TRAUMA MANDIBULA
Oleh:
Rina Dwi Purmasari
G99142014
Pembimbing:
dr. Dewi Haryanti Kurniasih, Sp.BP
BAB I
PENDAHULUAN
Trauma wajah merupakan kasus yang sering terjadi, menimbulkan masalah
pada medis dan kehidupan sosial. Meningkatnya kejadian tersebut disebabkan
bertambahnya jumlah kendaraan bermotor yang dapat menyebabkan terjadinya
kecelakaan lalu lintas. Trauma tumpul yang cukup keras merupakan etiologi dari
trauma tersebut. Trauma merupakan urutan keempat penyebab kematian, dapat terjadi
pada semua usia terutama 1-37 tahun. Trauma pada wajah sering melibatkan tulangtulang pembentuk wajah, diantaranya pada mandibula..1
Fraktur tulang muka disebabkan trauma pada muka yang menyebabkan satu
hingga banyak fraktur tulang wajah patah komplit maupun tidak komplit. Organ yang
terlibat pada fraktur tulang muka terdiri atas jaringan lunak (kulit, otot, dan jaringan
ikat), tulang muka itu sendiri, yaitu tulang kepala yang tidak membatasi otak (tulang
hidung, zygoma, maksilla, septum nasi dan mandibula). 2
Fraktur mandibula adalah salah satu cedera wajah yang sering ditemukan dan
biasanya disebabkan oleh trauma. Oleh karena mandibula bagian tersering mengalami
fraktur pada trauma dibagian wajah, penting untuk mengetahui dengan tepat
penanganan awal, tindakan perbaikan serta mewaspadai komplikasi yang akan terjadi,
dari teknik yang dipilih untuk kesembuhan yang sempurna baik dari segi fungsi
pengunyahan dan estetika wajah.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi Mandibula
nchi dari simfisis didapatkan foramen mentalis yang dilalui oleh vasa dan
nervus mentalis. Permukaan dalam dari korpus mandibula cekung dan
didapatkan linea milohiodea yang merupakan origo m. Milohioid. Angulus
mandibula adalah pertemuan antara tepi belakang ramus mandibula dan tepi
bawah korpus mandibula. Angulus mandibula terletak subkutan dan mudah
diraba pada 2-3 jari dibawah lobulus aurikularis.3
Dari aspek fungsinya, merupakan gabungan tulang berbentuk L
bekerja untuk mengunyah dengan dominasi (terkuat) m. Temporalis yang
berinsersi disisi medial pada ujung prosesus koronoideus dan m. Masseter
yang berinsersi pada sisi lateral angulus dan ramus mandibula. M.
Pterigodeus medial berinsersi pada sisi medial bawah dari ramus dan angulus
mandibula. M masseter bersama m temporalis merupakan kekuatan untuk
menggerakkan mandibula dalam proses menutup mulut. M pterigoideus
lateral berinsersi pada bagian depan kapsul sendi temporo-mandibular, diskus
artikularis berperan untuk membuka mandibula. Fungsi m pterigoid sangat
penting dalam proses penyembuhan pada fraktur intrakapsuler.4,5,6
Gambar
2. Anatomi
tulang
mandibula
Pada
potongan
melintang
tulang
mandibula
III terutama yang erupsinya sedikit, kolum kondilus mandibula terutama bila
trauma dari depan langsung mengenai dagu maka gayanya akan diteruskan
kearah belakang.
Gambar 3. Klasifikasi fraktur mandibula
Garis fraktur pada mandibula biasa terjadi pada area lemah dari
mandibula tergantung mekanisme trauma yang terjadi. Garis fraktur
subkondilar umumnya dibawah leher prosesus kondiloideus akibat
perkelahian dan berbentuk hampir vertikal. Namun pada kecelakaan lalu
lintas garis fraktur terjadi dekat dengan kaput kondilus, garis fraktur yang
terjadi berbentuk oblique. Pada regio angulus garis fraktur umumnya
dibawah atau dibelakang regio mlaor III kearah angulus mandibula. Pada
fraktur corpus mandibula garis fraktur tidak selalu paralel dengan sumbu
gigi, seringkali garis fraktur berbentuk oblique. Garis fraktur dimulai pada
regio alveolar kaninus dan insisivus berjalan oblique ke arah midline. Pada
fraktur mendibula, fragmen yang fraktur mengalami displaced akibat tarikan
otot-otot mastikasi, oleh karena itu maka reduksi dan fiksasi pada fraktur
mendibula harus menggunakan splinting untuk melawan tarikan dari otototot mastikasi. Beberapa faktor yang mempengaruhi displacement fraktur
mandibula antara lain ; arah dan kekuatan trauma, arah dan sudut garis
fraktur, ada atau tidaknya gigi pada fragmen, arah lepasnya otot dan luasnya
kerusakan jaringan lunak.9
Pada daerah ramus mandibula jarang terjadi fraktur, karena daerah ini
terfiksasi oleh m masseter pada bagian lateral, dan medial oleh m
pterigoideus medialis. Demikian juga pada prosesus koronoideus yang
terfiksasi oleh m masseter. Beberapa macam klasifikasi fraktur mandibula
dapat digolongkan berdasar sebagai berikut; insidens fraktur mandibula
sesuai dengan lokasi anatomisnya: prosesus condiloideus (29.1%), angulus
mandibula (24%), simfisis mandibula (22%), korpus mandibula (16%),
alveolus (3.1%), ramus (1.7%), processus coronoideus (1.3%). (12,13,14)
Berdasar ada tidaknya gigi pada kiri dan kanan garis fraktur ; kelas 1 :
gigi ada pada kedua bagian garis fraktur, kelas II : gigi hanya ada pada satu
bagian dari garis fraktur, kelas III : tidak ada gigi pada kedua fragmen,
mungkin gigi sebelumnya memang sudah tidak ada (edentolous), atau gigi
hilang saat terjadi trauma.
Berdasar arah fraktur dan kemudahan untuk direposisi dibedakan :
horisontal yang dibagi menjadi favourable dan unfavourable. Vertikal, yang
juga dibagi menjadi favourable dan unfavourable. Kriteria favourable dan
unfavourable berdasarkan arah satu garis fraktur terhadap gaya otot yang
bekerja pada fragmen tersebut. Disebut favourable apabila arah fragmen
memudahkan
untuk
mereduksi
tulang
waktu
reposisi
sedangkan
bentuk dan fungsi seperti semula. Hal tersebut dapat dicapai dengan
melakukan imobilisasi menggunakan fiksasi internal dan eksternal.10,11
Rahang bawah memiliki bentuk anatomis yang unik, berdasarkan
arsitektur tulang, bentuk dan perlekatan ototnya mandibula dapat
digambarkan sebagai sebuah struktur yang mengubah tekanan yang
diterimanya menjadi suatu bentuk daya tensi dan kompresi. Kekuatan
kompresi dihasilkan sepanjang daerah basal mandibula sedangkan kekuatan
tensi terdapat pada sepanjang daerah alveolar. Aksis tranversal imajiner yang
terletak kira-kira sepanjang kanalis mandibula memisahkan prosesus
alveolaris yang merupakan daerah tegangan atau disebut dengan tension area
dari daerah basal mandibula yang merupakan daerah kompresi atau disebut
dengan compression area. Pada waktu mandibula mengalami fraktur, prinsip
perawatan dilakukan dengan mempertimbangkan kekuatan-kekuatan pada
kedua sisi dari aksis imajiner tersebut, sehingga kedua kekuatan tegangan
yang berlawanan tersebut harus dinetralisir untuk mendapatkan reduksi
fungsional yang stabil.10,11
Hal ini dapat ditempuh dengan penggunaan plat dan tension bar
system yang secara individual berbeda tergantung dari lokasi dan tipe
frakturnya. Secara umum, pressure trajectory yang menghasilkan kekuatan
kompresi pada mandibula kemudain terjadi distorsi misalnya di rahang yang
fraktur dapat diperbaiki dengan pemasangan plat osteosintesis, sedangkan
tension trajectory dengan menggunakan arch bar yang berfungsi sebagai
tension band. Plat sudah cukup stabil untuk menetralkan shear dan torsional
stress.
