan karsinoma

Resa Nirmala Jona hepatoseluler primer (Kementrian


Kesehatan, 2014; Ott, Stevens, Groeger, &
Program Studi D-3 Keperawatan Wiersma, 2012).

STIKES Telogorejo Semarang Sirosis hepatis merupakan tahap akhir


Email: resa@stikestelogorejo.ac.id penyakit hati (Suratun & Lusianah, 2010).
Malnutrisi sering terjadi pada pasien dengan
penyakit hati, prevalensi yang didapatkan
yaitu 50% -90% di antara pasien sirosis
(Cheung, Lee, & Raman, 2012). Malnutrisi
menyebabkan kelainan sensori-motor dan
pengecilan otot yang bervariasi pada tiap
tahapannya. Kekuatan genggam diakui
Jurnal Medika Karya Ilmiah Kesehatan

Vol 5, No.1. 2020

ISSN : 2654-945X (Online), 2541-4615 (Print)

Journal homepage : http://jurnal.itkeswhs.ac.id/index.php/medika

sebagai alat yang berguna untuk Penelitian ini menggunakan


mengevaluasi kekuatan otot serta rancangan penelitian Quasy Experiment
disarankan (eksperimen semu) dengan pendekatan
Pre and post test control group design.
sebagai metode untuk mendeteksi Pada penelitian ini responden akan dibagi
kekurangan gizi di bidang klinik. Kekuatan dalam dua kelompok, yaitu kelompok
genggaman adalah salah satu cara untuk eksperimen dan kelompok kontrol.
Kelompok intervensi
menilai kapasitas fungsional, suatu
pengukuran kekuatan otot tangan dan
lengan yang dinyatakan dalam kilogram atau *Corresponding Author :
newton sesuai dengan kekuatan memeras
atau menjepit dengan alat handgrip Resa Nirmala Jona
dynamometer. Penurunan nilai kekuatan
genggam berhubungan dengan malnutrisi
Program Studi D-3 Keperawatan
dan dianggap sebagai parameter terpercaya
yang mencerminkan hilangnya massa otot
(Silva et al., 2015). STIKES Telogorejo Semarang

Email: resa@stikestelogorejo.ac.id
Kepatuhan pasien dalam pemenuhan
nutrisi yang tepat sangat diperlukan untuk
meningkatkan status nutrisi, sehingga
diperlukan perubahan perilaku (changes
behavior). Salah satu jenis terapi dengan
menggunakan pendekatan perilaku untuk
mengatasi masalah ketidakpatuhan adalah

Cognitive Behavior Therapy (CBT),


merupakan salah satu bentuk psikoterapi
yang mengubah pikiran negatif menjadi
pikiran positif (Meichenbaum, 2009).
Keunggulan dari terapi ini adalah menggali
kemampuan seseorang untuk bereaksi
secara adaptif dalam menghadapi masalah
atau situasi sulit dalam setiap fase hidupnya
(Beck, 2006).

Tujuan dari penelitian ini adalah


untuk mengetahui efektifitas Cognitive
Behavior Therapy (CBT) terhadap status gizi
pada pasien sirosis hepatis.

METODE PENELITIAN
diberikan Cognitive Behavior Tehrapy (CBT),
dan kelompok kontrol tidak diberikan perlakuan
(usual care).

Populasi dalam penelitian ini adalah


semua pasien sirosis hepatis yang mengalami
rawat jalan. Jumlah sampel yang dibutuhkan
untuk penelitian ini adalah 68 respponden
dengan distribusi 34 untuk kelompok intervensi
dan 34 untuk kelompok kontrol. Teknik
pengambilan sampel dalam penelitian ini
menggunakan metode non probability sampling
dengan cara purposive sampling.

Adapun yang termasuk kriteria inklusi


pada penelitian ini adalah pasien sirosis hepatis
dengan kriteria child pugh A dan B, pasien
sirosis hepatis di ruang rawat jalan yang
bertempat tinggal di wilayah semarang (untuk
kelompok intervensi), pasien berusia 17 – 55
tahun, pasien dapat berkomunikasi,

pasien tidak mengalami gangguan


pendengaran, pasien bersedia menjadi
responden dan kriteria eksklusinya adalah tidak
mengikuti sesi CBT secara lengkap.

