Anda di halaman 1dari 78

LAPORAN SEMINAR ASUHAN KEPENATAAN ANESTESI

PASIEN NY.F DENGAN MASALAH KEPENATAAN MULTIPLE NODUL


TIROID (MNT) TINDAKAN TOTAL TIROIDEKTOMY DENGAN
GENERAL ANESTESI DI RUANG IBS RSUD CINTA SUCI TABANAN

Oleh Kelompok 6 :
Deogradcya Almeyda Holly Queen, D.C 2014301057
I Wayan Yoga Pratama 2014301068
Ketut Debi Lestari 2014301074
Ni Putu Anandha Swari 2014301085
Rizky Nabillah Putra 2014301096
Serafim Greenleaf Tamtelahitu 2014301098
Vioni Vividiastrid Kumila 2014301100
Vivian Ingritdiastrid Kumila 2014301102

DI-V KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI TINGKAT I KELAS B


INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN BALI
TAHUN PELAJARAN 2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat dan
hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan laporan seminar “Asuhan Kepenataan Pasien Ny.F dengan
Masalah Kepenataan Multiple Nodul Tiroid (MNT) Tindakan Total Tiroidektomy dengan General
Anestesi di Ruang IBS RSUD Cinta Suci”
Laporan ini disusun guna memenuhi tugas dari Ibu. Ns Putu Atika Parati, S.Kep.,M.Kep. pada
mata kuliah Metodologi Keperawatan Anestesi di Institut Teknologi Dan Kesehatan Bali. Selain
itu, penulis juga berharap agar laporan ini dapat menambah wawasan bagi pembaca tentang asuhan
kepenataan anestesi dalam pelaayanannya.
Penulis juga mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada bapak dan Ibu dosen pengampu:
1) Ns Putu Atika Parati, S.Kep.,M.Kep.;
2) Ns .Emanuel Ileatan Lewar, S.Kep,MM;
3) Sang Ketut Artha SKM.,M.Kes;
4) Ns. I Wayan Agus Maharyawan,S.Kep.,M.Kep;

yaitu selaku dosen mata kuliah Metodologi Keperawatan anestesi yang telah membimbing
dan mengajarkan kami. Tugas yang telah diberikan ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan
terkait bidang yang ditekuni penulis. Penulis juga mengucapkan terima kasih pada semua pihak
yang telah membantu proses penyusunan makalah ini.
Akhir kata, semoga makalah ini dapat memberi manfaat kepada semua pihak, bagi kami
khususnya dan bagi teman-teman mahasiswa Institut Teknologi dan Kesehatan Bali pada
umumnya. Kami sadar bahwa makalah ini belum sempurna dan masih memiliki banyak
kekurangan.Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua
pihak yang membaca.

Denpasar, 18 September 2021


Kelompok 6
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Nodul tiroid merupakan kelainan endokrin (endokrin neoplasma) yang paling
banyak ditemukan. Nodul tiroid dapat didiagnostik dengan mudah dikarenakan lokasi
kelenjar tiroid yang berada pada superficial,nodul tiroid dapat di diagnostik baik melalui
pemeriksaan fisik maupun menggunakan media. Nodul tiroid sendiri terbagi menjadi 2 yaiu
jinak dan ganas (karsinoma) (Utama, 2012). Penyakit tiroid terjadi bila terdapat gangguan
sekresi hormone tiroid, pembesaran kelenjar tiroid, maupun keduanya (Santoso et al, 2014).
Pada tahun 2015 di Amerika Serikat terdapat 62.450 kasus kanker tiroid, dengan 3 dari 4
kasus yang terjadi pada wanita. Berdasarkan data dari Badan Registrasi Kanker Yayasan
Kanker Indonesia tahun 2005, kanker tiroid menempati urutan ke-9 dari 10 tumor ganas
terbanyak dan merupakan jenis keganasan kelanjar endokrin yang paling banyak ditemui di
Indonesia (Departemen Kesehatan, 2015).
Menurut data Riskesdas tahun 2013, jawa timur menempati urutan ke-15 dengan
jumlah perkiraan penduduk yang berusia ≥ 15 tahun terdiagnosa nodul tiroid berjumlah
173.135 orang dari jumlah penduduk 28.855.895 orang dengan presentasi 0.5% pada tahun
2013. Nodul tiroid merupakan neoplasia endokrin yang paling sering ditemukan di klinik.
Prevalensi nodul berkisar antara 5 – 50% bergantung pada populasi tertentu dan sensitivitas
dari teknik deteksi, prevalensi nodul tiroid meningkat sesuai dengan umur, keterpajanan
terhadap radiasi pengion dan defisiensi yodium. Di Amerika Serikat prevalensi nodul tiroid
soliter sekitar 4 – 7 % dari penduduk dewasa, 3 – 4 kali lebih sering pada wanita
dibandingkan pria. Sedangkan urutan tiga teratas ditemukan pada daerah Aceh, Sumatera
Utara, dan Sumatra Barat dengan presentasi masing-masing 0.3% (Riskesdas, 2013).
Dibeberapa kasus, ditemukan adanya kelainan yang menutupi kelenjar tiroid.
Kelainan tiroid yang dimana terdapat dua nodul yang menutupi leher. Kelainan ini biasanya
disebut multiple nodul tiroid (MNT). Multiple nodul tiroid (MNT) adalah jenis tumor yang
tumbuh di tiroid dan disebut multiple dikarenakan tumor ini tumbuh di kedua kelenjar tiroid
sehingga menghambat pembentukan hormone tiroid itu sendiri. Kelainan ini memiliki
karakteristik yang sama dengan nodul tiroid, hanya saja memiliki sedikit perbedaan yaitu
dua nodul pada multiple nodul tiroid (MNT).
Berdasarkan pemaparan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk mengangkat
laporan yang berjudul “Laporan Seminar Asuhan Kepenataan Anestesi Pasien Ny.F dengan
Masalah Kepenataan Multiple Nodul Tiroid (MNT) Tindakan Total Tiroidektomy dengan
General Anestesi di Ruang IBS RSUD Cinta Suci Tabanan”

1.2 Tujuan Penulisan


1.2.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui dan memahami asuhan kepenataan pre, intra, dan pasca
anestesi pada pasien Multiple Nodul Tiroid (MNT) dilakukan tindakan total
tiroidektomi dengan general anestesi di ruang IBS RSUD Cinta Suci.
1.2.2 Tujuan Khusus
A. Mengetahui definisi, etiologi, patofisiologi, faktor resiko, manifestasi klinik
dan penatalaksaan Multiple Nodul Tiroid (MNT) dilakukan tindakan total
tiroidektomi dengan general anestesi.
B. Mengetahui pengkajian pre, intra dan pasca anestesi pada pasien Multiple
Nodul Tiroid (MNT) yang dilakukan tindakan total tiroidektomi dengan
general anestesi.
C. Menegakkan masalah kesehatan anestesi pre, intra dan pasca anestesi yang
tepat pada pasien Multiple Nodul Tiroid (MNT) yang dilakukan tindakan total
tiroidektomi dengan general anestesi.
D. Merumuskan intervensi yang tepat pada pasien Multiple Nodul Tiroid (MNT)
yang dilakukan tindakan total tiroidektomi dengan general anestesi.
E. Merumuskan implementasi yang tepat pada pasien Multiple Nodul Tiroid
(MNT) yang dilakukan tindakan total tiroidektomi dengan general anestesi.
F. Merumuskan evaluasi yang tepat pada pasien Multiple Nodul Tiroid (MNT)
yang dilakukan tindakan total tiroidektomi dengan general anestesi.

1.3 Metode Penulisan


Dalam melakukan penulisan ini ada beberapa metode yang dilakukan yaitu:
1.3.1 Teknik pengumpulan data
A. Observasi
Digunakan untuk mengamati keadaan dan respon pasien untuk mendapatkan
data objektif tentang masalah kesehatan dan keperawatan anestesi.
B. Wawancara
Digunakan mengumpulkan data dengan melakukan komunikasi secara lisan
yang didapat baik secara langsung dari pasien maupun keluarga yang
berhubungan dengan masalah kesehatan yang dirasakan pasien.
C. Pemeriksaan fisik
Digunakan untuk memeriksa keadaan fisik pasien secara sistematis dan
menyeluruh menggunakan Teknik insoeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi.
D. Studi dokumentasi
Digunakan untuk memperoleh data dari catatan keperawatn maupun catatan
medis yang berhubungan dengan pasien, serta mendokumentasikan asuhan
keperawatan yang telah diberikan kepada pasien selama di rumah sakit.
E. Studi kepustakaan
Digunakan untuk mengumpulkan informasi dari bahan-bahan bacaan sebagai
literatur yang relevan dari kasus yang diambil.
1.3.2 Data-data yang dibutuhkan
Berupa data yang diperoleh langsung dari pasien, keluarga pasien serta rekam medik.
A. Data Subjektif
Data yang diperoleh dari pasien serta keluarga pasien.
B. Data Objektif
Data yang diperoleh dengan melakukan pemeriksaan langsung terhadap pasien.

1.4 Sistematika Penulisan


Laporan seminar ini terdiri dari 5 bab, antara lain:
1.4.1 BAB I Pendahuluan
Menjelaskan mengenai latar belakang masalah dari Multiple Nodul Tiroid
(MNT), tujuan, metode penulisan serta sistematika penulisan.
1.4.2 BAB II Tinjauan Teori

Menjelaskan definisi Multiple Nodul Tiroid (MNT), etiologi, patofisiologi,


faktor resiko, klasifikasi, tanda dan gejala, diagnosa banding, pemeriksaan
diagnostik dan penunjang, penatalaksanaan medis, pertimbangan anestesi yang
digunakan, WOC serta tinjauan teori ASKAN pre, intra, pasca anestesi mulai dari
pengkajian sampai evaluasi.
1.4.3 BAB III Tinjauan kasus

Menjelaskan mengenai pengkajian kepenataan anestesi pada Multiple Nodul


Tiroid (MNT) analisa data, problem (masalah kesehatan anestesi), rencana
intervensi, implementasi serta evaluasi.
1.4.4 BAB IV Pembahasan
Menjelaskan mengenai kesenjangan antara teori dengan tinjauan kasus dari
Multiple Nodul Tiroid (MNT) mulai dari pengkajian, problem, perencanaan,
pelaksanaan serta evaluasi.

1.4.5 BAB V Penutup

Menjelaskan mengenai kesimpulan akhir penelitian dan saran-saran yang


direkomendasikan berdasarkan apa yang ditemukan selama praktik di lapangan
untuk perbaikan proses penulisan selanjutnya
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Tinjauan Teori (Teori Penyakit)


2.1.1 Definisi

Nodul tiroid adalah pembesaran kelenjar tiroid yang dapat merupakan suatu
peradangan, hiperplasia atau neoplasma, dimana secara klinis kadang sulit
dibedakan. Sering ditemukan membesar dan tidak memberikan keluhan yang berarti
sehingga jarang segera diobati, ditemukan saat pemeriksaan fisik yaitu saat palpasi
di daerah leher dan pada saat pemeriksaan USG leher (Prapyatiningsih, et.al., 2017).

Menurut American Thyroid Association (2008), nodul tiroid dapat di


definisikan sebagai pertumbuhan abnormal yang kecil dan terbatas pada kelenjar
tiroid yang dapat menjadi neoplasma dan non-neoplasma.

Nodul tiroid merupakan kelainan yang sering ditemukan dan tidak menimbulkan
keluhan yang berarti pada kelenjar tiroid. Sekitar 5-10% nodul tiroid merupakan
suatu neoplasma baik itu jinak maupun ganas, dimana keadaan ini tergantung pada
usia penderita dan ukuran nodul tiroid. (Prapyatiningsih, et.al., 2017).

2.1.2 Etiologi
Struma disebabkan oleh gangguan sintesis hormone tiroid yang menginduksi
mekanisme kompensasi terhadap kadar TSH serum, sehingga akibatnya
menyebabkan hipertrofi dan hyperplasia selfolikel tiroid dan pada akhirnya
menyebabkan pembesaran kelenjar tiroid. Efek biosintetik, defisiensi iodin penyakit
otoimun dan penyakit nodular juga dapat menyebabkan struma walaupun dengan
mekanisme yang berbeda. Bentuk goitrous tiroiditis hashimoto terjadi karena defek
yang didapat pada hormone sintesis, yang mengarah ke peningkatan kadar TSH dan
konsuekensinya efek pertumbuhan (Tampatty, 2019). Adanya gangguan fungsional
dalam pembentukan horomn tiroid merupakan faktor penyebab pembesaran kelenjar
tiroid antara lain: a) Defisiensi iodium Pada umumnya, penderita penyakit struma
sering terdapat di daerah yang kondisi air minum dan tanahnya kurang mengandung
iodium, misalnya daerah pegunungan. b) Kelainan metabolik kongenital yang
menghambat sintesa hormon tiroid. 1) Penghambatan sintesa hormon oleh zat kimia
(seperti substansi dalam kol, lobak,kacang kedelai). 2) Penghambatan sintesa
hormon oleh obat-obatan (misalnya : thiocarbamide, sulfonylurea dan litium) c)
Hiperplasi dan involusi kelenjar tiroid. Pada umumnya ditemui pada masa
pertumbuan, puberitas, menstruasi, kehamilan, laktasi, menopause, infeksi dan
stress lainnya. Dimana menimbulkan nodularitas kelenjar tiroid serta kelainan
arseitektur yang dapat bekelanjutan dengan berkurangnya aliran darah didaerah
tersebut. Penyebab kelainan ini bermacam-macam, pada setiap orang dapat dijumpai
masa karena kebutuhan terhadap tiroksin bertambah, terutama masa pubertas,
pertumbuhan, menstruasi, kehamilan, laktasi, monopouse, infeksi atau stress lain.
Pada masa-masa tersebut dapat dijumpai hiperplasi dan involusi kelenjar tiroid.
Perubahan ini dapat menimbulkan nodularitas kelenjar tiroid serta kelainan
arsitektur yang dapat berlanjut dengan berkurangnya aliran darah di daerah tersebut
sehingga terjadi iskemia (Amin huda, 2016)

2.1.3 Tanda dan Gejala


Nodul tiroid berkembang dari neoplasma monoclonal yang berasal dari satu sel
yang bermutasi. Dasar molekular dari adenoma soliter single masih belum
sepenuhnya dipahami. Kemungkinan berasal dari mutase somatis gen yang
menstimulasi signal kaskade pada sel yang berproliferasi. Kebanyakan adenoma
toksik berasal dari jalur stimulasi signal Thyroid - Stimulating Hormon (TSH).
Kebanyakan mempunyai mutase aktivasi somatik pada reseptor. Jika struma cukup
besar, akan menekan area trakea yang dapat mengakibatkan gangguan pada respirasi
dan juga esofhagus tertekan sehingga terjadi gangguan menelan. Peningkatan
simaptis seperti; jantung menjadi berdebar-debar, gelisah, berkeringat, tidak tahan
cuaca dingin, diare, gemetar, dan kelelahan. 1. Pemebengkakan secara berlebihan
pada leher. 2. Batuk karena pipa udara (tractea) terdesak kesisi lain. 3. Kesulitan
menelan (nyeri saat menelan). 4. Kesulitan dalam bernafas dan suara bising pada
waktu bernafas. 5. Suara parau karena tekanan pada saraf suara (Jhon Of Knight.
1993, Wanita Ciptaan Ajaib, halaman 360 percetakan Advent Indonesia, Bandung)

