Anda di halaman 1dari 26

Referat Bedah Plastik

Periode 10 Oktober 2016 17 Oktober 2016

TRAUMA MANDIBULA

Oleh:
Rina Dwi Purmasari
G99142014

Pembimbing:
dr. Dewi Haryanti Kurniasih, Sp.BP

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/ RSUD DR.MOEWARDI
SURAKARTA
2016

BAB I
PENDAHULUAN
Trauma wajah merupakan kasus yang sering terjadi, menimbulkan masalah
pada medis dan kehidupan sosial. Meningkatnya kejadian tersebut disebabkan
bertambahnya jumlah kendaraan bermotor yang dapat menyebabkan terjadinya
kecelakaan lalu lintas. Trauma tumpul yang cukup keras merupakan etiologi dari
trauma tersebut. Trauma merupakan urutan keempat penyebab kematian, dapat terjadi
pada semua usia terutama 1-37 tahun. Trauma pada wajah sering melibatkan tulangtulang pembentuk wajah, diantaranya pada mandibula..1
Fraktur tulang muka disebabkan trauma pada muka yang menyebabkan satu
hingga banyak fraktur tulang wajah patah komplit maupun tidak komplit. Organ yang
terlibat pada fraktur tulang muka terdiri atas jaringan lunak (kulit, otot, dan jaringan
ikat), tulang muka itu sendiri, yaitu tulang kepala yang tidak membatasi otak (tulang
hidung, zygoma, maksilla, septum nasi dan mandibula). 2
Fraktur mandibula adalah salah satu cedera wajah yang sering ditemukan dan
biasanya disebabkan oleh trauma. Oleh karena mandibula bagian tersering mengalami
fraktur pada trauma dibagian wajah, penting untuk mengetahui dengan tepat
penanganan awal, tindakan perbaikan serta mewaspadai komplikasi yang akan terjadi,
dari teknik yang dipilih untuk kesembuhan yang sempurna baik dari segi fungsi
pengunyahan dan estetika wajah.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi Mandibula

Gambar 1. Anatomi tulang mandibula


Os mandibula merupakan tulang yang paling kuat pada daerah muka
yang terdiri dari korpus yaitu suatu lengkungan tapal kuda,serta sepasang
ramus yang pipih dan lebar yang mengarah keatas pada bagian belakang dari
korpus. Pada ujung dari masing-masing ramus didapatkan dua buah
penonjolan disebut prosesus kondiloideus dan prosesus koronoideus.
Prosessus kondiloideus terdiri dari kaput dan kolum. 3
Permukaan luar dari korpus mandibula pada garis median, didapatkan
tonjolan tulang halus yang disebut simfisis mentum yang merupakan tempat
pertemuan embriologis dari dua buah tulang. Bagian korpus mandibula
membentuk tonjolan disebut prosesus alveolaris yang mempunyai 16 buah
lubang untuk tempat gigi. Bagian bawah korpus mandibula mempunyai tepi
yang lengkung dan halus. Pada pertengahan korpus mandibula kurang lebih 1

nchi dari simfisis didapatkan foramen mentalis yang dilalui oleh vasa dan
nervus mentalis. Permukaan dalam dari korpus mandibula cekung dan
didapatkan linea milohiodea yang merupakan origo m. Milohioid. Angulus
mandibula adalah pertemuan antara tepi belakang ramus mandibula dan tepi
bawah korpus mandibula. Angulus mandibula terletak subkutan dan mudah
diraba pada 2-3 jari dibawah lobulus aurikularis.3
Dari aspek fungsinya, merupakan gabungan tulang berbentuk L
bekerja untuk mengunyah dengan dominasi (terkuat) m. Temporalis yang
berinsersi disisi medial pada ujung prosesus koronoideus dan m. Masseter
yang berinsersi pada sisi lateral angulus dan ramus mandibula. M.
Pterigodeus medial berinsersi pada sisi medial bawah dari ramus dan angulus
mandibula. M masseter bersama m temporalis merupakan kekuatan untuk
menggerakkan mandibula dalam proses menutup mulut. M pterigoideus
lateral berinsersi pada bagian depan kapsul sendi temporo-mandibular, diskus
artikularis berperan untuk membuka mandibula. Fungsi m pterigoid sangat
penting dalam proses penyembuhan pada fraktur intrakapsuler.4,5,6

Gambar

2. Anatomi

tulang

mandibula

Pada
potongan

melintang

tulang

mandibula

dewasa level molar II berbentuk seperti U dengan komposisi korteks dalam


dan korteks luar yang cukup kuat. Ditengahnya ditancapi oleh akar-akar
geligi yang terbungkus oleh tulang kanselus yang membentuk sistem

