Anda di halaman 1dari 16

A.

KONSEP DASAR PENYAKIT RHEUMATIC HEART DISEASE (RHD)

1. Pengertian
Penyakit jantung reumatik merupakan proses imun sistemik sebagai reaksi
terhadap infeksi streptokokus hemolitikus di faring (Brunner & Suddarth, 2001).
Penyakit jantung reumatik adalah penyakit peradangan sistemik akut atau
kronik yang merupakan suatu reaksi autoimun oleh infeksi Beta Streptococcus
Hemolyticus Grup A yang mekanisme perjalanannya belum diketahui, dengansatu
atau lebih gejala mayor yaitu Poliarthritis migrans akut, Karditis, Koreaminor,
Nodul subkutan dan Eritema marginatum (Lawrence M. Tierney, 2002).
Penyakit jantung rematik adalah penyakit yang ditandai dengan kerusakan
pada katup jantung akibat serangan karditis rematik akut yang berulang kali
(Arif Mansjoer, 2002).
Penyakit jantung rematik (RHD) adalah suatu proses peradangan yang
mengenai jaringan-jaringan penyokong tubuh, terutama persendian, jantung dan
pembuluh darah oleh organisme streptococcus hemolitic-β grup A (Sunoto
Pratanu, 2000).
Penyakit jantung rematik (PJR) atau dalam bahasa medisnya rheumatic
heart disease (RHD) adalah suatu kondisi dimana terjadi kerusakan pada katup
jantung yang bisa berupa penyempitan atau kebocoran, terutama katup mitral
sebagai akibat adanya gejala sisa dari demam rematik.

2. Etiologi dan Faktor Risiko


Penyebab terjadinya penyakit jantung reumatik diperkirakan adalah reaksi
autoimun (kekebalan tubuh) yang disebabkan oleh demam reumatik. Infeksi
streptococcus β hemolitikus grup A pada tenggorokan selalu mendahului
terjadinya demam reumatik baik demam reumatik serangan pertama maupun
demam reumatik serangan ulang.
Faktor yang penting untuk manifestasi penyakit ini meliputi sifat
organisme, tempat infeksi, serta predisposisi genetik. Streptococcus grup A sp
pyogenes merupakan salah satu dari 20 serogrup. Streptococcus beta hemolyticus
dikenali oleh karena morfologi koloninya dan kemampuannya untuk
menimbulkan hemolisis pada agar plat darah kambing. Sel ini terdiri dari
sitoplasma yang dikelilingi oleh tiga lapisan membrane, yang disusun terutama
dari lipoprotein. Di luar membrane sitoplasma adalah dinding sel, terdiri dari tiga
komponen, yaitu:

a. Komponen Pertama
Peptidoglikan yang memberi kekakuan dinding sel. Senyawa ini
digabung dengan polisakarid dinding sel, menimbulkan arthritis, serta reaksi
nodular pada kulit binatang percobaan.
b. Komponen Kedua
Poisakarid dinding sel, atau karbohidrat spesifik grup. Strukur
imunokimia komponen tesebut menentukan spesifisitas serologis bermacam
– macam serogrup. Karbohidrat grup A merupakan polimer polisakarid,
yaitu yang terdiri dari pendukung utama ramnose dengan rantai samping
ramnose yang diakhiri ujung terminal N – asetilgluktosamin. Gula amino ini
merupakan determinan antigenik spesifik dari karbohidrat streptococcus
grup A. karbohidrat ini terbukti memiliki determinan antigenik bersama
dengan glikoprotein pada katup jantung manusia.