2.1.4 Pemeriksaan Diagnostik/Pemeriksaan Penunjang Terkait


A. Pemeriksaan Fisik
Palpasi dapat memperkirakan lokasi dan ukuran dari nodul, walaupun tidak
secara akurat. Nodul yang teraba biasanya mempunyai ukuran lebih dari 1,5
cm, namun hal ini juga bergantung pada letak dan bentuk dari leher pasien.
Pemeriksaan fisik dapat juga untuk melihat pergerakan nodul saat menelan.
Mengestimasi adanya pemebesaran limfonodi di sekitar leher yaitu di daerah
supraklavikular dan jugulo-carotis, juga dapat diketahui melalui pemeriksaan
daerah leher (Sarah Parengi, 2011).
Selain lokasi dan ukuran, palpasi juga dapat memperkirakan konsistensi
dari nodul. Adanya konsistensi nodul yang padat dan ireguler atau menempel
pada jaringan sekitar, paralisis dari pita suara, disertai dengan pembesaran
kelenjar limfe yang terpalpasi, dapat mengarah pada kecurigaan keganasan
(Sarah Parengi, 2011).
B. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan terhadap kadar serum tiroglobulin adalah petanda tumor yang
berguna untuk digunakan sebagai follow up pasca dilakukannya pembedahan
karsinoma tiroid. Beberapa studi menunjukkan bahwa pemeriksaan rutin dari
kalsitonin pada pasien dengan nodul tiroid bisa digunakan untuk diagnosis
preoperatif dari karsinoma tiroid meduler (Mousa U, et.al.,2011).
C. Ultrasonografi tiroid
Ultrasonografi tiroid merupakan modalitas utama dalam mengevaluasi
nodul tiroid.Pada USG nodul tiroid, ukuran nodul, tekstur internal, bentuk,
echogenisitas, margin, kalsifikasi, dan adanya penyebaran ke struktur yang
berdekatan harus diteliti dengan hati-hati. Dari hasil diagnosis, beberapa jenis
nodul tertentu harus diaspirasi atau difollow-up dengan USG, atau harus tetap
dibawah pengamatan atau observasi (Moon, et al., 2011).
D. Biopsi Aspirasi Jarum Halus / Fine Needle Aspiration Biopsy (FNAB)
Biopsi aspirasi jarum halus adalah pengambilan sejumlah kecil bagian dari
sel atau cairan dari tiroid nodul menggunakan jarum yang sangat kecil.
Prosedur ini aman untuk dilakukan. Sel-sel yang telah diambil akan dianalisa
menggunakan mikroskop oleh ahli sitologi dan kemudian dapat dikategorikan
menjadi jinak atau ganas (Sarah, 2011).
E. Histopatologi

2.1.5 Penatalaksanaan Medis


A. Penatalaksanaan Terapi
1. Penatalaksanaan Terapi
Medikamentosa
2. Indikasi :
a. Usia tua
b. Rekurensi pasca bedah
c. Pada persiapan operasi
d. Struma residif
e. Pada kehamilan, misalnya pada trimester ke-3
3. Struma non toksik: iodium, ekstrak tiroid 20-30 mg/dl
4. Struma toksik:
a. Bed rest
b. PTU 100-200 mg (propilthiouracil)
PTU merupakan obat anti-tiroid, dimana bekerjanya dengan
prevensi pada sintesis dan akhir dari tiroksin. Obat ini bekerja
mencegah produksi tiroksin (T4). Diberikan dosis 3x 100 mg/hari tiap
8 jam sampai tercapai eutiroid. Bila menjadi eutiroid dilanjutkan
dengan dosis maintenance 2 x 5 mg/hari selama 12-18 bulan.- Lugol 5
– 10 tetes. Obat ini membantu mengubah menjadi tiroksin dan
mengurangi vaskularisasi serta kerapuhan kelenjar tiroid. Digunakan
10-21 hari sebelum operasi. Namun sekarang tidak digunakan lagi,
oleh karena propanolol lebih baik dalam mengurangi vaskularisasi dan
kerapuhan kelenjar. Dosis 3 x 5-10 mg/hari selama 14 hari.
5. Radioterapi
Menggunakan I131, biasanya diberikan pada pasien yang telah
diterapi dengan obat anti-tiroid dan telah menjadi eutiroid. Indikasi
radioterapi adalah pasien pada awal penyakit atau pasien dengan resiko
tinggi untuk operasi dan untuk pasien dengan hipotiroid rekuren.
Radioterapi merupakan kontraindikasi bagi wanita hamil dan anak-anak.
B. Penatalaksanaan Operatif
1. Isthmulobectomy: pengangkatan tiroid salah satu lobus beserta isthmusnya
2. Lobectomy: merupakan prosedur pengangkatan satu lobus
3. Tiroidectomi total: adalah pengangkatan seluruh kelenjar tiroid

Tiroidectomy subtotal bilateral, pengangkatan sebagian lobus kanan dan


sebagian kiri.
4. Near total tiroidectomi: merupakan isthmulobectomy dextra dan
lobectomy subtotal sinistra dan sebaliknya.
5. RND (Radical Neck Dissection): merupakan mengangkat seluruh jaringan
limfoid pada leher sisi yang bersangkutan dengan menyertakan n.
accessories, v. jugularis eksterna dan interna, m. sternocleidomastoideus
dan m. omohyoideus serta kelenjar ludah submandibularis.

2.1.6 PertimbanganAnestesi
A. Definisi Anestesi

Anestesi berasal dari bahasa Yunani yaitu “An” yang berarti tidak dan
“Aesthesis” yang berarti rasa atau sensasi. Sehingga anestesia berarti suatu
keadaan hilangnya rasa atau sensasi tanpa atau disertai dengan hilangnya
kesadaran.

Anestesi adalah menghilangnya rasa nyeri, dan menurut jenis


kegunaannya dibagi menjadi anestesi umum yang disertai hilangnya
kesadaran, sedangakan anestesi regional dan anestesi lokal menghilangya
rasa nyeri disatu bagian tubuh saja tanpa menghilangnya kesadaran
(Sjamsuhidajat & De Jong, 2012).
Anestesi merupakan tindakan menghilangkan rasa sakit ketika
melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lain yang menimbulkan rasa
sakit pada tubuh (Morgan, 2011)
Anestesi merupakan suatu tindakan untuk menghilangkan rasa ketika
dilakukan pembedahan dan berbagai prosedur lain yang menimbulkan rasa
sakit, dalam hal ini rasa takut perlu ikut dihilangkan untuk menciptakan
kondisi optimal bagi pelaksanaan pembedahan (Sabiston, 2011). Dari
beberapa definisi anestesi menurut para ahli maka dapat disimpulkan bahwa
Anestesti merupakan suatu tindakan menghilangkan rasa sakit pada saat
pembedahan atau melakukan tindakan prosedur lainnya yang menimbulkan
rasa sakit dengan cara trias anestesi yaitu hipnotik, analgetik, relaksasi.
Menurut Mangku dan Senapathi (2010), tiga komponen anestesi yang
populer disebut trias anestesi, yaitu hipnotika (pasien kehilangan kesadaran),
analgetika (pasien bebas nyeri), dan relaksasi (pasien mengalami relaksasi otot
rangka). Tiga komponen tersebut dapat diwujudkan dengan kombinasi
beberapa obat untuk mencapai masing-masing komponen trias anestesi
tersebut.
B. Jenis dan Teknik Anestesi
1. General Anestesi
Anestesi Umum (General Anesthesia) merupakan suatu keadaan
tidak sadar yang bersifat sementara yang diikuti oleh hilangnya rasa nyeri
di seluruh tubuh akibat pemberian obat anesthesia.
Keuntungan dari penggunaan anestesi ini adalah dapat mencegah
terjadinya kesadaran intraoperasi; efek relaksasi otot yang tepat dalam
jangka waktu yang lama; memungkinkan untuk pengontrolan jalan, sistem,
dan sirkulasi pernapasan; dapat digunakan pada kasus pasien
hipersensitifterhadap zat anestesi lokal; dapat diberikan tanpa mengubah
posisi supinasi pasien; dapat disesuaikan secara mudah apabila waktu
operasi perlu diperpanjang; dan dapat diberikan secara cepat dan
reversible. Anestesi umum juga memiliki kerugian, yaitu membutuhkan
perawatan yang lebih rumit; membutuhkan intervensi aktif; berhubungan
dengan beberapa komplikasi seperti mual muntah, sakit tenggorokan,sakit
kepala, menggigil, dan terlambatnya pengembalian fungsi mental normal;
serta berhubungan dengan hipertermia maligna, kondisi otot yang jarang
dan bersifat keturunan apabila terpapar oleh anestesi umum dapat
menyebabkan peningkatan suhu tubuh akut dan berpotensi letal,
hiperkarbia, asidosis metabolic dan hiperkalamia (Press, 2015)

Adapun teknik anestesi umum meliputi Anestesi Umum Intravena,


Anestesi Umum Inhalasi, dan Anestesi Imbang (Balanced Anesthesia).
Anestesi umum meliputi:
a. Anestesi Umum Intravena
Anestesi umum Intravena merupakan salah sau teknik anestesi
umum yang dilakukan dengan menyuntikkan obat anesthesia
parenteral langsung ke dalam pembuluh darah vena. Teknik anestesi
umum intravena terdiri dari anesthesia intravena klasik, anesthesia
intravena total, dan anestesi-analgesia neurolept.
- Anestesi Intravena Kasik
Pemakaian kombinasi obat ketamine dengan sedative
(diazepam dengan midazolam) komponen trias anestesia yang
terpenuhi yaitu hipnotik dan analgesia.
- Anestesi Intravena Total (TIVA)
Pemakaian kombinasi obat anestesia intravena yang
berkhasiat hipnotik, analgetik, dan relaksasi otot secara
berimbang komponen trias anestesia yan terpenuhi yaitu
hipnotik, analgesia, dan relaksasi otot.
- Anestesi Analgesia Neurolept
Pemakaian kombinasi obat neuroleptik dengan analgetik
opiate secara intravena komponen trias anestesia yang terpenuhi
yaitu hipnotik ringan dan analgesia ringan.
b. Anestesi Umum Inhalasi
Anestesi umum Inhalasi merupakan salah satu teknik
anestesia umum dengan memberikan kombinasi obat anestesia
inhalasi yang berupa gas atau cairan yang mudah menguap
melalui alat atau media anestesia langsung ke udara inspirasi
c. Anestesi Imbang (Balanced Anesthesia)
Anestesi Imbang merupakan teknik anestesia dengan
menggunakan kombinasi obat-obatan baik obat anestesia intravena
maupun obat anestesia inhalasi atau kombinasi teknik anestesia
umum dengan anestesia regional untuk mencapai trias anestesia
secara optimal dan berimbang.

2. Regional Anestesi
Anestesia regional adalah tindakan anestesi yang dilakukan dengan
cara menyuntikkan obat anestetik lokal pada lokasi serat saraf yang
menginversi region tertentu, yang menyebabkan hambatan konduksi
impuls aferen yang bersifat sementara. Anestesi regional hanya
menghilangkan nyeri tetapi pasien tetap dalam keadaan sadar. Oleh sebab
itu, teknik ini tidak memenuhi triaas anestesi karena hanya
menghilangkan persepsi nyari saja (Pramono, 2017). Jenis anestesi
regional:
a. Anestesi Spinal
Obat disuntikkan di tulang punggung dan diperoleh
pembiusan dari kaki sampai tulang dada hanya dalam beberapa
menit. Suntikan hanya diberikan satu kali.
b. Epidural Anestesi
Obat disuntikkan di tulang punggung dan diperoleh
pembiusan dari kaki sampai tulang dada hanya dalam beberapa
menit. suntikan hanya diberikan satu kali, obat diberikan terus-
menerus melalui sebuah selang kecil selama masih diperlukan.
c. Kombinasi Spinal Epidural
Penggabungan 2 tekhnik anestesi antara spinal dan epidural.
Keuntungan Anestesia kombinasi spinal- epidural adalah onset cepat,
tinggi blok dapat ditambahkan, durasi blok dapat diperpanjang, serta
penatalaksanaan nyeri pasca bedah yang baik
d. Anestesi Blok
Cara ini dapat digunakan pada tindakan pembedahan maupun
untuk tujuan diagnostik dan terapi.

Teknik dalam anestesi regional terbagi menjadi 2, yaiut:

a. Blok sentral (blok neuroaksial), yaitu meliputi blok spinal, epidural,


dan kaudal. Tindakan ini sering dikerjakan.
b. Blok perifer (blok saraf), misalnya anestesi topikal, infiltrasi lokal,
blok lapangan, dan analgesia regional intravena. (pramono,2019).

C. Anestesi Lokal
Anestesi lokal adalah suatu upaya untuk menghilangkan berbagai
macam sensasi seperti rasa nyeri untuk sementara waktu yang terjadi pada
beberapa bagian tubuh tanpa diikuti dengan hilangnya kesadaran
(Simangsuno, 2015). Anestesi lokal secara reversible menghambat
konduksi saraf di dekat pemmberian anestesi, sehingga menyebabkan mati
rasa di daerah terbatas secara sementara (Press, 2015). Perbedaanya
dengan anestesi regional adalah anestesi lokal hanya memblok sensasi di
area dimana injeksi diberikan, tanpa mempengaruhi daerah-daerah lain
yang diinervasi oleh saraf tersebut (Peters, 2011). Adapun teknik anestesi
local:

a. Anestesi Topikal
Teknik ini dilakukan dengan mengaplikasikan sediaan
anestesi pada daerah membrane mukosa yang dapat dipenetrasi
sehingga mencapai ujung saraf superfisial (malamed ,2013)

b. Anestesi Infiltrasi

Teknik ini dilakukan dengan menginjeksikan larutan di dekat


serabut terminal saraf sehingga menimbulkan efek anestesi
keseluruhan jaringan yang dipersarafinya (Muthaminnah, 2014)

c. Anestesi Field Black

Teknik ini merupakan teknik anestesi lokal dimana larutan


anestesi dideponirkan di dekat ujung ccabang saraf terbesar sehingga
area yang terkena efek anestesi akan dibatasi untuk mencegah
jalannya impuls ke sistem saraf pusat (Malamed,2013).

D. Rumatan Anestesi
1. Regional Anestesi
a. Oksigen nasal 2 Liter/menit
b. Obat Analgetik
c. Obat Hipnotik Sedatif
2. General Anestesi

a. Premedikasi

Premedikasi adalah pemberian obat - obatan sebelum


tindakan anestesi dengan tujuan utama menenangkan pasien,
menghasilkan induksi anestesi yang halus, mengurangi dosis
anestetikum, mengurangi atau menghilangkan efek samping
anestetikum. Obat-obat yang diberikan sebagai premedikasi pada
tindakan anestesi sebagai berikut :

- Gol. Analgetik Narkotik

a) Morfin
Dosis premedikasi dewasa 5-10 mg (0,1-0,2
mg/kgBB) intramuskular diberikan untuk mengurangi
kecemasan dan ketegangan pasien menjelang operasi,
menghindari takipnu dapat pemberian trikloroetilen, dan agar
anestesi berjalan dengan tenang dan dalam. Kerugiannya
adalah terjadi perpanjangan wakti pemulihan, timbul spasme
serta kolik biliaris dan ureter. Kadang-kadang terjadi
konstipasi, retensi urin, hipotensi, dan depresi napas.

b) Petidin

Dosis premedikasi dewasa 50-75 mg (1-1,5 mg/kgBB)


intravena diberikan untuk menekan tekanan darah dan
pernapasan serta merangsang otot polos. Dosis induksi 1-2
mg/kgBB intravena

- Gol. Transquilize (Obat Penenang)

a) Diazepam

Diazepam merupakan golongan benzodiazepin.


