Anda di halaman 1dari 50

Laporan Kasus

Demam Rematik Akut

Oleh:

Jessica Sirait

1930912320063

Pembimbing:

dr. Meriah Sembiring, Sp.A

DEPARTEMEN/SMF ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN ULM
RSUD PENDIDIKAN
ULIN BANJARMASIN
2020
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.........................................................................................i

DAFTAR ISI.....................................................................................................ii

DAFTAR TABEL.............................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN.................................................................................1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................3

A. Definisi..................................................................................................3

B. Epidemiologi.........................................................................................3

C. Etiologi..................................................................................................4

D. Patofisiologi...........................................................................................5

E. Manifestasi Klinis..................................................................................6

F. Kriteria Diagnosis..................................................................................11

G. Penatalaksanaan.....................................................................................14

H. Prognosis...............................................................................................17

I. Pencegahan............................................................................................17

BAB III LAPORAN KASUS...........................................................................19

BAB IV PEMBAHASAN.................................................................................35

BAB V PENUTUP............................................................................................41

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................42

ii
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman
1. Modifikasi kriteria Jones tahun 2015 oleh AHA...................................17

2. Lama Tirah baring pasien Demam Rematik Akut.................................19

3. Rekomendasi Durasi Profilaksis Sekunder...........................................22

4. Rekomendasi Regimen pencegahan Primer..........................................42

iii
BAB I

PENDAHULUAN

Demam rematik merupakan suatu penyakit inflamasi sistemik non supuratif

yang digolongkan pada kelainan vaskular kolagen atau kelainan jaringan ikat.

Proses rematik ini merupakan reaksi peradangan yang dapat mengenai banyak

organ tubuh terutama jantung, sendi dan sistem saraf pusat. Demam rematik akut

adalah sinonim dari demam rematik dengan penekanan akut, sedangkan yang

dimasuk demam rematik inaktif adalah pasien-pasien dengan demam rematik

tanpa tanda-tanda radang.1 Dikatakan bahwa demam rematik dapat ditemukan di

seluruh dunia, dan mengenai semua umur tapi 90% dari serangan pertama terdapat

pada umur 5-15 tahun sedangkan yang terjadi dibawah umur 3-5 tahun sangat

jarang.2

Yang sangat penting dari penyakit demam rematik akut ini adalah dalam hal

kemampuannya menyebabkan katup-katup jantung menjadi fibrosis, yang akan

menimbulkan gangguan hemodinamik dengan penyakit jantung yang kronis dan

berat. Penyakit demam rematik dapat mengakibatkan gejala sisa (sequel) yang

amat penting pada jantung sebagai akibat berat ringannya karditis selama serangan

akut demam rematik. Cukup banyak dilaporkan insiden dari kekambuhan demam

rematik yang berlanjut dan mengakibatkan Penyakit Jantung Rematik.1

Dalam laporan WHO Expert Consultation Geneva, 29 Oktober –1

November 2001 yang diterbitkan tahun 2004 angka mortalitas untuk PJR 0,5 per

100.000 penduduk di Negara maju hingga 8,2 per 100.000 penduduk di negara

berkembang di daerah Asia Tenggara diperkirakan 7,6 per 100.000 penduduk.

1
Diperkirakan

2
sekitar 2.000-332.000 penduduk yang meninggal diseluruh dunia akibat penyakit

tersebut.3

Penulisan laporan kasus ini bertujuan untuk memahami serta menambah

pengetahuan tentang demam rematik dan penyakit jantung rematik yang terjadi

pada anak yang disertai kejadian polyarthritis sehingga mengakibatkan gangguan

muskuloskeletal pada pasien berupa nyeri akut yang tidak terkontrol.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Demam rematik merupakan suatu penyakit inflamasi sistemik non supuratif

yang digolongkan pada kelainan vaskular kolagen atau kelainan jaringan ikat.

Proses rematik ini merupakan reaksi peradangan yang dapat mengenai banyak

organ tubuh terutama jantung, sendi dan sistem saraf pusat. Demam rematik akut

adalah sinonim dari demam rematik dengan penekanan akut, sedangkan yang

dimasuk demam rematik inaktif adalah pasienpasien dengan demam rematik tanpa

tanda-tanda radang. Demam rematik dapat sembuh dengan sendirinya tanpa

pengobatan, tetapi manifestasi akut dapat timbul kembali berulangulang, yang

disebut dengan kekambuhan (recurrent). Dan biasanya setelah peradangan kuman

Streptococcus Grup A (SGA) betahemolitik, demam rematik tersebut dapat

berlangsung terus menerus melebihi 6 bulan yang disebut demam rematik

menahun.2

B. Epidemiologi

Meskipun individu-individu segala umur dapat diserang oleh demam

rematik akut, tetapi demam rematik akut ini banyak terdapat pada anak-anak dan

orang usia muda (5-15 tahun). Ada dua keadaan terpenting dari segi

epidemiologic pada demam rematik akut ini yaitu kemiskinan dan kepadatan

penduduk. Tetapi pada saat wabah demam rematik tahun 1980 di Amerika

pasien-pasien anak yang

4
terserang juga pada kelompok ekonomi menengah dan atas. Setelah perang dunia

kedua dilaporkan bahwa di Amerika dan Eropa insiden demam rematik menurun,

tetapi demam rematik masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara-

negara berkembang.3

Majeed 1992, melaporkan insiden demam rematik dan penyakit jantung

rematik di Eropa dan Amerika menurun sedangkan di negara tropis dan sub tropis

masih terlihat peningkatan yang agresif , seperti kegawatan karditis dan payah

jantung yang meningkat. 1 Ternyata insiden yang tinggi dari karditis adalah pada

anak muda dan terjadinya kelainan katup jantung adalah sebagai akibat

kekurangan kemampuan untuk melakukan pencegahan sekunder demam rematik

dan penyakit jantung rematik. Taranta A dan Markowitz M, 1984, melaporkan

bahwa demam rematik adalah penyebab utama terjadinya penyakit jantung untuk

usia 5-30 tahun. Demam rematik dan penyakit jantung rematik adalah penyebab

utama kematian akibat penyakit jantung untuk usia dibawah 45 tahun dan juga

dilaporkan 25-40% penyakit jantung disebabkan oleh penyakit jantung rematik

untuk semua umur. Komplikasi terberat demam rematik bila mengenai organ

jantung. Komplikasi jantung terjadi pada 30- 70% serangan demam rematik

pertama dan 73-90% seluruh serangan. Penyakit jantung rematik disebabkan oleh

kerusakan katup jantung, yaitu katup mitral (65-70%) dan katup aorta (25%).3

C. Etiologi

Demam rematik disebabkan oleh respon imunologis yang terjadi sebagai

sekuel dari infeksi streptokokus grup A pada faring tetapi bukan pada kulit.