c. Komponen Ketiga
Mosaic protein yang dilabel sebagai protein M, R, dan T. Dari ketiga
protein ini yang paling penting adalah protein M, yakni antigen spesifik –
tipe dari streptococcus grup A. Adanya protein M pada permukaan
streptococcus menghambat fagositosis, hambatan tersebut dinetralkan oleh
antibodi terhadap protein M, yaitu antibodi spesifik – tipe. Imunitas terhadap
infeksi streptococcus grup A adalah spesifik tipe, bukannya spesifik grup
dan dihubungkan dengan adanya antibodi spesifik tipe. Dari permukaan
keluar bentuk menyerupai rambut sebagai lapisan fimbrie yang tersusun oleh
asam lipoteikoat. Komponen ini penting dalam perlekatan streptococcus
terhadap sel epitel.
Telah diketahui bahwa dalam hal terjadi demam rematik terdapat
beberapa predisposisi antara lain :
a. Faktor Internal
1) Faktor Genetik
Adanya antigen limfosit manusia ( HLA ) yang tinggi. HLA
terhadap demam rematik menunjkan hubungan dengan aloantigen sel B
spesifik dikenal dengan antibodi monoklonal dengan status reumatikus.
2) Jenis Kelamin
Demam reumatik sering didapatkan pada anak wanita
dibandingkan dengan anak laki-laki. Tetapi data yang lebih besar
menunjukkan tidak ada perbedaan jenis kelamin, meskipun manifestasi
tertentu mungkin lebih sering ditemukan pada satu jenis kelamin.
3) Etnik dan Ras
Data di Amerika Utara menunjukkan bahwa serangan pertama
maupun ulang demam reumatik lebih sering didapatkan pada orang kulit
hitam dibanding dengan orang kulit putih. Tetapi data ini harus dinilai
hati-hati, sebab mungkin berbagai faktor lingkungan yang berbeda pada
kedua golongan tersebut ikut berperan atau bahkan merupakan sebab
yang sebenarnya.

4) Usia
Usia merupakan faktor predisposisi terpenting pada timbulnya
demam reumatik / penyakit jantung reumatik. Penyakit ini paling sering
mengenai anak umur antara 5-15 tahun dengan puncak sekitar umur 8
tahun. Tidak biasa ditemukan pada anak antara umur 3-5 tahun dan
sangat jarang sebelum anak berumur 3 tahun atau setelah 20 tahun.
Distribusi umur ini dikatakan sesuai dengan insidens infeksi
streptococcus pada anak usia sekolah. Tetapi Markowitz menemukan
bahwa penderita infeksi streptococcus adalah mereka yang berumur 2-6
tahun.
5) Reaksi Autoimun
Dari penelitian ditemukan adanya kesamaan antara polisakarida
bagian dinding sel streptokokus beta hemolitikus group A dengan
glikoprotein dalam katub mungkin ini mendukung terjadinya miokarditis
dan valvulitis pada reumatik fever.
6) Serangan Demam Rematik Sebelumnya
Serangan ulang demam rematik sesudah adanya reinfeksi dengan
Streptococcus beta-hemolyticus grup A adalah sering pada anak yang
sebelumnya pernah mendapat demam rematik.

b. Faktor Eksternal
1) Keadaan Sosial Ekonomi yang Buruk
Mungkin ini merupakan faktor lingkungan yang terpenting
sebagai predisposisi untuk terjadinya demam reumatik. Insidens demam
reumatik di negara-negara yang sudah maju, jelas menurun sebelum era
antibiotik termasuk dalam keadaan sosial ekonomi yang buruk sanitasi
lingkungan yang buruk, rumah-rumah dengan penghuni padat, rendahnya
pendidikan sehingga pengertian untuk segera mengobati anak yang
menderita sakit sangat kurang; pendapatan yang rendah sehingga biaya
untuk perawatan kesehatan kurang dan lain-lain. Semua hal ini
merupakan faktor-faktor yang memudahkan timbulnya demam reumatik.

2) Iklim dan Geografi


Demam reumatik merupakan penyakit kosmopolit. Penyakit
terbanyak didapatkan didaerah yang beriklim sedang, tetapi data akhir-
akhir ini menunjukkan bahwa daerah tropis pun mempunyai insidens
yang tinggi, lebih tinggi dari yang diduga semula. Didaerah yang
letaknya agak tinggi agaknya insidens demam reumatik lebih tinggi
daripada didataran rendah.
3) Cuaca
Perubahan cuaca yang mendadak sering mengakibatkan insidens
infeksi saluran nafas bagian atas meningkat, sehingga insidens demam
reumatik juga meningkat.

