Anda di halaman 1dari 29

BAB I

LAPORAN PENDAHULUANA

A. DEFINISI
Demam reumatik adalah suatu penyakit peradangan multisistem akut, diperantarai
secara imunologis, yang terjadi setelah suatu episode faringitis streptokokus grup A
setelah inter fal beberapa minggu. Faringitis tersebut kadang kadang hampir
asimtomatik. Beberapa strain “reumatogenik” streptokokus grup A tampaknya
berkaitan erat dengan peningkatan risiko demam reumatik, mungkin karena adanya
kapsul sempurna yang sangat antigenik. Menarik untuk dicatat bahwa demam
reumatik jarang terjadi setelah infeksi oleh streptokokus di tempat lain, seperti kulit.
Di banyak tempat di dunia, insiden dan angka kematian pada demam Reumatik telah
jauh berkembang pada 35 tahun terakhir berkat membaiknya kondisi sosial ekonomi,
diagnosa dini atau dan terapi Faringitis streptokokus, serta penurunan virulensi
streptokokus grup A yang belum diketahui penyebab nya. Namun di negara dunia
ketiga dan di banyak daerah Perkotaan yang padat dan secara ekonomis kurang di
dunia Barat, demam Reumatik masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang
penting. Demam Reumatik dapat menyebabkan penyakit jantung selama Fase
takutnya (Carditis Reumatik Akut), atau penyakit ini dapat menyebabkan cacat atau
kronis yang mungkin belum bermanifestasi sampai bertahun tahun setelah penyakit
aku. Untungnyaa demam reumatik terjadi hanya sekitar 3% pasien dengan Faringitis
streptokokus grup A. Namun, setelah serangan awal terjadi peningkatan kerentanan
terhadap reaktivitas penyakit oleh infeksi Faring berikutnya (Kumar et al., 2019).

Demam rematik akut merupakan sekuele faringitis akibat streptokokus beta


hemolitikus grop A. Demam rematik timbul hanya jika terjadi respon antibodi atau
imunologis yang bermakne terhadap infeksi streptokokus sebelumnya sekitar 3%
infeksi streptokokus pada Faring diikuti dengan serangan demam rematik. Serangan
awal demam rematik biasanya dijumpai pada masa anak dan awal masa remaja.
Insiden infeksi streptokokus (dan demam rematik akut) berkaitan langsung dengan
faktor free disposisi perkembangan dan penularan infeksi: faktor sosial ekonomi
(misal, kecukupan hidup sehari-hari dan terpenuhinya akses ke layanan kesehatan dan
terapi antibiotik) juga berperan penting. Demam rematik maupun stenosis mitralis
tetap merupakan penyakit yang sering terjadi di negara berkembang dengan insiden
lebih tinggi di kota yang miskin daripada desa yang miskin. Barubaru ini telah
dihasilkan vaksin yang melindungi terhadap infeksi streptokokus pada nasofaring
(Price & Lorraine, 2015).

B. ETIOLOGI
Patogenesis pasti demam Reumatik masih belum diketahui. Dua mekanisme dugaan
yang telah diajukan adalah (1). respon hiperimun yang bersifat auto imun maupun
alergi, dan (2). Efek langsung organisme streptokokus atau toksin ya. Penjelasan dari
sudut imunologi dianggap sebagai penjelasan yang paling dapat diterima, meskipun
demikian mekanisme yang terakhir tidak dapat dikesampingkan seluruhnya. Reaksi
auto imun terhadap infeksi streptokokus secara teori akan menyebabkan kerusakan
jaringan atau manisfestasi demam rematik, dengan cara (Kumar et al., 2019):
1. Streptokokus grup A akan menyebabkan infeksi Faring,
2. Antigen streptokokus akan menyebabkan pembentukan antibodi pada penjamu
yang hiper imun
3. Antibodi akan bereaksi dengan antigen streptokokus, dan dengan jaringan
penjamu yang secara antigenic sama seperti streptokokus (dengan kata lain:
antibodi tidak dapat membedakan antara Antigen streptokokus dengan antigen
jaringan jantung),
4. Autoantibodi tersebut bereaksi dengan jaringan penjamu sehingga mengakibatkan
kerusakan jaringan.
Patogenesis demam Reumatik akut dan sekuele kronik nya belum sepenuhnya
dipahami. Diduga kuat demam rematik akut adalah suatu reaksi Hipersensitivitas
yang dipicu oleh streptokokus grup A. Diperkirakan antibodi yang ditujukan pada
protein MC toko Koes berupa bereaksi Silang dengan protein normal yang terdapat di
jantung, sendi, dan jaringan lain. Kenyataan bawa gejala biasanya belum muncul
sampai dua atau tiga minggu setelah infeksi dan bawa streptokokus tidak ditemukan
pada Lesi pendukung konsep bahwa demam Reumatik terjadi akibat respon imun
terhadap bakteri penyebab karena sifat anti gen yang memicu reaksi Silang tersebut
sulit diketahui pasti, diperkirakan infeksi streptokokus memicu timbulnya respon auto
imun terhadap antigen diri (Price & Lorraine, 2015).
C. MANISFESTASI KLINIS
Demam Reumatik aku terjadi kapan saja mulai 10 hari sampai enam minggu setelah
episode Faringitis akibat streptokokus grup A. Karena hanya sebagian kecil pasien
yang ter infeksi mengalami demam Reumatik, keren Tanan genetik yang
mengendalikan reaksi hipersensitivitas diperkirakan berperan. Insiden puncak adalah
antara usia lima sampai 15 tahun, walaupun anak yang lebih muda atau orang dewasa
juga dapat terkena. Walaupun biarkan Faring untuk streptokokus negatif pada saat
penyakit dimulai, antibodi terhadap satu atau lebih enzim streptokokus, seperti
striptolisin O dan DNAse B, terdapat dalam Serrum sebagian besar pasien.
Pemeriksaan yang andel seperti uji Streptozyne, tersedia luas untuk mendeteksi
antibodi ini. Gambaran klinis predominan pada demam reumatik akut adalah Artritis
dan Karditis. Artritis, yang jauh lebih sering pada orang dewasa daripada anak anak,
terutama mengenai sendiri besar dan cenderung mengenai sendi yang berada secara
sekuensial (poliartritis migratorik). Gambaran klinis yang berkaitan dengan kardiris
akut adalah bising gesek Perikardium, melemahnya bunyi jantung (akibat efusi
perkardium), takikardia, aritmia lain. Pada kasus yang parah, Miokarditis dapat
menyebabkan gagal jantung kongestif. Dilatasi ventrikel kiri yang timbul
menyebabkan otot papilaris menarik korda tendinae daun katup mitral yang dapat
menyebabkan, pada gilirannya, terjadinya insufisiensi mitral fungsional yang
berpotensi reversibel. Kurang dari 5% pasien dengan demam Reumatik meninggal
akibat penyakit akut (Kumar et al., 2019).
Karditis reumatik kronis biasanya tidak menimbulkan gejala klinis selama bertahun
tahun atau, bahkan 20 tahun setelah episode di awal demam Reumatik. Gejala dan
tanda kelainan katup bergantung pada katup (-katup) mana yang terkena. Selain
berbagai murmur jantung, Hipertrofi dan dilatasi jantung, serta gagal jantung
kongestive, pasien dengan penyakit jantung rematik kronis mungkin menderita
Aritmia (terutama Fibrilasi Atrium dengan stenosis mitral), penyulit tromboembolus,
dan endokarditis infektif. Penggantian katup sakit secara bedah pada saat yang tepat
sangat memperbaiki prognosis pasien dengan penyakit jantung Reumatik kronis
(Kumar et al., 2019).