Pemberian dosis rendah bersifat sediatif sedangkan dosis
besar hipnotik. Dosis premedikasi dewasa 10 mg
intramuskular atau 5-10 mg oral (0,2- 0,5 mg/kgBB) dengan
dosis maksimal 15 mg. Dosis sedasi pada analgesi regional
5-10 mg (0,04-0,2 mg/kgBB) intravena. Dosis induksi 0,2-
1mg/kgBB intravena.

b) Midazolam

Dibandingkan dengan diazepam, midazolam


mempunyai awal dan lama kerja lebih pendek. Belakangan ini
midazolam lebih disukai dibandingkan dengan diazepam.
Dosis 50% dari dosis diazepam.

- Gol.Antikolinegrik

Antropin digunakan untuk mengatasi hipersekresi kelenjar


ludah dan bronkus yang ditimbulkan oleh anestetik yang dapat
mengganggu pernapasan selama anestesi. Atropine diberikan
untuk mencegah hipersekresi kelenjar ludah dan bronkus selama
90 menit. Dosis 0,4-0,6 mg intramuskular bekerja setelah 10-15
menit.
- Gol. Hipnotik-Sedatif

Barbiturat (Pentobarbital dan sekobarbital) Diberikan untuk


menimbulkan sedasi. Dosis dewasa 100-200 mg, pada anak dan
bayi 1 mg/kgBB secara oral atau intramuskular. Keuntungannya
adalah masa pemulihan tidak diperpanjang dan kurang
menimbulkan reaksi yang tidak diinginkan. keuntungannya efek
depresan yang lemah terhadap pernapasan dan sirkulasi serta
jarang menyebabkan mual dan muntah.

b. Induksi

Induksi merupakan suatu rangkaian proses tindakan untuk


membuat pasien dari sadar menjadi tidak sadar, sehingga
memungkinkan dimulainya anestesi dan pembedahan.

- Ketamin

Merupakan larutan larutan yang tidak berwarna, stabil pada


suhu kamar dan relatif aman. Ketamin mempunyai sifat
analgesik, anestesi dan kataleptik dengan kerja singkat. Sifat
analgesiknya sangat kuat untuk system somatik, tetapi lemah
untuk sistem visceral. Tidak menyebabkan relaksasi otot lurik,
bahkan kadang-kadang tonusnya sedikit meninggi. Ketamin akan
meningkatkan tekanan darah, frekuensi nadi dan curah jantung
sampai ± 20%. Ketamin menyebabkan reflek faring dan laring
tetap normal. Ketamin sering menimbulkan halusinasi terutama
pada orang dewasa. Sebagian besar ketamin mengalami dealkilasi
dan dihidrolisis dalam hati, kemudian diekskresi terutama dalam
bentuk utuh. Untuk induksi ketamin secara intravena dengan
dosis 2 mm/kgBB dalam waktu 60 detik, stadium operasi dicapai
dalam 5-10 menit. Untuk mempertahankan anestesi dapat
diberikan dosis ulangan setengah dari semula. Ketamin
intramuscular untuk induksi diberikan 10 mg/kgBB, stadium
operasi terjadi dalam 12-25 menit.

- Propofol
Propofol adalah obat anestesi intravena yang memiliki mula
kerja dan lama kerja yang relatif lebih singkat, serta memiliki
efek antiemetik sehingga dianggap menjadi anestesi yang ideal
baik utuk induksi anestesi atau pemeliharaan. Propofol sangat
sukar larut dalam air atau bersifat hidrofobik, sehingga propofol
diformulasikan dalam bentuk emulsi minyak-air yang
mengandung 10% Long-Chain Triglycerides minyak kedelai,
2.25% gliserol, dan 1.2% lesitin, sodium edatate (EDTA) sebagai
pengawet dan mengandung komponen yang utama yaitu fraksi
fosfatida dari kuning telur (Kotani et al., 2008; Katzung, 2014).
Efek pemberian anestesi umum intravena propofol (2 mg/kg)
menginduksi secara cepat seperti tiopental. Propofol menurunkan
tekanan arteri sistemik kira-kira 80% tetapi efek ini lebih
disebabkan karena vasodilatasi perifer daripada penurunan curah
jantung. Tekanan sistemik kembali normal dengan intubasi
trakea. Propofol tidak merusak fungsi hati dan ginjal. Efek
samping yang dikaitkan dengan induksi anestesi propofol adalah
nyeri saat injeksi, pada sistem pernapasan adanya depresi
pernapasan, apnea, bronkospasme, dan laringospasme. Pada
sistem kardiovaskuler berupa hipotensi, aritmia, takikardia,
bradikardia. Pada susunan saraf pusat adalah sakit kepala, pusing,
euforia, kebingungan, gerakan klonik mioklonik, opistotonus,
kejang, mual, dan muntah. Penggunaan dosis yang tinggi pada
induksi propofol tunggal dapat menyebabkan beberapa efek
samping yang meliputi depresi pernapasan, depresi miokard, dan
vasodilatasi perifer kardiovaskuler, metabolik asidosis.

- Petidin

Petidin (meperidin, demerol) adalah zat sintetik yang


formulanya sangat berbeda dengan morfin, tetapi mempunyai
efek klinik dan efek samping yang mendekati sama.
Perbedaannya dengan morfin sebagai berikut: Petidin lebih larut
dalam lemak dibandingkan dengan morfin yang lebih larut dalam
air. Metabolisme oleh hepar lebih cepat dan menghasilkan
normeperidin, asam meperidinat dan asam normeperidinat.
Normeperidin ialah metabolit yang masih aktif memiliki sifat
konvulsi dua kali lipat petidin, tetapi efek analgesinya sudah
berkurang 50%.Kurang dari 10% petidin bentuk asli ditemukan
dalam urin. Petidin bersifat seperti atropine menyebabkan
kekeringan mulut, kekaburan pandangan dan takikardia. Seperti
morfin ia menyebabkan konstipasi, tetapi efek terhadap sfingter
Oddi lebih ringan. Petidin cukup efektif untuk menghilangkan 37
gemetaran pasca bedah yang tak ada hubungannya dengan
hipotermi dengan dosis 20-25 mg iv pada dewasa. Lama kerja
petidin lebih pendek dibandingkan morfin. Dosis petidin
intramuscular 1-2 mg/kgBB (morfin 10 x lebih kuat) dapat
diulang tiap 3-4 jam. Dosis intravena 0,2-0,5 mg/kgBB. Petidin
subkutan tidak dianjurkan karena iritasi. Rumus bangun
menyerupai lidokain, sehingga dapat digunakan untuk analgesia
spinal pada pembedahan dengan dosis 1-2 mg/kg BB

c. Pelumpuh Otot

Obat relaksan otot adalah obat yang digunakan untuk


melemaskan otot rangka atau untuk melumpuhkan otot yang dapat
digunakan selama intubasi dan pembedahan untuk memudahkan
pelaksanaan anestesi dan memfasilitas intubasi. Obat pelumpuh otot
dibagi menjadi dua kelas yaitu pelumpuh otot depolarisasi
(nonkompetitif, leptokurare) dan nondepolarisasi (kompetitif,
takikurare).

- Pavulon

Pavulon merupakan steroid sintetis yang banyak digunakan.


Mulai kerja pada menit kedua-ketiga untuk selama 30-40 menit.
Memiliki efek akumulasi pada pemberian berulang sehingga
dosis rumatan harus dikurangi dan selamg waktu diperpanjang.
Dosis awal untuk relaksasi otot 0,08 mg/kgBB intravena pada
dewasa. Dosis rumatan setengah dosis awal. Dosis Intubasi trakea
0,15 mg/kgBB intravena. Kemasan ampul 2 ml berisi 4 mg
pavulon.

- Atracurium

Atracurium mempunyai struktur benzilisoquinolin yang


berasal dari tanaman Leontice Leontopeltalum. Keunggulannya
adalah metabolisme terjadi di dalam darah, tidak bergantung pada
fungsi hati dan ginjal, tidak mempunyai efek akumulasi pada
pemberian berulang. Dosis 0,5 mg/kg iv, 30-60 menit untuk
intubasi. Relaksasi intraoperative 0,25 mg/kg initial, lalu 0,1
mg/kg setiap 10-20 menit. Infuse 5-10 mcg/kg/menit efektif
menggantikan bolus. Lebih cepat durasinya pada anak
dibandingkan dewasa. Tersedia dengan sediaan cairan 10 mg/cc.
disimpan dalam suhu 2-8 OC, potensinya hilang 5-10 % tiap
bulan bila disimpan pada suhu ruangan. Digunakan dalam 14 hari
bila terpapar suhu ruangan.

- Vekkuronium

Vekuronium merupakan homolog pankuronium bromida yang


berkekuatan lebih besar dan lama kerjanya singkat Zat anestetik
ini 51 tidak mempunyai efek akumulasi pada pemberian berulang
dan tidak menyebabkan perubahan fungsi kardiovaskuler yang
bermakna.

Dosis intubasi 0,08 – 0,12 mg/kg. Dosis 0,04 mg/kg diikuti


0,01 mg/kg setiap 15 – 20 menit. Drip 1 – 2 mcg/kg/menit. Umur
tidak mempengaruhi dosis. Dapat memanjang durasi pada pasien
post partum. Karena gangguan pada hepatic blood flow. Sediaan
10 mg serbuk. Dicampur cairan sebelumnya.

- Rekuronium

Zat ini merupakan analog vekuronium dengan awal kerja


lebih cepat. Keuntungannya adalah tidak mengganggu fungsi
ginjal, sedangkan kerugiannya adalah terjadi gangguan fungsi
hati dan efek kerja yang lebih lama. Dosis 0,45 – 0,9 mg / kg iv
untuk intubasi dan 0,15 mg/kg bolus untuk rumatan. Dosis kecil
0,4 mg/kg dapat pulih 25 menit setelah intubasi. Im ( 1 mg/kg
untuk infant ; 2 mg/kg untuk anak kecil) adekuat pita suara dan
paralisis diafragma untuk intubasi. Tapi tidak sampai 3 – 6 menit
dapat kembali sampai 1 jam. Untuk drip 5 – 12 mcg/kg/menit.
Dapat memanjang pada pasien orang tua.

d. Maintenance

- Dinitrogen Monoksida(N2O)

Dinitrogen Monoksida (N2O ) merupakan gas yang tidak


berwarna, tidak berbau, tidak berasa dan lebih berat daripada
udara. N2O biasanya tersimpan dalam bentuk cairan bertekanan
tinggi dalam baja, tekanan penguapan pada suhu kamar ± 50
atmosfir. N2O mempunyai efek analgesik yang baik, dengan
inhalasi 20% N2O dalam oksigen efeknya seperti efek 15 mg
morfin. Kadar optimum untuk mendapatkan efek analgesik
maksimum ± 35% . Gas ini sering digunakan pada partus yaitu
diberikan 100% N2O pada waktu kontraksi uterus sehingga rasa
sakit hilang tanpa mengurangi kekuatan kontraksi dan 100% O2
pada waktu relaksasi untuk mencegah terjadinya hipoksia.
Anestesi tunggal N2O digunakan secara intermiten untuk
mendapatkan analgesik pada saat proses persalinan dan
pencabutan gigi.

e. Obat-Obat Emergency

- Epinephrine (Adrenalin)

a) Golongan : Agonis alpha/betas

b) Indikasi: Untuk mengatasi kondisi anafilaktik syok, hipotensi,


bradikardi, dan serangan asm akut.

c) Dosis: Dosis 1 mg IV bolus dapat diulang setiap 3-5 menit,


dapat diberikan intratrakea atau transtrakeal dengan dosis 2-
2,5 kali dosis intravena. Untuk terapi bradikardi atau
hipotensi dapat diberikan epinephrine perinfus dengan dosis
1mg dilarutkan dalam 500 cc NaCL 09%, dosis dewasa
µg/menit dititrasi sampai menimbulkan reaksi hemodinamik,
dosis dapat mencapai 2-10 µg/menit.

d) Kontra-indikasi: kongestif glaucoma, penggunaan bersama


anestesi local pada ujung syaraf, hipertensi, hipertiroid, dan
wanita hamil.
e) Efek samping : tremor, takikardia, aritmia, mulut kering, kaki
tangan menjadi dingin, ansietas, palpitasi, sakit kepala, dan
muka pucat.

- Sulfas Antropin

a) Golongan: Antikolinergik

b) Indikasi : sebagai medikasi preansetetik untuk mengurangi


sekresi lender pada saluran nafas, keracunan, organospospat
(pestisida), menghambat peristaltik usus sehingga dapat
digunakan pada kasus diare (jarang digunakan)

c) Dosis : untuk preanestesi dosisnya 0,4-0,6 mg setiap 4-6 jam


secara IV/SC/IM. Untuk antidote dosisnya 2-3 mg secara IV
dapat ulang hingga gejala keracunan berkurang.

d) Kontra indikasi : hipersensitivitas terhadap antikolinergik,


asma, gagal ginjal, penyakit hati.

e) Efek samping : mulut kering, retensi urin, pusing, konstipasi

- Lidocain

a) Golongan : anestesi lokal


b) Indikasi :sebagai anestesi local pada tindakan bedah
c) Dosis : untuk anestesi infiltrasi perkutan , 5 sampai 300 mg
( 1 dalam 60 mL dari 0,5 % larutan 0,5 sampai 30 mL dari
1% larutan )
Lidokain salep digunakan untuk anestesi pada kulit dan
membran mukosa dengan dosis yang direkomendasikan
sebanyak 20g dalam 5% salep ( setara 1g lidokain basa)
dalam 24 jam
d) Kontra indikasi : hipersensitivitas pada anestesi local
e) Efek samping: hipotensi, edema, mual muntah, iritasi kulit

- Dopamine

a) Golongan : vasopressor
b) Indikasi : hipotensi akut atau syok akibat infark myokard ,
trauma, dan gagal ginjal, Digunakan setelah proses
pembedahan jantung dimana terjadi kondisi hipotensi akibat
hipovelemia.
c) Dosis : dosis awal 1-5 µg/kgBB/menit dalam drip infuse.
Kemudian dosis dapat ditinggikan hingga 5-15
µg/kgBB/menit.
d) Kontra indikasi : pheochromocytoma, fibrilasi ventrikular
e) Efek samping: hipotensi, hipertensi, nyeri dada, mual muntah.

f. Terapi Cairan

Prinsip dasar terapi cairan adalah cairan yang diberikan


harus mendekati jumlah dan komposisi cairan yang hilang. Terapi
cairan perioperatif bertujuan untuk memenuhi kebutuhan cairan,
elektrolit dan darah yang hilang selama operasi dan mengatasi syok
dan kelainan yang ditimbulkan karena terapi yang diberikan.
Pemberian cairan operasi dibagi:

- Pra Operasi

Dapat terjadi defisit cairan karena kurang makan, puasa,


muntah, penghisapan isi lambung, penumpukan cairan pada
ruang ketiga seperti pada ileus obstruktif, perdarahan, luka bakar
dan lain-lain. Kebutuhan cairan untuk dewasa dalam 24 jam
adalah 2 ml / kg BB / jam. Setiap kenaikan suhu 1 derajat
Celciuskebutuhan cairan bertambah 10-15 %.

- Intra Operasi
Dapat terjadi kehilangan cairan karena proses operasi.
Kebutuhan cairan pada dewasa untuk operasi:
a) Ringan = 4 ml/kgBB/jam.
b) Sedang = 6 ml/kgBB/jam
c) Berat = 8 ml/kgBB/jam.
Bila terjadi perdarahan selama operasi, di mana perdarahan
kurang dari 10 % EBV maka cukup digantikan dengan cairan
kristaloid. Apabila perdarahan lebih dari 10 % maka dapat
dipertimbangkan pemberian plasma / koloid /dekstran.

- Pasca Operasi

Pemberian cairan pasca operasi ditentukan berdasarkan


defisit cairan selama operasi ditambah kebutuhan sehari-hari
pasien.

