Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN DIAGNOSA MEDIS

“FRAKTUR MANDIBULA” DI RUANGAN ASTER


RSUD UNDATA PALU

DI SUSUN OLEH

NAMA : ROVITA SARI, S.Kep


NIM : 2020032077

CI LAHAN CI INSTITUSI

(___________________) ( )

PROGRAM PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIDYA NUSANTARA PALU
2021
LAPORAN PENDAHULUAN
“FRAKTUR MANDIBULA”

A. DEFINISI
Fraktur atau patah tulang adalah ganguan dari kontinuitas yang normal
dari suatu tulang (Black 2015). Fraktur mandibula adalah putusnya kontinuitas
tulang mandibular. Hilangnya kontinuitas pada rahang bawah (mandibula), dapat
berakibat fatal bila tidak ditangani dengan benar. Mandibula adalah tulang
rahang bawah pada manusia dan berfungsi sebagai tempat menempelnya gigi
geligi. Klasifikasi fraktur mandibula berdasarkan pada letak anatomi dari fraktur
mandibula dapat terjadi pada daerah-daerah dento alveolar, kondilus,
koronoideus, ramus, sudut mandibula, korpus mandibula, simfisis, dan
parasimfisis (Hakim, 2016).
Fraktur mandibula merupakan kondisi diskontinuitas tulang mandibula
yang diakibatkan oleh trauma wajah ataupun keadaan patologis. Pukulan keras
pada muka dapat mengakibatkan terjadinya suatu fraktur pada mandibula
(Reksodiputro, 2017). Fraktur dapat meimbulkan pembengkakan, hilangnya
fungsi normal, deformitas, kemerahan, krepitasi ,dan rasa nyeri(Ghassani, 2016).

JENIS/KLASIFIKASI

1. Menurut garis fraktur :


a. Fraktur komplit : Apabila garis patah melalui seluruh penampang
tulang atau melalui kedua konteks tulang
b. Fraktur inkomplit : Apabila garis patah tidak melalui penampang
tulang.

PROFESI NERS ANG.IX STIKES WIDYA NUSANTARA PALU


2. Menurut bentuk fraktur dan hubungannya dengan mekanisme trauma.
a. Fraktur tranfersal : Fraktur yang garis patahannya tegak lurus terhadap
sumbu panjang tulang. Segmen patah tulang direposisi atau direduksi
kembali ketempatnya semula, maka segmen akan stabil dan biasanya
akan mudah dikontrol dengan bidai gips
b. Fraktur patah oblique : Fraktur dimana garis patahannya membentuk
sudut terhadap tulang. Fraktur ini tidak stabil.
c. Fraktur serial : Fraktur ini terjadi akibat torsi pada ekstremitas.
Menimbulkan sedikit kerusakan jaringan lunak dan cenderung cepat
sembuh dengan imobilisasi luar.
d. Fraktur kompresi : Fraktur yang terjadi ketika dua tulang menumpuk
tulang ketiga yang berada diantaranya, seperti satu vertebra dengan
vertebra lain.
e. Fraktur anulasi : Fraktur yang memisahkan fragmen tulang pada
tempat insisi tendon atau ligament. Contohnya fraktur patella
3. Menurut jumlah garis fraktur
a. Fraktur komminute : Terjadi banyak garis fraktur atau banyak
fragmen kecil yang terlepas
b. Fraktur segmental : Apabila garis patah lebih dari satu tetapi tidak
berhubungan sehingga satu ujung yang tidak memiliki pembuluh
darah menjadi sulit untuk sembuh.
c. Fraktur multiple : Garis patah lebih dari satu tetapi pada tulang yang
berlainan tempat.

PROFESI NERS ANG.IX STIKES WIDYA NUSANTARA PALU


4. Menurut hubungannya antara fragmen dengan dunia luar
a. Fraktur terbuka : Apabila terdapat luka yang menghubungkan tulang
yang fraktur dengan udara luar atau permukaan kulit.
Fragmen terbuka dibagi menjadi tiga tingkat yaitu :
1) Pecah tulang menusuk kulit, kerusakan jaringan sedikit
terkontaminasi ringan, luka kurang dari 1 cm.
2) Kerusakan jaringan sedang, potensial infeksi lebih besar dari 1
cm
3) Luka besar sampai dengan 8 cm, kehancuran otot, kerusakan
neuromaskular, kontaminasi besar.

Grade/derajat fraktur terbuka :

1) Grade I : Sakit jelas dan sedikit kerusakan kulit.


2) Grade II : fraktur terbuka merobek kulit dan otot.
3) Grade III : banyak sekali jejas kerusakan kulit otot, jaringan
syaraf, pembuluh darah serta luka sebesar 6-8cm.
b. Fraktur tertutup : Terjadi pada tulang yang abnormal atau sakit.
Penyebab terbanyaknya adalah osteoporosis dan osteomalacia.

1. Lokasi fraktur
Klasifikasi fraktur mandibula berdasarkan pada letak anatomi dari
fraktur mandibula dapat terjadi pada daerah-daerah sebagai
berikut :
a. Dentoalveolar
b. Kondilus
c. Koronoideus
d. Ramus
e. Sudut mandibula
f. Korpus mandibula
g. Simfisis
h. Parasimfisis