D. PATOFISIOLOGI
Apapun Patogenesis nya, manis prestasi demam rematik akut berupa Peradangan di
fulus yang menyebabkan jaringan ikat berbagai organ, terutama jantung, sendi, dan
kulit. Gejala dan tanda nya tidak khas, dapat berupa demam, artritis yang berpindah
pindah, artralgia, ruam kulit, korea, dan takikardia. Terserangnya jantung merupakan
keadaan yang sangat penting, karena dua alasan berikut: (1). Kematian pada pasti
akut, walaupun sangat rendah, tetapi hampir seluruhnya disebabkan oleh gagal
jantung; (2). Kecacatan restu dual yang terutama disebabkan oleh deformitas katub.

Demam Rematik aku dapat mengakibatkan Peradangan pada semua lapisan jantung
yang disebabkan pankarditis. Peradangan endokardium biasanya mengenai endotel
katup, mengakibatkan pembengkakan daun katup dan erosi pinggir daun katup.
Vegetasi seperti manik-manik akan timbul di sepanjang pinggir daun Katuk.
Perubahan akut ini dapat mengganggu penutupan katup yang efektif, mengakibatkan
regurgitasi katup; stenosis tidak terdeteksi sebagai Lesi akut. Gangguan katup akut
sering bermanifestasi klinis sebagai bising jantung.

Bila miokardium terserang, timbul Lesi noldular khas yang dikenal sebagai badan
Aschoff pada dinding jantung.Miokardititis dapat menyebabkan pembesaran jantung
atau gagal jantung kongestive. Namun perkembangan klinis menjadi gagal jantung
jarang ditemukan pada awal serangan. Bila terdapat gagal jantung, biasanya disertai
gangguan pada katup jantung. Perikarditis yang biasanya timbul bersamaan dengan
miokarditis dan vulvulitis, relatif jarang terjadi. Perikarditis eksudatif yang disertai
penebalan lapisan perikardium merupakan ciri khas demam rematik akut. Perikardittis
biasanya timbul sebagai suatu GC kan, walaupun dapat pula timbul efusi perikarditis.
Hal ini jarang berkembang menjadi tamponade jantung.

Serangan awal Karditis rematik biasanya akan meredah tanpa meninggalkan


kerusakan berarti. Namun serangan berulang akan menyebabkan gangguan Progresif
pada katup jantung perubahan patologis penyakit katup rematik kronis timbul akibat
proses penyembuhan yang disertai pembentukan jaringan parut, proses radang
berulang dan deformitas Progresif yang disertai stress hemodinamik dan proses
penuaan.

Pada perjalanan katup rematik kronis gejala biasanya tidak muncul sampai bertahun-
tahun setelah serangan awal: periode laten ini dapat berlangsung hingga dekade
ketiga, keempat, atau ke lima. Deformitas akhir yang menyebabkan stenosis katup
ditandai oleh penebalan dan penyatuan daun katup di sepanjang komisura ( tempat
persambungan antara dua daun katub). Perubahan ini mengakibatkan penyempitan
lubang katup dan mengurangi pergerakan daun katup sehingga menghambat majunya
aliran darah. Korda tandinae katub atrioventrikularis (AV) dapat juga menyebabkan
menyapu sehingga membentuk terowongan Fibrosa di bawah daun Katuk dan
semakin menghambat aliran darah.

Lesi yang berkaitan dengan insufisiensi katub terdiri atas daun katup yang menciut
dan rekreasi yang menghambat kontak dan pemendekan antar daun katup,
menyatukan Corda tandinae yang menghalangi gerak daun Katuk AV. Perubahan ini
akan mengganggu penutupan katup sehingga menimbulkan aliran balik melalui kartu
tersebut.

Kalsifikasi dan Sklerosis jaringan katup akibat usia lanjut juga berperan dalam
perubahan bentuk akibat demam rematik. Penyakit kronis yang disertai kegagalan
ventrikel serta pembesaran ventrikel juga dapat mengganggu fungsi katup AV.
Bentuk ventrikel mengalami perubahan sehingga kemampuan otot papilaris untuk
mendekatkan daun daun Katub pada waktu katup penutup akan berkurang. Selain itu
lubang katup juga melebar, sehingga semakin mempersulit penutupan katup dan
timbul insufisiensi katup. Jenis intervensi yang timbul akibat pembesaran ruangan
jantung ini di kenal sebagai regurgitasi Fungsional.

Insiden tertinggi penyakit katup adalah pada katup mitral is, kemudian katup aorta.
Kecenderungan menyerang katup-katup jantung kiri dikaitkan dengan tekanan
hemodinamik yang relatif lebih besar pada katup-katup ini. Teori yang ada
menyatakan bahwa tekanan hemodinamik meninggalkan derajat deformitas katup
didapat. Insiden penyakit trikuspidalis jarang terjadi. Penyakit katup berikut
trikuspidalis pulmonalis biasanya disertai dengan Lesi pada waktu lainnya, sedangkan
penyakit katup aorta atau mitral sering terjadi sebagai reaksi tersendiri.

Selain penyakit rematik, dikenal beberapa penyakit lain semakin sering menimbulkan
perubahan bentuk dan malfungsi Katup: (1) destruksi katup oleh endokarditis
bakterirealis, (2) dp jaringan penyambung sejak lahir, (3). Disfungsi atau ruptur otot
papilaris karena aterosklerosis koroner, dan (4) malfungsi kongenital.
Endokarditif infektid dapat disebabkan oleh banyak organisme, termasuk bakteri,
jamur, dan ragi. Infeksi bakteri merupakan penyebab tersering: akibatnya keadaan ini
sering disebut sebagai endokarditis bakterialis. Endokarditis dapat timbul secara akut
atau subakut. Endokarditis aku disebabkan oleh infeksi dengan organisme yang ber
virulensi tinggi (seperti Stafilokokus) dan biasanya dengan perjalanan penyakit
fullminan dan kerusakan katup dini. Katup-katup yang normal juga dapat terserang.
Endokarditis bakterialis subakut (subacute bakterial enodkarditis, SBE) disebabkan
oleh organisme yang kurang virulen (misal, strestokokus) dengan manisfestasi dan
perjalanan klinis yang lebih bertahap. Sering dilaporkan gejala dan tanda yang tidak
spesifik seperti demam, nyeri, sendi, mialgia, dan manisprestasi pada kulit. Biasanya
katup yang sebelumnya tidak normal atau yang memakai alat bantu mekanis akan
mudah terserang. Endokarditis menimbulkan vegetasi di sepanjang pinggir daun
Katub; vegetasi-vegetasi ini dapat meluas dan menyerang seluruh kartu, bahkan
miokardium. Akibatnya, daun Katuk dapat mengalami Fibrosa, erosi, dan Perforasi
sehingga menimbulkan suatu disfungsi katup regurgitan yang khas.