Penelitian ini menggunakan uji Paired


T-Test untuk membandingkan nilai pre-test dan
post test pada masing-masing kelompok.
Penilaian status gizi dengan mengukur
kekuatan genggam tangan, menggunakan alat
handgrip dynamometer dan lembar observasi.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil uji kesetaraan


karakteristik responden yang meliputi usia,
jenis kelamin, tingkat pendidikan dan pekerjaan
pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol
menunjukkan adanya homogenitas, dengan
nilai (p>0,005).

1. Usia

Berdasarkan data usia responden,


distribusi data pada kelompok intervensi
Jurnal Medika Karya Ilmiah Kesehatan

Vol 5, No.1. 2020

ISSN : 2654-945X (Online), 2541-4615 (Print)

Journal homepage : http://jurnal.itkeswhs.ac.id/index.php/medika

dan kelompok kontrol sebagian besar di antara pria dengan pendidikan


responden berusia 46-55 tahun. Pada menengah, dan 14,9% di antara
kelompok kontrol sebanyak 61,8% dan mereka dengan pendidikan universitas
kelompok intervensi sebanyak 58,8%. (Corral, Cueva, & Yépez, 2001).

Hal ini sesuai dengan hasil *Corresponding Author :


penelitian Jeffrey yang menyatakan
bahwa jumlah penderita sirosis hepatis
Resa Nirmala Jona
terbanyak pada usia >40 tahun (Jeffrey
T. Parsons, Sarit A. Golub, Elana Rosof,
& Catherine Holder, 2009). Hasil Riset Program Studi D-3 Keperawatan
Kesehatan Dasar (Riskesdas) juga
menunjukkan bahwa data karakteristik
STIKES Telogorejo Semarang
prevalensi sirosis hepatis tertinggi
terdapat pada kelompok umur 45-54 dan Email: resa@stikestelogorejo.ac.id
65-74 tahun (Kementrian Kesehatan,
2014).

Penderita sirosis hati semakin


banyak dijumpai seiring dengan
bertambahnya usia. Sirosis hati adalah
penyakit hati kronis atau menahun.
Progresi dari kerusakan sel hati menuju
sirosis dapat muncul dalam beberapa
minggu sampai dengan bertahun-tahun.
Oleh karena itu, infeksi virus yang

terjadi di masa muda dapat menunjukkan


manifestasi sebagai sirosis hati pada
dekade yang lebih lanjut (Tambunan,
Mulyadi, & Ibnu, 2015).

2. Pendidikan

Berdasarkan karakteristik pendidi-


kan responden, distribusi data pada
kelompok intervensi jumlah responden
paling banyak adalah berpendidikan
sekolah dasar. Hal ini sesuai dengan
hasil penelitian yang dilakukan oleh
Corral F. bahwa, dilaporkan bahwa
insiden sirosis hati per 100.000 pria
adalah 88,3% di antara pria tanpa
pendidikan, 52,6% di antara mereka
yang memiliki pendidikan dasar, 28,8%
Kecenderungan ini belum diketahui
secara pasti penyebabnya. Laki-laki lebih
banyak menderita sirosis hati
kemungkinan karena mereka lebih sering
Pendidikan seseorang akan
mempengaruhi pola pikir kognitif
dikarenakan dipengaruhi oleh faktor
informasi yang didapatkan selama masa
pendidikan dan pengalaman yang dialami
seseorang. Sesorang dengan pendidikan
tinggi biasanya cenderung memiliki
pemahaman yang lebih baik tentang
penyakit dalam hal penyebab, pilihan
pengobatan dan prognosis (Suwistianisa

& Huda, 2015).

3. Pekerjaan

Berdasarkan karakteristik pekerjaan,


sebagian besar responden bekerja sebagai
wiraswasta dan pekerja swasta. Hal ini
sesuai dengan hasil penelitian Mutia yang
menyebutkan bahwa responden yang
terbanyak adalah pekerja swasta. Hal ini
dapat disebabkan karena kemungkinan
adanya paparan penyakit di tempat kerja.
Penyebab sirosis hati terbanyak adalah
riwayat penyakit hepatitis. Penyebab yang
lain

yaitu alkohol, diabetes mellitus,


kardiaksirosis, dan sirosis hati non B-non

C (Mutia, 2017).