PROFESI NERS ANG.IX STIKES WIDYA NUSANTARA PALU


B. ANATOMI FISIOLOGI

Mandibula merupakan tulang yang besar dan paling kuat pada daerah
muka, terdapat barisan gigi. Mandibula dibentuk oleh dua bagian simetris, yang
mengadakan fusi dalam tahun pertama kehidupan. Tulang ini terdiri dari korpus
yaitu suatu lengkungan tapal kuda dan sepasang ramus yang pipih dan lebar,
yang mengarah keatas pada bagian belakang dari korpus. Pada ujung dari
masing-masing ramus didapatkan dua buah penonjolan disebut prosesus
kondiloideus dan prosesus koronoideus. Prosesus kondiloideus terdiri dari kaput
dan kolum. Permukaan luar dari korpus mandibula pada garis median,
didapatkan tonjolan tulang halus yang disebut simfisis mentum, yang merupakan
tempat pertemuan embriologis dari dua buah tulang.
Bagian atas korpus mandibula membentuk tonjolan disebut prosesus
alveolaris, yang mempunyai 16 buah lubang untuk tempat gigi. Bagian bawah
korpus mandibula mempunyai tepi yang lengkung dan halus. Pada pertengahan
korpus mandibula, kurang lebih 1 inci dari simfisis, didapatkan foramen
mentalis yang dilalui oleh vasa dan nervus mentalis. Permukaan dalam dari
korpus mandibula cekung dan didapatkan linea milohiodea yang merupakan
pertemuan antara tepi belakang ramus mandibula. Angulus mandibula terletak
subkutan dan mudah diraba pada 2-3 jari di bawah lobulus aurikularis.
Prosesus koronoideus yang tipis dan tajam merupakan tempat insersio
m.temporalis. Prosesus kondiloideus membentuk persendian dengan fossa
artikularis permukaan infratemporalis dari skuama os temporalis. Kartilago

PROFESI NERS ANG.IX STIKES WIDYA NUSANTARA PALU


artikuler melapisi bagian superior dan anterior dari prosesus kondiloideus,
sedangkan bagian posterior tidak. Permukaan lateral dari prosesus kondiloideus
ditutupi oleh kelenjar parotis dan terletak di depan tragus. Antara prosesus
koronoideus dan prosesus kondiloideus membentuk sulkus mandibula dimana
lewat vasa dan nervus. Kira-kira ditengah dari permukaan medial ramus
mandibula didpatkan foramen mandibula. Melalui foramen ini masuk kedalam
kanal yang mengarah ke bawah depan di dalam jaringan tulang, dimana dilalui
oleh vasa pembuluh darah dan saluran limfe.
Mandibula mendapat nutrisi dari a.alveolaris inferior cabang pertama
dari a.maksillaris yang masuk melalui foramen mandibularis, bersama vena dan
n.alveolaris. A.alveolaris inferior memberi cabang-cabang ke gigi-gigi bawah
serta gusi sekitarnya, kemudian di foramen mentalis keluar sebagai a.mentalis.
Sebelum keluar dari foramen mentalis bercabang insisivus yang berjalan ke
depan di dalam tulang. A.mentalis beranastomosis dengan a.fasialis,
a.submentalis, a.labii inferior.
A.submentalis dan a.labii inferior merupakan cabang dari a.facialis.
a.mentalis memberi nutrisi ke dagu. Sedangkan aliran balik dari mandibula
melalui v.alveolaris inferior ke v.fasialis posterior. V.mentalis mengalirkan
darah ke v.submentalis yang selanjutnya mengalirkan darah ke v.fasialis
anterior. V. fasialis posterior dan v.fasialis comunis mengalirkan darah ke
v.jugularis interna.
Aliran limfe ,mandibula menuju ke limfe node submandibularis yang
selanjutnya menuju ke rantai jugularis interna. N.alveolaris inferior cabang dari
n.mandibularis berjalan bersama arteri dan vena alveolaris inferior masuk
melalui foramen mandibularis berjalan di kanalis mandibularis memberi cabang
sensoris ke gigi bawah, dan keluar di foramen sebagai n.mentalis, merupakan
araf sensoris daerah dagu dan bibir bawah.
Ada 4 pasang otot yang disebut sebagai otot pengunyah, yaitu
m.masseter, m.temporalis, m.pterigoideus lateralis dan m.pterigoideus medialis.
Sedangkan m.digastrikus, walaupun tidak termasuk otot-otot pengunyah, namun
mempunyai fungsi yang penting pada mandibula. Bila otot digastrikus kanan dan
kiri berkontraksi mandibula bergerak ke bawah dan tertarik ke belakang dan

PROFESI NERS ANG.IX STIKES WIDYA NUSANTARA PALU


gigi-gigi terbuka. Saat mandibula terstabilisasi m.digastrikus dan m.suprahyoid
mengangkat os hyoid, keadaan ini penting untuk proses menelan.
Gerakan mandibula pada waktu mengunyah mempunyai 2 arah, yaitu :
1. Rotasi melalui sumbu horisontalyang melalui senteral dari kondilus
2. Sliding atau gerakan ke arah lateral dari mandibula pada persendian
temporomandibuler.
Mengunyah merupakan suatu proses terdiri dari 3 siklus, yaitu :
1. Fase membuka.
2. Fase memotong, menghancurkan, menggiling. Otot-otot mengalami
kontraksi isotonic atau relaksasi. Kontraksi isometric dari elevbator hanya
terjadi bila gigi atas dan bawah rapat atau bila terdapat bahan yang keras
diantaranya akhir fase menutup.
3. Fase menutup
Pada akhir fase menutup dan fase oklusi didapatkan kenaikan tonus
pada otot elevator.Setelah makanan menjadi lembut berupa suatu bolus
dilanjutkan dengan proses menelan. Untuk fungsi buka, katub mulut,
mengunyah dan menelan yang baik dibutuhkan :
2. Tulang mandibula yang utuh dan rigid
3. Oklusi yang ideal
4. Otot-otot pengunyah beserta persarafan serta
5. Persendian temporomandibular (TMJ) yang utuh.
C. ETIOLOGI
1.  Trauma langsung: benturan pada tulang mengakibatkan fraktur ditempat
tersebut.
2.  Trauma tidak langsung: tulang dapat mengalami fraktur pada tempat yang
jauh dari area benturan.
3.   Fraktur patologis: fraktur yang disebabkan trauma yamg minimal atau tanpa
trauma.Contoh fraktur patologis: Osteoporosis, penyakit metabolik, infeksi
tulang dan tumor tulang.