Prolaps katub mitralis adalah suatu sindrom Kongenital yang dicirikan dengan daun
daun katup yang berlebihan dan elongasi korda tendinae. Daun-daun katup
mengalami prolaps atau mau mengembangkan ke dalam atrium dalam berbagai
derajat selama sistol ventrikel; dapat terjadi insufisiensi mitralis. Perubahan
perubahan Fungsional ini disebabkan oleh perubahan struktur kolagen daun katup.
Insiden pasti dari prolaps katub mitralis diperkirakan antara 5 sampai 10%. Perjalanan
klinis sindrom ini dapat Dyna, walaupun biasanya di indikasikan pemberian
profilaksis endokarditis.

Disfugnsi atau ruptur otot papilaris dapat menimbulkan berbagai macam disfungsi
Katub. Gangguan otot papilaris dapat bersifat intermiten (yaitu akibat Iskemia) dan
hanya menimbulkan regurgitasi episodik yang ringan. Tetapi, apabila terjadi ruptur
apa papilaris nekrotik setelah infark miokardium, dapat terjadi insufusuiensi mitralis
akut.

Malformasi kongenital dapat terjadi pada setiap katup. Misalnya, sekitar 1% sampai
2% kaub aorta adalah katub bikuspidalis dan buka trikuspidalis. Lesi-lesi kata tertentu
sangat menunjukkan penyebab disfungsi. Misalnya, stenosis mitralis murni biasanya
disebabkan oleh rematik, sedangkan stenosis aorta murni biasanya disebabkan oleh
Kalsifikasi Prematur dan degenerasi Katub bikuspidalis kongenital. Lesi katub
pulmonalis atau trikuspidalis murni pasti disebabkan oleh cacat kongenital. Lesi katub
gabungan biasanya disebabakan oleh rematik
E. PATHWAY
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Penunjang pada demam Reumatik adalah sebagai berikut:
1. Pemeriksaan kadar reaktan fase akut, biasanya didapatkan peningkatan kadar
reaktan fase akut
a. ESR (Erythrocyte Sedimentation Rate)
b. CRP (C-reactive protein)
2. EKG, Pada EKG biasanya terlihat interval PR memanjang

G. PENATALAKSANAAN MEDIS
Demam rematik dan endokarditis bakterialis subakut merupakan dua penyakit yang
sesungguhnya dapat dicegah sehingga dapat menurunkan insiden atau kepaarahan
Lesi katup didapat. Demam Rematik dapat dihindari dengan melakukan Deteksi dini
dan pemakaian penisilin untuk mengobati infeksi streptokokus beta hemolitikus grup
A. Diagnosa dini dan pengobatan demam rematik akut juga penting dilakukan.
Diagnosis demam reumatik akut mungkin sulit ditegakkan karena tidak ada satupun
gambaran klinis atau hasil lab penyakit ini yang patognomonik; gambaran klinis
penyakit ini non spesifik. Modifikasi kriteria Jones berguna untuk mendiagnosis
demam rematik akut. Kriteria ini dibagi menjadi dua bagian (mayor dan Minore)
sesuai dengan kepentingan relatif nya sebagai penuntut diagnostik. Adanya dua
kriteria mayor, atau satu mayor dan dua Minor menunjukkan probabilitas demam
rematik akut yang tinggi. Untuk menegakkan diagnosis ini juga perlu dibuktikan
bahwa sebelumnya penderita pernah there infeksi streptokokus; peningkatan kadar
antistreptolisin (ASO) sering dipakai untuk menentukan adanya antibodi terhadap
streptokokus.

Pengobatan demam rematik aku dilakukan secara variatif, yaitu (1). Antibiotik,
seperti Penisilin atau Eritromisin, untuk membahas me organisme streptokokus yang
tersisa; (2). Antiradang seperti Salisilat atau kortikosteroid; (3). Analgesik, jika ada
indikasi nyeri artritis; dan (4). Pembatasan aktivitas fisik sesuai derajat karditis. Gagal
jantung yang mungkin timbul memerlukan pembatasan garam, pemberian digoksin,
dan diuretik. Obat penyekat saluran kasium dan penyekat beta mungkin bermanfaat
bila diberikan bagi penderita Irama Sinus yang mengalami gejala saat beraktivitas,
saat gejala timbul dengan frekuensi denyut jantung cepat.
Sesudah serangan awal demam rematik keren Tanan terhadap serangan berulang
sangat tinggi. Pencegahan dengan antibiotik harus segera dimulai begitu diagnoseis
ditegakkan. Suntikan penisilin sekali sebulan cukup efektif dan lebih menguntungkan
daripada pemberian oral setiap hari karena pembentukan kesadaran pasien yang
tinggi. Pencegahan dengan antibiotik harus diteruskan paling tidak sampai masa
dewasa untuk menghindari kemungkinan deformitas katup jantung akibat serangan
demam rematik berulang. Pencegahan harus lebih diutamakan daripada pengobatan
infeksi streptokokus, karena demam berulang biasanya didahului oleh infeksi
streptokokus yang tidak menimbulkan gejala. Selain itu, seringkali sulit untuk
mencegah terjadinya serangan berulang sesudah awitan infeksi.

Katup jantung dengan kelainan Kongenital atau didapat sangat rentan terhadap infeksi
dan endokartitis akibat infeksi bakteri sistemik maupun akibat septikemia sementara
yang disebabkan oleh tindakan bedah Minore (misal, pencabutan gigi). Penggunaan
antibiotik profilaktik yang sesuai selama infeksi sistemik yang sudah terjadi atau yang
mungkin akan terjadi, merupakan tindakan yang sangat diperlukan untuk mencegah
kerusakan katup lebih lanjut bila kerusakan katup sudah terjadi, perjalanan penyakit
dan terapi medis akan bervariasi sesuai lokasi dan derajat kerusakan.