Tingkat serangan demam rematik akut setelah infeksi streptokokus bervariasi

tergantung

5
infeksinya, yaitu 0,3 sampai 3 persen. Faktor predisposisi yang penting meliputi

riwayat keluarga yang menderita demam rematik, status sosial ekonomi rendah

(kemiskinan, sanitasi yang buruk), dan usia antara 6 sampai 15 tahun (dengan

puncak insidensi pada usia 8 tahun).1,4

D. Patofisiologi

Adanya infeksi Streptokokus Grup A betahemolitikus di faring atau tonsil

merangsang timbulnya antibody untuk menyerang infeksi tersebut. Antibodi yang

dihasilkan oleh tubuh mengalami reaksi immunology mediated inflammation and

damage (autoimun) dengan jaringan tubuh manusia yang mempunyai antigen

yang mirip dengan antigen yang dimiliki oleh bakteri Streptokokus Grup A

betahemolitikus (molecular mimicry) seperti pada jantung, sendi, otak dan otot

polos.5

Lesi peradangan dapat ditemukan di berbagai bagian tubuh, terutama pada

jantung, otak, sendi dan kulit. Karditis akibat rematik sering disebut sebagai

pankarditis, dengan miokarditis sebagai bagian yang paling utama. Saat ini,

diketahui bahwa komponen katup yang mungkin sama atau lebih penting

dibandingkan keterlibatan otot jantung maupun pericardium. Pada miokarditis

rematik, kontraktilitas miokard jarang mengalami kerusakan dan kadar troponin

serum tidak mengalami peningkatan. Pada penyakit jantung rematik tidak hanya

terjadi kerusakan pada daun katup akibat timbulnya vegetasi pada permukaannya,

namun seluruh katup mitral mengalami kerusakan (dengan pelebaran annulus dan

tertariknya korda tendineae).5

6
Katup mitral merupakan katup yang paling sering dan paling berat

mengalami kerusakan dibandingkan dengan katup aorta dan lebih jarang pada

katup trikuspid dan pulmonalis. 3,4 Lesi patognomonis demam rematik adalah

badan Aschoff sebagai diagnostic histopatologik. Sering ditemukan juga pada saat

tidak adanya tanda-tanda keaktifan kelainan jantung dan dapat bertahan lama

setelah tanda-tanda gambaran klinis menghilang atau masih ada keaktifan laten.

Badan Aschoff ini umumny terdapat pada septum fibrosa intervaskular, di

jaringan ikat perivaskular dan di daerah subendotelial. Pada Penyakit jantung

rematik biasanya terkena ketiga lapisan endokard, miokard dan perikard secara

bersamaan atau sendiri-sendiri atau kombinasi. Pada endokard yang terkena utama

adalah katup-katup jantung dan 50% mengenai katup mitral. Pada keadaan dini

demam rematik akut katup-katup ini akan merah, edema dan menebal dengan

vegetasi yang disebut sebagai verruceae. Setelah agak tenang katup-katup yang

terkena menjadi tebal, fibrotic, pendek dan tumpul yang menimbulkan stenosis.5

E. Manifestasi Klinis

Demam rematik akut didiagnosis dengan menggunakan kriteria Jones.

Kriteria tersebut dibagi menjadi tiga bagian : (1) lima gejala mayor, (2) empat

gejala minor, dan (3) bukti pemeriksaan laboratorium yang mendukung adanya

infeksi streptokokus grup A.6

Kriteria Mayor

1. Karditis

Karditis merupakan manifestasi klinik demam rematik yang paling berat

karena merupakan satu-satunya manifestasi yang dapat mengakibatkan kematian

7
penderita pada fase akut dan dapat menyebabkan kelainan katup sehingga terjadi

penyakit jantung rematik. Diagnosis karditis rematik dapat ditegakkan secara

klinik berdasarkan adanya salah satu tanda berikut: (a) bising baru atau perubahan

sifat bising organik, (b) kardiomegali, (c) perikarditis, dan gagal jantung

kongestif. Bising jantung merupakan manifestasi karditis rematik yang seringkali

muncul pertama kali, sementara tanda dan gejala perikarditis serta gagal jantung

kongestif biasanya baru timbul pada keadaan yang lebih berat.6

2. Polyarthritis

Polyarthritis ditandai oleh adanya nyeri, pembengkakan, kemerahan, teraba

panas, dan keterbatasan gerak aktif pada dua sendi atau lebih. Artritis pada demam

rematik paling sering mengenai sendi-sendi besar anggota gerak bawah. Kelainan

ini hanya berlangsung beberapa hari sampai seminggu pada satu sendi dan

kemudian berpindah, sehingga dapat ditemukan artritis yang saling tumpang

tindih pada beberapa sendi pada waktu yang sama; sementara tanda-tanda radang

mereda pada satu sendi, sendi yang lain mulai terlibat. Perlu diingat bahwa artritis

yang hanya mengenai satu sendi (monoartritis) tidak dapat dijadikan sebagai suatu

criteria mayor. Selain itu, agar dapat digunakan sebagai suatu kriteria mayor,

poliartritis harus disertai sekurang-kurangnya dua kriteria minor, seperti demam

dan kenaikan laju endap darah, serta harus didukung oleh adanya titer ASTO atau

antibodi anti Streptokokus lainnya yang tinggi.6,7

3. Chorea

Chorea secara khas ditandai oleh adanya gerakan tidak disadari dan tidak

bertujuan yang berlangsung cepat dan umumnya bersifat bilateral, meskipun dapat

8
juga hanya mengenai satu sisi tubuh. Manifestasi demam rematik ini lazim

disertai kelemahan otot dan ketidakstabilan emosi. Chorea jarang dijumpai pada

penderita di bawah usia 3 tahun atau setelah masa pubertas dan lazim terjadi pada

perempuan. Khorea Sydenham merupakan satu-satunya tanda mayor yang

sedemikian penting sehingga dapat dianggap sebagai pertanda adanya demam

rematik meskipun tidak ditemukan kriteria yang lain. Chorea merupakan

manifestasi demam rematik yang muncul secara lambat, sehingga tanda dan gejala

lain kemungkinan sudah tidak ditemukan lagi pada saat korea mulai timbul.

4. Eritema Marginatum

Merupakan wujud kelainan kulit yang khas pada demam rematik dan tampak

sebagai makula yang berwarna merah, pucat di bagian tengah, tidak terasa gatal,

berbentuk bulat atau dengan tepi yang bergelombang dan meluas secara

sentrifugal. Eritema marginatum juga dikenal sebagai eritema anulare rematikum

dan terutama timbul di daerah badan, pantat, anggota gerak bagian proksimal,

tetapi tidak pernah ditemukan di daerah wajah. Kelainan ini dapat bersifat

sementara atau menetap, berpindah-pindah dari satu bagian tubuh ke bagian tubuh

yang lain, dapat dicetuskan oleh pemberian panas, dan memucat jika ditekan.

Tanda mayor demam rematik ini hanya ditemukan pada kasus yang berat.7

5. Nodulus Subcutan

Nodulus subcutan pada umumnya hanya dijumpai pada kasus yang berat dan

terdapat di daerah ekstensor persendian, pada kulit kepala serta kolumna

vertebralis. Nodul ini berupa massa yang padat, tidak terasa nyeri, mudah

digerakkan dari kulit di atasnya, dengan diameter dan beberapa milimeter sampai

9
sekitar 2 cm. Tanda ini pada umumnya tidak akan ditemukan jika tidak terdapat

karditis.6

Kriteria Minor

Riwayat demam rematik sebelumnya dapat digunakan sebagai salah satu

kriteria minor apabila tercatat dengan baik sebagai suatu diagnosis yang

didasarkan pada kriteria obyektif yang sama. Akan tetapi, riwayat demam rematik

atau penyakit jantung rematik inaktif yang pernah diidap seorang penderita

seringkali tidak tercatat secara baik sehingga sulit dipastikan kebenarannya, atau

bahkan tidak terdiagnosis.8

Artralgia adalah rasa nyeri pada satu sendi atau lebih tanpa disertai

peradangan atau keterbatasan gerak sendi. Gejala minor ini harus dibedakan

dengan nyeri pada otot atau jaringan periartikular lainnya, atau dengan nyeri sendi

malam hari yang lazim terjadi pada anak-anak normal. Artralgia tidak dapat

digunakan sebagai kriteria minor apabila poliartritis sudah dipakai sebagai kriteria

mayor. Demam pada demam rematik biasanya ringan, meskipun adakalanya

mencapai 39°C, terutama jika terdapat karditis. Manifestasi ini lazim berlangsung