PROFESI NERS ANG.IX STIKES WIDYA NUSANTARA PALU


D. PATOFISIOLOGI

Fraktur disebabkan oleh adanya trauma (langsung dan tidak langsung),


stress  fatique (kelelahan akibat tekanan berulang) dan pathologis. Karena
adanya tekanan atau daya yang mengenai tulang  maka akan mengakibatkan
terjadinya fraktur dan perdarahan biasanya terjadi disekitar tempat patahan dan
kedalam jaringan lunak disekitar tulang tersebut. Bila terjadi hematoma maka
pembuluh darah vena akan mengalami pelebaran sehingga terjadi penumpukan
cairan dan kehilangan leukosit yang berakibat terjadinya perpindahan,
menimbulkan implamasi atau peradangan yang menyebabkan bengkak dan
akhirnya terjadi nyeri. Selain itu karena kerusakan pembuluh darah kecil atau
besar pada waktu terjadi fraktur menyebabkan tekanan darah menjadi turun,
begitupula dengan suplai darah ke otak sehingga kesadaran pun menurun yang
mengakibatkan syok hipovolemi. Bila mengenai jaringan lunak maka akan
terjadi luka dan kuman akan mudah untuk masuk sehingga mudah terinfeksi dan
lama kelamaan akan berakibat delayed union dan mal union dan yang tidak
terinfeksi mengakibatkan non union. Apabila fraktur mengenai peristeum atau
jaringan tulang dan korteks maka akan mengkibatkan deformitas, krepitasi dan
pemendekan ekstremitas. Berdasarkan proses diatas tanda dan gejalanya yaitu
nyeri/tenderness, deformitas/perubahan bentuk, bengkak, peningkatan suhu
tubuh/demam, krepitasi, kehilangan fungsi dan apabila hal ini tidak teratasi,
maka akan menimbulkan komplikasi yaitu komplikasi umum misalnya : syok,
sindrom remuk dan emboli lemak. Komplikasi dini misalnya : cedera syaraf,
cedara arteri, cedera organ vital, cedera kulit dan jaringan lunak, sedangkan
komplikasi lanjut misalnya : delayed union, mal union, non union, kontraktur
sendi dan miossitis ossifycans, avaseural necrosis dan osteo arthritis.

PROFESI NERS ANG.IX STIKES WIDYA NUSANTARA PALU


E. PATHWAY

Tekanan kekerasan
langsung/stress berulang

Reaksi inflamasi

Pergeseran tulang Kerusakn fregmen


tulang. Cedera jar. lunak Pengeluaran bradykinin
dan berikatan dengan
nociceptor
deformitas
Pembuluh darah terputus

Pengeluaran histamin
Tulang tdk dpt berfungsi
dgn baik perdarahan

Nyeri Pembengkakan
Gangguan mobilitas hematoma (tumor) &
rubor

Tindakan op.
Penatalaksanaan medis Devitalisasi (HB , HT )
Nyeri akut
Gangguan integritas
Penolakan Tindakan op. Dilatasi pembuluh darah kulit
Prosedur pemasangan kapiler
fiksasi eksternal
darah banyak
keluar
Resiko tinggi Tek. Kapiler otot naik
infeksi
Gangguan body
image HB
Tek. Kapiler otot naik

Perfusi jaringan
Histamin menstimulasi otak menurun

Spasme otot Gangguan integritas


kulit

Vasokontriksi pembuluh darah

Metabolisme anaerob

Penumpukan asam laktat

Nyeri

PROFESI NERS ANG.IX STIKES WIDYA NUSANTARA PALU


F. MANIFESTASI KLINIS
1. Nyeri
Rasa nyeri yang hebat dapat dirasakan saaat pasien mencoba menggerakkan
rahang untuk berbicara, mengunyah atau menelan.
2. Perdarahan dari rongga mulut.
3. Maloklusi
Keadaan dimana rahang tak dapat dikatupkan, mulut seperti keadaan sebelum
trauma.
4. Trismus
Ketidakmampuan membuka mulut lebih dari 35 mm, batas terendah nilai
normal adalah 40 mm.
5. Pergerakan Abnormal.
a. Ketidakmampuan membuka rahang membuat dugaan pergesekan pada
prosesus koronoid dalam arkus zygomatikcus.
b. Ketidakmampuan menutup rahang menandakan fraktur pada prosessus
alveolar, angulus, ramus dari simfisis.
6. Krepitasi tulang
Krepitasi tulang tulang adalah bunyi berciut yang terdengar jika tepian-tepian
fraktur bergesakan saat berlangsungnya gerakan mengunyah, bicara, atau
menelan.
7. Mati rasa pada bibir dan pipi
Patognomonis untuk fraktur distal dari foramen mandibula.
8. Oedem daerah fraktur dan wajah tidak simetris.