3. Patofisiologi Dan Pathways

Patofisiologi penyakit jantung rematik terjadi sebagai komplikasi dari


infeksi faring oleh Streptococcus grup A yang kemudian menimbulkan reaksi
inflamasi dan reaktivitas silang antara protein bakteri dan jaringan jantung yang
bermanifestasi sebagai demam rematik akut.

Demam rematik akut merupakan reaksi hipersensitivitas tipe 2 dimana


terjadi reaksi imun yang dimediasi oleh interaksi antigen antibodi. Terdapat
kemiripan molekuler antara protein M dari Streptococcus dengan protein alfa
helix jantung, seperti miosin tropomiosin, keratin, laminin, vimentin dan endotel
katup, sehingga sistem imun mengenali mimikri molekuler tersebut sebagai
autoantigen. Kemudian terjadi reaksi silang autoimun, baik secara humoral
maupun dimediasi oleh sel. Sebagai hasilnya, auto antibodi monoklonal
penderita demam rematik akut akan bereaksi tidak hanya terhadap
Streptococcus, tetapi juga terhadap myosin pada miokardium dan endothelium
katup jantung. Reaksi peradangan pada endotelium yang mengelilingi katup
menyebabkan sel T masuk ke dalam katup sehingga menghasilkan jaringan
parut. Inflamasi sitokin, seperti TNF-alpha, IFN-gamma, IL-10, IL-4 juga
bertanggung jawab pada progresifitas lesi fibrotik katup.

Penyakit jantung rematik ditandai dengan adanya kerusakan permanen


pada satu atau lebih katup jantung. Pada kondisi akut, katup mengalami
inflamasi dan edema ringan. Sedangkan pada kondisi kronis, katup akan
mengalami penebalan dan fibrosis. Sekitar 50-60% kasus penyakit jantung
rematik berdampak pada katup mitral, 20-30% mengenai katup aorta, dan hanya
10% berdampak pada katup trikuspid atau pulmonal. Kelainan katup yang paling
sering terjadi adalah fusi komisura yang mengakibatkan stenosis katup mitral.
Selain itu, dapat terjadi juga lesi fungsional seperti regurgitasi katup mitral dan
regurgitasi katup aorta. Jika tidak ditangani dengan baik, kondisi ini dapat
berkembang menjadi gagal jantung kongestif.

Pathway
Pathway

Faringitis dan
Tubuh mengeluarkan
tonsilitis
antibodi berlebihan
dan tidak dapat
membedakan antibody
R e s p o n i m u n o lo g i
dan antigen.
abnormal/ autoimun

4. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis berdasarkan stadium RHD adalah sebagai berikut:

Keluhan : Demam, Batuk, Rasa sakit waktu menelan, Muntah, Diare,


Stadium I
Peradangan pada tonsil yang disertai eksudat

Stadium II Masa antara infeksi streptococcus dengan permulaan gejala demam


Periode Laten reumatik; biasanya periode ini berlangsung 1-3 minggu.

Demam yang tinggi, lesu, anoreksia, lekas tersinggung, berat badan


Stadium III
menurun, kelihatan pucat, epistaksis, athralgia, rasa sakit disekitar sendi,
Fase Akut
sakit perut.
Pada penderita penyakit jantung reumatik dengan gejala sisa kelainan katup
Stadium IV jantung, gejala yang timbul sesuai dengan jenis serta beratnya kelainan. Pada
Fase Inaktif fase ini baik penderita demam reumatik maupun penyakit jantung reumatik
sewaktu-waktu dapat mengalami reaktivasi penyakitnya.