sebagai suatu demam derajat ringan selama beberapa minggu. Demam merupakan

pertanda infeksi yang tidak spesifik, dan karena dapat dijumpai pada begitu

banyak penyakit lain, kriteria minor ini tidak memiliki arti diagnosis banding yang

bermakna.9

Peningkatan kadar reaktan fase akut berupa kenaikan laju endap darah,

kadar protein C reaktif, serta leukositosis merupakan indikator nonspesifik dan

peradangan atau infeksi. Ketiga tanda reaksi fase akut ini hampir selalu ditemukan

pada demam rematik, kecuali jika korea merupakan satu-satunya manifestasi

1
mayor

1
yang ditemukan. Perlu diingat bahwa laju endap darah juga meningkat pada kasus

anemia dan gagal jantung kongestif. Adapun protein C reaktif tidak meningkat

pada anemia, akan tetapi mengalami kenaikan pada gagal jantung kongestif. Laju

endap darah dan kadar protein C reaktif dapat meningkat pada semua kasus

infeksi, namun apabila proteinC reaktif tidak bertambah, maka kemungkinan

adanya infeksi Streptokokus akut dapat dipertanyakan.9 Interval P-R yang

memanjang biasanya menunjukkan adanya keterlambatan abnormal sistem

konduksi pada nodus atrioventrikel dan meskipun sering dijumpai pada demam

rematik, perubahan gambaran EKG ini tidak spesifik untuk demam rematik.

Selain itu, interval P-R yang memanjang juga bukan merupakan pertanda yang

memadai akan adanya karditis rematik.2,9

Bukti yang mendukung

Titer antistreptolisin O (ASTO) merupakan pemeriksaan diagnostik standar

untuk demam rematik, sebagai salah satu bukti yang mendukung adanya infeksi

Streptokokus. Titer ASTO dianggap meningkat apabila mencapai 250 unit Todd

pada orang dewasa atau 333 unit Todd pada anak-anak di atas usia 5 tahun, dan

dapat dijumpai pada sekitar 70% sampai 80% kasus demam rematik akut. Infeksi

Streptokokus juga dapat dibuktikan dengan melakukan biakan usapan

tenggorokan. Biakan positif pada sekitar 50% kasus demam rematik akut.

Bagaimanapun, biakan yang negatif tidak dapat mengesampingkan kemungkinan

adanya infeksi Streptokokus akut.10

1
F. Kriteria Diagnosis

Demam rematik akut didiagnosis berdasarkan kriteria Jones dimana

didapatkan minimal dua gejala mayor atau satu gejala mayor dan dua gejala

minor, ditambah adanya bukti pemeriksaan yang menunjukkan adanya infeksi

streptokokus. Dua gejala mayor selalu lebih kuat dibandingkan satu gejala mayor

dengan dua gejala minor.9,10

Arthralgia atau pemanjangan interval PR tidak dapat digunakan sebagai

gejala minor ketika menggunakan karditis dan arthritis sebagai gejala mayor.

Tidak adanya bukti yang mendukung adanya infeksi streptokokus grup A

merupakan peringatan bahwa demam rematik akut mungkin tidak terjadi pada

pasien (kecuali bila ditemukan adanya khorea). Murmur innocent (Still’s) sering

salah interpretasi sebagai murmur dari regurgitasi katup mitral (MR) dan oleh

karenanya merupakan penyebab yang sering dari kesalahan diagnosis dari demam

rematik akut. Murmur dari MR merupakan tipe regurgitan sistolik (berawal dari

bunyi jantung I) sedangkan murmur innocent merupakan murmur dengan nada

rendah dan tipe ejeksi.9

Pengecualian dari kriteria Jones meliputi tiga keadaan berikut ini:

1. Khorea mungkin timbul sebagai satu-satunya gejala klinis dari demam

rematik.

2. Karditis indolen mungkin satu-satunya gejala klinis pada pasien yang

datang ke tenaga medis setelah berbulan-bulan dari onset serangan demam

rematik.

1
3. Kadang-kadang, pasien dengan demam rematik rekuren mungkin tidak

memenuhi kriteria Jones.

Modifikasi kriteria Jones yang diperkenalkan pada 2015 adalah sebagai

berikut6:

1. Kriteria Major:

Populasi risiko rendah: karditis klinis dan / atau subklinis. AHA

merekomendasikan semua pasien dengan diduga RF menjalani pemeriksaan

ekokardiografi Doppler, bahkan jika tidak ada tanda klinis dari karditis yang

didapatkan. Dalam kasus yang meragukan dianjurkan itu ekokardiografi dapat

diulangi. Populasi berisiko menengah dan tinggi: juga klinis dan/atau karditis dan

artritis subklinis - monoartritis atau poliartritis, mungkin juga dengan poliartralgia.

2. Kriteria minor:

Populasi risiko rendah: parameter inflamasi dan tingkat demam ditentukan dengan

tepat. Populasi berisiko menengah dan tinggi: monoartralgia, juga dengan

parameter peradangan yang ditentukan dan tingkat demam. Diagnosis RF di

seluruh populasi dengan bukti dari grup A b-hemolitik streptokokus infeksi

memerlukan konfirmasi dari dua kriteria utama atau satu kriteria mayor dan dua

kriteria minor - episode pertama penyakit.

Diagnosis episode penyakit selanjutnya membutuhkan konfirmasi dari dua

kriteria utama atau satu utama dan dua kriteria minor atau tiga kriteria minor.

1
Tabel 1. Modifikasi Kriteria Jones tahun 2015 oleh American Heart
Association6,9

Diagnosis Banding

Arthritis reumatoid juvenile sering didiagnosis sebagai demam rematik akut.

Temuan klinis yang mengarah ke arthritis reumatoid juvenile antara lain :

keterlibatan dari sendi-sendi kecil di perifer, sendi-sendi besar terkena secara

simetris tanpa adanya arthritis yang berpindah, kepucatan pada sendi yang

terkena, tidak ada bukti infeksi streptokokus, perjalanan penyakit yang lebih

indolen, dan tidak adanya respon awal terhadap terapi salisilat selama 24 sampai

48 jam.1

Penyakit vaskular kolagen (systemic lupus erythematosus ; SLE, penyakit

jaringan penyambung campuran); arthritis yang reaktif, termasuk arthritis

poststreptococcal; serum sickness; dan infeksius arthritis (seperti gonokokus),

kadang-kadang perlu dibedakan. Infeksi virus yang disertai arthritis akut (rubella,

parvovirus, virus hepatitis B, herpesvirus, enterovirus) lebih sering terjadi pada

1
orang dewasa. Penyakit-penyakit hematologi seperti anemia sel sabit dan

leukemia, dianjurkan untuk tetap dipikirkan sebagai diagnosis banding.2

Hanya karditis yang dapat menyebabkan kerusakan permanen pada jantung.

Tanda klinis ringan dari karditis menghilang secara cepat dalam jangka waktu

mingguan, tetapi pada pasien dengan karditis berat baru hilang setelah 2-6 bulan.