haversian (osteons) diantara dua korteks tersebut ditengahnya terdapat kanal


mandibularis yang dilewati oleh syaraf dan pembuluh darah yang masuk dari
foramen mandibularis dan keluar kedepan melalui foramen mentalisLebar
kanalis mandibula tersebut sekitar 3 mm ( terbesar) dan ketebalan korteks sisi
bukal yang tertipis sekitar 2.7mm sedang pada potongan level gigi kaninus
kanalnya berdiameter sekitar 1mm dengan ketebalan korteks sekitar 2.53mm. Posisis jalur kanalis mandibula ini perlu diingat dan dihindari saat
melakukan instrumentasi waktu reposisi dan memasang fiksasi interna pada
fraktur mandibula.5
Mandibula mendapat nutrisi dari arteri alveolaris inferior yang
merupakan cabang pertama dari arteri maxillaris yang masuk melalui
foramen mandibula bersama vena dan nervus alveolaris inferior berjalan
dalam kanalis alveolaris. Arteri alveolaris inferior memberi nutrisi ke gigigigi bawah serta gusi sekitarnya kemudian di foramen mentalis keluar
sebagai a. Mentalis. Sebelum keluar dari foramen mentalis bercabang menuju
incisivus dan berjalan sebelah anterior ke depan didalam tulang. Arteri
mentalis beranastomosis dengan arteri facialis, arteri submentalis dan arteri
labii inferior. Arteri submentalis dan arteri labii inferior merupakan cabang
dari arteri facialis. Arteri mentalis memberi nutrisi ke dagu. Aliran darah
balik dari mandibula melalui vena alveolaris inferior ke vena facialis
posterior. Daerah dagu mengalirkan darah ke vena submentalis, yang
selanjutnya mengalirkan darah ke vena facialis anterior. Vena facialis anterior
dan vena facialis posterior bergabung menjadi vena fascialis communis yang
mengalirkan darah ke vena jugularis interna.4,5,6
B. Biomekanik Mandibula
Mandibula memiliki mobilitas dan gaya yang sangat banyak, sehingga
dalam melakukan penanganan fraktur mandibula harus benar-benar
diperhatikan biomekanik yang terjadi. Gerakan mandibula dipengaruhi oleh
empat pasang otot yang disebut otot-otot pengunyah, yaitu otot masseter,

temporalis, pterigoideus lateralis dan medialis. Otot digastricus bukan


termasuk otot pengunyah tetapi mempunyai peranan yang penting dalam
fungsi mandibula.7
Pada waktu membuka mulut, maka yang berkontraksi adalah m.
Pterigoideus lateralis bagian inferior, disusul m pterigoideus lateralis bagian
superior ( yang berinsersi pada kapsul sendi) saat mulut membuka lebih
lebar. Sedangkan otot yang berperan untuk menutup mulut adalah m.
Temporalis dan masseter dan diperkuat lagi oleh m. Pterigoideus medialis.
Kekuatan dinamis dari otot pengunyah orang dewasa pada gigi seri 40kg,
geraham 90kg, sedang kekuatan menggigit daerah incisivus 10kg, molar
15 kg.7
C. Fraktur Mandibula
Fraktur didefinisikan sebagai deformitas linear atau terjadinya
diskontinuitas tulang yang disebabkan oleh rudapaksa. Fraktur dapat terjadi
akibat trauma atau karena proses patologis. Fraktur akibat trauma dapat
terjadi akibat perkelahian, kecelakaan lalulintas, kecelakaan kerja, luka
tembak, jatuh ataupun trauma saat pencabutan gigi. Fraktur patologis dapat
terjadi karena kekuatan tulang berkurang akibat adanya kista, tumor jinak
atau ganas rahang, osteogenesis imperfecta, osteomyelitis, osteomalacia,
atrofi tulang secara menyeluruh atau osteoporosis nekrosis atau metabolic
bone disease. Akibat adanya proses patologis tersebut, fraktur dapat terjadi
secara spontan seperti waktu bicara, makan atau mengunyah.7,8
Mandibula merupakan tulang yang kuat, tetapi pada beberapa
tempat dijumpai adanya bagian yang lemah. Daerah korpus mandibula
terutama terdiri dari tulang kortikal yang padat dengan sedikit substansi
spongiosa sebagai tempat lewatnya pembuluh darah dan pembuluh limfe.
Daerah yang tipis pada mandibula adalah angulus dan sub condylus sehingga
bagian ini termasuk bagian yang lemah dari mandibula. Selain itu titik lemah
juga didapatkan pada foramen mentale, angulus mandibula tempat gigi molar

III terutama yang erupsinya sedikit, kolum kondilus mandibula terutama bila
trauma dari depan langsung mengenai dagu maka gayanya akan diteruskan
kearah belakang.
Gambar 3. Klasifikasi fraktur mandibula

Garis fraktur pada mandibula biasa terjadi pada area lemah dari
mandibula tergantung mekanisme trauma yang terjadi. Garis fraktur
subkondilar umumnya dibawah leher prosesus kondiloideus akibat
perkelahian dan berbentuk hampir vertikal. Namun pada kecelakaan lalu
lintas garis fraktur terjadi dekat dengan kaput kondilus, garis fraktur yang
terjadi berbentuk oblique. Pada regio angulus garis fraktur umumnya
dibawah atau dibelakang regio mlaor III kearah angulus mandibula. Pada
fraktur corpus mandibula garis fraktur tidak selalu paralel dengan sumbu
gigi, seringkali garis fraktur berbentuk oblique. Garis fraktur dimulai pada
regio alveolar kaninus dan insisivus berjalan oblique ke arah midline. Pada
fraktur mendibula, fragmen yang fraktur mengalami displaced akibat tarikan
otot-otot mastikasi, oleh karena itu maka reduksi dan fiksasi pada fraktur
mendibula harus menggunakan splinting untuk melawan tarikan dari otototot mastikasi. Beberapa faktor yang mempengaruhi displacement fraktur
mandibula antara lain ; arah dan kekuatan trauma, arah dan sudut garis
fraktur, ada atau tidaknya gigi pada fragmen, arah lepasnya otot dan luasnya
kerusakan jaringan lunak.9