5. Pemeriksaan Penunjang
a. Kultur Tenggorok
Dengan hapusan tenggorok pada saat akut. Biasanya kultur Streptococcus
Grup A negatif pada fase akut. Bila positif belum pasti membantu dalam
menegakkan diagnosis sebab kemungkinan akibat kekambuhan kuman
Streptococcus Grup A atau infeksi Streptococcus dengan strain yang lain.
b. Rapid Antigen Test
Pemeriksaan antigen dari Streptococcal Grup A. Pemeriksaan ini memiliki
angka spesifitas lebih besar dari 95%, tetapi sensitivitas hanya 60-90%, sehingga
pemeriksaan kultur tenggorok sebaiknya dilakukan untuk menegakkan diagnosis.
c. Antistreptococcal Antibody
Antibodi Streptococcus lebih dapat menjelaskan adanya infeksi oleh kuman
tersebut, dengan adanya kenaikan titer ASTO dan anti-DNA se B. Terbentuknya
antibodi ini sangat dipengaruhi oleh umur dan lingkungan. Titer ASTO positif bila
besarnya 210 Todd pada orang dewasa dan 320 Todd pada anak-anak. Pemeriksaan
titer ASTO memiliki sensitivitas 80-85%. Titer pada DNA-se 120 Todd untuk
orang dewasa dan 240 Todd pada anak-anak dikatakan positif. Pemeriksaan anti
DNAse B lebih sensitive (90%). Antobodi ini dapat dideteksi pada minggu kedua
sampai ketiga setelah fase akut demam rematik atau 4-5 minggu setelah infeksi
kuman Streptococcus Grup A di tenggorokan.

d. Protein Fase Akut


Pada fase akut dapat ditemukan lekositosis, LED yang meningkat, C reactive
protein positif; yang selalu positif pada saat fase akut dan tidak dipengaruhi oleh
obat antirematik.
e. Pemeriksaan Imaging
1) Pada foto rontgen thorax dapat ditemukan adanya cardiomegali dan edema paru
yang merupakan gejala gagal jantung.
2) Doppler-echocardiogram
Pemeriksaan ini dapat mendeteksi kelainan katup dan ada tidaknya
disfungsi ventrikel. Pada keadaan carditis ringan, mitral regurgitasi dapat
ditemukan saat fase akut, yang kemudian akan mengalami resolusi dalam
beberpa minggu sampai bulan. Pasien dengan carditis sedang sampai berat
mengalami mitral dan atau aorta regurgitasi yang menetap.
Pada penyakit jantung rematik kronik, pemeriksaan ini digunakan untuk
melihat progresivitas dari stenosis katup, dan dapat juga untuk menentukan
kapan dilakukan intervensi pembedahan. Didapatkan gambaran katup yang
menebal, fusi dari commisurae dan chordae tendineae. Peningkatan
echodensitas dari katup mitral dapat menunjukkan adanya kalsifikasi.

f. EKG
Pada panyakit jantung rematik akut, sinus takikardia dapat diperoleh.

Gambar 2.5 Sinus Takikardia


(www.cardionetics.com)

AV block derajat I dapat diperoleh pada beberapa pasien, didapatkan


gambaran PR interval memanjang. AV block derajat I tidak spesifik sehingga tidak
digunakan untuk mendiagnosis penyakit jantung rematik. Jika didapatkan AV block
tidak berhubungan dengan adanya penyakit jantung rematik yang kronis.
Gambar 2.6 AV Block derajat I
(www.medicalnotes.com)

AV block derajat II dan III juga dapat didapatkan pada penyakit jantung
rematik, block ini biasanya mengalami resolusi saat proses rematik berhenti.
Gambar 2.7 AV Block derajat II Type I
(www.medicalnotes.com)

Gambar 2.8 AV Block derajat II Type II Gambar 2.9 AV Block derajat


III

(www.medicalnotes.com) (www.medicalnotes.com)

Pasien dengan penyakit jantung rematik juga dapat terjadi atrial flutter atau
atrial fibrilasi yang disebabkan kelainan katup mitral yang kronis dan dilatasi
atrium.