G. KOMPLIKASI
Komplikasi setelah dilakukannya perbaikan pada fraktur mandibula
umumnya jarang terjadi. Komplikasi yang paling umum terjadi pada fraktur
mandibula adalah infeksi atau osteomyelitis, yang nantinya dapat menyebabkan
berbagai kemungkinan komplikasi lainnya.
Tulang mandibula merupakan daerah yang paling sering mengalami
gangguan penyembuhan fraktur baik itu malunion ataupun non-union. Ada
beberapa faktor risiko yang secara spesifik berhubungan dengan fraktur

PROFESI NERS ANG.IX STIKES WIDYA NUSANTARA PALU


mandibula dan berpotensi untuk menimbulkan terjadinya malunion ataupun non-
union. Faktor risiko yang paling besar adalah infeksi, kemudian aposisi yang
kurang baik, kurangnya imobilisasi segmen fraktur, adanya benda asing, tarikan
otot yang tidak menguntungkan pada segmen fraktur. Malunion yang berat pada
mandibula akan mengakibatkan asimetri wajah dan dapat juga disertai gangguan
fungsi. Kelainan-kelainan ini dapat diperbaiki dengan melakukan perencanaan
osteotomi secara tepat untuk merekonstruksi bentuk lengkung mandibula.
Faktor – faktor lain yang dapat mempengaruhi kemungkinan terjadinya
komplikasi antara lain sepsis oral, adanya gigi pada garis fraktur,
penyalahgunaan alkohol dan penyakit kronis, waktu mendapatkan perawatan
yang lama, kurang patuhnya pasien dan adanya dislokasi segmen fraktur.
Adapun komplikasi lainyang dapat terjadi yaitu :
a. Komplikasi yang timbul selama perawatan
b. Infeksi
c. Kerusakan saraf
d. Gigi yang berpindah tempat
e. Komplikasi pada daerah ginggival dan periodontal
f. Reaksi terhadap obat

H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1) Pemeriksaan rontgen: Untuk menentukan lokasi, luas dan jenis fraktur
2) Scan tulang, tomogram, CT-scan/ MRI: Memperlihatkan frakur dan
mengidentifikasikan kerusakan jaringan lunak
3) Pemeriksaan darah lengkap: Hb menurun terutama fraktur terbuka,
peningkatan leukosit adalah respon stres normal setelah trauma.
4) Pemeriksaan klinis ekstraoral
Tampak diatas tempat terjadinya fraktur biasanya terjadi ekimosis dan
pembengkakan. Seringpula terjadi laserasi jaringan lunak dan bisa terlihat
jelas deformasi dari kontur mandibula yang bertulang. Jika terjadi
perpindahan tempat dari fragmen-fragmen itu pasien tidak bisa menutup
geligi anterior, dan mulut menggantung kendur dan terbuka. Pasien sering

PROFESI NERS ANG.IX STIKES WIDYA NUSANTARA PALU


kelihatan menyangga rahang bawah dengan tangan. Dapat pula air ludah
bercampur darah menetes dari sudut mulut pasien
5) Palpasi lembut dengan ujung-ujung jari dilakukan terhadap daerah kondilus
pada kedua sisi, kemudian diteruskan kesepanjang perbatasan bawah
mandibula. Bagian-bagian melunak harus ditemukan pada daerah-daerah
fraktur, demikian pula terjadinya perubahan kontur dan krepitasi tulang. Jika
fraktur mengenai saraf mandibula maka bibir bawah akan mengalami mati
rasa.
6) Pemeriksaan klinis intraoral
Setiap serpihan gigi yang patah harus dikeluarkan. Dari dalam mulut.
Sulkus bukal diperiksa adanya ekimosis dan kemudian sulkus lingual.
Hematoma didalam sulkus lingual akibat trauma rahang bawah hampir
selalu patognomonik fraktur mandibula.

I. PENATALAKSANAAN
Prinsip penanganan fraktur rahang pada langkah awal penanganan pada
hal yang bersifat kedaruratan seperti jalan nafas (airway), pernafasan
(breathing), sirkulasi darah termasuk penanganan syok (circulaation),
penaganana luka jaringan lunak dan imobilisasi sementara serta evaluasi
terhadap kemungkinan cedera otak. Tahap kedua adalah penanganan fraktur
secara definitif yaitu reduksi/reposisi fragmen fraktur fiksasi fragmen fraktur dan
imobilisasi, sehingga fragmen tulang yang telah dikembalikan tidak bergerak
sampai fase penyambungan dan penyembuhan tulang selesai.
Secara khusus penanganan fraktur tulang rahang dan tulang pada wajah
(maksilofasial) mulai diperkenalkan olah hipocrates (460-375 SM) dengan
menggunakan panduan oklusi (hubungan yang ideal antara gigi bawah dan gigi-
gigi rahang atas), sebagai dasar pemikiran dan diagnosis fraktur rahang. Pada
perkembangan selanjutnya oleh para klinisi berat menggunakan oklusi sebagai
konsep dasar penanganan fraktur rahang dan tulang wajah (maksilofasial)
terutama dalam diagnostik dan penatalaksanaannya. Hal ini diikuti dengan
perkembangan teknik fiksasi mulai dari penggunaan pengikat kepala (head
bandages), pengikat rahang atas dan bawah dengan kawat (intermaxilari

PROFESI NERS ANG.IX STIKES WIDYA NUSANTARA PALU


fixation), serta fiksasi dan imobilisasi fragmen fraktur dengan menggunakan plat
tulang (plate and screw).
Prosedur penanganan fraktur mandibula :

1. Fraktur yang tidak ter-displace dapat ditangani dengan jalan reduksi tertutup
dan fiksasi intermaxilla. Namun pada prakteknya, reduksi terbuka lebih
disukai paada kebanyakan fraktur.

2. Fraktur dikembalikan ke posisi yang sebenarnya dengan jalan reduksi tertutup


dan arch bar dipasang ke mandibula dan maxilla.

3. Kawat dapat dipasang pada gigi di kedua sisi fraktur untuk menyatukan
fraktur

4. Fraktur yang hanya ditangani dengan jalan reduksi tertutup dipertahankan


selama 4-6 minggu dalam posisi fraktur intermaxilla.

5. Kepada pasien dapat tidak dilakukan fiksasi intermaxilla apabila dilakukan


reduksi terbuka, kemudian dipasangkan plat and screw.

