Anda di halaman 1dari 24

Nefrotik Syndrom

Anggota Kelompok:
01 RACHMA DYAH PURI OCTAVIANI P07220322004

02 SALSABILA AFHIFAH SUWANDI P07220322030


A Konsep Teori Penyakit
A. Apasih itu sindrom nefrotik/nefrotik
syndrom?
Nefrotik Sindrom (NS) adalah salah satu penyakit
glomerulus yang paling sering terjadi pada anak-
anak. Nefrotik Sindrom (NS) adalah keadaan klinis
yang ditandai proteinuria masif, hipoalbuminemia,
edema anasarka, dan hiperlipidemia (Dew, 2019).
Merupakan salah satu manifestasi klinik
glomerulonephritis yang di tandai dengan edema
anasarka, proteinuria masif > 3.5 g/hari,
hipoalbuminemia < 3,5 g/dl, hiperkolestrol, dan
lipiduria.
B. Etiologi
Menurut Nurarif & Kusuma (2013), Penyebab Nefrotik sindrom yang pasti belum diketahui.
Akhir-akhir ini dianggap sebagai suatu penyakit auto imun, yaitu suatu reaksi antigen antibody.
Umumnya etiologi dibagi menjadi:
1. Nefrotik sindrom bawaan
2. Nefrotik sindrom sekunder
3. Sindrom nefrotik idiopatik
C. Patofisiologi
Meningkatnya permeabilitas dinding kapiler glomerular akan berakibat pada hilangnya
protein plasma dan kemudian akan terjadi proteinuria. Kelanjutan dari proteinuria
menyebabkan hipoalbuminemia. Dengan menurunnya albumin, tekanan osmotik plasma
menurun sehingga cairan intravaskular berpindah ke dalam interstisial. Perpindahan cairan
tersebut menjadikan volume cairan intravaskuler berkurang, sehingga menurunkan jumlah
aliran darah ke renal karena hipovolemia. Menurunnya aliran darah ke renal, ginjal akan
melakukan kompensasi dengan merangsang produksi renin angiotensin dan peningkatan
sekresi hormon ADH dan sekresi aldosteron yang kemudian terjaddi retensi natrium dan air.
Dengan retensi natrium dan air, akan menyebabkan edema. Terjadi peningkatan kolesterol
dan trigliserida serum akibat dari peningkatan stimulasi produksi lipoprotein karena
penurunan plasma albumin atau penurunan onkotik plasma. Adanya hiperlipidemia juga
akibat dari meningkatnya produksi lipoprotein dalam hati yang timbul oleh karena
kompensasi hilangnya protein dan lemak akan banyak dalam urin atau lipiduria.
Menurunnya respon imun karena sel imun tertekan, kemungkinan disebnabkan oleh karena
hipoalbuminemia, hiperlipidemia (Kharisma, 2017).
D. Tanda dan Gejala
Menurut Hidayat (2006), Tanda dan gejala sindrom nefrotik adalah sebagai berikut : terdapat
adanya proteinuria, retensi cairan, edema, berat badan meningkat, edema periorbital, edema fasial,
asites, distensi abdomen, penurunan jumlah urine, urine tampak berbusa dan gelap, hematuria,
nafsu makan menurun, dan kepucatan. Adapun gejala utama sindrom nefrotik adalah penumpukan
cairan dalam tubuh atau edema. Edema terjadi akibat rendahnya protein dalam darah.
Gejala sindrom nefrotik lain yang dapat muncul adalah:
1) Urine yang berbusa akibat adanya protein dalam urine.
2) Mual
3) Diare.
4) Letih, lesu dan hilang nafsu makan.
5) Berat badan bertambah akibat penumpukan cairan tubuh.
6) Sesak napas dengan atau tanpa nyeri dada karena efusi pleura atau asites.
7) Hipertensi
E. Komplikasi
1) Meningkatnya degradasi renal dan hilangnya protein di dalam urin seperti antithrombin III (AT III), protein S
bebas, plasminogen dan antiplasmin.
2) Hipoalbuminemia menimbulkan aktivasi trombosit lewat tromboksan A2.
3) Meningkatnya sintesis protein prokoagulan dan tertekannya fibrinolisis.
4) Aktivasi sistem hemostatik di dalam ginjal dirangsang oleh faktor jaringan monosit dan oleh paparan matriks
subendotel pada kapiler glomerolus yang selanjutnya mengakibatkan pembentukan fibrin dan agregasi trombosit.
5) Infeksi sekunder terutama infeksi kulit oleh streptococcus, staphylococcus, bronkopneumonia, TBC. Erupsi