E. Risiko Komplikasi Anestesi

1. Sistem Pernafasan

Gangguan pada sistem pernapasan cepat menyebabkankematian


karena hipoksia sehingga harus diketahui sedini mungkindan segera di
atasi. Penyebab yang sering dijumpai sebagai penyulitpernapasan adalah
sisa anastesi (penderita tidak sadar kembali) dansisa pelemas otot yang
belum dimetabolisme dengan sempurna,selain itu lidah jatuh kebelakang
menyebabkan obstruksi hipofaring.Kedua hal ini menyebabkan
hipoventilasi, dan dalam derajat yang lebih berat menyebabkan apnea.

2. Sistem Sirkulasi

Penyulit yang sering di jumpai adalah hipotensi syok dan aritmia, hal
ini disebabkan oleh kekurangan cairan karenaperdarahan yang tidak
ditangani dengan baik. Sebab lain adalah sisaanastesi yang masih
tertinggal dalam sirkulasi, terutama jika tahapananastesi masih dalam akhir
pembedahan.

3. Regurgitasi-an Muntah
Regurgitasi dan muntah disebabkan oleh hipoksia selama anastesi.
Pencegahan muntah penting karena dapat menyebabkanaspirasi.

4. Hipotermi

Gangguan metabolisme mempengaruhi kejadian hipotermi, selain itu


juga karena efek obat-obatan yang dipakai. Generalanestesi juga
memengaruhi ketiga elemen termoregulasi yang terdiriatas elemen input
aferen, pengaturan sinyal di daerah pusat dan jugarespons eferen, selain itu
dapat juga menghilangkan proses adaptasiserta mengganggu mekanisme
fisiologi pada fungsi termoregulasiyaitu menggeser batas ambang untuk
respons proses vasokonstriksi,menggigil, vasodilatasi, dan juga
berkeringat.

5. Gangguan Faal lain

Diantaranya gangguan pemulihan kesadaran yang disebabkan oleh


kerja obat anestesi yang memanjang karena dosis berlebihrelatif karena
penderita syok, hipotermi, usia lanjut dan malnutrisisehingga sediaan
anestesi lambat dikeluarkan dari dalam darah.

Singkatnya, resiko komplikasi yang mungkin terjadi pada saat pre, intra,
pasca anestesi adalah sebagai berikut (IPAI, 2018) :

1) Pre anestesi
a. Nyeri akut
b. Ansietas
c. Risiko cedera anestesi
2) Intra anestesi
a. Resiko cedera trauma pembedahan
b. Resiko cedera posisi pembedahan
c. Resiko komplikasi disfungsi respiasi
d. Resiko komplikasi disfungsi kardiovaskular
e. Resiko komplikasi disfungsi sirkulasi
f. Resiko komplikasi disfungsi termoregulasi
g. Resiko komplikasi dsfungsi gastrointestinal
h. Resiko komplikasi disfungsi hepar
i. Resiko komplikasi disfungsi perkemihan
j. Resiko komplikasi disfungsi metabolik
k. Resiko komplikasi ketidakseimbangan elektrolit
3) Pasca anestesi
a) Resiko cedera gangguan fungsi respirasi
b) Resiko cedera gangguan fungsi sirkulasi
c) Resiko cedera gangguan fungsi caitran dan elektrolit
d) Resiko cedera gangguan fungsi neurologis
e) Resiko cedera gangguan fungsi gastrointestinal
f) Resiko cedera gangguan fungsi ginjal/perkemihan
g) Resiko cedera gangguan fungsi muskuloskeletal
h) Resiko alergi
i) Resiko jatuh
F. Web of caution (WOC)

Gangguan sintesis hormone tiroid yang menginduksikan mekanisme


kompensasi terhadap kadar TSH serum

Hipertrofi dan hyperplasia sel folikel tiroid

Pembekakan atau massa yang teraba pada kelenjar tiroid

Gangguan menelan (nyeri saat menelan), kesulitan bernafas, rasa tidak


nyaman di area leher dan suara bising

Batuk karena trakea terdesak ke sisi lain

Defesiensi iodium
Kelainan metabolic kongenital yang menghambat sintesa hormone tiroid
Hiperplaspsia dan involusi

Multiple Nodul Tiroid (MNT)

Tiroidektomi
General Anestesi

Dilakukan tindakan Kurangnya Adanya reaksi Rasa gelisah dan


pembedahan tiroidectomi pemahaman pasien fisiologi otak terus bertanya Ansietas

Pra Anestesi

Tindakan Pembedahan MNT Tindakan General Anestesi Efek obat General Anestesi Risiko Cedera
Anestesi

Tindakan Tiroidektomy Risiko Trauma Fisik


Keluhan Multiple Nodul Tiroid dengan General Anestesi Pembedahan

General Anestesi Gigi goyang Suit dipasang Terganggu Jalan Penyulit Intubasi
dengan ETT dan Gigi Palsu Nafas
ETT
Intra Anestesi

Efek Agen Anestesi Depresi Pernafasan RK Disfungsi Respirasi

Riwayat Hipertensi Efek Agen Anestesi Peningkatan Curah RK Disfungsi


Jantung Kardiovaskuler
Tindakan Anestesi Efek agen anestesi RK Disfungsi Respirasi

Pasca Anestesi Terpapar suhu ruangan dan RK Disfungsi Termoregulasi


Tindakan pembedahan
efek obat anestesi (Hipotermia)

Tindakan Pembedahan Terputusnya kontinitas


Tioidektomi jaringan pada daerah post op Nyeri
2.2 Asuhan Keperawatan Anestesi Teoritis
2.2.1 Pengkajian
Pengkajian adalah tahap pertama dari proses asuhan kepenataan
anestesiologi. Pengkajian yang dilakukan pada pasien Multiple Nodul Tiroid
(MNT) adalah:
A. Identitas
1. Identitas Pasien, meliputi:
Nama, umur, tenpat tanggal lahir, jenis kelamin, alamat, pekerjaan,
suku/bangsa, agama, status perkawinan, tanggal masuk rumah sakit
(MRS), nomor register dan diagnose medik.
2. Identitas Penanggung Jawab, meliputi:
Nama, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, serta status
hubungan dengan pasien.
B. Keluhan Utama
Keluhan utama yang muncul adalah pasien datang dengan keluhan adanya
benjolan pada leher.
C. Riwayat Penyakit Sekarang
Pengkajian yang mendukung keluhan utama dengan memberikan
pertanyaan tentang kronologi keluhan utama. Keluhan lain yang menyertai
adalah pasien merasakan susah menelan dan bernafas serta adanya rasa takut-
cemas (ansietas) karena pasien belum pernah dioperasi.
D. Riwayat Penyakit Terdahulu
Pasien memiliki riwayat penyakit terdahulu, yaitu: diabetes melittus dan
gangguan kardiovaskuler
E. Pemeriksaan Fisik
1. Inspeksi
a. Pada inspeksi, perhatikan bagian mulut, terutama bagian gigi, gusi,
dan lidah;
b. Perhatikan kemampuan membuka mulut dan tentukan mallampati;
c. Perhatikan bentuk leher, benjolan pada leher, dan mobilitas leher;
d. Benjolan tiroid akan terlihat di sisi kanan kiri leher.
2. Palpasi
Palpasi dilakukan dengan cara meraba-raba bagian leher pasien.
Pada leher pasian akan dirasakan dua benjolan atau pembengkakakn pada
kelenjar tiroid pasien.
3. Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium, pasien dilakukan pemeriksaan
lengkap yang meliputi pemeriksaa Hemoglobin Lengkap, hitung jenis,
index eritrosit, hemostatis, kimia klinik dan gula darah
4. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan Radiologi adalah pemeriksaan yang sangat tepat
digunakan utk mengetahui Anatomi dan Fisiologi dari suatu organ
sehingga kelainan yang terlihat dapat membantu menegakkan diagnosa,
sehingga dilakukannya pemeriksaan Thorax dengan proyeksi PA
(Posterior-Anterior).
5. Pemeriksaan EKG
Elektrokardiografi adalah suatu alat yang sederhana, relatif murah,
praktis dan dapat dibawa kemana-mana, tetapi harus diingat bahwa
walaupun alat ini sangat berguna, banyak pula keterbatasannya. Dalam
usaha menginterpretasikan gambaran EKG normal belum tentu
menunjukkan jantung normal, sebaliknya gambaran EKG abnormal belum
tentu menunjukkan jantung yang tidak normal.
2.2.2 Masalah Kesehatan Anestesi
Masalah Kesehatan Anestesi yang secara umum muncul pada pasien
Multiple Nodul Tiroid (MNT) dengan general anestesi meliputi:
A. Pre Anestesi
1. Ansietas
2. Risiko Cedera Anestesi
B. Intra Anestesi
1. Risiko Trauma Fisik Pembedahan
2. Risiko Penyulit Intubasi
3. RK Disfungsi Respirasi
4. RK Disfungsi Kardiovaskuler
C. Post Anestesi
1. RK Disfungsi Respirasi
2. RK Termoregulasi (Hiportemia)
3. Nyeri

2.2.3 Perencanaan/Intervensi Keperawatan Anestesi


A. Pra Anestesi
1. Ansietas
a. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan anestesi selama 30 menit,
diharapkan kecemasan pasien dapat teratasi
b. Kriteris Hasil
- TD dalam batas normal > 100/60 mmHg, <130/90 mmHg.
- Nadi dalam batas normal : 60-100 x/menit.
- Pasien mau menjalani operasi.
- Pasien tidak gelisah.
- Pasien tidak takut
c. Intervensi
- Lakukan kunjungan ke Ruangan Pre Operatif 1 hari sebelum
operasi.
- Observasi TD, Nadi.
- Jelaskan tentang prosedur pembedahan dan prosedur anestesi.
- Ajarkan Teknik distraksi pernapasan diagfragma
- Berikan posisi nyaman bagi pasien
- Kolaborasi dengan dokter anestesi dalam pemberian obat sedatif

2. Risiko Cedera Anestesi


a. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan anestesi selama 30 menit
diharapkan tidak terjadi cedera anestesi
b. Kriteris Hasil :
- Pasien siap untuk dilakukan tindakan anestesi
- Pemilihan teknik anestesi sesuai dengan kondisi pasien.
- TTV dalam batas normal :
a) TD 120/80 mmHg
b) Nadi 80x/menit
c) Suhu 36,5˚C
d) RR 16-20 x/menit
- Kesiapan evaluasi pra anestesi meliputi :
a) Kesiapan peralatan dan mesin anestesi.
b) Kesiapan obat anestesi.
c) Kesiapan obat-obat life saving.
d) Kesiapan obat-obat lainnya.
e) Kesiapan terapi cairan.
f)
c. Intervensi:
- Kaji keadaan umum dan TTV pasien
- Kaji AMPLE:
a) Riwayat alergi
b) Riwayat medikasi sebelumnya
c) Riwayat post-illness
d) Riwayat last meal
e) Riwayat eksposure
- Kaji penyulit intubasi menggunakan LEMON:
a) Look externally
b) Evaluate 3-3-2
c) Malampati score class 1
d) Obstruction
e) Neck mobility
- Kaji B6 (Breathing, Bleeding, Brain, Bladder, Bowel, Bone)
pasien.
- Evaluasi kembali puasa pasien selama berapa jam.
- Anjurkan pasien untuk mengosongkan kandung kemih sebelum
operasi.
- Lepaskan aksesoris.
- Lepaskan lensa kontak
- Kaji kembali personal hygiene pasien yang meliputi kebersihan
diri dan kebersihan kuku.
- Persiapan alat dan mesin anestesi, meliputi statics dan mesin
anestesi.
- Persiapan obat anestesi yang meliputi (obat premedikasi, obat
induksi, obat anestesi parenteral, obat anestesi volatil agen dan
obat anestesi gas medik).
- Persiapan obat” lainnya (obat anti MNT, H2 anatagonis, obat anti
alergi, dan obat anti koagulan).
- Terapi cairan (cairan kristaloid, cairan koloid, dan darah)
- Kaji ulang info consent.
- Lakukan pemberian premedikasi sesuai program terapi
- Tetapkan status fisik ASA sesuai program kolaboratif.
- Tentukan jenis anestesi (General anestesi teknik anestesi inhalasi
metode pemasangan ETT).
- Kaji status nutrisi pasien.
- Kolaborasi pemberian premedikasi dan obat anestesi.

B. Intra Anestesi
1. Risiko Trauma Fisik Pembedahan
a. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan anestesi selama 1-2 ment,
diharapkan tidak terjadinya trauma pembedahan
b. Kriteris Hasil :
- Tercapainya TRIAS Anestesi meliputi analgetik, hipnosis, dan
relaxsasi.
- Pertahankan kedalaman anestesi pada stadium 3 plana 3.
a) TTV dalam batas normal
b) TD 120/80 mmHg
c) Nadi 80x/menit
d) MAP 70-100 mmHg
e) RR 16-20 x/menit
f) SpO2 dalam batas normal : 95-100%
g) Suhu 36,5˚C
- Tidak terjadi komplikasi anestesi selama operasi berlangsung.
c. Intervensi :
- Observasi TTV pasien.
- Atur posisi pembedahan pasien.
- Lakukan pemasangan alat monitoring non invasif.
- Atasi penyulit yang timbul.
- Berikan tindakan general anestesi sesuai program kolaboratif.
- Pertahankan kedalaman anestesi pada stadium 3 plana 3, dan
observasi monitoring kedalaman anestesi.
- Monitoring pada anestesi/ monitoring standar (monitoring airway,
monitoring fentilasi, monitoring oksigenasi, monitoring sirkulasi,
monitoring suhu).

2. Risiko Penyulit Intubasi


a. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan anestesi selama 1-2 jam,
diharapkan mencegah terjadi penyulit intubasi selama anestesi pada
pasien
b. Kriteris Hasil :
- Terdeteksinya LEMON
L = bentuk tubuh normal,anatomy kepala normal, leher tidak
pendek,kemampuan membuka mulut lebar, tidak ompong,
tidak adanya gigi menonjol, tidak ada gigi palsu, tidak ada
kelainan pada rahang.
E = membuka mulut 3 jari, jarak ujung mentum ke tulang hyoid 3
jari, jarak Tiromentalis dari dasar mulut sampai di atas tulang
tiroid 2 jari.
M = class I
O = tidak ada sekresi dlm jalan napas
N= ekstensi dan fleksi leher 35-36 derajat, rotasi leher bebas
- SpO2 dalam batas normal : 95-100%
- RR dalam batas normal : 16-20 x/menit
- TD : 100-120 / 70-80 mmHg
- N : 60-100 x/menit
- Tidal volume 400-500 cc
- Status ASA I
c. Intervensi :
- Observasi TTV pasien.
- Atur posisi pembedahan pasien.
- Lakukan pemasangan alat monitoring non invasif.
- Atasi penyulit yang timbul.
- Berikan tindakan general anestesi sesuai program kolaboratif.
- Pertahankan kedalaman anestesi pada stadium 3 plana 3, dan
observasi monitoring kedalaman anestesi.
- Monitoring pada anestesi/ monitoring standar (monitoring airway,
monitoring fentilasi, monitoring oksigenasi, monitoring sirkulasi,
monitoring suhu).