Oleh sebab itu ilmu oklusi merupakan dasar yang penting bagi seorang
Spesialis Bedah Mulut dan Maksilofasial dalam penatalaksanan kasus patah
rahang atau fraktur maksilofasial. Dengan prinsip ini diharapkan penyembuhan
atau penyambungan fragmen fraktur dapat kembali ke hubungan awal yang
normal dan telah beradaptasi dengan jaringan lunak termasuk otot dan pembuluh
saraf disekitar rahang dan wajah.

Patah rahang dan tulang wajah yang tidak ditangani dengan baik akan
memberikan gangguan dan keluhan pada pasien dalam jangka pendek dan
jangka panjang. Komplikasi yang dapat terjadi pada kasus patah rahang yang
adalah infeksi pada jaringan lunak dan tulang rahang. Infeksi tersebut dapat
menyebabkan kehilangan jaringan lunak dan keras yang banyak. Komplikasi
lain, jika penyambungan tidak adekuat (malunion)dan oklusi rahang atas dan
bawah tidak tercapai maka akan memberi keluhan berupa rasa sakit dan tidak
nyaman (discomfort) yang berkepanjangan pada sendi rahang

PROFESI NERS ANG.IX STIKES WIDYA NUSANTARA PALU


(Temporomandibular joint) oleh karena perubahan posisi dan ketidakstabilan
antara sendi rahang kiri dan kanan.

Hal ini tidak hanya berdampak pada sendi tetapi otot-otot pengunyahan dan otot
sekitar wajah juga dapat memberikan respon nyeri (myofascial pain) Terlebih
jika pasien mengkompensasikan atau memaksakan mengunyah dalam hubungan
oklusi yang tidak normal. Kondisi inilah yang banyak dikeluhkan oleh pasien
patah rahang yang tidak dilakukan perbaikan atau penangnanan secara adekuat.
Komplikasi setelah pembedahan yang dapat terjadi pada semua operasi
penyambungan tulang adalah terlambatnya penyambungan dan penyembuhan
tulang (delayed union) atau kegagalan penyambungan tulang (nonunion)yang
sering disebabkan tidak stabilnya fragmen fraktur karena immobilisasi yang
kurang baik. Komplikasi yang secara klinis dan estetik nampak adalah
perubahan bentuk dan proporsi wajah.

Penatalaksanaan pada fraktur mandibula mengikuti standar penatalaksanaan


fraktur pada umumnya. Pertama periksalah A(airway), B(Breathing) dan
C(circulation). Bila pada ketiga topik ini tidak ditemukan kelainan pada pasien,
lakukan penanganan terhadap fraktur mandibula pasien. Bila pada pasien
terdapat perdarahan aktif, hentikanlah dulu perdarahannya. Bila pasien
mengeluh nyeri maka dapat diberi analgetik untuk membantu

J. PENCEGAHAN
Pencegahan fraktur
Fraktur umumnya terjadi karena cedera akibat jatuh atau kecelakaan, dan
osteoporosis. Oleh karena itu, untuk mencegah terjadinya fraktur, Anda perlu
menghindari penyebab tersebut serta menghindari berbagai faktor yang dapat
meningkatkan risikonya.

PROFESI NERS ANG.IX STIKES WIDYA NUSANTARA PALU


K. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
Di dalam memberikan asuhan keperawatan digunakan sistem atau metode proses
keperawatan yang dalam pelaksanaannya dibagi menjadi 5 tahap, yaitu pengkajian,
diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan,
untuk itu diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien
sehingga dapat memberikan arah terhadap tindakan keperawatan. Keberhasilan
proses keperawatan sangat bergantung pada tahap ini. Tahap ini terbagi atas:
a) Pengumpulan Data
 Anamnese
 Identitas klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai,
status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, no.
register, tanggal MRS, diagnosa medis.
 Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri. Nyeri
tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan. Untuk
memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri pasien digunakan
pqrst:
1) Provoking Incident : apakah ada peristiwa yang menjadi faktor
presipitasi nyeri.
2) Quality of Pain : seperti apa nyeri yang dirasakan atau digambarkan
pasien. Apakah terbakar, berdenyut, atau menusuk.
3) Region : radiation, relief : apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa
sakit menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit itu terjadi.
4) Severity (Scale) of pain : seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan
pasien, bisa berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa
jauh rasa sakit mempengaruhi kemampuan fungsinya.
5) Time : berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah
buruk pada malam hari atau siang hari.
b) Riwayat Penyakit Sekarang

PROFESI NERS ANG.IX STIKES WIDYA NUSANTARA PALU


Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur, yang
nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien. Ini bisa
berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa
ditentukan kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena. Selain
itu, dengan mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka
kecelakaan yang lain.
c) Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi
petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung. Penyakit-penyakit
tertentu seperti kanker tulang dan penyakit paget’s yang menyebabkan fraktur
patologis yang sering sulit untuk menyambung. Selain itu, penyakit diabetes
dengan luka di kaki sangat beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun
kronik dan juga diabetes menghambat proses penyembuhan tulang.
d) Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan
salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes, osteoporosis
yang sering teradi pada beberapa keturunan, dan kanker tulang yang
cenderung diturunkan secara genetik. F
e) Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi pasien terhadap penyakit yang diderita dan peran
pasien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam
kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat.
2. Pemeriksaan Fisik persistem
Pemeriksaan fisik dalam keperawatan dipergunakan untuk memperoleh
data objektif dari riwayat keperawatan klien, dalam pemeriksaan fisik dapat
menentukan status kesehatan klien dan mengambil data dasar untuk menentukan
rencana keperawatan.

a. Sistem Pernapasan
Pada klien fraktur mandibula post operasi ORIF, adanya mengi/ronkhi
menunjukan sekret tertahan, mengidentifikasi kebutuhan intervensi lebih
agresif (Doenges, 2012).
b. Sistem Kardiovaskuler