Penyakit katup mitralis akan menimbulkan gejala yang lebih dini daripada penyakit
katup aorta. Hal ini karena katup mitralis yang terserang ini terutama membebani
atrium kiri, sedangkan penyakit pada katup aorta akan membebani ventrikel kiri.
Dinding atrium kiri yang tipis kurang dapat mempertahankan kemampuan memompa
guna menanggulangi tekanan atau beban volume yang terus meningkat. Selain itu,
karena tidak ada katup sejati yang memisahkan antara Vena pulmonalis dan atrium
kiri, maka kongesti pada atrium kiri mudah diteruskan secara retrograd ke paru-paru
sehingga menimbulkan gejala paru-paru. Pada penyakit katup aorta, ventrikel kiri
mampu melakukan kompensasi untuk jangka waktu lama, sehingga fase asimtomatik
yang panjang. Atrium kiri akan terhindar dari tegangan ventrikel kiri bila katup
mitralis masih kompeten dan kemampuan memompa ventrikel kiri masih dapat
dipertahankan.
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
Pengkajian harus memperhatikan (Maganti et al., 2010; Vahanian et al., 2022):
1. Anamnesa
Keluhan yang muncul akan berbeda tergantung pada katub mana yang mengalami
kelainan dan penyakit apa yang mendasari kelainan katub.
a. Kelainan katub mitral
Kebanyakan kelainan katup jantung terjadi di katup mitral. Stenosis mitral dapat
menyebabkan gejala seperti sesak napas dan mudah lelah saat aktivitas. Sementara
itu, regurgitasi mitral yang terjadi secara akut akan menyebabkan sesak napas
berat akibat edema paru. Sedangkan, pada kondisi kronik, gejala yang muncul
diakibatkan penurunan cardiac output seperti lemas dan mudah lelah.
b. Kelainan katub aorta
Pada kasus stenosis aorta, gejala akan berbeda tergantung keparahan penyakit.
Dalam kondisi yang berat, pasien bisa mengalami angina, sinkop, dyspnea, dan
gagal jantung. Gejala akan diperberat dengan aktivitas. Ketika stenosis aorta
sudah tergolong derajat berat, intervensi bedah sebaiknya dipilih karena
kesintasan pasien hanya berkisar 2-3 tahun dengan peningkatan risiko kematian
mendadak.
Pada regurgitasi aorta, gejala akan berkembang seiring waktu. Regurgitasi aorta
yang berlangsung lama akan menyebabkan disfungsi kontraktilitas miokard yang
meningkatkan risiko disfungsi ventrikel kiri ireversibel. Penyakit akan
berkembang menyebabkan peningkatan tekanan atrium kiri dan arteri pulmonal,
sehingga pasien mengalami dyspnea saat aktivitas, kemudian berkembang
menjadi dyspnea saat istirahat dan gagal jantung.
c. Kelainan katub pulmonal
Kebanyakan kelainan katup pulmonal disebabkan oleh kelainan kongenital atau
tindakan operatif pada kelainan jantung kongenital. Gejala pada kelainan katup
kongenital umumnya timbul akibat penurunan cardiac output dan disfungsi
ventrikel kanan. Anamnesis perlu menggali kemungkinan penyakit jantung
bawaan seperti Tetralogy of Fallot.
d. Kelainan katub trikuspid
Gejala pada kelainan trikuspid timbul berkaitan dengan penurunan cardiac output
dan hipertensi atrium kanan. Pasien bisa merasakan fatigue, kongesti hepar, nyeri
kuadran kanan atas abdomen, dyspepsia, kembung, edema, dan ascites.
2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik, kelainan bunyi jantung seperti murmur menjadi kunci
untuk mengidentifikasi adanya kelainan katup jantung. Pada kondisi awal
penyakit, ukuran jantung bisa masih normal, namun akan membesar seiring
perkembangan penyakit. Pada palpasi, thrill di apikal dapat teraba.
1. Kelainan katub mitral
Temuan pemeriksaan fisik klasik pada pasien dengan stenosis mitral
mencakup bunyi S1 yang mengeras dan opening snap yang diikuti diastolik
rumble dengan murmur presistolik pada apeks. Temuan ini bisa tidak ada pada
pasien dengan hipertensi pulmonal derajat berat, cardiac output yang rendah,
atau katup yang mengalami kalsifikasi dan imobil.
Pada regurgitasi mitral, temuan pemeriksaan fisik bisa bervariasi tergantung
tingkat kompensasi. Bunyi S1 biasanya lembut dan bisa ditemukan split S2
yang lebar. Diastolic rumble, murmur sistolik atau holosistolik, dan tanda
hipertensi pulmonal juga bisa ditemukan
2. Kelainan katub aorta
Pada stenosis katup aorta, bisa pulsus parvus et tardus, terutama pada arteri
karotis. Dapat juga ditemukan systolic thrill pada arteri karotis, S1 yang
normal atau lembut, S2 single, dan S4 akibat kontraksi atrium yang kuat.
Murmur pada stenosis aorta biasanya berupa murmur sistolik dengan
crescendo-decrescendo pada batas sternum kiri dan menjalar ke batas sternum
kanan atas dan arteri karotis.
Pada regurgitasi katup aorta, dapat ditemukan Corrigan pulse. Tekanan
sistolik umumnya meningkat dengan tekanan diastolik yang rendah. Murmur
klasik pada regurgitasi katup aorta adalah murmur diastolik frekuensi tinggi
dan decrescendo
3. Kelainan katub pulmonal
Stenosis ringan pada katup pulmonal ditandai dengan systolic ejection click
dan short early systolic murmur. Seiring dengan berkembangnya keparahan
stenosis, komponen tanda pulmonal menjadi lebih halus dan bisa tertutup oleh
komplikasi seperti gagal jantung.
Regurgitasi pulmonal lebih sulit dideteksi pada pemeriksaan fisik. High-
pitched diastolic murmur bisa ditemukan diikuti dengan suara P2 yang
mengeras pada regurgitasi pulmonal akibat hipertensi pulmonal. Pada kasus
yang ringan, regurgitasi pulmonal bisa tidak menimbulkan murmur
4. Kelainan katub trikuspid
Stenosis trikuspid bisa menyebabkan perubahan pulsasi vena jugular.
Pembesaran hepar juga bisa ditemukan. Pada auskultasi bisa ditemukan low-
to-medium-pitched diastolic rumble, terutama pada batas sternum.
Pada regurgitasi trikuspid, bisa ditemukan parasternal lift akibat pembesaran
ventrikel kanan. Auskultasi jantung akan menemukan murmur sistolik dini
yang lembut atau murmur holosistolik yang akan terdengar lebih jelas saat
inspirasi paksa (tanda Carvallo).