Gambar 2.10 Atrial Flutter Gambar 2.11 Atrial


Fibrilasi
(http://library.med.utah.edu) (http://library.med.utah.edu)
6. Penatalaksanaan Medis
a. Tirah Baring
Semua penderita demam rematik harus tinggal di rumah sakit. Penderita
dengan artritis atau karditis ringan tanpa mengalami gagal jantung tidak perlu
menjalani tirah baring secara ketat. Akan tetapi, apabila terdapat karditis yang berat
(dengan gagal jantung kongestif), penderita harus tirah baring total paling tidak
selama pengobatan kortikosteroid. Lama tirah baring yang diperlukan sekitar 6-8
minggu, yang paling menentukan lamanya tirah baring dan jenis aktivitas yang
boleh dilakukan adalah penilaian klinik dokter yang merawat.
Sebagai pedoman, tirah baring sebaiknya tetap diberlakukan sampai semua
tanda demam rematik akut telah mereda, suhu kembali normal saat tirah baring
tanpa pemberian obat antipiretik, denyut nadi kembali normal dalam keadaan
istirahat, dan pulihnya fungsi jantung secara optimal.

Lama dan tingkat tirah baring tergantung sifat dan keparahan serangan

Aktivitas Artritis Karditis Karditis Karditis berat


minimal sedang

Tirah baring 1-2 minggu 2-3 minggu 4-6 minggu 2-4 bulan
Aktivitas 1-2 minggu 2-3 minggu 4-6 minggu 2-3 bulan
dalam rumah
Aktivitas di 2 minggu 2-4 minggu 1-3 bulan 2-3 bulan
luar rumah
Aktivitas Setelah 6-10 Setelah 6-10 Setelah 3-6 Bervariatif
penuh minggu minggu bulan

b. Eradikasi Kuman Streptokokus


Eradikasi harus secepatnya dilakukan segera setelah diagnosis demam
rematik dapat ditegakkan. Obat pilihan pertama adalah penisilin G benzatin karena
dapat diberikan dalam dosis tunggal, sebesar 600.000 unit untuk anak di bawah 30
kg dan 1 ,2 juta unit untuk penderita di atas 30 kg. Pilihan berikutnya adalah
penisilin oral 250 mg 4 kali sehari diberikan selama 10hari. Bagi yang alergi
terhadap penisilin, eritromisin 50 mg/kg/ hari dalam 4 dosis terbagi selama 10 hari
dapat digunakan sebagai obat eradikasi pengganti.
c. Obat Antiradang
Salisilat memiliki efek dramatis dalam meredakan artritis dan demam. Obat ini
dapat digunakan untuk memperkuat diagnosis karena artritis demam rematik
memberikan respon yang cepat terhadap pemberian salisi1at. Natrium salisilat
diberikan dengan dosis 100-120 mg/kg/hari dalam 4-6 dosis terbagi selama 2-4
minggu, kemudian diturunkan menjadi 75 mg/kg/hari selama 4-6 minggu. Aspirin
dapat dipakai untuk mengganti salisilat dengan dosis untuk anak-anak sebesar 15-
25 mg/kg/hari dalam 4-6 dosis terbagi selama seminggu, untuk kemudian
diturunkan menjadi separuhnya; dosis untuk orang dewasa dapat mencapai 0,6-0,9
g setiap 4 jam. Kortikosteroid dianjurkan pada demam rematik dengan gagal
jantung. Obat ini bermanfaat meredakan proses peradangan akut, meskipun tidak
mempengaruhi insiden dan berat ringannya kerusakan pada jantung akibat demam
rematik.
Prednison diberikan dengan dosis 2 mg/kg/hari dalam 3-4 dosis terbagi selama
2 minggu, kemudian diturunkan menjadi 1 mg/ kg/hari selama minggu ke 3 dan
selanjutnya dikurangi lagi sampai habis selama 1-2 minggu berikutnya. Untuk
menurunkan resiko terjadinya rebound phenomenon, pada awal minggu ke 3
ditambahkan aspirin 50-75 mg/kg/hari selama 6 minggu berikutnya.
Secara ringkas, indikasi dan dosis pemberian obat antiradang pada demam rematik
dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Indikasi dan dosis obat antiradang pada demam rematik