Pada daerah ramus mandibula jarang terjadi fraktur, karena daerah ini
terfiksasi oleh m masseter pada bagian lateral, dan medial oleh m
pterigoideus medialis. Demikian juga pada prosesus koronoideus yang
terfiksasi oleh m masseter. Beberapa macam klasifikasi fraktur mandibula
dapat digolongkan berdasar sebagai berikut; insidens fraktur mandibula
sesuai dengan lokasi anatomisnya: prosesus condiloideus (29.1%), angulus
mandibula (24%), simfisis mandibula (22%), korpus mandibula (16%),
alveolus (3.1%), ramus (1.7%), processus coronoideus (1.3%). (12,13,14)
Berdasar ada tidaknya gigi pada kiri dan kanan garis fraktur ; kelas 1 :
gigi ada pada kedua bagian garis fraktur, kelas II : gigi hanya ada pada satu
bagian dari garis fraktur, kelas III : tidak ada gigi pada kedua fragmen,
mungkin gigi sebelumnya memang sudah tidak ada (edentolous), atau gigi
hilang saat terjadi trauma.
Berdasar arah fraktur dan kemudahan untuk direposisi dibedakan :
horisontal yang dibagi menjadi favourable dan unfavourable. Vertikal, yang
juga dibagi menjadi favourable dan unfavourable. Kriteria favourable dan
unfavourable berdasarkan arah satu garis fraktur terhadap gaya otot yang
bekerja pada fragmen tersebut. Disebut favourable apabila arah fragmen
memudahkan

untuk

mereduksi

tulang

waktu

reposisi

sedangkan

unfavourable bila garis fraktur menyulitkan untuk reposisi. Berdasar


beratnya derajat fraktur, dibagi menjadi fraktur simple/closed yaitu tanpa
adanya hubungan dengan dunia luar dan tidak ada diskontinuitas dari
jaringan sekitar fraktur. Fraktur compound atau open yaitu fraktur
berhubungan dengan dunia luar yang melibatkan kulit, mukosa atau
membran periodontal. Berdasar tipe fraktur dibagi menjadi fraktur
greenstick(incomplete); fraktur yang biasanya didapatkan pada anak-anak
karena periosteum tebal. Fraktur tunggal ; fraktur hanya pada satu tempat
saja. Fraktur multiple ; fraktur yang terjadi pada dua tempat atau lebih,
umumnya bilateral. Fraktur komunitif ; terdapat adanya fragmen yang kecil
bisa berupa fraktur simple atau compound. Selain itu terdapat juga fraktur

patologis ; fraktur yang terjadi akibat proses metastase ke tulang, impacted


fraktur ; fraktur dengan salah satu fragmen fraktur di dalam fragmen fraktur
yang lain. Fraktur atrophic ; adalah fraktur spontan yang terjadi pada tulang
yang atrofi seperti pada rahang yang tak bergigi. Indirect fractur ; fraktur
yang terjadi jauh dari lokasi trauma.9,10

Gambar 3. Tipe garis fraktur mandibula

Gambar 4. Fraktur mandibula multiple

Gambar 5. Fraktur angulus mandibula

Gambar 6. Fraktur corpus mandibula

Gambar 7. Pembagian fraktur


berdasar ada tidaknya gigi
D. Biomekanik Fraktur Mandibula
Konsep biomekanik pada perawatan fraktur mandibula perlu
dipahami sebab keadaan statik dan dinamik dapat mempengarui proses
penyembuhan fraktur. Tujuan dari semua terapi fraktur ialah mengembalikan

bentuk dan fungsi seperti semula. Hal tersebut dapat dicapai dengan
melakukan imobilisasi menggunakan fiksasi internal dan eksternal.10,11
Rahang bawah memiliki bentuk anatomis yang unik, berdasarkan
arsitektur tulang, bentuk dan perlekatan ototnya mandibula dapat
digambarkan sebagai sebuah struktur yang mengubah tekanan yang
diterimanya menjadi suatu bentuk daya tensi dan kompresi. Kekuatan
kompresi dihasilkan sepanjang daerah basal mandibula sedangkan kekuatan
tensi terdapat pada sepanjang daerah alveolar. Aksis tranversal imajiner yang
terletak kira-kira sepanjang kanalis mandibula memisahkan prosesus
alveolaris yang merupakan daerah tegangan atau disebut dengan tension area
dari daerah basal mandibula yang merupakan daerah kompresi atau disebut
dengan compression area. Pada waktu mandibula mengalami fraktur, prinsip
perawatan dilakukan dengan mempertimbangkan kekuatan-kekuatan pada
kedua sisi dari aksis imajiner tersebut, sehingga kedua kekuatan tegangan
yang berlawanan tersebut harus dinetralisir untuk mendapatkan reduksi
fungsional yang stabil.10,11
Hal ini dapat ditempuh dengan penggunaan plat dan tension bar
system yang secara individual berbeda tergantung dari lokasi dan tipe
frakturnya. Secara umum, pressure trajectory yang menghasilkan kekuatan
kompresi pada mandibula kemudain terjadi distorsi misalnya di rahang yang
fraktur dapat diperbaiki dengan pemasangan plat osteosintesis, sedangkan
tension trajectory dengan menggunakan arch bar yang berfungsi sebagai
tension band. Plat sudah cukup stabil untuk menetralkan shear dan torsional
stress.