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa yang muncul pada pasien dengan gagal jantung adalah
(Asikin & Nuralamsyah, 2016)
:
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan gangguan kontratilitas miokard,
perubahan inotropik, perubahan irama, ritme, konduksi listrik, perubahan
struktural, misalnya kelainan pada katub dan aneurisma ventrikel
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidaknyamanan antara suplai dan
kebutuhan oksigen, kelemahan, serta imobilitas
3. Kelebihan volume cairan tubuh berhubungan dengan penurunan laju filtrasi
glomerulus (penurunan curah jantung), peningkatan produksi hormon antidiuretik
(ADH), serta retensi air dan natrium).
4. Resiko gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler
alveoli, misalnya pengumpulan cairan dan pergeseran ke ruang interstisial atau
alveoli.
5. Resiko gangguan intergritas kulit berhubungan dengan bedrest dalam jangka
waktu yang lama, edema, dan penurunan perfusi jaringan.
6. Kurangnya pengetahuan tentang kondisi, program pengobatan, perawatan diri dan
perencanaan pulang berhubungan dengan kurangnya pemahaman terkait fungdi
jantung atau penyakit, dan gagal jantung kongestif.
C. INTERVENSI
No Symtom & Sign Etiologi Problem NIC NOC
1 Batasan Karakteristik Gangguan fungsi Kelebihan volume cairan NOC : Fluid Management :
 Berat badan meningkat pada eksretori -> retensi -> berhubungan dengan  Electrolit and acid base Aktivitas
waktu yang singkat edema perubahan mekanisme balance  Monitor dan catat intake dan output
 Asupan berlebihan dibanding regulasi, peningkatan  Fluid balance cairan 24 jam secara akurat
output permeabilitas dinding  Hydration  Pasang Urin kateter jika diperlukan
 Tekanan darah berubah, glomerulus.  Monitor hasil labolatorium terkait retensi
tekanan arteri pulmonalis Kriteria Hasil : cairan (BUN, HMT, osmolaritas urine)
berubah, peningkatan CVP. Definisi: Retensi cairan  There bebas dari eh  Monitor vital sign, awasi hipertensi,
 Distensi Vena jugularis Isotomik meninggal Dema, efusi, anaskara peningkatan nadi dan suhu
 Perubahan pada pola nafas,  Bunyi nafas bersih,  Monitor indikasi retensi / kelebihan cairan
sesak nafas (dyspnoe), suara tidak ada (crecles, CVP, edema, distensi vena leher,
nafas abnormal (Rales atau dyspnea/ortopnea asites)
Crakles), Kongestikemacetan  Terbatas dari distensi  Kaji lokasi dan luas edema
paru, pleural effusion vena jugularis, reglek  Monitor masukan makanan / cairan
 HB dan hematokrit menurun, hepatojugular (+)  Monitor status nutrisi
perubahan elektrolit,  Memelihara tekanan  Kelola obat Diuretik sesuai program
khususnya perubahan berat Vena sentral, tekanan  Kolaborasi pemberian obat
jenis. kapiler paru, output  Monitor berat badan
 Suara jantung SIII jantung dan vital sign  Monitor elektrolit
 Refleks Hepatojugular positif dalam batas normal  Monitor tanda dan gejala dari edema
 Oliguria, azotemia  There bebas dari
 Perubahan status mental, kelelahan, kecemasan, Fluid Monitoring:
kegelisahan, kecemasan atau kebingungan Aktivitas
 Menjelaskan indicator  Tentukan Riwayat jumlah dan tipe intake
Faktor-faktor yang berhubungan: kelebihan cairan cairan dan eliminasi
 Mekanisme pengaturan  Tentukan kemungkinan factor resiko dan
melemah ketidakseimbangan cairan (hipotermi
terapi Diuretik, kelainan Rainal, gagal
jantung, diaphoresis, disfungsi hati, dll
 Monitor berat badan
 Monitor Serrum dan elektrolit Urin
 Monitor Serrum album in dan protein
total
 Monitor BP < HR, dan RR
 Monitor tekanan darah ortostatik dan
perubahan irama jantung
 Monitor parameter hemodinamik invasive