erisipelas ada kulit perut atau paha sering ditemukan. Pinggiran kelainan kulit ini batasnya tegas, tapi kurang
menonjol seperti erisipelas dan biasanya tidak ditemukan organisme apabila kelainan kulit dibiakan.
6) Gangguan klirens renali pada pasien sindrom nefrotik mungkin disebabkan kurangnya reabsorbsi natrium di
tubulus proksimal dan berkurangnya hantaran natrium dan air ke ansa henle tebal. Gangguan pengasaman urin
ditandai dengan ketidakmampuan menurunkan pH urin sesudah pemberian beban asam.
7) Gagal ginjal akut terjadi bukan karena nekrosis tubulus atau fraksi filtrasi berkurang, tapi karena edema
interstisial dengan akibatnya meningkatnya tekanan tubulus proksimalis yang menyebabkan penurunan laju filtrasi
glomerulus (LFG).
8) Anemia yang disebabkan protein pengangkut Fe yaitu transferin serum yang menurun akibat proteinuria. Anemia
hipokrom mikrositik, karena defisiensi besi yang tipikal, namun resisten terhadap pengobatan preparat Fe.
9) Peritonitis karena adanya edema di mukosa usus membentuk media yang baik untuk
perkembangan kuman-kuman komensal usus. Biasanya akibat infeksi streptokokus pneumonia,
E.coli.
10) Gangguan keseimbangan hormon dan mineral
Karena protein pengikat hormon hilang melalui urin . Hilangnya globulin pengikat tiroid (TBG)
dalam urin pada beberapa pasien sindrom nefrotik dan laju ekskresi globulin umumnya berkaitan
dengan beratnya proteinuria
11) Hipokalsemia disebabkan albumin serum yang rendah, dan berakibat menurunkan kalsium
terikat, tetapi fraksi yang terionisasi normal dan menetap.
F. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Betz & Sowden (2009) pemeriksaan penunjang untuk mendukung diagnosis sindrom nefrotik, antara
lain :
1) Uji Urine
a. Urinalisasi : proteinuria (dapat mencapai lebih dari 2 g/m2/hari), bentuk hialin dan granular, hematuria.
b. Uji dipstick urine : hasil positif untuk protein dan darah.
c. Berat jenis urine : meningkat palsu karena proteinuria.
d. Osmolalitas urine : meningkat.
2) Uji Darah
a. Kadar albumin serum : menurun (kurang dari 2 g/dl).
b. Kadar kolesterol serum : meningkat (dapat mencapai 450 sampai 1000 mg/dl).
c. Kadar trigliserid serum : meningkat.
d. Kadar hemoglobin dan hematokrit : meningkat.
e. Hitung trombosit : meningkat (mencapai 500.000 sampai 1.000.000/ul).
f. Kadar elektrolit serum : bervariasi sesuai dengan keadaan penyakit perorangan.
3) Uji Diagnostik
Biopsi ginjal (tidak dilakukan secara rutin).
G. Penatalaksanaan
Menurut Wong (2008), Penatalaksanaan medis untuk Sindrom nefrotik mencakup :
a) Pemberian kortikosteroid (prednison atau prednisolon) untuk menginduksi remisi. Dosis akan diturunkan setelah 4
sampai 8 minggu terapi. Kekambuhan diatasi dengan kortikosteroid dosis tinggi untuk beberapa hari.
b) Penggantian protein (albumin dari makanan atau intravena).
c) Pengurangan edema.
1. Terapi diuretik (diuretik hendaknya digunakaan secara cermat untuk mencegah terjadinya penurunan volume
intravaskular, pembentukan trombus, dan atau ketidakseimbangan elektrolit).
2. Pembatasan natrium (mengurangi edema).
d) Mempertahankan keseimbangan elektrolit.
e) Pengobatan nyeri (untuk mengatasi ketidaknyamanan yang berhubungan dengan edema dan terapi invasif).
f) Pemberian antibiotik (penisilin oral profilaktik atau agens lain).
g) Terapi imunosupresif (siklofosfamid, klorambusil, atau siklosporin) untuk anak yang gagal berespons terhadap
steroid.
Perawatan di rumah sakit pada penderita Nefrotik Sindrom penting dengan tujuan untuk mempercepat
pemeriksaan dan evaluasi pengaturan diet, penanggulangan edema, memulai pengobatan steroid dan edukasi
orang tua.