Manifestasi Pengobatan

Artritis, dan/atau karditis tanpa Salisilat 100 mg/kg/hari selama 2 minggu,


kardiomegali kemudian diturunkan menjadi 75
mg/kg/hari selama 4-6 minggu.
Karditis dengan kardiomegali atau Prednison 2 mg/kg/hari selama 2minggu,
Gagal jantung kemudian diturunkan 1mg/kg/hari sampai
habis selama 2 minggu, ditambah dengan
salisilat 75 mg/kg/hari mulain minggu ke 3
selama 6 minggu.

B. Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian
a. Identitas Klien
b. Timbul pada umur 5-15 th, wanita dan pria = 1 : 1. Sering ditemukan pada lebih dari
satu anggota keluarga yang terkena, lingkungan sosial juga ikut berpengaruh.
c. Keluhan utama : Sakit persendian dan demam.
d. Riwayat penyakit sekarang : Demam, sakit persendian, kardits, nodu noktan timbul
minggu, minggu pertama, entena marginatun timbul pada awal penyakit, chorea,
timbul gerakan yang tiba-tiba.
e. Riwayat penyakit dahulu : Fonsilitis, faringitis, autitis media.
f. Riwayat penyakit keluarga : Ada keluarga yang menderita penyakit jantung
g. Activity Dialy Living

Aktifitas Keletihan, malaise, keterbatasan rentang gerak atropi otot,


kontraktur/kelainan pada sendi otot.

Cardiovaskuler Fenomena reynoud jari tangan/ kaki misalnya pusat intermitten


sianosis, kemerahan pada jari

Integritas ego Faktor stres akut/ kronis seperti finansial,pekerjaan, ketidakmampuan,


ancaman pada konsep diri.

Nutrisi Penurunan berat badan kekeringan pada membran mukosa, dehidrasi,


kesulitan mengunyah, mual, anoreksia.

Higiene Ketergantungan pada orang lain, berbagai kesulitn untuk melaksanakan


aktifitas perawatan pribadi.

Interaksi sosial Perubahan peran, isolasi.


h. Pemeriksaan
- Pemeriksaan Umum
Keadaan umum lemah. Suhu : 38 – 390. Nadi cepat dan lemah. BB: turun. TD:
sistol, diastole
- Pemeriksaan fisik
 Kepala dan leher meliputi keadaan kepala, rambut, mata.
 Nada perkusi redup, suara nafas, ruang interiostae dari nosostae takipnos
serta takhikardi
 Abdomen pembesaran hati, mual, muntah.

i. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan darah, Astopiter, LED, Hb, Leukosit, Pemeriksaan EKG, Pemeriksaan
hapus tenggorokan.

2. Diagnosa Keperawatan
1) Penurunan curah jantung berhubungan dengan adanya gangguan pada penutupan
katup mitral (stenosiskatup)
2) Nyeri akut/kronis berhubungan dengan distensi jaringan oleh akumulasi
cairan/proses inflamasi, destruksi sendi.
3) Ketidakseimbangan nutrisi ; kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
peningkatan asam lambung akibat kompensasi sistem saraf simpatis

3. Rencana Asuhan Keperawatan


No Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Dx
1 Tujuan: 1. Kaji frekuensi nadi, RR, TD secara
Setelah diberikan asuhan keperawatan teratur setiap 4 jam.
selama 3x24 jam penurunan curah jantung 2. Kaji perubahan warna kulit terhadap
dapat  diminimalkan. sianosis dan pucat.
3. Batasi aktifitas secara adekuat.
4. Berikan kondisi psikologis lingkungan
Kriteria hasil:
yang tenang.
- Menunjukkan tanda-tanda vital dalam
batas yang dapat diterima (disritmia 5. Kolaborasi untuk pemberian oksigen
terkontrol atau hilang). 6. Kolaborasi untuk pemberian digitalis
- Bebas gejala gagal jantung (mis :
parameter hemodinamik dalam batas
normal, haluaran urine adekuat).
- Melaporkan penurunan episode
dispnea,angina. Ikut serta dalam
akyivitas yang mengurangi beban kerja
jantung.