4. Jenis Kelamin

Berdasarkan karakteristik jenis


kelamin, sebagian responden berjenis
kelamin laki-laki dengan jumlah 22
responden (64,7%) pada kelompok
intervensi dan 24 responden (70,6%) pada
kelompok kontrol. Hal ini sesuai dengan
hasil penelitian yang dilakukan oleh
Tambunan bahwa bahwa jumlah responden
terbanyak berjenis kelamin

laki-laki dibandingkan perempuan, dengan


perbandingan 2,3 : 1 (Tambunan et al.,
2015).
Jurnal Medika Karya Ilmiah Kesehatan

Vol 5, No.1. 2020

ISSN : 2654-945X (Online), 2541-4615 (Print)

Journal homepage : http://jurnal.itkeswhs.ac.id/index.php/medika

terpapar dengan sejumlah agen negatif menjadi positif sehingga perilaku


penyebab sirosis hati, seperti virus maladaptif yang timbul akibat pola pikir
hepatitis dan alkohol. Selain itu juga yang salah juga akan berubah menjadi
dapat dikarenakan minimnya perilaku yang adaptif (Beck, 2006).
penggunaan sumber-sumber layanan Seseorang yang patuh akan diet yang
kesehatan, sehingga mereka yang telah dianjurkan, akan
menderita sirosis hati kurang terdeteksi
dan tidak terlaporkan (Mutia, 2017).
*Corresponding Author :

Resa Nirmala Jona

Perbedaan status gizi sebelum dan Program Studi D-3 Keperawatan


sesudah diberikan Cognitive Behavior
Therapy (CBT) pada kelompok intervensi STIKES Telogorejo Semarang
dan kelompok kontrol
Email: resa@stikestelogorejo.ac.id
Hasil uji beda status gizi responden
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan
status gizi yang signifikan pada kelompok
intervensi saat pre test dan post test, dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa status
gizi pada kelompok intervensi naik secara
signifikan setelah diberikan CBT, sedangkan
pada kelompok kontrol menunjukkan bahwa
tidak terdapat perbedaan status gizi saat pre
test dan post test. Dapat disimpulkan bahwa
status gizi pada kelompok kontrol tidak
bermakna setelah diberikan usual care di
Rumah Sakit.

Setiap individu membutuhkan asupan zat


gizi yang berbeda antar individu, hal ini
tergantung pada usia orang tersebut, jenis
kelamin, aktivitas tubuh dalam sehari, berat
badan, dan lainnya. Status gizi seseorang

tergantung dari asupan gizi dan


kebutuhannya, jika antara asupan gizi
dengan kebutuhan tubuhnya seimbang,
maka akan menghasilkan status gizi yang
baik (Harjatmo, Par’i, & Wiyono, 2017)

Salah satu aspek Cognitive Behavior


Therapy (CBT) adalah merubah pola pikir
intervensi

berdampak pada peningkatan atau perbaikan 2 = besar sampel kelompok


status gizi (Cahyati, 2015).
kontrol

1 = standar deviasi kelompok


Efektifitas Cognitive Behavior Therapy
(CBT) terhadap status gizi pada kelompok intervensi
intervensi dan kelompok control
2 = standar deviasi kelompok

Untuk mengetahui besar pengaruh kontrol


(effect size) CBT terhadap status gizi pada
kelompok intervensi maka dilakukan
penghitungan effect size. Penghitungan besar
Perhitungan di atas menunjukkan nilai
pengaruh CBT tersebut menggunakan rumus
effect size CBT terhadap kepatuhan diet
Cohen’s sebagai berikut:
yaitu sebesar 0,7. Berdasarkan kriteria nilai

2 2
( 1 − 1) + ( 2 − 1)
=√ 1 2

1+ 2−2

= √(34 − 1)7,4202 + (34 − 1)6,9422


34+34−2
= 7,58

1 − 2

38,74 −
32,85
=

7,58

= 0,7

Keterangan:

= nilai effect size

= standar deviasi gabungan

1 = rerata kelompok intervensi

2 = rerata kelompok kontrol

1 = besar sampel kelompok


Jurnal Medika Karya Ilmiah Kesehatan

Vol 5, No.1. 2020

ISSN : 2654-945X (Online), 2541-4615 (Print)

Journal homepage : http://jurnal.itkeswhs.ac.id/index.php/medika

Pada penelitian ini, selain diberikan CBT,


responden juga diberikan edukasi
mengenai diet yang tepat untuk penderita
sirosis hepatis. Pengetahuan merupakan
Cohen’s, nilai (0,5-0,8) memiliki besar efek
modal awal bagi terbentuknya sikap yang
yang sedang. Dapat diartikan bahwa CBT
akhirnya akan mengarah pada niat akan
memiliki efek yang sedang dalam
melakukan perbuatan atau bertindak.
meningkatkan status gizi pada pasien sirosis
Berdasarkan
hepatis sebanyak 43%.

Nilai besar efek ini belum memiliki nilai *Corresponding Author :


tinggi dalam meningkatkan status gizi pada
pasien sirosis hepatis. Hal ini dapat Resa Nirmala Jona
disebabkan kurang lamanya waktu evaluasi
perubahan status gizi setelah diberikan CBT.
Program Studi D-3 Keperawatan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh

STIKES Telogorejo Semarang


Mutia, menyebutkan bahwa untuk
mengetahui perubahan status gizi seseorang Email: resa@stikestelogorejo.ac.id
dibutuhkan waktu antara 1-3 bulan (Mutia,
2017). Akan tetapi, CBT menunjukkan
dampak yang positif dalam meningkatkan
skor kekuatan genggam tangan (handgrip
strength) pada kelompok intervensi.

Cognitive Behavioral Therapy (CBT)


sebagai psikoterapi yang berfokus pada
masalah dibuat untuk mengurangi gejala dan
membangun kepercayaan bahwa seseorang
memiliki kontrol pikiran, kepercayaan,
perilaku dan keterampilan untuk membantu
pasien selama terapi diet. Peran CBT dalam
terapi diet sirosis memberikan dampak
positif,

sehingga dapat meningkatkan atau


memperbaiki status gizi pada pasien yang
akan menjalani perawatan (Sulistyowati,
Respati, & Nasrudin, 2016). Proses
terjadinya dampak positif setelah CBT pada
pasien sirosis hepatis pada penelitian ini
hanya dapat dilihat secara fisik yaitu dari
peningkatan status gizi yang dapat dilihat
dari meningkatkan kekuatan genggam
tangan (handgrip strength), akan tetapi
penelitian belum dapat hasil perubahan
status gizi dalam istilah biomolekuler.
pernyataan tersebut, maka yang harus
dilakukan pertama kali adalah memperbaiki

pengetahuan pasien sehingga menumbuhkan


keyakinan pada pasien yang akhirnya akan
menimbulkan sikap yang baik. Seseorang
dengan keyakinan yang baik akan keberhasilan
terapi yang dijalani, maka akan meningkatkan
kepatuhan pasien dalam menjalani terapi yang
dilakukan (Ilmah, 2015). Seseorang yang patuh
akan diet yang telah dianjurkan, akan
berdampak pada peningkatan atau perbaikan
status gizi. Hal ini sesuai dengan penelitian
Cahya

SIMPULAN

Kepatuhan dalam menjalankan diet


yang tepat akan dapat meningkatkan status gizi
seseorang. Untuk meningkatkan kepatuhan,
perlu dilakukan perubahan perilaku negatif
menjadi positif dengan mengubah pikiran
negatif menjadi positif pula. Cognitive Behavior
Therapy (CBT) efektif dalam meningkatkan
status gizi pada pasien sirosis hepatis, dengan
memiliki besar efek 0,7 (efek sedang). Selain
diberikan CBT, peneliti juga memberikan
edukasi mengenai diet yang tepat untuk
penderita sirosis hepatis, yang mana
pengetahuan merupakan modal awal bagi
terbentuknya sikap yang akhirnya akan
mengarah pada niat untuk melakukan
perubahan sikap. Hal ini perlu ditindaklanjuti
oleh pihak rumah sakit bahwa CBT dan edukasi
dapat menjadi salah satu tindakan keperawatan
untuk meningkatkan status gizi pasien
khususnya pasien sirosis hepatis.