PROFESI NERS ANG.IX STIKES WIDYA NUSANTARA PALU


Pada klien fraktur mandibula post operasi ORIF, takikardi/peningkatan
gelisah dapat mengindikasikan terjadinya hipoksia/pengaruh terhadap
pernapasan (Doenges, 2012).
c. Sistem Pencernaan
Pada klien fraktur mandibula post operasi ORIF, nutrisi adekuat penting
untuk penurunan berat badan berlebihan (dapat mencapai 4,5- 9 kg dalam
waktu singkat). Klien/orang terdekat memerlukan bantuan dalam
pilihan/rencana menu makanan untuk memenuhi nutrisi kebutuhan
dengan kesulitan pencernaan nutrien (Doenges, 2012).
d. Sistem Perkemihan
Pada klien post operasi tidak ada masalah pada sistem perkemihan
e. Sistem Endokrin
Tidak ada masalah pada sistem endokrin.
f. Sistem Persarafan
Pada klien fraktur mandibula post operasi, kekakuan otot dan maloklusi
gigi dapat memperlambat kemampuan untuk makan makanan normal
untuk beberapa waktu (biasanya 5-6 minggu) (Doenges, 2012)
g. Sistem Integumen
Tidak ada masalah pada sistem integument.
h. Sistem Muskuloskeletal
Pada ekstremitas atas dan ekstremitas bawah tidak ada masalah.
i. Sistem Reproduksi
Pada klien post operasi ORIF tidak ada masalah pada sistem reproduksi.
2) Data psikologis
a. Status emosional
Dikaji tentang emosi klien. Pada klien Fraktur Mandibula dengan post
operasi ORIF, biasanya terjadi ansietas sehubungan dengan prosedur
pembedahan.
b. Konsep diri
a) Citra tubuh
Sikap ini mencakup persepsi dan perasaan tentang ukuran dan
bentuk serta penampilan.

PROFESI NERS ANG.IX STIKES WIDYA NUSANTARA PALU


b) Identitas diri
Kesadaran tentang diri sendiri yang dapat diperoleh individu dari
observasi dan penilaian terhadap dirinya.
c) Peran diri
Serangkaian sikap perilaku, nilai dan tujuan yang dihubungkan
dengan fungsi individu didalam kelompok sosialnya.

d) Ideal diri
Persepsi individu tentang bagaimana ia seharusnya bertingkah laku
berdasarkan standar pribadi.
e) Harga diri
Penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai dengan menganalisis
seberapa banyak kesesuaian tingkah laku dengan dirinya.
3) Mekanisme koping
Perilaku yang mewakili upaya untuk melindungi diri sendiri dari
pengalaman yang menakutkan berhubungan dengan respon neurobiologik.
Mekanisme koping terdiri dari :
a. Regresi berhubungan dengan masalah proses informasi dan upaya
untuk menanggulangi ansietas.
b. Projeksi sebagai upaya untuk menjelaskan kerancuan persepsi
c. Menarik diri
4) Data sosial dan budaya
Pengkajian ini menyangkut pada pola komunikasi, gaya hidup, hubungan
sosial, faktor sosiokultural.
5) Data spiritual
Menyangkut agama yang dianut klien, kegiatan agama dan kepercayaan
yang dilakukan klien selama ini apakah ada gangguan aktivitas beribadah
selama sakit. Dan juga bagaimana sikap klien terhadap petugas kesehatan dan
keyakinan klien terhadap penyakit yang dideritanya.
6) Data penunjang
Data penunjang meliputi foto ronsen wajah : menyatakan luasnya fraktur
(Doengos, 2012).
3. Diagnosa Keperawatan

PROFESI NERS ANG.IX STIKES WIDYA NUSANTARA PALU


Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien Fraktur antara lain :
a. Nyeri berhubungan dengan spasme otot, edema dan cidera pada jaringan lunak.
b. Gangguan pertukaran gas b/d perubahan aliran darah, emboli, perubahan
membran alveolar/kapiler (interstisial, edema paru, kongesti)
c. Risiko infeksi b/d ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit,
taruma jaringan lunak, prosedur invasif/traksi tulang)
d. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka/tulang
neuromuskuler.
e. Kerusakan integrasi jaringan kulit berhubungan dengan fraktur terbuka, bedah
perbaikan,pemasangan traksi pen, kawat, sekrup.
f. Kurang pengetahuan terhadap kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan
berhubungandengan kurang paparan informasi

4. Rencana Keperawatan
N Rencana Keperawatan
o Diagnosa
Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

1 Nyeri akut b/d NOC : NIC :


spasme otot, 1. Pain Level 1. Lakukan pengkajian nyeri
gerakan fragmen 2. pain control secara komprehensif
tulang, edema, 3. comfort level termasuk lokasi,
cedera sel, Setelah dilakukan karakteristik, durasi,
pemasangan tinfakan keperawatan frekuensi, kualitas dan
traksi, selama …. Pasien faktor presipitasi
stress/ansietas, tidak mengalami nyeri, 2. Observasi reaksi
luka operasi dengan kriteria hasil: nonverbal dari
a. Mampu ketidaknyamanan
mengontrol nyeri 3. Bantu pasien dan
(tahu penyebab keluarga untuk mencari
nyeri, mampu dan menemukan
menggunakan dukungan
tehnik 4. Kontrol lingkungan yang
nonfarmakologi dapat mempengaruhi
untuk mengurangi nyeri seperti suhu
nyeri, mencari ruangan, pencahayaan
bantuan) dan kebisingan
b. Melaporkan bahwa 5. Kurangi faktor presipitasi