Khorea secara bertahap berkurang setelah 6 sampai 7 bulan atau lebih lama dan

biasanya tidak menimbulkan sekuel neurologis yang permanen.3

G. Penatalaksanaan

Ketika demam rematik akut ditemukan secara anamnesis dan pemeriksaan

fisik, selanjutnya dilakukan pemeriksaan laboratorium antara lain : pemeriksaan

darah lengkap, reaktan fase akut (LED, protein C-reaktif), kultur tenggorok, titer

anti streptolisin O (dan titer antibodi kedua, terutama pada pasien dengan khorea),

foto Rontgen, dan elektrokardiografi. Konsultasi ke ahli jantung diindikasikan

untuk menjelaskan apakah terjadi kerusakan pada jantung : pemeriksaan

ekhokardiografi dua dimensi dan Doppler yang biasa dilakukan.9

Penisilin benzathine G 0,6 sampai 1,2 juta unit disuntikkan secara

intramuskular, diberikan untuk eradikasi streptokokus. Pada pasien yang

mempunyai alergi penisilin, dapat diberikan eritromisin dengan dosis 60

mg/kgBB perhari dalam dua sampai empat dosis selama 10 hari. Terapi anti-

inflamasi atau supresi dengan salisilat atau steroid tidak boleh diberikan sampai

ditegakkannya diagnosis pasti. Ketika diagnosis demam rematik akut

ditegakkan, diperlukan

1
edukasi kepada pasien dan orang tuanya tentang perlunya pemakaian antibiotik

secara berkelanjutan untuk mencegah infeksi streptokokus berikutnya.9

Adanya keterlibatan jantung, diperlukan pemberian profilaksis untuk

menangani endokarditis infektif. Jangka waktu tirah baring bergantung pada tipe

dan keparahan dari gejala dan berkisar dari seminggu (untuk arthritis) hingga

beberapa minggu untuk karditis berat. Tirah baring diikuti periode untuk ambulasi

di dalam rumah dengan durasi bervariasi sebelum anak diperbolehkan untuk

kembali ke sekolah. Aktivitas bebas diperbolehkan bila laju endap darah sudah

kembali ke normal, kecuali pada anak dengan kerusakan jantung yang cukup

berat.9

* kardiomegali diragukan
** kardiomegali ringan
*** kardiomegali yang nyata atau gagal jantung
Tabel 2. Lama Tirah baring pasien Demam Rematik Berdasarkan Klinis

Terapi dengan agen anti inflamasi harus dimulai sedini mungkin saat demam

rematik akut sudah didiagnosis. Untuk karditis ringan hingga sedang, penggunaan

aspirin saja sebagai anti inflamasi direkomendasikan dengan dosis 90-100

mg/kgBB perhari yang dibagi dalam 4 sampai 6 dosis. Kadar salisilat yang

adekuat di dalam darah adalah sekitar 20-25 mg/100 mL. Dosis ini dilanjutkan

selama 4 sampai 8 minggu, tergantung pada respon klinis. Setelah perbaikan,

terapi dikurangi secara bertahap selama 4-6 minggu selagi monitor reaktan fase

akut.10
1
Untuk arthritis, terapi aspirin dilanjutkan selama 2 minggu dan dikurangi

secara bertahap selama lebih dari 2 sampai 3 minggu. Adanya perbaikan gejala

sendi dengan pemberian aspirin merupakan bukti yang mendukung arthritis pada

demam rematik akut. Pemberian prednisone ( 2 mg/kgBB perhari dalam 4 dosis

untuk 2 sampai 6 minggu ) diindikasikan hanya pada kasus karditis berat.10

Penanganan gagal jantung kongestif meliputi istirahat total dengan posisi

setengah duduk (orthopneic) dan pemberian oksigen. Prednison untuk karditis

berat dengan onset akut. Digoksin digunakan dengan hati-hati, dimulai dengan

setengah dosis rekomendasi biasa, karena beberapa pasien dengan karditis rematik

sangat sensitif terhadap pemberian digitalis. Furosemid dengan dosis 1 mg/kgBB

setiap 6 sampai 12 jam, jika terdapat indikasi. Penanganan khorea Sydenham

dilakukan dengan mengurangi stres fisik dan emosional.10

Terapi medikamentosa antara lain pemberian benzatin penisilin G 1,2 juta

unit, sebagai awalan eradikasi streptokokus dan juga setiap 28 hari untuk

pencegahan rekurensi, seperti pada pasien dengan gejala rematik lainnya. Tanpa

profilaksis sekitar 25% pasien dengan khorea (tanpa adanya karditis) berkembang

menjadi penyakit katup jantung rematik pada follow-up 20 tahun berikutnya. Pada

kasus yang berat, obat-obatan berikut dapat diberikan : fenobarbital (15-30 mg

setiap 6-8 jam), haloperidol (dimulai dengan dosis 0,5 mg dan ditingkatkan setiap

8 jam sampai 2 mg setiap 8 jam), asam valproat, klorpromazine, diazepam, atau

steroid.10

1
H. Prognosis

Ada maupun tidak adanya kerusakan jantung permanen menentukan

prognosis. Perkembangan penyakit jantung sebagai akibat demam rematik akut

diperngaruhi oleh tiga faktor10, yaitu:

1. Keadaan jantung pada saat memulai pengobatan. Lebih parahnya kerusakan

jantung pada saat pasien pertama datang, menunjukkan lebih besarnya

kemungkinan insiden penyakit jantung residual.

2. Kekambuhan dari demam rematik : Keparahan dari kerusakan katup meningkat

pada setiap kekambuhan.

3. Penyembuhan dari kerusakan jantung : terbukti bahwa kelainan jantung pada

serangan awal dapat menghilang pada 10-25% pasien. Penyakit katup sering

membaik ketika diikuti dengan terapi profilaksis.

I. Pencegahan

a. Pencegahan primer

Pencegahan primer dari demam rematik dimungkinkan dengan terapi penisilin

selama 10 hari untuk faringitis karena streptokokus. Namun, 30% pasien

berkembang menjadi subklinis faringitis dan oleh karena itu tidak berobat lebih

lanjut. Sementara itu, 30% pasien lainnya berkembang menjadi demam rematik

akut tanpa keluhan dan tanda klinis faringitis streptokokus.8

b. Pencegahan sekunder

Pasien dengan riwayat demam rematik, termasuk dengan gejala khorea dan pada

pasien dengan tidak adanya bukti pemeriksaan yang menunjukkan pasien

menderita

1
demam rematik akut harus diberikan profilaksis. Sebaiknya, pasien menerima

profilaksis dalam jangka waktu tidak terbatas.8

Tabel 3. Rekomendasi Durasi Profilaksis Sekunder2,8

2
BAB III

LAPORAN

KASUS

I. Identitas

Nama : An. M. A. Y.
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tempat & tanggal lahir : Banjarmasin, 8 Januari 2009
Umur : 11 tahun 10 bulan
Nama Ayah : Tn. S Nama Ibu : Ny. SR
Pekerjaan : Petani Pekerjaan : Wiraswasta
Pendidikan : SD Pendidikan : MTsN
Alamat : Jl. Teluk Mesjid, Kandangan
Agama : Islam
Suku : Banjar
Bangsa : Indonesia
II. Anamnesis

Aloanamnesis dengan ibu kandung penderita, pada tanggal 23 November

2020, pukul 15.00 WITA.

1. Keluhan Utama : Nyeri Pinggang

2. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien rujukan dari RS Hasan Basri mengeluhkan nyeri pinggang selama 3

bulan. Nyeri pinggang memberat ketika bergerak, perubahan posisi dan berkurang

saat istirahat. 1 minggu kemudian terdapat nyeri hilang timbul pada sendi lutut

kiri hingga tidak dapat digerakan. Bengkak (-), panas (-), merah (-) dan tidak

menjalar. Kemudian nyeri berpindah pada sendi lutut kanan selama 15 hari

2
seminggu setelah

2
nyeri pada lutut kiri sembuh. Memar dan kemerahan pada tumit kanan muncul

secara bersamaan saat nyeri sendi lutut kanan. Keluhan lain demam, mual, muntah

dan nyeri sendi lain disangkal. Pasien hanya berobat ke tukang urut dan saat

dirumah belum ada upaya untuk mengatasi keluhan. Saat ini, pasien berjalan

dengan alat bantu.