3. RK Disfungsi Respirasi
a. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan anestesi selama 1-2 jam,
diharapkan tidak terjadi disfungsi pada respirasi pada pasien
b. Kriteria Hasil :
- Irama napas reguler.
- Frekuensi napas 12-20 x/menit.
- Tidak ada bunyi tambahan napas.
- Pola ventilasi.
- Pengembangan dada, arterior-posterior dan lateral sinis kiri dan
kanan simetris.
- Tidak ada tand-tanda refraksi intercosta.
- SpO2 dalam batas normal : 95-100%
- RR dalam batas normal : 16-20 x/menit
- TD : 100-120 / 70-80 mmHg
- N : 60-100 x/menit
- Tidal volume 400-500 cc
c. Intervensi :
- Observasi breathing (jalan napas, fentilasi, oksigenasi) pada
pasien.
- Berikan oksigen sesuai dengan program terapi.
- Lakukan pemeliharaan jalan napas ( pertahankan posisi pasien
dalam posisi sniffing selama pemberian anestesi).
- Lakukan bagging pada pasien.
- Lakukan pengakhiran tindakan anestesi (reverse dan ekstubasi).
- Kolaborasi pemasangan LMA atau ETT.

4. RK Disfungsi Kardiovaskuler
a. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan anestesi selama 1-2 jam,
diharapkan pasien tidak terjadi disfungsi kardiovaskular
b. Kriteris Hasil :
- Hemodinamik stabil :
- Irama sinus : iramanya teratur, dengan frekuensi jantung (HR) 60-
100 x/menit, gelombang QRS 0,06 - <0,12 detik, PR interval 0,12-
0,20 detik.
- Wajah pasien tidak pucat.
- Akral hangat.
- CM=CK.
c. Intervensi :
- Monitoring sirkulasi (TD, denyut nadi, MAP, irama EKG).
- Monitoring akral pasien.
- Monitoring pendarahan.
- Monitoring CK dan CM.
- Berikan cairan sesuai kebutuhan pasien selama operasi (CM=CK)
- Hitung kebutuhan cairan puasa.
- Hitung perdarahan (jumlah perdarahan di suction, kain kasa 1gr
=1cc, lapangan operasi 25% dari jumlah pendarahan yg keluar).
- Berikan obat-obat vasopresor sesuai dengan program kolaborasi.

C. Pasca Anestesi
1. RK Disfungsi Respirasi
a. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan kepenataan anastesi selama 30-60
menit diharapkan jalan napas efektif
b. Kriteria Hasil :
- Tidak ada bunyi napas tambahan.
- Tidak terjadi sianosis.
- RR pasien dalam batas normal
- Irama napas normal.
- Tidak terjadi pernapasan cuping hidung.
c. Intervensi :
- Kaji keadaan umum dan TTV pasien serta jalan napas pasien.
- Monitor status pernapasan (ekspansi dada).
- Berikan penilaian Alderete Score
- Berikan posisi yang nyaman.
- Kolaborasi dalam pemberian oksigen.

2. RK Termoregulasi (Hiportemia)
a. Tujuan : Setelah dilakukan asuhan kepenataan anestesi selama 30-60
menit diharapkan tidak terjadi hipotermi
b. Kriteria Hasil :
- Suhu dalm batas normal (36-37 ˚C)
- Akral pasien hangat.
- Tidak terjadi menggigil.
- Tidak ada tanda-tanda sianosis
- TTV dalam batas normal
a) TD : 100-120 / 70-80 mmHg
b) Nadi : 60-100 x/menit
c) RR 16-20 x/menit
c. Intervensi :
- Observasi TTV.
- Berikan selimut.
- Monitor tanda-tanda sianosis.
- Pertahankan suhu tubuh pasien dengan cara memberikan cairan
infus yang hangat.
- Berikan obat anti shivering.
- Atur suhu ruang kamar operasi dan recovery room 22-24 ˚C.
3. Nyeri
a. Tujuan : Setelah dilakukan asuhan kepenataan anestesi selama 30-60
menit diharapkan pasien mampu toleransi terhadap nyeri
b. Kriteria Hasil :
- Skala nyeri menjadi 1-3 (nyeri ringan).
- Pasien tidak tampak meringis.
- TTD dan dan denyut nadi dalam rentang normal :
a) TD 120/80 mmHg
b) Nadi 80 x/menit
c. Intervensi :
- Monitor TTV pasien.
- Monitoring tingkat nyeri dengan metode numeric rating scale
(NRS).
- Ajarkan metode distraksi dan relaksasi selama nyeri akut yang
tidak membebani.
- Kolaborasikan dalam pemberian antianalgetik narkotik.

2.2.4 Implementasi
Implementasi merupakan tindakan yang sudah direncanakan dalam
rencana keperawatan. Tindakan mencakup tindakan mandiri dan tindakan
kolaborasi (Wartonah, 2015). Proses pelaksanaan implementasi harus berpusat
kepada kebutuhan klien, faktor-faktor lain yang mempengaruhi kebutuhan
keperawatan, strategi implementasi keperawatan, dan kegiatan komunikasi
(Dinarti & Muryanti, 2017). Tahap proses Askan dengan melaksanakan berbagai
strategi tindakan keperawatan yang telah direncanakan. Perawat anestesi harus
mengetahui berbagai hal: bahaya fisik, perlindungan pasien, teknik komunikasi,
prosedur tindakan.

2.2.5 Evaluasi Keperawatan Anestesi


Evaluasi keperawatan merupakan tahap akhir dari rangkaian proses
keperawatan guna tujuan dari tindakan keperawatan yang telah dilakukan tercapai
atau perlu pendekatan lain. Evaluasi keperawatan mengukur keberhasilan dari
rencana dan pelaksanaan tindakan keperawatan yang dilakukan dalam memenuhi
kebutuhan pasien (Dinarti &Muryanti, 2017). Tujuan dari evaluasi yaitu untuk
mendapatkan umpan balik yang relevan dengan cara membandingkan dengan
kriteria hasil. Hasil evaluasi menggambarkan tentang perbandingan tujuan yang
dicapai dengan hasil yang diperoleh.
ASUHAN KEPENATAAN ANESTESI
PASIEN NY.F DILAKUKAN TINDAKAN OPERASI TIROIDEKTOMI DENGAN
TINDAKAN ANESTESI GENERAL ANESTESI DI RUANG IBS LELY
RS CINTA SUCI TABANAN
PADA TANGGAL 26 SEPTEMBER 2021

I. PENGKAJIAN
1) Pengumpulan Data
1. Anamnesis
a. Identitas
1) Identitas Pasien
Nama : NY.F
Umur : 35 Tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Hindu
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Wiraswasta
Suku Bangsa : Indonesia
Status perkawinan` : Kawin
Golongan darah :O
Alamat : Kediri, Tabanan
No. CM : 301020
Diagnosa medis : Multiple Nodul Tiroid (MNT)
Tindakan Operasi : Total Tiroidektomy dengan General Anestesi
Tanggal MRS : 25 September 2021
Tanggal pengkajian : 26 September 2021 Jam Pengkajian: 10.00
Jaminan : BPJS

2) Identitas Penanggung Jawab


Nama : Tn.W
Umur : 37 Tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Hindu
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Petani
Suku Bangsa : Indonesia
Hubungan dg Klien : Suami
Alamat : Kediri, Tabanan

b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama
a. Saat Masuk Rumah Sakit
Terdapat benjolan pada leher pasien
b. Saat Pengkajian
Pasien tampak cemas karena akan di operasi

2) Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke RSUD Cinta Suci Tabanan diantar oleh keluarga pada
tanggal 25 September 2021 jam 12.00 dengan keluhan terdapat benjolan pada
area leher yang dirasakan kurang lebih 1 tahun lalu, pasien mengatakan sulit
menelan, sulit bernafas, pembengkakan di leher. Setelah dilakukan pemeriksaan
fisik terdapat dua benjolan pada tiroid pasien. Dokter mendiagnosa pasien
Multiple Nodul Tiroid (MNT) dan rencana dilakukan operasi dengan tindakan
total tiroidektomy dengan general anestesi pada tanggal 26 September 2021
pukul 11.00. Pasien dipindahkan ke ruang IBS Lely. Di ruang IBS Lely pasien
dilakukan persiapan operasi dan pemberian Terapi IVFD NaCl 0,9% terpasang
fls pertama tersisa 100 cc, Graninsetron 3 mg dan antibiotic ceftriaxone 2 g.
Pasien tiba di ruang penerimaan operasi pukul 11.00, setelah dilakukan
pengkajian pra anestesi didapatkan hasil pasien tampak gelisah, pasien
mengatakan takut dan cemas, pasien mengatakan belum pernah di operasi
sebelumnya. Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital pasien pre op: TD 140/100
mmHg, N 110 x/menit, RR 24 x/menit, S 36,5C, SaO2 100%.

3) Riwayat Penyakit Dahulu


Diabeter Melitus dan Kardiovaskuler
4) Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien memiliki riwayat penyakit sistemik ringan yaitu hipertensi.

5) Riwayat Kesehatan
- Sebelumnya pernah masuk Rumah Sakit? Pasien mengatakan tidak pernah
masuk rumah sakit.
- Riwayat operasi sebelumnya : Pasien mengatakan belum pernah operasi
- Riwayat anestesi sebelumnya : Pasien mengatakan belum pernah di anestesi
- Apakah pasien pernah mendapatkan transfusi darah? Pasien mengatakan
belum pernah transfuse darah.
- Apakah pasien pernah didiagnosis penyakit menular? Pasien mengatakan
tidak pernah didiagnosa penyakit menular.
- Khusus pasien perempuan :
Jumlah kehamilan: 1 x
Jumlah anak : 1
Mensturasi terakhir : 10 September 2021
Menyususi : Pasien mengatakan tidak sedang menyusui
6) Riwayat pengobatan/konsumsi obat:
a) Obat yang pernah dikonsumsi: Anti diabetik, antikoagulan, kortikosteroid,
antihipertensi secara teratur.
b) Obat yang sedang dikonsumsi: Antihipertensi

7) Riwayat Alergi : Pasien mengatakan tidak pernah memiliki alergi.


8) Kebiasaan :
a) Merokok : Tidak pernah
b) Alkohol : Tidak pernah
c) Kopi/teh/soda : Tidak pernah

c. Pola Kebutuhan Dasar


1) Udara atau oksigenasi
Sebelum Sakit
- Gangguan pernafasan : Pasien mengatakan tidak pernah memiliki
gangguan pernafasan
- Alat bantu pernafasan : Pasien mengatakan tidak pernah menggunakan alat
bantu pernafasan
- Sirkulasi udara : Pasien mengatakan sirkulasi udaranya baik
- Keluhan : Pasien mengatakan tidak memiliki keluhan
- Lainnya : Pasien mengatakan tidak ada
Saat Ini
- Gangguan pernafasan : Pasien mengatakan memiliki gangguan pernafasan
- Alat bantu pernafasan : Pasien mengatakan memerlukan bantuan oksigen
- Sirkulasi udara : Pasien mengatakan sirkulasi udaranya terganggu
- Keluhan : Pasien mengeluh sesak
- Lainnya : Pasien mengatakan tidak ada

2) Air / Minum
Sebelum Sakit
- Frekuensi : Pasien mengatakan 1600cc
- Jenis : Pasien mengatakan jenis air mineral
- Cara : Pasien mengatakan dengan oral
- Minum Terakhir : Pasien mengatakan sesampainya di rumah sakit
- Keluhan : Pasien mengatakan sedikit sakit saat menelan air
- Lainnya : Pasien mengatakan tidak ada
Saat Ini
- Frekuensi : Pasien mengatakan tidak minum karna puasa
- Jenis : Pasien mengatakan air mineral
- Cara : Pasien mengatakan dengan oral
- Minum Terakhir : Pasien mengatakan pukul 00.00 WITA
- Keluhan : Pasien mengatakan haus
- Lainnya : Pasien mengatakan tidak ada

3) Nutrisi/ makanan
Sebelum Sakit
- Frekuensi : Pasien mengatakan 2-3 x/ hari
- Jenis : Pasien mengatakan nasi jagung
- Porsi : Pasien mengatakan 1 piring
- Diet khusus : Pasien mengatakan tidak melakukan
diet
khusus
- Makanan yang disukai : Pasien mengatakan suka nasi goreng
- Napsu makan : Pasien mengatakan baik
- Puasa terakhir : Pasien mengatakan tidak puasa
- Keluhan : Pasien mengatakan sakit saat
menelan
nasi
- Lainnya : Pasien mengatakan tidak ada
Saat ini
- Frekuensi : Pasien mengatakan 2 x/hari
- Jenis : Pasien mengatakan mengkonsumsi
karbohidrat, protein, sayuran
- Porsi : 1 piring
- Diet khusus : Pasien mengatakan tidak ada
- Makanan yang disukai : Pasien mengatakan nasi goreng
- Napsu makan : Pasien mengatakan nafsu makannya
menurun
- Puasa terakhir : Pasien mengatakan 6 jam
- Keluhan : Pasien mengatakan lapar
- Lainnya : Pasien mengatakan tidak ada

4) Eliminasi
a) BAB
Sebelum sakit
- Frekuensi : Pasien mengatakan 1-2 x/hari
- Konsistensi : Pasien mengatakan padat
- Warna : Pasien mengatakan khas feses
- Bau : Pasien mengatakan khas
feses
- Cara (spontan/dg alat) : Pasien mengatakan spontan
jongkok
- Keluhan : Pasien mengatakan tidak ada
- Lainnya : Pasien mengatakan tidak ada
Saat ini
- Frekuensi : Pasien mengatakan 1x/hari
- Konsistensi : Pasien mengatakan padat
- Warna : Pasien mengatakan khas feses
- Bau : Pasien mengatakan khas
feses
- Cara (spontan/dg alat) : Pasien mengatakan spontan
jongkok
- Keluhan : Pasien mengatakan tidak ada
- Lainnya : Pasien mengatakan tidak ada

b) BAK
Sebelum sakit
- Frekuensi : Pasien mengatakan 250 cc
- Konsistensi : Pasien mengatakan cair
- Warna : Pasien mengatakan jernih
- Bau : Pasien mengatakan khas urine
- Cara (spontan/dg alat) : Pasien mengatakan spontan
jongkok
- Keluhan : Pasien mengatakan tidak ada
- Lainnya : Pasien mengatakan tidak ada
Saat ini
- Frekuensi : Pasien mengatakan 340 cc
- Konsistensi : Pasien mengatakan cair
- Warna : Pasien mengatakan jernih
- Bau : Pasien mengatakan khas urine
- Cara (spontan/dg alat) : Pasien mengatakan spontan
jongkok
- Keluhan : Pasien mengatakan tidak ada
- Lainnya : Pasien mengatakan tidak ada

5) Pola aktivitas dan istirahat


a) Aktivitas
Kemampuan Perawatan Diri 0 1 2 3 4
Makan dan minum 
Mandi 
Toileting 
Berpakaian 
Berpindah 
0: mandiri, 1: Alat bantu, 2: dibantu orang lain, 3: dibantu orang lain dan
alat, 4: tergantung total
b) Istirahat Dan Tidur
Sebelum sakit
- Apakah anda pernah mengalami insomnia? Tidak pernah
- Berapa jam anda tidur: malam 7 jam , siang 2 jam
Saat ini
- Apakah anda pernah mengalami insomnia? Tidak pernah
- Berapa jam anda tidur: malam 7 jam, siang 2 jam

6) Interaksi Sosial
- Hubungan dengan lingkungan masyarakat, keluarga, kelompok, teman: Pasien
mengatakan dapat berkomunikasi dengan baik.