PROFESI NERS ANG.IX STIKES WIDYA NUSANTARA PALU


nyeri berkurang nyeri
dengan 6. Kaji tipe dan sumber
menggunakan nyeri untuk menentukan
manajemen nyeri intervensi
c. Mampu mengenali 7. Ajarkan tentang teknik
nyeri (skala, non farmakologi: napas
intensitas, dala, relaksasi, distraksi,
frekuensi dan kompres hangat/ dingin
tanda nyeri) 8. Berikan analgetik untuk
d. Menyatakan rasa mengurangi nyeri
nyaman setelah 9. Tingkatkan istirahat
nyeri berkurang 10. Berikan informasi tentang
e. Tanda vital dalam nyeri seperti penyebab
rentang normal nyeri, berapa lama nyeri
f. Tidak mengalami akan berkurang dan
gangguan tidur antisipasi
ketidaknyamanan dari
prosedur
11. Monitor vital sign
sebelum dan sesudah
pemberian analgesik
pertama kali
2. Gangguan NOC: NIC :
pertukaran gas 1. Respiratory 1. Posisikan pasien untuk
b/d perubahan Status : Gas memaksimalkan ventilasi
aliran darah, exchange 2. Pasang mayo bila perlu
emboli, 2. Keseimbangan 3. Lakukan fisioterapi dada
perubahan asam Basa, jika perlu
membran Elektrolit 4. Keluarkan sekret dengan
alveolar/kapiler 3. Respiratory batuk atau suction
(interstisial, Status : ventilation 5. Auskultasi suara nafas,
edema paru, 4. Vital Sign Status catat adanya suara
kongesti) Setelah dilakukan tambahan
tindakan keperawatan 6. Berikan bronkodilator ;
selama …. Gangguan 7. Barikan pelembab udara
pertukaran pasien 8. Atur intake untuk cairan
teratasi dengan kriteria mengoptimalkan
hasi: keseimbangan.
a. Mendemonstrasika 9. Monitor respirasi dan
n peningkatan status O2
ventilasi dan 10. Catat pergerakan
oksigenasi yang dada,amati kesimetrisan,

PROFESI NERS ANG.IX STIKES WIDYA NUSANTARA PALU


adekuat penggunaan otot
b. Memelihara tambahan, retraksi otot
kebersihan paru supraclavicular dan
paru dan bebas dari intercostal
tanda tanda 11. Monitor suara nafas,
distress pernafasan seperti dengkur
c. Mendemonstrasika 12. Monitor pola nafas :
n batuk efektif dan bradipena, takipenia,
suara nafas yang kussmaul, hiperventilasi,
bersih, tidak ada cheyne stokes, biot
sianosis dan 13. Auskultasi suara nafas,
dyspneu (mampu catat area penurunan /
mengeluarkan tidak adanya ventilasi dan
sputum, mampu suara tambahan
bernafas dengan 14. Monitor TTV, AGD,
mudah, tidak ada elektrolit dan ststus
pursed lips) mental
d. Tanda tanda vital 15. Observasi sianosis
dalam rentang khususnya membran
normal mukosa
e. AGD dalam batas 16. Jelaskan pada pasien dan
normal keluarga tentang
f. Status neurologis persiapan tindakan dan
dalam batas tujuan penggunaan alat
normal tambahan (O2, Suction,
Inhalasi)
17. Auskultasi bunyi jantung,
jumlah, irama dan denyut
jantung
3 Gangguan NOC : NIC :
mobilitas fisik 1. Joint Movement : Exercise therapy : ambulation
b/d spasme otot, Active 1. Monitoring vital sign
kerusakan rangka 2. Mobility Level sebelm/sesudah latihan
neuromuskuler, 3. Self care : ADLs dan lihat respon pasien
nyeri, terapi 4. Transfer saat Latihan
restriktif performance 2. Konsultasikan dengan
(imobilisasi) Setelah dilakukan terapi fisik tentang
tindakan keperawatan rencana ambulasi sesuai
selama….gangguan dengan kebutuhan
mobilitas fisik teratasi 3. Bantu klien untuk
dengan kriteria hasil: menggunakan tongkat
a. Klien meningkat saat berjalan dan cegah

PROFESI NERS ANG.IX STIKES WIDYA NUSANTARA PALU


dalam aktivitas terhadap cedera
fisik 4. Ajarkan pasien atau
b. Mengerti tujuan tenaga kesehatan lain
dari peningkatan tentang teknik ambulasi
mobilitas 5. Kaji kemampuan pasien
c. Memverbalisasika dalam mobilisasi
n perasaan dalam 6. Latih pasien dalam
meningkatkan pemenuhan kebutuhan
kekuatan dan ADLs secara mandiri
kemampuan sesuai kemampuan
berpindah 7. Dampingi dan Bantu
d. Memperagakan pasien saat mobilisasi dan
penggunaan alat bantu penuhi kebutuhan
Bantu untuk ADLs ps.
mobilisasi (walker) 8. Berikan alat Bantu jika
klien memerlukan.
9. Ajarkan pasien
bagaimana merubah
posisi dan berikan
bantuan jika diperlukan
4 Kerusakan NOC : NIC : Pressure Management
integritas kulit Tissue Integrity : Skin and 1. Anjurkan pasien untuk
b/d fraktur Mucous Membranes menggunakan pakaian
terbuka, Wound Healing : primer yang longgar
pemasangan dan sekunder Setelah 2. Hindari kerutan pada
traksi (pen, dilakukan tindakan tempat tidur
kawat, sekrup) keperawatan selama….. 3. Jaga kebersihan kulit agar
kerusakan integritas kulit tetap bersih dan kering
pasien teratasi dengan 4. Mobilisasi pasien (ubah
kriteria hasil: posisi pasien) setiap dua
a. Integritas kulit jam sekali
yang baik bisa 5. Monitor kulit akan
dipertahankan adanya kemerahan
(sensasi, elastisitas, 6. Oleskan lotion atau
temperatur, hidrasi, minyak/baby oil pada
pigmentasi) derah yang tertekan
b. Tidak ada luka/lesi 7. Monitor aktivitas dan
pada kulit  mobilisasi pasien
Perfusi jaringan 8. Monitor status nutrisi
baik pasien
c. Menunjukkan 9. Memandikan pasien
pemahaman dalam dengan sabun dan air