Tension

band

berfungsi

untuk

mengurangi

kekuatan

yang

membengkokkan yang terjadi di bagian alveolar atau kekuatan menahan


yang menjauhi plat.10,11
Gambar 8 .tension site (+) dan compression site (-) (8) Gambar 9. tension line padamandibula(8)

Kekuatan torsional pada mandibula terdapat pada bagian symphisis


mandibula, hal ini disebabkan karena banyaknya muskulus dasar mulut yang
melekat pada bagian ini sehingga apabila terjadi fraktur pada bagian ini maka
dapat timbul rotasi. Stabilisasi fragmen tulang yang fraktur di regio ini
digunakan dua miniplate dengan jarak antar plat kurang lebih 5mm untuk
menetralkan kekuatan rotasi pada daerah symphisis tersebut.(19) Selain
menggunakan dua miniplate dapat juga digunakan SNT plate untuk fraktur di
regio symphisis.

Gambar 11. Teknik lag screw untuk


memperoleh efek kompresi dan
stabilisasi(6)

Gambar 10. Penempatan kawat pada


tension line utk melaan gaya regangan
otot pengunyah (6)
E. Diagnosis Fraktur Mandibula
Didalam penegakan diagnosis fraktur mandibula meliputi anamnesa,
apabila merupakan kasus trauma harus diketahui mengenai mekanisme
traumanya (mode of injury), pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang..
Pada kasus trauma, pemeriksaan penderita dengan kecurigaan fraktur
mandibula harus mengikuti kaidah ATLS, dimana terdiri dari pemeriksaan
awal (primar survey) yang meliputi pemeriksan airway, breathing,
circulation dan disability. Pada penderita trauma dengan fraktur mandibula
harus diperhatikan adanya kemungkinan obstruksi jalan nafas yang bisa

diakibatkan karena fraktur mandibula itu sendiri ataupun akibat perdarahan


intraoral yang menyebabkan aspirasi darah dan clot. 12
Setelah dilakukan primary survey dan kondisi penderita stabil,
dilanjutkan dengan dengan pemeriksaan lanjutan secondary survey yaitu
pemeriksaan menyeluruh dari ujung rambut sampai kepala.12
1. Anamnesa ;
meliputi ada tidaknya alergi, medikamentosa, penyakit sebelumnya, last
meal dan events/enviroment sehubungan dengan injurinya.
2. Pemeriksaan fisik ; dari inspeksi dilihat ada tidaknya deformitas, luka
terbuka dan evaluasi susunan / konfigurasi gigi saat menutup dan
membuka mulut, menilai ada/tidaknya maloklusi. Dilihat juga
ada/tidaknya gigi yang hilang atau fraktur. Pada palpasi dievaluasi
daerah TMJ dengan jari pada daerah TMJ dan penderita disuruh bukatutup mulut, menilai ada tidaknya nyeri, deformitas atau dislokasi.
Untuk memeriksa apakah ada fraktur mandibula dengan palpasi
dilakukan evaluasi false movement dengan kedua ibujari di intraoral,
korpus mandibula kanan dan kiri dipegang kemudian digerakkan keatas
dan kebawah secara berlawanan sambil diperhatikan disela gigi dan gusi
yang dicurigai ada frakturnya. Bila ada pergerakan yang tidak sinkron
antara kanan dan kiri maka false movement +, apalagi dijumpai
perdarahan disela gusi.

Gambar 12 Pemeriksaan fraktur mandibula


3.

Pemeriksaan penunjang ; pada fraktur mandibula dapat dilakukan


pemeriksaan penunjang foto Rontgen untuk mengetahui pola fraktur
yang terjadi. Setiap pemeriksaan radiologis diharapkan menghasilkan
kualitas gambar yang meliputi area yang dicermati yaitu daerah
patologis berikut daerah normal sekitarnya. Gambar yang dihasilkan
seminimal mungkin mengalami distorsi, hal ini bisa dicapai dengan
proyeksi yang dekat (film dan sumber x-ray sedekat mungkin dengan
obyek) dan densitas serta kontras gambar foto optimal (diatur dari mA
dan kVp serta waktu penyinaran dan proses pencuciannya).
Dari gambaran radiologis adanya fraktur mandibula dapat dilihat sebagai
berikut :13
a. tulang alveolar
- gambaran garis radiolusen pada alveolus, uncorticated
- garis fraktur kebanyakan horizontal
- letak segmen gigi yang tidak pada tempatnya
- ligamen periodontal yang melebar
- bisa didapatkan gambaran fraktur akar gigi
b. corpus mandibula
- terlihat celah radiolusen bila arah sinar x-ray sejajar garis fraktur
- gambaran tersebut diatas bisa kurang jelas bila garis x-ray tidak
sejajar garis fraktur
- step defect
- biasanya terdapat fraktur pada caput condylus lateral
c. condylus mandibula
- caput condylus biasanya shared off
- step defect
- overlap dari garis trabecular, tampak berupa gambaran garis
radioopaque

- deviasi mandibula pada sisi yang fraktur

Gambar 13.Gambaran radiologis fr mandibula dan alveolaris (18)

Beberapa tehnik Roentgen dapat digunakan untuk melihat adanya fraktur


mandibula antara lain ;13

foto skull AP/Lateral

foto Eisler ; foto ini dibuat untuk pencitraan mandibula bagian ramus
dan korpus, dibuat sisi kanan atau sisi kiri sesuai kebutuhan.