7) Pemeliharaan Kesehatan
- Rasa Aman : Pasien mengatakan baik karena didampingi oleh
keluarganya
- Rasa Nyaman : Pasien mengatakan kurang (karena terdapat dua benjolan
pada tiroid, pasien tampak tegang karena baru pertama
kali melakukan operasi)
- Pemanfaatan pelayanan kesehatan : Pasien dengan baik melakukan
pemanfaatan
kesehatan

8) Peningkatan fungsi tubuh dan pengimbangan manusia dalam kelompok


sosial sesuai dengan potensinya.
- Konsumsi vitamin : Pasien mengatakan jarang, sesekali minum
vitamin C
- Imunisasi : Pasien mengatakan vaksin covid-19
- Olahraga : Pasien mengatakan jarang
- Upaya keharmonisan keluarga : Pasien mengatakan baik
- Stres dan adaptasi : Pasien mengatakan dapat beradaptasi
dengan baik

2. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
Kesadaran : Compos metis
GCS : Verbal: 5 Motorik: 6 Mata : 4
Penampilan : Tampak nyeri sedang
Tanda-tanda Vital : Nadi = 110 x/menit, Suhu =36,5 0 C, TD =140/100 mmHg,
RR =24 x/menit, Skala Nyeri: 3
BB: 68 Kg, TB:165 Cm, BMI: 25,0
Lainnya : tidak ada
b. Pemeriksaan Kepala
 Inspeksi :
Bentuk kepala (Normocephal ), kesimetrisan (+), hidrochepalus ( - ), Luka ( - ),
darah ( - ), trepanasi ( - ).
Lainnya : tidak ada kelainan
 Palpasi :
Nyeri tekan ( - ),
Lainnya : -

c. Pemeriksaan Wajah :
 Inspeksi :
Ekspresi wajah (rileks), dagu kecil (+), Edema (-),
kelumpuhan otot-otot fasialis (-), sikatrik (-), micrognathia (-), rambut wajah (-)
Lainnya  tidak ada kelainan

d. Pemeriksaan Mata
 Inspeksi :
- Kelengkapan dan kesimetrisan mata ( + )
- Ekssoftalmus ( + ), Endofthalmus ( - )
- Kelopak mata / palpebra : oedem ( - ), ptosis ( - ), peradangan (- ) luka ( - ),
benjolan (-i’p[/;p/ - )
- Bulu mata (tidak rontok)
- Konjunctiva dan sclera : perubahan warna (tidak ada)
- Reaksi pupil terhadap cahaya +/+, isokor ( + ),
- Kornea : warna hitam
- Nigtasmus ( - ), Strabismus (- )
- Ketajaman Penglihatan ( Baik)
- Penggunaan kontak lensa: tidak
- Penggunaan kaca mata: tidak
- Lainnya : tidak ada kelainan

 Palpasi
- Pemeriksaan tekanan bola mata : : Normal
- Lainnya: tidak ada kelainan

e. Pemeriksaan Telinga
 Inspeksi dan palpasi
- Amati bagian telinga luar : bentuk Normal
Lesi ( - ), nyeri tekan ( - ),peradangan ( - ), penumpukan serumen (-).
- perdarahan ( - ), perforasi ( - ).
- Tes kepekaan telinga :Normal
- Lainnya : tidak ada kelainan

f. Pemeriksaan Hidung
 Inspeksi dan palpasi
- Bentuk tulang hidung Normal, posisi septum nasi normal & tidak ada
pembengkakan
- meatus : perdarahan (-), Kotoran (-), Pembengkakan (- ), pembesaran/polip ( -)
- pernafasan cuping hidung ( - ).
- Lainnya : tidak ada kelainan

g. Pemeriksaan Mulut dan Faring


 Inspeksi dan Palpasi
- Amati bibir : Tidak ada kelainan, warna bibir merah muda, lesi ( - ), bibir
pecah (- ).
- Amati gigi ,gusi, dan lidah : Caries (-), Kotoran (-), Gingivitis (- ), gigi palsu
(+), gigi goyang (+), gigi maju (- ).
- Kemampuan membuka mulut < 3 cm : -
- Lidah : Warna lidah :Merah mudah, Perdarahan (- ), Abses (- ), Ukuran Normal
- Orofaring atau rongga mulut : uvula ( simetris ), Benda asing : (tidak )
- Tonsil : T2
- Mallampati :II
- Perhatikan suara klien : (tidak)
- Lainnya : tidak ada kelainan

h. Pemeriksaan Leher
 Inspeksi dan amati dan rasakan :
- Bentuk leher (asimetris), peradangan (-), jaringan parut (-), perubahan warna
(-) , massa ( + )
- Kelenjar tiroid, pembesaran ( + )
- Vena jugularis : pembesaran ( - )
- Pembesaran kelenjar limfe (-), posisi trakea (simetris/tidak simetris)
- Mobilitas leher : menggerakan rahang kedepan : (+), ekstensi : ( -), fleksi : ( - ),
menggunakan collar : ( - )
- Leher pendek: tidak
- Lainnya: Mobilitas Agak Terbatas

 Palpasi
- Kelenjar tiroid: ukuran mengalami pembesaran
- Vena jugularis : tekanan :
- Jarak thyro mentalis , 6 cm : (- )
- Mobilitas leher : menggerakan rahang kedepan : ( + ), ekstensi : (- ), fleksi :
( -), menggunakan collar : (- )
- Lainnya: Tidak ada

i. Pemeriksaan Payudara dan Ketiak


 Inspeksi
- Bentuk (simetris), pembengkakan (- ).
- Kulit payudara : warna normal, lesi ( - )
- Areola : perubahan warna - )
- Putting : cairan yang keluar ( - ), ulkus ( - ), pembengkakan ( - )
- Lainnya : tidak ada kelainan

 Palpasi
- Nyri tekan ( - ), dan kekenyalan (lunak), benjolan massa (-), mobile (-)
- Lainnya tidak ada kelainan

j. Pemeriksaan Torak
a) Pemeriksaan Thorak dan Paru
 Inspeksi
- Bentuk torak (Simetris), keadaan kulit Normal
- Retrasksi otot bantu pernafasan : Retraksi intercosta (-), retraksi suprasternal
(-), Sternomastoid ( - )
- Pola nafas : (normal
- Batuk (-),
- Lainnya : Normal

 Palpasi
Pemeriksaan taktil / vocal fremitus : getaran antara kanan dan kiri teraba sama
Lainnya : Normal

 Perkusi
Area paru : ( sonor)
Lainnya Normal

 Auskultasi
- Suara nafas
 Area Vesikuler : ( bersih) ,
 Area Bronchial : ( bersih)
 Area Bronkovesikuler : ( bersih)
- Suara Ucapan
 Normal
- Suara tambahan
- Terdengar : tidak ada suara tambahan
- Lainnya Normal

b) Pemeriksaan Jantung
 Inspeksi
Ictus cordis ( -), pelebaran (-)
Lainnya: Tidak ada

 Palpasi
Palpasi pada dinding torak teraba : (Kuat)
Lainnya: Tidak ada

 Perkusi
Batas-batas jantung normal adalah :
Batas atas : ICS II ( N = ICS II )
Batas bawah ICS V ( N = ICS V)
Batas Kiri : ICS V Mid Clavikula Sinistra ( N = ICS V Mid Clavikula Sinistra)
Batas Kanan : ICS IV Mid Sternalis Dextra ( N = ICS IV Mid Sternalis Dextra)
Lainnya : Normal

 Auskultasi
BJ I terdengar (tunggal)
BJ II terdengar (tunggal)
Bunyi jantung tambahan : BJ III ( - ), Gallop Rhythm (-), Murmur (-)
Lainnya: Normal

k. Pemeriksaan Abdomen
 Inspeksi
- Bentuk abdomen : datar
- Massa/Benjolan ( - ), Kesimetrisan ( + )
- Bayangan pembuluh darah vena (-)
- Lainnya: normal

 Auskultasi
Frekuensi peristaltic usus 15 x/menit
Lainnya Normal

 Perkusi : Tympani ( + ) dullness ( - ), Lainnya : Tidak ada


 Palpasi
- Distensi ( - ), Difans muskular ( -)
- Palpasi Hepar :
Nyeri tekan ( - ), pembesaran ( - ) , perabaan (keras), permukaan (halus), tepi hepar
(tumpul) . ( N = hepar tidak teraba).
-Palpasi Lien : Pembesaran lien : ( - )
- Palpasi Appendik :
 Titik Mc. Burney . nyeri tekan ( - ), nyeri lepas ( - ), nyeri menjalar
kontralateral ( - ).
 Acites atau tidak : Shiffing Dullnes ( - ) Undulasi ( - )
- Palpasi Ginjal :Nyeri tekan( - ), pembesaran ( - ). (N = ginjal tidak teraba).
- Lainnya Normal

l. Pemeriksaan Tulang Belakang :


 Inspeksi:
-Kelainan tulang belakang: Kyposis (-), Scoliosis (-), Lordosis (-)
Perlukaan (-), infeksi (-), mobilitas (leluasa, pergerakan aktif )
-Lainnya:tidak ditemukan kelaianan

 Palpasi:
Fibrosis (-), HNP (-)
Lainnya : tidak ada kelainan

m.Pemeriksaan Genetalia
a) Pada Wanita
 Inspeksi :
Kebersihan rambut pubis (bersih), lesi ( - ),eritema ( - ), keputihan ( - ),
peradangan ( - ).
Lubang uretra : stenosis /sumbatan ( - )
Terpasang kateter (-)
Lainnya: Tidak ada

n. Pemeriksaan Anus
 Inspeksi
Atresia ani (- ), tumor (- ), haemorroid (- ), perdarahan (- )
Perineum : jahitan ( - ), benjolan ( - )
Lainnya: Normal

 Palpasi
Nyeri tekan pada daerah anus (- ) pemeriksaan Rectal Toucher dalam batas
normal
Lainnya: Normal

o. Pemeriksaan Ekstremitas
a) Ekstremitas Atas
 Inspeksi
Otot antar sisi kanan dan kiri (simetris), deformitas (-)
Fraktur (-),
IV line: terpasang ditangan kiri ukuran abocatch 20 G, tetesan:20 tpm
ROM: 5555
Lainnya: Normal

 Palpasi
Perfusi : Baik
CRT: < 3detik ..
Edema : ( tidak edema )
Lakukan uji kekuatan otat : 5
Lainnya: Normal

b) Ekstremitas Bawah :
 Inspeksi
Otot antar sisi kanan dan kiri (simetris), deformitas (-)
Fraktur (-), terpasang gips (-), Traksi ( - ), atropi otot (-)
IV line: terpasang di (-), ukuran abocatch (-), tetesan: (-).
ROM: 5555
Lainnya: Normal

 Palpasi
Perfusi: Baik
CRT: <3 detik
Edema : 1
Lakukan uji kekuatan otot : 5
Lainnya: Normal
Kesimpulan palpasi ekstermitas :

- Edema :

- uji kekuatan otot :


PEMERIKSAAN NEUROLOGIS
1. Memeriksa tanda-tanda rangsangan otak
Penigkatan suhu tubuh (-), nyeri kepala ( -), kaku kuduk ( -), mual –muntah ( -)
riwayat kejang ( -), penurunan tingkat kesadaran ( -), riwayat pingsan (-), tanda-tanda
TIK lainnya: Tidak ada
2. Memeriksa nervus cranialis
Nervus I , Olfaktorius (pembau ) Normal
Nervus II, Opticus ( penglihatan )Normal
Nervus III, Ocumulatorius Normal
Nervus IV, Throclearis Normal
Nervus V, Thrigeminus :
- Cabang optalmicus : Normal
- Cabang maxilaris : . Normal..
- Cabang Mandibularis : Normal
Nervus VI, Abdusen Normal..
Nervus VII, Facialis Normal
Nervus VIII, Auditorius Normal
Nervus IX, Glosopharingeal Normal0 0
Nervus X, Vagus Normal 0 0
Nervus XI, Accessorius . Normal 0 0
Nervus XII, Hypoglosal Normal
3. Memeriksa fungsi sensorik
Kepekaan saraf perifer : benda tumpul ( + ), benda tajam ( + / -), Menguji sensasi
panas / dingin ( + ), kapas halus ( + ).
555 555
4. Memeriksa reflek kedalaman tendon
555 555
- Reflek fisiologis
a. Reflek bisep ( + )
b. Reflek trisep ( + )
c. Reflek brachiradialis ( + )
d. Reflek patella ( + )
e. Reflek achiles ( + )
- Reflek Pathologis
Bila dijumpai adanya kelumpuhan ekstremitas pada kasus-kasus tertentu.
a. Reflek babinski ( - )
b. Reflek chaddok ( - )
c. Reflek schaeffer ( - )
d. Reflek oppenheim ( - )
e. Reflek gordon (-)
PENGKAJIAN LEMON
1. L: Look
- Gigi goyang pada molar atas
- Gigi palsu yang tidak bisa dilepas pada gigi seri atas

2. E: Evaluated
- Jarak gigi seri atas dan bawah 3 jari, jarak hyoid-mental 3 jari, jarak thyroid-
mulut 2 jari

3. M: Mallampati Score
- Class II

4. O: Obstruction
- -Epiglositis
- -Peritonsiliar absess

5. N: Neck Mobility
- Mobilitas leher agak terbatas

3. Data Penunjang Diagnostik


a. Pemeriksaan Laboratorium

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal


Hemoglobin Lengkap
Hemoglobin 14,6 g/dl 10,8-16,5
Leukosit 6,06 10’3/μ 3,80 – 10.60
Hitung Jenis
Neutrofil 59% 39,3-73,7
Limfosit 30,7% 18,0-48,3
Monosit 6,8% 4,4-12,7
Eosinofil 2,97% 6,00-7,30
Basofil 0,92% 0,00-1,70
Eritrosit 4,0 10’6/μ 3,5-5,5
Hematokrit 47,7% 35-55
Index Eritrosit
MCV 85,0 fL 81,1-96
MCH 29,0 pg 27,0-31,2
MCHC 32,0% 31,5-35,0
RDW-CV 12,6% 11,5-14,5
Trombosit 186 10’6/μ 145-450
MPV 9,22 Fl 6,90-10,6
Hemostatis
Masa Perdarahan (BT) 2’menit 1-5
Masa Pembekuan (CT) 9’menit 9-15
Kimia Klinik

Gula Darah
Glukosa Sewaktu 95 mg/dL 80-200

b. Pemeriksaan Radiologi :
Hasil Pemeriksaan radiologi RO torak kesan kardiomegali
c. Lain-lain: EKG
Hasil pemeriksaan Kesan Sinus Takikardi

4. Therapi Saat ini :


- Terapi IVFD NaCl 0,9% terpasang fls pertama tersisa 100 cc
- Cepoferazone 2 gram
- Graninsetron 3 mg

5. Kesimpulan status fisik (ASA):


Status Fisik ASA 2, alasanya karena pasien memiliki riwayat penyakit sistemik ringan
yaitu hipertensi dan diabetes mellitus.