Keluhan tidak membaik sekitar satu bulan saat di puskesmas lalu dirujuk

ke RS Hasan Basri dan dirujuk ke Poli Orthopedi RSUD Ulin hanya mendapatkan

sirup antinyeri namun keluhan tidak membaik dirujuk ke Poli Anak. Satu minggu

kemudian muncul nyeri hebat pada kedua lutut, sehingga anak mengangis

kesakitan dan tidak bisa menggerakkan kedua kaki.

3. Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien pernah masuk rumah sakit karena jatuh dan dahi pasien dijahit.

4. Riwayat Antenatal

Ibu pasien mengaku cukup sering memeriksakan kehamilannya ke petugas

kesehatan tetapi jadwalnya tidak pasti. Ibu menyangkal pernah menderita sakit

saat hamil. Menurut pengakuan ibu, gizi ibu tercukupi yaitu makan nasi, lauk,

sayur dan buah-buahan serta makan 3-4 kali sehari.

5. Riwayat Natal

Anak lahir secara spontan pervaginam. Berat badan lahir 3000 gram dan

panjang lahir 51 cm. Anak lahir cukup bulan ditolong oleh bidan di Kandangan.

6. Riwayat Neonatal

Saat lahir langsung menangis, resusitasi (-), kuning pada kulit (-).

7. Riwayat Perkembangan

2
Tiarap : usia 6 bulan

Merangkak : ibu pasien lupa

Duduk : usia 8 bulan

Berdiri : usia 10 bulan

Berjalan : usia 12 bulan

Riwayat perkembangan anak saat ini sudah kelas 6 SD dan tidak ada gangguan

proses pembelajaran.

8. Riwayat Imunisasi

Riwayat imunisasi pasien sesuai jadwal usianya.

Nama Dasar (umur dalam bulan) Ulangan (umur dalam bulan)


BCG 1 -
Polio 1 2 3 -
Hepatitis B 2 3 -
DPT 2 3 -
Campak 1 -

9. Riwayat Makanan

Usia 0 – 24 bulan : ASI eksklusif setiap anak ingin menyusu (>15x sehari) dan

MPASI berupa bubur sun, 3x sehari, ¼ mangkuk kecil, namun dominan ASI.

Pasien alergi ayam dan tidak suka mengonsumsi buah, sayur tetapi suka

mengonsumsi telur, mie instan dan ikan air tawar.

2
10. Riwayat Keluarga

Ikhtisar keturunan:
Garis Ayah Garis Ibu

Ket :

: Perempuan : Laki-laki

: Pasien : Sakit

Susunan keluarga :
No. Nama Umur L/P Keterangan
1. Tn. S 36 tahun L Sehat
2. Ny. SR 42 tahun P Sehat
3. An. M. A. Y 11 tahun P Sakit

11. Riwayat Sosial Lingkungan

Pasien tinggal bersama ayah tiri yang bekerja sebagai penjahit dan ibu

sebagai pedagang pakaian. Ayah pasien perokok aktif. Pasien tinggal di

lingkungan padat penduduk. Rumah jauh dari tempat pembuangan sampah,

tambang dan pabrik. Sumber air yang digunakan untuk kebutuhan sehari-hari

berupa air PDAM.

2
III. Pemeriksaan Fisik

1. Keadaan umum : Tampak sakit ringan


2. Kesadaran : Komposmentis, GCS E4-V5-M6
3. Tanda Vital : CRT : < 3 detik
Nadi : 98 kali/menit, regular, kuat angkat
Suhu : 36,9°C
Respirasi : 20 kali/menit
SpO2 : 99% tanpa O2
4. Antropometri : Berat badan : 20 kg
Tinggi badan : 135
cm Lingkar lengan atas : 6
cm Lingkar kepala : 19 cm
5. Kulit : warna kulit sawo matang, sianosis tidak ada,
hemangioma tidak ada, turgor cepat kembali, pucat
tidak ada.
6. Kepala/leher :
Rambut : Rambut berwarna hitam, tipis, distribusi merata,
dan tidak ada alopesia.
Kepala : Bentuk kepala normosefali, UUB tidak menonjol
Mata : Palpebra tidak edema, alis dan bulu mata distribusi
merata, konjungtiva anemis (-), sklera tidak ikterik,
produksi air mata cukup, ptosis (-/-), pupil
berdiameter 3 mm/3 mm, isokor, reflek cahaya
+/+, kornea jernih, sekret tidak ada.
Telinga : Bentuk simetris, sekret (-/-), serumen minimal,
nyeri tidak ada.
Hidung : Hidung berbentuk normal, simetris, pernapasan
cuping hidung tidak ada, epistaksis tidak ada,
sekret tidak ada.
Mulut : Bentuk normal, bibir lembap, tidak sianosis. Gusi
tidak mudah berdarah.
Lidah : Normoglosus, pucat tidak ada, tremor tidak ada,
kotor tidak ada, atrofi papil lidah tidak ada.
Faring : Tidak ada hiperemi, tidak ada edem, tidak ada
pseudomembran.
Tonsil : Berwarna merah muda, tidak ada pembesaran,
tidak ada abses.

2
Leher : Pada vena jugularis teraba pulsasi, tekanan tidak
meningkat, pembesaran KGB leher tidak ada, kaku
kuduk tidak ada, massa tidak ada.
7. Toraks:
a. Dinding dada/ paru
Inspeksi : bentuk simetris, retraksi tidak ada, dispneu tidak
ada, pernapasan simetris.
Palpasi : fremitus vokal simetris.
Perkusi : sonor di semua lapang paru
Auskultasi : suara nafas vesikular, suara nafas tambahan tidak
ada.
b. Jantung
Inspeksi : iktus cordis tidak terlihat.
Palpasi : tidak ditemukan adanya thrill, apeks teraba lokasi
dua jari dibawah papilla mammae kiri (ICS 5 linea
midclavicular sinistra).
Perkusi : Batas kanan : ICS 4 linea parasternalis kanan
Batas kiri : ICS 5 linea midklavikula kiri
Batas atas : ICS 2 linea parasternalis kiri

Auskultasi : S1-S2 tunggal, irama regular, murmur (-).

8. Abdomen
Inspeksi : bentuk supel, ulkus (-), skars (-).

Palpasi : nyeri tekan (-), tidak teraba pembesaran hati dan


limpa, tidak teraba massa.
Perkusi : timpani, tidak ditemukan adanya asites.
Auskultasi : bising usus (+)
9. Ekstremitas
Ekstremitas atas dan bawah hangat dan tidak ada edema. Gerakan
cukup aktif, tonus normal, atrofi otot tidak ada, klonus tidak ada,
refleks fisiologis normal, reflex patologis tidak ada, tanda meningeal
tidak ada. Terlihat tidak pucat dan tidak ikterik.
10. Susunan Saraf
Tidak didapatkan defisit neurologis.