Respon penatalaksanaan sindrom nefrotik


Respon Hasil Pemeriksaan
Remisi Tidak ditemukan protein urine selama tiga hari
sampel urine pagi berturut – turut.

Relaps Protein urine 3 + atau 4+ (atau proteinuria >40


mg/m2/jam) selama tiga sampel urine pagi berturut
– turut setelah mengalami remisi.

Relaps Berulang Dua atau lebih relaps dalam 6 bulan atau lebih dari
4 relaps dalam 12 bulan.

Dependen Dua kejadian relaps berturut-turut setelah


Steroid memasuki periode dosis alternating kortikosteroid
atau dalam 14 hari setelah penghentian dosis

Resisten Steroid Ketiadaan remisi meskipun dosis prednisolon


harian berada pada 2 mg/kg/hari selama 4 minggu.
Konsep
02 Asuhan Keperawatan
Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal proses keperawatan dan


merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data
dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi
status kesehatan klien. Tahap pengkajian merupakan pemikiran
dasar dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan
kebutuhan individu.
1. Identitas
2. Keluhan Utama (Riwayat kesehatan, riwayat kesehatan dahulu, riwayat kehamilan dan kelahiran, riwayat
pertumbuhan, riwayat psikososial dan perkembangan)
3. Pemeriksaan fisik
● TTV (tekanan darah, nadi, pernapasan)
● Kepala-leher
● Mata
● Hidung
● Mulut
● Kardiovaskuler
● Paru-paru
● Abdomen
● Kulit
● Ekstremitas
● Genetalia
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang jelas, singkat dan pasti tentang masalah klien yang nyata serta
penyebabnya dapat dipecahkan atau diubah melalui tindakan keperawatan (Dermawan, 2012).

1. Hipervolemia berhubungan dengan akumulasi cairan dalam jaringan dan ruang ketiga (D.0022).
2. Gangguan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan perubahan turgor kulit (D.0129).
3. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan (D.0056).
4. Defisit Nutrisi berhubungan faktor psikologis (D.0019).
5. Defisit Pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi mengenai proses penyakit (D.0111).
6. Risiko infeksi berhubungan dengan menurunnya respon imun (D.0142).
7. Penyangkalan tidak efektif berhubungan dengan tindakan keperawatan (D.0098).
C. Intervensi Keperawatan
D. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat untuk
membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi kestatus kesehatan yang lebih baik
yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan (Gordon, 1994, dalam Potter & Perry, 1997)
E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan adalah mengkaji respon pasien setelah dilakukan intervensi keperawatan dan mengkaji ulang
asuhan keperawatan yang telah diberikan. Evaluasi keperawatan adalah kegiatan yang terus menerus dilakukan
untuk menentukan apakah rencana keperawatan efektif dan bagaimana rencana keperawatan dilanjutkan, merevisi
rencana atau menghentikan rencana keperawatan (Santa, 2019). Dua Jenis evaluasi, yaitu:

1. Evaluasi Formatif, evaluasi formatif adalah aktivitas dari proses keperawatan dan hasil kualitas pelayanan
asuhan keperawatan.
2. Evaluasi Sumatif, evaluasi sumatif merupakan evaluasi yang dilakukan setelah semua aktivitas proses
keperawatan selesai dilakukan.

Hasil dari evaluasi dalam asuhan keperawatan adalah tujuan tercapai/masalah teratasi, tujuan tercapai
sebagian/masalah teratasi sebagian, tujuan tidak tercapai/ masalah tidak tertasi dan bahkan timbul masalah baru.
Penentuan masalah teratasi, teratasi sebagian, atau tidak teratasi adalah dengan cara membandingkan antara SOAP
dengan tujuan dan kriteria hasil yang telah di tetapkan.
3. S (Subjektif) : informasi berupa ungkapan yang di dapat dari klien setelah diberi tindakan.
4. O (Objektif) : informasi yang di dapat berupa hasil pengamatan, penilaian, pengukuran yang dilakukan oleh
perawat setelah tindakan dilakukan.
5. A (Analisis) : membandingkan antara gejala mayor dan gejala minor yang terjadi pada pasien terhadap luaran
keperawatan yang sudah ditetapkan
6. P (Planning) : rencana keperawatan lanjutan yang akan dilakukan berdasarkan analisa
Kesimpulan
Sindrom nefrotik merupakan sindrom klinis akibat perubahan
selektivitas permeabilitas dinding kapiler glomerulus sehingga protein
keluar dari urin yang ditandai dengan edema pada daerah wajah,
abdomen, dan peningkatan berat badan normal pada anak, dan dapat
membahayakan apabila dibiarkan. Sehingga perawat dituntut untuk
dapat mengawasi keseimbangan cairan dan status pasien. Sindrom
nefrotik terjadi karena rusaknya ginja (Sindrom Nefrotik Primer) atau
oleh penyakit lain (Sindrom Nefrotik Sekunder). Pada kedua kondisi
ini, terjadi kerusakan pada sistem penyaringan pada ginjal yang disebut
glomerulus.
Thanks!
CREDITS: This presentation template was created by Slidesgo and
includes icons by Flaticon, infographics & images by Freepik and
content by Sandra Medina

Anda mungkin juga menyukai