6. Pertimbangan Anestesi
a. Faktor penyulit:
Mobilisasi leher yang agak terbatas, terdapat gigi goyang dan menggunakan gigi
palsu.
b. Jenis Anestesi: GA (General Anestesi)
Indikasi: Karena pasien akan dilakukan tindakan tiroidektomi pada daerah leher
c. Teknik Anestesi: ETT
Indikasi:
- Durasi operasi yang cukup relative panjang (sekitar 2-3 jam)
- Penguasaan airway lebih paten dibandingkan teknik anestesi lainnya
2) Analisa Data

No Symptom Etiologi Problem


I. PRE ANESTESI
1 DS: Dilakukan tindakan Ansietas
1. Pasien menanyakan pembedahan
pembiusan yang tiroidectomy
akan dilakukan
sebelum operasi dan
Kurangnya pemahaman
resiko jika dibius
pasien terkait anestesi
2. Pasien mengatakan dan tindakan operasi
belum pernah di
operasi sebelumnya.
DO: Adanya reaksi fisiologis
1. Pasien tampak otak dari voluntary ke
gelisah dan tegang involuntary
2. Tanda-tanda vital
pasien :
TD 140/100 mmHg Pasien merasa gelisah
dan terus bertanya
N 110 x/menit
terkait tindakan anestesi
RR 24 x/menit
dan pembedahan

Ansietas
2 Faktor Resiko (FR): Tindakan Pembedahan Risiko Cedera Anestesi
1. Pasien akan MNT
dilakukan Tindakan
pembedahan MNT
Tindakan General Anestesi
2. Teknik pembiusan
dengan GA
3. Pasien akan Efek obat Gen
diberikan obat GA eral Anestesi (Propofol)
dengan induksi
dengan propofol 2-3
Risiko Cedera Anestesi
mg/kgBB

II. INTRA ANESTESI

No Symptom Etiologi Problem


1 DS: Pasien dengan MNT Risiko Trauma Fisik
1. Pasien dalam Pembedahan
keadaan terbius
DO: dilakukan tindakan
1. Pasien akan dilakukan tiroidectomy dengan GA
tindakan pembedahan
tiroidectomyPasien
tampak pucat
2. Tampak lendir pada
suction Risiko Trauma Fisik
3. Tanda-tanda vital Pembedahan
pasien :
TD 140/100 mmHg
N 110 x/menit
RR 24 x/menit

2 DS: Dilakukan General anestesi dengan Risiko Penyulit intubasi


1. Pasien dalam keadaan ETT
terbius
DO:
1. Pasien ada gigi Terdapat gigi goyang
goyang pada molar dan gigi palsu
atas dan gigi palsu
yang tidak bisa
dilepas pada gigi seri Sulit dilakukan pemasangan pipa
atas ETT
2. Sulit dilakukan
pemasangan pipa
ETT karena masalah Terganggunya jalan nafas
pada gigi
3. Terganggu jalan nafas
pasien Risiko penyulit intubasi
4. Tanda-tanda vital
pasien :
TD 140/100 mmHg
N 110 x/menit
RR 24 x/menit
5. Pemeriksan
LEMON
L : Look
-gigi goyang pada
molar atas
-gigi palsu yang tidak
bisa dilepas pada
gigi seri atas
E : Evaluated
-jarak gigi seri atas
dan bawah 3 jari
-jarak hyoid-mental 3
jari
-jarak thyroid-mulut 2
jari
M : Mallampati score
-class II
O : Obstruction
-epiglositis
-peritonsiliar absess
-trauma leher
N : Neck mobility
-mobilitas leher agak
terbatas
3 DS: Pasien dalam keadaan Dilakukan tindakan tiroidektomy RK Disfungsi Respirasi
terbius
DO:
1. Pasien dilakukan Tindakan anestesi dengan GA
tindakan tiroidectomy
dengan GA
menggunakan ETT
2. Pada pertimbangan Efek agen anestesi
anestesi pasien akan
di induksi dengan
profopol dan Depresi Pernafasan
maintenance anestesi
dengan N2O : O2
3. Penurunan tekanan RK Disfungsi Respirasi
pada
inspirasi/ekspirasi
4. Frekuensi nafas +/-
dari kondisi normal
5. Penurunan ventilasi
(terjadi dispnea)
6. Tanda vital pasien
TD 140/100 mmHg
N 110 x/menit
RR 24 x/menit

5 DS: Pasien dengan riwayat hipertensi RK Disfungsi


1. Pasien dalam keadaan Kardiovaskuler
terbius
DO: Efek agent anestesi
1. Pasien dengan
riwayat hipertensi
2. Pasien diberikan Peningkatan Curah jantung
induksi dengan
profopol
Tanda-tanda vital pasien RK Dsifungsi Kardiovaskuler
TD 140/100 mmHg
N 110 x/menit
RR 24 x/menit
III. PASCA ANESTESI

No Symptom Etiologi Problem

1 DS: - Tindakan anestesi RK Disfungsi Respirasi


DO:
1. Pasien post operasi
tiroidectomy Efek agent anestesi
2. Pasien dibawah
pengaruh obat
anestesi RK Disfungsi Respirasi
3. Tanda-tanda vital
pasien
TD 140/100 mmHg
N 110 x/menit
RR 24 x/menit

2 DS: Tindakan pembedahan RK Termoregulasi


1. Pasien mengatakan (Hipotermia)
tubuhnya kedinginan
DO: Terpapar suhu ruangan dan efek
1. Pasien tampak obat anestesi
menggigil
2. Pasien terpajan suhu
dingin terlalu lama di RK Termoregulasi (Hipotermia)
ruang operasi
3. Akral pasien teraba
dingin
Tanda vital pasien : TD
140/100 mmHg
N 110 x/menit
RR 24 x/menit
3 DS: - Tindakan pembedahan tiroidectomy Nyeri
DO:
1. pasien post operasi
tiroidektomi Terputusnya kontinitas jaringan
2. Terdapat luka insisi di pada daerah post op
bagian leher kiri
pasien
3. Skala nyeri pasien 4 Nyeri
dari (1-10) dengan
NRS
4. Tanda-tanda vital
pasien
TD 140/100 mmHg
N 110 x/menit
RR 24 x/menit
II. Problem (Masalah)

a. PRE ANESTESI
1. Prioritas Tinggi (Mengancam nyawa)
Risiko Cedera Anestesi
Alasan : Pasien mengatakan belum siap untuk dilakukan tindakan anestesi)
2. Prioritas Sedang (Mengancam status kesehatan)
Tidak ada
3. Prioritas Rendah ( situasi yang tidak berhubungan langsung prognosis dari suatu penyakit yang
secara spesifik )

Ansietas
Alasan : Pasien mengatakan takut dan cemas akan dilakukan tindakan operasi.

b. INTRA ANESTESI
1. Prioritas Tinggi (Mengancam nyawa)

- Resiko trauma pembedahan


Alasan : Karena tindakan insisi.
- Resiko penyulit intubasi
Alasan : Sulit dipasangkan pipa ETT sehingga beresiko terganggunya jalan nafas pasien.
- RK disfungsi respirasi
Alasan: Terjadi akibat efek samping agen anestesi sehingga pasien dapat mengalami
depresi pernafasan (dyspnea)
- RK kardiovaskular
Alasan : Terjadi akibat efek samping agen anestesi pada pasien dengan riwayat
hipertensii
2. Prioritas Sedang (Mengancam status kesehatan)
-
3. Prioritas Rendah ( situasi yang tidak berhubungan langsung prognosis dari suatu penyakit yang
secara spesifik )
-

c PASCA ANESTESI
1. Prioritas Tinggi (Mengancam nyawa)
- Risiko RK Disfungsi Respirasi
Alasan: Karena pasien masih berada dalam pengaruh agen anestesi oleh karena itu tingkat
kepentingan dari efektifnya jalan nafas diprioritaskan
- RK Termoregulasi
Alasan: Terjadi karena perubahan suhu ruangan serta efek agen anestesi yang dapat
menyebabkan hipotermia
2. Prioritas Sedang (Mengancam status kesehatan)
- Nyeri
Alasan: Karena nyeri tidak mengancam nyawa namun berpengaruh pada status kesehatan dan
membuat pasien tidak nyaman.
3. Prioritas Rendah (Situasi yang tidak berhubungan langsung prognosis dari suatu penyakit yang
secara spesifik)
-
2. Rencana Intervensi, Implementasi dan Evaluasi

1. Pra Anestesi
Nama : Ny.F No. CM : 301020
Umur : 35 Tahun Dx : Multiple Nodul Tiroid (MNT)
Jenis kelamin : Perempuan Ruang : IBS Lely

No Problem(Masalah) Rencana Intervensi Tgl/ Implementasi Evaluasi Nama &


Tanggal
Tujuan Intervensi Jam Paraf
1 25 September Ansietas Setelah dilakukan 1. Lakukan kunjungan ke 13.00 S:
1. Melakukan kunjungan
2021 Ruangan Pre Operatif 1 WIT
tindakan anestesi selama ke ruangan Pre Operatif O:
hari sebelum operasi. A
30 menit, diharapkan 1 hari sebelum operasi. A:
2. Observasi TD, Nadi.
kecemasan pasien dapat 2. Mengobservasi TD dan P:
13.05
3. Jelaskan tentang nadi.
teratasi dengan kriteria WITA
prosedur pembedahan
hasil : dan prosedur anestesi. 13.10 3. Menjelaskan tentang
WITA prsedur pembedahan
1. TD dalam batas 4. Ajarkan Teknik distraksi dan prosedur anestesi
pernapasan diagfragma 13.15 (efek anestesi dan
normal > 100/60
WITA manajemen nyeri).
5. Berikan posisi nyaman
mmHg, <130/90
bagi pasien 4. Mengajarkan teknik
mmHg.
6. Kolaborasi dengan distraksi pernapasan
2. Nadi dalam batas dokter anestesi dalam diagfragma.
normal : 60-100 pemberian obat sedatif. 5. Memberikan posisi
x/menit. yang nyaman kepada
pasien.
3. Pasien mau menjalani
6. Melakukan kolaborasi
operasi.
dengan dokter anestesi
4. Pasien tidak gelisah. dalam pemberian
5. Pasien tidak takut
Benzodiazepine.
2 25 September Risiko cedera Setelah dilakukan 1. Kaji keadaan umum dan 13.30
1. Mengobservasi
2021 anestesi WITA
tindakan anestesi selama TTV pasien. keadaan umum dan
30 menit diharapkan tidak 2. Kaji riwayat AMPLE: 13.40- TTV pasien setiap 15
14.10 menit.
terjadi cedera anestesi - Riwayat alergi WITA
2. Mengkaji riwayat
dengan kriteria hasil : - Riwayat medikasi
AMPLE (alergi
1. Pasien siap untuk sebelumnya pasien,medikasi
dilakukan - Riwayat post-illness sebelumnya,riwayat
post-illnes, riwayat
tindakan anestesi - Riwayat last meal last meal pasien, dan
2. Pemilihan teknik - Riwayat eksposure riwayat eksposure).
anestesi sesuai 3. Kaji penyulit intubasi 3. Mengkaji penyulit
14.10-
dengan kondisi menggunakan intubasi menggunakan
14.40
LEMON.
pasien. LEMON : WITA
4. Mengkaji pemeriksaan
3. TTV dalam batas - Look externally fisik pasien yaitu B6.
normal : - Evaluate 3-3-2
5. Mengevaluasi kembali
e) TD 120/80 - Malampati score puasa pasien selama
class II berapa jam.
mmHg
f) Nadi - Obstruction 6. Menganjurkan pasien
untuk mengosongkan
80x/menit - Neck mobility kandung kemih
g) Suhu 4. Kaji B6 (Breathing, 14.40- sebelum operasi.
15.40
36,5˚C Bleeding, Brain, 7. Melepaskan aksesoris
WITA
Bladder, Bowel, Bone) pasien.
h) RR 16-20
pasien. 8. Melepaskan lensa
x/menit
kontak pasien.
4. Kesiapan evaluasi 5. Evaluasi kembali puasa
pra anestesi pasien selama berapa 9. Mengkaji kembali
meliputi : jam. personal hygiene
- Kesiapan 6. Anjurkan pasien untuk pasien yang meliputi
peralatan mengosongkan kandung kebersihan diri dan
dan mesin kemih sebelum operasi. kebersihan kuku.
anestesi. 7. Lepaskan aksesoris. 10. Menyiapan alat dan
- Kesiapan 8. Lepaskan lensa kontak mesin anestesi,
obat 9. Kaji kembali personal meliputi statics
anestesi. hygiene pasien yang (scope, tube, air way,
- Kesiapan meliputi kebersihan diri tape, introducer,
obat-obat dan kebersihan kuku. connector, dan
life saving. 10. Persiapan alat dan suction) dan mesin
- Kesiapan mesin anestesi, meliputi anestesi.
obat-obat statics dan mesin 11. Menyiapkan obat
lainnya. anestesi. anestesi yang meliputi
- Kesiapan 11. Persiapan obat anestesi (obat premedikasi
terapi yang meliputi (obat (Midazolam 2mg,
cairan. premedikasi, obat Fentnyl 100 g), obat
induksi, obat anestesi induksi, obat anestesi
parenteral, obat anestesi parenteral, obat
volatil agen dan obat anestesi volatil agen
anestesi gas medik). dan obat anestesi gas
12. Persiapan obat” lainnya medik).
(obat anti MNT, H2 12. Menyiapan obat”
anatagonis, obat anti lainnya (obat anti
alergi, dan obat anti MNT, H2
koagulan). anatagonis, obat anti
13. Terapi cairan (cairan alergi, dan obat anti
kristaloid, cairan koagulan).
koloid, dan darah) 13. Memberikan terapi
14. Kaji ulang info consent. cairan (cairan
15. Lakukan pemberian kristaloid (Nacl 3%),
premedikasi sesuai cairan koloid (gelatin,
program terapi albumin 4% atau 5%,
16. Tetapkan status fisik dekstran, hydroxyethyl
ASA sesuai program starches (HES), dan
kolaboratif. albumin 20% atau
17. Tentukan jenis anestesi 25%), dan darah)
(General anestesi teknik 14. Mengkaji ulang info
anestesi inhalasi metode consent.
pemasangan ETT). 15. melakukan
18. Kaji status nutrisi pemberian
pasien. premedikasi sesuai
19. Kolaborasi pemberian program terapi
premedikasi dan obat 16. menetapkan status
anestesi. fisik ASA sesuai
program kolaboratif.
17. menentukan jenis
anestesi (General
anestesi teknik
anestesi inhalasi
metode pemasangan
ETT).
18. mengkaji status nutrisi
pasien.

19. Melakukan
kolaborasi
pemberian
premedikasi dan
obat anestesi.

ASSESMEN PRA INDUKSI/ RE- ASSESMEN


Tanggal :
Kesadaran : ………………………….. Pemasangan IV line : □ 1 buah □ 2 buah □ ……….
Tekanan darah : ………..mmHg, Nadi : Kesiapan mesin anestesi : □ Siap/baik □ ………
………..x/mnt. Kesiapan Sumber gas medik : □ Siap/baik □ ………
RR : …..x/mnt Suhu : ….0C Kesiapan volatile agent : □ Siap/baik □ ………
Saturasi O2 : …….. % Kesiapan obat anestesi parenteral : □ Siap/baik □ ………
Gambaran EKG : …………………………………
Kesiapan obat emergensi : □ Siap/baik □ ………
Penyakit yang diderita : □Tidak ada □ Ada, sebutkan……………
Penggunaan obat sebelumnya: □ Tidak ada □ Ada, sebutkan…………
Gigi palsu : □ Tidak ada □ Ada , permanen □ Ada,sudah dilepas
Alergi : □ Tidak ada □ Ada, sebutkan…………
Kontak lensa : □ Tidak ada □ Ada , sudah dilepas.
Asesoris : □ Tidak ada □ Ada, sebutkan…………
CATATAN LAINNYA:

d. Intra Anestesi
Nama : Ny.F No. CM : 301020
Umur : 35 Tahun Dx : Multiple Nodul Tiroid (MNT)
Jenis kelamin : Perempuan Ruang : IBS Lely

No Tanggal Problem(Masalah) Rencana Intervensi Tgl/ Implementasi Evaluasi Nama


Tujuan Intervensi Jam &
Paraf
1 26 Risiko Trauma Fisik Setelah dilakukan 1. Observasi TTV pasien. 1. Melakukan observasi S:
September Pembedahan
tindakan anestesi selama 2. Atur posisi pembedahan 11.00 TTV pasien setiap 15 O:
2021
1-2 jam, diharapkan pasien. WITA menit. A:
tidak terjadinya trauma 3. Lakukan pemasangan 2. Mengatur posisi P:
fisik pembedahan alat monitoring non pembedahan pasien
dengan kriteria hasil: invasif. (Posisi Tyroidektomy
1. Tercapainya 4. Atasi penyulit yang 11.05 supine)
WITA
TRIAS Anestesi timbul. 3. Melakukan
meliputi analgetik, 5. Berikan tindakan general pemasangan alat
11.15
hipnosis, dan anestesi sesuai program monitoring non
WITA
relaxsasi. kolaboratif. invasif.
2. Pertahankan 6. Pertahankan kedalaman 4. mengatasi penyulit
11.20
kedalaman anestesi anestesi pada stadium 3 WITA yang timbul.
pada stadium 3 plana 3, dan observasi 5. Memberikan
plana 3. monitoring kedalaman tindakan general
3. TTV dalam batas anestesi. anestesi sesuai
normal 7. Monitoring pada program kolaboratif
- TD 120/80 anestesi/ monitoring (ETT).
6. Mempertahankan
mmHg 11.30 kedalaman anestesi
- Nadi WITA pada stadium 3 plana
80x/menit 3, dan observasi
- MAP 70-100 monitoring
mmHg kedalaman anestesi.
standar (monitoring
- RR 16-20
airway, monitoring 7. Memonitoring pada
x/menit anestesi/ monitoring
fentilasi, monitoring
- SpO2 dalam standar (monitoring
oksigenasi, monitoring
airway, monitoring
batas normal :
sirkulasi, monitoring fentilasi, monitoring
95-100% oksigenasi,
suhu).
- Suhu 36,5˚C monitoring sirkulasi,
mon
4. Tidak terjadi
komplikasi
anestesi selama
operasi
berlangsung.