Townes view ; dibuat untuk melihat proyeksi tulang maksila, zigoma


dan mandibula

reverse Townes view ; dilakukan untuk melihat adanya fraktur neck


condilus mandibula terutama yang displaced ke medial dan bias juga
melihat dinding lateral maksila

Panoramic ; disebut juga pantomografi atau rotational radiography


dibuat untuk mengetahui kondisi mandibula mulai dari kondilus
kanan sampai kondilus kiri beserta posisi geliginya termasuk oklusi
terhadap gigi maksila. Dibuat film didepan mulut pada alat yang
rotasi dari pipi kanan ke pipi kiri, sinar-x juga berlawanan arah rotasi
dari arah tengkuk sehingga tercapai proyeksi dari kondulus kanan

sampai kondilus kiri.

Keuntungan panoramic adalah ; cakupan anatomis yang luas, dosis


radiasi rendah, pemeriksaan cukup nyaman, bisa dilakukan pada
penderita trismus,. Kerugiannya tidak bisa menunjukkan gambaran
anatomis yang jelas daerah periapikal sebagaimana yang dihasilkan
foto intra oral

Temporomandibular Joint ; pada penderita trauma langsung daerah


dagu sering didapatkan kondisi pada dagu baik akan tetapi terjadi
fraktur pada daerah kondilus mandibula sehingga penderita mengeluh
nyeri pada daerah TMJ bila membuka mulut, trismus kadang sedikit
maloklusi. Pada pembuatan foto TMJ yang standard biasanya di
lakukan proyeksi lateral buka mulut (Parma) dan proyeksi lateral
tutup mulut biasa (Schuller). Biasanya dibuat kedua sendi kanan dan
kiri untuk perbandingan.

orbitocondylar view ; dilakukan untuk melihat TMJ pada saat buka


mulut lebar, menunjukkan kondisi struktur dan kontur dari kaput
kondilus tampak dari depan

CT Scan : Pemeriksaan ini pada kasus emergency masih belum


merupakan pemeriksaan standart. Centre yang telah maju dalam
penggunaan modalitas ini telah menggunakan CT Scan terutama
untuk fraktur maksilofasial yang sangat kompleks. Pemeriksaan ini
membirak banyak informasi mengenai cidera di bagian dalam.

MRI : Pemeriksaan MRI untuk fraktur maksilofasial tidak pernah


dilakukan di RSUD dr Soetomo. Pemeriksaan ini terutama untuk
melihat kerusakan pada jaringan lunak. 13

F. Penatalaksanaan Fraktur Mandibula


Penatalaksanaan

pada

fraktur

mandibula

mengikuti

standar

penatalaksanaan fraktur pada umumnya. Pertama periksalah A(airway),

B(Breathing) dan C(circulation). Bila pada ketiga topik ini tidak ditemukan
kelainan pada pasien, lakukan penanganan terhadap fraktur mandibula
pasien.Bila pada pasien terdapat perdarahan aktif, hentikanlah dulu
perdarahannya.Bila pasien mengeluh nyeri maka dapat diberi analgetik untuk
membantu menghilangkan nyeri. Setelah itu cobalah ketahui mekanisme
cedera dan jenis fraktur pada pasien berdasarkan klasifikasi oleh Dingman dan
Natvig.14
Prinsip dasar umum dalam perawatan fraktur mandibula ialah sebagai
berikut. Evaluasi klinis secara keseluruhan dengan teliti, pemeriksaan klinis
fraktur dilakukan secara benar, kerusakan gigi dievaluasi dan dirawat
bersamaan dengan perawatan fraktur mandibula, mengembalikan oklusi
merupakan tujuan dari perawatan fraktur mandibula. Apabila terjadi fraktur
mulitple di wajah, fraktur mandibula lebih baik dilakukan perawatan terlebih
dahulu dengan prinsip dari dalam keluar, dari bawah keatas. Waktu
penggunaan fiksasi intermaksiler dapat bervariasi tergantung tipe, lokasi,
jumlah dan derajat keparahan fraktur mandibula serta usia dan kesehatan
pasien maupun metode yang akan digunakan untuk reduksi dan imobilisasi.
Penggunaan antibiotik untuk kasus compound fractures, monitor pemberian
nutrisi pasca operasi. Penanganan fraktur mandibula secara umum dibagi
menjadi 2 metode yaitu reposisi tertutup dan terbuka.