DAFTAR PUSTAKA

Beck, A. (2006). COGNITIVE BEHAVIORAL


THERAPY Arron Beck ".

Cahyati, S. M. W. (2015). Hubungan


Jurnal Medika Karya Ilmiah Kesehatan

Vol 5, No.1. 2020

ISSN : 2654-945X (Online), 2541-4615 (Print)

Journal homepage : http://jurnal.itkeswhs.ac.id/index.php/medika


Kepatuhan Diet dengan Status Gizi pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe II di
Dusun Karang Tengah Yogyakarta. Unisa Digital Library, 43.

Cheung, K., Lee, S. S., & Raman, M. (2012). Prevalence and Mechanisms of Malnutrition
in Patients With Advanced.
YJCGH, 10(2), 117–125. https://doi.org/10.1016/j.cgh.2011.08.01 6

Corral, F., Cueva, P., & Yépez, J. M. (2001). Limited education as a risk factor in cervical
cancer. Natl Tumor Regist Soc Struggl against Cancer (Registro Nac Tumores; Soc
Lucha contra el Cáncer-SOLCA). Quito; Ecuador, 30, 322.
Harjatmo, T. P., Par’i, H., & Wiyono, S.
(2017). Penilaian Status Gizi (Tahun
2017). Jakarta: Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia.

Ilmah, F. (2015). Kepatuhan Pasien Rawat Inap Dietdiabetes Mellitus berdasarkan


Teori kepatuhan Niven. Jurnal Administrasi Kesehatan Indonesia, 3(1).

Jeffrey T. Parsons, P., Sarit A. Golub, P., Elana Rosof, P., & Catherine Holder, B. (2009).
Motivational Interviewing and Cognitive-Behavioral Intervention to Improve HIV
Medication Adherence Among Hazardous Drinkers: A Randomized Controlled Trial,
46(4), 443–450.

Kementrian Kesehatan, R. (2014). infodatin-hepatitis.pdf.


Meichenbaum, D. (2009). COGNITIVE-
BEHAVIORAL THERAPY.

Mutia, D. F. B. (2017). Penatalaksanaan dan edukasi pasien sirosis hati dengan varises
esofagus. Intisari Sains Medis, 8, 19–23.
*Corresponding Author :
Resa Nirmala Jona
Program Studi D-3 Keperawatan
STIKES Telogorejo Semarang
Email: resa@stikestelogorejo.ac.id

Ott, J. J., Stevens, G. A., Groeger, J., & Wiersma, S. T. (2012). Global epidemiology of
hepatitis B virus infection : New estimates of age-specific HBsAg seroprevalence and
endemicity.
Vaccine, 30(12), 2212–2219. https://doi.org/10.1016/j.vaccine.2011.1 2.116

Silva, M., Gomes, S., Peixoto, A., Torres-ramalho, P., Cardoso, H., Azevedo, R.,
… Macedo, G. (2015). Nutrition in
Chronic Liver Disease. GE Jornal Português de Gastrenterologia, 22(6), 268–276.
https://doi.org/10.1016/j.jpge.2015.06.0 04

Sulistyowati, S., Respati, S., & Nasrudin, M. (2016). Effect of Cognitive Behavioral Therapy
for Serotonin Level, 52(3), 231– 234.
Suratun, & Lusianah. (2010). Asuhan
Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Gastrointestinal. Jakarta: Trans
Info Media.
Suwistianisa, R., & Huda, N. J. (2015).
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Tingkat Kepatuhan Diet Pada Pasien
Kanker Yang Dirawat Di RSUD Arifin
Achmad Provinsi Riau. JOM, 2, 2.

Tambunan, A., Mulyadi, Y., & Ibnu, K. M. (2015). Karakteristik pasien sirosis hepatis.
Journal FK Untan.
PPT

Anda mungkin juga menyukai