PROFESI NERS ANG.IX STIKES WIDYA NUSANTARA PALU


proses perbaikan hangat
kulit dan 10. Kaji lingkungan dan
mencegah peralatan yang
terjadinya sedera menyebabkan tekanan
berulang 11. Observasi luka : lokasi,
d. Mampu dimensi, kedalaman luka,
melindungi kulit karakteristik,warna
dan cairan, granulasi, jaringan
mempertahankan nekrotik, tanda-tanda
kelembaban kulit infeksi lokal, formasi
dan perawatan traktus
alami 12. Ajarkan pada keluarga
e. Menunjukkan tentang luka dan
terjadinya proses perawatan luka
penyembuhan luka 13. Kolaburasi ahli gizi
pemberian diae TKTP,
vitamin
14. Cegah kontaminasi feses
dan urin
15. Lakukan tehnik
perawatan luka dengan
steril
16. Berikan posisi yang
mengurangi tekanan pada
luka
5 Risiko infeksi b/d NOC : NIC :
ketidakadekuatan 1. Immune Status 1. Pertahankan teknik
pertahanan 2. Knowledge : aseptif
primer Infection control 2. Batasi pengunjung bila
(kerusakan kulit, 3. Risk control perlu
taruma jaringan Setelah dilakukan 3. Cuci tangan setiap
lunak, prosedur tindakan keperawatan sebelum dan sesudah
invasif/traksi selama…… pasien tindakan keperawatan
tulang) tidak mengalami 4. Gunakan baju, sarung
infeksi dengan kriteria tangan sebagai alat
hasil: pelindung
a. Klien bebas dari 5. Ganti letak IV perifer dan
tanda dan gejala dressing sesuai dengan
infeksi petunjuk umum
b. Menunjukkan 6. Gunakan kateter
kemampuan untuk intermiten untuk
mencegah menurunkan infeksi

PROFESI NERS ANG.IX STIKES WIDYA NUSANTARA PALU


timbulnya infeksi kandung kencing
c. Jumlah leukosit 7. Tingkatkan intake nutrisi
dalam batas 8. Berikan terapi
normal antibiotik:.........................
d. Menunjukkan ........
perilaku hidup 9. Monitor tanda dan gejala
sehat infeksi sistemik dan lokal
e. Status imun, 10. Pertahankan teknik isolasi
gastrointestinal, k/p
genitourinaria 11. Inspeksi kulit dan
dalam batas norma membran mukosa
terhadap kemerahan,
panas, drainase
12. Monitor adanya luka
13. Dorong masukan cairan
14. Dorong istirahat
15. Ajarkan pasien dan
keluarga tanda dan gejala
infeksi
16. Kaji suhu badan pada
pasien neutropenia setiap
4 jam
6 Kurang NOC: NIC :
pengetahuan 1. Kowlwdge : 1. Kaji tingkat pengetahuan
tentang kondisi, disease process pasien dan keluarga
prognosis dan 2. Kowledge : health 2. Jelaskan patofisiologi dari
kebutuhan Behavior penyakit dan bagaimana
pengobatan b/d Setelah dilakukan hal ini berhubungan
kurang terpajan tindakan keperawatan dengan anatomi dan
atau salah selama …. pasien fisiologi, dengan cara
interpretasi menunjukkan yang tepat.
terhadap pengetahuan tentang 3. Gambarkan tanda dan
informasi, proses penyakit gejala yang biasa muncul
keterbatasan dengan kriteria hasil: pada penyakit, dengan
kognitif, kurang a. Pasien dan cara yang tepat
akurat/lengkapny keluarga 4. Gambarkan proses
a informasi yang menyatakan penyakit, dengan cara
ada pemahaman yang tepat
tentang penyakit, 5. Identifikasi kemungkinan
kondisi, prognosis penyebab, dengan cara
dan program yang tepat
pengobatan 6. Sediakan informasi pada

PROFESI NERS ANG.IX STIKES WIDYA NUSANTARA PALU


b. Pasien dan pasien tentang kondisi,
keluarga mampu dengan cara yang tepat
melaksanakan 7. Sediakan bagi keluarga
prosedur yang informasi tentang
dijelaskan secara kemajuan pasien dengan
benar cara yang tepat
c. Pasien dan 8. Diskusikan pilihan terapi
keluarga mampu atau penanganan
menjelaskan 9. Dukung pasien untuk
kembali apa yang mengeksplorasi atau
dijelaskan mendapatkan second
perawat/tim opinion dengan cara yang
kesehatan lainnya tepat atau diindikasikan
10. Eksplorasi kemungkinan
sumber atau dukungan,
dengan cara yang tepat

DAFTAR PUSTAKA

Doenges,M. A., Moorhouse, M. F.,& Geissler, A.C (1999). Rencana asuhan


keperawatan: pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan
pasien. Jakarta: EGC.

Smeltzer, Z. C,& Brenda, G. B .( 2001 ) Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.Edisi 8,


vol 3.Jakarta: EGC

PROFESI NERS ANG.IX STIKES WIDYA NUSANTARA PALU


Rerves, C. J., Roux, G.,& Lockhart, R .( 2001). keperawatan medikal bedah.
Jakarta: Salemba Medika.

Watson, R. (2002). Anatomi dan fisiologi: untuk perawat. Jakarta: EGC

PROFESI NERS ANG.IX STIKES WIDYA NUSANTARA PALU

Anda mungkin juga menyukai