 Catat secara akurat intake dan output
 Monitor membrane mukosa dan turgor
kulit, serta rasa haus
 Catat dan monitor warna, jumlah
 Monitor adanya distensi leher, Wronki,
edema perifer dan penambahan berat
badan
 Monitor tanda dan gejala dari edema
 Beri cairan sesuai keperluan
 Beri obat yang dapat meningkatkan
output urine
 Lakukan hemodialsis bila perlu dan catat
respons pasien
2 Batasan Karakteristik Asidosis metabolik Gangguan pertukaran gas NOC : NIC :
 Ganguan penglihatan berhubungan dengan ke  Respiratory status : Gas Airway Management :
 Penurunan CO2 tidak ada kekuatan exchange  Buka celana pas, gunakan Teknik cin lift
 Takikardia ventilasi.  Respiratory status : atau jawa thrust bila perlu
 Hiperkapnia ventilation  Posisikan pasien untuk memaksimalkan
 Keletihan Definisi: kelebihan atau  Vital sign status ventilasi
 Samnolen kekurangan dalam  Identifikasi pasien perlunya pemasangan
 Iritabilitas Oksigenasi dan atau Kriteria Hasil : alat jalan nafas buatan
pengeluaran karbon-  Mendemostrasikan  Pasang Mayo bila perlu
 Hypoxia
dioksida di dalam peningkatan jelasi dan  Lakukan Fisioterapi dada jika perlu
 Kebingungan
membrane kapiler alveoli oksigenasi yang adekuat  Keluarkan Sekret dengan batuk atau
 Dyspnoe
 Nafas faring  Memelihara kebersihan saction
 AGD normal paru-paru dan bebas  Auskultasi suara nafas, catat adanya suara
dari tanda-tanda distress tambahan
 Sianosis
pernapasan  Lakukan suction pada mayo
 Warna kulit abnormal (pucat,
 Mendemonstrasikan  Berikan brokodilatasi bila perlu
kehitaman)
batuk efektif dan suara  Berikan pelembab udara
 Hipoksemia
nafas yang bersih, tidak  Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
 Hiperkarbia ada sianosis dan dispneu
 Sakit kepala Ketika bangun keseimbangan
 Frekuensi dan kedala nafas (mampu mengeluarkan  Monitor respirasi dan status O2
normal spuntum, mampu Respiratory Monitoring :
Faktor-faktor yang behubungan bernapas dengan  Monitor rata rata, kedalaman, Irama dan
 Ketidakseimbangan perfusi mudah, tidak ada pursed usah respirasi
ventilasi lips)  Kata pergerakan dada, amati
 Perubahan membrane kapiler-  Tanda tanda vital dalam kesimetrisan, penggunaan otot tambahan,
alveolar rentang normal retraksi otot supraclavikula, dan
intercostal
 Monitor suara nafas, seperti dengur
 Monitor pola nafas : Bradipnea, takipnea,
kussmaul, hiperventilasi, chyne stokes,
biot
 Catat lokasi trakes
 Monitor kelelahan otot diagfragma
(geraka paradoksis)
 Auskultasi suara nafas, catat area
penurunan/ tidak adanya ventilasi dan
suara tambahan
 Tentukan kebutuhan suction dengan
mengauskultasi crakles dan ronkhi pada
jalan nafas utama
 Auskultasi suara paru setelah tindakan
untuk mengetahui hasilnay
3 Subjektif : Kelemahan (fatique) Intolerenasi aktivitas NOC ; NIC :
 Tidak mampu berkonsentrasi 1. Toleransi Toleransi Aktivitas (Activity Tolerance) :
 Kompromi libido Definisi : 2. Ketahanan fisik  Kolaborasi dengan ahli terapi, terapi fisik
 Penurunan penampilan Tidak cukup nya energi 3. Konservasi energi dan rencana rekreasi dan program
 Tidak tertarik dengan psikolog atau fisik untuk 4. Status nutrisi pengawasan
lingkungan sekitar bertahan atau 5. Energi psikomotor  Tentukan komitmen pasien dalam
 Malas dan mengantuk menyelesaikan aktivitas peningkatan frekuensi dan jarak aktivitas
 Peningkatan keluhan masalah sehari-hari yang Kriteria Evaluasi :  Bantu untuk menggali kemampuan
fisik diinginkan  Pasien mampu personal dalam melakukan aktivitas
 Peningkatan kebutuhan beradaptasi dengan  Bantu untuk memilih kegiatan yang
istirahat kelelahan sesuai dengan konsisten dengan psikolog dan
 Instropeksi toleransi aktivitas, kemampuan social
Objektif konservasi energi,  Bantu untuk focus pada apa yang
Ketahanan fisik, status dikerjakan dan tidak terjadi penurunan.
 Tidak berdaya
nutrisi., Energi dan
 Letargi energi psikomotor.  Bantu untuk mengidentifikasi sumber
 Lesu tanpa gairah  Pasien mampu sumber yang dibutuhkan untuk
 Melaporkan ketidakmampuan mendemonstrasikan melakukan pergerakan.
mengembalikan tenaga konservasi energi  Bantu untuk menggunakan sarana
walaupun sudah istirahat tidur dengan indicator : transportasi dalam melakukan aktivitas.
 Melaporkan ketidakmampuan o Tidak sama sekali  Bantu pasien untuk mengidentifikasi
melakukan pekerjaan secara o Lalai aktivitas yang diperlukan.
rutin o Moderate  Bantu pasien untuk mengidentifikasi arti
 Melaporkan perasaan lelah o Bagus dari kegiatan tersebut
 letargi o Sangat bagus  Bantu pasien untuk menetapkan jadwal
 Pasien mempertahankan kegiatan secara rutin.
interaksi social  Bantu pasien dan keluarga untuk dapat
 Mempertahankan mengidentifikasi jenis penurunan
kemampuan untuk aktivitas.
berkonsentrasi  Instruksi pasien atau keluarga bagaimana
untuk memulai aktivitas.
 Bantu pasien atau keluarga untuk
beradaptasi pada lingkungan dalam
mengakomodasi jenis kegiatan.
 Berikan jangka atau Rentang waktu dalam
peningkatan aktivitas sebagai bahan
rujukan pada OT.
 Fasilitas Aktivitas pengganti Ketika
pasien merasa kehabisan energi, waktu
dan pergerakan.
 Rujuk pada pusat komunitas atau pusat
program aktivitas.
 Bantu kegiatan pasien secara regular
seperti ambulasi, berpindah, berputar dan
perawatan diri sesuai yang dibutuhan.
 Berikan kegiatan pergerakan yang lebih
besar untuk pasien yang hiperaktif.
 Buat lingkungan yang aman untuk
melakukan pergerakan otot yang lebih
besar.
 Berikan kegiatan pergerakan untuk
mengurangi tekanan otot.
 Berikan beberapa games yang non
kompetitif, terstruktur pada grup aktivitas.
 Berikan waktu jeda pada berbagai
kegiatan yang bertujuan untuk
menurunkan kecemasan seperti
bernyanyi, bermain bola voli, tenis meja,
berjalan, berenang, bermain game dan
lainnya.
 Berikan pujian yang positif untuk setiap
partisipan kegiatan.
 Bantu pasien untuk mengembangkan
motivasi diri dan menguatkan.
 Monitor kegiatan emosi, fisik, social dan
respon spriritual sehubungan dengan
aktivitas.
 Bantu pasien atau keluarga untuk
melakukan pengawasan sendiri dalam
mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Manajemen Energi ( Energy Management) :
 Gaji status fisiologi pasien berhubungan
dengan status kelelahan berkaitan dengan
usia dan perkembangan.
 Gunakan instrument pengukuran yang
falid tentang kelelahan.
 Perbaiki status menurunkan fisiologi
misalnya anemia dan khemoterapi.
 Seleksi intervensi yang tepat dalam hal
penurunan kelelahan dengan kombinasi
Farmakologi dan non Farmakologi.
 Tentukan apa dan bagaimana aktivitas
yang dibutuhkan untuk meningkatkan
Ketahanan tubuh.
 Monitor intake nutrisi untuk menentukan
keadekuatan sumber sumber energi.
 Konsultasikan dengan ahli gizi tentang
peningkatan intake makanan tinggi kalori.
 Monitor respon cardio respirasi sebelum
dan setelah melakukan aktivitas.
 Monitor pola istirahat tidur dan jumlah
jam tidur.
 Monitor lokasi ketidaknyamanan dan
nyeri selama aktivitas.
 Kurangi ketidaknyamanan fisik dengan
memberikan waktu Senggang dengan
fungsi kognitif dan self monitoring.
 Batasi aktivitas yang berlebihan.
 Ajarkan manajemen waktu dan aktivitas
untuk mencegah kelelahan.
 Bantu pasien untuk mengenali prioritas
aktivitas yang di rekomendasikan sesuai
dengan status energi.
 Bantu pasien untuk menentukan tujuan
aktivitas yang realistic.
 Pertimbangkan dalam penggunaan
elektronik seperti HP untuk
mempertahankan kontak dengan teman.
 Bantu pasien untuk membatasi tidur siang
untuk memberikan waktu dalam
beraktivitas.
 Batasi rangsangan lingkungan seperti
lampu, kebisingan untuk meningkatkan
relaksasi.
 Batasi jumlah pengunjung.
 Atur aktivitas fisik untuk menurunkan
suplai oksigen kepada fungsi vital tubuh.
 Rencanakan periode aktivitas Ketika
pasien lagi berenergi.
 Monitor efek pemberian obat stimulant
dan depresant.
 Evaluasi program peningkatan aktivitas.
 Monitor respon oksigen pasien.
 Instruksikan pasien dan Teknik self care
yang signifikan yang akan meminimalis
asupan oksigen (self monitoring dan
Teknik melangkah untuk aktivitas sehari-
hari.
 Instruksikan pasien untuk mengenali
tanda dan gejala kelelahan sebagai akibat
dari aktivitas.
 Instruksikan pasien untuk mengenali
intervensi stress dan Methode koping
yang digunakan untuk menurunkan
kelelahan.
 Instruksikan kepada pasien untuk segera
ke tempat pelayanan Kesehatan apabila
tanda dan gejala kelelahan menetap.
Perawatan Diri ADLs (Self Care Activity) :
 Tentukan kebutuhan pasien sebagai
asisten dengan berbagai instrument
aktivitas setiap hari seperti berbelanja,
memasak, membersikan rumah, mencuci
pakaian, menggunakan transportasi,
pengaturan keuangan, pengobatan,
penggunaan sarana komunikasi dan
penggunaan waktu.
 Tentukan kebutuhan keselamatan
sehubungan dengan perubahan tempat
tinggal.
 Tentukan kebutuhan di rumah mana yang
perlu ditingkatkan terhadap hal hal yang
tidak dapat dilakukan.
 Berikan nomor kontak yang dapat segera
dihubungi dan orang.
 Instruksikan kepada klien untuk
menggunakan transportasi alternatif.
 Berikan Teknik peningkatan kognitif.
 Berikan bantuan pada kendaraan untuk
memudahkan penggunaan seperti
pegangan pada kendaraan.
 Berikan beberapa alat bantuan untuk
mendukung aktivitas sehari-hari.
 Tentukan dukungan finansial untuk
memodifikasi rumah atau kendaraan.
 Instruksikan klien untuk menggunakan
pakaian dengan lengan pendek dan
longgar.
 Periksa ke adik Kuatan pencarian di
dalam rumah terutama pada daerah kerja
seperti dapur, kamar mandi.
 Instruksikan klien untuk tidak merokok di
tempat tidur atau pada saat bersandar atau
setelah minum obat.
 Pastikan adanya perlengkapan alat alat
keselamatan di rumah.
 Berikan perawatan atau Teknik
keselamatan secara visual.
 Bantu klien untuk melakukan pekerjaan
rutin seperti masker, mencuci dan
berbelanja.
 Tentukan ketidakmampuan baik fisik
ataupun politik terhadap setiap perubahan
yang terjadi pada tubuh.
 Konsultasikan dengan para ahli terapi
untuk tiap Gerakan yang tidak dapat
dilakukan.
 Instruksikan agar kalian menyimpan obat
obatan pada tempat aman.
 Instruksikan klien untuk melakukan
monitoring secara rutin seperti kadar gula