2 26 Risiko Penyulit Setelah dilakukan 1. Observasi TTV 11.40 1. Melakukan observasi


September Intubasi WITA
tindakan anestesi selama 2. Tetapkan terkait TTV pasien setiap 15
2021
1-2 jam, diharapkan pemeriksaan LEMON : 11.45 menit.
WITA
mencegah terjadi -Look externally 2. Menetapkan terkait
penyulit intubasi selama -Evaluate 3-3-2 pemeriksaan
anestesi pada pasien -Malampati score class II LEMON :
dengan kriteria hasil : -Obstruction -Look externally
1. Terdeteksinya -Neck mobility -Evaluate 3-3-2
12.00
LEMON 3. Tetapkan teknik intubasi. WITA -Malampati score
4. Berikan ventilasi sesuai class 1
L = bentuk tubuh
volume tidal pasien. -Obstruction
normal,anatomy
5. Cuff management. -Neck mobility
kepala normal,
6. Suctioning. 3. Menetapkan teknik
leher tidak
7. Komunikasi keperawatan 12.15 intubasi (ETT atau
pendek,kemampua
dengan memperhatikan WITA LMA).
n membuka mulut
prinsip patient safety, 4. Memberikan ventilasi
lebar, tidak
primum non nocere, first sesuai volume tidal
ompong, tidak
do no harm pasien.
adanya gigi
5. Cuff management.
menonjol, tidak
6. Melakukan
ada gigi palsu,
suctioning.
tidak ada kelainan
pada rahang. 7. Memberikan
komunikasi
E = membuka mulut 3 keperawatan dengan
jari, jarak ujung memperhatikan
prinsip patient safety,
mentum ke tulang primum non nocere,
hyoid 3 jari, jarak first do no harm
Tiromentalis dari
dasar mulut sampai
di atas tulang tiroid
2 jari.

M = class II
O = tidak ada sekresi
dlm jalan napas

N= ekstensi dan fleksi


leher 35-36 derajat,
rotasi leher bebas

2. SpO2 dalam batas


normal : 95-100%
3. RR dalam batas
normal : 16-20
x/menit
4. TD : 100-120 / 70-
80 mmHg
5. N : 60-100 x/menit
6. Tidal volume 400-
500 cc
7. Status ASA 2
3 26 RK Disfungsi Setelah dilakukan 1. Observasi breathing 12.20 1. Mengobservasi
September Respirasi WITA
tindakan anestesi selama (jalan napas, fentilasi, breathing (jalan
2021
1-2 jam, diharapkan oksigenasi) pada pasien. napas, fentilasi,
tidak terjadi disfungsi 2. Berikan oksigen sesuai oksigenasi) pada
pada respirasi pada dengan program terapi. pasien.
pasien dengan kriteria 3. Lakukan pemeliharaan 2. Memberikan oksigen
hasil : jalan napas sesuai dengan
1. Irama napas ( pertahankan posisi program terapi.
reguler. pasien dalam posisi 3. Melakukan
2. Frekuensi napas sniffing selama pemeliharaan jalan
12-20 x/menit. pemberian anestesi). napas ( pertahankan
3. Tidak ada bunyi 4. Lakukan bagging pada posisi pasien dalam
tambahan napas. pasien. posisi sniffing selama
4. Pola ventilasi. 5. Lakukan pengakhiran 12.25 pemberian anestesi).
5. Pengembangan tindakan anestesi WITA 4. Melakukan bagging
dada, arterior- (reverse dan ekstubasi). pada pasien.
posterior dan 6. Kolaborasi pemasangan 5. Melakukan
lateral sinis kiri LMA atau ETT. pengakhiran tindakan
dan kanan anestesi (reverse dan
simetris. ekstubasi).
6. Tidak ada tand-
6. Melakukan
tanda refraksi kolaborasi
intercosta. pemasangan LMA
atau ETT.
7. SpO2 dalam
batas normal :
95-100%
8. RR dalam batas
normal : 16-20
x/menit
9. TD : 100-120 /
70-80 mmHg
10. N : 60-100
x/menit
11. Tidal volume
400-500 cc
4 26 RK Disfungsi Setelah dilakukan 1. Monitoring sirkulasi 12.30 1. Memonitoring
September Kardiovaskuler WITA
tindakan anestesi selama (TD, denyut nadi, MAP, sirkulasi (TD, denyut
2021
1-2 jam, diharapkan irama EKG). nadi, MAP, irama
pasien tidak terjadi 2. Monitoring akral pasien. EKG).
disfungsi kardiovaskular 3. Monitoring pendarahan. 2. Memonitoring akral
dengan kriteria hasil : 4. Monitoring CK dan CM. pasien.
1. Hemodinamik 5. Berikan cairan sesuai 3. Memonitoring
stabil :
kebutuhan pasien selama pendarahan.
- TD 120/80
mmHg operasi (CM=CK) 4. Memonitoring CK
- Nadi
6. Hitung kebutuhan cairan dan CM.
80x/menit
- MAP 70- puasa. 5. Memberikan cairan
100 mmHg
7. Hitung perdarahan 12.35 sesuai kebutuhan
2. Irama sinus :
WITA
(jumlah perdarahan di pasien selama operasi
iramanya teratur,
suction, kain kasa 1gr (CM=CK)
dengan frekuensi
=1cc, lapangan operasi 6. Menghitung
jantung (HR) 60-
25% dari jumlah kebutuhan cairan
100 x/menit,
pendarahan yg keluar). puasa.
gelombang QRS
8. Berikan obat-obat 7. Menghitung
0,06 - <0,12 detik,
vasopresor sesuai perdarahan (jumlah
PR interval 0,12-
dengan program perdarahan di
0,20 detik.
kolaborasi. suction, kain kasa 1gr
3. Wajah pasien =1cc, lapangan
tidak pucat. operasi 25% dari
4. Akral hangat. jumlah pendarahan
5. CM=CK. yg keluar).
8. Memberikan obat-
obat vasopresor
sesuai dengan
program kolaborasi.
Infus perifer : Tempat dan ukuran Obat-obatan / Infus
1.                      
2.                      
CVC :                      
Posisi                      
□ Terlentang □ Lithotomi □ Perlindungan mata                      
□ Prone □ Lateral □ Ka □ Ki □ Lain-lain                      
Premedikasi                      
□ Oral :                      
□ I.M :                      
□ I.V:                      
Induksi N2O / O2 / Air                     
□ Intravena : Gas : Isof/Sevo/Des %                    
□ Inhalasi :
Tata Laksana Jalan nafas   RR N TD
Face mask No Oro/Nasopharing 28 220
ETT No Jenis Fiksasi cm 20 200                
LMA No Jenis 16 180                
Trakhesotomi  N  12 160            
Bronkoskopi fiberoptik  Sis  8 180 140            
Glidescope  Dis 160 120              
Lain-lain  + RR 140 100          
Intubasi 120 80            
□ Sesudah tidur □ Blind □ Oral □Nasal □ Ka  □ Ki 100 60            
□ Trakheostomi    80 40              
□ Sulit ventilasi :  60 20            
□ Sulit intubasi : 0            
□ Dengan stilet □ Cuff □ Level ETT □ Pack            
Ventilasi                
□ Spontan □ Kendali □ Ventilator: TV RR PEEP Mulai anestesia X Selesai anestesia ←X Mulai pembedahan O→ Selesai pembedahan ←O
□ Konversi : Intubasi ↑ Ekstubasi ↓ Pemantauan
SpO2 %                    
Tindakan Anestesi PE CO2 mm Hg                    
FiO2
Teknik Regional/Blok Perifer Lain-lain :                    
Jenis : Cairan infus ml
Darah ml
Lokasi :
Urin ml
Jenis Jarum / No : Perdarahan ml
Kateter : □ Ya □ Tidak Fiksasi cm
Obat-obat : Lama pembiusan : jam menit
Komplikasi : Lama pembedahan : jam menit
Hasil : □ Total Blok □Partial Masalah Intra Anesstesi:
□ Gagal

INTRA ANESTESI
a. Pasca Anestesi
Nama : Ny.F No. CM : 301020
Umur : 35 Tahun Dx : Multiple Nodul Tiroid (MNT)
Jenis kelamin : Perempuan Ruang : IBS Lely

No Tanggal Problem(Masalah) Rencana Intervensi Tgl/ Implementasi Evaluasi Nama &


Tujuan Intervensi Jam Paraf
1 26 RK Disfungsi Setelah dilakukan 1. Kaji keadaan 12.40 1. Mengkaji keadaan S:
September Respirasi WITA
tindakan kepenataan umum dan TTV umum dan TTV O:
2021
anastesi selama 30-60 pasien serta jalan pasien serta jalan A:
menit diharapkan jalan napas pasien. napas pasien. P:
napas efektif dengan 2. Monitor status 2. Memonitor status
kriteria hasil : pernapasan pernapasan
1. Tidak ada bunyi (ekspansi dada). (ekspansi dada).
napas tambahan. 3. Berikan Penilaian 12.45 3. Memberikan
WITA
2. Tidak terjadi Alderet Score Penilaian Alderet
sianosis. 4. Berikan posisi yang Score
3. RR pasien dalam nyaman. -Aktivitas (2)
batas normal 5. Kolaborasi dalam -Respirasi (2)
4. Irama napas pemberian oksigen. -Sirkulasi (2)
normal. -Kesadaran (2)
5. Tidak terjadi -Warna Kulit (2)
pernapasan 4. Memberikan
cuping hidung. posisi yang
nyaman.

5. Melakukan
kolaborasi dalam
pemberian
oksigen
2 26 RK Termoregulasi Setelah dilakukan 1. Observasi TTV. 12.55 1. Melakukan
September (Hipotermia) WITA
asuhan kepenataan 2. Berikan selimut. observasi TTV.
2021
anestesi selama 30-60 3. Monitor tanda- 2. Memberikan
menit diharapkan tidak tanda sianosis. selimut.
terjadi hipotermi dengan 4. Pertahankan suhu 3. Memonitor tanda-
kriteria hasil : tubuh pasien tanda sianosis.
1. Suhu dalm batas dengan cara 4. Mempertahankan
normal (36-37
memberikan cairan suhu tubuh pasien
˚C)
2. Akral pasien infus yang hangat. dengan cara
hangat. 5. Berikan obat anti memberikan
3. Tidak terjadi shivering. cairan infus yang
menggigil. Atur suhu ruang hangat.
4. Tidak ada tanda- kamar operasi dan 5. Memberikan obat
recovery room 22-
tanda sianosis 24 ˚C. anti shivering
5. TTV dalam batas (Fentanyl).
normal
6. Mengattur suhu
- TD : 100- ruang kamar
120 / 70-80 operasi dan
recovery room
mmHg 22-24 ˚C.
- Nadi : 60-
100 x/menit
- RR 16-20
x/menit
3 26 Nyeri Setelah dilakukan 1. Monitor TTV 13.00 1. Memonitor TTV
September WITA
asuhan kepenataan pasien. pasien.
2021
anestesi selama 30-60 2. Monitoring tingkat 2. Memonitoring
menit diharapkan pasien nyeri dengan tingkat nyeri
mampu toleransi metode numeric dengan metode
terhadap nyeri dengan rating scale (NRS). numeric rating
kriteria hasil : 3. Ajarkan metode scale (NRS).
1. Skala nyeri distraksi dan 3. Mengajarkan
menjadi 1-3 relaksasi selama metode distraksi
(nyeri ringan). nyeri akut yang dan relaksasi
2. Pasien tidak tidak membebani. selama nyeri akut
tampak 4. Kolaborasikan yang tidak
meringis. dalam pemberian membebani.
3. TTD dan dan antianalgetik
4. Mengkolaborasik
denyut nadi narkotik. an dalam
dalam rentang pemberian
antianalgetik
normal : narkotik.
- TD 120/80
mmHg
- Nadi 80
x/menit
PASCA ANESTESI

CATATAN PASIEN DI KAMAR PEMULIHAN :


Waktu masuk RR: Pk…….
Penata anestesi pengirim :
Penata anestesi penerima :
Tanda Vital : □TD: mmHg □Nadi: x/menit □RR: x/menit □Temperatur : 0C
Kesadaran : □ Sadar betul □Belum sadar □Tidur dalam
Pernafasan : □ Sponta □Dibantu □VAS
Penyulit Intra operatif :
Instruksi Khusus :
Frekuensi napas

Tekanan darah
Frekuensi nadi

S S
SKALA C STEWARD C
ALDRETTE
NYERI SCORE
O O BROMAGE SCORE
(Lingkar) R SCORE R
E E
28 220 Gerakan penuh dari
20 200 0 Saturasi O2 Pergerakan
26 180 tungkai
1
12 160 2
8 180 140 Pernapasan Pernafasan Tak mampu ekstensi
3
160 120 tungkai
4
140 100
5
120 80 Sirkulasi Kesadaran Tak mampu fleksi lutut
100 60 6
80 40 7
8 Aktifitas Tak mampu fleksi
60 20
motorik
0 9 pergelangn kaki
10
Kesadaran
Lama Masa Pulih :
Menginformasikan keruangan untuk menjemput pasien :
1. Jam : Penerima : 2. Jam : Penerima : 3. Jam :
Penerima :

KELUAR KAMAR PEMULIHAN


Pukul keluar dar RR : Pk. ke ruang: □ rawat inap □ ICU □ Pulang □ lain-lain:
SCORE ALDRETTE :
SCORE STEWARD:
SCORE BROMAGE:
SCORE PADSS (untuk rawat jalan): □ not applicable
SCORE SKALA NYERI: □ Wong Baker:
Nyeri : □ tidak □ ada
Risiko jatuh : □ tidak beresiko □ resiko rendah □ resiko tinggi
Risiko komplikasi respirasi : □ tidak □ ada
Rsiko komplikasi kardiosirkulasi □ tidak □ ada
Rsiko komplikasi neurolgi : □ tidak □ ada
Lainya

INSTRUKSI PASCA BEDAH:


Pengelolaan nyeri :
Penanganan mual/ muntah :
Antibiotika :
Obat-obatan lain :
Infus :
Diet dan nutrisi :
Pemantauan tanda vital : Setiap Selama
Lain-lain :
Hasil pemeriksaan penunjang/obat/barang milik pasien) yang diserahkan melalui perawat ruangan/ICU :
1) 2) 3)
3.

Anda mungkin juga menyukai