Reposisi tertutup

(closed reduction) patah tulang rahang bawah ; penanganan konservatif


dengan melukan reposisi tanpa operasi langsung pada garis fraktur dan
melakukan imobilisasi dengan interdental wiring atau eksternal pin fixation.
Reposisi terbuka (open reduction) ; tindakan operasi untuk melakukan
koreksi defromitas-maloklusi yang terjadi pada patah tulang rahang bawah
dengan melakukan fiksasi dengan interosseus wiring serta imobilisasi dengan
menggunakan interdental wiring atau dengan mini plat+skrup. 15
Indikasi untuk closed reduction antara lain ;
a. fraktur komunitif, selama periosteum masih intak masih dapat
diharapkan kesembuhan tulang

b. fraktur dengan kerusakan soft tissue yang cukup berat, dimana


rekonstruksi soft tissue dapat digunakan rotation flap, free flap ataupun
granulasi persecundum bila luka tersebut tidak terlalu besar
c.

edentulous mandibula ; closed reduction dengan menggunakan protese


mandibula

gunning splint dan sebaiknya dikombinasikan dengan

kawat circum mandibula- circumzygomaticum


d. Fraktur pada anak-anak ; karena open reduction dapat menyebabkan
kerusakan gigi yang sedang tumbuh. Apabila diperlukan open reduction
dengan fiksasi internal, maka digunakan kawat yang halus dan
diletakkan pada bagian paling inferior dari mandibula. Closed reduction
dilakukan dengan splint acrylic dan kawat circum-mandibular dan
circumzygomaticum bila memungkinkan
e. Fraktur condylus ;

mobilisasi rahang bawah diperlukan untuk

menghindari ankylosis dari TMJ. Pada anak, moblisasi ini harus


dilakukan tiap minggu, sedangkan dewasa setiap 2 minggu.
Tehnik yang digunakan pada terapi fraktur mandibula secara closed
reduction adalah fiksasi intermaksiler. Fiksasi ini dipertahankan 3-4 minggu
pada fraktur daerah condylus dan 4-6 minggu pada daerah lain dari
mandibula
Beberapa tehnik fiksasi intermaksilaris ;
a. tehnik gilmer ; merupakan tehnik yang mudah dan efektif tetapi mempunyai
kekurangan yaitu mulut tidak dapat dibuka untuk melihat daerah fraktur tanpa
mengangkat kawat. Kawat tersebut dilingkarkan pada leher gigi, kemudian
diputar searah jarum jam sampai tegang. Dilakukan pada gigi atas dan bawah
sampai oklusi baik. Kemudian kedua kawat atas dan bawah digabungkan dan
diputar dengan hubungan vertika maupun silang, untuk mencegah tergelincir
ke anterior dan posterior
b. tehnik eyelet (ivy loop) ; keuntungan tehnik ini bahan mudah didapat dan
sedikit menimbulkan kerusakan jaringan periodontal serta rahang dapat

dibuka dengan hanya mengangkat ikatan intermaksilaris. Kerugiannya kawat


mudah putus waktu digunakan untuk fiksasi intermaksiler
c. tehnik continous loop (stout wiring) ; terdiri dari formasi loop kawat kecil
yang mengelilingi arkus dentis bagian atas dan bawah, dan menggunakan
karet sebagai traksi yang menghubungkannya
d. tehnik erich arch bar ; indikasi pemasangan arch bar antara lain gigi kurang/
tidak cukup untuk pemasangan cara lain, disertai fraktur maksila, didapatkan
fragmen dentoalveolar pada salah satu ujung rahang yang perlu direduksi
sesuai dengan lengkungan rahang sebelum dipasang fiksasi intermaksilaris.
Keuntungan penggunaan arch bar ialah mudah didapat, biaya murah, mudah
adaptasi dan aplikasinya. Kerugiannya ialah menyebabkan keradangan pada
ginggiva dan jaringan periodontal, tidak dapat digunakan pada penderita
dengan edentulous luas.

Gambar 14. Archbar

Gambar 15. Eyelet

e. Tehnik kazanjia ; dengan menggunakan kawat yang kuat untuk tempat karet
dipasang mengelilingi bagian leher gigi. Tehnik ini untuk gigi yang hanya
sendiri atau insufisiensi pada bagian dari pemasangan arch bar.

Indikasi untuk reposisi terbuka (open reduction) :


a. displaced unfavourable fracture melalui angulus
b. displaced unfavourable fracture dari corpus atau parasymphysis. Bila
dikerjakan dengan reposisi tertutup, fraktur jenis ini cenderung untuk terbuka
pada batas inferior sehingg mengakibatkan maloklusi
c. multiple fraktur tulang wajah ; tulang mandibula harus difiksasi terlebih
dahulu sehingga menghasilkan patokan yang stabil dan akurat untuk
rekonstruksi
d. fraktur midface disertai displaced fraktur condylus bilateral. Salah satu
condylus harus di buka untuk menghasilkan dimensi vertical yang akurat dari
wajah
e. malunions diperlukan osteotomie
Kontraindikasi penggunaan MMF ; penderita epilepsy, gangguan jiwa dan
gangguan fungsi paru 15
Tehnik operasi open reduction ; merupakan jenis operasi bersih kontaminasi,
memerlukan pembiusan umum dengan intubasi nasotrakeal, usahakan fiksasi pipa
nasotrakeal ke dahi. Posisi penderita telentang, kepala hiperekstensi denga
meletakkan bantal dibawah pundak penderita, meja operasi diatur head up 20-25
derajat. Desinfeksi dengan batas atas garis rambut pada dahi, bawah pada
klavikula,lateral tragus ke bawah menyusur tepi anterior m. trapesius kanan kiri.
Adapun insisi yang dilakukan bisa dua cara yaitu pendekatan intraoral sedikit diatas
bucoginggival fold pada mukosa bawah bibir. Panjang sayatan sesuai kebutuhan atau
pendekatan ekstraoral ; submandibular 2 cm di kaudal dan sejajar dari margo inferior
mandibula dengan titik tengahnya adalah garis fraktur dan panjang sayatan sekitar 6
cm. insisi diperdalam sampai memotong muskulus platisma, sambil perdarahan
dirawat. Identifikasi r. marginalis mandibula nervus facialis. Cari arteri dan vena
maksilaris eksterna pada level insisi, bebaskan ligasi pada dua tempat dan potong
diantaranya. Benang ligasi stomp distal diklem dan dielevasi ke cranial dengan
demikian r. marginalis mandibula akan selamat oleh karena ia berjalan melintang