darah.
Perawatan Diri IADLs (Self Care Instrumen) :
 Tentukan kebutuhan pasien untuk
mengambil instrument dalam melakukan
aktivitas sehari-hari seperti berbelanja,
memasak, kebersihan rumah, cuci
pakaian, penggunaan transportasi,
pengaturan keuangan, pengaturan
pengobatan, penggunaan komunikasi.
 Tentukan kebutuhan akan keselamatan
sehubungan dengan perubahan keadaan di
rumah seperti pintu dibuka lebar untuk
memudahkan kursi roda masuk, akses ke
kamar mandi.
 Tentukan kebutuhan ketidakmampuan di
rumah seperti menuliskan nomor telepon
besar besar, peningkatan volume telepon
dan lain-lain.
 Berikan metode untuk melakukan kontak
dalam dukungan transportasi dan
perlunya seorang asisten.
 Instruksikan pasien untuk menggunakan
alternatif yang lain seperti bus, taksi,
jadwal bus dan taksi.
 Berikan Teknik peningkatan kognitif
seperti mengupdate kalender, mudah
melihat jam.
 Pertahankan peningkatan transportasi
untuk meminimalis ketidakmampuan
seperti pegangan pada mobil.
 Bantu dengan menggunakan peralatan
dalam aktivitas sehari-hari.
 Tentukan sumber sumber keuangan dan
kebutuhan personal untuk merubah
rumah.
 Berikan pencahayaan yang cukup di
rumah terutama di area pekerjaan.
 Anjurkan pasien untuk tidak merokok
sambal tidur atau setelah pengobatan.
 Pastikan adalah peralatan keamanan di
rumah seperti detector asap dan detector
CO.
 Pertahankan Teknik pengamanan secara
visual seperti mengecat dinding yang
jelas.
 Bantu pasien dalam melakukan aktivitas
sehari-hari seperti memasak, mencuci dan
berbelanja.
 Tentukan kemampuan fisik dan kognitif.
 Konsultasikan dengan terapi fisik untuk
melakukan Latihan atas ketidakmampuan
fisik.
 Instruksikan pada pasien untuk
menyimpan obat di tempat yang aman.
 Instruksi pasien untuk selalu
menggunakan peralatan monitoring
seperti alat gula.
4 Batasan Karakteristik Gangguan fungsi Penurunan curah jantung NOC : NIC :
 Aritmia, takikardia, bradikardia eksretori -> retensi ->  Cardiac Pum  Evaluasi adanya nyeri dada
 Palpitasi, edema, edema Effectiveness  Catat adanya disritmia jantung
 Kelelahan  Circulation status  Catan adanya tanda dan gejala penurunan
 Kulit dingin dan lembab  Vital sign status cardiac output
 Penurunan denyut nadi perifer  Tissue perfusion: perifer  Monitor status Pernapasan yang
 Nafas pendek/sesak nafas Setelah dilakukan asuhan menandakan gagal jantung
 Perubahan warna kulit penurunan kardiak output  Monitor balance pencairan
 Batuk, bunyi jantung S3/S4 klien teratasi dengan kriteria  Monitor respon pasien terhadap efek
 Kecemasan hasil : pengobatan antiaritmia
 Tanda vital dalam  Atur periode Latihan dan istirahat untuk
rentang normal (tekanan menghindari kelelahan
darah, nadi, respirasi)  Monitor toleransi aktivitas pasien
 Dapat mentoleransi  Monitor adanya dispnea, fatigue,
akrtivitas, tidak ada takipnea, dan ortopnea.
kelelahan  Anjurkan untuk menurunkan stress
 Tidak ada edema paru,  Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
perifer, dan tidak ada  Monitor VS saat pasien berbaring, duduk,
asites atau berdiri
 Tidak ada penurunan  Auskultasi TD pada kedua lengan dan
kesedaran bandingkan
 AGD dalam batas  Monitor TD, nadi, RR sebelum, selama,
normal dan setelah aktivitas
 Tidak ada distensi vena  Monitor jumlah, bunyi dan irama jantung.
leher  Monitor frekuensi dan irama Pernapasan.
 Warna kulit normal  Monitor pola Pernapasan abnormal.
 Monitor suhu, warna, dan kelembapan
kulit
 Monitor sianosis perifer
 Monitor adanya triad (tekanan nadi yang
melebar, bradikardi, peningkatan sistolik )
 Identifikasi penyebab dari perubahan vital
sign
 Jelaskan pada pasien tujuan dari
pemberian oksigen.
 Sediakan informasi untuk mengurangi
stress.
 Adalah pemberian obat anti Aritmia,
Inotropic, nitrogliserin dan vasodilator
untuk mempertahankan kontraktilitas
jantung.
 Kelola pemberian antikoagulan untuk
mencegah trombus perifer.
 Meminimalkan stress lingkungan
5  Kerusakan jaringan seperti Uremia pada jaringan Gangguan integritas kulit NOC : NIC :
kornea, mukosa membrane, kulit  Jaringan integritas; kulit  Hindari penggunaan seprai yang kasar
integument dan subkutan. Definisi : dan mukosa membrane  Bersikan dengan menggunakan sabun anti
 Kerusakan jaringan. Berada pada resiko  Penyembuhan luka; bakteri
perubahan pada dermis tujuan primer  Bagaikan pasien dengan kain yang lembut
atau epidermis  Penyembuhan luka.,  Bersikan kulit dengan menggunakan
Tujuan Sekunder bedak
 Pindahkan jenis adhesive & debris
Kriteria Hasil :  Berikan dukungan pada area edema
 Mendemostrasikan  Tambahkan lubrikan berikan untuk
jaringan integritas; kulit membasahi bibir dan rongga mulut
dan mukosa membrane  Berikan gosokan pada daerah leher
sesuai indicator belakang dan depan
o Ekstreme  Ganti kateter kondom
o Substansi  Gunakan pempers yang lembut
o Moderate  Tempatkan bantalan Inkontinensia bila
o Mild diperlukan
o Tidak compromise  Berikan kebersihan toilet bila diperlukan
Peraturan jaringan,  Lakukan pijatan di sekitar area yang
elastisitas, hydrasi, terluka
pigmentasi, dan  Gunakan sarung tangan
perubahan warna yang  Berikan perawatan kebersihan setelah
diharapkan/lesi tidak toilet
ada  Berikan kompres hangat secara Periodik
 Mendemostrasikan  Gunakan sabun yang mengandung
penyembuhan luka., alkaline dalam perawatan kulit
Tujuan primer dengan  Berendam dalam bak koloidal
indicator;  Pertahankan seprai dalam keadaan bersih,
o Tidak ada kering, dan bebas dari kerutan
o Lalai  Melakukan mobilisasi pasien setiap dua
o Moderate jam
o Substansi  Gunakan pelindung di tempat tidur seperti
o Komplit bed zeil untuk memberikan perlindungan
Taksiran kulit pada pasien
Resolusi cairan dari  Berikan perlindungan lagi
luka atau drain  Berikan bedak kering
Resolusi eritema  Berikan perbankan seperti tegaderm atau
sekeliling kulit duoderm
Renovasi bau luka  Berikan antibiotic topical sesuai
 Mendemostrasikan kebutuhan
penyembuhan luka  Semprot kulit dengan cairan nitrogen
tujuan Sekunder sesuai  Infeksi kulit tiap hari untuk menghindari
indicator: terjadinya kerusakan
o Tidak ada  Dokumentasi kan setiap kerusakan kulit
o Lalai  Tambahkan moisture pelembap sesuai
o Moderate kebutuhan
o Substansi
o Komplit
Nanah atau yang lain
dari Drainase atau luka
Kulit melepuh
Necrosis, slough,
terowongan,
undermining, atau
formasi sinus kulit dan
aritema luka
Ukuran luka
 Pasien dan keluarga
mampu
mendemonstrasikan
perawatan kulit dan
bukan secara optimal
6  Ketidakmampuan dalam Ureum pada jaringan Nyeri NOC : NIC :
melakukan aktivitas otot -> kram.  Batas kenyamanan.  Lakukan Pengkajian secara komprehensif
 Anoreksia Definis :  Pengontrolan nyeri. terhadap lokasi nyeri, karakteristik,
 Atropi otot Pengalaman Sensorik  Efek disuprip nyeri durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
 Perubahan pola tidur dan emosi yang tidak  Batas ambang nyeri dan factor pencetus nyeri.
 Laporan visual skala nyeri menyenangkan yang  Observasi respon verbal dari
 Depresi muncul dari kerusakan Kriteria Evaluasi : ketidaknyamanan khususnya efektivitas
 Meringis jaringan yang actual dan  Mendemonstrasikan komunikasi yang tidak efektif.
potensial atau yang efek this rupsi nyeri  Pastikan pasien dalam penggunaan
 Kelelahan
digambarkan sebagai dengan indicator. pengobatan Analgesik.
 Takut cedera Kembali
kerusakan (International  Berat  Gunakan strategi komunikasi Terapeutik
 Perilaku melindungi Association for the study
 Iritasi  Sunbstansi untuk mengetahui pengalaman dan
of Pain) ; terjadi secara penerimaan pasien terhadap nyeri.
 perilaku terlalu kehati-hatian  Moderate
tiba tiba atau perlahan  Gali pengetahuan pasien tentang nyeri.
 mengurangi interaksi dengan  Lalai
dengan intensitas ringan  Pertimbangkan factor kebudayaan sebagai
orang lain sampai berat yang dapat  Tidak ada
Gangguan pengambilan respon penerimaan nyeri.
 melaporkan nyeri diperkirakan dan di
atau hubungan inter  Tentukan implikasi dari pengalaman diri
 kurang istirahat antisipasi kapan
personal. terhadap kualitas hidup seperti tidur,
 tidak focus berakhirnya dan
Kesepakatan pekerjaan, selera makan, aktivitas, kognitif, mutu,
 perubahan tanda-tanda vital durasinya kurang dari hubungan, performance pada dunia kerja
enam bulan. menikmati hidup atau
mengontrol perasaan. dan tanggung jawab.
Gangguan konsentrasi.  Explore dengan pasien factor pemberat
Gangguan tidur. terjadinya nyeri.
Kurang selera makan.  Evaluasi pengalaman masa lalu terhadap
 Mendemostrasikan nyeri termasuk pengalaman nyeri kronik
batas sendiri dengan pada keluarga.
indicator:  Evaluasi dengan pasien dan Tim petugas
o Berat Kesehatan ketidak ketidak
o Sunbstansi ketidakefektifan mengukur control nyeri
o Moderate seperti yang telah digunakan.
o Lalai  Anjurkan pasien dan keluarga untuk
o Tidak ada mencari dukungan keluarga.
Ekspresi nyeri pada  Gunakan penggajian perkembangan untuk
orang dan Wajah. memonitoring perubahan nyeri yang
Posisi melindungi diidentifikasi sebagai factor pencetus baik
anggota tubuh. Otot actual maupun potensial.
tegang.  Berikan informasi tentang nyeri seperti
penyebab nyeri, berapa lama akan
Perubahan irama berlangsung dan penerimaan rasa
Pernapasan, irama nyaman.
jantung dan tekanan  Kontrol factor lingkungan yang
darah. mempengaruhi respon pasien.
 Kurangi factor Eliminasi sebagai pencetus
 Pasien mampu peningkatan nyeri seperti takut, kelelahan,
mendemonstrasikan dan kurangnya pengetahuan.
Teknik relaksasi yang  Pertimbangkan keinginan pasien untuk
efektif untuk berpartisipasi, kemampuan berpartisipasi,
mengurangi pilihan dan kontra indikasi Ketika
ketidaknyamanan. menerapkan strategi nyeri.
 Seleksi dan implementasikan pengukuran
yang beragam seperti Farmakologi dan
non farmakologi dan inter personal.
 Mengajarkan prinsip manajemen nyeri.
 Pertimbangkan jenis dan sumber sumber
nyeri sebagai
 Anjurkan pasien untuk memonitor pasien
sumber nyeri dan menseleksi strategi
nyeri
 Ajarkan penggunaan Teknik non
Farmakologi
 Gali penggunaan metode Farmakologi
untuk mengurangi nyeri.
 Ajarkan pasien untuk menggunakan
metode nyeri.
DAFTAR PUSTAKA