2 Tujuan   : 1. Kaji keluhan nyeri, catat lokasi dan


Nyeri dapat berkurang/hilang intensitas ( skala 0-10).Catat faktor yang
memcepat  dan tanda sakit non verbal.
2. Biarkan pasien mengambil posisi yang
Kriteria hasil:
nyaman.
- Menunjukkan nyeri berkurang/hilang
3. Beri obat sebelum aktifitas/latihan yang
- Terlihat rileks, dapat tidur/istirahat
direncanakan.
- Berpartisipasi dalam aktifitas sesuai
4. Observasi gejala kardinal.
kemampuan.
3 Tujuan : 1. Kaji status nutrisi( perubahan BB<
Setelah dilakukan tindakan keperawatan pengukuran antropometrik dan nilai HB
masalah ketidakseimbangan  nutrisi kurang serta protein
dari kebutuhan dapat teratasi. 2. Kaji pola diet nutrisi klien( riwayat diet,
makanan kesukaan)
3. Kaji faktor yang berperan untuk
Kriteria hasil :
menghambat asupan nutrisi ( anoreksia,
- Klien mengatakan mual dan anoreksia
mual)
berkuarang / hilang
4. Anjurkan makan dengan porsi sedikit
- Masukan makanan adekuat dan kelemahan
tetapi sering dan tidak makan makanan
hilang
yang merangsang pembentukan Hcl
- BB dalam rentang normal.
seperti terlalu panas, dingin, pedas
5. Kolaborasi untuk pemberian obat penetral
asam lambung seperti antasida
6. Kolaborasi untuk penyediaan makanan
kesukaan yang sesuai dengan diet klien

Daftar Pustaka

Dorland, W. A. Newman (2011). Kamus Saku Kedokteran Dorland Edisi 28. Jakarta:
EGC. p. 571. ISBN 978-979044-070-8.
Martini, Nath, Bartholomew (2012). Fundamental of anatomy and physiology Ninth
Edition. San Francisco: Pearson. p. 701. ISBN 0-321-73553-6.
Paramita Hapsari (2010). "Kajian Interaksi Obat Pada Pasien Gagal Jantung Kongestif
Di Instalasi Rawat Jalan Rsud Dr. Moewardi Surakarta Periode Tahun 2008"
(PDF). Diakses tanggal april 1 2014.
Ronny, Setiawan, Sari Fatimah (2008). Fisiologi Kardiovaskular Berbasis Masalah
Keperawatan. jakarta: Buku Kedokteran EGC. p. 38. ISBN 978-979-044-020-3.
Katzung, B.G. (2001), Adrenoceptor-Activating & Other Sympathomimetic Drugs, in:.
Katzung, B.G., editor. Basic & Clinical Pharmacology. 8th Ed. United States Of
America: The McGraw-Hill Companies, Inc.
Morgan, Jr.G.E., Mikhail, M.S., Murray, M.J. (2006), Adrenergic Agonists &
Antagonists, in: Morgan, Jr.G.E., Mikhail, M.S. & Murray, M.J., editors. Clinical
Anesthesiology. 4th Ed. United States of America: the McGraw-Hill Companies.
Stoelting, R.K., Hillier, S.C. (2006), Sympathomimetics, in: Pharmacology &
Physiology in Anesthetic Practice. 4th Ed. United States of America: Lippincott
Williams & Wilkins.

Anda mungkin juga menyukai