tegak lurus superficial terhadap vasa maksilaris eksterna. Pada bagian profundanya
dibuat flap ke atas sampai pada periosteum mandibula. Periosteum mandibula
diinsisi, selanjutnya dengan rasparatorium periosteum dibebaskan dari tulang.
Dengan alat kerok atau knabel dilakukan pembersian dari kedua ujung fragmen
tulang. Lakukan reposisi dengan memperhatikan oklusi gigi yang baik.

Gambar 16. Tempat sayatan approach ekstraoral


Bila digunakan wire, bor tulang mandibula pada 2 tempat, 1 cm dari garis fraktur dan
1 cm dari margo mandibula. Kemudian digunakan snaar wire stainless steel diameter
0.9mm, ikatan tranversal dan figure of 8. pada penggunaan plat mini linier pada
fraktur mandibula bagian mentum diantara dua foramen mentales maka digunakan 2
buah plat masing-masingminimal 4 lobang sehingga didapatkan hasil fiksasi dan
antirotasi.

Gambar 17. Penempatan


wire tegak lurus thd garis
fraktur (6)

Gambar 18. Tehnik wiring figure


of 8 untuk menjamin stabilitas
vertical

Tolak ukur keberhasilan operasi pemasangan plat mini maupun IOID wiring
pada mandibula adalah oklusi yang baik, tidak trismus. Jangan tergesa melakukan
fiksasi sebelum yakin oklusinya sudah sempurna. Posisi plat jangan terlalu tinggi

karena sekrup akan menembus saraf/akar gigi. Permukaan tulang bersih dari jaringan
ikat dan jaringan lunak sehingga plat betul-betul menempel pada tulang mandibula.
Untuk penggunaan bor, sebaiknya arah matabor tangensial, stabil dan arah obeng juga
sesuai dengan arah bor sebelumnya. Gunakan mata bor diameter 1.5mm dengan
kecepatan rendah menembus 1 korteks dikukur kedalamannya kemudian dipasang
sekrup yang panjangnya sesuai dengan tebal satu korteks.Pemasangan sekrup dimulai
dari satu sisi terlebih dahulu kemudian menyebrang menyilang pada sisi plat satunya
11

Gambar 19. Cara pemasangan


miniplate yang benar (8)

Gambar 20. Penempatan lga screw


pada daerah yang diarsir (8)

Gambar 19. Penempatan plat menurut teori champy


Keuntungan dari reposisi tertutup adalah lebih efisien, angka
komplikasi lebih rendah dan waktu operasi yang lebih singkat. Tehnik ini
dapat dikerjakan di tingkat poliklinis. Kerugiannya meliputi fiksasi yang
lama, gangguan nutrisi karena adanya MMF, resiko ankilosis TMJ dan
problem airway. Keuntungan dari ORIF antara lain ; mobilisasi lebih dini
dan reaproksimasi fragmen tulang yang lebih baik. Kerugiannya adalah biaya
lebih mahal dan diperlukan ruang operasi dan pembiusan untuk tindakannya.

Dalam menangani fraktur mandibula umumnya digunakan lebih dari


satu modalitas sebab terdapat banyak variasi biomekanik dan problem klinis
untuk mencapai mobilitas fiksasi di regio fraktur. Ada 5 metode yang umum
digunakan yaitu dengan biocortical transfacial compression plates pada
bagian inferior dengan atau tanpa tension band plate, monocortical transoral
miniplates pada bagian superior, paired miniplates, lag screws dan
noncompression stabilization plates pada bagian inferior. Hasil yang
didapatkan dari pemakaian monocortical osteosynthesis adalah tercapainya
netralisasi kekuatan tensi dan kompresi serta rotasi pada garis fraktur
sehingga diperoleh reduksi anatomis yang fisiologis, kompresi pada fragmen
fraktur dan imobilisasi yang rigid serta perbaikan kekuatan self kompresi
fisiologis.
Pada angulus mandibula, plat paling baik diletakkan pada permukaan
yang paling luas dan setinggi mungkin di daerah linea oblique eksterna. Pada
regio anterior, diantara kedua foramen mentalis, disamping plat subapikal
perlu juga ditambahkan plat lain di dekat batas bawah mandibula untuk
menetralkan kekuatan rotasi pada daerah simfisis tersebut. Pada daerah di
belakang foramen mentalis sampai mendekati daerah angulus cukup
digunakan satu plat yang dipasang tepat dibawah akar gigi dan diatas nervus
alveolaris inferior. Penempatan plat didaerah sepanjang tension trajectory
ternyata juga menghasilkan suatu fiksasi yang paling stabil bila ditinjau dari
prinsip biomekaniknya.
Pada bagian mandibula yang bergigi, archbar sudah cukup berfungsi
menetralkan kekuatan tension, sedangkan pada daerah angulus dan ramus
mandibula fungis tersebut baru bisa didapatkan dengan menggunakan plat
yang kecil.
Fraktur pada daerah angulus mandibula merupakan problem khusus
pada perawatan dengan menggunakan rigid internal fixation. Angulus
merupakan bagian yang sulit dicapai lewat intraoral karena adanya otot-otot
pengunyah dan otot-otot daerah suprahyoid. Batas inferior dari angulus