Asikin, M., & Nuralamsyah, M. (2016). Keperawatan Medikal Bedah Sistem


Kardiovaskuler. Erlangga.
Kumar, V., Abbas, A. K., & Aster, J. C. (2019). Buku Ajar Patologi Robbins (M. F. Ham
& M. Saraswati, Eds.; 10th ed.). Elsevier.
Maganti, K., Rigolin, V. H., Sarano, M. E., & Bonow, R. O. (2010). Valvular heart
disease: Diagnosis and management. Mayo Clinic Proceedings, 85(5).
https://doi.org/10.4065/mcp.2009.0706
Price, A. S., & Lorraine, M. W. (2015). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit (H. Hartanto, N. Susi, P. Wulansari, & A. D. Mahanani, Eds.; 6th ed., Vol.
1, Issue Edisi 6). EGC.
Vahanian, A., Beyersdorf, F., Praz, F., Milojevic, M., Baldus, S., Bauersachs, J.,
Capodanno, D., Conradi, L., Bonis, M. de, Paulis, R. de, Delgado, V., Freemantl, N.,
Gilard, M., Haugaa, K. H., Jeppsson, A., Jüni, P., Pierard, L., Prendergast, B. D.,
Sádaba, J. R., … Wojakowski, W. (2022). 2021 ESC/EACTS Guidelines for the
management of valvular heart disease: Developed by the Task Force for the
management of valvular heart disease of the European Society of Cardiology (ESC)
and the European Association for Cardio-Thoracic Surgery (EACTS). European
Heart Journal, 43(21), 561–632. https://doi.org/10.1093/eurheartj/ehac051

Anda mungkin juga menyukai