2
11. Genitalia
Laki-laki, scrotum (+/+) testis (+/+)
12. Anus
Paten
13. Status Gizi
BB/U : CDC P<5 severely
underweight TB/U : CDC P5 – P10
stunted
BB/TB : CDC 69% severely Malnutrition
IV. Pemeriksaan Penunjang

Hasil pemeriksaan laboratorium darah tanggal 19 November 2020 (09:16:14)

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan


HEMATOLOGI
Hemoglobin 12.1 14.0 – 18.0 g/dL
Leukosit 6.5 4.0 – 10.5 rb/μL
Eritrosit 5.12 4.10 – 6.00 juta/μL
Hematokrit 38.7 42.0 – 52.0 Vol%
Trombosit 427 150 – 450 ribu/μL
RDW-CV 14.5 12.1 – 14.0 %
MCV.MCH.MCHC
MCV 75.6 75.0 – 96.0 Fl
MCH 23.6 28.0 – 32.0 Pg
MCHC 31.3 33.0 – 37.0 %
HITUNG JENIS
Basofil% 0.5 0.0-1.0 %
Eosinofil% 0.6 1.0-3.0 %
Neutrofil% 56.5 50.0-81.0 %
Limfosit% 34.2 20.0-40.0 %
Monosit% 8.2 2.0-8.0 %
Basofil# 0.03 <1.00 ribu/ul

2
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
Eosinofil# 0.04 <3.00 ribu/ul
Neutrofil# 3.66 2.50-7.00 ribu/ul
Limfosit# 2.21 1.25-4.00 ribu/ul
Monosit# 0.53 0.30-1.00 ribu/ul
HFLC# 40 /ul
HFLC % 1 %

Hasil pemeriksaan laboratorium darah tanggal 24 November 2020 (07:43:37)

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan


HEMATOLOGI
Hemoglobin 10.5 14.0 – 18.0 g/dL
Leukosit 9.3 4.0 – 10.5 rb/μL
Eritrosit 4.31 4.10 – 6.00 juta/μL
Hematokrit 33.0 42.0 – 52.0 Vol%
Trombosit 321 150 – 450 ribu/μL
RDW-CV 15.9 12.1 – 14.0 %
MCV.MCH.MCHC
MCV 76.6 75.0 – 96.0 Fl
MCH 24.4 28.0 – 32.0 Pg
MCHC 31.8 33.0 – 37.0 %
HITUNG JENIS
Basofil% 0.2 0.0-1.0 %
Eosinofil% 0.2 1.0-3.0 %
Neutrofil% 94.2 50.0-81.0 %
Limfosit% 3.7 20.0-40.0 %
Monosit% 1.7 2.0-8.0 %

2
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
Basofil# 0.02 <1.00 ribu/ul
Eosinofil# 0.02 <3.00 ribu/ul
Neutrofil# 8.74 2.50-7.00 ribu/ul
Limfosit# 0.34 1.25-4.00 ribu/ul
Monosit# 0.16 0.30-1.00 ribu/ul
IMUNO-SEROLOGI
ASTO 800 <200 IU/ml

Pemeriksaan Rapid Test Antibodi SARS-COV2 (18 November 2020) Non

reaktif

3
Pemeriksaan X-Ray

Pemeriksaan laboratorium ASTO dan LED

Tanggal 13/11/2020  LED 98 mm/jam

Tanggal 17/11/2020 LED 76 mm/jam ; ASTO 400 IU/ml

Tanggal 24/11/2020 ASTO 800 IU/ml

V. Resume

Nama : An. M. A. Y
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 11 tahun
Keluhan utama : Sakit pinggang
Uraian :

3
Pasien rujukan dari RS Hasan Basri mengeluhkan nyeri pinggang selama 3
bulan. Nyeri pinggang memberat ketika bergerak, perubahan posisi dan berkurang
saat istirahat. 1 minggu kemudian terdapat nyeri hilang timbul pada sendi lutut
kiri hingga tidak dapat digerakan. Bengkak (-), panas (-), merah (-) dan tidak
menjalar. Kemudian nyeri berpindah pada sendi lutut kanan selama 15 hari
seminggu setelah nyeri pada lutut kiri sembuh. Memar pada tumit kanan muncul
secara bersamaan saat nyeri sendi lutut kanan. Keluhan lain demam, mual, muntah
dan nyeri sendi lain disangkal. Pasien hanya berobat ke tukang urut dan saat
dirumah belum ada upaya untuk mengatasi keluhan. Saat ini, pasien berjalan
dengan alat bantu.

Pemeriksaan Fisik :
Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Komposmentis (GCS E4 V5 M6)
CRT : <3 detik
Tensi : 100/60 mm/Hg
Nadi : 98 kali/menit, regular, kuat angkat
Suhu : 36,9°C
Pernapasan : 20 kali/menit
SpO2 : 98% tanpa O2
Antropometri :
Berat badan : 20 kg
Tinggi badan : 135 cm
Lingkar lengan atas : 6 cm
Lingkar kepala : 14 cm

Kulit : Sawo matang, sianosis (-), pucat (-), turgor cepat


kembali.
Kepala : normosefali, UUB tidak menonjol
Mata : Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-).
Telinga : Simetris, sekret (-/-), nyeri (-), serumen minimal.
Hidung : Pernapasan cuping hidung (-/-)

3
Mulut : Lembap, sianosis (-).

Leher : Pembesaran KGB (-), kaku kuduk

(-) Toraks

- Paru : Simetris, retraksi (-), rh (-/-), wh (-/-).

- Jantung : S1-S2 tunggal, regular, murmur (-).

Abdomen : Datar, nyeri tekan (-), bising usus (+)

Ekstremitas : Akral hangat (+), edema (<), sendi bengkak (<)


hiperemis (<), krepitasi (-)

Susunan saraf : Defisit neurologis (-).

Genitalia : Laki-laki, testis (+/+) descendens


Anus : Massa (-) lecet (-) hiperemis (-)

VI. Diagnosa Kerja

Demam Rematik Akut

VII. Status Gizi


Severely underweight, stunted, severely malnutrition

VIII. Prognosis

Quo ad vitam : dubia ad bonam

Quo ad functionam : dubia ad malam

Quo ad sanationam : dubia ad bonam

IX. Usulan/Saran

ANTI ds-DNA, ANA, Urinalisis, Ureum, Creatinin

3
X. Penatalaksanaan

IVFD D5 ½ NS 1000cc/ 24 jam

Injeksi Benzathine Penicillin G IM konsul infeksi tidak ada intervensi

lebih lanjut

PO Eritromisin 4 x250 mg (dosis 40mg/kgBB/hari dibagi 2 sampai 4

dosis) PO Paracetamol 500 mg/8 jam

PO Omeprazole 20 mg/24 jam

PO Aspilet 500 mg/6 jam

Po Vit B complex 1x1 tablet; PO Vit C 1x100 mg; Vit D 1x1 mg, asam

folat 1x1 mg.

Konsul Kardiologi Anak untuk pemeriksaan Echocardiography

XI. Follow Up

Tanggal 23/11/2020

S) demam (-) nyeri lutut (<), pucat (-)

O) Kesadaran: Compos mentis (GCS

E4V5M6) RR: 20 x/m T: 36.8 C

N:98x/m CRT <2 detik

Kep/Leher : Konjungtiva anemis (-), sclera ikterik (-)

Thorax: Suara nafas: vesikuler (+/+), Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)

S1S2 normal, murmur (-)

Abdomen: cembung, BU (+) N, nyeri tekan (-)

3
Extremitas: art genu ROM terbatas, nyeri (<), edem (-), hiperemis (-),

akral hangat

A) Demam Rematik Akut + severely underweight + Anemia mikrositik

hipokromik susp. ADB + Gizi buruk tipe marasmik

P) Venflon

PO Eritromycin 2x250 mg

PCT 3x500 mg

Omeprazole 1x20 mg

Aspilet 3x500 mg

Vit B complex 1x1 tablet; Vit C 1x100 mg; Vit D 1x1 cth; asam folat 1x1mg

Antasida syr 3x1 cth

Observasi TTV/KU

Tanggal 24/11/2020

S) demam (-) nyeri lutut (<), pucat (-)

O) Kesadaran: Compos mentis (GCS

E4V5M6) RR: 20 x/m T: 36.8 C

N:98x/m CRT <2 detik

Kep/Leher : Konjungtiva anemis (-), sclera ikterik (-)

Thorax: Suara nafas: vesikuler (+/+), Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)

S1S2 normal, murmur (-)

Abdomen: cembung, BU (+) N, nyeri tekan (-)

3
Extremitas: art genu ROM terbatas, nyeri (<), edem (-), hiperemis (-),

akral hangat

A) Demam Rematik Akut + severely underweight + Anemia mikrositik

hipokromik susp. ADB + Gizi buruk tipe marasmik

P) Venflon

PO Eritromycin 4x250 mg

PCT 3x500 mg

Omeprazole 1x20 mg

Aspilet 3x500 mg

Vit B complex 1x1 tablet; Vit C 1x100 mg; Vit D 1x1 cth; asam folat 1x1mg

Antasida syr 3x1 cth

Observasi TTV/KU

Tanggal 25/11/2020

S) demam (-) nyeri lutut (<), pucat (-)

O) Kesadaran: Compos mentis (GCS

E4V5M6) RR: 20 x/m T: 36.8 C

N:98x/m CRT <2 detik

Kep/Leher : Konjungtiva anemis (-), sclera ikterik (-)

Thorax: Suara nafas: vesikuler (+/+), Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)

S1S2 normal, murmur (-)

Abdomen: cembung, BU (+) N, nyeri tekan (-)

3
Extremitas: art genu ROM terbatas, nyeri (<), edem (-), hiperemis (-),

akral hangat

A) Demam Rematik Akut + severely underweight + Anemia mikrositik

hipokromik susp. ADB + Gizi buruk tipe marasmik

P) Venflon

PO Eritromycin 4x250 mg

PCT 3x500 mg

Antasida syr 3x1 cth

Omeprazole 1x

20 mg

Aspilet 3x500 mg

Vit B complex 1x1 tablet; Vit C 1x100 mg; Vit D 1x1 cth; asam folat 1x1mg

RENCANA BLPL

3
BAB IV
PEMBAHASA
N

Pada laporan kasus ini dibahas sebuah kasus anak laki-laki usia 11 tahun 10

bulan dengan diagnosis Polyarthritis et causa Demam Rematik Akut yang dirawat

di ruang anak RSUD Ulin Banjarmasin. Pasien datang dengan keluhan Utama

nyeri pinggang sejak 3 bulan yang lalu. Berikut ringkasan riwayat penyakit

sekarang:

 Nyeri pinggang muncul hilang timbul sejak kurang lebih 3 bulan, memberat

saat bergerak dan perubahan posisi. Nyeri berkurang saat istirahat.

 Satu minggu kemudian muncul nyeri pada sendi lutut kiri, nyeri bersifat

hilang timbul dan tidak menjalar, bertambah nyeri bila digerakkan, gerak lutut

terbatas sehingga sulit untuk berjalan. Nyeri dirasakan selama seminggu.

Keluhan demam disangkal orang tua tidak pernah mengukur suhu tubuh anak.

 Satu minggu setelahnya nyeri dirasakan di lutut sebelah kanan bersifat hilang

timbul, keluhan tidak membaik dengan membeli obat antinyeri, kaki masih

bisa digunakan untuk berjalan

 Satu bulan yang lalu ke Puskesmas untuk berobat dan di rujuk ke RS Ceria,

selanjutnya ke RS Hasan Basri Kandangan, ke Poli Orthopedi RSUD Ulin dan

ke Poli anak RSUD Ulin

 Pada tanggal 12 November 2020 anak mengeluhkan nyeri hebat pada kedua

lutut sehingga menangis kesakitan sampai tidak bisa menggerakkan kedua

kaki lalu dirujuk Ke RSUD ulin untuk mendapatkan pengobatan lebih lanjut.

3
 Keluhan anak saat ini masih merasakan nyeri pada kedua lutut yang bersifat

hilang timbul, tidak menjalar, bengkak pada lutut tidak ada, kaku sendi dipagi

hari tidak ada.

Pada hasil anamnesis didapatkan pasien awalnya mengalami keluhan demam

berupa nyeri sendi yang berpindah tempat. Nyeri sendi teruatama terjadi pada

sendi-sendi besar seperti art. Genu dan art. Intervertebralis. Gejala-gejala yang

muncul tersebut salah satunya dapat diduga sebagai gejala yang menandakan

adanya kelaianan pada sistem Muskuloskeletal. Dari hasil anamnesis dan evaluasi

pasien dicurigai menderita Juvenille Rheumatoid Arthritis, Arthritis Lupus,

arthritis TB, dan kemungkinan menderita demam rematik tidak didapatkan dari

anamnesis. Pasien yang mengeluhkan adanya nyeri sendi ini menunjukkan telah

terjadi reaksi inflamasi berupa arthritis yang merupakan proses kelautan dari

infeksi SBHGA, menurut literatur gejala ini muncul 7 sampai 10 hari post

infeksi strptococcus pyogenes. Kriteria mayor yang lain seperti carditis

mungkin akan

muncul dalam 1 tahun sehingga diperlukan monitoring berkala.7

Pada pemeriksaan fisik pasien didapatkan keadaan umum masih baik,

kesadaran compos mentis dan tidak didapatkan adanya tanda-tanda kegawatan.

Pasien sudah tidak dalam dalam keadaan demam yakni 36,8 °C. Pemeriksaan pada

sistem Kardiovaskular pasien tidak didapatkan adanya kelaianan hal ini

dibuktikan dengan tidak ditemukan kelainan pada evaluasi Echocardiography.6,9

Evaluasi status gizi pasien menunjukkan pasien sedang dalam keadaan status

gizi buruk tipe marasmik, sehingga menunjukkan bahwa pasien sedang dalam

kondisi malnutrusi kronis yang lama. Beberapa literatur menunjukkan bahwa

3
terdapat hubungan antara kondisi nutrisi dengan tingkat kejadian demam rematik

akut. Malnutrisi di awal kehidupan menyebabkan ketidakseimbangan sistem

kekebalan tubuh, dan beberapa penyakit autoimun dianggap sebagai akibat dari

ketidakseimbangan tersebut. Secara ekonomis populasi yang kekurangan nutrisi di

awal kehidupan menyebabkan individu menjadi hipersensitisasi oleh

ketidakseimbangan sistem kekebalan tubuh, terutama jika mereka rentan secara

genetik.11

Paparan bakteri streptokokus strain reumatogenik di masa mendatang pada

beberapa individu seperti itu seharusnya memiliki kemungkinan lebih tinggi untuk

mendapatkan serangan Demam rematik. Keterkaitan tingkat nutrisi dan kondisi

sosioekonomi ini dibuktikan dengan angka kejadian Demam Rematik pada

Negara maju yaitu <0.5/100.000 penduduk, sedangkan untuk negara miskin

mencapai angka 100/100.000 penduduk, dengan skala global 500.000 kasus baru

dan jumlah kematian sebanyak 230.000 kasus hampir setengah jumlah kasus

baru.9

Pemeriksaan fisik yang harus diperiksa pada pasien untuk menegakkan

diagnosis Demam Rematik Akut yakni yakni dengan melacak gejala yang muncul

dengan Kriteria Jones, untuk kriteria mayor yang harus diselidiki adalah

munculnya carditis, polyarthritis, chorea, eritema marginatum, dan subcutaneous

nodule. Kriteria minor yang dapat digali yaitu demam >38.0 C pada populasi

risiko tinggi, monoarthralgia, hasil LED >30mm/jam dan/atau CRP >3.0mg/dL,

pemanjangan interval PR pada EKG. Selain kriteria mayor dan minor diatas juga

wajib ditemukan adanya bukti infeksi SBHGA berupa swab tenggorok atau

peningkatan titer ASTO pada pasien.9 Pada pasien ini temuan yang ada

4
berdasarkan kroteri Jones yaitu:

4
1. Polyarthritis ( Mayor )

2. Peningkatan nilai LED (Minor)

3. Polyarthralgia (Minor)

4. Peningkatan titer ASTO (Bukti Infeksi SBHGA)

Berdasarkan data diatas ditemukan 1 kriteria mayor + 2 kriteria minor

dan bukti infeksi SBHGA maka diagnosis Demam Rematik Akut dapat

ditegakkan. Pada kasus ini juga diperiksa X-ray pada art genu bilateral dan art.

Intervertebralis untuk menyingkirkan kemungkinan diagnosis lain.

Pada kasus ini, pasien diberi tatalaksana berupa pemberian antiinflamasi

berupa aspirin dengan rentang dosis 60 mg/kg/hari yang terbagi menjadi beberapa

dosis dan disesuaikan dengan kondisi klinis pasien. Pada pasien ini diberikan

aspilet 500 mg PO / 8 jam, dan diberikan gastroprotektor berupa antasyd syrup

dan omeprazole 20mg PO per 24 jam, untuk mengontrol kondisi gaster. Pasien

Demam Rematik juga diberikan antibiotik dengan lini pertama golongan penicillin

yaitu Benzatin Penicillin G dengan dosis 12Jt IU IM dosis tunggal untuk BB>40

kg dan 600.000IU IM dosis tunggal untuk BB<40 kg. Lini kedua untuk terapi

eradikasi kuman streptococcus adalah pemberian Macrolide atau cephalosphorin

pada pasien yang hipersensitif terhadap antibiotik golongan penicillin. Golongan

Macrolide yang banyak tersedia dipasaran Indonesia adalah Erithromycin dan

Azithromycin. Erithromycin dapat diberikan 200-400 mg setiap 6-8 jam

(BB>40kg), dan 30-50 mg/kg/hari (BB<40kg)dalam 3-4 dosis untuk 10 hari.9,10

Selain itu penilaian kondisi penyerta lain seperti Carditis dan gejala

neurologis lain harus dievaluasi ulang minimal dalam seminggu berdasarkan

kurva

4
munculnya gejala-gejala lain. Status urin pasien juga harus dipantau karena pasien

yang telah mengalami reaksi molekular mimikri sangat rentan terhadap GNAPS,

dan beberapa organ lain. Terganggunya organ-organ vital ini akan sangat

menganggu kualitas masa depan anak.

Setelah pasien dirawat kurang lebih 6 hari, berdasarkan hasil evaluasi

klinis pasien yang telah membaik dengan tanda-tanda perandangan menghilang

dan tidak adanya bukti karditis dari hasil ekokardiografi dan tidak adanya bukti

peradangan akut pada artikulatio genu maka pasien diputuskan untuk rawat jalan.

Pada pasien yang telah mengalami riwayat Demam Rematik Akut harus dilakukan

penanganan berupa penyuntikan antibiotik penicillin profilaksis sebagai

pencegahan sekunder agar tidak jatuh kedalam kondisi Penyakit Jantung Rematik

dengan pengaturan sebagai berikut2:

1. Demam rematik tanpa carditis  durasi 5 tahun setelah serangan

terakhir atau sampai umur 21 tahun (manapun yang lebih lama)

2. Demam rematik dengan bukti ekokardiografi carditis tanpa penyakit

katup jantung  durasi 10 tahun sejak serangan terakhir atau

sampai umur 21 tahun (manapun yang lebih lama)

3. Demam rematik dan bukti adanya penyakit katup jantung  10

tahun sejak serangan terakhir atau sampai umur 40 tahun (manapun

yang lebih lama).

Pemberian antibiotik profilaksis berupa Benxatin Penicillin G 1,2Juta IU IM

(BB>20kg) atau 600.000IU IM (BB<20kg) diberikan setiap 4 minggu dengan

durasi tergantung kondisi klinis pasien. Berdasarkan kasus ini tanpa adanya bukti

4
carditis maka pasien diberikan injeksi sampai umur 21 tahun (durasi 10 tahun

berdasarkan umur sekarang).9

Selain itu untuk mencegah timbulnya kondisi demam rematik akut dapat

diberikan penanganan pencegahan primer pada pasien anak yang terbukti

mengalami infeksi akut Streptococcus pyogenes dengan bentuk klinis

tonsilofaringitis akut dengan pilihan obat yang tertera pada Tabel 4 dibawah ini12.

Tabel 4. Rekomendasi Regimen Pencegahan Primer pada Tonsilofaringitis Akut12

4
BAB V
Penutup

Telah dilaporkan sebuah kasus anak laki-laki usia 11 tahun dengan

diagnosis Demam Rematik Akut yang dirawat di ruang anak RSUD Ulin

Banjarmasin sejak tanggal 19 November 2020. Diagnosis Demam Rematik Akut

ditetapkan berdasarkan anamnesis, hasil pemeriksaan fisik, dan hasil pemeriksaan

penunjang yang dimasukkan kedalam kriteria Jones berdasarkan kriteria major

dan minor. Tatalaksana Demam Rematik AKut pada pasien dengan terutama

dengan pemberian antibiotik dan antiinflamasi.

Pasien diperbolehkan pulang pada tanggal 25 November 2020 setelah

menjalani rawat inap selama 6 hari dan direncanakan untuk dievaluasi

mendapatkan injeksi penicillin profilaksis untuk mencegah timbulnya masalah

Penyakit Jantung Rematik dimasa mendatang sebagai akibat dari proses inflamasi

yang berjalan terus menerus.

4
DAFTAR PUSTAKA

1. Cotran RS, Kumar VN, Stanley RL. Robbins pathologic basis of disease.

WB Saunders CompHny, Philadelphia, USA.; 2004.

2. Marcdante K, Kliegman RM. Nelson essentials of pediatrics E-book.

Elsevier Health Sciences; 2014.

3. Dewi F, Pamela. Diagnosis Demam Rematik pada Anak: Update. Cermin

Dunia Kedokteran. 2020;46(11):687–690.

4. Qurashi M Al. The pattern of acute rheumatic fever in children: Experience

at the children’s hospital, Riyadh, Saudi Arabia. Journal of the Saudi Heart

Association. 2009;21(4):215–220.

5. Carapetis JR, Beaton A, Cunningham MW, et al. Acute rheumatic fever

and rheumatic heart disease. Nature reviews Disease primers. 2016;2(1):1–

24.

6. Gewitz MH, Baltimore RS, Tani LY, et al. Revision of the Jones criteria

for the diagnosis of acute rheumatic fever in the era of Doppler

echocardiography a scientific statement from the American heart

association. Circulation. 2015;131(20):1806–1818.

7. Maness DL, Martin M, Mitchell G. Poststreptococcal Illness: Recognition

and Management. American family physician. 2018;97(8):517–522.

8. Cilliers AM. Rheumatic fever and its management. British Medical Journal.

2006;333(7579):1153–1156.

4
9. Szczygielska I, Hernik E, Kołodziejczyk B, Gazda A, Maślińska M, Gietka

P. Fiebre ReumaticaRheumatic fever – new diagnostic criteria.

Reumatologia. 2018;56(1):37–41.

10. Katritsis DG, Katritsis D, Gersh BJ, Camm AJ. Clinical cardiology: current

practice guidelines. Oxford University Press; 2013.

11. Zaman MM. Childhood nutrition and prevention of rheumatic fever. Global

Heart. 2015;10(1):83.

12. Zühlke LJ, Karthikeyan G. Primary prevention for rheumatic fever:

Progress, obstacles, and opportunities. Global Heart. 2013;8(3):221–226.

Anda mungkin juga menyukai