Tension
band
berfungsi
untuk
mengurangi
kekuatan
yang
foto Eisler ; foto ini dibuat untuk pencitraan mandibula bagian ramus
dan korpus, dibuat sisi kanan atau sisi kiri sesuai kebutuhan.
pada
fraktur
mandibula
mengikuti
standar
B(Breathing) dan C(circulation). Bila pada ketiga topik ini tidak ditemukan
kelainan pada pasien, lakukan penanganan terhadap fraktur mandibula
pasien.Bila pada pasien terdapat perdarahan aktif, hentikanlah dulu
perdarahannya.Bila pasien mengeluh nyeri maka dapat diberi analgetik untuk
membantu menghilangkan nyeri. Setelah itu cobalah ketahui mekanisme
cedera dan jenis fraktur pada pasien berdasarkan klasifikasi oleh Dingman dan
Natvig.14
Prinsip dasar umum dalam perawatan fraktur mandibula ialah sebagai
berikut. Evaluasi klinis secara keseluruhan dengan teliti, pemeriksaan klinis
fraktur dilakukan secara benar, kerusakan gigi dievaluasi dan dirawat
bersamaan dengan perawatan fraktur mandibula, mengembalikan oklusi
merupakan tujuan dari perawatan fraktur mandibula. Apabila terjadi fraktur
mulitple di wajah, fraktur mandibula lebih baik dilakukan perawatan terlebih
dahulu dengan prinsip dari dalam keluar, dari bawah keatas. Waktu
penggunaan fiksasi intermaksiler dapat bervariasi tergantung tipe, lokasi,
jumlah dan derajat keparahan fraktur mandibula serta usia dan kesehatan
pasien maupun metode yang akan digunakan untuk reduksi dan imobilisasi.
Penggunaan antibiotik untuk kasus compound fractures, monitor pemberian
nutrisi pasca operasi. Penanganan fraktur mandibula secara umum dibagi
menjadi 2 metode yaitu reposisi tertutup dan terbuka.
Reposisi tertutup
e. Tehnik kazanjia ; dengan menggunakan kawat yang kuat untuk tempat karet
dipasang mengelilingi bagian leher gigi. Tehnik ini untuk gigi yang hanya
sendiri atau insufisiensi pada bagian dari pemasangan arch bar.
tegak lurus superficial terhadap vasa maksilaris eksterna. Pada bagian profundanya
dibuat flap ke atas sampai pada periosteum mandibula. Periosteum mandibula
diinsisi, selanjutnya dengan rasparatorium periosteum dibebaskan dari tulang.
Dengan alat kerok atau knabel dilakukan pembersian dari kedua ujung fragmen
tulang. Lakukan reposisi dengan memperhatikan oklusi gigi yang baik.
Tolak ukur keberhasilan operasi pemasangan plat mini maupun IOID wiring
pada mandibula adalah oklusi yang baik, tidak trismus. Jangan tergesa melakukan
fiksasi sebelum yakin oklusinya sudah sempurna. Posisi plat jangan terlalu tinggi
karena sekrup akan menembus saraf/akar gigi. Permukaan tulang bersih dari jaringan
ikat dan jaringan lunak sehingga plat betul-betul menempel pada tulang mandibula.
Untuk penggunaan bor, sebaiknya arah matabor tangensial, stabil dan arah obeng juga
sesuai dengan arah bor sebelumnya. Gunakan mata bor diameter 1.5mm dengan
kecepatan rendah menembus 1 korteks dikukur kedalamannya kemudian dipasang
sekrup yang panjangnya sesuai dengan tebal satu korteks.Pemasangan sekrup dimulai
dari satu sisi terlebih dahulu kemudian menyebrang menyilang pada sisi plat satunya
11
sangat tipis dan tidak mungkin dilakukan suatu kompresi. Adanya gigi molar
3 menyebabkan fraktur mudah terjadi, distraksi dari kontak tulang
menghambat reduksi dan vaskular dari sisi fraktur dan dapat menjadi sumber
infeksi. Penggunaan rigid internal fixation untuk mencegah hilangnya
kontrol segmen proksimal, delayed union dan malunion yang dapat terjadi
bila digunakan terapi lain. 15
G. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi akibat fraktur mandibula antara lain
adanya infeksi, dengan kuman patogen yang umum adalah staphylococcus,
streptococcus dan bacterioides. Terjadi malunion dan delayed healing,
biasanya disebabkan oleh infeksi, reduksi yang inadekuat, nutrisi yang buruk,
dan penyakit metabolik lainnya.2 Parasthesia dari nervus alveolaris inferior,
lesi r marginalis mandibulae n. fasialis bisa terjadi akibat sayatan terlalu
tinggi. Aplikasi vacuum drain dapat membantu untuk mencegah timbulnya
infeksi yang dapat terjadi oleh karena genangan darah yang berlebihan ke
daerah pembedahan. Fistel orokutan bisa terjadi pada kelanjutan infeksi
terutama pada penderita dengan gizi yang kurang sehingga penyembuhan
luka kurang baik dan terjadi dehisensi luka.19
DAFTAR PUSTAKA
1. Madzen MJ, McDanier CA, Haug RH (2008). A Biomechanical Evaluation of
Plating Techniques for Reconstructing Mandibular Symphisis/Parasymphisis
Fracture. J. Oral Maxillofac Surg. 66, pp: 2012 2019
2. Sudjatmiko G. 2011. Petunjuk Praktis Ilmu Bedah Plastik Rekonstruksi. Yayasan
Khasanah Kebajikan.
3. Ceallaigh P O, Ekanaykaee K, Beirne C J, Patton DW. 2006. Diagnosis And
Management Of Common Maxillofacial Injuries In The Emergency Department.
Part 1: Advanced Trauma Life Support. Swansea. UK: Maxillofacial
Department, Morriston Hospital
4. Gandi LN, Kattimani VS, Gupta VS, Chakravarthi VS, Meka SS. 2012.
Prospective Blind Comparative Clinical Study Of Two Point Fixation Of
Zygomatic Complex Fracture Using Wire And Mini Plates. India. Head & Face
Medicine
5. Ganong WF. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed.22. Jakarta: EGC
6. Guyton AC dan Hall JE. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed.11. Jakarta:
EGC.
7. Jeet K S,Lateef M, Khan M A, Khan T. 2005. Clinical Study Of Maxillofacial
Trauma In Kashmir. Department Of ENT & Head And Neck Surgery, India
8. Knotts C, Workman M, Sawan K, Amm CE. 2012. A Novel Technique for
Attaining Maxillomandibular Fixation in the Edentulous Mandible Fracture.
Craniomaxillafacial Trauma Reconstruction.
9. Madsen M, Tiwana PS, Alpert B. 2011. The Use of Risdon Cables in Pediatric
Maxillofacial TraumaL A Technique Revisited. Craniomaxillafacial Trauma &
Reconstruction
10. Mansjoer.Arif, dkk. Eds.2000.Kapita Selekta Kedokteran.Edisi III. Jakarta :
Media Aesculapius FKUI
.
11. Ogundipe OK1*, Afolabi AO1 And Adebayo O2. 2012. Maxillofacial Fractures
In Owo, South Western Nigeria. A 4 Year Retrospective Review Of Pattern And
Treatment Outcome. Nigeria: Dental Services Department, Federal Medical
Centre
12. Parez R, Oeltjen JC, Thaller SR. 2011. A Review of Mandibular Angle Fractures.
Craniomaxillafacial Trauma & Reconstruction
13. Perumal C, Mohamed A, Singh A. 2012. New bone formation after ligation of
the external carotid artery and resection of a large aneurismal bone cyst of the
mandible with reconstruction: a case report. Craniomaxillafacial Trauma
Reconstruction
14. Mathog RH, Toma V, Clayman L, et al. Nonunion of the mandible: an analysis of
contributing factors. J Oral Maxillofac Surg. 2000;58:746752.
15. Sencimen M, Gulses A, Altug HA. 2012. Vertical fractures of the mandibular
posterior ramus border secondary to the stress of the rigid internal fixation
material. Craniomaxillafacial Trauma Reconstruction.
16. Sencimen M, Gulses A, Altug HA. 2012. Vertical fractures of the mandibular
posterior ramus border secondary to the stress of the rigid internal fixation
material. Craniomaxillafacial Trauma Reconstruction.Sherwood L. 2001.
Fisiologi Manusia: dari Sel ke Sistem. Ed.2. Jakarta: EGC.
17. Snell RS. 1998. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Jakarta: EGC.
18. Sjamsuhidajat, Jong W D. 2005. Buku Ajar ilmu bedah, Edisi 2, Jakarta : EGC.