sangat tipis dan tidak mungkin dilakukan suatu kompresi. Adanya gigi molar
3 menyebabkan fraktur mudah terjadi, distraksi dari kontak tulang
menghambat reduksi dan vaskular dari sisi fraktur dan dapat menjadi sumber
infeksi. Penggunaan rigid internal fixation untuk mencegah hilangnya
kontrol segmen proksimal, delayed union dan malunion yang dapat terjadi
bila digunakan terapi lain. 15
G. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi akibat fraktur mandibula antara lain
adanya infeksi, dengan kuman patogen yang umum adalah staphylococcus,
streptococcus dan bacterioides. Terjadi malunion dan delayed healing,
biasanya disebabkan oleh infeksi, reduksi yang inadekuat, nutrisi yang buruk,
dan penyakit metabolik lainnya.2 Parasthesia dari nervus alveolaris inferior,
lesi r marginalis mandibulae n. fasialis bisa terjadi akibat sayatan terlalu
tinggi. Aplikasi vacuum drain dapat membantu untuk mencegah timbulnya
infeksi yang dapat terjadi oleh karena genangan darah yang berlebihan ke
daerah pembedahan. Fistel orokutan bisa terjadi pada kelanjutan infeksi
terutama pada penderita dengan gizi yang kurang sehingga penyembuhan
luka kurang baik dan terjadi dehisensi luka.19

DAFTAR PUSTAKA
1. Madzen MJ, McDanier CA, Haug RH (2008). A Biomechanical Evaluation of
Plating Techniques for Reconstructing Mandibular Symphisis/Parasymphisis
Fracture. J. Oral Maxillofac Surg. 66, pp: 2012 2019
2. Sudjatmiko G. 2011. Petunjuk Praktis Ilmu Bedah Plastik Rekonstruksi. Yayasan
Khasanah Kebajikan.
3. Ceallaigh P O, Ekanaykaee K, Beirne C J, Patton DW. 2006. Diagnosis And
Management Of Common Maxillofacial Injuries In The Emergency Department.
Part 1: Advanced Trauma Life Support. Swansea. UK: Maxillofacial
Department, Morriston Hospital
4. Gandi LN, Kattimani VS, Gupta VS, Chakravarthi VS, Meka SS. 2012.
Prospective Blind Comparative Clinical Study Of Two Point Fixation Of
Zygomatic Complex Fracture Using Wire And Mini Plates. India. Head & Face
Medicine
5. Ganong WF. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed.22. Jakarta: EGC
6. Guyton AC dan Hall JE. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed.11. Jakarta:
EGC.
7. Jeet K S,Lateef M, Khan M A, Khan T. 2005. Clinical Study Of Maxillofacial
Trauma In Kashmir. Department Of ENT & Head And Neck Surgery, India
8. Knotts C, Workman M, Sawan K, Amm CE. 2012. A Novel Technique for
Attaining Maxillomandibular Fixation in the Edentulous Mandible Fracture.
Craniomaxillafacial Trauma Reconstruction.
9. Madsen M, Tiwana PS, Alpert B. 2011. The Use of Risdon Cables in Pediatric
Maxillofacial TraumaL A Technique Revisited. Craniomaxillafacial Trauma &
Reconstruction
10. Mansjoer.Arif, dkk. Eds.2000.Kapita Selekta Kedokteran.Edisi III. Jakarta :
Media Aesculapius FKUI
.
11. Ogundipe OK1*, Afolabi AO1 And Adebayo O2. 2012. Maxillofacial Fractures
In Owo, South Western Nigeria. A 4 Year Retrospective Review Of Pattern And
Treatment Outcome. Nigeria: Dental Services Department, Federal Medical
Centre

12. Parez R, Oeltjen JC, Thaller SR. 2011. A Review of Mandibular Angle Fractures.
Craniomaxillafacial Trauma & Reconstruction
13. Perumal C, Mohamed A, Singh A. 2012. New bone formation after ligation of
the external carotid artery and resection of a large aneurismal bone cyst of the
mandible with reconstruction: a case report. Craniomaxillafacial Trauma
Reconstruction
14. Mathog RH, Toma V, Clayman L, et al. Nonunion of the mandible: an analysis of
contributing factors. J Oral Maxillofac Surg. 2000;58:746752.
15. Sencimen M, Gulses A, Altug HA. 2012. Vertical fractures of the mandibular
posterior ramus border secondary to the stress of the rigid internal fixation
material. Craniomaxillafacial Trauma Reconstruction.
16. Sencimen M, Gulses A, Altug HA. 2012. Vertical fractures of the mandibular
posterior ramus border secondary to the stress of the rigid internal fixation
material. Craniomaxillafacial Trauma Reconstruction.Sherwood L. 2001.
Fisiologi Manusia: dari Sel ke Sistem. Ed.2. Jakarta: EGC.
17. Snell RS. 1998. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Jakarta: EGC.
18. Sjamsuhidajat, Jong W D. 2005. Buku Ajar ilmu bedah, Edisi 2, Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai